LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM MANAJEMEN KUALITAS AIR DI BALAI BENIH IKAN SANGEH KABUPATEN BADUNG PROVINSI BALI
OLEH: DANIEL TRI LAKONA SINAMO 1314521006
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS KELAUTAN DAN PERIKANAN UNIVERSITAS UDAYANA BALI 2015 i
DAFTAR ISI Daftar Isi.....................................................................................................................ii Daftar Tabel ...............................................................................................................iv Bab I Pendahuluan .....................................................................................................1 1.1 Latar Belakang ..............................................................................................1 1.2 Tujuan ...........................................................................................................2 1.3 Manfaat .........................................................................................................2 Bab II Tinjauan Pustaka .............................................................................................3 2.1 Manajemen Kualitas Air ...............................................................................3 2.2 Parameter Fisika ............................................................................................3 2.2.1 Suhu .......................................................................................................3 2.2.2 Kecerahan……………………………………………………………...5 2.3 Parameter Kimia ...........................................................................................5 2.3.1 DO .........................................................................................................5 2.3.2 Derajat Keasaman (pH) .........................................................................7 2.4 Parameter Biologi .........................................................................................7 2.4.1 Plankton .................................................................................................7 Bab III Metodologi Praktikum ...................................................................................9 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan ...................................................................9 3.2 Alat dan Bahan ..............................................................................................9 3.3 Prosedur Praktikum .......................................................................................11 3.3.1 Pengukuran Suhu .......................................................................................11 3.3.2 Pengukuran DO ..........................................................................................11 3.3.3 Pengukuran pH ...........................................................................................12 3.3.4 Pengukuran Kecerahan ..............................................................................12 Bab IV Hasil dan Pembahasan ...................................................................................13
ii
4.1 Hasil ..............................................................................................................13 4.4.1 Data Pengamatan Kualitas Air Akuarium ( Benih ) ..................................13 4.4.2 Data Pengamatan Kualitas Air Kolam Induk.............................................14 4.2 Pembahasan ...................................................................................................15 Bab V Penutup ...........................................................................................................17 5.1 Kesimpulan ...................................................................................................17 5.2 Saran .............................................................................................................17 Daftar Pustaka ............................................................................................................18
iii
DAFTAR TABEL Tabel 1 Alat dan bahan Praktikum ........................................................................ 9 Tabel 2 DO Akuarium Pemeliharaan Larva ......................................................... 13 Tabel 3 Suhu Akuarium Pemeliharaan Larva ....................................................... 13 Tabel 4 pH Akuarium Pemeliharaan Larva .......................................................... 13 Tabel 5 DO Kolam Induk Ikan Gurame ................................................................ 14 Tabel 6 Suhu Kolam Induk Ikan Gurame ............................................................. 14 Tabel 7 pH Kolam Induk Ikan Gurame................................................................. 14 Tabel 8 Kecerahan Kolam Induk Ikan Gurame .................................................... 14
iv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Akuakultur merupakan suatu kegiatan produksi biota akuatik (animal dan aquatic plant) untuk tujuan komersial yang melibatkan aktivitas pembenihan, pendederan, pembesaran, pemanenan, handling dan transportasi, serta pemasaran. Dalam prosesnya, akuakultur memiliki beberapa komponen penting sebagai suatu kegiatan enginering yang terdiri dari organisme budidaya, air, wadah dan pakan, serta hubungan antar komponen, prinsip-prinsip yang mendasari peningkatan produktivitas perairan dan pengelolaan komponen akuakultur yang berorientasi kepada keuntungan dan keberlanjutan, mulai skala unit terkecil hingga kawasan akuakultur. Sebagai kegiatan pemeliharaan organisme dalam kolam, kegiatan budidaya sangat ditentukan oleh manajemen komponen budidaya sebagai faktor penentu tinggi rendahnya produktivitas lingkungan. Salah satu komponen manajemen lingkungan perairan akuakultur adalah kualitas air. Parameter dalam kualitas air sangat memegang peranan penting dalam penyesuaian kondisi dari organisme yang dibudidayakan, fluktuasi dan perubahan secara berangsur-angsur akan menimbulkan dampak negatif pada pertumbuhan organisme. Hal ini sesuai dengan pernyataan Minggawati dan Saptono (2012) bahwa kualitas suatu perairan memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap survival dan pertumbuhan makhluk hidup di perairan itu sendiri. Lingkungan yang baik (hiegienis) bagi hewan diperlukan untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidupnya. Telah dipahami pula bahwa berbagai paramater yang masuk dalam studi manajemen kualitas air seperti parameter kimia, fisika dan biologi akan berubah dan saling berinteraksi satu sama lain, peningkatan oksigen terlaut dalam parameter kimia akan memberikan penurunan yang signifikan terhadap ketersediaan karbondioksida di
1
perairan seiring pertambahan oksigen terlarut. Tidak hanya itu, interaksi intra parameter fisika dan biologi seperti peningkatan intensitas cahaya disiang hari akan mempengaruhi jumlah padatan fitoplankton sebagai produsen di perairan, hal ini tentu akan berkesinambungan dengan peningkatan intensitas laju fotosintesis yang diakhir prosesnya menyediakan oksigen untuk proses respirasi. Interaksi dan perubahan antara parameter tersebut semestinya diketahui dengan manajemen yang benar guna menjaga kelansungan hidup organisme yang dibudidayakan dalam wadah yang terkontrol. Oleh sebab itu, perlu dilakukan praktikum Manajemen Kualitas Air yang untuk mengetahui perubahan beberapa parameter perairan.
1.1 Tujuan Tujuan dari praktikum Manajemen Kualitas Air ini adalah untuk mengetahui cara pengukuran beberapa parameter fisika dan kimia perairan tawar.
1.2 Manfaat Manfaat dari praktikum Manajemen Kualitas Air adalah mahasiswa dapat membandingkan berbagai parameter perairan utamanya kimia dan fisika untuk keperluan analisis dalam manajemen kualitas air.
2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Manajemen Kualitas Air Didalam manajemen kualitas air adalah merupakan suatu upaya memanipulasi kondisi lingkungan sehingga mereka berada dalam kisaran yang sesuai untuk kehidupan dan pertumbuhan ikan. Di dalam usaha perikanan, diperlukan untuk mencegah aktivitas manusia yang mempunyai pengaruh merugikan terhadap kualitas air dan produksi ikan (Widjanarko, 2005). Kualitas air yaitu sifat air dan kandungan makhluk hidup, zat energi atau komponen lain di dalam air. Kualitas air dinyatakan dengan beberapa parameter yaitu parameter fisika (suhu, kekeruhan, padatan terlarut dan sebagainya), parameter kimia (pH, oksigen terlarut, BOD, kadar logam dan sebagainya), dan parameter biologi (keberadaan plankton, bakteri, dan sebagainya) (Effendi, 2003). Lima syarat utama kualitas air bagi kehidupan ikan adalah (O-fish, 2009): 1. Rendah kadar amonia dan nitrit 2. Bersih secara kimiawi 3. Memiliki pH, kesadahan, dan temperatur yang sesuai 4. Rendah kadar cemaran organik, dan 5. Stabil
2.2 Parameter Fisika 2.2.1 Suhu Suhu optimum habitat hidup ikan berkisar 24-28oC dengan kandungan oksigen terlarut di perairan 3-5 ppm dan pH 7-8. Kepekaannya yang rendah
3
terhadap senyawa-senyawa beracun dalam air merupakan nilai lebih dari ikan karena kebanyakan ikan air tawar akan mati pada kadar CO2 terlarut sebesar 15 ppm (Saparianto, 2009). Warm water fish (ikan yang hidup di daerah tropis atau daerah yang beriklim panas) paling baik berkembang pada suhu antara 25 °C dan 32 °C. Suhu air semacam ini terdapat pada daerah-daerah tropis dengan ketinggian dari permukaan laut yang rendah. Akan tetapi pada temperate region (daerah bermusim empat), suhu air sangat rendah pada musim dingin bagi pertumbuhan yang cepat dari ikan dan organisme makanan ikan (ikan yang dimaksud adalah warm water fish). Untuk alasan inilah, maka prosedur-prosedur pengelolaan seperti pemberian makanan dan pemberian pupuk dihentikan sama sekali atau dikurangi pada musim dingin. Suhu mempunyai pengaruh besar terhadap prosesproses kimia dan biologi. Secara umum kecepatan reaksi kimia dan biologi menjadi dua kali lipat untuk tiap kenaikan suhu sebesar 10 °C. Hal ini berarti bahwa hewan-hewan air akan menggunakan oksigen terlarut dua kali lebih banyak pada temperatur 30 °C dibanding pada temperatur 20 °C. Oleh karena itu, oksigen terlarut yang dibutuhkan ikan akan lebih kritis pada air hangat/panas dibanding pada air dingin. Perubahan-perubahan kimiawi terhadap kolam juga dipengaruhi oleh suhu. Pada air hangat, pupuk dilarutkan lebih cepat, herbisida bertindak lebih cepat, rotenon daya racunnya menurun lebih cepat, dan kecepatan konsumsi oksigen untuk proses penguraian bahan organik menjadi lebih besar (Idris, 2013). Suhu air juga akan mempengaruhi kekentalan (viskositas) air . perubahan suhu air yang drastis dapat mematikan biota air karena terjadi perubahan daya angkut darah. Suhu berkaitan erat dengan konsentrasi oksigen terlarut dalam air dan konsumsi oksigen. Pergantian atau pencampuran air merupakan cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi pengaruh suhu tinggi. Pergantian air yang diupayakan untuk pengenceran metabolit sekaligus dapat mempengaruhi pengaruh suhu tinggi (Kordi, 2010).
4
2.2.2 Kecerahan Kecerahan merupakan ciri penentu untuk pencerahan,penglihatan yang mana suatu sumber dilihat memancarkan sejumlah kandungan cahaya.dalam kata lain kecerahan adalah pencerahan yang terhasil dari pada kekilauan sasaran penglihatan,kecerahan merupakan suatu ukuran dimana cahaya didalam air yang disebabkan oleh adanya partikel-partikel kaloid dan suspensi dari suatu bahan pencemaran,antara lain bahan organic dari buangan-buangan industry,rumah tangga,pertanian yang terkandung di perairan ( Chakroff dalam Syukur, 2002).
2.3 Parameter Kimia 2.3.1 DO ( Oksigen Terlarut ) Oksigen terlarut (Dissolved Oxygent = DO) mungkin merupakan variabel yang paling kritis dalam budidaya ikan, oleh karena itu budidayawan ikan seharusnya akrab dengan dinamika konsentrasi oksigen terlarut dalam kolam. Atmosfir adalah tempat penyediaan oksigen yang paling besar. Kelarutan oksigen (Solubility of Oxygent) dalam air pada suhu berbeda dan pada standar tekanan atmosfir di atas permukaan laut. Meskipun oksigen terlarut akan berdifusi ke dalam air namun kecepatan berdifusinya sangat rendah. Oleh karena itu, fotosintesa yang dilakukan oleh fitoplankton adalah sumber utama oksigen terlarut dalam suatu sistem budidaya ikan. Budidayawan ikan sangat berkepentingan dengan kecepatan hilangnya oksigen terlarut dari air. Penyebab utama habisnya oksigen terlarut dalam suatu kolam adalah respirasi oleh plankton, respirasi oleh ikan-ikan, respirasi oleh organisme bentik serta difusi oksigen ke udara (Idris, 2013). Oksigen yang diperlukan biota air untuk pernapasannya harus dalam kondisi terlarut dalam air. Oksigen merupakan salah satu faktor pembatas
5
sehingga bila ketersediaannya di dalam air tidak mencukupi kebutuhan biota budidaya maka segala aktivitas biota akan terlambat (Kordi, 2010). Oksigen terlarut dapat membentuk presipitasi (endapan) dengan besi dan mangan. Kedua unsur tersebut menimbulkan rasa yang tidak enak pada air. Untuk keperluan air perairan biasanya memiliki nilai jenuh kecuali untuk kadar oksigen yang tinggi akibat peningkatan korosivitas. Profil sebaran vertikal oksigen terlarut pada kolam air dapat mengambarkan tingkat kesuburan perairan. Kadar oksigen terlarut yang tinggi tidak menimbulkan pengaruh fisiologi. Ikan dan organisme akuatik membutuhkan oksigen terlarut dengan jumlah cukup. Kebutuhan oksigen sangat dipengaruhi oleh suhu, dan bervariasi antara organisme. Keberadaan logam berat yang berlebihan di perairan mempengaruhi sistem respirasi organisme akuatik sehingga pada saat kadar oksigen terlarut rendah dan terdapat logam berat dengan konsentrasi tinggi (Effendi, 2003). Sumber oksigen dalam perairan dapat diperoleh dari hasil proses fotosintesis phytoplankton atau tumbuhan hijau dan proses difusi dari udara, serta hasil proses kimiawi dari reaksi-reaksi oksidasi. Keberadaan oksigen di perairan biasanya diukur dalam jumlah oksigen terlarut (dissolved oxygen) yaitu jumlah miligram gas oksigen yang terlarut dalam satu liter air. Pada ekosistem perairan, keberadaan oksigen sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain distribusi temperatur, keberadaan produser autotrop yang mampu melakukan fotosintesis, serta proses difusi oksigen dari udara. Di perairan umumnya oksigen memiliki distribusi yang tidak merata secara vertikal . Distribusi ini berkaitan dengan kelarutan oksigen yang dipengaruhi oleh temperatur perairan. Kelarutan oksigen bertambah seiring dengan penurunan temperatur perairan (Huda, 2009).
6
2.3.2 pH ( Derajat Keasaman ) pH adalah suatu ukuran besarnya konsentrasi ion hidrogen dan menunjukkan apakah air itu bersifat asam atau basa dalam reaksinya. Skala pH berkisar dari 0 sampai 14, dengan pH 7 sebagai titik netral. Jadi air yang pH-nya 7 tidak bersifat asam atau basa, sementara air yang pH-nya di bawah 7 adalah asam dan air yang pH-nya di atas 7 adalah basa. Makin besar jarak pH tersebut dari pH 7, maka makin asam atau makin basa air tersebut. pH air netral paling dipengaruhi oleh konsentrasi karbondioksida, sebagai substansi asam (Idris, 2013). Derajat keasaman atau pH air menunjukkan aktivitas ion hidrogen dalam larutan tersebut dan dinyatakan sebagai konsentrasi ion hodrogen (dalam mol per liter) pada suhu tertentu. Nilai pH pada banyak perairan alam berkisar antara 4-9, walaupun demikian, pada perairan di daerah rawa-rawa, pH dapat mencapai nilai sangat rendah karena kandungan asam sulfat pada tanah dasar perairan tersebut tinggi (Kordi, 2010). Pada umumnya, bakteri tumbuh dengan baik pada pH netral dan alkalis, sedangkan jamur lebih mneyukai pH rendah (kondisi asam). Oleh karena itu proses dekomposisi bahan organik berlangsung lebih cepat pada kondisi pH netral dan alkalis (Effendi, 2009).
2.4 Parameter Biologi 2.4.1 Plankton Plankton adalah organisme yang berkuran kecil yang hidupnya terombangambing oleh arus. Mereka terdiri dari makhluk yang hidupnya sebagai hewan (zooplankton) dan sebagai tumbuhan (fitoplankton). Zooplankton ialah hewanhewan laut yang planktonik sedangkan fitoplankton terdiri dari tumbuhan laut
7
yang bebas melayang dan hanyut dalam laut serta mampu berfotosintesis (Dianthani, 2003).Karena organisme planktonik biasanya ditangkap dengan menggunakan jaring-jaring yang mempunyai ukuran mata jarring yang berbeda, maka penggolongoan plankton dapat pula dilakukan berdasarkan ukuran plankton. Penggolongan ini tidak membedakan fitoplankton dari zooplankton, dan dengan cara ini dikenal lima golongan plankton, yaitu : megaplankton ialah organisme plaktonik yang besarnya lebih dari 2.0 mm; yang berukuran antara 0.2 mm-2.0 mm termasuk golongan makroplankton; sedangkan mikroplankton berukuran antara 20 µm-0.2 mm. Ketiga golongan inilah yang biasanya tertangkap oleh jaring-jaring plankton baku. Dua golongan yang lainnya: nanoplankton adalah organisme planktonik yang sangat kecil, yang berukuran 2 µm-0.2 mm; organisme planktonik yang berukuran kurang dari 2 µm termasuk golongan ultraplankton. Nanoplankton dan ultraplankton tidak dapat ditangkap oleh jaring-jaring plankton baku.Untuk dapat menjaringnya diperlukan mata jaring yang sangat kecil (Nybakken, 1982).
8
BAB III METODE PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Tempat Praktikum Manajemen Kualitas Air dilaksanakan pada hari Selasa Tanggal 15 Desember 2015 bertempat di Balai Benih Ikan, Sangeh, Kabupaten Badung, Provinsi Bali.
3.2 Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan pada praktikum Manajemen Kualitas Air di Balai Benih Ikan, Sangeh, Kabupaten Badung, Provinsi Bali adalah sebagai berikut :
Tabel.1 Alat dan Bahan NO Nama Alat 1
DO Meter
Kegunaan
Gambar
Untuk mengukur kandungan oksigen terlarut
9
2
Aquades
Untuk membilas alat pengukur
3
pH Meter
Untuk mengukur pH, suhu
4
Tisu
Untuk membersihkan alat pengukur
5
Secchi Disk
Mengukur tingkat kecerahan air pada kolam
10
6
Botol
Wadah sampel air
Sampel
7
Meteran
Untuk mengukur tingkat kecerahan air yang telah diukur menggunakan Secchi Disk
3.3 Prosedur Kerja 3.3.1 Pengukuran Suhu Pada praktikum Manajemen Kualitas Air yang dilaksanakan di Balai Benih Ikan Sangeh, pengukuran suhu dilakukan dengan bantuan alat pH meter yang memiliki sensor untuk mengukur suhu. Untuk mengukur suhu pada kolam, ujung pH meter yang terdapat sensor dimasukkan kedalam kolam, untuk mendapatkan nilai suhu yang akurat ada baiknya ditunggu beberapa saat. Pengukuran suhu di Balai Benih Ikan Sangeh dilakukan pada pagi, siang, dan sore hari. Pada setiap pengukuran dilakukan tiga kali pengulangan. 3.3.2 Pengukuran DO ( Oksigen Terlarut ) Pengukuran oksigen terlarut dilakukan menggunakan DO meter. DO meter di masukkan kedalam kolam atau botol sampel yang sudah terisi sampel air untuk mendapatkan nilai DO. Pengukuran oksigen terlarut
11
dilakukan pada pagi, siang, dan sore hari. Pada setiap pengukuran oksigen terlarut dilakukan tiga kali pengulangan.
3.3.3 Pengukuran pH Pengukuran derajat keasaman dilakukan menggunakan bantuan alat pH meter. Untuk mengukur derajat keasaman kolam, ujung pH meter yang terdapat sensor dimasukkan kedalam kolam maupun botol sampel yang berisi sampel air. Pengukuran derajat keasaman dilakukan pada pagi, siang, dan sore hari. Pada setiap pengukuran dilakukan tiga kali pengulangan.
3.3.4 Pengukuran Kecerahan Pengukuran kecerahan kolam dilakukan menggunakan Secchi Disk. Untuk mengukur kercerahan secchi disk dimasukkan kedalam kolam sampai permukaan secchi disk tidak terlihat lagi, kemudian diukur.
12
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil 4.1.1 Data Pengamatan Kualitas Air Akuarium ( Benih ) a. DO Waktu
Jam (WITA)
Ulangan 1
Ulangan 2
Ulangan 3
Rata-Rata
Pagi
10.00
5,9
5,1
4,8
5,2
Siang
11.40
5,6
5,4
5,2
5,4
Malam
12.51
5,9
5,6
5,8
5,7
Rata-Rata
Tabel 2. Do pada akuarium pemeliharaan larva b. Suhu Waktu
Jam (WITA)
Ulangan 1
Ulangan 2
Ulangan 3
(°C)
(°C)
(°C)
Pagi
10.00
26
26
25,9
25,9
Siang
11.40
27,2
27
27
28,4
Malam
12.51
28,6
28,4
28,3
29,3
Tabel 3. Suhu pada akuarium pemeliharaan larva c. pH Waktu
Jam (WITA)
Ulangan 1
Ulangan 2
Ulangan 3
Rata-Rata
Pagi
10.00
7,96
7,91
7,91
7,3
Siang
11.40
8,03
8,03
8,03
7,5
Malam
12.51
8,05
8,05
8,05
7,6
Tabel 4. pH pada akuarium pemeliharaan larva
13
4.1.2 Data Pengamatan Air Tambak ( Induk Gurami ) a. DO Waktu
Jam (WITA)
Ulangan 1
Ulangan 2
Ulangan 3
Rata-Rata
Pagi
10.12
6,0
5,7
5,8
5,8
Siang
11.45
6,1
6,0
6,0
6,03
Malam
13.35
6,7
6,9
6,8
6,8
Rata-Rata
Tabel 5. DO pada kolam induk ikan gurami b. Suhu Waktu
Jam (WITA)
Ulangan 1
Ulangan 2
Ulangan 3
( °C )
( °C )
( °C )
Pagi
10.12
27,3
27,1
27
27,1
Siang
11.45
28,8
28,4
27,9
28,4
Malam
13.35
29,6
29,2
29,1
29,3
Tabel 6. Suhu pada kolam induk ikan gurami c. pH Waktu
Jam (WITA)
Ulangan 1
Ulangan 2
Ulangan 3
Rata-Rata
Pagi
10.12
7,40
7,37
7,31
7,3
Siang
11.45
7,58
7,44
7,41
7,5
Malam
13.35
7,6
7,5
7,6
7,6
Tabel 7. pH pada kolam induk ikan gurami d. Kecerahan Waktu
Jam (WITA)
Ulangan 1
Ulangan 2
Rata-Rata
Pagi
10.12
21
16
5,8
Siang
11.45
32
25
6,03
Malam
13.35
37,5
22
6,8
Tabel 8. Kecerahan pada kolam induk ikan gurami
14
4.2 Pembahasan Berdasarkan data pengamatan yang diperoleh, parameter fisika dan kimia perairan kolam induk ikan gurami dan akuarium tempat pemeliharan larva mengalami perubahan dari pengamatan pagi, siang, dan sore hari. Dari parameter suhu, suhu air baik di dalam kolam induk ikan gurami maupun di akuarium tempat pemeliharaan larva mengalami peningkatan setiap melakukan pengukuran. Peningkatan suhu tidak terlalu derastis naik kemukinan karena kondisi yang hujan deras pada saat pengamatan, kenaikan suhu berkisar antara 1-2 °C. Pada kolam pemeliharaan induk ikan gurami suhu tertinggi mencapai 29,6 °C, sedangkan pada akuarium tempat pemeliharaan larva suhu tertinggi mencapai 28,6 ° C. Ada perbedaan 1°C pada suhu tertinggi antara kolam induk ikan gurami dengan akuarium pemeliharaan benih, perbedaan ini kemungkinan terjadi akibat lokasi yang berbeda dimana kolam induk ikan gurami berada di luar ruangan sedangkan akuarium pemeliharaan larva berada di dalam ruangan. Untuk parameter DO, pada kolam induk ikan gurami kadar oksigen terlarut selalu meningkat di setiap pengukuran dilakukan, sementara kadar oksigen di akuarium pemeliharaan larva cenderung stabil. Tidak ada penurunan kadar oksigen secara derastis pada saat pengamatan dimana kondisi pada saaat pengamatan hujan deras. Meningkatnya jumlah DO disiang hari dan menurun dipagi hari adalah fluktuasi parameter kimia yang mempengaruhi nilai pH. Berdasarkan hasil pengamatan menunjukkan
bahwa
peningkatan
DO
menyebabkan
berkurangnya
kadar
karbondioksida dan meningkatkan nilai pH atau dengan kata lain menurunkan keasaman air. Dapat di lihat pada table nilai ph pada kolam induk ikan gurami dan akuarium pemeliharaan benih selalu meningkat di setiap pengukuran dilakukan. Peningkatan ini diakibatkan oleh menurunya kadar CO2 di perairan akibat peningkatan laju fotosintesis disiang hari. Sehingga pelepasan ion Hidrogen (H) rendah di perairan dan menyebabkan keasaman menurun (pH naik), hal ini sejalan
15
dengan pernyataan Idris (2013) bahwa nilai pH dipengaruhi oleh jumlah unsur Hidrogen dalam perairan, nilai-nilai pH bisa meningkat selama periode-periode fotosintesis yang berlangsung cepat. Selain itu pula, Fluktuasi pH tidaklah terlalu berbeda sehingga dapat dikatakan bahwa pada air yang mempunyai total alkalinitas yang lebih tinggi, dimana nilai-nilai pH biasanya berkisar dari 7,5 sampai 8 di saat fajar atau 9 maupun 10 di sore hari. Naiknya nilai pH menyebabkan kondisi basa di perairan, dan hal ini akan memberikan dampak yang kurang baik jika terus menerus meningkat.
16
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan tersebut, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut : 1. Suhu pada kolam induk ikan gurami dan akurium pemeliharaan larva tidak terpengaruhi oleh cuaca, suhu tetap naik di setiap pengukuran parameter mestipun kondisi cuaca hujan. 2. pH secara berangsur-angsur berubah dengan DO yang berfluktuatif. Peningkatan nilai pH disiang hari disebabkan oleh penurunan jumlah karbondioksida (CO2) diperairan dan meningkatnya DO.
5.2 Saran Adapun saran yang dapat diajukan pada praktikum ini adalah lebih memahami metode-metode untuk melakukan pengukuran parameter fisika maupun kimia, supaya tidak terjadi kendala waktu karena pengoperasian alat yang kurang efisien, dan juga untuk persiapan praktikum agar lebih di optimalkan lagi kedepannya.
17
DAFTAR PUSTAKA
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air, Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan. Kanisius. Yogyakarta. Huda. 2009. Hubungan Antara Total Suspended Solid dengan turbidity dan dissolved oxygen. http://thorik.staff.uii.ac.id. Dikases pada tanggal 20 Maret 2013. Idris, M. 2013. Diktat Kuliah Manajemen Kualitas Air. Jurusan Perikana, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Haluoleo. Kendari. Koordi, M. G. H. 2010. Panduan Lengkap memelihara Ikan Air Tawar di Kolam Terpal. Lily Publiser. Yogyakarta. Parwati, E., Kartika, T. dan Indarto, J. 2008. Ektraksi Informasi Total Suspended Solid (TSS) Menggunakan Data Penginderaan Jauh Untuk Kawasan Pesisir Berau, Kalimantan Timur. Peneliti Kedeputian Penginderaan Jauh LAPAN. Bandung. Rukmini. 2012. Teknologi Budidaya Biota Air. Karyaputra Darwati. Bandung. Saparianto, C. 2009. Budidaya Ikan di Kolam Terpal. Penebar Swadaya. Bogor.
18