1. Jelaskan mengapa UUPA No. 5 Tahun 1960 disebut sebagai Undang-Undang Payung? Lahirnya Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) pada tahun 1960 merupakan peristiwa penting dibidang agraria dan pertahanan di Indonesia. Tujuan UUPA adalah mewujudkan amanat Pasal 33 Ayat (3) UUD 1945 agar tercapai keadilan akses terhadap perolehan dan pemnafaatan bumi, air, dan kekayaan alam di dalamnya . Melalui lahirnya UUPA tersebut kebijakan pertahanan pemerintah Kolonial Belanda mulai dihilangkan satu per satu. UUPA ini disusun pada era pemerintahan Soekarno menggantikan Agrarische Wet 1870 yang dikenal dengan prinsip domein verklaringnya. Pada dasarnya UUPA diharapkan dapat menjadi penyelamat atas hak tanah masyarakat, pengelolaan dan kesewenangan Negara. Di dalam UUPA terdapat 58 pasal yang mewadahi peraturan-peraturan yang dianggap penting dalam bidang agraria maupun pertanahan. Sehingga UUPA sendiri lebih dikenal sebagai peraturan dasar, undang-undang payung dari peraturan-peraturan lain. Mulai dari hak atas tanah, bangunan, air, hutan, dan ruang angkasa, ketentuan dasarnya telah diatur dalam UUPA. Sebagai UU payung, maka UU sektoral seperti UU pertambangan, UU kehutanan, UU perkebunan, hanya membicarakan komoditi, sedang mengenai tanah tetap menggunakan UUPA. Contoh : UU Pertambangan, UU Kehutanan dan UU Perkebunan. 2. Bandingkan sistematika penguasaan hak atas sumber daya agrarian berikut ini : a. Hak Bangsa Indonesia dan Hak Ulayat Hak Bangsa Indonesia
HAK BANGSA INDONESIA HAK NEGARA MENGUASAI
Hak HakPereorangan Pereorangan
Hak ini merupakan hak penguasaan atas tanah yang tertinggi dan meliputi semua tanah yang ada dalam wilayah Indonesia, yang merupakan tanah bersama, dan bersifat abadi. HBI mempunya sifat komunalistik, dan sifat religius. Hubungan antara Bangsa Indonesia dengan tanah bersifat abadi, artinya selama rakyat Indonesia masih bersatu sebagai Bangsa Indonesia dan selama tanah tersebut masih ada pula.
Hak Ulayat Hak Ulayat
Hak Kepala Adat
Hak Perorangan
Hak ulayat diatur dalam pasal 3 UUPA. Yang dimaksud hak ulayat adalah serangkaian wewenang dan kewajiban suatu masyarakat hukum adat yang berhubungan dengan tanah. Dan memenuhi 3 unsur : 1. Masih adanya suatu kelompok orang sebagai warga suatu persekuatan hukum adat tertentu. 2. Masih adanya wilayah yang merupakan ulayat masyarakat hukum adat tersebut. 3. Masih ada penguasa adat yang pada kenyataannya dan diakui oleh para warga masyarakat hukum adat yang bersangkutan.
b. Hak Milik atas Tanah dan Hak Pakai atas Tanah a. Hak Milik atas Tanah
HAK ATAS TANAH
HAK PRIMER DARI NEGARA
-
Hak Milik Hak Guna Bangunan Hak Guna Usaha Hak Pakai Hak Pengelolaan
b. Hak Pakai atas Tanah
HAK ATAS TANAH
HAK SEKUNDER DARI PIHAK LAIN
-
HGB/Hak Pakai (Hak Milik) HGB/Hak Pakai (Hak Pengelolaan)
3. Mengapa Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air diajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi? Apa hal yang paling mendasar menjadi alasan dikabulkannya judicial review atas undang-undang ini? Jelaskan! Mahkamah Konstitusi menghapus keberadaan seluruh pasal dalam UU Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (SDA). Inti pembatalan itu mengenai pengusahaan air dan hak guna air, beberapa pasal dalam UU Nomor 7 Tahun 2004 tersebut dianggap lebih condong ke komersialisasi air dan menghilangkan peran Pemerintah untuk menyediakan air. Undang-undang Sumber Daya air pun tidak menampakkan roh hak pengusahaan air oleh Negara sebagaimana diamanatkan oleh UUD. Padahal air adalah unsur penting dan mendasar bagi kehidupan masyarakat, dan dipergunakan oleh banyak orang. Selain itu, mendapatkan air adalah bagian dari hak asasi manusia sehingga Negara wajib menghormati, melindungi dan menjadi penyedia layanan publik. Mahkamah Konstitusi juga menilai UU Sumber Daya Air tidak memenuhi prinsip dasar pengelolaan sumber daya air, khususnya yang berkaitan dengan pembatasan pengelolaan air. Oleh karena itu UndangUndang Sumber Daya Air dinyatakan bertentangan dengan 33 Ayat 3 UUD 1945 “bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”. Setelah dibatalkannya Undang-Undang Sumber Daya Air, untuk mencegah terjadinya kekosongan pengaturan, Mahkamah Konstitusi memerintahkan agar UU Nomor 11 Tahun 1974 dihidupkan kembali.
4. Penganut paham pluralitas hukum agraria memandang bahwa ide unifikasi yang diamanatkan oleh hukum agraria nasional (UUPA No. 5 Tahun 1960) telah menimbulkan banyak persoalan agraria dan pertanahan di Indonesia. a. Apa sebenarnya argumentasi mereka beranggapan demikian? b. Bagaimana sebenarnya kondisi sebelum UUPA No. 5 Tahun 1960 terbentuk, sehingga ide unifikasi menjadi fokus utama undang-undang tersebut? c. Gambarkan bagaimana kritik terhadap UUPA No. 5 Tahun 1960 dalam satu contoh kasus agraria atau pertanahan yang ada di Indonesia! Tumpang tindih persoalan tanah di Indonesia menimbulkan gagasan untuk melakukan unifikasi peraturan dibidang Hukum Agraria, hal ini muncul karena banyaknya peraturan setingkat Undang-Undang yang saling bertentangan, seperti peraturan di bidang pertanian, perkebunan, pertambangan, dan persoalan tata ruang. Argumentasi lainnya adalah hukum agraria yang berlaku ini tersusun berdasarkan tujuan dari pemerintah jajahan, sehingga bertentangan dengan kepentingan rakyat dan Negara dalam melaksanakan pembangunan, juga hukum tersebut tidak menjamin adanya kepastian hukum karena bersifat dualisme, sedangkan yang dibutuhkan adalah yang sederhana dan dapat menjamin kepastian hukum. Sebelum berlakunya UUPA No. 5 Tahun 1960, hukum agraria bersifat dualistik, yakni bersumber pada Hukum Adat dan Hukum Agraria Barat. Hal ini memberikan jaminan hukum kepada pengusaha swasta dengan hak erpacht dan Agrarische Besluit yang melahirkan asas Domein Verklaring dimana semua tanah yang tidak dapat dibuktikan sebagai hak miliknya maka menjadi milik Negara. Hukum agraria barat tersebut hanya mengatur sebatas perbuatan-perbuatan hukum yang dimungkinkan terhadap tanah-tanah yang berasal dari hukum agraria barat. Pada masa ini pula penguasaan hak atas tanah lebih diposisikan sebagai alat untuk menarik pajak bumi demi kepentingan pemerintah Belanda. Pada tahun 1830 Belanda mempopulerkan konsep culturstelsel, yang memiliki tujuan untuk menolong Belanda yang sedang mengalami kondisi perekonomian yang memprihatinkan, konsep tersebut sangat menekan rakyat Indonesia. Undang-Undang Pokok Agraria nomor 5 Tahun 1960 dinilai belum mampu mengatasi berbagai persoalan yang menyangkut sengketa/konflik pertanahan di Indonesia. Sebagai contoh, permasalahan tumpang tindih kepemilikian lahan menjadi permasalahan jamak yang ditemuka di daerah, dalam sebuah bidang tanah terdapat lima (5) pihak yang mengaku sebagai pemilik sah, bahkan masing-masing pihak memiliki sertifikat atas tanah tersebut, kondisi ini menunjukkan bahwa ada pemalsuan dokumen ataupun sertifikat ganda.
5. Buatlah skema uraian sejarah perbuatan hukum dan data fisik tanah dari sertifikat tanah yang anda pilih!
6. Hak milik No.376 Desa Pagersari
Nama pemilik : Heru Suharyanto
Nama pemilik : Rekso Sudarno
Pemisahan Hak dari HM. No.25.seb
Jual beli Berdasarkan akta Jual beli Tanggal 15-09-1997 No. 713/JB/K/IX/1997 oleh PPAT. Oerip Hartati, SH Notaris di Ungaran
PT. Bank Perkreditan Rakyat BKK Ungaran Kabupaten Semarang yang berkantor di Ungaran.
Hak tanggungan No : 193/2005 Peringkat I (pertama) Berdasarkan akta pemberian Hak Tanggungan Tanggal 08/02/2005 No. 25/2005 oleh APHT PPAT Idda Indriaty Saptono, SH Jumlah : Rp 75.000.000
Di roya oleh : PT. Bank Perkreditan Rakyat BKK Ungaran Kabupaten Semarang yang berkantor di Ungaran.
Di roya berdasarkan surat roya No : 244|BPR BKK UNG|X|2005 Tanggal 20-10-2005 Dari PT. BPR BKK Ungaran Hak tanggungan No. 193|2005 dihapus
Di roya oleh : Perusahaan Daerah Bank Perkreditan Rakyat Badan Kredit Kecamatan Ungaran yang berkedudukan di Ungaran.
Hak tanggungan No : 1832/2007 Peringkat I (pertama) Berdasarkan akta pemberian Hak Tanggungan Tanggal 16/11/2007 No.151 /2007 oleh PPAT Idda Indriaty Saptono, SH Jumlah : Rp 100.000.000
Hak tanggungan hapus No. 1832/2007 Tanggal 29-072008 Hapus berdasarkan surat dari : PT. Bank Perkreditan Rakyat BKK Ungaran
Nama Pemilik : Sumarni
Jual beli Berdasarkan Akta Jual beli Tanggal 15-092008 No. 56/2008 oleh PPAT Sri Rusminingsih, SH
Lampiran Sertif Tanah