4 (2).pdf

  • Uploaded by: AgungBudiPamungkas
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View 4 (2).pdf as PDF for free.

More details

  • Words: 13,046
  • Pages: 90
PERBEDAAN TINGKAT SPIRITUAL PASIEN STROKE SERANGAN PERTAMA DAN SERANGAN BERULANG DI RSUD Dr. R. GOETENG TAROENADIBRATA PURBALINGGA

SKRIPSI

Oleh: SAHLI ROIS G1D010072

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN JURUSAN KEPERAWATAN PURWOKERTO 2014

i

iv

vi

PERSEMBAHAN

HALAMAN PERSEMBAHAN Assalamu‟alaikum wr. wb Alhamdulillahi robbil „alamin, penulis sanjungkan sebagai wujud syukur atas rahmat yang diberikan-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan studinya. Semoga ilmu yang didapat selama studi dapat bermanfaat bagi diri penulis dan orang lain pada umumnya serta mampu mengamalkan dan mengaplikasikan ilmu yang didapat dalam kehidupan sehari-hari. Amien. . . . Buat bapak dan mamah di rumah. .terimakasih atas semua nasehat, ridho, dukungan moril maupun materiil, pengorbanan, dan cinta kasih yang tulus. Termikasih pula atas doa yang tak henti-hentinya kalian panjatkan untuk putramu yang bandel ini agar selalu diberi kesehatan, kekuatan dan kesabaran sehingga penulis mampu menyelesaikan studinya. Penulis persembahkan gelar sarjananya unutk bapak dan mamah. Maaf teruacap dari lisan anakmu yang bandel ini karena belum mampu membahagiakan kalian. Semoga suatu hari nanti penulis bisa dan mampu membuat kalian tersenyum bangga dan bahagia. Amien. . . . Terimkasih penulis haturkan buat saudara terbaik dan terhebat di dunia ini mas Achmad, mas Agus, mba Lina dan adiku Itmamul Wafa yang selalu memberikan kasih sayang, doa, perhatian, dan dukungan serta tawa candaya sehingga penulis mampu melewati hari-hari yang begitu melelahkan selama proses studinya. Terimaksih pula buat malaikat kecilnya mba Lina “Fara Diba Khairul Hayya” yang telah membawa surga ke dalam rumah sehingga menjadi motivasi bagi penulis agar tidak terlana dengan kemalasan. Semoga kalian semua diberi kesehatan, kesusuksesan dan barokah hidupnya serta bisa menjadi anak soleh-solehah.yang mampu membanggakan dan membahagiakan bapak dan mamah. Amien. . . Buat pengasuh pondok pesantren Darul Abror, abah Taufikurrohman yang selalu mendoakan santri-santrinya agar dapat menjadi orang yang sukses di dunia dan di akhirat. Abah. .terimakasih banyak atas wejangan-wejangan selama ini. Buat semua santri pondok pesantren Darul Abror, santri putra dan santri putri, trimakasih atas tawa

candanya, dukungan, kasih sayang sehingga penulis mampu menyelesaikan program sarjannya. Semoga pondok pesantren Darul Abror menjadi pondok yang besar dan menghasilkan santri-santri yang berkualitas dan berintelektualitas tinggi. Amien. . . . Buat sahabatt terbiak penulis, keluarga besar keperawatan angkatan 2010 yang tidak bisa penulis sebut namanya satu persatu. Penulis ucapkan terimakasi. Bayak unutk kebersamaannya selama ini. Buat sahabat seperjuangan dan ”sepergembelan”, Yudha, Muqodir, Diaz, Cakra, Neru, Hanif, Yoga, Suryo, Jepy penulis ucapkan termakasih atas semua dukungan, perhatian, motivasi dan tawa candanya. Semoga persahabatan ini tidak cuma hanya sebatas ini tetapi dapat berlanjut sampai kakek-kakek. Amien. . . . Buat pak Arief, pak yuli dan ibu anti sebagai pembimbing dan penguji, penulis ucapkan terimakasih karena sudah membimbing sampai skripsi ini kelar, terimaksih juga buat arahan, ilmu, masukan, saran, nasehat dan motivasinya sampai penulis dapat tambahan nama. Semoga tambahan nama itu bisa barokah. Amien. . . . Terimkasih buat semua orang yang pernah hadir dalam kehidupan penulis. Terimakasih juga buat “Calon Bidadari Surgaku” yang tak bosan-bosannya mendoaakan penulis di setiap helaan nafasnya, mencurahkan perhatian dan kasih sayangnya sehingga penulis terpacu untuk menyelesaikan skripsi ini agar sesuai target. Semoga doa yang engkau panjatkan dan penulis panjatkan dapat di ijabah oleh Alloh SWT agar kita bisa dipersatukan dalam ikatan yang halal. Semoga Alloh SWT meridhoi kita. Amien. . . .

viii

Motto “Janganlah membuatmu putus asa dalam mengulang-ulang doa, ketika Allah menunda ijabah doa itu. Dialah yang menjamin ijabah doa itu menurut pilihan-Nya padamu, bukan menurut pilihan seleramu. Kelak pada waktu yang dikehendaki-Nya, bukan menurut waktu yang engkau kehendaki” (Ibnu Atha’ilah)

“Setiap kali kau mengira bahwa engkau tahu siapa dirimu yang sebenarnya, larilah dari citra-diri itu dan peluklah Dia yang tak bisa dijelaskan oleh apapun” (Mawlana Jalal al-Din al-Rumi)

“(Tuhan. . .) Buatlah aku semakin kebingungan pada-Mu (Nabi Muhammad SAW)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama

: Sahli Rois

Tempat Tanggal Lahir: Cilacap, 10 September 1990 Jenis Kelamin

: Laki-laki

Agama

: Islam

Alamat

: Desa Karangjengkol RT 03/ II, Kec. Kesugihan, Kab.

Cilacap Email dan No Telepon: [email protected] Riwayat Pendidikan : 1. TK Miftahul Huda (1996-1997) 2. SD N 1Karangjengkol (1997-2003) 3. SMP N 1 Kesugihan (2003-2006) 4. SMA N 1 Adipala (2006-2009) 5. Jurusan Keperawatan Universitas Jenderal Soedirman (2010- sekarang)

x

PERBEDAAN TINGKAT SPIRITUAL PASIEN STROKE SERANGAN PERTAMA DAN SERANGAN BERULANG DI RSUD Dr. R. GOETENG TAROENADIBRATA PURBALINGGA Sahli Rois1Arief Setyo Upoyo2Yuli Dwi Hartanto3 1

Jurusan Keperawatan, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto

2

Jurusan Keperawatan, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto 3

Rumah Sakit Umum Daerah Purbalingga ABSTRAK

Latar belakang: Stroke dapat mengakibatkan gangguan afektif, kognitif, psikomotor dan perubahan mood. Reaksi emosional yang ditimbulkan dapat mempengaruhi tingkat spiritual. Pada stroke serangan pertama, mereka cenderung sulit untuk beradaptasi dengan perubahan yang terjadi dalam dirinya. Sedangkan storke serangan berulang, mereka dianggap lebih mampu untuk beradaptasi dengan pengalaman spiritual yang didapat dari serangan sebelumnya. Tingkat spiritual dapat menentukan kemampuan individu dalam beradaptasi dengan perubahan yang terjadi sehingga pasien mampu untuk memotivasi dan merawat diri agar dapat meningkatkan kualitas hidupnya. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan tingkat spiritual pasien stroke serangan pertama dan serangan berulang. Metode: Penelitian ini menggunakan analisis komparatif dengan desain penelitian cross sectional. Populasi pasien stroke di RSUD Dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga. Teknik pengambilan sampel yaitu consecutive sampling. Jumlah sampel pada penelitian ini sebanyak 50 pasien stroke. Analisa data yang digunakan adalah fisher’s exact. Hasil: Terdapat perbedaan tingkat spiritual yang bermakna antara pasien stroke serangan pertama dan serangan berulang dengan nilai p = 0,001. Kesimpulan: Ada perbedaan tingkat spiritual yang bermakna antara pasien stroke serangan pertama dengan serangan berulang.

Kata kunci: Stroke, serangan pertama, berulang, dan tingkat spiritual.

THE DIFFERENCE LEVELS OF SPIRITUAL STROKE PATIENT AT FIRST ATTACK AND RECURRENT ATTACKS IN Dr. R. GOETENG TAROENADIBRATA HOSPITAL PURBALINGGA Sahli Rois1 Arif Setyo Upoyo2 Yuli Dwi Hartanto 3 1

Nursing Departement, Faculty of Medicine and Health Sciences, Jenderal Soedirman University, Purwokerto

2

Nursing Departement, Faculty of Medicine and Health Sciences, Jenderal Soedirman University, Purwokerto 3

Purbalingga Hospital

ABSTRACT Background: Stroke can cause impaired affective, cognitive, psychomotor and mood change. Emotional reactions influence the spiritual level patient. At the first attack, they are difficult to adapt with this condition. While the reccurent attack , they are considered better to adapt because they have spiritual experience from previous attack. Spiritual level can determine individual capabilities to adapt of the change, so the patient have good motivation and self care to improve their quality of life. Purpose: The aim of this study to know the difference level of spiritual stroke patien at the first attack and reccurent attacks. Method: The study applied comparative analysis with cross sectional design. The population were stroke patients in Dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga Hospital. Sampling technique was consecutive sampling there were 50 stroke patients. As respondent used exact fisher’s. Result: There is significant difference level of spiritual beetwen the first time attack and reccurent attack stroke patient with p value = 0.001. Conclusion: There is significant different level of spiritual beetwen the first time attack and reccurent attack of stroke patient

Keyword: Stroke, the fisrt attack, recurrent attack, and spiritual level

xii

PRAKATA Allahmdulillahirobil’alamin, puji syukur penulis panjatkan atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ Perbedaan Tingkat Spiritual Pasien Stroke Serangan Pertama dan Serangan Berulang Di RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga”. Proses penyusunan skripsi ini tidak lepas dari dukungan dan bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih yang tulus kepada yang terhormat: 1. Dr. Warsinah, M.Si, Apt, selaku dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmuilmu Kesehatan Universitas jenderal Soedirman 2. Direktur RSUD Dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga yang telah memberikan ijin kepada peneliti untuk melakukan penelitian di RSUD Dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga 3. Saryono, S.Kep., M.Kes., selaku Ketua Jurusan Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu-ilmu Kesehatan Universitas Jenderal Soedirman 4. Arif Setyo Upoyo, S.Kep., Ns., M.Kep., selaku dosen pembimbing I yang telah banyak memberikan bimbingan, pengarahan, pencerahan dan masukan-masukan yang berarti dalam pembuatan skripsi ini 5. Yuli Dwi Hartanto, S.Kep., Ns., Selaku dosen pembimbing II, terimakasih atas segala bimbingan dan masukannya meski dalam keadaan banyak tanggungjawab di RSUD Dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga

6. Atyanti Isworo, S.Kep., Ns., M.Kep. SP. KMB selaku dosen penguji yang telah berkenan memberikan masukan, pengarahan, saran dan kritik demi kesempurnaan skripsi ini 7. Kedua orang tua, adik, kakak-kakak dan keponakan yang saya cintai, terimakasih atas dukungan semangat, materi dan doa yang selalu mengeringi peneliti sehingga peneliti mampu menyelesaikan skripsi ini 8. Pengasuh pondok pesantren “ Darul Abror” beserta santri putra dan santri putri yang tidak henti-hentinya memberikan motivasi untuk selalu bersemangat dalam menuntut ilmu 9. Teman-teman mahasiswa angkatan 2010 yang telah memberikan kenangan-kenangan yang indah dengan cinta, kasih sayang, guruan sehingga peneliti sulit untuk melupakan kenangan tersebut 10. Almamaterku, Universitas Jenderal Soedirman yang saya cintai dan banggakan Penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini, oleh karena itu diharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi hasil yang lebih baik. Semoga hasil skripsi ini mendapat ridho dari Allah SWT dan bermanfaat bagi semua. Amin. Purwokerto,

Maret 2014

Penulis

xiv

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL ................................................................................ i HALAMAN PENGESAHAN .................................................................. ii HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN ..................... iii HALAMAN PERSEMBAHAN DAN MOTTO ...................................... iv DAFTAR RIWAYAT HIDUP.................................................................. vii ABSTRAK ................................................................................................ viii PRAKATA ................................................................................................ x DAFTAR ISI ............................................................................................. xiii DAFTAR GAMBAR ................................................................................ xvi DAFTAR TABEL ..................................................................................... xvii DAFATAR LAMPIRAN .......................................................................... xviii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang .............................................................................. 1 B. Rumusan Masalah ......................................................................... 6 C. Tujuan Penelitian........................................................................... 7 D. Manfaat Penelitian......................................................................... 7 E. Keaslian Penelitian ........................................................................ 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Stroke a. Definisi Stroke ................................................................ 11

b. Manifestasi Stroke........................................................... 11 c. Klasifikasi Stroke ............................................................ 12 d. Patofisiologi Stroke ......................................................... 14 e. Faktor Risiko Stroke ....................................................... 16 f. Pencegahan Stroke .......................................................... 16 g. Stroke Serangan Pertama dan Serangan Berulang .......... 18 2. Spiritual a. Definisi Spiritual ............................................................. 19 b. Karakteristik Spiritual ..................................................... 20 c. Fungsi Spiritual ............................................................... 22 d. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Spiritual....................22 e. Kebutuhan Spiritual ....................................................... 29 f. Tingkatan Spiritual.......................................................... 30 g. Pengaruh Spiritual terhadap Kesehatan .......................... 32 B. Kerangka Teori .............................................................................. 34 C. Kerangka Konsep .......................................................................... 35 D. Hipotesis ........................................................................................ 36

BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian ........................................................................... 37 B. Populasi dan Sampel ..................................................................... 37 C. Variabel Penelitian ........................................................................ 39 D. Definisi Operasional ...................................................................... 39

xvi

E. Instrumen Penelitian ..................................................................... 41 F. Validitas dan Reliabilitas Instrumen ............................................. 42 G. Jalannya Penelitian ........................................................................ 44 H. Pengolahan dan Analisa Data ........................................................ 45 I. Etika Penelitian ............................................................................. 48 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ............................................................................ 50 B. Pembahasan .................................................................................. 53 C. Keterbatasan Peneliti .................................................................... 62 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan .................................................................................. 64 B. Saran ............................................................................................ 65 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1 Kerangka Teori ............................................................................. 34 Gambar 2.2 Kerangka Konsep ......................................................................... 35 Gambar 3.1 Rumus Solvin................................................................................ 38 Gambar 3.2 Rumus Pearson Product Moment. ............................................... 42 Gambar 3.3 Rumus Alpha Cronbach ............................................................... 43 Gambar 3.4 Rumus Fisher’s Exact .................................................................. 47

xviii

DAFTAR TABEL

Halaman 3.1 Definisi Operasional................................................................................... 40 4.1 Distribusi Responden Berdasarkan Umur, Jenis Kelamin, dan Tingkat Pendidikan ................................................................................... 50 4.2 GambaranTingkat Spiritual Pasien Stroke Serangan Pertama dan Serangan Berulang .................................................................................................... 52 4.3 Perbedaan Tingkat Spiritual Pasien Stroke Serangan Pertama dan Serangan Berulang ............................................................... 52

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Permohonan Menjadi Responden Lampiran 2. Persetujuan Menjadi Responden Lampiran 3. Daftar Pernyataan Hasil Uji Validitas Lampiran 4. Surat Ijin Penelitian dari RSUD Dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga Lampiran 5. Surat Ijin Penelitian dar Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten Purbalingga Lampiran 6. Jadwal Kegiatan Penelitian Lampiran 7. Surat Ijin Penelitian dari Kantor Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (KESBANGPOL) Kabupaten Purbalingga Lampiran 8. Surat Ijin Validitas Lapiran 9. Surat Ijin Survey Lapiran 10. Blangko Bimbingan Skripsi Pembimbing 1 Lampiran 11: Blangko Bimbingan Skripsi Pembimbing 2 Lampiran 12: Hasil Analisa Data

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Stroke merupakan kerusakan otak pada sistem syaraf pusat yang disebabkan

karena

adanya

kelainan/

abnormalitas

pembuluh

darah

(Handayani & Dewi, 2009). Stroke atau penyakit serebrovaskuler merupakan gangguan neuorologi yang terjadi secara mendadak disebabkan karena terhentinya aliran darah melalui sistem suplai arteri otak (Price & Wilson, 2006). Jadi stroke merupakan gangguan neurologis yang terjadi karena berkurangnya suplai darah dan oksigen ke otak sehingga menyebabkan abnormalitas pembuluh darah. Menurut WHO, data stroke di dunia mencapai 15 juta setiap tahunnya. Dari jumlah tersebut, lima juta orang meninggal karena stroke dan lima juta orang yang tersisa dengan kecacatan atau menyebabkan kelumpuhan (Mackay, Mensah, dalam, Considine, & McGillivray, 2010). Berdasarkan data riset kesehatan dasar tahun 2007, prevalensi stroke di Indonesia sebesar 0,8 %. Stroke juga menjadi penyebab kematian paling tinggi yaitu mencapai 15, 9 % pada kelompok umur 45 sampai 54 tahun dan meningkat menjadi 26, 8 % pada kelompok umur 55 sampai 64 tahun (Yuniadi, 2010). Kasus stroke di Provinsi Jawa Tengah menurut Riskesdas 2007 mencapai 5,3 % yang telah didiagnosa oleh tenaga kesehatan dan 6,8 % dengan gejala atau yang telah didiagnosa oleh tenaga kesehatan (Riset

1

2

Kesehatan Dasar, 2007, hal 111). Menurut data rekam medik RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga periode Januari- November 2013 prevalensi stroke mencapai 723 kasus stroke di ruang rawat jalan dan di rawat inap mencapai 366 kasus stroke. Jadi total kasus stroke di RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga mencapai 1089 kasus stroke. Stroke sebagian besar terjadi secara mendadak, cepat dan menimbulkan kecacatan. Pada saat terjadinya stroke, individu akan menunjukan gejala dan tanda-tanda yang dapat dijumpai pada penderita stroke, yaitu adanya kelumpuhan fokal, mulut atau lidah tidak simetris, gangguan komunikasi, gangguan emosional dan gangguan koordinasi (Junaidi, 2004). Kelumpuhan atau kecacatan juga dapat mempengaruhi aspek kehidupan seseorang, baik dari aspek personal, sosial, vokasional dan fisik (Handayani & Dewi, 2009). Stroke tidak hanya menyangkut masalah neurologis kronis yang serius tetapi juga salah satu penyebab utama kelumpuhan atau kecacatan. Pasien yang mengalami kelumpuhan atau kecacatan dapat menyebabkan gangguan keseimbangan pada keempat aspek kesehatan, yaitu aspek jasmani/ fisik, psikologi, sosial dan spiritual (Utami & Supratman, 2009). Dampak yang ditimbulkan oleh stroke membuat penderita mengalami krisis kepercayaan terhadap Tuhan sebagai pemberi kekuatan, harapan dan arti kehidupan dibalik kejadian yang telah menimpanya. Dalam kondisi seperti itu seseorang akan mencari cara untuk menemukan jawaban terhadap perubahan yang terjadi pada dirinya agar dapat beradaptasi, menerima dan menemukan hikmah dalam kondisi yang terbatas . Kejadian yang dialaminya memeberikan nilai

spiritual tersendiri bagi penderita dalam menemukan makna hidup dibalik kondisi yang sedang dialaminya (Potter & Perry, 2005). Di Amerika sekitar 600.000 orang laki-laki dan perempuan yang menderita stroke untuk pertama kalinya atau pada frekuensi, 10-27% mengalami depresi berat. Umumnya gejala depresi timbul dalam waktu 1-2 bulan. Depresi muncul sebagai gejala-gejala berupa rasa sedih yang persisten, suasana kejiwaan yang terasa kosong, hilangnya perhatian dan minar, perasaan putus asa dan pesimis, rasa bersalah dan tak berguna, rasa lelah yang berkelebihan, kesulitan berkonsentrasi, insomnia dan gangguan nafsu makan (Suwantara, 2004). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Andri & Susanto, (2008), tentang “Tatalaksana Depresi Pasca Stroke” menunjukan bahwa sekitar 2550% pasien stroke mengalami depresi sehingga dapat menyebabkan gangguan motivasi dan fungsi-fungsi kognitif yang dapat mempengaruhi perubahan tingkat kualitas hidup seseorangan pasca serangan stroke. Tingkat kualitas hidup pasien dapat menentukan seberapa besar mereka menerima kondisi dengan keterbatasan fisik dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Kualitas hidup tersebut dapat mencerminkan tingkat spiritual seseorang karena semakin tinggi kualitas hidup seseorang semakin tinggi pula tingkat spiritualnya. Orang yang memiliki tingkat kualitas hidup yang tinggi cendurung mampu untuk merawat dirinya sendiri, berhubungan dengan orang lain dan lingkungan serta mampu memaknai tujuan hidup agar dapat beradaptasi terhadap perubahan yang terjadi (Kariasa, 2009).

4

Apabila kebutuhan spiritual tidak terpenuhi maka dapat menyebabkan distres spiritual dan disertai dengan perubahan perilaku. Distres spiritual merupakan keadaaan dimana individu mengalami atau berisiko mengalami gangguan dalam sistem keyakinan atau nilai yang memberi kekuatan, harapan, arti dan tujuan hidup seseorang dengan diri sendiri, orang lain dan kekuatan yang lebih besar dari dirinya (Nanda, 2005). Distres spiritual dapat berkembang apabila seseorang merasa sendiri dan terisolasi dari orang lain sehingga timbul pertanyaan tentang nilai spiritual mereka, tujuan hidup dan sumber makna hidup (Potter & Perry, 2005). Distres spiritual yang terjadi dipengaruhi oleh tingkat spiritual seseorang yang berbeda-beda. Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi tingkat spiritual seseorang, antara lain faktor perkembangan, faktor budaya, faktor agama, faktor keluarga, faktor pengalaman hidup, faktor kritis dan perubahan, dan faktor isu moral terkait terapi (Hawari, 2002). Persepsi terhadap pengalaman sakit merupakan hal yang penting dalam memaknai setiap peristiwa yang terjadi (Potter & Perry, 2005). Hal tersebut juga menyebabkan perbedaan respon emosional pada pasien stroke serangan pertama dan serangan berulang. Stroke serangan pertama adalah stroke yang baru pertama kali individu alami. Serangan ini terjadi secara mendadak, disebabkan karena adanya gangguan perdarahan darah otak. Pada periode awal stroke, individu akan menunjukan perubahan perilaku yang merupakan dampak stroke yaitu kelumpuhan yang dapat menyebabkan kehilangan fungsi tubuh seperti afektif, psikomotor, kognitif dan perubahan mood. Pada stroke

serangan pertama, penderita biasanya mengalami kehilangan kontrol terhadap dirinya sendiri, mengalami gangguan daya pikir, kosentrasi, penampilan menjadi sangat menurun, kehilangan banyak hal yang bisa dilakukannya secara mandiri sehingga timbul perasaan tidak berdaya, marah, sedih, rendah diri, menyalahkan diri sendiri dan dapat menurunkan semangat hidupnya. Kejadian tersebut dapat diperparah apabila penderita jauh dari penghayatan religiusitas dan spiritualitas. Dampak yang ditimbulkan akan semakin besar lagi apabila pada awalnya penderita jauh dari penghayatan religiusitas dan spiritualitas (Giaquinto ,2010). Stroke serangan berulang merupakan kelanjutan dari stroke yang pernah dialami sebelumnya. Pada serangan stroke berikutnya dampak yang ditimbulkan tidak begitu besar karena pengalaman stroke sebelumnya memberikan pengalaman spiritual yang sangat berarti bagi penderita. Pengalaman spiritual yang didapat sebelumnya dijadikan sebagai strategi koping untuk mengatasi depresi atau stress dan ketidakberdayaan dalam melakukan aktivitas sehari-hari (Adientya, G., & Handayani, F., 2012 ). Banyak orang yang menemukan makna hidup melalui pengalaman sakit. Hal tersebut terjadi karena sakit seperti halnya orang yang sedang menghadapi penderitaan atau kesulitan hidup lainnya yang membutuhkan jawaban atas kondisi mereka yang terbatas. Mereka merindukan jawaban atas masalah yang tidak sanggup dihadapi sendiri. Praktik seperti berdoa, meditasi atau membaca bahan bacaan keagamaan dapat menjadi sumber yang bermanfaat bagi klien. Selain itu dukungan kasih sayang dan perhatian yang diberikan

6

keluarga atau orang terdekat meberikan inspirasi untuk tetap bertahan hidup, menemukan kekuatan, makna dan tujuan hidup (Giaqinto, 2010). Apabila terjadi stroke berulang mereka akan membuka kembali pengalaman spiritual yang didapat sebelumnya, terkait bagaiamna cara mengatasi dampak psikologi dan emosional yang ditimbulkannya. Pola pikir penderita cenderung lebih terbentuk dalam memaknai setiap kejadian yang telah menimpanya sehingga mereka lebih mampu untuk beradaptasi dan menemukan makna dari pesan Tuhan dibalik kejadian yang dialaminya. Pada tahap ini penderita lebih menerima dan bertawakal terhadap kondisi yang terjadi sebagai bentuk kasih sayang Tuhan. Oleh karena itu serangan stroke berikutnya dapat meningkatkan spiritual pasien dalam menerima dan menemukan hikmah disetiap perubahan yang terjadi pada dirinya yang ditunjukan dengan mekanisme koping yang lebih adaptif dan kemampuan dalam beradaptasi (Yani, 2010). Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “Perbedaan Tingkat Spiritual Pasien Stroke Serangan Pertama dan Stroke Serangan Berulang di RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga”. B. Rumusan Masalah Pada umumnya penderita stroke mengalami gangguan berupa gangguan emosional, perilaku dan kognitif. Gangguan yang muncul seperti halnya rasa sedih yang persisten, suasana kejiwaan yang terasa kosong, hilangnya perhatian dan minat, perasaan pututs asa dan pesimis, rasa bersalah dan tidak

berguna, sulit berkonsentrasi, insomnia, rasa lelah yang berlebihan serta hilangnya nafsu makan. Dampak tersebut dapat memberikan pengalaman pada stroke serangan berikutnya sehingga bisa menerima dan menemukan makna hidup terhadap perubahan yang terjadi pada dirinya. Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut, “adakah perbedaan tingkat spiritual pasien stroke serangan pertama dan serangan berulang di RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga”. C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan tingkat spiritual pasien stroke serangan pertama dan serangan berulang di RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga”. 2. Tujuan Khusus a) Untuk mengetahui karakteristik responden pada stroke serangan pertama dan serangan berulang (umur, jenis kelamin, dan pendidikan) b) Untuk mengetahui gambaran spiritual pasien stroke serangan pertama c) Untuk mengetahui gambaran spiritual pasien stroke serangan berulang (recurrent stroke) D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Institusi Pendidikan Penelitian ini bermanfaat sebagai acuan dalam mengembangkan ilmu keperawatan, khususnya pada masalah spiritual.

8

2. Bagi Rumah Sakit Penelitian ini dapat menjadi bahan masukan dan perbaikan dalam masalah pelayanan kesehatan khususnya dalam pemenuhan kebutuhan spiritual pada pasien stroke. 3. Bagi Peneliti Bagi peneliti, penelitian ini bermanfaat sebagai dasar untuk penelitian selanjutnya tentang intervensi keperawatan yang diberikan pada pasien stroke dengan distress spiritual. 4. Bagi Pasien Dengan adanya penelitian ini diharapkan pasien akan mendapatkan pelayanan kesehatan secara komprehensip meliputi fisik, psikologi, sosial dan spiritual. E. Keaslian Penelitan Sejauh pengetahuan peneliti tentang “Perbedaan spiritual pada pasien stroke serangan pertama dan serangan berulang” belum pernah dilakukan. Tetapi ada beberapa penelitian yang membahas tentang spiritual dengan beberapa perbedaan aspek atau metode penelitian yang dilakukan oleh peneliti saat ini. Penelitian-penelitian tersebut adalah: 1.

Johnstone, (2008) dengan penelitian yang berjudul “Relationships Among Religiousness, Spirituality and Health for Individuals With Stroke”. Dilakukan pada 63 pasien rawat jalan yang terdiri dari 32 pasien stroke dan 31 orang sehat sebagai kontrol. Analisis yang digunakan adalah cross sectional. Hasil ukur dengan 36 SF (Short From) menunjukan bahwa

kesehatan mental secara signifikan berkorelasi dengan agama dan spritual (r = 0.43, p < 0.05). Persamaan penelitian yang dilakukan yaitu pada metode penelitian cross sectional dan terdapat kelompok kontrol. Sedangkan perbedaan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti yaitu pada variabel dependent (variabel terikat). 2.

Darussalam, (2011) dengan penelitian yang berjudul “Analisis Faktorfaktor yang Berhubungan dengan Depresi dan Hopelessness pada Pasien Stroke di Blitar”. Dilakukan pada 73 responden dengan stroke dengan desain penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional. Hasil penelitian menunjukan bahwa faktor-faktor yang berhubungan dengan depresi adalah penyakit pernyerta (p: 0,038), kemampuan fungsional (p: 0,014), dan fungis kognitif (p:0,012) sedangkan variabel usia (p:0,506),pendidikan (p:0,563), dukungan keluarga (p:0,681), dan lama menderita stroke (p:0,182) tidak ada hubungan. Faktor-faktor yang berhubungan dengan hopelessness adalah penyakit penyerta (p:0,018), dan kemampuan fungsional (p:0,004) sedangkan pada variabel usia (p:0,124), pendidikan (p:0,118), lama menderita stroke (p:0,157), dukungan keluarga (p:0,386), dan fungsi kognitf (p:0,449) tidak ada hubungan. Hasil penelitian multivariat dengan regresi logistik diperoleh bahwa faktor yang dominan berhubungan dengan depresi adalah fungsi kognitif (OR: 3,822) dan pada hopelessness adalah kemampuan fungsional (OR: 7,898). Persamaan penelitian yang dilakukan yaitu pada metode penelitian cross

10

sectional. Sedangkan perbedaan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti yaitu pada variabel independent (variabel bebas).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Stroke a. Definisi Stroke Stroke

atau

cedera

serebrovaskuler

merupakan

gangguan

neurologik mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah melalui sistem suplai arteri otak (Price & Wilson, 2005). Menurut WHO stroke terjadi karena adanya gangguan fungsi otak sebagian atau menyeluruh yang timbul secara mendadak dan akut, biasanya berlangsung lebih dari 24 jam dan disebabkan karena adanya gangguan perdarahan darah otak (Junaidi, 2004). Jadi, stroke atau cedera serebrovaskuler merupakan gangguan neurologik yang yang timbul secara mendadak yang diakibatkan karena suplai darah ke bagian otak terhenti. b. Manifestasi Stroke Stroke tidak hanya menyerang orang yang sakit saja tetapi juga dapat menyerang orang yang secara fisik tampak sehat. Hal tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya tingkat stres yang tinggi. Pengenalan tanda dan gejala stroke sangat penting agar dapat menurunkan angka kejadian dan kematian akibat stroke. Menurut (Smeltzer & Bare, 2002) tanda dan gejala yang biasanya muncul pada orang yang terkena stroke yaitu: 11

12

1) Disfungsi motorik seperti hemiplegia, hemiparesis (kelemahan salah satu sisi tubuh), paralis dan hilang atau menurunnya refleks tendon. 2) Ganggun dalam berkomunikasi seperti disatria (kesulitan berbicara), disfasia atau afasia (bicara defektif atau kehilangan bicara), aparksia (ketidakmampuan melakukan tindakan yang telah dipelajari) 3) Gangguan

persepsi

merupakan

ketidakmampuan

dalam

menginterpretasikan sensasi seperti: (a) Disfungsi persepsi visual (kehilangan setengah lapang pandang atau homonimus hemianopsia). (b) Kehilangan sensori yaitu kesulitan dalam menginterpretasikan stimulus visual, taktil dan auditorius 4) Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis yaitu penurunan atau kehilangan dalam pemahaman, lupa, dan kurang motivasi sehingga menyebabkan pasien mengalami depresi. Masalah psikoligi lain yang umum terjadi seperti emosional, kurang kerjasama, dan bermusuhan. c. Klasifikasi Stroke Secara umum stroke di kalsifikasikan menjadi 2 yaitu stroke iskemik dan stroke hemoragik (Wahjoepramono, 2005). 1)

Stroke Iskemik Storke Iskemik adalah penurunan aliran darah ke bagian otak yang disebakan karena vasokontriksi akibat penyumbatan pada pembuluh darah arteri sehingga suplai darah ke otak mengalami

penurunan (Mardjono & Sidharta, 2009). Berdasarkan perjalanan klinisnya, stroke iskemik dikelompokan menjadi dua yaitu (Junaidi, 2004): (a) Transient Ischemic Attack (TIA): serangan stroke sementara yang berlangsung kurang dari 24 jam. (b) Reversible Ischemic Neurologic Deficit

(RIND): gejala

neurologi yang akan menghilang antara > 24 jam sampai dengan 21 hari. (c) Progressing Stroke atau Stroke in evolution: kelainan atau defisit neurologi yang berlangsung secara bertahap dari yang ringan sampai yang berat. (d) Completed Stroke: kelainan neurologis yang sudah menetap dan tidak berkembang lagi. 2)

Stroke Hemoragik Stroke hemoragik adalah stroke yang disebabkan karena adanya

perdarahan

intrakranial

non

traumatik.

Perdarahan

intrakranial yang sering terjadi yaitu perdarahan intraserebral dan perdarahan subnarakhnoid (Bustan, 2007). (a) Perdarahan Intraserebral (PIS) Perdarahan

intraserebral

disebabkan

karena

adanya

pembuluh darah intraserebral yang pecah sehingga darah keluar dari pembuluh darah dan masuk ke dalam jaringan otak. Keadaan

tersebut

menyebabkan

peningkatan

tekanan

14

intrakranial atau intraserebral sehingga terjadi penekanan pada pembuluh darah otak sehingga menyebabkan penurunan aliran darah otak dan berujung pada kematian sel sarah sehingga mengakibatkan defisit neurologi (Smeltzer & Bare, 2002). (b) Perdarahan Subaraknoid Perdarahan subaraknoid adalah masuknya darah ke ruang subarakhnoid. Gejala perdarahan subarakhnoid yang biasanya timbul yaitu serangan mendadak dengan nyeri kepala hebat seperti ada yang meletus di dalam kepala dan kaku kuduk, merupakan gejala yang spesifik yang timbul beberapa saat kemudian (Smeltzer & Bare, 2002). d. Patofisiologi Stroke Stroke

disebabakan

karena

adanya

arterosklerosis.

Arterosklerosis terjadi karena adanya penimbunan lemak yang terjadi secara lambat pada dinding-dinding arteri sehingga dapat menghalangi aliran darah ke jaringan. Bila arteri tertimbun lemak maka elastisitasnya berkurang sehingga dapat mempengaruhi tekanan darah. Akibat lain dari arterisklerosis yaitu terbentuknya bekuan darah atau trombus yang melekat pada dinding arteri sehingga menyembabkan sumbatan pada pembuluh darah. Apabila bagian trombus terlepas dari dinding arteri mengikuti aliran darah menuju arteri yang lebih kecil maka dapat menyebabkan sumbatan yang mengkibatkan pecahnya pembuluh darah. Bagian trombus yang terlepas disebut emboli (Junaidi, 2004):

1)

Stroke Non Hemoragik Stroke non hemoragik terjadi karena adanya penyumbatan aliran darah diotak akibat trombus atau embolus. Trombus umumnya terjadi karena adanya aterosklerosis yang berkembang pada dinding pembuluh darah sehingga menjadi tersumbat dan aliran darah ke trombus menjadi berkurang. Hal tersebut mengakibatkan iskemik yang kemudian dapat menimbulkan infark pada jaringan otak. Emboli disebabkan oleh embolus yang berjalan menuju arteri serebral melalui arteri karotis. Kemudian terjadi sumbatan pada arteri sehingga menyebabkan iskemik secara tibatiba dan berkembang sangat capat dapat menimbulkan gangguan neurologis fokal. Perdarah pembuluh darah otak disebabkan karena pecahnya pembuluh darah otak oleh emboli (Bustan, 2007).

2) Stroke Hemoragik Pembuluh darah otak yang pecah dapat menyebabkan darah mengalir ke ruang subarachnoid yang dapat menimbulkan perubahan komponen intracranial. Adanya perubahan komponen intrakranial

yang

tidak

dapat

dikompensasi

tubuh

akan

menimbulkan peningkatan tekanan intrakranial yang nantinya dapat menyebabkan kematian. Darah yang mengalir ke otak atau subarachnoid dapat menyebabkan edema, spasme pembuluh darah dan

terjadi

penekanan

pada

daerahn

tersebut

sehingga

16

menimbulkan aliran darah berkurang yang dapat menyebabkan nekrosis jaringan (Bustan, 2007). e. Faktor Risiko Pada umumnya faktor risiko stroke terbagi menjadi faktor risiko yang dapat dimodifikasi dan faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi (Israr, 2008). 1) Faktor risiko yang dapat dimodifikasi antara lain: hipertensi, kadar kolesterol darah, diabetes militus, obesitas, stress, dibetes melitus, penyakit jantung, merokok, dan konsumsi alkohol 2) Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi antara lain: umur, jenis kelamin, riwayat penyakit keluarga. f. Pencegahan Stroke Pencegahan dilakukan untuk menurunkan kecacatan dan kematian agar dapat memperpanjang kualitas hidup seseorang. Pencegahan penyakit stroke dibagi menjadi dua yaitu pencegahan primer dan pencegahan sekunder. Pencegahan primer ditujukan untuk mereka yang belum mengalami stroke. Pencegahan sekunder dilakukan untuk mereka yang

pernah mengalami

stroke. Pencegahan tersier merupakan

pencegahan yang menggunakan 4 faktor utama yang mempengaruhi penyakit seperti life style, lingkungan, biologis dan pelayanan kesehatan (Bustan, 2007). Pencegahan tersier bertujuan untuk merehabilitasi pasien stroke yang telah mengalami kelumpuhan pada tubuhnya agar tidak

bertambah parah dan dapat mengalihkan fungsi anggota tubuhnya yang lumpuh pada anggota tubuh yang normal (Junaidi, 2004). 1). Pencegahan Primer Pencegahan dapat dilakukan dengan cara menghindari rokok, stres, alkohol, dan obesitas. Selain itu mengurangi pengonsumsian garam, asupan lemak dan koleterol yang berlebih dan mengontrol hipertensi. 2). Pencegahan Sekunder Pencegahan yang dilakukan dengan cara: (a) Memodifikasi gaya hidup untuk mengontrol faktor risiko stroke, seperti mengobati hipertensi dan diabetes melitis, berhenti merokok, menghindari stres, menurunkan berat badan dan rajin berolahraga. (b) Keluarga ikut peran serta dalam mengatasi krisis sosial dan emosional pada penderitas stroke dengan memahami kondisi barunya untuk mereka yang tidak dapat melakukan aktivitas secara mandiri. (c) Memakai obat-obatan untuk menurunkan tingkat keparahan atau komplikasi dari stroke. 3). Pencegahan tersier yang dilakukan yaitu: (a) Gaya hidup: mengurangi stres, berhenti merokok, dan latihan sedang.

18

(b)Lingkungan: menjaga keamanan dan keselamatan pasien dan dukungan penuh dari keluarga. (c) Biologi: kebutuhan berobat, terapi fisik dan bicara (d)Pelayanan kesehatan: emergency medical technic dan asuransi g. Stroke Serangan Pertama dan Serangan Berulang Stroke serangan pertama adalah stroke yang baru pertama kali individu alami. Serangan ini terjadi secara mendadak, disebabkan karena adanya gangguan perdarahan darah otak. Pada periode awal stroke, individu akan menunjukan perasaan negatif terhadap dirinya seperti gelisah, bingung, tidak nyaman dan menjadi sensitif. Faktor risiko yang dapat mempengaruhi stroke serangan pertama antarlain faktor yang dapat dimodifikasi dan faktor yang tidak dapat dimodifikasi (Israr, 2008). Faktor risiko yang dapat dimodifikasi merupakan faktor yang dapat dicegah terjadinya suatu penyakit dengan cara memberkan intervensi. Faktor risiko ini dipengaruhi oleh banyak hal, terutama perilaku. Berikut ini faktor risiko yang dapat dimodifikasi meliputi hipertensi, stress, dibetes melitus, penyakit jantung, merokok, dan konsumsi alkohol. Sedangkan faktor yang tidak dapat dimodifikasi adalah faktor risiko yang tidak dapat dirubah walaupun dilakukan intervensi karena termasuk karakteristik seseorang mulai dari awal kehidupannya. Berikut ini merupakan faktor yang tidak dapat dimodifikasi meliputi usia, jenis kelamin dan faktor genetik (Israr, 2008).

Stroke serangan berulang adalah stroke yang merupakan kelanjutan dari stroke yang pernah dialami sebelumnya. Stroke serangan berulang terjadi bukan karena kesalahan dalam pengobatan tetapi karena faktor gaya hidup yang kurang sehat dan psikologi yang umumnya menjadi pencetus stroke serangan selanjutnya. Faktor gaya hidup dan psikologi termasuk dalam faktor yang dapat dimodifikasi. Faktor yang dapat dimodifikasi yang mempengaruhi terjadinya stroke berulang antaralain merokok, kurang teraturnya aktivitas fisik dan olahraga, ketidak mampuan memanajemen stres, makan makanan yang tinggi lemak, kalori dan garam. Untuk mengurangi risiko terjadinya stroke selanjutnya dapat dilakukan dengan penerapan pola gaya hidup sehat dan menggunakan terapi obat (Burn J. 1994). B. Spiritual 1. Definisi Spiritual Spiritual merupakan multidimensi yang terdiri dari dimensi vertikal dan dimensi horisontal. Dimensi vertikal adalah hubungan individu dengan Tuhan yang dapat menuntun dan mempengaruhi individu dalam menjalani kehidupannya, sedangkan dimensi horisontal merupakan hubungan individu dengan dirinya sendiri, orang lain dan dengan lingkungan.

Dimensi

mempertahankan

spiritual

keharmonisan

merupakan dengan

cara

dunia

individu luar

agar

dalam dapat

memaksimalkan kekuatan yang ada dalam dirinya untuk menghadapi stres emosional, penyakit fisik baik kronis, kritis, terminal dan kematian (Utami

20

& Supratman, 2009). Jadi spiritual merupakan suatu kepercayaan seseorang tentang adanya kekuatan non-fisik yang jauh lebih besar dari kekuatan yang berasal dari dalam dirinya yang mampu mengatur kehidupan manusia sehingga manusia sadar untuk mendekatkan dirinya kepada Tuhan sebagai kausa pertama. 2. Karakteristik Spiritual Pemenuhan kebutuhan spiritual individu dilakukan dengan cara pemenuhan kebutuhan vertikal dan horisontalnya. Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: a) Pemenuhan kebutuhan horisontal Pemenuhan kebutuhan vertikal merupkan pemenuhan kebutuhan spiritual yang hubungannya dengan Tuhan (Utami & Supratman, 2009). Pemenuhan kebutuhan spiritual dilakukan dengan cara berdoa dan melakukan ritual agama. Doa dan ritual agama merupakan hal yang sangat penting bagi setiap individu dalam melakukan aktivitasnya sehari-hari. Doa dan ritual agama dapat memberikan ketenangan bagi individu yang menjalankannya. Selain itu, doa dan ritual agama juga dapat membangkitkan harapan dan rasa percaya diri pada setiap individu yang sedang sakit sehingga dapat meningkatkan imunitas atau kekebalan tubuh sehingga mempercepat proses penyembuhan.

b) Pemenuhan kebutuhan vertikal Pemenuhan kebutuhan vertikal meliputi hubungannya dengan diri sendiri, orang lain dan dengan lingkungan (Utami & Supratman, 2009): 1) Hubungan dengan diri sendiri Pemenuhan kebutuhan spiritual yang bersumber pada kekuatan diri sendiri untuk mengatasi atau menyelesaikan masalah yang dihadapinya. Kekuatan spiritual yang muncul dapat berupa kepercayaan, harapan dan makna hidup. 2) Hubungan dengan orang lain Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial. Maka dari itu setiap individu harus dapat menjalain hubungan antar individu ataupun kelompok

secara

harmonis

untuk

memenuhi

kebutuhan

spiritualitasnya. Pemenuhan kebutuhan spiritual dapat dilakukan melalui cinta kasih dan dukungan sosial. Cinta kasih dan dukungan sosial dapat memberikan efek yang positif pada setiap individu karena dapat memberikan bantuan dan dukungan emosional untuk membantu individu dalam menghadapi penyakitnya. 3) Hubungan dengan lingkungan Lingkungan atau suasana yang tenang dan nyaman dapat memberikan kedamaian pada setiap individu dalam memenuhi kebutuhan spiritualitasnya. Kedamaian tersebut dapat meningkatkan status kesehatan individu karena sikap carring dan empatinya.

22

3. Fungsi Spiritual Spiritual merupakan sumber dukungan dan kekuatan individu agar dapat mencapai kesehatan dan kesejahteraan hidup yang lebih baik. Pada saat stres, individu akan mencari sumber dukungan dari keyakinan agamanya. Dukungan ini sangat penting bagi setiap individu yang sedang sakit atau yang memerlukan proses penyembuhan yang lama dan hasilnya belum pasti. Dukugan tersebut diberikan agar individu yang sakit dapat menerima keadaan yang dialaminya. Ritual agama seperti halnya berdoa, membaca kitab dan ritual agama yang lain merupakan cara memenuhi kebutuhan spiritualnya (Potter & Perry, 2005). Berdasarkan penelitian Purnawadi, (2012) tentang intervensi perawatan spiritual dan tingkat stres pasien gagal jantung kongestif di rumah sakit Prof. R. D. Kandou Manado bahwa ada hubungan yang signifikan antara intervensi perawatan spiritual terhadap tingakt stress pasien dengan diagnosa gagal jantung kongestif baik secara fisiologis maupun psikologis. 4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Spiritual Ada beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi spiritual seseorang yaitu (Hamid, 2000): a) Perkembangan Setiap individu memiliki cara dan pemenuhan kebutuhan spiritualitas yang berbeda-beda sesuai dengan usia, jenis kelamin, budaya, agama dan kepribadian individu. Spiritual memiliki hubungan

yang erat dengan prosese perubahan dan perkembangan manusia. Semakin bertambahnya usia, spiritual seseorang semakin bertambah karena

mereka

akan

merasakan

kedekatan

dengan

Tuhan.

Perkembangan spiritual berdasarkan usia meliputi: 1) Bayi dan toddler (0-2 tahun) Perkembangan spiritual seseorang diawali dari masa bayi. Bayi memang bulum dapat mengartikan spiritual karena belum memilki moral tapi keluarga yang memiliki spiritual yang tinggi dianggap sebagai sumber yang besar untuk perkembangan spiritual bayi yang baik. Bayi dan toddler melum memilki rasa salah dan benar serta keyakinan spiritual. Mereka mulai meniru kegiatan ritual tanpa mengerti arti kegiatan tersebut serta ikut ke tempat ibadah yang mempengaruhi citra diri mereka. 2) Prasekolah Anak prasekolah cenderung meniru apa yang dilahat bukan apa yang dikatakan. Permasalahan akan timbul jika tidak ada kesesuaian atau bertolak belakang antara apa yang dilihat dan apa yang dikatakan kepada mereka. Anak prasekolah cenderung sering bertanya seputar moralitas dan agama. Mereka sering bertanya kenapa perkataan atau tindakan ini dianggap salah/ benar, dimana Tuhan itu tinggal, dan apa itu surga. Pada tahap ini metode pendidikan spiritual yang paling efektif yaitu indoktrinasi dan

24

memberikan

mereka

kesempatan

untuk

memahami

tentang

kebesaran Tuhan melalui fenomena alam seperti hujan, angin. 3) Usia sekolah Pada tahap ini mereka mengaharapkan setiap doanya dapat dikabulkan oleh Tuhan. Mereka yakin kalau yang salah akan dihukum dan yang benar akan mendapat hadiah. Pada masa puberitas anak sering mengalami kekecawaan karena mereka mulai menyadari bahwa setiap doanya tidak selalu dikabulkan seseuai dengan harapannya. Pada usia remaja, mereka cenderung suka membandingkan anatara orang tuanya dengan orang tua orang lain. mereka juga membandingkan antara pandangan ilmiah dengan pandangan agama serta mencoba untuk menyatukannya. Pada remaja yang mempunyai orang tua berbeda agama, pada masa inilah mereka akan memutuskan pilihan mana yang akan dianutnya atau tidak dipilih satupun dari kedua agama yang dianutnya. 4) Dewasa Pada usia ini mereka dihadapkan pada pertanyaan yang bersifat keagamaan dari anak-anaknya. Mereka akan membuka memori masa lalu ketika masih anak-anak tentang apa yang pernah didapatkannya terkait masalah keagamaan untuk menjawab setiap pertanyaan dari anak-anaknya. Masukan atau jawaban dari orang tua dulu dipakai untuk mendidik anaknya.

5) Usia pertengahan Usia pertengahan dan lansia mempunyai banyak waktu untuk melakukan kegiatan keagamaan dan berusaha unutk memahami setiap nilai-nilai agama yang diyakininya. Perasaan kehilangan karena

tidak

aktif

dan

menghadapi

kematian

orang

lain

menimbulkan kesepian dan mawas diri. Perkembangan filosofis agama yang lebih matang sering dapat membantu orang tua untuk menghadapi keyakinan dan kenyataan serta berperan aktif dalam kehidupan agar merasa berharga dan dapat menerima kematian sebagai sesuatau yang tidak dapat ditolak atau dihindari. b) Budaya Budaya mempengaruhi sikap, keyakinan dan nilai seseorang yang pada umumnya mengikuti tradisi agama dan spiritual keluarga. Individu belajar pentingnya menjalankan kegiatan agama, termasuk nilai moral dari hubungan keluarga dan peran serta dalam berbagai bentuk kegiatan keagamaan. c) Keluarga Keluarga memiliki peran dalam membentuk spiritual individu karena merupakan tahap awal dari perkembangan spiritualitas. Dari keluarga individu akan mendapatkan pengalaman, pandangan hidup tentang spiritual dan belajar tentang Tuhan, diri sendiri, serta kehidupan yang dijalaninya. Keluarga memiliki peran yang sangat vital karena keluarga merupakan tempat pendidikan pertama yang didapatkan

26

seorang anak. Keluarga juga memiliki ikatan emosional yang kuat dalam kehidupan sehari-hari karena selalu berinteraksi dengan individu tersebut. d) Agama Agama dapat mempengaruhi spiritual individu karena agama merupakan keyakinan seseorang terhadap Tuhan-nya dan tempat untuk mempraktikan spiritualitasnya. Apabila seseorang secara tiba-tiba harus kehilangan fungsi anggota tubuh yang disebabkan karena stroke maka dapat menyebabkan distres spiritual dan perubahan perliaku. Hal tersebut membuat individu menjadi kehilangan kontrol terhadap dirinya sendiri. Agama adalah salah satu cara yang dapat dijadikan sebagai sumber kekuatan dan kesejahteraan hidup melalui ibadah yang dijalaninya seperti sholat, berdzikir, dan berdoa sehingga individu akan lebih menerima terhadap kejadian yang dialaminya serta menemukan makna dari tujuan hidup. e) Pengalaman hidup sebelumnya Pengalaman

hidup

yang

positif

ataupun

negatif

dapat

mempengaruhi spiritual seseorang. Besarnya pengaruh spiritual tergantung pada individu dalam mengartikan kejadian atau pengalaman yang telah terjadi padanya. Sebagai contoh, ada dua orang ibu yang terkena stroke. Mereka percaya bahwa Tuhan mencintai umatnya akan tetapi ibu tersebut harus kehilangan fungsi anggota tubuh atau kelumpuhan yang merupakan dampak dari stroke. Salah satu dari

mereka akan mempertanyakan keberadaan Tuhan, menyalahkan diri sendiri, merasa tidak berdaya, sedih dan marah terhadap kejadian yang telah menimpanya. Sedangkan untuk ibu yang satunya, cenderung lebih menerima dengan ikhlas, tabah dan memiliki semangat hidup yang tinggi walaupun kehilangan fungsi anggota tubuh karena dia tahu bahwa semua yang ada padanya hanya titipan yang suatu saat dapat diambil termasuk hal nya fungsi anggota tubuh. f) Krisis dan perubahan Krisis sering kali dialami oleh individu yang mengalami penyakit terminal, penderitaan, proses penuaan dan kehilangan bahkan kematian. Stroke merupakan penyakit yang menyerang secara mendadak. Seseorang yang secara tiba-tiba harus kehilangan fungsi anggota tubuh karena dampak yang ditimbulkan oleh stroke yaitu kelumpuhan atau kecacatan sehingga membuat pendertia menjadi stress dan depresi. Hal tersebut membuat individu mengalami perubahan mental dan psikologi yang sering kali menurunkan semangat hidupnya. Kondisi tersebut dapat diperparah apabila individu tersebut sangat mengagungkan kemampuan dan kehabatan dirinya serta jauh dari nilai religiusitas dan spiritualitas. g) Isu moral terkait terapi Ada beberapa intervensi medis yang dapat dipengaruhi oleh agama. Individu terkadang menolak untuk dilakukan pengobatan karena intervensi medis tidak sesuai dengan agama yang sering kali dapat

28

menyebabkan konflik antara pasien dan tenaga kesehatan. Tindakantindakan medik seringkali dipengaruhi oleh pengajaran agama seperti efek terapi yang menimbulkan rasa sakit dan berisiko untuk terjadi kematian. Stroke merupakan penyakit neusorlogis kronis yang menyerang secara mendadak dan dapat menyebabkan kelumpuhan sehingga menyebabkan gangguan psikologi dan emosional. Hal tersebut dapat mengganggu sistem keperacayaan terhadap nilai kekuatan, harapan dan makna kehidupan. Maka dari itu, penderita perlu dilakukan pendekatan spiritual agar penderita mampu menerima, menemukan makna hidup dan mampu meningkatkan kualitas hidup yang dapat menunjang tingkat kesembuhannya (Harmaini, 2006 dalam Yani, 2010) h) Asuhan keperawatan yang kurang sesuai Perawat tidak hanya memenuhi kebutuhan fisik klien saja tetapi juga harus peka terhadap kebutuhan spiritual klien saat memberikan tindakan asuhan keperawatan. Ada beberapa alasan mengapa perawat menghindari untuk memenuhi kebutuh spiritual klien. Alasan tersebut antara lain merasa kurang nyaman dengan kehidupan spiritualnya, kurang menganggap pentingnya kebutuhan spiritual, tidak mendapat pendidikan aspek spiritual dalam keperawatan dan merasa bahwa pemenuhan kebutuhan spiritual klien bukan menjadi tugasnya tetapi tugas pemuka agama.

5. Kebutuhan Spiritual Kebutuhan spiritual yaitu kebutuhan untuk mempertahankan atau mengembalikan keyakinan untuk memenuhi kewajibannya sebagai umat yang beragama, serta

kebutuhan untuk

mendapatkan maaf atau

pengampunan, mencintai, menjalin hubungan penuh rasa percaya dengan Tuhan (Carson, 1989 dalam Hamid, 2000). Kebutuhan spiritual dibagi menjadi 7 butir yaitu (Galek, Flannelly, & Vane, 2005): a) Kebutuhan akan rasa cinta, memiliki, menghormati adalah kebutuhan individu agar merasa diterima oleh orang lain tanpa syarat serta agar individu memberi dan menerima rasa cinta. b) Kebutuhan tentang keagamaan adalah kebutuhan agar individu dapat melakukan doa, ritual keagamaan dan beribadah kepada Tuhan. c) Kebutuhan tentang rasa syukur, harapan, perdamaian, fikiran positif Adalah kebutuhan agar individu memiliki rasa damai, tenang, fikiran positif dalam menjalani kehidupan. d) Kebutuhan tentang arti dan tujuan hidup adalah agar individu memiliki arti dan tujuan hidupnya. e) Kebutuhan tentang moralitas dan etika adalah kebutuhan agar individu dapat menjalani kehidupan yang bermoral dan beretika serta bertanggungjawab. f) Kebutuhan tentang apresiasi seni dan keindahan adalah kebutuhan agar individu dapat memilki apresiasi tentang seni dan keindahan.

30

g) Kebutuhan tentang cara untuk menghadapi kematian adalah kebutuhan agar individu mendapatkan pemahaman yang benar tentang kematian serta cara yang tepat untuk menghadapi kematian. 6. Tingkatan Spiritual Tingkatan spiritual manusia dibagi menjadi tujuh tingkat dari tingkat egoistik sampai suci secara spiritual. Tingkatan spiritual tidak dapat dinilai oleh manusia akan tetapi dinilai langsung oleh Tuhan. Manusia hanya dapat mengukur tingkat spritual yang tampak dari perilaku yang dilakukan setiap hari baik dengan sesama mahkluk ataupun dengan Tuhan yang diwujudkan dengan ibadah yang dijalankannya. Tujuh tingkat spiritual manusia meliputi (Purwaka, 2006) : a) Nafs Ammarah Pada tahap ini orang cenderung nafsunya didominasi oleh godaan yang mengajak ke arah kejahatan. Orang tersebut tidak dapat mengontol kepentingan dirinya dan tidak memiliki moralitas. Hal ini menunjukan keinginan fisik dan egoisme. Kesadaran dan akal manusia dikalahkan oleh keinginan hawa nafsu. Manusia tidak memiliki batasan moral untuk menahan apa yang diinginkannya. Jiwa manusia yang awalnya suci dan beriman, namun manusia terlena dengan kenikmatan duniawi dan tenggelam dalam nilai materialistik. b) Nafs Lawwamah Manusia memiliki kesadaran terhadap perilaku untuk membedakan mana yang baik dan yang benar serta menyesali keselahan yang pernah

dilakukan. Pada tahap ini kemampuan untuk mengubah gaya hidup belum dapat dilakukan. Mereka hanya mencoba menjalankan kewajibannya saja seperti sholat, puasa, zakat dan mencoba berprilaku baik. Terdapat tiga hal yang dapat merubah prilaku seseorang seperti kemunafikan,

kesombongan

dan

kemarahan

yang

setiap

kali

menyertainya dalam aktivitas sehari-hari. c) Nafs Mulhiman Manusia mulai merasakan ketulusan dalam melakuakn setiap ibadah. Mereka termotivasi akan cinta kasih pengabdian dan nilai-nilai moral. Pada tahap ini merupakan awal dari praktik sufisme walaupun belum bisa terbebas dari keinginan dan ego. Secara keseluruhan orang akan memilliki emosi yang matang, menghargai dan dihargai orang lain d) Nafs Muthma’innah Pada tingkatan ini orang akan merasakan kedamaian, kebahagiaan, kegembiraan dalam Tuhannya karena mereka cenderung bersyukur, penuh kasih sayang, berpikiran terbuka dan dapat dipercaya. Menerima setiap cobaan yang diberikan Tuhan sebagai bentuk kasih sayang-Nya dan dijalani dengan penuh kesabaran dan ketakwaan serta tidak berbeda ketika memperoleh kenikmatan. Seseorang mulai dapat melepaskan dan menyerahkan masalahnya kepada Tuhan. e) Nafs Radhiyah Pada tahap ini mereka tetap tenang dan bahagia walaupun dalam keadaan sulit, musibah, atau cobaan dalam kehidupannya. Mereka sadar

32

bahwa setiap cobaan dan kesulitan datang dari Tuhan untuk memperkuat imannya. Tuhan tidak akan memberikan cobaan dan kesulitan di luar batas kemampuan hamba-Nya. Definisi bahagia bagi mereka tidak berorientasi pada materialistik atau duniawi yang berprinsip pada kesenangan sesaat dan menghindari rasi sakit. Jika mereka telah sampai tahap ini maka rasa cinta dan bersykur kepada-Nya sangat tinggi. f) Nafs Mardhiyah Pada tahap ini mereka menyadari akan segala kesulitan yang datang dari Tuhan hanya untuk menguji tingkat keimanannya. Segala kejadian yang menimpanya tidak lepas dari campur tangan Tuhan yang mencintai hambanya dalam situasi apapun. Seseorang akan mencapai tahap ini apabila ketakwaan, kepasrahan, kesabaran, kesyukuran dan kecintaan kepada Tuhan demikian sempurna. g) Nafs Safiyah Mereka telah mencapai tahap akhir dan telah mengalami transedensi diri seutuhnya. Tidak ada nafas yang tersisa, hanya penyatuan dengan Tuhan. Pada tahap ini seseorang telah menyadari kebenaran sejati, “Tidak Ada Tuhan Selain Allah” dan hanya keilahian yang ada dan setiap indra manusia. 7. Pengaruh Spiritual Terhadap Kesehatan Manusia

merupakan

makhluk

bio-psiko-sosio-spiritual

yang

seharusnya dipandang secara holistik dan unik. Apabila salah satu aspek

tidak terpenuhi maka dapat menyebabkan gangguan keseimbangan pada ke empat aspek tersebut (Utami & Supratman, 2009). Spiritual merupakan salah satu aspek penting yang sering diabaikan dalam pemberian asuhan keperawatan (Dover & Bacon, 2001). Aspek spritual tidak terpenuhi dapat menyebabkan distress spiritual yang diikuti oleh perubahan perilaku. Dikatakan spritual rendah apabila pasien

berperilaku

maladaptif

yang

tampak

dari

perilaku

yang

ditunjukannya seperti halnya mudah marah, mengeluh terhadap sakit yang dialami,

menganggap

sakit

yang

dialami

sebagai

hukuman

dan

menganggap Tuhan tidak adil terhadap dirinya (Potter & Perry, 2005). Dampak yang ditimbulkan dari spritual rendah yaitu dapat mengganggu proses penyembuhan karena pasien akan cenderung mengalami stres atau depresi dengan keadaan yang dialaminya sekarang sehingga akan mengisolasi dirinya dari lingkungan sosial. Selain itu cemas dan takut akan kehilangan kemampuan dalam menjalankan aktivitas setiap hari seperti halnya ibadah terhadap Tuhan sehingga akan timbul pertanyaan tentang tujuan hidup, sumber dan makna hidup (Cornah, 2006). Pasien dengan spiritual tinggi cenderung menunjukan perilaku yang adaptif yaitu lebih bisa menerima dan berfikir positif terhadap setiap kejadian yang dialami sehingga dapat menemukan keseimbangan antara nilai, tujuan, dan sistem keyakinan sebagai hubungan dengan diri sendiri, orang lain dan Tuhan. Dari beberapa hasil penelitan menunjukan bahwa dengan berdoa pasien mampu mengekspresikan perasaan, harapan dan

34

kepercayaan kepada Tuhan sehingga koping yang dihasilkan adalah koping positif yang dapat mempengaruhi kesehatan pasien. (Utami & Supratman, 2009). C. Kerangka Teori Berdasarkan kerangka uraian diatas maka dapat dirumuskan kerangka teori penelitiannya yaitu: Serangan Stroke

Serangan Pertama

Spiritual Pasien

Serangan Berulang Spiritual Tinggi

Faktor risiko yang dapat mempengaruhi meliputi: 1. Faktor yang dapat dimodifikasi 2. Faktor yang tidak dapat dimodifikasi

Spiritual Rendah Faktor-faktor yang mempengaruhi spiritualitas: 1. Perkembangan (umur) 2. Faktor budaya 3. Faktor agama 4. Faktor Keluarga 5. Faktor pengalaman hidup 6. Faktor krisis dan perubahan 7. Isu moral terkait terapi 8. Asuhan keperawatan

Gambar 2.1 Kerangka Teori

D. Kerangka Konsep Variabel Independent

Variabel Dependent

Serangan Stroke Pertama

Spiritualitas Pasien

Serangan stroke Berulang Variabel Penganggu: 1. Faktor Pengalaman Hidup 2. Faktor Krisis dan Perubahan 3. Isu Moral Terkait Terapi 4. Asuhan Keperawatan

Gambar 2.2 Kerangka Konsep

Keterngan: : Variabel yang diteliti : Variabel yang tidak diteliti

36

E. Hipotesis Hipotesis merupakan prediksi sementara dari hasil penelitian, yaitu hubungan yang diharapkan antar variabel yang dipelajari (Saryono, 2011). Berdasarkan kerangka konsep diatas dapat dirumuskan hipotesis penelitian, yaitu: “ada perbedaan tingkat spiritual yang bermakna antara pasien stroke perangan pertama dan serangan berulang di RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga”.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian 1.

Jenis Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan analisis komparatif. Analisis komparatif merupakan dugaan ada tidaknya perbedaan secara signifikan nilai-nilai dua antar kelompok atau lebih (Sugiyono, 2010). Desain penelitian yang digunakan yaitu cross sectional atau potong lintang karena pengukuran dan obsevasi variabel hanya dilakukan pada saat itu atau tertentu saja. Pengukuran variabel dilakukan hanya sekali dan tidak dapat diulang (Saryono, 2011).

2.

Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada pasien stroke di RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga. Waktu penelitian dilakukan pada bulan Oktober 2013 sampai Februari 2014.

B. Populasi dan Sampel Penelitian 1.

Populasi Penelitian Populasi merupakan keseluruhan dari subjek penelitian (Arikunto, 2006). Populasi dalam penelitian ini adalah pasien stroke di RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga.

37

38

2.

Sampel penelitian Menurut Notoatmodjo (2010) sampel adalah objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi. Sedangkan sampling menurut Nursalam (2008) adalah cara atau metode pengambilan sampel untuk dapat mewakili populasi. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah consecutive sampling yaitu pengambilan dimana sampel diambil dari semua subyek yang datang dan memenuhi kriteria pemilihan sampai jumlah subyek terpenuhi (Saryono 2011). Kriteria inklusi dan ekslusi dalam penelitian ini adalah: a. Kriteria inklusi: 1. Pasien stroke tanpa komplikasi seperti penyakit jantung dan ginjal 2. Bersedia menjadi responden b. Kriteria ekslusi: 1. Pasien dengan gangguan jiwa 2. Pasien yang mengalami penurunan kesadaran dengan GCS < 15 3. Pasien dengan afasia 4. Pasien dengan demensia Besarnya sampel dalam penelitian ini dihitung menggunakan rumus solvin sebagai berikut (Nursalam, 2008):

Gambar 3.1 Rumus Solvin

Keterangan : n = Jumlah sampel N = Jumlah populasi e = standar error (10%)

=

= 50 pasien Pada pelaksanaan penelitian melibatkan 50 responden yang terdiri dari 35 pasien dengan serangan stroke pertama dan 15 pasien dengan stroke serangan berulang. C. Variabel Penelitian Variabel pada penelitian ini terdapat dua jenis yaitu: 1. Variabel bebas (independent) merupakan variabel yang mempengaruhi atau menjadi

sebab

berubahnya

variabel

dependen

(Sugiyono,

2010).

Variabel dalam penelitian ini yaitu serangan stroke. 2. Variabel terikat (dependent) merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2010). Variabel dependent dalam penelitian ini yaitu tingkat spiritual. D. Definisi Operasional Definisi operasional adalah pengertian dari suatu konsep yang nyata. Definisi operasional dilakukan berdasarkan parameter yang dijadikan ukuran dalam penelitian. Definisi operasional dirancang untuk memudahkan pengumpulan data dan menghindari perbedaan interpretasi serta membatasi

40

ruang lingkup variael. Pada bagian definisi operasional terdapat komponen yang meliputi variabel, definisi operasional, alat ukur, hasil ukur dan skala ukur (Saryono, 2011). Adapun definisi operasional dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Tabel 3.1 Definisi Operasional No 1.

2.

Variabel Variabel bebas: Serangan stroke

Variabel terikat: Tingkat spiritual

Definisi operasional Serangan stroke merupakan gangguan yang terjadi akibat sumbatan atau pecahnya pembuluh darah yang di tandai dengan munculnya tanda dan gejala stroke. Stroke serangan pertama merupakan stroke yang baru dialami individu yang sebelumnya tidak terdapat tanda dan gejala stroke. Sedangkan stroke serangan berulang merupakan kelanjutan dari stroke yang sudah pernah di alami sebelumnya atau memiliki riwayat gejala stroke. Tingkat spiritual merupakan tingakatan keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa

Alat ukur Kuisioner

Parameter 1. Stroke serangan pertama 2. Stroke serangan berulang atau recurrent stroke

Skala Nominal

Kuisioner Dengan 25 item pertanyaan, dimana skor 012 untuk nilai spiritual rendah dan 1325 untuk nilai spiritual tinggi

1. Rendah 2. Tinggi

Ordinal

E. Instrumen Penelitian Instrumen penelitian adalah alat yang digunakan dalam proses pengumpulan data dengan tujuan untuk mempermudah dalam pekerjaan dan hasilnya lebih baik (cermat, lengkap, dan sistematis) sehingga mudah diolah. Instrumen pada penelitian ini menggunakan kuisioner dengan 40 butir pertanyaan. Untuk mengetahui jenis serangan stroke pertama atau stroke serangan stroke berulang menggunakan pertanyaan tertutup. Dimana terdapat pilihan untuk jenis serangan stroke, mulai dari serangan stroke 1 sampai serangan stroke ke- 4 atau lebih. Sedangkan untuk mengukur tingkat spiritual menggunakan skala Guttman. Skala pengukuran dengan tipe ini, akan didapat jawaban yang tegas, yaitu “ya-tidak”. Data yang diperoleh berupa data interval. Skala Guttman dilakukan apabila ingin mendapatkan jawaban yang tegas terhadap suatu permasalahan yang ditanyakan. Penilaian tingkat spiritual terdiri dari spiritual tinggi dan spiritual rendah. Spiritual rendah apabila rentang skornya 0-12, sedangkan untuk rentang skor 13-25 dengan tingkat spiritual tinggi. Pernyataan yang termasuk unfavorabel meliputi item 6, 11, 12, 14, 21. Nilai 1 untuk jawaban tidak dan nilai 0 untuk jawaban iya. Sedangkan untuk pernyataan yang termasuk favorabel meliputi item 1, 2, 3, 4, 5, 7, 8, 9, 10, 13, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 22, 23, 24, 25. Nilai 1 untuk iya dan nilai 0 untuk jawaban tidak.

42

F. Validitas dan Reliabilitas Instrumen 1. Validitas Validitas merupakan suatu indeks yang menunjukan alat ukur itu benar-benar mengukur apa yang diukur. Validatas dan reliabilitas perlu diuji terlebih dahulu sebelum digunakan agar data yang diperoleh dapat mencapai derajat akurasi yang signifikan (Fathoni, 2006). Alat yang pengukuran yang digunakan pada penelitian ini adalah lembar kuisioner tingkat spiritual dengan 40 pertanyaan dalam bentuk checklist. Kuisioner ini merupakan hasil proses adopsi dari penelitian Wahyu ningsing, (2009) tentang spiritualitas. Uji validitas yang digunakan pada penelitian ini adalah Pearson Product Moment.





Gambar 3.2. Rumus Pearson Product Moment. Keterangan r

= Korelasi product moment

N

= Jumlah sampel

X

= Skor variabel X

Y

= Skor variabel Y

XY

= Skor variabel X dikalikan skor variabel Y

Keputusan uji: Hasil uji validitas menunjukan bahwa dari 40 item pernyataan terdapat 15 item yang mempunyai nilai r kurang dari 0,361 sehingga dinyatakan tidak valid. Item yang tidak valid ini dihilangkan dengan pertimbangan bahwa item ini tidak terlalu mewakili varabel yang diteliti sehingga dalam penelitian menggunakan 25 item pernyataan yang sudah valid. 2. Reliabilitas Reliabilitas merupakan indeks yang menunjukan sejauh mana suatu

alat

ukur

dapat

dipercaya

atau

dapat

diandalkan.

Hasil

pengukurannya akan tetap sama atau konsisten apabila dilakukan pengukuran berulang (konsisten, akurasi dan presisi) (Saryono, 2011). Instrumen penelitian tingkat spiritual pasien dilakukan pengukuran reliabilitas dengan rumus koefisien reliabilitas Alpha Cronbach (Arikunto, 2008) adalah: [

][

]

Gambar 3.3. Rumus Apha Cronbach Keterangan: r

= Reliabilitas instrumen

k

= Banyaknya bentuk pertanyaan = Jumlah varians butir = Jumlah hasil perkalian p dan q = Varians total

44

Hasil uji reliabilitas menunjukan koefisien reliabilitas sebesar 0.963 atau lebih besar dari 0.700 sehingga instrumen dapat dinyatakan reliabel (Kaplan & Saccuzo, 1993 dalam Lusiani, 2006). G. Jalannya Penelitian Penelitian ini dilakukan melalui tahap-tahap sebagai berikut: 1. Persiapan materi dan konsep yang mendukung penelitian. 2. Melaksanakan studi pendahuluan berupa permintaan izin kepada Direktur RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata Kabupaten Purbalingga. 3. Menyusun proposal penelitian yang terlebih dahulu dikonsultasikan kepada pembimbing. 4. Melaksanakan ujian proposal peneltian. 5. Peneliti melakukan revisi proposal penelitian sebelum pelaksanaan penelitian yangkemudian dikonnsultasikan kembali kepada pembimbing I, pembimbing II, dan penguji. 6. Melakukan uji validitas instrumen pada pasien stroke di RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata Kabupaten Purbalingga. 7. Permintaan izin kepada universitas untuk melakukan penelitian, kemudian peneliti meminta izin kepada kantor Kesatuan Bangsa, Politik, dan Perlindungan

Masyarakat.

Diteruskan

kepada

Badan

Perencanaan

Pembangunan Daerah (BAPPEDA). Kemudian diserahkan kepada RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata Kabupaten Purbalingga guna mengadakan penelitian di tempat tersebut.

8. Mendapatkan izin penelitian, peneliti mengumpulkan data responden dari rekam medis pasien di RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata Kabupaten Purbalingga. 9. Data responden yang sesuai dengan kriteria inklusi untuk menjadi sampel penelitian. 10. Memberikan penjelasan pada pasien ataupun keluarga tentang maksud dan tujuan dari penelitian. 11. Memberikan informed concent pada pasien untuk memberikan persetujuan untuk mejadi responden 12. Memberikan kuisioner kepada pasien dan mendampinginya dalam menjawab pertanyaan. 13. Menarik kembali dan memastikan kuisioner sudah lengkap dan terisi penuh. 14. Data yang sudah lengkap kemudian diolah dengan menggunakan komputer. 15. Peneliti menganalisis data yang telah diolah. 16. Peneliti membuat laporan penelitian. 17. Mempresentasikan hasil penelitian H. Pengolahan dan Analisis Data 1. Pengolahan Data Langkah-langkah pengolahan data yang diterima yaitu menggunakan (Notoatmodjo, 2010):

46

a. Editing Data yang sudah terkumpul kemudian disusun. Editing adalah memeriksa kembali daftar pertanyaan yang telah diserahkankepada peneliti. Tujuannya untuk mengurangi kesalahan atau kekurangan yang ada di daftar pertanyaan. Peneliti memeriksa kembali kuisioner yang sudah terisi dan memastika bahwa kuisioner sudah lengkap isinya. b. Coding Data yang diperoleh kemudian diedit atau disunting, selanjutnya dilakukan pengkodean atau coding. Coding yaitu mengubah data berbentuk kalimat atau huruf menjadi data angka atau bilangan, kemudian dimasukkan ke dalam lembar jawaban untuk mempermudah membacanya. c. Scoring Scoring adalah penilaian terhadap item-item yang perlu diberi penilaian atau skor. Hal ini dilakukan untuk mempermudah dalam menganalisis data. d. Tabulasi Tabulasi adalah memasukkan data dari hasil penelitian ke dalam tabel-tabel sesuai kriteria. Jawaban-jawaban yang telah diberi scor kemudian dimasukan ke dalam tabel. e. Entri Data Entri data merupakan kegiatan memasukkan data yang sudah dilakukan pentabulasian data kedalam program komputer SPSS.

2. Analisa Data Analisis data dilakukan secara bertahap dan melalui proses komputerisasi. Analisis data menurut Notoatmodjo (2010) terdiri dari: a. Analisis Univariat Analisis univariat adalah analisis yang dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil penelitian. Pada umumnya analisis hanya akan menghasilkan distribusi dan presentase dari tiap variabel (Notoatmodjo, 2010). Tujuannya yaitu untuk menjelaskan atau membandingkan karakteristik masing-masing variabel yang diteliti dari angka atau jumlah dan presentase masing-masing kelompok, tanpa ingin mengetahui pengaruh/ hubungan dari karakteristik (responden) yang ingin diketahui (Sugiono, 2010). Karakteristik tersebut meliputi umur, pendidikan, jenis serangan dan tingkat spiritual. b. Analisa Bivariat Analisis pada penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perbedaan tingkat spiritual pasien stroke serangan pertama dan serangan berulang. Analisis bivariat pada penelitian ini menggunakan uji fisher’s exact. Hal tersebut merupakan uji alternatif dari chi square karena pada hasil uji chi square terdapat sel yang nilai ekspetasinya kurang dari 5 serta melebihi 20% dari total sel.

(

)( (

) )

Gambar 3.4 Rumus Fisher’s Exact

48

Bila nilai fisher’s exact lebih kecil atau sama dengan nilai tabel (Xh² < Xt²) atau nilai p < 0,05, maka H0 ditolak berarti ada perbedaan yang bermakna. I. Etika Penelitian Saryono (2011) menyatakan secara umum prinsip etika penelitian, meliputi: 1. Informed Consent merupakan prosedur penting untuk menjaga keamanan dan melindungi hak responden. Informasi yang ada dalam inform consent meliputi; partisipasien, tujuan dilakukan tindakan, jenis data yang dibutuhkan, komitmen, prosedur pelaksanaan, potensial masalah yang akan terjadi, manfaat, kerahasiaan, informasi yang mudah dihubugi. Mekanismenya yaitu peneliti memberikan penjelasan tentang maksud dan tujuna penelitian serta dampak yang mungkin terjadi selama proses penelitian. Responden mempunyai hak untuk menerima maupun menolaknya, apabila responden atau keluarga menyetujui maka dapat menandatangani lembar persetujuan tersebut. 2. Anonymity adalah menjaga kerahasiaan dan tidak mencantumkan nama responden, tetapi dengan menuliskan kode responden. Masalah etika penelitaian merupakan masalah yang memberikan jamainan dalam penggunaan subyek penelitian dengan cara tidak mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang dicapai.

3. Confidentiality yaitu melindungi dan menjaga kerahasiaan semua data atau informasi yang dikumpulkan selama dilakukannya penelitian atau tidak membuka informasi didepan publik, kecuali data ilmiah yang dijadikan variabel dalam penelititan tanpa mendeskripsikan identitas responden.

50

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilaksanakan di RSUD Dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga dengan jumlah sampel sebanyak 50 responden yang terdiri dari 35 responden dengan stroke serangan pertama dan 15 responden dengan stroke serangan berulang. Responden yang diambil dalam penelitian ini sesuai dengan kriteria inklusi dan ekslusi. A. Hasil Penelitian 1. Karakteristik Responden Karakteristik responden disajikan berdasarkan umur, jenis kelamin, dan tingkat pendidikan. Tebel 4.1 Distribusi Responden Berdasarkan Umur, Jenis Kelamin, dan Tingkat Pendidikan pada Pasien Stroke Serangan Pertama dan Serangan Berulang di Ruang Poli Syaraf dan Rawat Inap RSUD Dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga Karakteristik responden Pertama 1 Umur . a. 21-45 b. 46-65 c. >65 2 Jenis kelamin . a. Laki-laki b. Perempuan 3 Tingkat Pendidikan . a. Pendidikan Dasar b. Pendidikan Menengah c. Pendidikan Tinggi

Serangan % Berulang

%

Nilai p

3 23 9

8,6% 65,7% 25,7%

0 11 4

0,0% 73,3% 26,7%

0,623

15 20

42,9% 57,1%

8 7

53,3% 46,7%

0,710

23 11 1

65,7% 31,4% 2,9%

6 8 1

40,0% 53,3% 6,7%

0,092

Berdasarkan tabel 4.1 menujukan bahwa umur responden yang mendominasi pada penelitian ini berada pada rentang 46-65 tahun sebanyak 23 responden (65,7%), untuk stroke serangan pertama dan 11 responden (73,3%) untuk stroke serangan berulang. Data tentang jenis kelamin yang paling banyak berada pada jenis kelamin perempuan sebanyak 20 responden (57,1%), untuk stroke serangan pertama dan pada serangan berulang sebanyak 7 responden (46,7%). Sedangkan untuk tingkat pendidikan pada penderita stroke didominasi oleh penderita yang berpendidikan dasar (SD, SMP) sebanyak 23 responden (65,7%) dan 6 responden (40,0%) pada stroke serangan berulang. Karakteristik umur, jenis kelamin dan tingkat pendidikan responden pada kelompok serangan pertama dan kelompok serangan berulang tidak menunjukan perbedaan yang bermakna (p > 0,05) 2. Gambaran Tingkat Spiritual Pada Pasien Stroke Serangan Pertama dan Serangan Berulang Berdasarkan penelitian diperoleh data tentang tingkat spiritual pasien stroke serangan pertama sebanyak 35 orang dengan kriteria 19 orang (54,3%) dengan spiritual tinggi dan 16 orang (45,7%) dengan spiritual rendah. Sedangkan untuk stroke serangan berulang didapatkan data untuk tingkat spiritual sebanyak sebanyak 15 orang (100%) dengan tingkat spiritual tinggi dan tidak terdapat orang dengan tingkat spiritual rendah. Hal tersebut disajikan dalam tabel 4.2

52

Tabel 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Spiritual Pada Pasien Stroke Serangan Pertama dan Serangan Berulang Di Ruang Poli Syaraf dan Rawat Inap RSUD Dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga No

Variabel

1.

Serangan pertama 2. Serangan berulang Jumlah 3.

Tingkat spiritual Tinggi Rendah Jumlah % Jumlah % 19 54,3% 16 45,7%

Jumlah 35

15

100%

0

0%

15

34

68%

16

32%

50

Perbedaan Tingkat Spiritual Pada Pasien Stroke Serangan Pertama dan Serangan Berulang Dari hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh data tentang tingkat spiritual pasien stroke serangan pertama sebanyak 35 orang dengan kriteria 19 (54.3%) orang dengan tingkat spiritual tinggi dan 16 (45.7%) orang dengan tingkat spiritual rendah. Sedangkan untuk stroke serangan berulang terdapat 15 orang (100%) orang dengan tingkat spiritual tinggi dan tidak terdapat tingkat spiritual rendah. Hal tersebut tersaji dalam bentuk tabel 4.3 Tabel 4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Perbedaan Tingkat Spiritual Pada Pasien Stroke Serangan Pertama dan Berulang Di Ruang Poli Syaraf dan Rawat Inap RSUD Dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga No

Serangan Stroke

1. 2.

Pertama Berulang

Tinggi 19 orang 15 orang

Tingkat Spiritual % Rendah 54.3% 16 orang 100% -

% 45.7% 0%

Nilai p 0,001

Berdasarkan tabel diatas menunjukan bahwa uji fisher’s exact yang telah dilakukan memiliki nilai p sebesar 0,001 yang menunjukan bahwa H0 ditolak yang berarti terdapat perbedaan tingkat spiritual yang bermakna antara stroke serangan pertama dan serangan berulang. B. Pembahasan 1. Karakteristik Responden Pembahasan karakteristik responden berdasarkan usia, jenis kelamin, pendidikan, dan pekerjaan. a. Usia Hasil penelitian ini menunjukan bahwa karakteristik usia responden terbanyak berada pada rentang umur 46-65 tahun dengan jumlah 65,7% responden pada stroke serangan pertama dan 73,3% responden pada stroke serangan berulang. Hasil penelitian tersebut sesuai ini dengan penelitian yang dilakukan oleh Rahmawati,

Utomo,

&

Nauli

(2013)

menyatakan

bahwa

karakteristik umur yang didominasi oleh rentang umur 46-65 tahun. Usia merupakan salah satu faktor utama yang tidak dapat dirubah dari angka kejadian stroke. Semakin bertambahnya usia, resiko stroke semakin tinggi. Menurut Misbach & Kalim (2007) dalam Rahmi (2011) menyatakan bahwa stroke merupakan sindrom klinis akibat gangguan pembuluh darah otak, timbul mendadak dan biasanya mengenai penderita dengan usia 45 samapi

54

80 tahun. Hal tersebut terjadi karena pada usia 45 tahun atau usia produktif, stroke yang terjadi dipengaruhi oleh stress, konsumsi alkohol, dan faktor gaya hidup yang modern yang cenderung minim akan aktivitas dan konsumsi makanan cepat saji (fast food) yang

lebih

banyak

sehingga

menyebabkan

obesitas

atau

kegemukan yang membuat risiko stroke semakin meningkat. Terlebih apabila ada anggota keluarga yang menderita diabetes, tekanan darah tinggi dan penyakit jantung, kemungkinan untuk terjadi stroke lebih tinggi (Sitorus, 2010) Proses penuaan mengakibatkan proporsi lemak cenderung akan bertambah sehingga menyebabkan kekuatan otot mengalami penurunan. Hal tersebut mengakibatkan obesitas atau kegemukan. Obesitas dapat meningkatkan risiko stroke karena lemak yang tersumbat pada pembuluh darah dapat menghambat kelancaran aliran darah menuju ke otak sehingga dapat menyebabkan aterosklerosis yang memicu terjadinya stroke. Insidensi stroke akan meningkat 2 kali lipat setelah umur 55 tahun (Nasution, 2007 dalam Rachmawati, 2012) b. Jenis Kelamin Berdasarkan

hasil

penelitian

terkait

jenis

kelamin,

menunjukan bahwa terdapat 57,1% responden dengan jenis kelamin perempuan pada stroke serangan pertama dan 46,7% responden dengan stroke serangan berulang. Hal ini menunjukan

bahwa insidensi stroke pada penelitian ini lebih didominasi oleh perempuan dari pada laki-laki. Jenis kelamin juga dapat mempengaruhi angka kejadian stroke. pada jenis kelamiin laki-laki risiko stroke lebih tiggi dibandingkan perempuan. Tingginya angka kejadian stroke pada laki-laki dipengaruhi oleh faktor gaya hidup yang tidak sehat, seperti merokok, minuman beralkohol dan faktor stres atau depresi. Selain itu hormon testoteron, dimana hormon tersebut dapat meningkatkan LDL. Apabila LDL tinggi maka dapat meningkatkan kadar kolesterol daalm darah yang menjadi faktor risiko penyakit degenaratif seperti halnya stroke (Bull, 2007 dalam Rachmawati, 2013). Sedangkan pada perempuan terdapat hormon esterogen yang berperan dalam mempertahankan kekebalan tubuh sampai menopause dan sebagai proteksi terhadap aterosklerosis. Hormon tersebut mampu meningkatkan kadar kolesterol HDL yang menyebabkan vasodilatasi arteri, penurunan kadar fibrinogen dan dapat menurunkan kadar kolesterol LDL yang dapat menurunkan angka kejadian stroke (Azmi, 2012). Tapi setelah perempuan mencapai menopause angka kejadian stroke lebih banyak diderita oleh perempuan dari pada laki-laki. Hal tersebut terjadi karena hormon esterogen yang menurun sehingga menyebabkan risiko untuk terkena stroke lebih besar (Suwantara, 2004).

56

c. Pendidikan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada pasien stroke serangan pertama dan serangan berulang di RSUD Dr. R. Goeteng Taroenadibrata menunjukan bahwa tingkat pendidikan didominasi oleh tingkat pendidikan dasar (SD dan SMP) sebanyak 65,7% responden pada stroke serangan pertama dan 40,0% responden pada stroke serangan berulang. Stroke merupakan salah satu penyakit yang berkaitan erat dengan perilaku atau gaya hidup. Tingkat pendidikan pada hakekatnya menjadi tolak ukur terhadap perubahan perilaku hidup dalam mencapai kesehatan atau kualitas hidup yang maksimal. Pendidikan merupakan salah satu upaya untuk menambah informasi dan pengetahuan seseorang yang diharapkan dapat merubah pola hidup atau perilaku kesehatan ke arah yang lebih baik lagi (Darussalam, 2011). Hal tersebut terjadi karena tingkat pendidikan seseorang dapat memperngaruhi tingkat pengetahuan. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin tinggi pula tingkat pengetahuan seseorang terhadap informasi yang didapat dan semakin mudah dalam berfikir rasional. Ketika terjadi masalah mereka dipandang lebih mampu untuk beradaptasi dan menerima setiap kejadian yang menimpanya. Mereka mampu menemukan makna hidup dan

melihat kasih sayang Tuhan dibalik kejadian yang menimpanya sehingga hal tersebut dapat mempengaruhi tingkat keyakiannya terhadap Tuhan. Oleh karena itu pendidikan merupakan salah satu kontrol sosial, ekonomi dan spiritual yang secara tidak langsung berperan dalam kejadian stroke. 2. Gambaran Tingkat Spiritual Pasien Stroke Serangan Pertama dan Serangan Berulang Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada pasien stroke serangan pertama di poli syaraf dan rawat inap di RSUD Dr. R. Goeteng Taroenadibrata menunjukan bahwa presentase tingkat spiritual pasien hampir sama pada stroke serangan pertama yaitu 54,3% responden dengan tingkat spiritual tinggi dan 45,7% responden dengan tingkat spiritual rendah. Hal tersebut disebabkan karena ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi tingkat spiritual pasien stroke serangan pertama diantaranya faktor pengalaman hidup dan faktor krisis serta perubahan. Faktor pengalaman hidup baik yang positif ataupun

negatif

tergantung

dari

kemampuan

individu

dalam

mengartikan setiap kejadian yang menimpa dirinya. Sedangkan untuk faktor krisis dan perubahan terjadi pada individu yang mengalami sakit kronis, proses penuaan, kehilangan, dan penderitaan. Hal tersebut terjadi karena perubahan dalam kehidupan dan krisis yang terjadi merupakan pengalaman spiritual yang baru mereka alami sehingga mereka akan berusaha untuk menemukan makna hidup dan jawaban

58

atas kejadian yang menimpanya agar mampu beradaptasi dengan keadaannya yang baru. Individu yang baru pertama kali terkena stroke cenderung akan mengalami perubahan perilaku dan emosi akibat lesi di otak dan disabiliti yang terjadi (Andri & Susanto, 2008). Seseorang yang secara tiba-tiba harus terkena stroke dan mengalami kelempuhan fungsi organorgan tubuh yang sangat penting sehingga mereka kehilangan kontrol terhadap dirinya sendiri. Terlebih orang tersebut sangat mengagungkan kemampuan dan kehebatan dirinya serta jauh dari penghayatan religius dan spiritualitas dampak psikologi yang ditimbulakannya lebih besar lagi. Ada beberapa dampak yang ditimbulkan oleh stroke secara langsung diantaranya, gangguan daya pikir, kosentrasi, penampilan menjadi sangat menurun dan kehilangan banyak hal yang biasanya dapat dilakukan sencara mandiri (Smeltzer & Bare, 2002). Stroke tidak hanya ditandai dengan kelumpuhan sensorik atau motorik akan tetapi stroke juga dapat menyerang harga diri, kesabaran, keteguhan, daya tahan dalam menghadapi stress dan depresi serta penyesuaian diri terhadap keadaan tubuh yang baru. Hampir semua penderita pada stroke serangan pertama, mereka cenderung tidak bisa menerima kenyataan yang dialaminya. Dalam diri mereka akan timbul perasaan marah, kecewa, sedih, menyalahkan diri sendiri, gelisah, bingung, tidak nyaman, rendah diri, merasa tidak berdaya dan kehilangan minat terhadap segala sesuatu yang sering kali menurunkan

semangat hidup sehingga dapat mempengaruhi pikiran, emosi dan perasaanya (Robinson, 2002). Onset atau lama kejadian stroke juga dapat mempengaruhi tingkat spiritual seseorang. Seseorang yang belum lama menderita stroke, dia akan merasa stress, sedih, cemas dan bingung dengan kondisi yang dialaminya akan tetapi pada penderita stroke yang sudah lama, mereka cenderung sudah bisa untuk beradaptasi dengan kondisi yang dialaminya sehingga timbul rasa menerima, ikhlas dan bersabar dengan kondisi stroke yang baru pertama kali dialimnya. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada pasien stroke serangan berulang di poli syaraf dan rawat inap di RSUD Dr. R. Goeteng Taroenadibrata menyatakan bahwa terdapat 100% orang dengan tingkat spiritual tinggi dan tidak terdapat orang dengan tingkat spiritual rendah. Hal tersebut terjadi karena pengalaman stroke yang pernah dialami sebelumnya memberikan pengalaman dan nilai yang sangat penting bagi spiritual pasien. Orang dengan tingkat spiritual tinggi cenderung akan lebih bisa menerima dan memaknai setiap kejadian yang menimpanya, baik kejadian yang positif ataupun yang negatif. Pengalaman spritual yang didapat dari pengalaman stroke sebelumnya dijadikan sebagai strategi koping untuk mengatasi stress dan depresi yang dialaminya (Adientya, G., & Handayani, F., 2012 ). Banyak orang yang menemukan makna dan tujuan hidup dari pengalaman sakit yang telah didapatnya. Hal itu tampak karena sakit

60

seperti halnya orang yang membutuhkan jawaban atas kondisi yang terbatas. Mereka merindukan jawaban atas masalah yang tidak sanggup dihadapi sendiri. Dalam kondisi seperti itu, seseorang dihadapkan pada kenyataan untuk menjaga keseimbangan dengan diri sendiri, sesama makhluk hidup dan dengan Tuhan (Giaqinto, S., et all, 2010). Mereka berusaha keras untuk menemukan jawaban terhadap sesuatu yang tidak terbatas dan menemukan fokus ketika mengahadapi tekanan emosional, sakit fisik dan menghadapi kematian. Dari hal tersebut akan melahirkan inspirasi, perasaan hormat dan kagum terhadap kehidupan, perasaan akan

makna dan tujuan hidup. Oleh

karena itu rasa empati, motivasi, kasih sayang dan perhatian dari orang lain khususnya anggota keluarga sangat di butuhkan. Pengalaman spiritual yang didapat pada periode awal storke menjadi sangat penting agar mereka mampu mengisi setiap kesempatan dengan sesuatu yang lebih bermakna, menjadi lebih sabar, berfikir positif dan lebih bertawakal lagi. Selain itu, pengalaman spiritual juga dapat memabantu penderita dalam menyesuikan diri dengan keadaannya yang baru sehingga mereka mampu menerima kenyataan, menemukan makna hidup atau mengambil hikmah dari pesan Tuhan dibalik stroke yang dialaminya sehingga penderita menjadi lebih tabah dan memiliki kualitas hidup yang tinggi. (Yang & Yen, 2012).

3. Perbedaan Tingkat Spiritual Pasien Stroke Serangan Pertama dan Berulang Hasil penelitian di atas menunjukan bahwa ada perbedaan tingkat spiritual yang bermakna antara stroke serangan pertama dan serangan berulang di poli rawat jalan dan rawat inap RSUD Dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga. Hal tersebut terjadi karena stroke merupakan penyakit neurologi kronis yang menyerang secara tiba-tiba. Apabila seseorang yang sangat membanggakan kemampuannya secara tiba-tiba harus mengalami kehilangan fungsi anggota tubuh atau mengalami kelumpuhan maka dapat menyebabkan krisis kepercayaan terhadap kekuatan, harapan dan arti kehidupan (Potter & Perry, 2005). Pada stroke serangan pertama dengan penderita yang belum lama mengalami stroke, mereka akan mengalami gangguan psikologi dan emosional sehingga terjadi kehilangan kontrol terhadap dirinya sendiri. Timbulnya perasaan marah, stress, depresi, tidak berdaya, sedih, rendah diri, menyalahkan diri sendiri, dan tidak dapat menerima kondisi yang sedang dialaminya, beberapa diantaranya ada yang menarik diri dari lingkungan sosial sehingga dapat menurunkan semangat hidup bagi individu yang baru mengalami kejadian stroke (Misbach dalam Darussalam, 2005). Bagi penderita stroke serangan pertama yang sudah lama sakitnya cenderung bisa menerima, dan mampu untuk beradaptasi dengan kondisi yang baru dialaminya. Hal tersebut terjadi karena lamanya sakit membuat individu mencari cara untuk mengatasi dampak

62

yang ditimbulkan dari stroke sehinggi penderita menemukan hikmah atau tujuan hidup dibalik kejadian yang terjadi. Pada stroke serangan berulang dampak psikologi dan emosional yang ditimbulkannya tidak begitu besar karena pengalaman spiritual yang didapat dari pengalaman stroke sebelumnya memberikan nilai yang sangat berarti bagi individu yang mengalaminya (Hamid, 2006). Apabila terjadi sakit yang sama pola pikir penderita cenderung sudah atau lebih terbentuk dalam memaknai setiap kejadian yang terjadi terhadap keterbatasan fisik yang dialaminya. Mereka sudah terbiasa dengan kondisi yang pernah mereka alami sehingga penderita lebih bisa menerima, beradaptasi dengan keadaanya yang terjadi pada dirinya sehingga mampu untuk meningkatkan kualitas hidup penderita. Oleh karena itu serangan stroke berikutnya dapat meningkatkan spiritual pasien yang ditunjukan dengan sikap lebih menerima, koping lebih adaptif dan mampu untuk beradaptasi dengan keadaan stroke yang sebelumnya sudah pernah dialaminya (Yani, 2010). C. Keterbatasan penelitian Penelitian mengenai perbedaan tingkat spiritual pasien stroke serangan pertama dan serangan berulang di ruang poli syaraf dan rawat inap RSUD Dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga memiliki beberapa keterbatasan dalam penelitian: 1. Variabel pengganggu yang tidak bisa dikendalikan seperti, faktor pengalaman, isu moral terkait terapi dan asuhan keperawatan.

2. Penilaian skor tingkat spiritual hanya dibedakan menjadi 2 kategori yaitu ya atau tidak.

64

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan Dari hasil penelitian yang telah dilakukan tentang “ Perbedaan Tingkat Spiritual Pasien Stroke Serangan Pertama dan Serangan Berulang di RSUD Dr. R Goeteng Taroenadibrata Purbalingga” yang dilaksanakan pada tanggal 10 sampai 31 desember 2013 dapat disimplakan bahwa: 1. Karakteristik responden berdasarkan umur, jenis kelamin dan tingkat pendidikan dapat dijelaskan bahwa responden yang mendominasi pada karakteristik umur berada pada rentang 46-65 tahun sebanyak 65,7% responden untuk stroke serangan pertama dan 73,3% responden untuk stroke serangan berulang. Karakteristik jenis kelamin yang paling banyak berada pada jenis kelamin perempuan sebanyak 57,1% responden untuk stroke serangan pertama dan pada serangan berulang sebanyak 46,7% responden. Sedangkan untuk tingkat pendidikan didominasi oleh penderita yang berpendidikan dasar (SD, SMP) sebanyak 65,7% responden pada stroke serangan pertama dan 40,0% pada stroke serangan berulang. 2. Gambaran tingkat spiritual pasien stroke serangan pertama adalah 54,3% responden dengan spiritual tinggi dan 45,7% responden dengan spiritual rendah

3. Gambaran tingkat spiritual pasien stroke serangan berulang sebanyak 100% responden dengan tingkat spiritual tinggi dan tidak terdapat responden dengan tingkat spiritual rendah 4. Ada perbedaan tingkat spiritual yang bermakna antara stroke serangan pertama dan stroke berulang B. Saran Berdasarkan penelitian dan pembahasan mengenai “Perbedaan Tingkat Spiritual Pasien Stroke Serangan Pertama dan Serangan Berulang di RSUD Dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga”, peneliti ingin menyampaikan saran sebagai berikut: 1. Bagi Instansi Rumah Sakit Penelitian ini dapat menjadi bahan masukan dan perbaikan dalam masalah pelayanan kesehatan khususnya dalam pemenuhan kebutuhan spiritual pada pasien stroke 2. Bagi Institusi Pendidikan Penelitian ini bermanfaat sebagai acuan dalam mengembangkan ilmu keperawatan, khususnya pada masalah spiritual. 3. Bagi Pasien dan atau keluarga Dengan adanya penelitian ini diharapkan pasien akan mendapatkan pelayanan kesehatan secara comprehensip meliputi fisik, psikologi, sosial dan spiritual.

66

4. Bagi Penelitian Selanjutnya Penelitian ini dapat dijadikan sumber informasi bagi peneliti untuk mengembangkan

penelitian

selanjutnya.

Penelitian

lanjutan

dapat

dilakukan dengan menganalisis multi-variabel yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat spiritual pasien stroke (perkembangan, budaya, agama, keluarga, pengalaman hidup, krisis dan perubahan, isu moral terkait terapi dan asuhan keperawatan).

Daftar Pustaka Adientya, G. (2012). Stres Pada Kejadian Stroke. Jurnal Nursing Studies, 1, 183188. Andri, & Susanto, M. (2008). Tatalaksana Depresi Pasca Stroke. 58. Diperoleh pada tanggal 24 Januari 2014 dari: http://www.researchgate.net/publication/236585976_Treatment_of_PostStroke_Depression Review_Article/file/60b7d518137532d18c.pdf. Arikunto, S. (2006). Prosedur penelitian, suatu pendekatan praktek. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Azmi, E. (2012). Gambaran Kadar Kolesterol HDL dan Tekanan Darah Pasien Stroke yang Dirawat Di Bagian Saraf RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau. Jurnal Publikasi. Pekanbaru: Fakultas Kedokteran Universitas Riau. Budiyanto, T. (2005). Hubungan Derajat Berat Stroke Non Hemoragik Pada Saat Masuk Rumah Sakit Dengan Waktu Pencapaian Maksimal Aktifitas Kehidupan Sehari-hari. Jurnal Publikasi. Semarang: Universitas Diponegoro, Semarang. Burn J. (1994). Long-term risk of recurrent stroke after a firs-ever stroke. The Oxofordshire Community Stroke Project. 25. Diperoleh pada 28 Oktober 2013 dari: http://stroke.ahajournals.org/content/25/2/333.full.pdf. Bustan, M. N. (2007). Epidemiologi penyakit tidak menular (2 ed.). Jakarta: PT. Rineka Cipta. Considine, J. & McGillivray, B. (2010). Clinical issue: An evidence-based practice approach to improving nursing care of acute stroke in an australian emergency department. Journal of Clinical Nursing. Darussalam, M. (2011). Analisis Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Depresi dan Hopelessness Pada Pasien Stroke di Blitar. Disertasi. Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Dover, V., Leslie. J., Bacon, J. M. (2001). Spiritual care in nursing practice: A clos-up view. Nursing Forum: Jul-Sep 201: 36, 3: ProQuest Research Library. Pg. 18 Fathoni, A (2006). Metodologi penelitian dan teknik penyusunan skripsi cetakan pertama. Jakarta: Rineka Cipta.

68

Galek, K., Flannelly, K., & Vane, A. (2005). Assesing a patient's spiritual need's: a comprehnsive instrument. Jurnal of Holistik Nursing Practice, 19 (2): 62-69. Giaquinto, S., et all. (2010). Religious and spiritual beliefs in stroke rehabilitation. Clinical and Experimental Hypertension, 32 (6): 329-334. Hamid, A. Y. S. (2000). Buku ajar: Aspek spiritual dalam keperawatan. Jakarta: Widya Medika. Handayani, D. Y., & Dewi, D. E. (2009). Analisis kekuatan hidup penderita dan keluarga pasca serangan stroke (dengan gejala sisa). Jurnal Publikasi. Purwokerto: Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhamadiyah. Hawari, D. (2002). Dimensi religi dalam praktek psikiatri dan psikologi. Jakarta: FKUI. Israr, Y. A. (2008). Stroke. Riau: Fakultas Kedokteran Universitas Negeri Riau. Junaidi, I. (2004). Panduan praktis pencegahan dan pengobatan stroke. Jakarta: PT Bhuana Ilmu Populer. Lusiani, L. (2006). Pengetahuan Perawat tentang Kegawatan Nafas dan Tindakan Resusitasi pada Neonatus yang Mengalami Kegawatan Pernafasan di Ruang NICU, Ruang Perinatologi mdan Ruang Anak RSUD Gunung Jati Cirebon. Skripsi. Bandung: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran . Mardjono, M & Sidharta, P. (2009). Neurologi klinis dasar. Jakarta: Dian Rakyat. Nanda. (2005). Panduan diagonsa keperawtan nanda. Definisi dan klasifikasi 2005-2006. Editor: Budi Santosa. Jakarta: Prima Medika. Notoadmodjo, S. (2010). Metode penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Nursalam.(2008). Konsep dan penerapan keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

metodologi

penelitian

ilmu

Potter, P., & Perry, A. G. (2005). Buku Ajar: Fundamental Keperawatan. Jakarta: EGC. Purnawinadi, I. G. (2012). Intervensi perawatan spiritual dan tingkat stres pasien gagal jantung kongestif di Rumah Sakit Prof. R. D. Kandou Manado. Perawatan Spiritual dan Stres, JKU, Vol. 1, No. 1 Juni 2012. Purwaka, A. H. (2006). Psikologi Perkembangan Islam. Jakarta: PT. Grafindo Persada.

Price, S. A., & Wilson, L. (2006). Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. (6 ed.). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Rachmawati, F., Utomo, W., & Nauli, F. A. (2013). Gambaran Status Fungsional Pasien Stroke Saat Masuk Ruang Rawat Inap RSUD Arifin Achmad. Jurnal Publikasi. Pekanbaru: Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Riau Rahmi, U. (2011). Pengaruh Discharge Planning Terstruktur Terhadap Kualitas Hidup Pasien Stroke Iskemik di RSUD Al-Ihsan dan RS Al-Islam Bandung. Disertasi. Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Ramadhini, A. Z., Angliadi, L. S., & Angliadi, E. (2011). Gamabaran Angka Kejadian Stroke Akibat Hipertensi Di Instalasi Rehabilitasi Medik BLU RSUP Prof. DR. R. D. Kandou Manado Periode Januari-Desember 2011. Jurnal Publikasi. Manado: Bagian Ilmu Kedokteran Rehabilitasi Medik. Fakultas Kedoteran Universitas Sam Ratulangi Manado. Riset Kesehatan Dasar (2007). Laporan Nasional 2007: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Departemen Kesehatan, Rebuplik Indonesia, Desember 2008. Diperoleh pada 05 Desember 2013 dari: http://www.k4health.org/sites/default/files/laporanNasional%20Riskesdas %202007.pdf. Robinson, S. G. (2002). Prayer after stroke. Its relationship to quality of life. Journal Of Holistic Nursing: Official Journal Of The American Holistic Nurses' Association [J Holist Nurs] 2002 Dec; Vol. 20 (4), pp. 352-. Saryono. (2011). Metodologi penelitian keperawatan. Purwokerto: UPT. Percetakan dan Penerbit Unsoed. Sitorus, R. J. (2010). Faktor-faktor Risiko yang Mempengaruhi Kejadian Stroke Pada Usia Muda Kurang dari 40 Tahun. Artikel Publikasi. Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2002). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran: EGC. Sugiono. (2010). Metode penelitian pendidikan (Pendidikan Kuantitatif, Kualitatif dan R & D). Bandung: Alfabeta. Suwantara, J. R. (2004). Depresi pasca stroke: epidemiologi, rehabilitasi dan psikoterapi. Universitas Indonesia.

70

Utami, Y. W. & Supratman. (2009). Hubungan Antara Pengetahuan Dengan Sikap Perawat Dalam Pemenuhan Kebutuhan Spiritual Pasien Di RSUD Sukoharjo. Diperoleh pada 15 Oktober 2013 dari: http://publikasiilmiah.ums.ac.id/bitstream/handle/123456789/2039/BIK_V ol_2_No_2_4_Yuni_Wulan_Utami.pdf?sequence=1. Wahjoepramono, E. J. (2005). Stroke tata laksana fase akut. Jakarta: Universitas Pelita Harpan. Yang, N. c., & Yen, S. h. (2012). An experience applying a spiritual care model to a first-time stroke patient. Yani, F. I. A. (2010). Perbedaan Skor Kualitas Hidup Terkait Kesehatan antara Pasien Stroke Iskemik Serangan Pertama dan Berulang. Skripsi. Surakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret. Yuniadi, Y. (2010). Intervensi pada stroke non-hemoragik. kardiologi Indonesia.

72

Related Documents


More Documents from ""

Ghgfhgffjf.docx
June 2020 2
4 (2).pdf
June 2020 2