LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN BOWEL
Disusun Oleh :
Asaria Anieke Intan Luqman NilHakim Yulia Sofiani Yurika Puspita Sari
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BINA HUSADA PALEMBANG 2016
GANGGUAN ELIMINASI BOWEL 1.
2.
3.
Definisi Merupakan suatu keadaan individu yang mengalami gangguan pada system gastrointestinal bawah yang meliputi usus halus dan usus besar, yaitu gangguan eliminasi BAB. Dalam memenuhi kebutuhan eliminasi sangat diperlukan pengawasan terhadap masalah yang berhubungan dengan gangguan kebutuhan eliminasi, seperti obstipai, inkontenensia, retensi urine, dan lain-lain. Gangguan tersebut dapat mengganggu pola aktivitas sehari- hari (Aziz, 2004). Eliminasi bowel/ buang air besar (BAB) atau disebut juga defekasi merupakan feses normal tubuh yang penting bagi kesehatan untuk mengeluarkan sampah dari tubuh. Sampah yang dikeluarkan ini disebut feses atau stool (harnawati,2008). Nilai-nilai Normal Sehari BAB sekitar 2-3x/ hari. Gerakan peristaltic yang kuat dapat mendorong feses ke depan. Gerakan ini 1-4x dalam 24 jam. Peristaltik sering terjadi sesudah makan. Biasanya ½-⅓ dari produk buangan hasil makanan dicernakan dalam waktu 24 jam, dibuang dalam bentuk feses dan sisanya sesudah waktu 44-48 jam berikutnya. Proses perjalanan makanan dari mulut hingga sampai rectum membutuhkan waktu 12 jam. Karaktersistik feses normal: Warna : Kuning/ coklat Konsistensi : Lembab, terbentuk Bau : Arometik (dipengaruhi oleh makanan yang dimakan) Frekuensi : Bervariasi dari 1-3x sampai setiap kali 3 hari Bantuk : Silindris Jumlah : 100-400g setiap hari ( bervariasi sesuai dengan diet) Kandungan lemak : <6 gram/ 24jam Mukus : Negatif Darah : Negatif Pus : Negatif Parasit : Negatif Anatomi Fisiologi Sistem Pencernaan Saluran pencernaan berfungsi mengabsorbsi cairan dan makanan yang nantinya akan digunakan oleh sel tubuh dan akan menghasilkan produk sisa dalam bentuk feses. Saluran pencernaan menyerap cairan sangat tinggi sehingga sangat memegang peranan penting dalam keseimbangan cairan tubuh. Selain itu saluran pencernaan juga berfungsi untuk mensekresi seperti pankreas dan gallbladder. 1. Mulut Didalam mulut makanan dihancurkan secara mekanik dengan menggunakan gigi dan bantuan saliva yang mengandung enzim ptyalin sehinggan makanan akan lebih mudah untuk ditelan
2. Esophagus Setelah dari mulut makanan dalam bentuk bolus masuk ke esophagus melalui spingter osopgagus bagian atas (upper esophagus sphinter). Fungsi spingter ini adalah mencegah makanan refluk ketenggorokan . bolus melewati esophagus sepanjang 25 cm melalui gerakan peristaltic yang dihasilakn dari kontraksi dan relaksasai otot-otot oesophagus secara involunter. Setelah kurang lebih 15 detik bolus akan sampai di esophagus bagian bawah dan kemudian masuk kedalam lambung melalui spingter esophagus bagian bawah (lower esophageal refluk). Spingter ini terletang antara esophagus dan lambung yang berfungsi mencegah bolus refluk ke esophagus. Antasid dapat meminimalkan refluks dan makanan berlemak dan nikotin dapat meningkatkan refluk dari bolus tersebut 3. Lambung Didalam lambung makanan dicerna secara mekanik dan secara kimiawi. Lambung mensekresi HCl, mucus, enzym pepsin dan factor intrinsic. Konsentrasi HCl mempengaruhi keasaman lambung dan keseimbangan asam basa tubuh. HCl membantu mencampur dan memecah makanan dilambung. Mucus membantu melindungi mukosa lambung dari keasaman dan aktifitas enzym. Pepsin mencerna protein walaupun tidak semua protein dicerna didalam lambung. Faktor intrinsik adalah komponen penting yang dibutuhkan dalam absorbsi vitamin B12 diusus dan untuk pembentukan formasi sel darah merah. Kekurangan factor ini dapat menyebabkan anemia pernicious. Sebelum makanan meninggalkan lambung, makanan berubah menjadi semicair yang disebut Chyme sehingga lebih mudah diabsorbsi. 4. Usus halus Setelah dari lambung, makanan masuk kedalam usus halus yang berdiameter 2.5 cm dan panjang 6 meter. Bagian ini terdiri dari 3 bagian : duodenum, jejunum, dan ileum. 5. Usus besar Panjang usus besar sekitar 125 – 150 cm dan terdiri dari 7 bagian : sekum (menghubungkan usus halus dan usus beasar untuk mencegah regurgitasi), kolon asenden, kolon tranversum, kolon desenden, kolon sigmoid, rektum (10 – 15 cm) dan anus/orifisium eksternal (2,5 – 5 cm/1 – 2 inc) yang mempunyai 2 spingter : internal (bersifat involuntar) dan eksternal (bersifat voluntar). Usus besar tersusun oleh 2 serat otot yaitu otot sirkular dan longitudinal yang menyebabkan usus besar dapat berkontraksi. Gerakan usus besar dibedakan dalam 3 garakan yaitu :
Haustral Churning/shurfling Yaitu gerakan isi usus kearah depan-belakang sehingga isi usus bercampur dan terjadi penyerapan air.
Peristaltic Yaitu gerakan gelombang usus akibat gerakan otot sirkular dan longitudinal sehingga isi usus bergerak kedepan
Mass Peristaltic Yaitu gerakan yang ditimbulkan karena kontraksi otot usus yang kuat sehingga terjadi gelombang yang besar. Gerakan ini biasanya terjadi setelah makan dan jika ada stimulus dari lambung dan usus halus (adanya makanan dalam lambung dan usus halus)
Fungsi utama usus besar adalah :
Absorbsi/penyerapan air, NaCl dan glukosa yang dikeluarkan dari katup ileosekal berbentuk chyme. 1500 cc chyem melewati usus besar dalam setiap harinya. Protektif oleh adanya sekresi musin (ion karbonat) yang penegeluaranya dirangsang oleh nervus parasimpatis. Sekresi mukus ini akan meningkat pada saat seseorang sedang emosi. Fungsi mukutersebu adalah melindungi dinding usus dari aktifitas bakteri dan melindungi usus dari trauma asam yang dihasilkan feses Eliminasi fekal (defekasi dan flatus), Flatus adalah udara besar yang dihasilkan daripemecahan karbohidrat sedangkan defekasi adalah pengeluaran feses sari anus dan rektum. Frekuensi defekasi tergantung individu, berfariasi dari beberapa kali perhari sampai 2-3 kali perminggu. Defekasi terjadi karena adanya rangsang reflek gastrokolika, yaitu reflek peristaltik didalam usus besar yang dihasilkan ketika makanan masuk lambung yang menyebabkan. Biasanya bekerja sesudah pagi.
Susunan Feses :
Bakteri yang umumnya sudah mati Lepasan epeitelium dari usus Sejumlah kecil zat nitrogen terutama musin Garam, terutama kalsium fosfat Sedikit zat besi, selulosa Sisa zat makanan yang tidak dicerna dan air (100 ml)
4. Proses Terjadinya Defekasi Proses terjadinya defekasi terjadi karena adanya 2 macam reflek: a.
Reflek defekasi intrinsik (intrinsic defecation reflex) Ketika feses memasuki kerectum akan menimbulkan distensi dinding rektum sehingga akan memberikan sinyal saraf yang dikirimkan ke pleksus mesenterika untuk merangsang timbulnya peristaltik pada kolon desnden, kolon sigmoid dan rektum. Gerakan ini akan menekan sehingga feses akan masuk ke anus. Spingter anal internal akan terbuka dan spingter eksternal akan relaks dan defekasi akan terjadi.
b.
Reflek defekasi parasimphatik (parasimpathetic defecation reflex) Ketika serat saraf yang ada direktum distimulasi maka akan diteruskan ke spinal cord dan akan kembali menstimulasi kolon desenden, kolon sigmoid dan rektum. Saraf parasimpatis akan mengaktifkan gelombang peristaltik, relaksasi spingter anal internal dan mengaktifkan reflek defekasi intrinsuk. Spingter anal internal relaksasi, feses akan masuk ke anal canal. Pada saat seseorang duduk ditoilet/bedpan, spingter anal eksternal relaksasi.
Selain didukung oleh dua reflek diatas, proses defekasi juga didukung oleh otot diafragma dan otot abdomen. Dengan adanya peningkatan tekanan otot abdomen akibat kontraksi otot levator ani dan otot dasar pelvik sehingga fese akan masuk ke anal kanal. Proses defekasi normal juga dapat difasilitasi oleh fleksi paha (meningkatkan tekanan abdomen) dan posisi duduk (meningkatkan tekanan pada rektum bagian bawah)
5.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Eleminasi Fekal a. Tumbuh kembang Bayi s/d 2-3 tahun : volume lambung lebih kecil dari orang dewasa,enzim pencernaan yang kurang, peristaltik usus yang cepat dan fungsi neuromuskular yang belum berkembang.
Remaja : fungsi usus besar yang sudah lebih berkekembang Lansia : kekuatan gigi yang mulai berkurang,enzim disaliva dan lambung berkurang, peristaltik dan tonus otot abdomen yang berkurang Diet Makanan berserat dan berselullosa penting untuk mendukung volume fekal. Makanan yang mengandung gas (bawang, kembang kol dan kacangkacangan) dan susu sulit dicerna pada sebagian orang (lactosa intoleran). Diet yang tidak teratur akan menganggu pola defekasi. Pemasukan cairan : 2000-3000 ml / hari Jika intake cairan tidak adekuat atau pengeluaran yang berlebiahan (urin/muntah) tubuh akan kekurangan cairan sehingga tubuh akan menyerap cairan dari chyme sehingga feses yang dikeluarkan menjadi keras.
b. Aktifitas otot Aktifitas yang meningkat akan meningkatkan peristaltik usus, kekuatab otot perut dan otot pelvik c. Faktor psikologis Cemas dan marah akan meningkatkan peristaltik sehingga memungkinkan terjadinya diare. Depresi akan memperlambat peristaltik usus sehingga memungkinkan terjadinya konstipasi.
d. Kebiasaan BAB ditempat yang tidak biasanya dan privasi yang kurang akan mempengaruhi pola BAB e. Posisi Posisi jongkok atau paha fleksi akan meningkatkan tekanan abdomen dan posisi duduk akan meningkatkan tekanan rektum sehingga mempermudah defekasi f. Nyeri Adanya hemorroid dapat menyebabkan rasa nyaman saat defekasi sehingga memungkinkan terjadi konstipasi g. Obat-obatan Narkotik, morfin, kodein menyebabkan konstipasi h. Irritan Makanan yang berbumbu pedas, toksin.bakteri/racun dapat mengiritasi usus dan menghasilkan diare dan flatulens 6. Etiologi a. Pola diet tidak adekuat/tidak sempurna Makanan adalah faktor utama yang mempengaruhi eliminasi feses. Cukupnya selulosa, serat pada makanan, penting untuk memperbesar volume feses. Makanantertentu pada beberapa orang sulit atau tidak bisa dicerna. Ketidakmampuan ini berdampak pada gangguan pencernaan, di beberapa bagian jalur dari pengairan feses. Makan yang teratur mempengaruhi defekasi. Makan yang tidak teratur dapat mengganggu keteraturan pola defekasi. Individu yang makan pada waktu yang sama setiap hari mempunyai suatu keteraturan waktu, respon fisiologi pada pemasukan makanan dan keteraturan pola aktivitas peristaltik di colon. b. Cairan Pemasukan cairan juga mempengaruhi eliminasi feses. Ketika pemasukan cairan yang adekuat ataupun pengeluaran (cth: urine, muntah) yang berlebihan untuk beberapa alasan, tubuh melanjutkan untuk mereabsorbsi air dari chyme ketika ia lewat di sepanjang colon. Dampaknya chyme menjadi lebih kering dari normal, menghasilkan feses yang keras. Ditambah lagi berkurangnya pemasukan cairan memperlambat perjalanan chyme di sepanjang intestinal, sehingga meningkatkan reabsorbsi cairan dari chime c. Meningkatnya stress psikologi Dapat dilihat bahwa stres dapat mempengaruhi defekasi. Penyakit-penyakit tertentu termasuk diare kronik, seperti ulcus pada collitis, bisa jadi mempunyai komponen psikologi. Diketahui juga bahwa beberapa orang yagn cemas atau marah dapat meningkatkan aktivitas peristaltik dan frekuensi diare. Ditambah lagi orang yagn depresi bisa memperlambat motilitas intestinal, yang berdampak pada konstipasi d. Kurang aktifitas, kurang berolahraga, berbaring lama. Pada pasien immobilisasi atau bedrest akan terjadi penurunan gerak peristaltic dan dapat menyebabkan melambatnya feses menuju rectum dalam waktu lama dan terjadi reabsorpsi cairan feses sehingga feses mengeras e. Obat-obatan Beberapa obat memiliki efek samping yang dapat berpengeruh terhadap eliminasi yang normal. Beberapa menyebabkan diare; yang lain seperti dosis yang besar dari
tranquilizer tertentu dan diikuti dengan prosedur pemberian morphin dan codein, menyebabkan konstipasi. Beberapa obat secara langsung mempengaruhi eliminasi. Laxative adalah obat yang merangsang aktivitas usus dan memudahkan eliminasi feses. Obat-obatan ini melunakkan feses, mempermudah defekasi. Obat-obatan tertentu seperti dicyclomine hydrochloride (Bentyl), menekan aktivitas peristaltik dan kadang-kadang digunakan untuk mengobati diare f. Usia Umur tidak hanya mempengaruhi karakteristik feses, tapi juga pengontrolannya. Anak-anak tidak mampu mengontrol eliminasinya sampai sistem neuromuskular berkembang, biasanya antara umur 2 – 3 tahun. Orang dewasajuga mengalami perubahan pengalaman yang dapat mempengaruhi proses pengosongan lambung. Di antaranya adalah atony (berkurangnya tonus otot yang normal) dari otot-otot polos colon yang dapat berakibat pada melambatnya peristaltik dan mengerasnya (mengering) feses, dan menurunnya tonus dari otot-otot perut yagn juga menurunkan tekanan selama proses pengosongan lambung. Beberapa orang dewasa juga mengalami penurunan kontrol terhadap muskulus spinkter ani yang dapat berdampak pada proses defekasi. g. Penyakit-penyakit seperti obstruksi usus, paralitik ileus, kecelakaan pada spinal cord dan tumor. Cedera pada sumsum tulang belakan dan kepala dapat menurunkan stimulus sensori untuk defekasi. Gangguan mobilitas bisa membatasi kemampuan klien untuk merespon terhadap keinginan defekasi ketika dia tidak dapat menemukan toilet atau mendapat bantuan. Akibatnya, klien bisa mengalami konstipasi. Atau seorang klien bisa mengalami fecal inkontinentia karena sangat berkurangnya fungsi dari spinkter ani 7. Patofisiologi Defekasi adalah pengeluaran feses dari anus dan rektum. Hal ini juga disebut bowel movement. Frekwensi defekasi pada setiap orang sangat bervariasi dari beberapa kali perhari sampai 2 atau 3 kali perminggu. Banyaknya feses juga bervariasi setiap orang. Ketika gelombang peristaltik mendorong feses kedalam kolon sigmoid dan rektum, saraf sensoris dalam rektum dirangsang dan individu menjadi sadar terhadap kebutuhan untuk defekasi. Defekasi biasanya dimulai oleh dua refleks defekasi yaitu refleks defekasi instrinsik. Ketika feses masuk kedalam rektum, pengembangan dinding rektum memberi suatu signal yang menyebar melalui pleksus mesentrikus untuk memulai gelombang peristaltik pada kolon desenden, kolon sigmoid, dan didalam rektum. Gelombang ini menekan feses kearah anus. Begitu gelombang peristaltik mendekati anus, spingter anal interna tidak menutup dan bila spingter eksternal tenang maka feses keluar. Refleks defekasi kedua yaitu parasimpatis. Ketika serat saraf dalam rektum dirangsang, signal diteruskan ke spinal cord (sakral 2 – 4) dan kemudian kembali ke kolon desenden, kolon sigmoid dan rektum. Sinyal – sinyal parasimpatis ini meningkatkan gelombang peristaltik, melemaskan spingter anus internal dan meningkatkan refleks defekasi instrinsik. Spingter anus individu duduk ditoilet atau bedpan, spingter anus eksternal tenang dengan sendirinya.
Pengeluaran feses dibantu oleh kontraksi otot-otot perut dan diaphragma yang akan meningkatkan tekanan abdominal dan oleh kontraksi muskulus levator ani pada dasar panggul yang menggerakkan feses melalui saluran anus. Defekasi normal dipermudah dengan refleksi paha yang meningkatkan tekanan di dalam perut dan posisi duduk yang meningkatkan tekanan kebawah kearah rektum. Jika refleks defekasi diabaikan atau jika defekasi dihambat secara sengaja dengan mengkontraksikan muskulus spingter eksternal, maka rasa terdesak untuk defekasi secara berulang dapat menghasilkan rektum meluas untuk menampung kumpulan feses. Cairan feses di absorpsi sehingga feses menjadi keras dan terjadi konstipasi. 8. Tanda dan gejala a. Konstipasi : Menurunnya frekuensi BAB, pengeluaran feses yang sulit, keras dan mengejan, dan nyeri rectum. b. Impaction : Tidak BAB, Anoreksia, kembung/kram, dan nyeri rectum. c. Diare : BAB sering dengan cairan dan feses yang tidak berbentuk, isi intestinal melewati usus halus dan kolon sangat cepat, iritasi di dalam kolon merupakan faktor tambahan yang menyebabkan meningkatkan sekresi mukosa, dan feses menjadi encer sehingga pasien tidak dapat mengontrol dan menahan BAB. d. Inkontinensia Fekal : Tidak mampu mengontrol BAB dan udara dari anus, BAB encer dan jumlahnya banyak, gangguan fungsi spingter anal, penyakit neuromuskuler, trauma spinal cord dan tumor spingter anal eksternal. e. Flatulens : Menumpuknya gas pada lumen intestinal, dinding usus meregang dan distended, merasa penuh, nyeri dan kram. Biasanya gas keluar melalui mulut (sendawa) atau anus (flatus). f. Hemoroid : Pembengkakan vena pada dinding rectum, perdarahan jika dinding pembuluh darah vena meregang, merasa panas dan gatal jika terjadi inflamasi, dan nyeri. 9. Pemeriksaan Penunjang a. Pemeriksaan USG b. Pemeriksaan foto rontgen c. Pemeriksaan laboratorium urin dan feses 10. Pengkajian - Pengkajian perawatan pada klien dengan gangguan eliminasi bowel difokuskan pada riwayat keperawatan, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan diagnosis. - Riwayat Keperawatan Pada riwayat keperawatan, hal – hal yang harus dikaji antara lain: a. Pola defekasi - Frekuensi - Apakah frekuensi tersebut pernah berubah ? - Apa penyebabnya ? b. Perilaku defekasi - Apakah klien menggunakan laksatif ? - Bagaimana cara klien mempertahankan pola defekasi?
c.
Deskripsi feses - Warna ( N=kuning/coklat) - Tekstur ( N= lembab, berbentuk) - Bau ( N= aromatic) d. Diet - Makanan apa yang mempengaruhi perubahan pola defekasi klien? - Makanan apa yang biasa klien makan? - Makanan apa yang klien hindari? - Apakah klien makan secara teratur? e. Cairan Jumlah dan jenis minuman yang dikonsumsi setiap hari f. Aktivitas - Kegiatan sehari-hari, missal olahraga - Kegiatan spesifik yang dilakukan klien, misalnya penggunaan laksatif, enema atau kebiasaan mengkonsumsi sesuatu sebelum di defekasi g. Penggunaan medikasi Apakah klien bergantung pada obat-obatan yang dapat mempengaruhi pada defekasinya? h. Stress - Apakah klien mengalami stress berkepanjangan? - Koping apa yang klien gunakan dalam menghadapi stress? - Bagaimana respons klien terhadap stress? Positif/ negative? i. Pembedahan atau penyakit menetap - Pemeriksaan fisik a. Abdomen Pemeriksaan dilakukan pada posisi terlentang, hanya bagian abdomen saja yang tampak, dengan cara : - Inpeksi : amati abdomen untuk melihat bentuknya, kesimetrisannya. - Auskultasi : dengarkan bising usus lalu perhatikan intensitas, frekuensi, dan kualitasnya. - Perkusi : untuk mengetahui adanya distensi berupa cairan, massa atau udara. - Palpasi : lakukan palpasi untuk mengetahui konsistensi abdomen serta adanya nyeri tekan atau massa dipermukaan abdomen. b. Rektum dan anus Pemeriksaan dilakukan pada posisi litotomi atau sims. - Inpeksi : amati daerah perianal untuk melihat adanya tanda- tanda inflamasi,perubahan warna, lesi, lecet, fistula, konsistensi, hemoroid. - Palpasi : palpasi dinding rectum dan rasakan adanya nodul, massa, nyeri tekan, tentukan bentuk dan ukuran c. Feses Amati feses klien dan catat konsistensi, bentuk, bau, warna, dan jumlahnya. Amati pula unsure abnormal pada feses.
- Pemeriksaan diagnostik a. Anoskopi b. Progtosigmoidoskopi c. Protoskopi d. Rontgen dengan kontras ( Iqbal,2008) 11. Pemenuhan Kebutuhan Dasar Manusia - Membantu eliminasi bowel : mandiri/ tergantung/ dengan bantuan - Memberikan penjelasan pada keluarga tentang penyebab kontipasi - Memberikan makanan yang berserat - Melatih mobilisasi - Menolong klien BAB, membantu memberikan pispot pada pasien yang ingin BAB ke tempat tidur - Membantu pola BAB yang normal : bantu klien dengna posisi yang normal, jaga privasi, pergunakan pot untuk BAB, posisikan semi fowler, tempatkan posisi bantal di sisi punggung, siram organ dengan air hangat, support, relaks. - Catat keluarnya feses, selidiki penurunan 12. Diagnosa Keperawatan a. Diare b.d proses infeksi pada saluran pencernakan, malabsorbsi b. konstipasi b.d ketidakseimbangan elektrolit, kekurangan intake cairan dan serat c. Gangguan inkontinensia alvi b.d kerusakan spingter rectum, akibat pembedahan pada rectum. 13. Intervensi Keperawatan a. Diare b.d proses infeksi pada saluran pencernaan, malabsorpsi Ditandai : -BAB lebih dari 3x sehari dengan konsistensi cair -nyeri pada abdomen -peristaltik usus meningkat Tujuan : Agar diare pasien dapat diatasi Kriteria hasil : - BAB 1-2 x sehari, dengan konsisten lembek - Tidak ada keluhan nyeri pada abdomen - Peristaltic usus kembali normal Rencana tindakan : - Catat frekuensi jumlah konsisten feses yang keluar R/ untuk mengetahui jumlah, kosistensi feses yang keluar - Monitor tanda-tanda dehidrasi (pusing, lesu, mukosa bibir kering, dll) R/ untuk mengetahui keadaan kebutuhan cairan klien - Support emosi pasien R/ menberikan semangat pada klien - Anjurkan pasien untuk menghindari makanan yang merangsang timbulnya diare R/ Agar keadaan klien membaik
- Kolaborasi dengan tim kesehatan (pemberian obat-obatan anti diare dan antibiotik). R/ untuk membantu proses penyembuhan klien b. Konstipasi b.d ketidakseimbangan elektrolit, kekurangan intake cairan dan serat Tujuan : klien tidak mengalami kontipasi KH : - Klien dapat defekasi secara spontan dan lancar tanpa menggunakan obat - Bising usus normal ( 5- 35x/ menit ) Intervensi : 1) Berikan penjelasan pada klien dan keluarga tentang penyebab kontipasi R/ Klien dan keluarga akan mengerti penyebab kontipasi 2) Auskultasi bising usus R/ Bising usus menandakan sifat aktivitas peristaltik 3) Anjurkan pada klien untuk makan – makanan yang mengandung serat R/ Untuk merangsang peristaltic dan eliminasi reguler 4) Berikan intake cairan yang cukup ( 2 liter/ hari ) jika tidak ada kontraindikasi R/ masukan cairan adekuat membantu mempertahankan konsistensi feses yang sesuai pada usus dan membantu eliminasi reguler 5) Lakukan mobilisasi sesuai dengan keadaan klien R/ Membantu eliminasi dalam memperbaiki tonus otot abdomen dan merangsang nafsu makan dan peristaltik. c. Gangguan inkontinensia alvi b.d kerusakan spingter rectum, akibat pembedahan pada rectum. Tujuan : agar pola BAB klien optimal dan terkendali Kriteria hasil : - Individu akan mengeluarkan feses setiap dua atau tiga hari Intervensi : 1. Kaji factor yang berperan menyebabkan inkontinensia alvi ( aktivitas fisik yang tidak adekuat, kurangnya pengetahuan tentang tehnik defekasi, dll ) R/ untuk mempertahankan konensia usus 2. Kaji status neurologis dan kemampuan fungsional individu R/ untuk mencapai kontinensia 3. Rencanakan waktu yang tepat dan konsisten defekasi R/ meningkatkan motilitas pencernakan dan mempercepat fungsi usus 4. Buat program defekasi harian selama lima hari atau sampai terbentuk suatu pola R/ Agar pola defekasi klien dapat terlatih 5. Berikan privacy dan lingkungan yang tidak menyebabkan stress R/ Menjaga privacy klien dan member kenyamanan klien 6. Ajarkan tehnik defekasi yang efektif pada klien R/ dapat memfasilitasi gravitasi dan meningkatkan tekanan intra abdomen guna mengeluarkan feses.
DAFTAR PUSTAKA
Alimu,Aziz. 2005. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Salemba Medika. Surabaya Alimul, Aziz. 2008. Ketrampilan Dasar Praktek Klinik. EGC : Jakarta C arpenito, Lynda Juall. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. EGC : Jakarta Nanda. 2006-2007. Diagnosa Nanda NIC&NOC. EGC : Jakarta Potter, R.A. Derry A.G. Fundamental of Nursing; St. Louis. Mosby.2000 Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda 2005-2006. Alih Bahasa Budi Santosa. Prima Medika. Iqbal, Wahid. 2008. Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia. EGC : Jakarta Http : harnawati.wordpress.com. Kebuhan Dasar Eliminasi Alvi. Diakses pada tanggal 24 Januari 2011 https://loebis-qoa.blogspot.com/2010/11/kebutuhan-dasar-eliminasi-dan-fecal.html http://irasuarilah-fkp.web.unair.ac.id/artikel_detail-178163-KEPERAWATAN%20DASARELIMINASI%20FEKAL.html