353878552-konsep-penyakit-artritis-reumatoid.docx

  • Uploaded by: Aurizal Risandy Irawan
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View 353878552-konsep-penyakit-artritis-reumatoid.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,121
  • Pages: 11
KONSEP PENYAKIT ARTRITIS REUMATOID A. Pengertian Artritis Reumatoid atau Rheumatoid arthritis (RA) adalah penyakit autoimun sistemik (Symmons, 2006). RA merupakan salah satu kelainan multisistem yang etiologinya belum diketahui secara pasti dan dikarateristikkan dengan destruksi sinovitis (Helmick, 2008). Penyakit ini merupakan peradangan sistemik yang paling umum ditandai dengan keterlibatan sendi yang simetris (Dipiro, 2008). Penyakit RA ini merupakan kelainan autoimun yang menyebabkan inflamasi sendi yang berlangsung kronik dan mengenai lebih dari lima sendi (poliartritis) (Pradana, 2012). Artritis rematoid adalah suatu penyakit inflamasi sistemik kronik dengan manifestasi utama poliartritis progresif dan melibatkan seluruh organ tubuh. Terlibatnya sendi pada pasien artritis rematoid terjadi setelah penyakit ini berkembang lebih lanjut sesuai dengan sifat progresifitasnya. Pasien dapat juga menunjukkan gejala berupa kelemahan umum cepat lelah.

B. Penyebab sistem imunitas tubuh, yang secara normal seharusnya melindungi tubuh kita dari serangan virus maupun bakteri, namun karena suatu alasan yang tidak sepenuhnya dapat dimengerti penyebabnya, sistem imun tubuh ini justru menyerang sel-sel sehat yang berada di synovium (suatu membran tipis yang melapisi persendian) sehingga terjadi peradangan sinovium yang menetap, bersifat kronik non spesifik (reaksi autoimun).

Kerusakan sendi yang terjadi pada Rheumatoid arthritis Penyebab terjadinya gangguan ini belum diketahui secara pasti, tetapi berbagai faktor seperti hormonal, infeksi dan kecenderungan genetik dapat mempengaruhi terjadinya reaksi autoimun. Faktor genetik bisa membuat seseorang lebih rentan terhadap berbagai faktor lingkungan yang mungkin memicu timbulnya penyakit (misalnya infeksi virus atau bakteri tertentu). Beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko terjadinya rheumatoid arthritis antara lain:

• Jenis kelamin. rheumatoid arthritis lebih cenderung terjadi pada wanita dibandingkan pria dengan perbandingan 2-3 : 1 • Usia. rheumatoid arthritis bisa terjadi pada berbagai usia, tetapi paling sering terjadi antara usia 40-60 tahun. Namun penyakit ini juga dapat terjadi pada dewasa tua dan anakanak (juvenile rheumatoid arthritis) • Riwayat keluarga. Jika terdapat anggota keluarga yang terkena rheumatoid arthritis, maka risiko terjadinya penyakit lebih tinggi. Seiring berjalannya waktu, proses peradangan kronik pada daerah sendi ini akan menyebabkan erosi tulang, penghancuran tulang rawan sendi dan kerusakan total sendi. Umumnya, sendi akan mengalami perubahan bentuk dan kesegarisannya. Dan pada banyak orang, proses peradangan yang terjadi dapat meluas secara sistemik dan mempengaruhi beberapa organ tubuh yang lain yaitu kulit, jantung dan paru.

Beberapa proses kerusakan pada sendi akibat reaksi autoimun pada RA

C. Tanda dan Gejala Rheumatoid arthritis biasanya menyebabkan masalah di beberapa sendi dalam waktu yang sama. Pada tahap awal biasanya mengenai sendi-sendi kecil seperti, pergelangan tangan, tangan, pergelangan kaki, dan kaki. Dalam perjalanan penyakitnya, selanjutnya akan mengenai sendi bahu, siku, lutut, panggul, rahang dan leher.

Sumber : www.ufhealth.org

Beberapa lokasi sendi yang dapat terserang Rheumatoid arthritis

Tanda dan gejala rheumatoid arthritis dapat berupa: •

Nyeri dan pembengkakan sendi

• Sendi yang membengkak akan terlihat kemerahan, hangat dan nyeri bila disentuh atau di tekan • Kekakuan sendi sering dirasakan pada pagi hari (saat bangun tidur) yang bisa berlangsung selama sekitar 30 menit hingga beberapa jam. •

Benjolan-benjolan keras pada jaringan di bawah kulit di lengan (nodul rheumatoid)



Kelelahan, demam, dan penurunan berat badan

Nyeri dan kekakuan yang dirasakan pada sendi jari-jari tangan Sumber : www.webmd.com

Benjolan-benjolan keras pada jaringan di bawah kulit (nodul rheumatoid) Sumber : www.webmd.com

Pada sebagian besar kasus, gejala-gejala muncul pada sendi yang sama pada kedua sisi tubuh. Keparahan penyakit mungkin bervariasi. Tanda dan gejala yang terjadi juga bisa hilang timbul. Rheumatoid arthritis pada tangan akan menyebabkan penderita kesulitan untuk mengerjakan tugas sehari-hari, seperti membuka knob pintu dan membuka tutup botol. Rheumatoid arthritis pada sendi-sendi kecil di kaki menyebabkan penderita merasa sakit untuk berjalan, terutama pada pagi hari setelah bangun tidur. Peradangan kronis bisa menyebabkan kerusakan pada jaringan, termasuk tulang rawan dan tulang, sehingga bisa terjadi kelainan bentuk dan gangguan fungsi sendi yang terkena. Sendi bisa mengalami kontraktur sehingga tidak dapat diregangkan atau digerakkan sepenuhnya. Jarijari pada kedua tangan cenderung membengkok ke arah kelingking, sehingga tendon pada jarijari tangan bergeser dari tempatnya.

Kelainan bentuk dan gangguan fungsi sendi yang terjadi pada Rheumatoid arthritis Sumber : www.ufhealth.org

Pada kasus yang jarang, rheumatoid arthritis bahkan bisa mengenai sendi yang berperan dalam mengatur pita suara, sehingga bisa terjadi perubahan nada suara. Jika sendi ini mengalami peradangan, maka suara bisa menjadi serak. Karena rheumatoid arthritis merupakan penyakit autoimun yang bersifat sistemik, maka peradangan yang terjadi dapat juga mengenai organ-organ dan bagian tubuh lainnya diluar sendi. Berbagai gangguan yang bisa terjadi pada rheumatoid arthritis antara lain: • Osteoporosis, Umumnya terjadi akibat obat-obat yang digunakan untuk mengatasi keadaan rheumatoid arthritis. • Sindrom terowongan karpal (carpal tunnel syndrome), Jika peradangan pada rheumatoid arthritis mengenai sendi di pergelangan tangan, maka peradangan yang terjadi bisa menekan saraf yang terdapat didalamnya. • Gangguan Jantung, Rheumatoid arthritis bisa meningkatkan risiko terjadionya peradangan dan sumbatan pada pembuluh darah arteri, demikian juga peradangan pada lapisan yang meliputi jantung (perikarditis). • Penyakit Paru, Orang-orang dengan Rheumatoid arthritis lebih berisiko untuk mengalami peradangan dan pembentukan jaringan parut pada paru-paru, yang menyebabkan penderita menjadi sesak nafas. • Sindroma Sjogren, Peradangan yang mengenai kelenjar mata dan mulut bisa menyebabkan kekeringan pada daerah ini. Kekeringan pada mata bisa menyebabkan terjadinya abrasi kornea. • Limfoma, Risiko terjadinya kanker kelenjar getah bening (limfoma) juga lebih tinggi pada orang-orang dengan rheumatoid arthritis, terutama mereka yang terus mengalami peradangan sendi yang aktif. • Peradangan pembuluh darah (vaskulitis), Vaskulitis bisa mengganggu suplai darah ke jaringan dan menyebabkan kematian jaringan (nekrosis). Gangguan ini awalnya seringkali tampak sebagai daerah hitam yang kecil di sekitar kuku atau luka (ulkus) di tungkai. • Anemia

Patofisiologi RA merupakan penyakit autoimun sistemik yang menyerang sendi. Reaksi autoimun terjadi dalam jaringan sinovial. Kerusakan sendi mulai terjadi dari proliferasi makrofag dan fibroblas sinovial. Limfosit menginfiltrasi daerah perivaskular dan terjadi proliferasi sel-sel endotel kemudian terjadi neovaskularisasi. Pembuluh darah pada sendi yang terlibat mengalami oklusi oleh bekuan kecil atau sel-sel inflamasi. Terbentuknya pannus akibat terjadinya pertumbuhan yang iregular pada jaringan sinovial yang mengalami inflamasi. Pannus kemudian menginvasi dan merusak rawan sendi dan tulang Respon imunologi melibatkan peran sitokin, interleukin, proteinase dan faktor pertumbuhan. Respon ini mengakibatkan destruksi sendi dan komplikasi sistemik (Surjana, 2009).

Gambar 4. Patofisiologi artritis reumatoid (Suarjana, 2009)

Sel T dan sel B merupakan respon imunologi spesifik. Sel T merupakan bagian dari sistem immunologi spesifik selular berupa Th1, Th2, Th17, Treg, Tdth, CTL/Tc, NKT. Sitokin dan sel B merupakan respon imunologi spesifik humoral, sel B berupa IgG, IgA, IgM, IgE, IgD (Baratwidjaja, 2012). Peran sel T pada RA diawali oleh interaksi antara reseptor sel T dengan share epitop dari major histocompability complex class II (MHCII-SE) dan peptida pada antigenpresenting cell (APC) pada sinovium atau sistemik. Dan peran sel B dalam imunopatologis RA belum diketahi secara pasti (Suarjana, 2009).

D. Penatalaksanaan 1. Obat obatan Sampai sekarang belum ada obat yang spesifik yang khas untuk osteoartritis, oleh karena patogenesisnya yang belum jelas, obat yang diberikan bertujuan untuk mengurangi rasa sakit, meningkatkan mobilitas dan mengurangi ketidak mampuan. Obat-obat anti inflamasinon steroid bekerja sebagai analgetik dan sekaligus mengurangi sinovitis, meskipun tak dapat memperbaiki atau menghentikan proses patologis osteoartritis. 2. Perlindungan sendi Osteoartritis mungkin timbul atau diperkuat karena mekanisme tubuh yang kurang baik. Perlu dihindari aktivitas yang berlebihan pada sendi yang sakit. Pemakaian tongkat, alat-alat listrik yang dapat memperingan kerja sendi juga perlu diperhatikan. Beban pada lutut berlebihan karena kakai yang tertekuk (pronatio). 3.

Diet Diet untuk menurunkan berat badan pasien osteoartritis yang gemuk harus menjadi program utama pengobatan osteoartritis. Penurunan berat badan seringkali dapat mengurangi timbulnya keluhan dan peradangan. 4.

Dukungan psikososial Dukungan psikososial diperlukan pasien osteoartritis oleh karena sifatnya yang menahun dan ketidakmampuannya yang ditimbulkannya. Disatu pihak pasien ingin menyembunyikan ketidakmampuannya, dipihak lain dia ingin orang lain turut memikirkan penyakitnya. Pasien osteoartritis sering kali keberatan untuk memakai alat-alat pembantu karena faktor-faktor psikologis. 5.

Persoalan Seksual Gangguan seksual dapat dijumpai pada pasien osteoartritis terutama pada tulang belakang, paha dan lutut. Sering kali diskusi karena ini harus dimulai dari dokter karena biasanya pasien enggan mengutarakannya. 6.

Fisioterapi Fisioterapi berperan penting pada penatalaksanaan osteoartritis, yang meliputi pemakaian panas dan dingin dan program latihan ynag tepat. Pemakaian panas yang sedang diberikan sebelum latihan untk mengurangi rasa nyeri dan kekakuan. Pada sendi yang masih aktif sebaiknya diberi dingin dan obat-obat gosok jangan dipakai sebelum pamanasan. Berbagai sumber panas dapat dipakai seperti Hidrokolator, bantalan elektrik, ultrasonic, inframerah, mandi paraffin dan mandi dari pancuran panas. Program latihan bertujuan untuk memperbaiki gerak sendi dan memperkuat otot yang biasanya atropik pada sekitar sendi osteoartritis. Latihan isometric lebih baik dari pada isotonic karena mengurangi tegangan pada sendi. Atropi rawan sendi dan tulang yang timbul pada tungkai yang lumpuh timbul karena berkurangnya beban ke sendi oleh karena kontraksi otot. Oleh karena otot-otot periartikular. memegang peran penting terhadap perlindungan rawan senadi dari beban, maka penguatan otot-otot tersebut adalah penting.

Terapi Artritis Reumatoid RA harus ditangani dengan sempurna. Penderita harus diberi penjelasan bahwa penyakit ini tidak dapat disembuhkan (Sjamsuhidajat, 2010). Terapi RA harus dimulai sedini mungkin agar menurunkan angka perburukan penyakit. Penderita harus dirujuk dalam 3 bulan sejak muncul gejala untuk mengonfirmasi diganosis dan inisiasi terapi DMARD (Disease Modifying Anti-Rheumatic Drugs) (surjana, 2009). Terapi RA bertujuan untuk : a. Untuk mengurangi rasa nyeri yang dialami pasien b. Mempertahakan status fungsionalnya c. Mengurangi inflamasi d. Mengendalikan keterlibatan sistemik e. Proteksi sendi dan struktur ekstraartikular f. Mengendalikan progresivitas penyakit g. Menghindari komplikasi yang berhubungan dengan terapi Terapi Farmakologik Artritis Reumatoid Dalam jurnal “The Global Burden Of Rheumatoid Arthritis In The Year 2000”, Obat-obatan dalam terapi RA terbagi menjadi lima kelompok, yaitu (Symmons, 2006) : 1. NSAID (Non-Steroid Anti-Inflammatory Drugs) untuk mengurangi rasa nyeri dan kekakuan sendi. 2. Second-line agent seperti injeksi emas (gold injection), Methotrexat dan Sulphasalazine. Obatobatan ini merupakan golongan DMARD. Kelompok obat ini akan berfungsi untuk menurukan proses penyakit dan mengurangi respon fase akut. Obat-obat ini memiliki efek samping dan harus di monitor dengan hati-hati. 3. Steroid, obat ini memiliki keuntungan untuk mengurangi gejala simptomatis dan tidak memerlukan montoring, tetapi memiliki konsekuensi jangka panjang yang serius. 4. Obat-obatan immunosupressan. Obat ini dibutuhkan dalam proporsi kecil untuk pasien dengan penyakit sistemik. 5. Agen biologik baru, obat ini digunakan untuk menghambat sitokin inflamasi. Belum ada aturan baku mengenai kelompok obat ini dalam terapi RA. Terapi yang dikelompokan diatas merupakan terapi piramida terbalik, dimana pemberian DMARD dilakukan sedini mungkin. Hal ini didapat dari beberapa penelitian yaitu, kerusakan sendi sudah terjadi sejak awal penyakit, DMARD terbukti memberikan manfaat yang bermakna bila diberi sedini mungkin, manfaat penggunaan DMARD akan bertambah bila diberi secara kombinasi, dan DMARD baru yang sudah tersedia terbukti memberikan efek yang menguntungkan bagi pasien. Sebelumnya, terapi yang digunakan berupa terapi piramida saja dimana terapi awal yang diberikan adalah terapi untuk mengurangi gejala saat diganosis sudah mulai ditegakkan dan perubahan terapi dilakukan bila kedaaan sudah semakin memburuk (Suarjana, 2009). DMARD (Disease Modifying Anti-Rheumatic Drugs), pemilihan jenisnya pada pasien harus mempertimbangkan kepatuhan, berat penyakit, pengalaman dokter, dan penyakit penyerta.

DMARD yang paling sering digunakan adalah MTX (Metrothexate), hidroksiklorokuin atau klorokuin fosfat, sulfasalazin, leflunomide, infliximab dan etarnecept. (Suarjana, 2009). Tabel 1. Jenis DMARD yang digunakan dalam terapi RA (Suarjana, 2009)

Mekanisme Kerja

DMARDs Non biologik (Konvensional) Hidroksiklorok Hambat sekresi uin (Plaquenil), sitokin, enzim Klorokuin lisosomal dan fosfat fungsi makrofag Methrotexate Menginhibisi (MTX)* dihidrofolat reduktase, menghambat kemotaksis, efek anti inflamasi melalui induksi pelepasan adeonosin.

Dosis

Waktu Timbul Respon

Efek Samping

200-400 mg per oral per hari 250 mg per oral per hari 7,5-25mg per oral, IM, SC per minggu

2-6 bulan

Mual, sakit kepala, sakit perut, miopati, toksistas pada retina Mual, diare, kelemahan, ulkus mulut, ruam, alopesia, gang. Fungsi hati, leukopenia, trombositopeni a, pneumonitis, sepsis, peny. hati, limfoma yang berhubungan dengan EBV, nodulosis Mual, diare, sakit kepala, ulkus mulut, ruam, alopesia, mewarnai lensa kontak, oligospermia reversibel, gang.fungsi hati, leukopenia Mual, leukopenia, sepsis, limfoma Mual, diare, ruam, alopesia,

1-2 bulan

Sulfasalazin

Hambat : respon sel B, angiogenesis

2-3 g per oral per hari

1-3 bulan

Azathiopriene (Imuran)

Hambat sintesis DNA

50-150mg per oral per hari

2-3 bulan

Leflunomide (Arava)

Menghambatsi ntesis pirimidin

100 mg per oral perh hari

4-12 minggu

Cyclosporine

Menghambat sintesis IL-2 dan sitokin sel T lain

DPenicillamine (Curprimine)

Hambat : fungsi sel T helper dan angiogenesis Hambat: makrofag, angiogenesis dan protein kinase C

Garam emas thiomalate (Ridaura)

(3 hari) kemudian 1020 mg per oral per hari 2,5-5 mg/kgBB per oral per hari

2-4 bulan

250 -750 mg per oral per hari

3-6 bulan

25-750mg per oral per hari

6-8 minggu

teratogenik, leukopenia, trombositopeni a, hepatitis. Mual, parestesia, tremor sakit kepala, hipertofi gusi,hipertrikos is, gang.ginjal, sepsis Mual, hilang rasa kecap, trombositopeni a reversibel Ulkus mulut, ruam, gejala vasomotor setelah injeksi, leukopenia,

7. Operasi Operasi perlu dipertimbangkan pada pasien osteoartritis dengan kerusakan sendi yang nyata dengan nyari yang menetap dan kelemahan fungsi. Tindakan yang dilakukan adalah osteotomy untuk mengoreksi ketidaklurusan atau ketidaksesuaian, debridement sendi untuk menghilangkan fragmen tulang rawan sendi, pebersihan osteofit.

http://eprints.ung.ac.id/5184/5/2013-1-14201-841409078-bab2-25072013090802.pdf http://digilib.unila.ac.id/2424/9/2.%20Bab%202.pdf Referensi -

A, Roy D. Rheumatoid Arthritis (RA). Merck Manual Home Health Handbook. 2013. Mayo Clinic. Rheumatoid Arthritis. 2013. S, William C. Rheumatoid Arthritis. Medicine Net. 2013. T, Ariel D. Rheumatoid Arthritis. Medline Plus. 2012.

http://www.flexfreeclinic.com/detail-artikel/rheumatoid-artritis-42

Sumber : www.ufhealth.org

More Documents from "Aurizal Risandy Irawan"