553-1046-1-sm.pdf

  • Uploaded by: Vito Sastra
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View 553-1046-1-sm.pdf as PDF for free.

More details

  • Words: 4,310
  • Pages: 16
Hukum Lingkungan Internasional

107

PRINSIP-PRINSIP DALAM HUKUM LINGKUNGAN INTERNASIONAL" Melda Kamil A. Ariadno Artikel ini membahas pembentukan dan perkembangan prinsip-prinsip yang berlaku dalam hukum lingkungan internasional. Penulis artikel ini membahas seeara rinci namun singkat hak dan kewajiban terhadap lingkungan sebagaimana diperkenalkan dalam konvensi-konvensi internasional ten tang lingkungan hidup. Prinsip-prinsip dalam hukum lingkungan mengalami perkembangan sejalan dengan perkembangan yang terjadi dalam pergaulan masyarakat internasional. Pembahasan prinsip-prinsip peneegahan dan penanggulangan peneemaran lingkungan.

Masalah lingkungan adalah hal yang tidak dapat dilepaskan dari kehidupan manusia sehari-hari. Setelah sekian lama tidak mendapatkan tempat yang memadai untuk diperhatikan, akhir-akhir ini masalah lingkungan pun mencuat ke permukaan tanpa dapat dihindari lagi, bahkan telah terjadi hubungan yang diciptakan an tara isu lingkungan dengan masalah perdagangan, dalam hal ini perdagangan intemasional. Untuk itu nampaknya perlu diketahui secara luas prinsip-prinsip dasar yang ada dalam hukum lingkungan intemasional.

I. Pendahuluan

Perhatian terhadap lingkungan sebenarnya telah dirnulai sejak lama. Akan tetapi perhatian yang diberikan cenderung bersifat sektoral 'Oipresentasikan pada Diskusi tentang "Hllkum Lingkungnn Internasional; lmpliknsinya terhadap Indollt.'sia", Fakultas l-Iukum VI. 21 April 1998.

Nomar 2 Tahun XXIX

108

Hukum dan Pembangunan

ataupun individual dari kelompok-kelompok pemerhati lingkungan ("sporadic efforts"). Usaha-usaha untuk mengurangi pencemaran atau gangguan terhadap lingkungan seperti asap, kebisingan dan pencemaran air telah dipelopori oleh pihak-pihak pemerhati lingkungan sejak lama berselang. Dalam abad ke-19 misalnya, telah disepakati suatu perjanjian mengenai perikanan intemasional, meskipun pada dasamya hanya menetapkan batas area penangkapan ikan ("fishing zone") dan melindungi jenis-jenis ikan yang dianggap sebagai sumber ekonomi. Perlindungan terhadap lingkungan secara lebih jelas baru dimulai pada abad ke-20, terlihat dengan semakin banyaknya perjanjian-perjanjian baik bersifat bilateral maupun multilateral tentang perlindungan terhadap lingkungan disepakati oleh negara-negara di dunia. Perjanjianperjanjian tersebut pada umurnnya dipelopori oieh negara maju dan kemudian diikuti oleh negara-negara berkembang meskipun tidak jarang dengan setengah hati. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan kepentingan antara kelompok negara-negara maju dan kelompok negara-negara berkembang, terutama dalam hal penempatan prioritas antara perlindungan lingkungan hidup dengan perkembangan industri dan ekonomi. Ketika negara-negara maju telah mengalihkan prioritasnya kepada masalah perlindungan lingkungan, negara berkembang masih harus memikirkan usaha-usaha untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi dan industrinya yang tentunya meminta "pengorbanan" di bidang-bidang lain, termasuk kepedulian terhadap lingkungan.

II. Pembentukan Hukum Lingkungan Intemasional A. Sejarah Pembentukan Konvensi pertama yang berkaitan dengan perlindungan kehidupan satwa liar adalah Konvensi Tahun 1902 tentang Perlindungan Atas Burung-Burung yang Berguna untak Pertanian. Kriteria yang dipakai adalah hanyalah kegunaan dari burung-burung yang akan dilindungi terhadap pertanian dalam jangka waktu singkat, tanpa ada penyebutan mengenai burung-burung lain yang ada dalam ekosistem. Pemikiran mengenai perlindungan lingkungan secara mumi baru dimulai pada tahun 1930-an. Hal ini ditandai dengan ditandatanganinya "The 1933 London Convention Relative to the Preservation of Fauna and

Maret - April 1999

Hukum Lingkungan Internasional

109

Flora in their Natural State". Meskipun Konvensi ini hanya bermaksud untuk diberlakukan di wilayah Afrika, akan tetapi telah memulai gerakan perlindungan yang nyata terhadap lingkungan tanpa memperhitungkan faktor ekonomis atau kebutuhan semata. Taman-taman nasional dan perlindungan terhadap binatang dan tumbuhan liar telah dibentuk. Konvensi kedua yang dilahirkan adalah "The Convention on Nature Protection and Wildlife Preservation in the Western Hemisphere". Sejak saat itu banyak bermunculan perjanjian-perjanjian perbatasan an tara negara-negara yang juga mengatur mengenai penanggulangan pence maran, terutama pencemaran di lau!. Pada tahun 1954 ditandatangani suatu konvensi mengenai "marine pollution" yang dikenal sebagai "The London Convention for the Preservation of the Pollution of the Sea by Oil", yang kemudian diikuti oleh perjanjian-perjanjian pencegahan pencemaran lainnya, termasuk pengaturan mengenai pemanfaatan ruang angkasa dalam "the 1967 Treaty on Principles Governing the Exploration and Use of Outer Space". Dengan demikian dirnulailah suatu era baru yang mendukung tumbuhnya hukum lingkungan internasional, ditandai dengan banyaknya perjanjian-perjanjian internasional yang mengatur mengenai pencegahan pencemaran dan adanya keputusan-keputusan pengadilan internasional ("international juris-prudences") berkenaan dengan pencemaran. Di an tara yurisprudensi yang terkenal adalah keputusan dari "The Trail Smelter Arbitration" pada tanggalll Maret 1941, yang menyatakan bahwa tidak satu negara pun yang mempunyai hak untuk mernanfaatkan wilayahnya dengan mengakibatkan kerusakan pada wilayah negara lain. Prinsip ini ditegaskan kembali dalarn "The Corfu Channel Case" (1949) dan "the Lake Lanoux Case" (956).

B.

Pertumbuhan dan Perkembangan Hukum Lingkungan Internasional

1.

Sebelum Stockholm Declaration 1972 Meskipun negara-negara telah mencantumkan klausul pencegahan pencemaran dalarn perjanjian-perjanjian internasional mereka, akan tetapi perhatian yang secara rnenyeluruh tidak terlihat sampai dengan dibuatnya Konvensi London tahun 1933 dan Konvensi Washington, D.C. 1940. Pada akhir tahun 1960-an dirnulai suatu gerakan yang potensial rnengenai perlindungan lingkungan yang ditandai oleh dua hal: (1)

Nomor 2 Tahun XXIX

110

Hukum dan Pembangunan

adanya dukungan dari negara-negara; (2) adanya gerakan dalam level internasional. Pengakuan terhadap adanya masalah baru ini diberikan oleh organisasi internasional seperti "the United Nations Economic Commission for Europe" yang mempelajari mengenai pembuangan limbah dan pencemaran perairan pedalaman di Eropa. Pad a tahun 1968, "The Council of Europe" membuat langkah penting dengan mengeluarkan dokumen umum ten tang lingkungan pertama yang dikeluarkan oleh organisasi internasional yaitu "the Declaration on Air Pollution Control" d an "the European Water Char-ter" yang diproklamirkan pada tanggal 6 Mei 1968. "The Council of Europe" juga membuat perjanjian regional Eropa yang pertama tentang lingkungan yaitu "the European Agreement on the Restriction of the Use of Certain Detergents in Washing and Cleaning Products". Langkah ini diikuti oleh negara-negara di Afrika dengan menandatangani "The African Convention on the Conservation of Nature and Natural Resources" pada tanggal15 September1968 yang menggantikan "The 1933 London Convention"l Pada tahun 1948 Perserikatan Bangsa Bangsa ("The United Nations") memulai usahanya dalam melindungi lingkungan. Majelis Umum ("The General Assembly") telah mempelopori konferensi dunia tentang lingkungan hidup manusia pad a tahun 1972 di Stockholm. Persiapan untuk konferensi ini melibatkan kerjasama antar negaranegara dan organisasi non pemerintah. Kebutuhan akan adanya konferensi dunia ini semakin terasa dengan adanya pencemaran yang disebut dengan "black tides" akibat tenggelamnya kapal tanker "Torrey Canyon" di pantai Perancis, Inggris dan Belgia. Langkah-Iangkah segera diambil untuk menanggulangi pencemaran laut. Upaya untuk melestarikan binatang-binatang liar juga d iadakan terutama dengan adanya "The 1971 Ramsar Convention in Wetlands of International Importance" dan "The 1972 London Convention for the Conservation of Antarctic Seals" .

lKonvensi Afrika ini sangat komprehensif tentang pengaturan pelestarian dan pendayagunaan tanah, air, tumbuhan dan hewan. Langkah maju yang dicapai dalam Konvensi Afrika adalah: (1) pengakuan perlunya melindungi lingkungan daTi spesies yang terancam punah; (2) pemyataan tentang tanggung jawab khusus dan negara yang wilayahnya adalah tempat adanya spesies yang langka.

Maret - April 1999

Hukum Lingkungan Internasional

111

2.

Deklarasi Stockholm 1972 Konferensi Stockholm diadakan pada tahun 1972 dan dihadiri oleh kurang lebih 6000 orang yang terdiri dari 113 delegasi negara, perwakilan dan pengamat dari hampir semua organisasi non pemerintah, dan sekitar 1500 wartawan dari seluruh dunia. Konferensi ini mendapatkan pengakuan secara intemasional terutama dengan banyaknya dokumendokumen yang disahkan selama acara penutupan, diantaranya adalah "Declaration on Human Environment" yang diterima secara aklamasi. The Stockholm Declaration on the Human Environment mengeluarkan pemyataan bahwa: " ... man is at once the creature and molder of his environment: the natural element and the manmade are essential to his well-being and to the full enjoyment of basic human rights, even the rights to life itself". Deklarasi mengakui bahwa: "... the natural growth of world population continously poses problems for the preservation of the environment" akan tetapi juga menyadari bahwa kemampuan manusia untuk meningkatkan lingkungan dapat diperkuat dengan perkernbangan sosial dan evolusi dari produksi, ilmu pengetahuan dan teknologi. Hasil penting lainnya dari Konferensi Stockholm adalah "the Action Plan for the Human Environ-ment" yang terdiri dari 109 resolusi. Atas dasar usulan dari Konferensi Stockholm pada tahun 1972, Sidang Urnum PBB kemudian membentuk badan khusus pernbantu yaitu "the United Nations Environ-ment Program" (UNEP). 3.

Perkembangan Setelah Deklarasi Stockholm Konperensi Stockholm telah meletakkan dasar untuk pengaturan global mengenai perlindungan lingkungan. UNEP telah dengan aktif mengkoordinasikan kegiatan organisasi intemasional tidak hanya yang ada dalam lingkungan PBB tetapi juga organisasi regional. Di antara perkembangan yang terjadi di bidang hukum adalah: 1. The United Nations Conference on the Law of the Sea yang rnenghasilkan 1982 Convention on the Law of the Sea. Konvensi ini mempunyai pengaturan yang cukup kornprehensif rnengenai lingkungan laut

Nomor 2 Tahun

XX IX

112

2.

3.

Hukum dan Pembangunan

The Charter of Economic Rights and Duties of States pasal 30 memproklamasikan bahwa perlindungan, pelestarian dan pengelolaan lingkungan untuk generasi sekarang dan yang akan datang adalah tanggung jawab dari semua negara. The World Charter for Nature disepakati pada tahun 1982 yang merupakan titik kulrninasi dari perjuangan perlindungan lingkungan.

Beberapa prinsip dari hukum kebiasaan mengenai lingkungan mulai berkembang setelah Konferensi Stockholm yang kemudian dituangkan oleh UNEP sebagai "the principles of conduct in the field of the environment for the guidance of states in the conservation and harmonious utilization of natural resources shared by two or more states" yang disetujui oleh Governing Council UNEP pada tanggal 19 2 May 1978

III. Hak dan Kewajiban Terhadap Lingkungan

Berbagai konvensi yang dihasilkan dalam konperensi-konperensi internasional telah berusaha untuk merumuskan hak-hak dan kewajiban dari individu maupun negara dalam usaha untuk melindungi dan melestarikan lingkungan. Ketentuan-ketentuan mengenai hak dan kewajiban yang ada dalam hukum lingkungan internasional dapat dibedakan atas dua kategori, yang bersifat umum (universal) dan bersifat khusus. Di antara yang bersifat umum (universal) adalah:

1.

Declaration of the United Nations Conference an the Human Environment (UNCHE) 1972 Deklarasi yang dikenal dengan Deklarasi Stockholm ini banyak

2'The Principles on Shared Resources" ini mengakui bahwa: "the sovereign right of states to exploit their own resources coupled with an obligation to ensure that the activities undertaken within the limits of their jurisdiction or under their control do not damage the environment in other states, the obligation to notify the latter of plans which can be expected to affect significantly their environment, to enter into consultation with them, and to infaml and cooperate in the case of unforeseen situations which could cause harmful effects to the environment. The measures also guarantee equality of access for nonresidents to adminis-trative and legal procedures in the state originating the harmful conduct, and nondiscrimination in the application of national legislation to polluters, whatever the place of the harmful effects.

Maret - April 1999

Hukum Lingkungan Internasionai

113

menghasilkan ketentuan-ketentuan mengenai perlindungan lingkungan yang bersifat internasional, yang tidak hanya ditujukan kepada negara saja tetapi pada dasarnya kepada seluruh umat manusia. Prinsip-prinsip pokok dari Deklarasi Stockholm terdapat pada: a) PasaI2-7; yang pada dasarnya menekankan bahwa: II' The natural resources of the globe are not only oil and minerals, but also air, water, earth, plants and animals as well as representative samples of natural ecosystems. II' These natural resources should be preserved in the interest of present and future generations II' Man has a particular responsibility to safeguard the heritage of wildlife and its habitats II' Renewable resources must mantain their ability to replenish themselves and nonrenewable resources should not be wasted II' In all cases the necessity of adequate management is emphasized II' Calling for a halt to the production of toxic wastes or other matter which cannot be absorbed by the environment and in particular to the prevention of marine b) Pasal8 - 25 Pasal-pasal ini mengatur mengenai implementasi dari perlindungan lingkungan. Diantaranya adalah membahas situasi yang oleh negara berkembang. Disadari bahwa perlu adanya bantuan keuangan dan teknik kepada negara terkebelakang. c) Pasal21 - 26 Prinsip-prinsip ini mengatur mengenai perkembangan hukum internasional. Principle 21 telah secara umum dianggap sebagai norma dasar dalam hukum kebiasaan lingkungan internasional. Prinsip 21 ini menyatakan bahwa: "States have, in accordance with the Charter of the United Nations and the Principles of international law, the sovereign right to exploit their own resources pursuant to their own environmental policies, and the responsibility to ensure that the activities within their jurisdiction or control do not cause damage to the environment of other states or of areas beyond the limits of national jurisdiction. Deklarasi juga menekankan: a) negara-negara harus saling bekerjasama untuk mengembangkan

Namar 2 Talzun XXIX

114

b) c)

d)

Hukum dan Pembangunan hukum internasional mengenai tanggung jawab dan kompensasi untuk korban pencemaran dan kerusakan lingkungan lain yang berasal dari luar wilayahnya. Perlu adanya kriteria dan norma-norma mengenai masalah-masalah lingkungan Negara-negara harus bekerjasama untuk melindungi dan meningkatkan lingkungan dan menegaskan peranan yang terkoordinatif, efektif dan dinamis dari organisasi internasional Pengutukan terhadap senjata nuklir dan senjata pemusnah lainnya

2.

Resolution on the World Charter for Nature The World Charter for Nature ini diterima oleh Majelis Umum PBB pad a tanggal 29 Oktober 1982, yang pad a dasarnya mengandung prinsip-prinsip yang dapat dijadikan sebagai pedoman dalam setiap praktek negara maupun dunia internasional. Beberapa prinsip penting tercantum dalam: Pasal1 Natu re shall be respected and its essential processes shall not be impaired Pasal3 All areas of the earth, both land and sea, shall be subject to these principles of conservation; special protection shall be given to unique areas, to representative samples of all the different types of ecosystems and to the habitats of rare or endangered species. 3.

Rio Declaration on Environment and Development 1992 Deklarasi Rio ini dihasilkan oleh Earth Summit di Rio de Janeiro, Brazil pada tahun 1992. Pada dasarnya deklarasi mengemban misi yang sarna dengan Deklarasi Stockholm 1972, sehingga tidak mengherankan ketika ketentuan-ketentuan yang tercantum pun merupakan cerminan dari ketentuan deklarasi sebelumnya itu. Deklarasi ini menegaskan bahwa manusia adalah titik sentral dari pembangunan yang berkelanjut an dan berhak atas kehidupan yang sehat dan produktif secara harmonis dengan alam (Prinsip 1). Di antara ketentuan lain yang perlu diperhatikan adalah:

Maret - April 1999

Hukum Lingkungan Intemasional

Prinsip 2 States have, in accordance with the Charter of the United Nations and the principles of international law, the sovereign right to exploit their own resources pursuant to their own environmental and developmental policies, and the responsibility to ensure that activities within their jurisdiction or control do not cause damage to the environment of other States or of areas beyond the limits of national jurisdiction. Prinsip 10 Environmental issues are best handled with the participation of all concerned citizens, at the relevant level. At the national level, each individual shall have appropriate access to information concerning the environment that is held by public authorities, including information on hazardous materials and activities in their communities, and the opportunity to participate in decision making processes. States shall facilitate and encourage public awareness and participation by making information widely available. Effective access to judicial and administrative proceedings, including redress and remedy, shall be provided. Prinsip 11 States shall enact effective environmental legislation. Environmental standards, management objectives and priorities should reflect the environmental and developmental context to which they apply ... Prinsip 13 States shall develop national law regarding liability and compensation for the victims of pollution and other environmental damage. States shall also cooperate in an expeditious and more determined manner to develop further international law regarding liability and compensation for adverse effects of environmental damage caused by activities within their jurisdiction or control to areas beyond their jurisdiction. Prinsip 14 States should effectively co-operate to discourage or prevent the relocation and transfer to other states of any activities and sub-stances that cause severe environment degradation or are found to be harmful to human health.

Nomor 2 Tahun XXIX

115

Hukum dan Pembangunan

116

Prinsip 15

In order to protect the environment, the precautionary approach shall be widely applied by States according to their capabilities ... Prinsip 16

National authorities should endeavour to promote the internalization of environment cost and use of economic instruments, taking into account the approach that the polluter should, in principle, bear the cost of pollution, with due regard to the public interest and without distorting international trade and investment. Prinsip 18

States shall immediately notify other States of any natural disasters or other emergencies that are likely to produce sudden harmful effects on the environment of those States. Every effort shall be made by the inter-national community to help States so afflicted. Prinsip 26

States shall resolve all their environment disputes peacefully and by appropriate means accordance with the Charter of the United Nations. Adapun Konvensi ataupun perjanjian di bawah ini adalah beberapa contoh dari ketentuan hukum intemasional yang bersifat khusus, dalam hal ini merupakan hukum perjanjian yang mengikat para pihak. Diantaranya adalah: 1.

Convention on Long-Range Transboundary Air Pollution 1979 Konvensi ini menggariskan beberapa prinsip-prinsip dasar dalam hal perlindungan terhadap udara dari pencemaran yang berasal dari lintas batas yang jauh. Ketentuan di bawah ini menegaskan hal tersebut: Pasal2

The Contracting Parties, taking due account of the fact s and problems involved, are determined to protect man and his environment against air pollution and shall endeavor to limit and, as far as possible, gradually reduce and prevent air pollution including long-range transboundary air pollution.

Maret - April 1999

Hukum Lingkungan internasionai

117

2.

ASEAN Agreement on the Conservation of Nature and Natural Resources Kesepakatan ini dihasilkan pada tanggal 9 Juli 1985 oleh Pemerintah Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, Pilipina, Singapura dan Thailand sebagai negara-negara anggota dari "the Association of South East Asian Nations" (ASEAN). Perjanjian regional ini memuat banyak ketentuan-ketentuan yang bersifat melindungi alam dan sumber daya yang terkandung di dalarnnya. Di an tara pasal-pasal yang penting adalah: Pasal1 (1)

The Contracting Parties, within the frame:work of their respective national laws, undertake to adopt singly, or where necessary and appropriate through concerted actions, the measures necessary to maintain essential ecological processes and life-support systems, to preserve genetic diversity, and to ensure the sustainable utilization of harvested natural resources under their jurisdiction in accordance with scientific principles and with a view to attaining the goal of sustainable development.

Pasal2 (1)

The contracting Parties shall take all necessary measures, within the framework of their respective national laws, to ensure that conservation and management of natural resources are treated as an integral part of development planning at all stages and at all levels.

Pasal18 (a)

The Contracting Parties shall co-operate together and with the competent international organizations, with a view to co-ordinating their activities in the field of conservation of nature and management of natural resources and assisting each other in fulfilling their obligations under this Agreement.

Pasal19 (1)

Contracting Parties that share natural resources shall co-operate concerning their conservation and harmonious utilization, taking into account the sovereignty, rights and interests of the Contracting Parties concerned in accordance with generally accepted principles of international law.

Nomor 2 Tahun XX IX

Hukum dan Pembangunan

118

Pasal20 (1)

Contracting Parties have in accordance with generally accepted principles of international law the responsibility of ensuring that activities under their jurisdiction or control do not cause damage to the environment or the natural resources under the jurisdiction of other Contracting Parties or of areas beyond the limits of national jurisdiction.

IV. Prinsip-prinsip Pencegahan dan Penanggulangan Pencemaran Lingkungan A.

Prinsip-prinsip berkenaan dengan Pencemaran Lintas Batas dan Perusakan Lingkungan

1.

A Duty to Prevent, Reduce and Control Environmental Harm Hukum internasional mewajibkan setiap negara untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk mengontrol dan menangani sumber pencemaran global yang serius atau sumber perusakan lintas batas yang ada dalam wilayah jurisdiksi mereka. Dalam kasus "Trial Smelter", prinsip ini telah dipakai dirnana dewan arbitrase telah memutuskan bahwa Canadian Smelter harus memberikan ganti rugi kepada Amerika Serikat atas pencemaran yang telah ditirnbulkannya. Dewan juga menyatakan prinsip "Sic Utere Tuo Alienum Non Laedas" bahwa: "no state has the right to use or permit the use of its territory in such a manner as to cause injury by fumes in or to the territory of another

and that measures of control were necessary" Prinsip serupa juga telah dipakai oleh the International Court of Justice dalam kasus "the Corfu Channel" walaupun tidak sejelas pada kasus yang pertama. Prinsip pertama ini kemudian diuraikan lebih lanjut dalam prinsip-prinsip khusus sebagai berikut: (a) Due Dilligence and Harm Prevention Prinsip "due dilligence" ini menentukan bahwa setiap pemerintah yang baik hendaknya memasyarakatkan ketentuan-ketentuan hukum maupun administratif yang mengatur tindakan-tindakan publik maupun privat derni melindungi negara lain dan lingkungan global. Keuntungan dari standar ini adalah fleksibilitasnya dan negara tidaklah

Maret - April 1999

Hukum Lingkungan InternasionaI

119

menjadi satu-satunya penjarrtin atas pencegahan kerusakan. Prinsip ini akan diterapkan dengan mempertimbangkan segala segi dari suatu pemerintahan, baik dari segi efektif atau tidaknya pengawasan wilayah, sumber daya alam yang tersedia, maupun silat dari aktivitas yang dilakukan. Akan tetapi kerugiannya adalah bahwa menjadi tidak jelasnya ketentuan mengenai bentuk peraturan dan kontrol yang diminta dari setiap negara, karena tergantung kepada kondisi dari negara yang bersangkutan. (b) Absolute Obligations of Prevention

Ketentuan ini mengharuskan setiap negara untuk berusaha semaksimal mungkin melakukan pence-gahan terhadap terjadinya pencemaran, dan bahwa negara bertanggung jawab atas kerusakan lingkungan yang tidak terhindari atau tak terduga sebelumnya. Akan tetapi prinsip ini dianggap terlalu jauh membatasi kebebasan negara dalam menentukan kebijaksanaan mengenai lingkungan di wilayahnya sendiri. Prinsip ini juga hanya menitikberatkan kewajiban pembuktian dan tanggung jawab atas keru-sakan kepada pihak yang menyebabkan pencemaran, ketimbang menekankan mengenai pengawasan yang sepatutnya. (c) Foreseeability of Harm and the "Precautionary Principle" Berdasarkan prinsip ini maka negara diharuskan untuk menghitung setiap kebijaksanaannya berkenaan dengan lingkungan. Negara wajib untuk mencegah atau melarang tindakan yang sebelumnya telah dapat diduga akan dapat menyebabkan kerusakan pad a lingkungan. Pasal206 dari Konvensi Hukum Laut 1982 menegaskan bahwa: "when states have reasonable grounds for believing that planned activities under their jurisdiction or control may cause substansial pollution of or significant and harmful changes to the marine environment, they shall, as far as practicable assess the potential effects of such activities on the marine environment and shall communicate reports of the results of such assessments [to [MOl" "Precautionary principle" telah juga diinterprestasikan oleh "The 1990 Bergen Ministerial Declaration on Sustainable Development" sebagai berikut: "Environmental measures must anticipate, prevent and attack the Nomor 2 Tahun XXIX

120

Hukum dan Pembangunan

causes of environmental degmdation. Where there are threats of seri(lus or irreversible damage, lack of full scientific certainty should not be used as a reason for postponing measures to prevent environmental degradation" 2.

Transboundary Co-operation in Cases of Environmental Risk Prinsip kedua dalam hukum lingkungan internasional adalah bahwa setiap negara harus bekerjasama dengan negara-negara lain dalam hal penanggulangan pencemaran lintas batas negara. Hal ini sejalan dengan adanya pengakuan bahwa ada kalanya negara-negara tersebut mempunyai "shared natural resources", yang harus dimanfaatkan bersama. Deklarasi Stockholm tahun 1972 telah menegaskan bahwa:

"co-operation through multilateml or bilateml armngements or other appropriate means is essential to effectively control, prevent, reduce and eliminate adverse environmental effects resulting from activities con ducted in all spheres, in such a way that due account is taken of the sovereignty and interests of all states" 3.

The "Polluter Pays" Principle Prinsip ini lebih menekankan pada segi ekonomi daripada segi hukum, karena mengatur mengenai kebijaksanaan atas penghitungan nilai kerusakan dan pembebanannya. OECD's memberikan definisi sebagai berikut:

"the polluter should bear the expenses of carrying out measures decided by public authorities to ensure that the environment is in "acceptable state", or in other words the cost of these measures should be reflected in the cost of goods and services which cause pollution in production and or in consumption". Dengan demikian pihak penyebab pencemaran akan dikenakan segala biaya baik yang digunakan untuk pencegahan pencemaran maupun untuk memperbaiki kerusakan akibat pencemaran tersebut. 4.

Equal Access and Non-Discrimination Ketentuan dasar dari prinsip ini adalah bahwa pihak asing dapat juga menggunakan ketentuan-ketentuan ganti rugi yang ada dalam hukum nasional suatu negara berkenaan dengan adanya pencemaran lintas batas yang disebabkan oleh negara yang bersangkutan. Prinsip ini harus diterapkan secara sama tanpa adanya tindakan diskriminatif. Maret - April J 999

Hukum Lingkungan IntemasionaI

121

Prinsip ini meminta perlakuan yang sarna baik kepada subyek hukum nasional maupun subyek hukum asing tanpa adanya perbedaan. B.

Prinsip-prinsip Pelestarian dan Pemanfaatan dari Sumber Daya Alam dan Area Bersama ("Conservation and Utilization of Natural Resources and Common Spaces")

Status Hukum dari Sumber Daya Alam dan Area Bersama Dalam hukum internasional diakui adanya ked aula tan tetap dari negara atas sumber daya alam ("permanent sovereignty over natural resources") yang terdapat dalam wilayah yurisdiksinya. Setiap negara juga harus mengakui bahwa akan ada kemungkinan dimana beberapa negara mempunyai "shared natural resources", jadi tidak hanya dalam kontrol satu negara saja tetapi negara-negara yang bersang-kutan akan mempunyai "shared rights over the resources", contoh dari sumber daya alam yang berbagi ini adalah jenis-jenis hewan berpindah ("migratory species"). Wilayah yang ada di luar yurisdiksi nasional berada dalam lingkup "common property" (harta/ milik bersama). Laut bebas dan wilayah udara di atasnya termasuk dalam lingkup kepunyaan bersama dari umat manusia ini, yang pada dasarnya harus dapat dinikmati secara sarna oleh setiap umat man usia. Kepunyaan bersama ini dianggap sebagai warisan bersama dari umat manusia, yang harus dijaga dan dipelihara bersama. 1.

2.

Prinsip Berkenaan dengan Pemanfaatan Sumber Daya Alam dan Perlindungan terhadap Lingkungan Setiap negara harus memanfaatkan sumber daya alam yang dimilikinya secara wajar ("reasonable use") dan tidak melakukan suatu penyalahgunaan dari hak eksploitasi yang dimilikinya ("abuse of rights") serta akan memanfaatkan suatu "shared resources" dengan penggunaan yang bersifat seimbang ("equity and equitable utilization"). Prinsip "good neighbouliness" juga mengharuskan kepada negaranegara untuk selalu bertindak sebagai tetangga yang baik, karena mereka pad a dasarnya hidup dalam satu tempat yang sarna (bumi) dan menikmati semua yang ada bersama-sama.

Nomnr 2 Talzu" XXIX

Hukum dan Pembangunan

122

v. Kesimpulan Berdasarkan uraian di atas jelaslah bawah hukum lingkungan internasional akhirnya rnendapatkan tempat yang cukup kuat dalarn hukum internasionaI, terlepas dari pro dan kontra yang diajukan oleh para sarjana hukurn internasional terkemuka. Perkembangan masyarakat internasional menunjukkan bahwa lingkungan tidak lagi dapat diabaikan kedudukannya dalarn kehidupan manusia. Perhatian yang cukup dan penanganan yang serius harus segera dilakukan, men gin gat kerusakan lingkungan berarti ancaman bagi kelangsungan hid up manusia. Hukurn lingkungan internasional telah rnengembangkan prinsipprinsip yang dapat dipergunakan dalam pergaulan rnasyarakat internasional. Negara-negara diharapkan untuk dapat bekerjasama dalam rnenerapkan prinsip-prinsip tersebut sehingga tujuan akhir untuk tercapainya suatu kehidupan rnanusia di lingkungan yang sehat dan asri dapat tercapai. Pada dasarnya negara-negara maju yang telah menguasai teknologi tinggi dalarn hal pencegahan pencernaran maupun penanggulangan kerusakan lingkungan hendaknya dapat bekerjasama dengan negara-negara berkembang, khususnya dalarn memberikan bantuan teknik dan bantuan ekonomi.

"Dua hal memenuhi pikiranku dengan keheranan dan ketakjuban yang semakin besar, semakin sering dan semakin kuat aku merenungkannya: langit berbintang di atasku dan hukum moral di dalam diriku." (I. Kant (1724 1804, perkataannya yang kemudian di pahatkan pad a pusaranya di Konigsberg)

Maret - April 1999

More Documents from "Vito Sastra"

553-1046-1-sm.pdf
April 2020 7
Diagram Sebar.docx
May 2020 20
Pompa Air.docx
June 2020 22
Il Capofamiglia
October 2019 11
Wcms_116536.pdf
June 2020 11