62.pdf

  • Uploaded by: Ari Setiawan
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View 62.pdf as PDF for free.

More details

  • Words: 2,760
  • Pages: 8
Prosiding Seminar Nasional Serealia 2009

ISBN :978-979-8940-27-9

IDENTIFIKASI KINERJA USAHATANI DAN PEMASARAN JAGUNG DI NUSA TENGGARA BARAT Hadijah A.D. Balai Penelitian Tanaman Serealia Abstrak. Di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) khususnya Kabupaten Lombok Timur, jagung diusahakan pada lahan sawah yang kondisinya sangat kering, curah hujan kurang dan tidak merata. Hasil temuan diketahui bahwa produktivitas jagung di tingkat provinsi masih rendah berkisar 1,93 – 2,25 t/ha, Khusus di Kabupaten Lombok Timur produktivitas jagung di tingkat petani rata-rata 2,13 t/ha dengan nilai produksi Rp.1.965.528, sedang biaya produksi Rp.1.307.592. Pendapatan rata-rata yang diperoleh Rp.686.078,-. Rendahnya produksi di tingkat petani karena tanaman mengalami kekeringan, benih sudah turunan F2 seterusnya, penggunaan pupuk masih rendah dan sangat bervariasi. Harga yang diterima petani bervariasi dari Rp.860 – Rp.1000,-/kg, bergantung pada harga yang dibayarkan oleh pedagang dan jalur pemasaran. Jalur pemasaran jagung bervariasi bergantung pada wilayah pemasarannya dari petani produsen sampai pada tingkat pengecer atau konsumen akhir. Penjualan petani ke pedagang pengumpul desa dalam bentuk tongkol (95%) dan pipilan (5%), pada pengumpul kecamatan bentuk tongkol (2%) dan pipilan (98%), pada pengumpul kabupaten dan antarpulau semuanya bentuk pipilan (100%), sedang pada tingkat pengecer berupa pipilan (40%) dan beras jagung (60%). Saluran pemasaran yang paling efisien melalui pengumpul desa dengan efisiensi sebesar 6,19%. Untuk pengembangan jagung di wilayah tersebut diperlukan campur tangan pemerintah terutama modal untuk petani, pemasaran hasil, dan adanya jaminan harga. Kata kunci : Jagung, kinerja usahatani dan pemasaran.

PENDAHULUAN Permintaan jagung senantiasa meningkat dari tahun ke tahun seiring dengan meningkatnya permintaan untuk pangan, pakan, dan industri. Kebutuhan jagung dalam negeri untuk pakan sudah mencapai 4,9 juta ton pada tahun 2005 dan diprediksi menjadi 6,6 juta ton pada tahun 2010 (Ditjen Tanaman Pangan 2006). Peluang ekspor juga semakin meningkat karena negara penghasil jagung seperti Amerika, Argentina, dan China mulai membatasi volume ekspornya karena kebutuhan dalam negerinya meningkat. Produktivitas jagung ditingkat petani rendah yang disebabkan oleh beberapa faktor, salah satu di antaranya adalah penggunaan varietas lokal yang berdaya hasil rendah (Sarasutha et al. 1998). Salah satu upaya untuk meningkatkan produktivitas adalah penanaman varietas unggul yang berdaya hasil tinggi dan adaptif pada kondisi lingkungan tertentu karena umumnya jagung lebih banyak ditanam pada musim hujan di lahan kering dan sebagian kecil di lahan sawah pada musim kemarau. Sekitar 57% jagung diproduksi di lahan kering pada musim hujan (MH), 24% dan pada musim kemarau pertama (MK I) dan 19% pada musim kemarau kedua (MK II) (Kasryno 2002). Selanjutnya oleh Budianto (1999), dinyatakan bahwa persyaratan yang harus dipenuhi oleh teknologi pertanian termasuk jagung, untuk dapat diadopsi oleh pengguna mencakup aspek teknis, sosialbudaya, ekonomi, lingkungan, agronomi, legal, moral, keselamatan dan keserasiaannya dengan teknologi asli petani. Selain dari hal tersebut diatas tergantung pasokan dan permintaan pasar, harga jagung lokal dipengaruhi oleh harga jagung di pasar internasional. Harga jagung impor

483

ISBN :978-979-8940-27-9

Prosiding Seminar Nasional Serealia 2009

sudah menembus US$303 per ton. Setelah ditambah bea masuk 5% dan lainnya sehingga harga di Indonesia sekitar Rp3.000-Rp3.100 per kg, sedang jagung lokal, harganya berkisar Rp 2.300-Rp 2.900 per kg. Jika pengembangan jagung di tanah air benar-benar dilakukan akan sangat menguntungkan dengan membaiknya harga tersebut, karena untuk memproduksi satu kg jagung pipilan kering, hanya dibutuhkan biaya produksi Rp 7001.000,- sementara hasil panen per hektar sekitar 7-10 ton pipilan kering. Harga jagung pipilan kering memang menggoda bagi mereka yang mau jadi petani dan animo masyarakat untuk menanam jagung hibrida yang meningkat berkisar 10%-20% dibanding tahun lalu (Mardahana 2008). Hal ini senada yang diutarakan Muhamad Saifi 2008 jika dibanding tahun lalu, minat masyarakat untuk menanam jagung meningkat 3—4 kali lipat. Lebih lanjut dilihat dari bertambah banyaknya petani yang terjun ke budi daya jagung di daerah pengembangan baru, seperti Sulawesi, Kalimantan, dan NTB (Harga Menggoda, Belum Jua Swasembada Juni 30, '08 12:33 AM for for everyone). Berdasarkan uraian tersebut, maka perlu diadakan penelaan/reviuw mengenai kinerja usahatani jagung dan pemasarannya pada wilayah sentra produksi jagung di Provinsi Nusa Tenggara Timur. BAHAN DAN METODE Penelitian dilaksanakan yaitu dengan mengadakan pengumpulan data sekunder tingkat kabupaten dan Provinsi Nusa Tenggara Barat yang bersumber dari laporan, BPS dan review dari beberapa hasil penelitian khususnya pada usahatani dan pemasaran jagung di Kabupatem Lombok Timur. Kinerja usahatani jagung dilihat dari tingkat pengelolaan petani mulai dari persiapan tanam sampai panen dan prosesing. Kegiatan pemasaran dilihat dari jalur pemasaran mulai dari petani produsen sampai ke tingkat pengecer atau konsumen akhir atau sampai kepada pedagang antar pulau/eksportir. HASIL DAN PEMBAHASAN Sistem Usahatani dan Pendapatan Petani Pada umumnya pengelolaan usahatani jagung dengan menggunakan sarana produksi seperti benih dan pupuk sangat bervariasi. Jumlah benih yang digunakan ratarata 24,67 kg/ha, pupuk urea 168,30 kg/ha, SP36 61,30 kg/ha, dan KCl 30 kg/ha, pupuk kandang 30 ton kg/ha (Tabel 1). Tabel 1. Tingkat penggunaan sarana produksi di tingkat petani dalam usahatani jagung di Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat, 2006. Pupuk (kg/ha)

Lokasi

Benih (kg/ha)

Urea

SP36

KCl

Prigi L. Panda Sambelia Rata-rata

22 25 22 24,7

189 201 115 168,3

90 94 0 61,3

90 0 0 30

Pupuk Kandang (kg/ha) 90 0 0 30

Insektisida (kg/ha)

Herbisida (kg/ha)

0 0 0 0

0 0 0 0

Sumber : Hadijah AD, et al, 2006. Baseline Survei, Preferences and Perception of Farmer on Drought and Their Production Constrain of Corn in Nusa Tenggara Barat, 2006.

Penggunaan insektisida untuk pencegahan/pemberantasan hama dan penyakit serta herbisida untuk pemberantasan rumput belum lazim digunakan petani. Penggunaan benih

484

ISBN :978-979-8940-27-9

Prosiding Seminar Nasional Serealia 2009

jagung dengan jumlah yang cukup banyak, disebabkan karena petani umumnya belum menggunakan benih sesuai anjuran. Petani menggunakan BISI-2 sudah lama sejak 2003 sampai sekarang (turunan F2 dan F3 dan seterusnya). Beberapa tahun sebelumnya, petani menggunakan varietas lokal, benih yang ditanam petani berasal dari benih sendiri, dari sesama petani atau dibeli di pasar. Penggunaan pupuk masih sangat rendah dibanding paket teknologi anjuran disebabkan modal petani sangat terbatas, yang umumnya pembelian saprodi dibayar setelah panen. Kemudian faktor pendidikan, pengalaman dan luas lahan lahan garapan juga dapat mempengaruhi tingkat penerapan teknologi. Tingkat pendidikan petani sangat rendah, rata-rata petani tidak tamat sekolah (SD, SMP, SMA) dan tidak pernah mengikuti pelatihan/kursus tani. Rata-rata penguasaan lahan dengan kisaran 0,10 – 0,5 ha. Pengalaman bertani untuk tanaman jagung umumnya 21 tahun dengan kisaran 19-23 tahun. Penggunaan tenaga kerja dalam usahatani jagung berasal dari anggota keluarga tetapi untuk beberapa kegiatan menggunakan tenaga luar keluarga seperti tanam, panen, dan prosesing. Penggunaan tenaga kerja rata-rata 53,7 HOK, untuk pengolahan tanah, tanam, dan prosessing jagung dibanding dengan kegiatan lainnya, yaitu untuk pengolahan tanah secara minimum (PM) rata-rata 13,6 HOK, prosessing 12,2 HOK dan tanam 11,3 HOK selebihnya untuk pemupukan, penyiangan dan panen masing-masing 7 HOK, 4,7 HOK dan 4,7 HOK, per hektarnya. Jumlah biaya produksi adalah merupakan biaya total yang dikeluarkan petani yaitu mencakup biaya dari harga sarana produksi (benih dan pupuk) ditambah dengan biaya penggunaan tenaga kerja. Biaya total yang dikeluarkan tertinggi di Prigi sejumlah Rp. 1.430.857,- kemudian Labuhan Pandang sejumlah Rp 1.396.125 dan terendah di Sambelia sejumlah Rp 1.095.795 (Tabel 2). Tabel 2. Jumlah biaya produksi dalam usahatani jagung di Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat, 2006. Biaya (Rp/ha) Lokasi Prigi L. Pandan Sambelia Rata-rata

Sarana produksi

Tenaga kerja

842.857 909.125 620.795 790.926

588.000 487.000 475.000 516.667

Total (Rp/ha) 1.430.857 1.396.125 1.095.795 1.307.592

Sumber : Hadijah AD, et al, 2006. Baseline Survey, Preferences and Perception of Farmer on Drought and Their Production Constrain of Corn in Nusa Tenggara Barat, 2006.

Produksi yang diperoleh di tingkat petani pada tiga lokasi penelitian sangat rendah dan bervariasi antara 2,0 - 2,3 ton/ha. Pengalaman petani pada tahun 2004 tanaman jagung sangat kekeringan mengakibatkan sebagian besar petani tidak memperoleh hasil (puso) dan yang sempat panen diperoleh berisar 0,5 t/ha. Pada musim tanam 2005 pertanaman jagung tetap mengalami kekeringan tetapi tidak seperti tahun sebelumnya. Harga penjualan jagung pipil di tingkat petani berkisar Rp 860 – Rp 1.000/kg. Pendapatan dari usahatani jagung yang diperoleh berkisar Rp 497.865 – Rp 974.205,-. Jika ditinjau dari segi ekonomis dapat dikatakan bahwa usahatani jagung di tingkat petani belum menguntungkan karena nilai R/C ratio < 1 (Tabel 3).

485

ISBN :978-979-8940-27-9

Prosiding Seminar Nasional Serealia 2009

Tabel 3. Produksi, nilai produksi, biaya produksi dan pendapatan bersih usahatani jagung di Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat, 2006. Lokasi

Prigi L. Panda Sambelia Rata-rata

Produksi (t/ha)

Nilai (Rp/ha)

2,0 2,1 2,3 2,13

2.000.000 1.826.085 2.070.500 1.965.528

Biaya total (Rp/ha) 1.430.857 1.396.125 1.095.795 1.307.592

Pendapatan bersih (Rp/ha) 586.163 497.865 974.205 686.078

R/C

0,41 0,36 0,89 0,55

Sumber : Hadijah AD, et al, 2006. Baseline Survei, Preferences and Perception of Farmer on Drought and Their Production Constrain of Corn in Nusa Tenggara Barat, 2006.

Dari segi pendapatan yang diperoleh petani masih rendah, hal ini disebabkan karena produksi jagung masih rendah. Rendahnya produksi yang diperoleh karena pertanaman jagung sering mengalami kekeringan, penggunaan benih dan pupuk belum sesuai yang dianjurkan dan bervariasi untuk setiap lokasi. Kemudian yang paling menentukan dalam penggunaan sarana produksi adalah modal, sedang modal yang dimiliki petani sangat terbatas sehingga ada petani yang menjual jagungnya sebelum panen (ijon), pembelian sarana produksi dibayar sesudah panen pada tempat petani meminjam modal yang biasanya pada pihak swasta/tetangga yang disebut sebagai pelepas uang. Pemasaran Jagung Dari hasil pengamatan dan reviuw beberapa hasil penelitian dapat diketahui bahwa pemasaran jagung di Pulau Lombok Timur Provinsi Nusa Tenggara Barat secara umum yaitu dari petani produsen dibeli oleh pedagang pengumpul (tingkat desa, kecamatan, kabupaten), pasar desa, pengusaha (penggilingan, peternak), pedagang antar pulau/eksportir sampai pada tingkat pengecer yang sangat bervariasi tergantung dari lokasi/wilayah pemasaran jagung. Petani menjual jagungnya baik dalam bentuk pipilan maupun tongkol, transaksi jual beli dapat terlaksanakan di lahan petani, dirumah atau ditempat penggilingan. Dengan adanya variasi cara penjualan petani berarti petani/pedagang mengeluarkan biaya dan juga harga yang berbeda, sehingga dapat diperhitungkan efesiensi pemasarannya. Oleh Soekartawi (1993), dinyatakan bahwa untuk mengetahui efisiensi pemasaran yaitu membagi biaya pemasaran dengan harga jual jagung. Berdasarkan hasil penelitian I Putu Cakra et al. 2005, bahwa pedagang pengumpul desa membeli dalam bentuk tongkol dan pipilan, pengumpul kecamatan dan kabupaten dalam bentuk tongkol, sedang pedagang antar pulau dalam bentuk pipilan. Biaya pemasaran yang dikeluarkan berkisar Rp.65 – Rp.85,-/kg dengan harga jual dalam bentuk biji/pipilan di tingkat pengumpul desa Rp.1.050,- sedang ditingkat pedagang besar Rp.1.070,-/kg dengan efesiensi pemasaran masing-masing 6,19 % - 7,94 %. Kemudian dalam bentuk tongkol rata-rata Rp.593,75/kg baik ditingkat pedagang pengumpul desa, kecamatan dan kabupaten dengan efesiensi pemasaran rata-rata 10,95 %.

486

ISBN :978-979-8940-27-9

Prosiding Seminar Nasional Serealia 2009

Tabel 4. Efisiensi pemasaran jagung di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat, 2005. Saluran Pemasaran Pengumpul Desa Pengumpul Kecamatan Pengumpul Kabupaten Pedagang antar pulau

Bentuk jagung yang dijual petani Pipilan (Beli) Tongkol Tongkol

Biaya

Harga Jual

Rp. 65 Rp. 65 Rp. 65

Rp 1.050,00 Rp. 593,75 Rp. 593,75

Efisiensi (%) 6,19 % 10,95 % 10,95 %

Tongkol

Rp. 65

Rp. 593,75

10,95 %

Pipilan

Rp. 85

Rp. 1.070,00

7,94 %

Sumber : I Putu Cakra et al. 2005.

Dari hasil analisis efisiensi pemasaran jagung dapat diketahui bahwa saluran pemasaran jagung yang paling efisien adalah saluran pemasaran yang melalui pengumpul desa dengan efisiensi sebesar 6,19%. Petani menjual jagung ke pedagang pengumpul desa dengan bentuk pipilan. Apabila dalam bentuk tongkol tingkat efisiensinya lebih rendah dibandingkan dengan bentuk pipilan. Awaluddin Hipi et al. (2005) mengemukakan bahwa penjualan jagung ditingkat petani ke pedagang pengumpul (desa, kecamatan, kabupaten) dan pengecer dapat terjadi transaksi di lahan petani, di pinggir jalan, dirumah pengumpul sedang ditingkat pengecer khususnya beras jagung umumnya dilaksanakan di penggilingan jagung. Secara rinci bentuk dan lokasi pembelian jagung di Kabupaten Lombok Timur dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Bentuk dan lokasi pembelian jagung pedagang di Kabupaten Lombok Timur, 2005. Jenis Pedagang Pengumpul desa Pengumpul kecamatan Pedagang kabupaten Pedagang antarpulau/ Besar Pengecer

Bentuk pembelian jagung (%) Tongkol Pipilan Beras jagung 95

5

-

2

98

-

-

100

-

-

100

-

-

40

60

Lokasi pembelian Lahan petani dan pinggir jalan Lahan petani dan rumah pengumpul desa Rumah pengumpul Kecamatan Rumah pengumpul desa dan Kecamatan Lahan petani, rumah pengumpul desa dan tempat penggilingan jagung.

Sumber: Awaluddin Hipi, et al, 2005

487

ISBN :978-979-8940-27-9

Prosiding Seminar Nasional Serealia 2009

Sedangkan jalur pemasaran jagung di Pulau Lombok sesuai hasil penelitian Awaluddin Hipi et al. 2005, dapat dilihat pada Gambar 1. Pedagang Sumbawa

Petani

Pengumpul Desa

Pengumpul Kecamatan

Pengumpul Kabupaten

Pedagang antar pulau

Pengampas dari Bali

Peternak Bali atau Lombok atau Surabaya

Pengecer

Gambar 1. Saluran pemasaran jagung di Pulau Lombok, Kabupaten Lombok, NTB, 2005. Jalur pemasaran dari hasil Baseline survei khususnya pada tiga lokasi potensil penghasil jagung di Kabupaten Lombok Timur, Provinsi Nusa Tenggara Barat dapat dilihat pada Gambar 2.

Petani

Pengumpul Desa

Pengumpul Kecamatan

Penggiling Jagung

Pasar Desa

Konsumen/ Peternak

Pengumpul Kabupaten

Pedagang antar Pulau

Pedagang/Peternak Bali dan Surabaya

Gambar 2. Jalur pemasaran jagung di Kabupaten Lombok Timur, NTB 2006. Berdasarkan hasil penelitian Saenong et al, 2006,. bahwa di Kabupaten Lombok Timur, petani menjual jagung kepada pedagang pengumpul desa/kecamatan dalam bentuk tongkol/gelondongan dengan harga Rp.450 – Rp.600/kg. Sedang di Kabupaten Sumbawa, petani menjual dalam bentuk pipilan dengan harga Rp.650 – Rp. 700/kg kepada pedagang pengumpul desa/kecamatan selanjutnya kepada pedagang kabupaten, kemudian dijual ke pedagang provinsi yang selanjutnya dipasarkan ke Bali. Jalur pemasaran jagung di Provinsi Nusa Tenggara Barat, dapat dilihat pada Gambar 3.

488

ISBN :978-979-8940-27-9

Prosiding Seminar Nasional Serealia 2009

Petani

Pedagang pengumpul desa/kecamatan

Pedagang pengumpul kabupaten

Pedagang besar di Ibukota Provinsi NTB

Pedagang besar/eksportir di Bali

Gambar 3. Saluran pemasaran jagung di Provinsi Nusa Tenggara Barat Pemasaran jagung di Nusa Tenggara Barat khususnya di Kabupaten Lombok Timur berjalan lancar karena ditunjang oleh tersedianya sarana dan prasarana transportasi seperti jalan setapak, jalan raya, sedang alat transportasi adalah sepeda, dokar, truk, mobil angkut lainnya (cart/wagon). Harga jagung sangat bervariasi dari Rp 869 – Rp 1.000/kg, yang ditentukan oleh pedagang/pengusaha sedangkan posisi tawar menawar (bargaining position) petani lemah. Hal ini disebabkan petani senang meminjam ke pelepas uang untuk kebutuhan yang mendesak, seperti untuk kebutuhan keluarga dan untuk membeli sarana produksi, dan dibayar sesudah panen. Oleh karena itu, perlu ada motivasi petani dalam berusaha tani supaya pendapatannya meningkat. Dukungan dan campur tangan pemerintah diperlukan terutama dalam hal (1) pemberian modal sehingga petani bisa mandiri, (2) penetapan harga dasar agar petani dapat menikmati hasil produksinya secara wajar sehingga tidak ada pihak yang dirugikan baik petani maupun pedagang serta pelaku agribisnis jagung lainnya. KESIMPULAN Produksi dan produktivitas jagung masih rendah di tingkat petani Teknologi yang digunakan masih rendah, terutama penggunaan benih bermutu dan pemupukan Faktor iklim kurang mendukung yaitu tanaman sering mengalami kekeringan. Pendapatan petani rendah dari usahatani jagung dan tidak menguntungkan, tetapi tetap mengusahakannya karena jagung merupakan makanan utama setelah beras. Saluran pemasaran jagung yang paling efisien adalah saluran pemasaran yang melalui pengumpul desa dengan petani, dan menjualnya dalam bentuk pipilan dibanding

489

Prosiding Seminar Nasional Serealia 2009

ISBN :978-979-8940-27-9

melalui pengumpul kecamatan dan kabupaten dengan membeli jagung yang masih bentuk tongkol. SARAN Harga jagung sangat berfluktuasi sehingga perlu adanya kebijakan pemerintah untuk penentuan harga dasar sehingga pihak petani maupun pihak pedagang serta pelaku bisnis lainnya yang bergerak dalam agribisnis jagung tidak ada yang dirugikan. DAFTAR PUSTAKA Awaludin Hipi, Yohanes F. Bulu, I.P. Cakra, dan Suhartini. 2005. Pemasaran Jagung Dalam Sistem dan Usaha Agribisnis Jagung di Pulau Lombok Nusa Tenggara Barat. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP), Nusa Tenggara Barat. BPS. 2004. Lombok Timur Dalam Angka, Nusa Tenggara Barat, Mataram. Budianto, J. 1999. Akseptabilitas Teknologi Pertanian bagi Konsumen, Dalam Simposium Penelitian Tanaman IV, Tonggak Kemajuan Teknologi Produksi Tanaman Pangan, Bogor 22 – 24 November 1999. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Badan Litbang Pertanian, Bogor. Ditjen Tanaman Pangan. 2006. Program Peningkatan Produksi Jagung Nasional, Makalah disampaikan pada Seminar Nasional dan Ekspose Inovasi Teknologi, 15 – 16 September 2006, Makassar – Pangkep. Hadijah AD, Firdaus K, I.M.Wejana, Sania, S. A.Takdir, dan Mappaganggang.S.Pabbage. 2006. Baseline Survey, Preferences and Perception of Farmer on Drought and Their Production Constrain of Corn in Nusa Tenggara Barat, 2006, Kerjasama Cymmit dan Balitsereal Badan Litbang Pertanian, Maros. Kasryno, F. 2002. Sumber daya Manusia dan Pengelolaan Lahan Pertanian di Pedesaan Indonesia. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian, Departemen Pertanian. Vol. 18 No. 1. Soekartawi, 1993. Prinsip Dasar Manajemen Pemasaran Hasil-Hasil Pertanian. Penerbit PT Raja Grafindo Persada, Jakarta. Sarasutha IGP. Zubachtirodin, Margaretha SL., A. Najamuddin, dan Hadijah AD. 1988. Peluang dan Kendala Pengembangan Jagung di Sulawesi Selatan. Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional Jagung, Puslitbangtan, Balitjas, Maros. Saenong,S.SL.Margaretha, M.J.Mejaya, dan Subandi. 2006. Percepatan Distribusi Benih Jagung Melalui Produksi Benih Berskala Komunal. Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional Jagung, Makassar, 29 – 30September, Balai Penelitian Tanaman Serealia Maros. Subandi, I.G. Ismail, dan Hermanto, 2008. Jagung, Teknologi Produksi dan Pasca panen, Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor. I Putu Cakra P. A., Yohanes G. Bulu, Sri Hastuti, Ketut Puspadi, dan Awaludin Hipi. 2005. Efesiensi Pemasaran Jagung di Pulau Lombok NTB, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Nusa Tenggara, 2005) Soekartawi. 1993. Prinsip Dasar Manajemen Pemasaran Hasil-Hasil Pertanian. Penerbit PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.

490

More Documents from "Ari Setiawan"