2.mengenal Sosok Rasulullah

  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View 2.mengenal Sosok Rasulullah as PDF for free.

More details

  • Words: 15,063
  • Pages: 51
BAB II MENGENAL SOSOK RASULULLAH SAW SEBAGAI PENDIDIK A. Rasulullah SAW Sang Guru Fenomenal Sebelum kita membahas lebih jauh tentang sosok Rasulullah SAW sebagai teladan para guru, ada baiknya kita simak dan renungi bersama “artikel pencerahan” di bawah ini: Pendidikan Yang Berkarakter Cemerlang1                                                                                  “Dialah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan kepada meeka Kitab dan Hikmah (As sunnah). Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata.”(QS.Al Jumuah :2 ) Disaat peradaban hari ini mengarah kepada satu tatanan dunia yang mengenyahkan segala etika dan nilai-nilai religius (tatanan dunia baru). Pada saat yang bersamaan sitem pendidikan yang dikembangkan adalah pola pendidikan sektarian yang sangat materialis. Manusia-manusia yang dilahirkannya adalah manusia yang sangat tidak menghargai nilai luhur kemanusian. Satu sisi mereka benar-benar memberikan perlakuan yang baik bahkan berlebihan sementara sisi lain terkadang diabaikan sama sekali. Aspek material menjadi titik poros berputarnya kehidupan mereka. Oleh karenanya tidak heran, bila banyak diantara mereka hanya mampu hidup sekedar mempertahankan hidup semata. Bagi mereka kehidupan adalah sekedar mempertahankan diri agar tidak mati (tetap hidup). Standarisasi yang tidak jauh berbeda dengan binatang melata. Pendukung utama terbentuknya manusia seperti ini adalah sistem pendidikan yang materialis dan hedonis. Konsep pendidikan yang dikembangkan sangat berorientasi 1

Diambil dari, www.bangrusli.net.

21

kepada bendawi semata. Dan penentu suksesnya dari sebuah sistem pendidikan itu adalah pendidik. Problem bangsa Indonesia hari ini diantara yang terpenting adalah ketiadaan keteladanan, khususnya keteladanan dalam mendidik-baik mendidik diri, membina keluarga maupun menata lingkungannya. Yang berkembang hari ini adalah berbicara tanpa beramal, mengajak tanpa membina dan memberi tanpa memiliki.. Beberapa penelitian menunjukan bahwa sebagian besar ketidak berhasilan dalam sebuah proses pendidikan adalah human eror (kesalahan manusia). Oleh karenanya bagian terbesar dari kegagalan sebuah proses pendidikan adalah dimilik oleh para pendidik. Para objek didik seakan-akan kehilangan arah dan figur, mereka lebih memilih berimprovisasi dengan fikiran dan mimpi-mimpinya yang ilusi. Karena mereka memang tidak mendapatkan apa-apa dari para pendidik kecuali sekedar tranformasi ilmu yang relatif-itupun sekedar melingkupi aspek material semata. Padahal mereka hidup tidak sekedar membawa badan (jasad) tetapi juga fikiran dan jiwa (hati nurani). Sering kita temui seorang pendidik yang begitu professional dalam mentranformasikan pengetahuannya tentang biologi, ekonomi, matematika tetapi pada saat yang bersamaan mereka kehilangan kekuatannya pada saat mentransformasikan keteladanan hidupnya kepada anak-anak didiknya. Oleh karenanya merekapun tidak memiliki kemampuan untuk mengendalikan objek didiknya kepada visi hidupnya yang lebih baik. Jadi jangan salahkan siapa-siapa sekiranya mereka (anak didik) menjadi tidak matang dalam hidup, bahkan cenderung sangat beringas. Tidak bisa dinapikan bahwa refleksi mereka (anak didik) adalah cermin dari ketidak berdayaan kita (para pendidik) dalam meneladani nilai-nilai tarbiyah (pendidikan) Rasulullah SAW. Rasul Sebagai Teladan Bagi Para Pendidik Para ulama menjelaskan bahwa diutusnya para Nabi oleh Allah SWT adalah untuk mentarbiyah (mendidik) manusia agar kembali memakmurkan dunia dan mengesakan Allah sebagai Rabb (Pengatur) serta menikmati dan menjalankan roda kehidupan diatas keridhoan-Nya. Kesalahan utama yang dilakukan para pendidik hari ini adalah mengesampingkan bukti sejarah bahwa Allah telah mengutus bagi manusia Nabi-nabi sebagai teladan yang terbaik dalam mengimplementasikan nilai-nilai pendidikan yang hakiki. “Dialah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan

22

mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah (As sunnah). Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata.” (QS.Al Jum?ah :2). Nabi Muhammad SAW adalah sebaik-baik pendidik, sebagaimana ia juga adalah sebaik-baik manusia. Keteladanannya melingkupi semua sisi kehidupan manusia. Akhlaknya yang agung, kesabarannya sempurna, kedalaman ilmunya sangat luas, kemampuan berkomunikasinya menjadi kekaguman banyak orang. Kemampuannya membina dan membentuk satu komunitas yang memiliki peradaban tinggi menjadi bahan diskusi dan referensi yang mengagumkan sepanjang sejarah.

                                      “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasul itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang-orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.”(QS. Al Ahzab: 21).

Islam memberikan perhatian khusus terhadap masalah pendidikan. Posisi dan peranan guru mendapat kedudukan istimewa dalam kacamata seorang Muslim. Menurut sebuah hadits, Rasulullah SAW pernah berpesan bahwa setiap Muslim hendaknya menjadi pendidik atau menjadi orang yang dididik. Beliau

sendiri

adalah

seorang

pendidik. Oleh karena itulah berbicara tentang tugas, fungsi, dan peranan guru menurut ajaran Islam tidak dapat dipisahkan dari posisi dan peranan beliau sebagai pendidik teladan (QS. Al-Ahzab : 210). Al-Quran memberikan penjelasan yang terang perihal tugas Rasulullah SAW sebagai seorang utusan:

                                                                        “Hai nabi, Sesungguhnya kami mengutusmu untuk jadi saksi, dan pembawa kabar gemgira dan pemberi peringatan, 46. Dan untuk jadi penyeru kepada agama Allah dengan izin-Nya dan untuk jadi cahaya yang menerangi.”2 Sesuai perspektif Islam, menjadi guru ideal haruslah mencontoh Rasulullah SAW. Mengapa demikian? Bila ditengok melalui pemahaman sejarah, telah terbukti bahwa 2

Q.S. Al-Ahzab (33): 45-46.

23

Rasulullah SAW merupakan guru dan juga suri teladan yang sukses mendidik dan menggembleng anak-anak didiknya (dalam hal ini adalah para sahabat) menjadi manusiamanusia yang mampu membentuk satu peradaban tersendiri yang begitu menakjubkan. Satu peradaban yang di dalamnya sangat menjunjung tinggi terselenggaranya nilai-nilai moral sebagai dasar terbentuknya kemakmuran dan ketertiban kosmik yang dalam konteks al-Quran dikatakan sebagai salah satu bentuk usaha mewujudkan kebahagiaan dunia dan kebahagiaan akherat. Sebagai pendidik, beliau SAW telah berhasil membina masyarakat, dari masyarakat yang paling biadab menjadi masyarakat yang paling beradab, dari masyarakat jahiliyah menjadi masyarakat yang terdidik. Kunci keberhasilan pendidikan yang beliau SAW lakukan yakni konsep ajaran yang beliau SAW sampaikan adalah ajaran yang benar dan tepat, kesungguhan dan keikhlasan beliau SAW dalam melaksanakan

tugas,

kemampuan

dan

keterampilan

beliau

SAW

dalam

melaksanakannya, akhlak dan pribadi beliau SAW yang baik dan mulia. Sepanjang sejarah dunia, Islam telah terbukti mampu membangun peradaban manusia yang khas dan mampu menjadi pencerah serta penerang hampir seluruh dunia dari masa-masa kegelapan dan kejayaannya +13 abad lamanya. Factor paling menentukan atas kegemilangan Islam membangun peradaban dunia adalah keimanan dan keilmuannya. Tidak ada pemisahan ataupun dikotomi atas kedua factor tersebut dalam pola pendidikan yang diterapkan. Sehingga generasi yang dihasilkan juga tidak diragukan kehandalannya hingga kini. Sebut saja tokoh Ibn Sina sebagai sosok yang dikenal peletak dasar ilmu kedokteran dunia namun beliau juga faqih ad-Din terutama dalam hal ushul fiqh. Masih ada tokoh-tokoh dunia dengan perannya yang penting dan masih menjadi acuan perkembangan sains dan teknologi berasal dari kaum muslimin yaitu Ibn Khaldun (bapak Ekonomi), Ibn Khawarizm (bapak Matematika), Ibn Batutah (bapak Geografi), alKhazini dan al-Biruni (Bapak Fisika), al-Battani (Bapak Astronomi), Jabir ibn Hayyan (Bapak Kimia), Ibn al-Bairar al-Nabati (bapak Biologi) dan masih banyak lagi lainnya. Mereka dikenal tidak sekadar paham terhadap sains dan teknologi namun diakui kepakarannya pula di bidang ilmu diniyyah. Allah SWT berfirman di dalam Al quran:

24

                                       “Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.”3 Bila kita lacak melalui kitab suci al-Quran, akan terdeteksi mengenai peran penting Rasulullah SAW sebagai seorang guru. Dalam hal ini Q.S. al-Jumu’ah ; 2 dan Q.S. Ali Imran ayat 164 menjadi penegas dasar mengenai peran penting beliau sebagai seorang pendidik:

                                                 “Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka Kitab dan hikmah (As Sunnah). dan Sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata,”4

                                    “Sungguh Allah Telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus diantara mereka seorang Rasul dari golongan mereka sendiri, 3 4

Q.S. Al-Ahzab (33): 21. Q.S. Al-Jumu`ah (62): 2.

25

yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab dan Al hikmah. dan Sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata.”5 Berdasarkan dua ayat di atas, Rasulullah SAW di utus Allah SWT kepada umat manusia sebagai seorang guru/pendidik yang membacakan ayat-ayatNya (al-Quran) yang di dalamnya sarat dengan pesan moral, pembinaan akhlakul karimah, pentauhidan, janjijanji, ancaman-ancaman, dan lain-lainnya. Wahyu Allah yang beliau SAW baca ini kemudian diajarkan, dijelaskan, dan diimplementasikan ke dalam kehidupan sehari-hari sehingga dapat dijadikan contoh umat manusia kala itu. Dengan kata lain, sesuai dengan pemahaman kedua ayat di atas, Rasulullah SAW diutus oleh Allah swt untuk menanamkan ilmu kepada umat manusia sekaligus mensucikan jiwa mereka. Mensucikan berarti membersihkan jiwa dari sifat-sifat tercela yang pada waktu itu banyak mewarnai kehidupan manusia khususnya di semenanjung Arab. Sebagian besar masyarakat Makkah pada masa beliau telah terkontaminasi oleh perilaku-perilaku menyimpang seperti syirik, dengki, takabur, mabuk-mabukan, merampas hak orang lain, dan lain-lain. Setelah Rasulullah saw diutus, beliau SAW berusaha merekonstruksi kembali pola pikir masyarakat penyembah berhala sehingga mereka sadar dan kembali ke jalan yang benar. Pensucian dan penyegaran jiwa serta penyadaran sikap bertauhid yang telah Rasulullah saw lakukan selama kurang lebih 23 tahun ini dilaksanakan dengan pengajaran dan pendidikan yang mempertimbangkan situasi dan kondisi masyarakat pada waktu itu. Menurut Sutrisno, dengan merujuk kepada kedua ayat di atas, kita dapat mengidentifikasi tujuan pendidikan di masa Rasulullah SAW. Di mana tujuan pendidikan ketika itu adalah untuk menanamkan aqidah islam, menghapus kebodohan, dan menyebarkan hikmah. Selama kurang dari 23 tahun, Nabi berhasil membentuk kelompok-kelompok sahabat, yang masing-masingnya bagaikan cahaya terang menyinari cakrawala dunia dengan cahaya kenabian. Sahabat-sahabat itu diibaratkan sebagai Al quran berjalan.6 Kedudukan beliau SAW sebagai seorang guru/pendidik, telah ditegaskan melalui sabda beliau saw: 5

Q.S. Ali Imran (3): 164. Lihat, Sutrisno, Pendidikan Islam yang Menghidupkan; Studi Krtis terhadap Pemikiran Fazlur Rahman (Yogyakarta: Kota Kembang, 2006), hlm 16-17. 6

26

“ Sesungguhnya Allah yang mengutusku sebagai seorang mualim dan pemberi kemudahan”(Al hadist). Sejarah telah membuktikan bahwa apa yang Rasulullah SAW sabdakan ini benarbenar terbukti adanya. Bahwa dikemudian hari beliau SAW menjadi pendidik yang tangguh. Dalam perspektif psikologi pendidikan, apa yang beliau SAW lakukan dalam kapasitas beliau SAW sebagai pendidik ini dilaksanakan berdasarkan atas satu prinsip mendasar yakni mengajar/mendidik para sahabat dan mengubah seluruh dimensi perilakunya. Misalnya beliau merubah perilaku sahabat Umar ra yang semula cenderung meniru perilaku jahiliyah menjadi perilaku islami. Secara umum, pendidikan yang dilakukan dan dilaksanakan oleh Rasulullah SAW setidaknya melalui dua pendekatan sederhana: 1. Pendekatan disengaja (pendekatan kaderisasi). Pendekatan disengaja misalnya pendidikan yang diselenggarakan secara khusus di masjid-masjid dan biasanya dilaksanakan setelah shalat berjamaah. Selain itu beliau saw juga melakukan pendekatan dengan jalan memberikan perintah, seperti pada sabda beliau SAW: “Hendaklah kamu sekalian mengambil cara-cara ibadah seperti ibadahku.”(Al hadist). Pendekatan disengaja dilakukan rasulullah SAW untuk tujuan-tujuann tertentu, diantaranya: •

Rasulullah SAW ingin menumbuhkan rasa percaya diri para kadernya, agar tekad melanjutkan perjalanan dakwah makin kuat. Selain melakukan dakwah secara umum, Rasulullah SAW juga menjalankan proses kaderisasi intensif kepada sejumlah sahabatnya. Dalam sejarah disebutkan, Rasulullah SAW menggelar pertemuan rutin di dar al-Arqam untuk mengikat para kader dengan pimpinan mereka yakni diri Rasulullah SAW sendiri. Dalam pertemuan itu, setiap sahabat yang datang ke dar al-Arqam menceritakan apa yang mereka alami. Mereka juga bicara tentang perbincangan yang ia lakukan, serta sanggahan yang ia sampaikan kepada kaum kafir. Nabi SAW, lalu memberi pengarahan yang sesuai, memuji sikapnya, atau meluruskan kesalahannya.

27



Rasulullah hendak menumbuhkan suasana perkenalan antara para sahabat agar hubungan hati antar mereka kian terikat serta tumbuh rasa cinta. Rasulullah SAW mengenal baik nama, keturunan, status sosial dan karakter para sahabatnya. Rasulullah SAW juga kerap menanyakan bagaimana keadaan para sahabat untuk lebih mengenal mereka secara lebih jauh. Itu sebabnya, ketika ditanya tentang amal apa yang paling utama, Rasulullah memberi jawaban yang sesuai dengan penanya-nya. Pada dakwah periode Madinah, Rasulullah SAW berusaha mempersaudarakan orang Muhajirin dan Ansar. Misalnya seperti yang diriiwayatkan oleh al-Bukhari, bahwa tatkala kaum Muhajirin tiba di Madinha, maka Rasulullah SAW mempersaudarakan Abd al-Rahman ibn Auf dengan Sa`d ibn al-Rabi`. Sa`d berkata kepada Abd al-rahman, “Sesungguhnya aku adalah orang yang paling banyak hartanya di kalangan Anshar. Ambillah separuh hartaku itu menjadi dua. Aku juga mempunyai dua istri. Maka lihatlah mana yang engkau pilih, agar aku bisa menceraikannya. Jika masa iddahnya sudah habis, maka kawinilah ia.” Abd al-rahman berkata, “Semoga Allah memberkahi bagimu dalam keluarga dan hartamu. Lebih baik tunjukkan saja mana pasar kalian.” Kemudian untuk membina dan memperkuat hubungan cinta di antara para sahabat (Anshar dan Muhajirin), Rasulullah SAW bersabda, “Demi Dzat Yang diriku ada dalam kekuasaan-Nya, kalian tidak akan masuk surga sampai kalian beriman. Dan kalian tidak akan beriman sampai kalian saling mencintai. Maukah kalian aku tunjukkan sesuatu yang bila kalian lakukan maka kalian akan saling mencintai? Sebarkanlah salam di antara kalian." (HR. Muslim) Atas dasar kecintaan yang sangat tulus inilah, pada akhirnya dalam diri para sahabat baik Anshar maupun Muhajirin tumbuh keikhlasan untuk berkorban dan membela kepentingan bersama. Mereka tulus menolong saudaranya, lantaran merasa satu tubuh yang tak terpisahkan. Mereka

28

mengamalkan sabda Rasulullah SAW, “Tidaklah beriman kalian, sampai kalian mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.” (HR. Bukhari dan Muslim). •

Rasulullah SAW ingin menerapkan pola tafaqqud wa ri’ayah,

selalu mencari informasi tentang para sahabat dan memperhatikan mereka. Rasulullah SAW selalu menanyakan keadaan para sahabat, terlebih bila terasa ada sesuatu yang tidak biasa dari sahabatnya itu. Ia pernah bertanya tentang Abu Hurairah yang tidak tampak dalam majlis. Di saat lain ia merasa kehilangan atas meninggalnya seorang wanita tukang sapu masjidnya. Sikap tafaqqud Rasulullah SAW seperti itu banyak disebutkan dalam hadits. Bukan hanya bertanya tentang keadaan, Rasulullah juga biasa memberi bantuan apa saja yang ia miliki untuk menutupi keperluan para sahabat yang membutuhkan. Dalam salah satu sabdanya, Rasulullah saw mengatakan, “Seorang muslim adalah saudara bagi muslim yang lainnya. Ia tidak boleh menzaliminya dan tidak boleh menyerahkannya pada musuh. Siapa saja yang memenuhi kebutuhan saudaranya yang muslim, maka Allah akan memenuhi kebutuhannya. Dan siapa saja yang meringankan beban seorang muslim niscaya Allah akan meringankan bebannya pada hari kiamat. Siapa saja yang menutupi aib seorang muslim, niscaya Allah akan menutup aibnya pada hari kiamat.” (HR. Bukhari dan Muslim) 2. Pendekatan tidak disengaja. Misalnya berinteraksi dengan para peserta didiknya (para sahabat) dan bercampur baur hidup di tengah-tengah mereka, menjadi suri teladan baik melalui akhlaknya, sifat-sifatnya, penampilannya, tingkah lakunya, kehidupannya, kepekaan sosialnya, dan sebagainya yang dilakukan tanpa disengaja untuk mendidik mereka agar mencontoh perbuatan-perbuatan tersebut. Sebagai seorang guru, Rasulullah SAW juga tidak hanya berorientasi kepada kecakapan-kecakapan ranah cipta saja, tetapi juga mencakup dimensi ranah rasa dan karsa. Atau dengan kata lain, beliau saw tidak hanya menonjolkan aspek kemampuan

29

intelektualitas belaka (cognitive) akan tetapi juga menanamkan nilai-nilai etika (affective domain). Bahkan lebih dari itu Rasulullah saw sudah menunjukan kesempurnaan sebagai seorang pendidik sekaligus pengajar, karena beliau dalam kapasitasnya sebagai pendidik dan pengajar telah sukses merealisasikan seluruh aspek yang ditetapkan oleh para ahli pendidikan bahwa pendidikan harus bersifat kognitif, psikomotorik, dan afektif.7 B. Rasulullah SAW Sebagai Murabbi Dalam kapasitasnya sebagai murabbi, guru dalam perspektif islam dituntut untuk menjaga hubungan vertikal (hubungan manusia dengan Allah SWT) sebagai satu hubungan keniscayaan ketika seorang guru tersebut mengimani adanya suatu kekuatan besar yang bernama Allah SWT. Adapun yang dimaksud dengan menjaga di sini yaitu melaksanakan ibadah-ibadah yang telah disyariatkan seperti shalat, puasa, zakat , dan haji, dan berusaha menjauhi hala-hal yang dilarangNya. Secara pribadi, Rasulullah SAW dalam kapasitasnya sebagai guru juga selalu berusaha untuk menjaga hubungan vertikal walau sejatinya beliau SAW merupakan manusia maksum yang terbebas dari dosa dan bahkan dijamin masuk surga. Apa yang beliau lakukan ini selain bertujuan untuk menjaga hubungan juga bertujuan untuk mengajarkan kepada para sahabat akan arti penting dari sebuah ketaqwaan secara penuh. Sebab dengan adanya sikap taqwallah, secara perlahan-lahan namun pasti seseorang akan berubah sifat dan perilakunya dari yang tidak terpuji menjadi terpuji. Bahkan akan menimbulkan kecintaan Allah SWT kepadanya. Dengan kata lain, taqwa menurut perspektif islam merupakan komponen penting yang harus ada dalam diri peserta didik dalam rangka melaksanakan proses penting menuju perubahan perilaku (peserta didik) ke arah yang lebih baik.

     

 

7

    

Pendidikan merupakan proses perubahan tingkah laku yang diharapkan. Hasil pendidikan yang berupa perubahan tingkah laku tersebut meliputi bentuk kemampuan yang menurut taksonomi Bloom diklasifikasikan dalam tiga domain yaitu: Kognitif (cognitive domain), avektif (affective domain), dan psikomotor (psychomotor domain). Lihat juga, Tim Dosen FIP IKIP Malang, Pengantar Dasar-Dasar Kependidikan (Surabaya: Usaha Nasional, 1988), hlm 120. Sistem pendidikan yang baik adalah sistem pendidikan yang dapat memadukan tiga aspek tersebut dengan cara mentransferkan pengetahuan serta mewariskan nilai-nilai bagi peserta didik dan generasi selanjutnya. Maka keharusan melahirkan kalangan yang dapat berperan sebagai medium (pendidik) dalam proses pentransferan ilmu, itu kemudian menjadi suatu keniscayaan. Lebih lanjut baca, Sayyed Ali Asyraf, New Horizon in Muslim Education, (Chppenham: Anthony Rowe, 1985, hal. 18. Maudurrahman, The Amirican Jornal of Islamic Social Sciencies, vol. XI, No. 4, (America: The Institute of Islamic Thought, 1994), hal. 529-530.

30

    “Dan barang siapa yang taat kepada Allah dan rasul-Nya dan takut kepada Allah dan bertakwa kepada-Nya, maka mereka adalah orang- orang yang mendapat kemenangan.”8 Menurut Abdul Rachman Shaleh, dalam konteks kependidikan, manusia yang bertakwa adalah manusia yang secara optimal menghayati dan mengamalkan ajaran agamanya dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam kehidupan pribadi maupun dalam kehidupan masyarakat. Menghayati dan mengamalkan agama itu juga dibina dan dituntun sedini mungkin melalui proses pendidikan yang juga diperkenankan oleh pendidikan agama. Dalam hubungan ini pendidikan agama berfungsi sebagai usaha membina kehidupan beragama melalui pendidikan. Di sinilah letak fungsi yang dijalankan pendidikan agama dalam pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan masyarakat Indonesia seluruhnya.9 C. Rasulullah SAW Sebagai Mu`allim Menuntut ilmu, memahami ilmu, dan menyebarkan ilmu yang dimilikinya merupakan ciri seorang guru yang berkualifikasi sebagai mu`allim. Guru seperti ini selalu berusaha untuk mendapatkan ilmu yang bermanfaat bagaimanapun bentuk dan jenisnya. Ia juga berusaha untuk memahami ilmu tersebut dan mengajarkan ilmu yang telah difahami itu kepada anak didiknya untuk kemudian diamalkan secara bersama-sama. Seorang mu`allim selalu berusaha memanfaatkan ilmu yang dimilikinya agar berguna bagi diri dan masyarakat luas. Dari segi ajaran islam, untuk meraih keunggulan dan kesejahteraan dalam hidup (the supremacy of life) dibutuhkan penguasaan ilmu pengetahuan sebagai sebuah instrumen. Penguasaan itu sebagai mediator untuk menuju keunggulan dua kehidupan yaitu kehidupan duniawi dan ukhrawi (the life of here-afther). Deskripsi ini amat jelas kalau kita merujuk sabda Rasulullah saw:

8 9

Q.S. An-Nur (24): 52. Abdul Rachman Shaleh, Pendidikan Agama dan Keagamaan: Visi, Misi, dan Aksi, hlm 9.

31

“Barangsiapa yang ingin unggul di dunia, harus dengan ilmu. Dan barang siapa yang ingin unggul di akherat, harus dengan ilmu. Dan barangsiapa yang ingin unggul pada kedua-duanya, juga harus dengan ilmu.”(Al hadist).10 Begitu juga dengan Rasulullah SAW, beliau merupakan seorang guru yang selalu berusaha untuk menggali dan memahami ilmu dengan bantuan langsung dari Allah dan mengamalkan ilmu tersebut kepada para sahabatnya dengan jalan dakwah. Secara umum, dakwah yang beliau SAW lakukan ini dibedakan menjadi tiga macam: 1. Dakwah dengan lisan (bi al lisaan). Yaitu dakwah yang dilakukan dengan lisan dan ini merupakan dakwah yang seringkali dilakukan Rasulullah SAW. Misalnya beliau berceramah di masjid, khutbah, diskusi bersama para sahabat, memberikan nasehat kepada sahabat yang berbuat kesalahan, menjelaskan setiap perintah dan larangan, dan sebagainya. 2. Dakwah dengan tulisan (bi al qalam) atau dakwah dengan surat-surat (bi ar rasaail). Yaitu dakwah yang dilakukan melalui media tulisan seperti surat menyurat. Walau Rasulullah SAW tidak bisa baca tulis, namun beliau seringkali memerintahkan kepada para sahabatnya untuk berkirim surat kepada para pembesar yang berkuasa di daerah-daerah Arab dan luar arab yang belum beriman kepada Allah swt. Surat yang dikirm berisi ajakan untuk menyembah Allah SWT dan mentauhidkanNya. Menurut sejarawan islam, Muhammad bin Sa`ad (w. 230 H) dalam kitabnya Ath Thabaqat Al kubra bahwa surat-surat Nabi saw keseluruhannya berjumlah tidak kurang dari 105 buah.11Di antara para sahabat yang diutus beliau saw adalah; Dahyah bin Khalifah Al kalbi, diutus membawakan surat kepada Heraclius, Kaisar Romawi. Abdullah bin Hudzaifah, diutus membawakan surat kepada Kisra, raja Persia. Hatib bin Abi Balta`ah diutus membawakan surat kepada Muqauqis, gubernur Romawi di Mesir.12 3. Dakwah dengan perbuatan (bi al haal). Yaitu dakwah dengan jalan melakukan perbuatan nyata dalam kehidupan sehari-hari dengan melalui keteladanan dan tindakan nyata. Rasulullah SAW selalu menggunakan dakwah ini karena beliau 10

Lihat, Malik Fadjar, Visi Pembaruan Pendidikan Islam (Jakarta: LP3NI, 1998), hlm 38-39. Ali Musthafa Ya`kub, Sejarah dan Metode Dakwah Nabi (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1997), hlm 181. 12 Lebih lengkapnya lihat, Samsul Munir Amin, Rekonstruksi Pemikiran Dakwah Islam (Jakarta: AMZAH, 2008), hlm 149-151. 11

32

merupakan suri teladan bagi para sahabat-sahabatnya. Mulai dari cara tidur hingga cara beribadah kepada Allah SWT, Rasulullah saw selalu dijadikan panutan dan tempat bertanya. Apa yang beliau saw ajarkan selalu beliau terapkan dalam kehidupan. Dalam khasanah filsafat jawa, apa yang beliau saw lakukan ini dapat diistilahkan dengan istilah guru sing sembada. Sebagai seorang mu`allim, guru juga berfungsi membantu pertumbuhan dan perkembangan peserta didik, tentu saja melalui interaksi responsif berupa transfer ilmu secara terus menerus yang diimbangi dengan kepekaan berupa respon terhadap setiap persoalan yang dialami peserta didik. Sehingga diharapkan akan menghasilkan manusia yang secara normatif lebih baik dari sebelumnya. Karena itu menurut Achmadi, pendidikan yang didasarkan atas pemahaman yang salah akan berakibat fatal.13 D. Rasulullah SAW sebagai Muaddib Pada posis ini guru bertugas sebagai pembangun karakter peserta didik agar sesuai dengan karakter islami. Karakter manusia islami adalah karakter manusia beradab dengan tatanan sosial masyarakat sebagai pengontrol. Karena itu lingkungan sekitar juga sangat berperan terhadap besar kecilnya persentase keberhasilan seorang guru dalam mebangun karakter islami ini. Dan ini merupakan tugas guru yang teramat berat. Sebab selain dituntut untuk berpengaruh di lembaga pendidikan formal, seorang guru juga harus mempunyai pengaruh kuat di masyarakat yaitu menjadi anggota masyarakat yang disegani dan diteladani. Pada masa awal kedatangan islam, Rasulullah SAW telah membuktikan kepada masyarakat bahwa beliau merupakan seorang guru yang sangat berpengaruh di kalangan anak didiknya dan bahkan di kawasan jazirah Arab. Kebesaran nama dan keunggulan pribadi beliau SAW sangat ditakuti dan disegani. Bahkan tidak sedikit dari musuh beliau yang kemudian tunduk menyerahkan diri bergabung bersama panji islam dan mengimani kerasulan beliau SAW. Pendidikan beliau selama 23 tahun terbukti telah menghasilkan manusia-manusia berkarakter islami, beradab, dan mampu menciptakan satu peradaban yang menakjubkan. Lodrop Stoddart dalam The New World of Islam menggambarkan perkembangan peradaban islam waktu itu. Katanya,”Bangkitnya islam barangkali satu peristiwa yang menakjubkan dalam sejarah manusia. Dalam tempo seabad saja, dari 13

Achmadi, Ideologi Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, cet II, 2008), hlm 40.

33

gurun tandus dan suku bangsa terbelakang, islam telah tersebar hampir menggenangi separoh dunia; menghancurkan kerajaan-kerajaan besar, memusnahkan beberapa agama besar yang telah dianut berbilang zaman dan abad, mengadakan revolusi berfikir dalam bangsa-bangsa, dan sekaligus membina suatu dunia baru, dunia islam.”14 E. Peran Rasulullah SAW dalam Islamic Character Building Sebuah Renungan: Beberapa tahun terakhir ini, pendidikan kita diingatkan kembali akan pentingnya menanamkan karakter dalam semua proses pembelajaran. Pendidikan karakter telah menjadi gaung yang menggetarkan pendidikan kita. Betapa tidak? Karena selama ini, kita lebih banyak dininabobokan dan hanya berkonsentrasi pada ‘meraih angka’ semata, sebagaimana dikatakan Ratna Megawangi “…Hal ini terlihat dari bobot mata pelajaran yang diarahkan kepada pengembangan dimensi akademik siswa saja, yang sering diukur dengan kemampuan logika-matematika dan abstraksi (kemampuan bahasa, menghafal, abstraksi – atau ukuran IQ).”. Sehingga generasi yang dihasilkan adalah generasi yang kurang peka terhadap permasalahan-permasalahan sosial di sekitarnya. Generasi ‘karbitan’ itulah istilah ekstrem yang bisa diberikan. Apabila dirunut ke belakang, sebenarnya Indonesia telah lama melaksanakan pendidikan yang berbasis karakter. Mungkin kita pernah ingat adanya pendidikan budi pekerti, pendidikan moral Pancasila, pendidikan agama, tetapi mengapa tidak membawa perubahan dan kebermaknaan? Mengapa hanya lip service belaka? Beberapa hal yang menyebabkan tidak berhasilnya pendidikan karakter kita, selain karena masalah politisasi materi pendidikan itu sendiri – yang memang pada saat itu lebih cenderung pada penanaman dogma-dogma penguasa, sebagai upaya untuk melanggengkan kekuasaan - juga karena tidak adanya contoh yang bisa dijadikan sebagai idola dan panutan dalam berkarakter yang baik. Betapa Nabi Muhammad sangat diagungkan oleh umat Islam dalam semua segi kehidupannya, karena beliau memiliki karakter yang bisa diandalkan dan dicontoh, begitu pula halnya dengan Sidharta Gautama yang sangat disanjung dan diikuti ajarannya oleh umat Budha. Nabi Muhammad dan Sidharta Gautama adalah contoh-contoh idola dan guru yang berkarakter mulia. Guru sebagai ujung tombak pendidikan, memiliki peran yang sangat sentral dalam mewujudkan siswa yang berkarakter. Guru selain dituntut untuk menyampaikan 14

L. Stoddart, The New World of Islam (Dunia Baru Islam) (jakarta: Panitia Penerbit, 1996), hlm 11.

34

materi, juga dituntut untuk menjadi ‘GURU – digugu dan ditiru’ yang sebenarnya. Guru harus bisa menanamkan moral, nilai-nilai etika, estetika, budi pekerti yang luhur dan lain sebagainya. Memberi penghargaan (prizing) kepada yang berprestasi, dan hukuman kepada yang melanggar, menumbuhsuburkan (cherising) nilai-nilai yang baik dan sebaliknya mengecam dan mencegah (discowaging) berlakunya nilai-nilai yang buruk. Selanjutnya menerapkan pendidikan berdasarkan karakter (character base education) dengan menerapkan ke dalam setiap pelajaran dan juga dalam kehidupan nyata. Lalu apa realitas yang terjadi? Mungkin masih ada dalam ingatan kita, disaat narkoba menyerbu banyak murid sekolah. Semua sekolah - pada saat itu dan juga sampai saat ini - memasang kuda-kuda untuk mencegah masuknya ‘racun tersebut’ dengan slogan-slogan yang tertempel jelas di gerbang sekolah “Sekolah bebas asap rokok”, “dilarang merokok”, “Daerah bebas rokok”, “No Smoking” dan juga slogan-slogan lain yang yang tak kalah hebatnya. Tetapi sadarkah kita, bahwa masih banyak guru yang senang berteman dan ber’tuhan’kan pada rokok ini, baik dengan cara bersembunyi atau terang-terangan. Suatu hari ada seorang guru di Bandung yang memprotes pengawas TK/SD dan juga guru-guru lain yang merokok pada saat rapat dinas tentang pendidikan lingkungan hidup. Guru tersebut mempertanyakan, bagaimana pendidikan lingkungan hidup bisa berhasil, sedangkan para guru dan pengawasnya menjadi penyumbang kerusakan lingkungan hidup, dengan asap rokoknya? Bagaimana kita bisa melarang murid untuk tidak merokok dan membebaskan sekolah dari asap rokok, sedangkan guru-gurunya juga merokok. Tidak adil memang. Tapi itulah resiko yang harus diambil apabila kita ingin menjadikan pendidikan kita berkarakter. Mulailah dari diri sendiri untuk menjadi ‘diri yang berkarakter’ Banyak guru yang menjadi marah kalau muridnya terlambat datang ke sekolah, sedangkan apabila gurunya telat datang, betapa banyak alasan yang disampaikan pada muridnya., dan mungkin juga masih banyak kelemahan-kelemahan kita sebagai guru, yang tidak mendukung tercapainya pendidikan berkarakter seperti membuang sampah sembarangan, mengajar asal-asalan, mengejek murid, berlaku kasar terhadap murid, dsb. Masih bisa jujurkah kita dengan perbuatan-perbuatan seperti itu? Ingat, kita adalah GURU yang harus DIGUGU dan DITIRU. Kalau kita tidak bisa jadi ‘GURU’, maka sebagaimana dikatakan Anis Mata dalam bukunya ‘Membentuk Karakter Cara Islam’ “… bahwa penyebab terjadinya krisis moral adalah 1) Adanya penyimpangan pemikiran dalam sejarah pemikiran manusia yang menyebabkan paradoks antarnilai, misalnya etika

35

dan estetika, 2) Hilangnya model kepribadian yang integral, yang memadukan kesalihan dengan kesuksesan, kebaikan dengan kekuatan, dan seterusnya, 3) Munculnya antagonisme dalam pendidikan moral“ Pendidikan karakter pada dasarnya dibentuk oleh beberapa pilar yang saling mengkait. Adapun pilar-pilar karakter ini adalah nilai-nilai luhur universal yang terdiri dari: 1. Cinta Tuhan dan alam semesta beserta isinya 2. Tanggung jawab, Kedisiplinan, dan Kemandirian 3. Kejujuran 4. Hormat dan Santun 5. Kasih Sayang, Kepedulian, dan Kerjasama 6. Percaya Diri, Kreatif, Kerja Keras, dan Pantang Menyerah 7. Keadilan dan Kepemimpinan 8. Baik dan Rendah Hati 9. Toleransi, Cinta Damai, dan Persatuan Pendidikan karakter adalah pendidikan yang ditujukan untuk mengukir akhlak melalui proses knowing the good, loving the good, and acting the good, yaitu proses pendidikan yang melibatkan aspek kognitif, emosi, dan fisik, sehingga akhlak mulia bisa terukir menjadi habit of the mind, heart, and hands. Ayo kita bangun diri kita sebelum membangun orang lain, Hadist riwayat Imam Ahmad : Rasulullah berkata, “Inginkah kalian kuberitahu tentang siapa dari kalian yang paling kucintai dan akan duduk di majelis terdekat denganku di hari kiamat?” Kemudian Rasul mengulanginya sampai tiga kali, dan sahabat menjawab “Iya, ya rasulullah !” Lalu rasul bersabda, “Orang yang paling baik akhlaknya.”

Sejarah pendidikan Islam erat pertaliannya dengan masjid. Pada masa Rasululah SAW, masjid berfungsi sebagai pusat terselenggaranya pendidikan islam. Pada waktu itu tujuan pendidikan adalah untuk memerangi buta huruf, membantu para sahabat agar mampu baca tulis, memahami, menghafal, dan mengamalkan al-Quran dan as-Sunnah. Adapun tujuan akhirnya adalah untuk membersihkan hati dan jiwa para sahabat, sehingga mereka dapat naik dari tingkat iman ke ihsan.15 15

Lihat, Sutrisno, Pendidikan Islam yang Menghidupkan; Studi Krtis terhadap Pemikiran Fazlur Rahman (Yogyakarta: Kota Kembang, 2006), hlm 17.

36

Pada zaman Rasulullah SAW dan khulafa al-Rasyidin, masjid menjadi satusatunya pusat segala macam kegiatan umat islam. Ia menjadi tempat utama, tidak saja dalam beribadah kepada Tuhan, tetapi lebih dari itu masjid di kalangan umat islam berfungsi sebagai Islamic center. Di luar konteks pendidikan, masjid juga dipercaya menjadi pusat pertahanan. Ia juga dipercaya sebagai pusat peradilan, terlebih pada zaman khalifah umar ibn Khattab, fungsi ini terlihat sangat jelas. Membicarakan masjid berarti membicarakan suatu tempat yang asasi dan dipandang sebagai tempat penyiaran ilmu pengetahuan dan kebudayaan Islam. Proses yang mengantar masjid sebagai pusat dan pengetahuan adalah karena di masjid temat awal pertama mempelajari ilmu agama yang baru lahir dan mengenal dasar-dasar, hukum-hukum, dan tujuan-tujuannya.16 Pada masa Rasulullah SAW, majelis pendidikan yang dibangun Rasulullah SAW bersama para sahabat di masjid dilakukan dengan sistem halaqah. Sebagai lembaga pendidikan, masjid pada awal perkembangannya dipakai sebagai sarana informasi dan penyampaian doktrin Islam.17 Rasulullah SAW sebagai seorang utusan Allah, merupakan cerminan yang komprehensif untuk mencapai kesempurnaan sikap, prilaku, dan pola pikir. Karena itu mengapa Siti Aisyah rha ketika ditanya perihal pribadi Rasulullah SAW beliau rha mengatakan bahwa Rasulullah SAW merupakan al-Quran berjalan.18Kebesaran nama Rasulullah sebagai seorang pendidik ini juga diakui oleh para sarjana barat kontemporer. Misalnya saja Robert L. Gullick Jr. dalam bukunya Muhammad, The Educator menyatakan,“Muhammad merupakan seorang pendidik yang membimbing manusia menuju kemerdekaan dan kebahagiaan yang lebih besar. Tidak dapat dibantah lagi bahwa Muhammad sungguh telah melahirkan ketertiban dan stabilitas yang mendorong perkembangan Islam, suatu revolusi sejati yang memiliki tempo yang tidak tertandingi dan gairah yang menantang… Hanya konsep pendidikan yang paling dangkallah yang berani menolak keabsahan meletakkan Muhammad diantara pendidik-pendidik besar

16

Samsul Nizar (ed), Sejarah Pendidikan Islam: Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan Era rasulullah Sampai Indonesia, hlm. 116. 17 Ibid., hlm.116. 18 Maksudnya bahwa seluruh ajaran dalam Al quran tercermin dan terkemas dengan baik dalam perilaku Rasulullah SAW. Atau dengan kata lain, ajaran dalam Al quran dijelaskan seluruhnya dalam setiap perilaku Rasulullah SAW.

37

sepanjang masa, karena -dari sudut pragmatis- seorang yang mengangkat perilaku manusia adalah seorang pangeran di antara pendidik.” Terciptanya peradaban Islam yang begitu gemilang rupanya hanya berawal dari seorang manusia suci, seorang kekasih dan Rasul Allah, yaitu Muhammad SAW. Dikatakan oleh Rohadi dan Sudarsono, kelahiran Muhammad SAW dengan segala keistimewaan yang beliau miliki, dapat membawa manusia yang mengalami degradasi moral, terutama bangsa Arab pada saat itu, berangur-angsur menjadi umat/manusia yang mulia, berjiwa Islam, dan berbakti kepada Allah Yang Maha Kuasa. Tidakkah kita merenung, bagaimana waktu itu Rasulullah SAW datang seorang diri dengan membawa beban sangat berat berupa risalah dari Tuhan. Dengan sabar dan lapang dada beliau saw menerima beragam cemooh, gunjingan, bahkan lemparan batu dari penduduk Thaif. Suasana dakwah di Makkah yang kurang mendapat sambutan hangat kemudian memaksa beliau saw berhijrah ke Madinah. Rupanya di sana terdapat angin segar yang memungkinkan beliau saw dapat berdakwah menyebarkan ajaran islam dengan tenang. Selama dua puluh tahun lebih beliau saw senantiasa berjuang mempertahankan eksistensi islam diantaranya melalui jalan pendidikan. Pendidikan yang secara failitas sangat jauh dari memadai namun rupanya pendidikan yang telah diselenggarakan beliau saw dapat menelurkan ’sarjana-sarjana’ masa depan yang sangat berbakat, yang membuat dunia Islam cemerlang, bercahaya menyinari seluruh pelosok dunia kala itu. Sebagai seorang pendidik, Rasulullah SAW sangat paham bahwa beliau saw dihadapkan oleh situasi dan kondisi yang kacau balau. Beliau SAW dihadapkan oleh keadaan masyarakat yang jahiliyah, penyembah berhala, bermoral bobrok, dan tak memahami sedikitpun tentang arti pentingnya kebenaran. Hukum yang tumbuh pada saat itu hanyalah hukum rimba, siapa yang menang maka ia yang berkuasa, siapa yang kaya maka ia yang unggul, siapa yang lemah maka ialah yang terlumat. Namun begitu Rasulullah SAW juga sadar bila sesungguhnya masyarakat Arab dapat menciptakan peradaban yang besar dan gemilang. Mereka (bangsa Arab) mempunyai potensi besar yang dapat dikembangkan di masa yang akan datang, yang dapat membawa mereka menjadi bangsa yang maju, yang disegani oleh bangsa lain. Berawal dari hal inilah kemudian beliau SAW secara sendirian (hanya ditemani oleh

38

Allah SWT dan para malaikat) mendobrak ’benteng kebodohan’. Beliau dengan kekuatan baja menghancurkan tradisi dan budaya jahiliyah yang telah tumbuh subur di kalangan bangsa arab. Beliau meyakini dengan jalan pendidikan, dengan membentuk pribadi islami, maka Islam akan cemerlang sepanjang zaman, kokoh berdiri kuat tak terpatahkan. Dalam perspektif pendidikan Islam, Rasulullah SAW adalah pendidik pertama dan terutama dalam dunia pendidikan Islam. Proses transformasi ilmu pengetahuan, internalisasi nilai-nilai spiritualisme dan bimbingan emosional yang dilakukannya dapat dikatakan sebagai mukjizat luar biasa, yang manusia apa dan di manapun tidak dapat melakukan hal yang sama.19 Pendidikan dalam Islam harus kita pahami sebagai upaya mengubah manusia dengan pengetahuan, sikap dan prilaku yang sesuai dengan kerangka nilai tertentu (Islam). Secara pasti tujuan pendidikan Islam yaitu menciptakan SDM yang berkepribadian Islam, dalam arti cara berfikirnya berdasarkan nilai Islam dan berjiwa sesuai dengan ruh dan nafas Islam. Begitu pula, metode pendidikan dan pengajarannya di rancang untuk mencapai tujuan tadi. Setiap metodologi yang tidak berorientasi pada tercapainya tujuan tersebut tentu akan dihindarkan. Jadi, pendidikan Islam bukan sematamata melakukan knowledge transfer, tetapi memperhatikan apakah ilmu pengetahuan yang diberikan itu dapat mengubah sikap atau tidak. Dalam kerangka ini maka diperlukan monitoring yang intensif oleh seluruh lapisan masyarakat termasuk pemerintah (negara) terhadap prilaku peserta didik, sejauh mana mereka terikat dengan konsepsi-konsepsi Islam. F. Metode Pendidikan Rasulullah SAW Rasulullah SAW sebagai pendidik memiliki gambaran yang utuh tentang objek da’wah yang dihadapinya. Mereka adalah kumpulan berbagai karakter manusia yang harus mendapatkan sentuhan yang berbeda dan tepat. Proses tersebut tak mungkin dilakukan kecuali lewat pendidikan yang intensif, terus menerus, dan dilakukan dengan penuh kecermatan dan kasih sayang. Merekalah kader-kader utama yang di kemudian hari sukses memikul beratnya beban da’wah Islam di muka bumi. Mereka pula yang telah berhasil melakukan konfrontasi terbesar melawan musuh-musuh Islam. 19

Samsul Nizar (ed), Sejarah Pendidikan Islam: Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan Era rasulullah Sampai Indonesia, (Jakarta: Kencana Prenada media Group, 2007), hlm. 1.

39

Dalam masa penggemblengen sebagai kader-kader utama, para sahabat tiidak pernah lepas dari pantauan Rasulullah Saw. Misalnya, sebagai manusia biasa, para sahabat tentunya tidak terlepas dari kesalahan manusiawi. Bila itu terjadi, Rasulullah SAW meluruskannya dengan berbagai metode pendidikan. Ada kalanya melalui sindiran. Ketika ada sejumlah sahabat yang ingin melakukan ibadah secara berlebihan Rasulullah SAW bersabda, “Apa keinginan orang yang mengatakan begini dan begitu? Sesungguhnya aku shalat dan tidur, aku puasa dan berbuka, aku pun menikahi wanita. Maka, barangsiapa yang tak senang dengan sunahku berarti ia bukan golonganku.” Kadang, Rasulullah SAW meluruskan sahabat melalui celaan. Seperti dikisahkan Abu Dzar, “Aku telah memaki seseorang sambil menyebutkan nama ibunya. sampai membuatnya malu. Kemudian Rasulullah SAW berkata padaku, “Wahai Abu Dzar, apakah engkau telah mempermalukan seseorang dengan menyebutkan nama ibunya? Sesungguhnya pada dirimu masih melekat sifat jahiliyah.” (HR. Bukhari) Rasulullah SAW bersikap tegas lantaran Abu Dzar melakukan sikap yang sangat tercela. Sikap itu dapat memunculkan penyakit hati seperti dengki, takabbur, merasa diri paling benar bahkan bisa melahirkan permusuhan. Cara lain untuk meluruskan kesalahan para sahabat, Rasulullah SAW melakukan isolasi sementara. Seperti yang dilakukan kepada Ka’b ibn Malik yang tidak ikut perang Tabuk. Ia diisolasi selama lima puluh malam (HR. Bukhari). Ka`b bercerita, “Sebelum perang Tabuk, saya belum pernah mendapatkan kekayaan dan kesehatan seperti pada perang Tabuk. Kketika itu saya mempunyai dua ekor unta, padahal sebelumnya saya tidak pernah mempunyai dua ekor unta sekaligus. Sudah menjadi kebiasaan Nabi SAW jika akan mengadakan suatu peperangan, beliau tidak pernah memberitahukan tujuannya, tetapi beliau menjelaskan keadaannya. Namun pada peperangan kali ini, karena cuaca sangat panas dan jarak perjalanan yang sangat jauh, dan musuh sangat kuat, maka sebelumnya telah diumumkan agar kaum muslimin yang akan menyertai Nabi SAW dalam perang Tabuk membuat persiapan untuk menghadapinya. Pada saat itu, kaum muslimin yang akan menyerati Nabi SAW dalam perang Tabuk sangat banyak jumlahnya sehingga sulit untuk menuliskan nama-nama mereka. Bahkan mereka yang tidak ikut tidak dapat diketahui dengan mudah karena banyaknya jumlah pasukan. Bertepatan dengan masa itu, kebun-kebun kurma di Madinah sedang mengalami panen besar.

40

Saya sendiri sangat ingin mempersiapkan peralatan perang sejjak pagi hari. Tetapi sampai sore harinya, keinginan saya itu belum terlaksana. Terpikir dalam benak saya bahwa saya akan mendapatkan banyak keuntungan, dan jika saya bersungguh-sungguh, saya dapat menyusul pasukan itu kapan saja. Akhirnya, Nabi SAW telah berangkat ke medan perang beserta kaum muslimin, sedangkan saya masih belum membuat persiapan. Lagi-lagi terpikir dalam benak saya bahwa kapan saja saya siap, saya dapat menyusulnya. Demikianlah yang terjadi sampai keesokan harinya sehingga diperkirakan Nabi SAW telah tiba di tempat tujuan. Pada saat itu saya masih belum membuat persiapan. Ketika saya melihat keadaan sekeliling Madinah Thayyibah, ternyata yang saya lihat hanyalah orang-orang yang sudah jelas kemunafikannya dan orang-orang yang udzur. Kemudian tersiarlah kabar bahwa Nabi SAW dan rombongannya telah sampai ke tempat tujuan. Juga terdengar kabar bahwa beliau bertanya, Mengapa Ka`b ibn Malik tidak menyertai kita?” Seorang sahabat menjawab, “Ya Rasulullah SAW harta dan untanya telah menjadikannya demikian.” Muadz menyahut, “Itu tidak benar, selama ini kita mengenal Ka`b adalah orang baik.” Namun Nabi SAW hanya berdiam diri tidak mengucapkan sepatah katapun.” Beberapa hari kemudian saya mendengar berita kedatangan Nabi SAW di Madinah. Seketika itu saya merasa takut dan cemas. Terlintas niat di hati saya untuk memberikan alasan dusta sekedar untuk menghindari kemarahan Rasulullah SAW. Bisa saja saya berbohong lalu di kemudian hari saya meminta maaf kepada beliau SAW. Lalu saya memusyawarahkan masalah ini dengan seluruh keluarga. Tetapi setelah mendengar kabar bahwa Rasulullah SAW benar-benar telah tiba di Madinah, saya memutuskan di dalam hati bahwa jika saya berdusta, hal itu tidak akan menyelamatkan diri saya. Maka saya bertekad akan berkata sejujurnya di hadapan beliau SAW. Telah menjadi kebiasaan Nabi SAW yang mulia, setiap kembali dari perjalanan, yang pertama kali beliau lakukan adalah memasuki masjid, lalu shalat dua rakaat, dan duduk sebentar memberi kesempatan kepada orang-orang yang ingin berjumpa dengan beliau SAW. Begitu Nabi SAW duduk, kaum munafik langsung mendatangi Nabi SAW dan memberikan berbagai alasan dan sumpah-sumpah palsu mereka atas ketidakikutsertaan mereka dalam peperangan itu. Secara lahir, Nabi SAW menerima alasan

41

mereka. Namun secara batin, beliau menyerahkan kepada Allah SWT untuk membereskannya. Kemudian tibalah giliran saya. Saya mendekati beliau dan memberi salam. Sambil menoleh ke tempat lain, beliau tersenyum hambar kepada saya. Saya berkata, “Ya Rasulullah SAW, engkau telah berpaling dari saya, saya bersumpah saya bukan munafik dan saya meyakini keimanan saya.” Sabda beliau, “Kemarilah” sayapun duduk duduk mendekatinya. Beliau berkata, “Mengapa kamu tidak menyerati peperangan itu, bukankah kamu sudah membeli beberapa ekor unta untuk kendaraan?” saya menjawab, “Ya Rasulullah SAW, jika pada saat ini saya mendatangi ahli-ahli keduniaan, maka saya yakin saya akan membuat alasan-alasan dusta yang masuk akal agar saya terhindar dari kemarahanmu. Dan Allah telah memberi karunia kepandaian berbicara. Jadi, saya paham jika saya berhadapan denganmu lalu saya berbohong, engkau akan rela kepada saya, namun Allah pasti memurkai saya. Sebalikny, jika saya jujur sekarang, maka engkau mungkin akan memarahi saya, tetapi tidak lama kemudian Allah Yang Maha Suci tentu akan menghilangkan kemarahanmu. Untuk itu saya akan berkata sejujurnya. Demi Allah, saya tidak ada udzur apapun, saya seperti yang lainnya sedang bebas dan lapang. Bahkan pada saat itu merupakan kesempatan terbaik bagi saya daripada masa-masa sebelumnya.” Sabda Rasulullah SAW, “Kamu berkata benar.” Lalu sabda beliau, “Berdirilah, masalahmu nanti Allah senndirilah yang akan memutuskannya.” Sayapun pergi meninggalkan Rasulullah SAW dan kembali ke rumah. Ketika telah kembali di tengah keluuarga saya, mereka memarahi saya, “Mengapa engkau demikian jujur kepada nabi SAW? Engkau belum pernah berbuat dosa sedikitpun. Jika engkau meminta agar Rasulullah SAW memohonkan istighfar untukmu tentu itu telah cukup.” Saya katakan kepada mereka, “Banyak orang yang telah berbuat seperti itu.” Saya mendengar kabar bahwa selain saya masih ada dua orang lainnya yang telahh berbuat sama seperti saya terhadap nabi SAW. Mereka juga mendapatkan jawaban yang sama dengan saya. Pertama ialah hiilal ibn Umayyah dan Murarah ibn Rabi`. Saya melihat kedua teman saya yang juga telah mengikuti perang Badar juga diperlakukan sama dengan saya, Rasulullah SAW telah melarang orang-orang berbicara dengan kami bertiga.”

42

Cerita Ka`b selanjutnya, “Karena Rasulullah SAW telah melarang orang-orang berbicara dengan kami, maka tiada seorangpun yang berani berbicara dengan kami. Bahkan mereka menjauhi kami. Bagi kami, duna seakan-akan telah berubah, sehinggga kami rasakan bumi yang luas ini menjadi sempit dan menghimpit. Semua orang menghindari kami, dan yang paling mengganggu pikiran saya adalah, saya khawatir jika saya meninggal dunia saat itu, apakah jenazah saya akan dishalatkan oleh Rasulullah SAW atau tidak. Dan yang lebih saya takutkan lagi, jika Rasulullah Saw lebih dahulu meninggal dunia, maka saya akan selama-lamanya dalam keadaan seperti ini, yaitu tak seorangpun yang akan berbicara dengan kami dan tak seorangpun yang berani menshalatkan jenazah saya. Siapakah yang berani menentang perintah Nabi SAW? Semoga hal itu tidak terjadi.” Seperti itulah keadaan kami selama lima puluh hari. Dua orang kawan saya sudah tidak berani lagi keluar rumah, mereka hanya berdiam di dalam rumah saja. Sedangkan saya masih mampu keluar rumah, berjalan-jalan di pasar, dan ikut berjamaah di masjid. Tetapi tetap saja tidak ada orang yang berani berbicara dengan saya. Saya masih sering hadir di majelis Rasulullah SAW. Dan saya sangat mengharapkan ada jawaban dari mulut beliau yang mulia untuk kami. Suatu ketika, setelah selesai shalat berjamaah, saya berdiri shhalat sunnah berdekatan dengan Rasulullah SAW. Saya ingin melihat apakah Rasulullah SAW melihat saya atau tidak. Ternyata ketika saya sibuk dengan shalat saya, Rasulullah SAW memandangi saya, tetapi ketika saya memandang beliau, beliau memalingkan muka. Demikianlah, kaum muslimin tidak mau berbicara sama sekali dengan saya. Ini merupakan penderitaan batin yang sangat berat bagi saya. Suatu saat saya memanjat tembok kebun milik sepupu saya, yaitu abu Qatadah, ia sangat akrab dengan saya. Saya memanjat dindingnya dan memberi salam kepadanya, tetapi ia tidak membalas salam saya. Saya bersumpah di hadapannya, saya bertanya, “tiidakkah engkau ingin mengetahui bahwa saya masih mencintai Allah dan RasulNya?” ia tidak menjawab pertanyaan saya. Saya kembali bersumpah dan bertanya kepadanya. Tetapi ia tetap tidak mau menjawab pertanyaan saya. Saya ulangi lagi untuk ketiga kalinya tetapi ia hanya menjawab, “Hanya Allah dan RasulNyalah yang mengetahui.”

43

Mendengar kalimat itu keluar dari lisannya, sayapun menangis, lalu saya tinggalkan tempat itu. Suatu hari saya sedang berjalan-jalan di pasar Madinah, kemudian saya melihat seorang Qibti (Mesir) Nasrani datang dari Syam ke Madinah untuk berdagang. Ia berkata kepada orang-orang, “Saya mendengar ada seseorang bernama Ka`b ibn Malik, tolong tunjukkan alamatnya.” Orang-orangpun menunjukkan tangan mereka ke arah saya. Lalu ia mendatangi saya dan memberikan sepucuk surat dari raja kafir yang memerintah di Ghassan, di dalamnya tertulis: “Kami memahami bahwa saat ini anda sedang mendapatkan perilaku dzalim dari pemimpin anda. Allah tidak akan membiarkan anda dalam keadaan hina dan menyianyiakan anda. Maka datanglah kepadaku, aku akan menolong anda.” (Sudah menjadi kebiasaan di dunia ini, jika seorang bawahan menerima suatu peringatan dari pemimpinnya, maka ia kana bertambah baik atau malah menjauhkan diri dari pemimpinnya). Ka`b ibn Malik berkata, “setelah membaca surat ini, saya langsung mengucapkan, inna lillaahi wa inna ilaihi raji`un, sampai seperti itulah keadaan saya pada saat itu sehingga orang-orang kafir menginginkan saya dan berusaha mengeluarkan saya dari Islam. Ini merupakan musibah besar bai saya. Saya ambil surat tadi lalu mencampakkannya ke dalam api. Kemudian saya mengunjungi Nabi SAW dan berkata, “Ya Rasulullah SAW, karena keputusanmu, orang-orang kafir menghendaki diri saya untuk memasuki agama mereka.” Demikianlah keadaan yang saya alami selama lebih kurang empat puluh hari sehingga pada suatu saat datanglah seorang utusan dari Rasulullah SAW yang memerintahkan kami juga harus berpisah dengan istri-istri kami. Saya bertanya apakah saya harus menthalaknya?” jawab mereka, “Tidak, tetapi sekadar berpisah untuk sementara.” Demikian pula terhadap kedua kawan saya, utusan itu telah datang untuk menyampaikan hal yang sama. Saya berkata kepada istri saya, “Pulanglah ke rumah orang tuamu, dan tinggallah di sana selama Allah belum memutuskan masalah ini.” Adapun istri Hilal ibn Umayyah menemui Rasulullah SAW dan berkata, “Hilal sudah sangat tua, jika tidak ada yang mengurusnya, maka dapat mencelakakan dirinya. Karena itu, jika engkau mengizinkan dan berbaik hati kepada saya, saya ingin melayaninya.” Sahut Nabi SAW, “Engkau boleh menjaganya asalkan tidak berhubungan

44

badan dengannya.” Jawab istrinya, “Ya Rasulullah SAW, ia sudah tidak memiliki keinginan lagi. Sejak peristiwa ini menimpanya, ia telah menghabiskan waktunya dengan menangis. Ka`b melanjutkan, “Ada yang mengusulkan kepada saya agar saya juga berbuat seperti Hilal, yaitu meminta kepada Nabi agar istri saya melayani saya. Mungkin saya akan diizinkan untuk tinggal dengan istri.” Namun saya menjawab,”Hilal itu sudah tua, sedangkan saya masih muda. saya tidak tahu jawaban apa yang akan diberikan Rasulullah. Untuk itu, saya tidak akan minta izin.” Keadaan tersebut berjalan selama sepuluh hari sehingga kehidupan tanpa bicara dan tanpa bergaul ini telah berjalan selama lima puluh hari. Pada hari ke lima puluh setelah subuh, ketika saya sedang duduk-duduk penuh cemas di atap rumah saya, walaupun saya tinggal di atas tanah milik sendiri, tetapi hidup ini terasa sangat sempit. Tiba-tiba dari arah bukit terdengar suara keras, “Hai Ka`b, ada berita baik untukmu!” Kisah Ka’b mencerminkan bahwa orang yang bersalah akan merasakan kesalahannya secara langsung ketika kehilangan lingkungannya, sehingga prilakunya lurus kembali. Begitulah para kader da’wah mendapat pendidikan Rasulullah SAW. Tidak berbeda dengan apa yang telah dipaparkan di muka, menurut Najib Khalid al-Amar dalam bukunya berjudul ”Tarbiyyat Islamiyat”, bahwa metode pendidikan Islam yang dilakukan Rasulullah SAW, pada periode Makkah dan Madinah, adalah (1) melalui teguran langsung, misalnya hadist Rasulullah SAW; Umar bin Salamah r.a. berkata, ”Dahulu aku menjadi pembantu di rumah Rasulullah SAW, ketika makan, biasanya akau mengulurkan tanganku ke berbagai penjuru. Melihat itu beliau berkata, ”Hai ghulam, bacalah bismilah, makanlah dengan tangan kananmu, dan makanlah apa yang ada di dekatmu;” (2) melalui sindiran, Rasulullah SAW bersabda, ”Apa keinginan kaum yang mengatakan begini begitu? Sesungguhnya aku shalat dan tidur, aku berpuuasa dan berbuka, dan aku pun menikahi wanita. Maka barangsiapa yang tidak senang dengan sunahku berarti dia bukan golonganku;” (3) pemutusan dari jama`ah. Pernah Ka`b bin Malik tidak ikut beserta Rasulullah SAW dalam perang Tabuk. Dia berkata, ”Nabi melarang sahabat lainnya berbicara dengan aku. Disebutkan. Pemutusan hubungan itu berlangsung selama lima puluh malam.” (HR. Bukhari); (4) melalui pemukulan. Dari Umar ibn Syu`aib dari bapaknya dari kakeknya disebutkan, Rasulullah SAW bersabda,

45

”Perintahkanlah anak-anakmu mengerjakan shalat dari usia tujuh tahun, dan pukullah mereka kalau enggan mengerjakannya pada usia sepuluh tahun, serta pisahkan mereka dari tempat tidur.” (HR. Abu Dawud dan Hakim) (5) melalui perbandingan kisah orangorang terdahulu; (6) menggunakan kata isyarat, misalnya merapatkan dua jari sebagai isyarat perlunya menggalang persatuan (7) keteladanan. Setiap apa yang disampaikan Rasulullah SAW maka yang menjadi uswah-nya adalah Rasulullah SAW sendiri.20 Menurut hemat penulis, masih terdapat satu lagi metode pendidikan Islam yang dilakukan oleh rasulullah SAW, yaitu dengan menakut-nakuti. Tentu saja yang dimaksud dengan menakut-nakuti dalam konteks ini berbeda dengan menakut-nakuti dalam hal lainnya yang telah menjadi anggapan umum dalam masyarakat luas. Menakut-nakuti di sini adalah memperingatkan para sahabat akan suatu hal yang dilarang dengan mengabarkan akibat atau sesuatu yang akan terjadi bila mereka berani melakukan suatu hal yang dilarang tersebut. Misalnya: 1. Pada suatu ketika, Rasulullah SAW datang ke masjid untuk shalat. Beliau melihat sekumpulan sahabat sedang tertawa-tawa. Mereka tertawa sangat keras sehingga gigi mereka terlihat dengan jelas. Lalu Nabi SAW bersabda, ”Apabila kalian banyak mengingat mati, maka kalian tidak akan seperti yang saya lihat saat ini. Perbanyalkah mengingat maut. Di kubur, tiada sehari pun yang terlewati kecuali kubur akan berkata, ”Aku adalah rumah yang tidak mengenal persahabatan, aku adalah rumah yang penuh dengan debu, aku adalah rumah penghabisan, aku adalah rumah kalajengking.” Apabila seorang mukmin diletakkan di dalam kubur, maka kubur akan berkata, ”Selamat datang, baik engkau telah datang, di antara sekian banyak orang yang tinggal di atas bumi, engkaulah yang paling saya sukai. Sekarang engkau telah tiba, maka aku akan berbuat yang terbaik untukmu.” Kemudian kubur akan melebar seluas pandangan si mayit dan akan dibukakan untuknya salh satu pintu surga sehingga berhembus angin surga kepadanya dan harumnya surga akan tercium olehnya.” Jika seseorang yang berakhlak buruk dimasukkan ke kubur, maka kubur akan berkata, ”Tiada ucapan selamat datang bagimu. Sangat buruk kedatanganmu ini. Di antara semua orang yang berada di atas bumi, kamulah yang paling saya 20

Lihat, Najib Khalid Al-Amar, Tarbiyah Rasulullah, Terj. Ibn Muhammad, Fakhrudin Nursyam, (Jakarta: Gema Insani Press, 1996), hlm. 33-41.

46

benci. Sekarang kamu telah datang kepadaku, maka lihatlah bagaimana aku tunjukkan sesuatu yang paling buruk bagimu.” Kemudian kubur akan merapat dan akan terus menghimpitnya sehingga tulang rusuknya saling menikam. Kemudian datanglah tujuh puluh ekor ular untuk menyiksanya. Jika satu saja bisa ular itu jatuh ke bumi, maka tiada sehelai rumputpun yang dapat tumbuh di atasnya. Ularular itu terus menyiksanya hingga hari kiamat.” Sabda Rasulullah SAW, ”Kubur adalah salah satu taman dari taman-taman surga, atau salah satu jurang dari jurang-jurang neraka.” 2. Kegiatan belajar mengajar yang di dalamnya terdapat interaksi pendidik dengan subjek didik, harus diwujudkan dengan sebaik mungkin dan sesuai dengan tujuan pendidikan itu sendiri. Karena itu seorang guru haruslah mampu mewujudkan suatu pelaksanaan proses belajar mengajar yang pada ahirnya memungkinkan terjadinya perubahan sikap mental seluruh pribadi subjek didik, ke arah pencapaian kedewasaannya masing-masing. Mewujudkan proses belajar mengajar yang seperti ini memang tidak mudah, sebab seorang guru harus berhadapan dengan berbagai watak dan perilaku yang berbedabeda. Bahkan serang guru harus memahami adanya perbedaan daya serap dan daya tangkap peserta didik terhadap materi yang diajarkan. Untuk itu perlu adanya interaksi yang baik, keseimbangan dalam menyikapi diri peserta didik, dan lebih penting bahwa interaksi yang terjalin haruslah didasari oleh penerimaan dan pemahaman yang manusiawi. Dalam pendidikan Islam, kegiatan mendidik haruslah mencontoh Rasulullah SAW sebab selain seorang utusan Allah ia juga seorang pendidik dan teladan bagi semua orang. Allah SWT menegaskan hal ini dalam firmanNya:

                 

47

”Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.”21 Di dalam diri Rasulullah SAW terhimpun dan tercermin pribadi yang bersumber dari isi kandungan al-Quran, yang bila dijadikan suri tauladan, Insya Allah akan mengantarkan seseorang pada keselamatan, kebahagiaan dan kesejahteraan hidup di dunia dan akherat.22 Beliau tidak pernah bertindak kasar, tetapi selalu pemaaf, memintakan ampunan, siap bermusyawarah, tawakal, dan tidak pernah berkhianat. Allah berfirman:

                                                                                                       “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah Lembut terhadap mereka. sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi

21 22

Q.S. Al-Ahzab (33): 21. Lihat, Hadari Nawawi, Pendidikan dalam Islam, hlm. 213-214.

48

mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu.23 Kemudian apabila kamu Telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya. 160. Jika Allah menolong kamu, Maka tak adalah orang yang dapat mengalahkan kamu; jika Allah membiarkan kamu (Tidak memberi pertolongan), Maka siapakah gerangan yang dapat menolong kamu (selain) dari Allah sesudah itu? Karena itu hendaklah kepada Allah saja orangorang mukmin bertawakkal. 161. Tidak mungkin seorang nabi berkhianat dalam urusan harta rampasan perang. barangsiapa yang berkhianat dalam urusan rampasan perang itu, Maka pada hari kiamat ia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu, Kemudian tiap-tiap diri akan diberi pembalasan tentang apa yang ia kerjakan dengan (pembalasan) setimpal, sedang mereka tidak dianiaya.” Beliau adalah uswah hasanah (teladan yang baik), rahmah li al-`alamiin (kasih sayang kepada segenap alam), selalu memulai segala perintah dan perilaku baik dengan dirinya sendiri, dan menyampaikan sesuatu sesuai dengan kadar kemampuan orang yang dididik. Itulah sebagian prinsip pendidikan yang beliau terapkan. Untuk menjadi pendidik yang berhasil, beliau telah mempersiapkan dirinya sedemikian rupa sejak sebelum diangkat sebagai Rasul. Beberapa pelajaran penting yang dapat dijadikan teladan dari diri Rasulullah SAW antara lain; •

Pra Kerasulan : Memiliki sifat dapat dipercaya (al-Amin). Diriwayatkan, waktu Rasulullah SAW berusia tiga puluh lima tahun (sebelum masa kenabian), kaum Quraisy sepakat merenovasi Ka`bah. Namun tatkala pembangunan telah sampai di bagian peletakkan Hajar Aswad, mereka saling berselisih tentang siapa yang berhak mendapat kehormatan untuk meletakkan Hajar Aswad. Diriwayatkan, perselisihan itu berlangsung selama empat atau lima hari. Bahkan perselisihan itu semakin meruncing dan hamper terjadi perang fisik. Namun kemudian, Abu Umayyah ibn al-Mughirah al-Makhzumi tampil dan menawarkan jalan keluar. Ia berkata bahwa hendaknya kita menyerahkan urusan ini kepada siapapun yang pertama kali masuk lewat pintu masjid. Mereka sepakat. Dan dengan kehendak Allah SWT, orang yang berhak tersebut adalah Rasulullah SAW.

23

Maksudnya: urusan peperangan dan hal-hal duniawiyah lainnya, seperti urusan politik, ekonomi, kemasyarakatan dan lain-lainnya.

49

Setelah itu kaum Quraisy berkumpul di sekitar Rasulullah SAW. Rasulullah SAW kemudian meminta sehelai selendang lalu beliau meletakkan Hajar Aswad tepat di tengah-tengah selendang, lalu meminta pemuka-pemuka kabilah ayng sedang berselisih untuk memegang ujung-ujung selendang, lalu memerintahkan mereka secara bersama-sama mengangkatnya. Setelah mendekati tempatnya, beliau SAW mengambil Hajar Aswad dan meletakkannya di tempat semula. Inilah salah satu pemecahan yang sangat jitu dan diridhai semua orang. Berawal dari persitiwa inilah kemudian beliau SAW mendapat julukan sebagai al-Amin (orang yang terpercaya).24 terlatih dalam suasana keprihatinan dan penuh tantangan, kesiapan diri untuk mandiri, tidak tergantung kepada orang lain, dan kondisi rumah tangga yang sangat menunjang pelaksanaan tugas. •

Setelah menjadi Rasul : Beliau bisa membaca dan memahami kondisi medan perjuangan dan menilainya dengan pisau analisis yang baik. Allah SWT berfirman dalam al-Quran:

                              “1.Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, 2. Dia Telah menciptakan manusia dari segumpal darah. 3. Tuhanmulah

yang

Maha

perantaran kalam,255.

pemurah,4.Yang

mengajar

Bacalah, dan

(manusia)

dengan

Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak

diketahuinya.”26 Rasulullah SAW adalah sosok yang selalu mantap, cinta, dan meyakini tugas yang diemban. Allah SWT berfirman: 24

Lihat, Syaikh Shafiyyurrahman Al-Mubarakfuri, Sirah Nabawiyah, terj. Kathur Suhardi, (Jakarta: Pustaka Al-kautsar, 2008), hlm 53-55. 25 Maksudnya: Allah mengajar manusia dengan perantaraan tulis baca. 26 Q.S. Al-`Alaq (96): 1-5.

50

                                                                                              1. Nun,27 demi kalam dan apa yang mereka tulis,2. Berkat nikmat Tuhanmu kamu (Muhammad) sekali-kali bukan orang gila. 3.

Dan

Sesungguhnya bagi kamu benar-benar pahala yang besar yang tidak putusputusnya.4. Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.5. 27

Yaitu huruf-huruf abjad yang terletak pada permulaan sebagian dari surat-surat Al Quran seperti: Alif laam miim, Alif laam raa, Alif laam miim shaad dan sebagainya. diantara ahli-ahli tafsir ada yang menyerahkan pengertiannya kepada Allah Karena dipandang termasuk ayat-ayat mutasyaabihaat, dan ada pula yang menafsirkannya. golongan yang menafsirkannya ada yang memandangnya sebagai nama surat, dan ada pula yang berpendapat bahwa huruf-huruf abjad itu gunanya untuk menarik perhatian para Pendengar supaya memperhatikan Al Quran itu, dan untuk mengisyaratkan bahwa Al Quran itu diturunkan dari Allah dalam bahasa Arab yang tersusun dari huruf-huruf abjad. kalau mereka tidak percaya bahwa Al Quran diturunkan dari Allah dan Hanya buatan Muhammad s.a.w. semata-mata, Maka cobalah mereka buat semacam Al Quran itu.

51

Maka kelak kamu akan melihat dan mereka (orang-orang kafir)pun akan melihat, 6. Siapa di antara kamu yang gila. 7.Sesungguhnya Tuhanmu, Dia-lah yang paling mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya; dan Dia-lah yang paling mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. 8. Maka janganlah kamu ikuti orang-orang yang mendustakan (ayat-ayat Allah). 9. Maka mereka menginginkan supaya kamu bersikap lunak lalu mereka bersikap lunak (pula kepadamu).10. Dan janganlah kamu ikuti setiap orang yang banyak bersumpah lagi hina, 11. Yang banyak mencela, yang kian ke mari menghambur fitnah,12. Yang banyak menghalangi perbuatan baik, yang melampaui batas lagi banyak dosa, 13. Yang kaku kasar, selain dari itu, yang terkenal kejahatannya,14. Karena dia mempunyai (banyak) harta dan anak.2815. Apabila dibacakan kepadanya ayatayat Kam, ia berkata: "(Ini adalah) dongeng-dongengan orang-orang dahulu kala." 16. Kelak akan kami beri tanda dia di belalai(nya).29 Rasulullah SAW membina diri dengan shalat malam dan membaca alQuran di setiap penghujung malam, dzikir dan tekun beribadah, sabar menerima reaksi dan tantangan, hijrah saat diperlukan. Allah SWT berfirman dalam alQuran:

                                                               28

Orang yang mempunyai banyak anak dan harta lebih mudah dia mendapat pengikut. tapi jika dia mempunyai sifat-sifat seperti tersebut pada ayat 10-13, tidaklah dia dapat diikuti. 29 yang dimaksud dengan belalai di sini ialah hidung. dipakai kata belalai di sini sebagai penghinaan.Q.S.Al-Qalam (68): 1-16.

52

                 “1.Hai orang yang berselimut (Muhammad),2. Bangunlah (untuk sembahyang) di malam hari,30 kecuali sedikit (daripadanya), 3. (yaitu) seperduanya atau kurangilah dari seperdua itu sedikit.4. Atau lebih dari seperdua itu. dan Bacalah Al Quran itu dengan perlahan-lahan.5. Sesungguhnya kami akan menurunkan kapadamu perkataan yang berat.6. Sesungguhnya bangun di waktu malam adalah lebih tepat (untuk khusyuk) dan bacaan di waktu itu lebih berkesan.7. Sesungguhnya kamu pada siang hari mempunyai urusan yang panjang (banyak).8. Sebutlah nama Tuhanmu, dan beribadatlah kepadaNya dengan penuh ketekunan.9. (Dia-lah) Tuhan masyrik dan maghrib, tiada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Maka ambillah dia sebagai Pelindung.10. Dan Bersabarlah terhadap apa yang mereka ucapkan dan jauhilah mereka dengan cara yang baik.”31 Rasulullah SAW mendidik dengan ikhlas, siap membersihkan diri dari dosa, menjauhi perbuatan yang tak terpuji, tidak terlampau banyak mengharapkan pemberian manusia, dan berusaha bersikap sabar untuk memperoleh hasil yang diharapkan.

                        “1.Hai orang yang berkemul (berselimut),2.

Bangunlah, lalu berilah

peringatan!3. Dan Tuhanmu agungkanlah!4. Dan pakaianmu bersihkanlah,5. 30

sembahyang malam Ini mula-mula wajib, sebelum turun ayat ke 20 dalam surat ini. setelah Turunnya ayat ke 20 Ini hukumnya menjadi sunat. 31 Q.S. Al-Muzammil (73) : 1-10.

53

Dan perbuatan dosa tinggalkanlah,6. Dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak.7.

Dan untuk (memenuhi

perintah) Tuhanmu, bersabarlah.”32 Sebuah renungan: Ada beberapa petunjuk yang Rasulullah SAW ajarkan kepada kita perihal pendidikan. Diantaranya:



Lakukanlah pendidikan dengan hikmah, kebijaksanaan, nasihat, dan diskusi yang baik.                                                                                  “125.Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah33 dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.”34



Berpalinglah dari ajaran yang salah, memberi pendidikan kepada peserta didik yang salah dengan kata-kata yang benar.                                                 “63.Mereka itu adalah orang-orang yang Allah mengetahui apa yang di dalam hati mereka. Karena itu berpalinglah kamu dari mereka, dan berilah mereka pelajaran, dan Katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka.”35



Jadilah sosok pendidik yang selalu konsekuen dalam pendirian yang benar, punya idealisme yang kuat, tidak mengikuti hawa nafsu, adil, dan menunjukkan identitas pendidik muslim yang taat.

                     

32

Q.S. Al-Mudatstsir (74) : 1-7. Hikmah: ialah perkataan yang tegas dan benar yang dapat membedakan antara yang hak dengan yang bathil. 33

34 35

Q.S. An-Nahl (16) : 125. Q.S. An-Nisa (4) : 63.

54

“Allah

berfirman:

"Jangan

takut

(mereka

tidak

akan

dapat

membunuhmu), maka pergilah kamu berdua dengan membawa ayat-ayat Kami (mukjizat-mukjizat); sesungguhnya Kami bersamamu mendengarkan (apa-apa yang mereka katakan),”36                                    Katakanlah: "Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik."37



Seorang pendidik jangan merasa rendah diri.

                          “Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan.”38



Seorang pendidik jangan mudah putus asa.                                  “Hai anak-anakku, pergilah kamu, maka carilah berita tentang Yusuf dan saudaranya dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir.”39



Tawakallah, sebabb keberhasilan proses pendidikan ditentukan oleh Allah                               

36

Q.S. Asy-Syu'ara (26) : 15.

37

Q.S. Yusuf (12): 108. Q.S. Al-Furqan (25): 63.

38 39

Q.S.Yusuf (12): 87.

55

“dan Yang mempersatukan hati mereka (orang-orang yang beriman).40 Walaupun kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka. Sesungguhnya Dia Maha Gagah lagi Maha Bijaksana.”41

Berdasarkan pada pembahasan sederhana di atas, setidaknya terdapat empat kepribadian Rasulullah SAW mulia yang patut kita jadikan contoh agar kita menjadi para pendidik yang profesional.42 Diantaranya: 1. Siddiq. Yakni pribadi yang selalu berkata dan berbuat benar, satu antara kata dan perbuatan.43 Rasulullah SAW dikenal sebagai pribadi yang jujur, bahkan sebelum diangkat menjadi Rasul, beliau telah dijuluki sebagai al-Amin (orang yang terpercaya). Menurut para teolog, esensi kenabian diantaranya adalah siddiq, tidak berdusta. Kebenaran erat kaitannya dengan kejujuran sebab orang yang jujur adalah orang yang benar, walau ia berbuat kesalahan namun dengan berani ia berterus terang mengakui kesalahannya itu, maka orang salah yang jujur adalah orang salah yang benar, dalam artian ia benar-benar mengakui kesalahannya tanpa menutup-nutupinya. Kejujuran atau kebenaran adalah dasar utama dari kenabian. Tidak ada kebohongan atau tipuan yang pernah terdengar dari mereka, entah itu secara terang-terangan atau sembunyi-sembunyi.44 Allah berfirman dalam al-Quran: 40

Penduduk Madinah yang terdiri dari suku Aus dan Khazraj selalu bermusuhan sebelum Nabi Muhammad s.a.w hijrah ke Medinah dan mereka masuk Islam, permusuhan itu hilang. 41

Q.S. Al-Anfal (8) : 63

42

Profesional adalah pekerjaan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi (Psl. 1 UU No 14/2005). Pengakuan kedudukan guru sebagai tenaga profesional dibuktikan dengan sertifikat pendidik (Psl 2 UU No 14/2005). Kedudukan guru sebagai tenaga profesional bertujuan untuk melaksanakan sistem pendidikan nasional dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional (Psl 6 UU No 14/2005). Prinsip-prinsip Guru Profesional, diantaranya: 1. Miliki bakat, minat, panggilan jiwa & idealisme 2. Miliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketaqwaan & Akhlak mulia (character building) 3. Miliki kualifikasi akademik (S1/D IV) dan latar belakang pendidik sesuai dengan bidang tugas 4. Miliki kesempatan untuk ngembangkan profesi 5. Miliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas profesi 6. Memililki organisasi profesi 43 Lihat, Hadari Nawawi, Pendidikan dalam Islam, hlm. 214. 44 Lihat, M. Fethullah Gulen, Versi terdalam: Kehidupan Rasul Allah Muhammad SAW, Terj. Tri Wibowo Budi Santoso, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), hlm. 35.

56

              ”Ceritakanlah (hai Muhammad) kisah Ibrahim di dalam Al Kitab (Al Quran) ini. Sesungguhnya ia adalah seorang yang sangat membenarkan45 lagi seorang nabi.”46

                   ”Dan Ceritakanlah (hai Muhammad kepada mereka) kisah Ismail (yang tersebut) di dalam Al Quran. Sesungguhnya ia adalah seorang yang benar janjinya, dan dia adalah seorang Rasul dan nabi.”47

               ”Dan Ceritakanlah (hai Muhammad kepada mereka, kisah) Idris (yang tersebut) di dalam Al Quran. Sesungguhnya ia adalah seorang yang sangat membenarkan dan seorang nabi. Dan kami Telah mengangkatnya ke martabat yang Tinggi.”48

                                 45

Maksudnya: ialah Ibrahim a.s. adalah seorang nabi yang amat cepat membenarkan semua hal yang ghaib yang datang dari Allah. 46 Q.S. Maryam (19): 41. 47 Q.S. Maryam (19): 54. 48 Q.S. Maryam (19): 56-57.

57

”(Setelah pelayan itu berjumpa dengan Yusuf dia berseru): ”Yusuf, Hai orang yang amat dipercaya, Terangkanlah kepada kami tentang tujuh ekor sapi betina yang gemuk-gemuk yang dimakan oleh tujuh ekor sapi betina yang kuruskurus dan tujuh bulir (gandum) yang hijau dan (tujuh) lainnya yang kering agar Aku kembali kepada orang-orang itu, agar mereka mengetahuinya.”49 Rasulullah SAW adalah sosok orang yang selalu menjunjung tinggi kebenaran. Beberapa hadist yang menunjukkan hal itu di antaranya: Rasulullah SAW bersabda: ”Berjanjilah kepadaku enam hal dan aku menjanjikan engkau surga. Bicaralah jujur (benar), tepati janjimu, penuhi kepercayaanmu, jaga kesucianmu, jangan melibatkan yang haram, dan hindarilah apa-apa yang dilarang.”50 Rasulullah SAW bersabda: ”Tinggalkanlah yang meragukan dan ikutilah yang

jelas.

Kebenaran

memberikankepuasan;

bohong

menyebabkan

kecurigaan.”51 Rasulullah SAW bersabda: ”Carilah kebenaran meskipun engkau hancur.”52 Rasulullah SAW bersabda: ”Tetaplah dalam kebenaran, sebab kebenaran membawa kepada kebajikan dan kebajikan membawa kepada surga. Jika engkau selalu benar dan mencari kebenaran, Allah SWT mencatatmu demikian. Jangan pernah berbohong, karena bohong menghilangkan rasa malu dan hilangnya rasa malu membawa ke neraka. Jika engkau tetap bohong dan menipu, Allah akan mencatatmu demikian.” 53 Dalam kaitannya dengan pendidikan, guru yang siddiq atau jujur adalah sosok guru yang punya potensi sebagai uswatun khasanah bagi peserta didiknya. Tinggal bagaimana ia menerapkan kejujurannya itu ke dalam interaksinya dengan peserta didik. Sebagai seorang guru, menonjolkan kejujuran dalam mendidik adalah suatu keharusan. Ketidakjujuran seorang guru tanpa disadari akan sangat mempengaruhi anak didik. Anak didik, terutama yang belum baligh, mudah 49

Q.S. Yusuf (12): 46. Ibn Hanbal, 5;323. 51 Tirmidzi, “Qiyamah”, 600; Ibn Hanbal, 1:200. 52 Hindi, Kanz al-Ummal, 3:344. 53 Bukhari, “Adab” 69; Muslim, “Birr”, 105; Abu Dawud, “Adab”, 80. 50

58

terpengaruh oleh sikap guru yang tidak jujur dalam perkataan dan perbuatannya. Karena pada periode ini, guru adalah sang maestro yang selalu ingin diikuti perkataannya.54 Kasus: Beberapa kasus yang menunjukkan ketidakjujuran guru dalam dunia pendidikan, diantaranya: a) Guru memberikan materi yang ia sendiri belum cukup menguasainya. Sebenarnya kurangnya penguasaan seorang guru terhadap suatu materi itu masih bisa ditoleransi, bila masih dalam taraf kewajaran. Namun yang menjadi permasalahan di sini adalah ketika seorang guru belum cukup menguasai materi yang hendak diajarkan lalu ia berpura-pura telah siap mengajarkan materi tersebut, dengan menambahkan pelajaran (materi) yang tidak benar atau tidak sesuai, alias menipu siswa. Ini kebanyakan terjadi dalam pelajaran eksakta dan beberapa mata pelajaran yang memang di dalamnya mengajarkan kaidah-kaidah khusus, misalnya kaidah-kaidah penyusunan kalimat berbahasa Arab (qawaid al-lughah al-`Arabiyah), Inggris, dan sebagainya. b) Guru mendongengi peserta didik dengan dongenan penuh ilusi. Menurut Ali Qutb, ada satu hal penting yang perlu ditanamkan kepada para guru dan orang tua, janganlah sekali-kali mendongengi anak menjelang tidur dengan dongengan yang penuh ilusi. Dongengan seperti itu jelas akan membahayakan pertumbuhan mereka. Bagi guru, karena ingin dianggap menarik pelajaran yang diajarkannya, maka ia membuat cerita lucu, akan tetapi sebenarnya cerita itu tidak mengandung keteladanan.55 c) Guru memberikan nilai secara asal-asalan. Misalnya salah seorang peserta didik dalam mengikuti ujian matematika mendapat nilai asli 3,5. namun oleh sang guru (dengan alasan karena tuntutan formalitas atau lainlainnya) mengkatrol nilai peserta didik sehingga menjadi 6,0 atau bahkan 7,5. Inilah sebagian dari ”pelanggaran terselubung” yang berarti ”ketidakjujuran” dalam dunia pendidikan. Dan bila guru saja telah berani 54

Lihat, Muhammad Nurdin, Kiat Menjadi Guru professional, hlm. 83-84. Muhammad Ali Qutb, Sang Anak dalam Naungan Pendidikan Islam, (Bandung: Diponegoro, 1993), hlm. 82. 55

59

tidak jujur kepada murid-muridnya, maka jangan heran dan menyesal bila suatu saat nanti sang murid akan menjadi orang yang tidak jujur pula. Maka dari itu sudah saatnya kita sebagai guru mengadakan introspeksi diri, agar menjadi lebih baik. Ingat apa yang dikatakan Dorothy Law Nolte, ”...Jika anak dibesarkan dengan kejujuran, ia belajar keadilan. Jika anak dibesarkan dengan keterbukaan, ia belajar kebenaran....” Sebuah Renungan: Kejujuran56 Kejujuran, betapa langkanya kata ini! Mencari orang yang jujur saat ini hampir sama mustahilnya denganmencari jarum di dalam tumpukan jerami. Jujur bukanlah semata-mata tidak berkata dusta. Ketika Nabi bersabda, "katakanlah kebenaran itu walupun pahit", sebenarnya Nabi memerintahkan kita untuk berlaku jujur dengan lidah kita. Ketika Nabi bersabda, "andaikata Fatimah binti Muhammad mencuri, niscaya akan aku potong tangannya," sesungguhnya Nabi mengajarkan kita untuk bertindak jujur dalam penegakkan hukum meskipun terhadap keluarga sendiri. Ketika Al-Qur'an merekam kalimat suci, "sampaikanlah amanat kepada yang berhak," sesungguhnya Allah menyuruh kita bersikap jujur ketika memegang amanah, baik selaku dosen, pejabat, ataupun pengusaha. Sewaktu Allah menghancurkan harta si Karun karena Karun bersikukuh bahwa harta itu diraihnya karena kerja kerasnya semata, bukan karena anugerah Allah, sebenarnya Allah sedang memberi peringatan kepada kita bahwa itulah azab Allah terhadap mereka yang tidak berlaku jujur akan rahmat Allah. Tengoklah diri kita sekarang....Masihkah tersedia kejujuran di dalam segala tindak tanduk kita? Ketika anda terima uang sogokan sebenarnya anda telah berlaku tidak jujur. Ketika anda enggan menolong rekan anda, meskipun anda sadar anda mampu menolongnya, saat itu anda telah menodai kejujuran. Ketika di sebuah pengajian anda ditanya jama'ah sebuah pertanyaan yang sulit, dan anda tahu bahwa anda tak mampu menjawabnya, tapi anda jawab juga dengan "putar sana-sini", maka anda telah melanggar sebuah kejujuran (orang kini menyebutnya "kejujuran ilmiah"). Adakah orang jujur saat ini? 56

Oleh, Nadirsyah Hosen

60

Bahkan Yudhistira yang dalam kisah Mahabharata terkenal jujur pun sempat berbohong dihadapan Resi Durna saat perang Bharata Yudha. Dewa dalam kisah tersebut menghukum Yudhistira dengan membenamkan roda keretanya ke dalam tanah beberapa senti. Anda boleh tak percaya cerita Mahabharata ini, tapi jangan bilang bahwa anda meragukan Allah mampu menghukum kita akibat ketidakjujuran kita dengan lebih dahsyat lagi. Kalau Dewa mampu menghukum Yudhistira seperti itu, jangan-jangan Allah akan membenamkan seluruh yang kita banggakan ke dalam tanah hanya dalam kejapan mata saja. Guru saya pernah bercerita ketika ada orang yang baru masuk Islam bertanya kepada Rasul bahwa ia belum mampu untuk mengikuti gerakan sholat dan kewajiban lainnya, konon, Rasul hanya memintanya untuk berlaku jujur. Ketika ada seorang warga negara Inggris yang masuk Islam, dan belum bisa sholat serta puasa, saya minta dia untuk berlaku jujur saja dahulu. Orang asing itu terperanjat. Boleh jadi dia kaget bahwa betapa Islam memandang tinggi nilai kejujuran. Kini, saya yang terperanjat dan terkaget-kaget menyaksikan perilaku kita semua yang sudah bisa sholat dan puasa namun tidak mampu berlaku jujur.

2. Amanah. Yakni kepribadian yang dapat dipercaya karena kejujuran yang tiada duanya

dalam

perkataan

dan

perbuatannya.57

Menjadi

orang

beriman

mengimplikasikan menjadi orang yang amanah atau dapat dipercaya. Semua nabi adalah orang beriman yang terbaik dan karena itu merupakan contoh yang sempurna dari amanah. Untuk menegaskan prinsip ini, Allah meringkaskan kisah lima nabi dengan menggunakan kata yang sama:58

                       ”Kaum Nuh Telah mendustakan para rasul. 106. Ketika saudara mereka (Nuh) Berkata kepada mereka: "Mengapa kamu tidak bertakwa? 107. Sesungguhnya

Aku

adalah

seorang

57

Rasul

kepercayaan

(yang

diutus)

Lihat, Hadari Nawawi, Pendidikan dalam Islam, hlm. 214. M. Fethullah Gulen, Versi Terdalam; Kehidupan Rasul Allah Muhammad SAW, Terj. Tri Wibowo Budi Santoso, hlm. 61. 58

61

kepadamu,”59 (dalam ayat-ayat selanjutnya pada surat yang sama yang mengganti Nuh dengan Hud, Luth, Syuaib, dan Shaleh, anda akan menjumpai versi ringkasan dari sifat amanah para nabi ini.60 Rrasulullah adalah perwujudan dari sifat amanah. Umatnya, bahkan sebelum kenabiannya, menyebutnya al-Amin (yang dapat dipercaya). Setelah pernyataan kenabiannya, musuh-musuhnya masih mempercayakan barang-barang berharga kepada dirinya.61 `Aisyah berkata, ”Seandainya Rasulullah SAW dapat menyembunyikan setiap wahyu, dia akan menyembunyikan ayat itu.”62

Jika

Muhammad tidak dapat dipercaya, dia akan melakukannya. Tetapi tindakan seperti itu bertentangan dengan kkarakter dan misinya dan berarti bahhwa dia tiidak menyampaikan risalah. Lebih jauh Allah melaranganya untuk melakukan hal tersebut:

                                 ”Hai rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia.63 Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.”64 Seorang pendidik yang baik, harus mencontoh pribadi Rasulullah SAW ini. Ia harus dapat mengemban amanahnya sebagai seorang guru. Mulai bagaimana ia masuk kelas, mengajar, keluar kelas, mendidik murid, dan sebagainya, haruuslah benar-benar menjaga amanah yang diberikan kepadanya. 59

Q.S. Asy-Syu`araa` (26): 105-107. M. Fethullah Gulen, Versi Terdalam; Kehidupan Rasul Allah Muhammad SAW, Terj. Tri Wibowo Budi Santoso, hlm. 62. 61 Ibid., hlm. 64. 62 Bukhari, “Tawhid,” 22; Muslim, “Iman,” 288. 63 Maksudnya: tak seorangpun yang dapat membunuh nabi Muhammad SAW. 64 Q.S. Al-Maidah (5): 67. 60

62

3. Tabligh. Yakni pribadi yang tidak menyembunyikan segala sesuatu yang harus disampaikannya.65 Sebagai seorang guru yang baik, pantang untuk berperilaku pura-pura, dengan maksud menyembunyikan kekurangannya di mata peserta didiknya. Seharusnya, sesuatu yang baik harus disampaikan kebaikannya, sesuatu yang buruk disampaikan keburukannya, sesuatu yang masih meragukan disampaikan keraguannya, sehingga peserta didik menjadi jelas, paham, dan bisa memaklumi kapasitas guru mereka. 4. Fatonah. Yakni pribadi yang memiliki kecerdasan yang tinggi sehingga selalu bijksana dalam perkataan dan perbuatan, terutama dalam mengambil keputusan.66 Rasulullah SAW senantiasa merepresentasikan dan mengekspresikan apa yang ingin dia jarakan melalui tindakannya, dan kemudian menerjemahkan tindakannya ke dalam kata-kata. Bagaimana memuja Allah, bagaimana bersikap sederhana, bagaimana duduk dalam shalat dan doa, bagaimana dengan penuh perasaan, bagaimana tunduk, bagaimana menangis kepada Allah di tengah malam- semua ini dia lakukan dulu dan kemudian baru mengajarkannya kepada orang lain. Sebagai hasilnya, apapun yang dia ajarkan diterima dengan segera di dalam keluarganya dan oleh para pengikutnya, karena ucapannya menembus ke hati mereka.67 Seseorang bertanya kepada Aisyah, ”Beritahukanlah kepadaku sesuatu yang luar biasa pada diri Rasulullahh SAW yang pernah engkau lihat? Jawab Aisyah, ”Tidak ada sesuatu pada diri Rasulullah SAW yang tidak luar biasa, segala sesuatu yang beliau lakukan luar biasa. Pernah pada suatu malam beliau berbaring bersamaku, lalu beliau SAW berkata, ”Biarkanlah aku beribadah kepada Allah sekarang.” beliau bangun dari tempat tidurnya lalu mengerjakan shalat. Baru saja mulai shalat, beliau langsung menangis bercucuran air mata sehingga membasahi dada. Kemudian beliau ruku`, juga sambil menangis. Demikian pula ketika sujud, beliau juga menangis. Dan ketika bangun dari sujud, beliau masih menangis. Kemudian terdengarlah Bilal mengumandangkan adzan fajar. Saya berkata, ”Ya Rasulullah, mengapa engkau menangis. Bukankah engkau maksum, dan Allah telah berjanji mengampuni segala dosamu, baik yang akan datang 65

Ibid., hlm. 214. Hadari Nawawi, Pendidikan dalam Islam, hlm. 215. 67 M. Fethullah Gulen, Versi Terdalam; Kehidupan Rasul Allah Muhammad SAW, Terj. Tri Wibowo Budi Santoso, hlm. 197. 66

63

maupun yang telah lalu?” Jawab nabi SAW, ”Apakah tidak sepatutnya saya menjadi hambaNya yang bersyukur?” Sabda beliau selanjutnya, ”Mengapa saya tidak berbuat seperti ini, padahal Allah SWT telah berfirman:

                                         Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambi tentang penciptaan berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan angit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan, tiadalah Engkau menciptakan Ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, Maka kami peliharalah kami dari siksa neraka.68 Dengan menelaah beberapa prinsip keteladanan Rasulullah sebagai pendidik teladan, ada beberapa rumusan tentang tugas, peranan, dan fungsi guru di lembaga Islam. Setelah memunculkan kesadaran bahwa sekolah-sekolah yang beridentitas Islam mempunyai tugas dan peranan yang lebih dari tugas dan peranan lembaga-lembaga pendidikan yang tidak beridentitas Islam, maka setiap orang harus mempertaruhkan nama Islam dalam segala aktivitasnya. Lembaga-lembaga pendidikan yang beridentitas Islam sampai saat ini masih banyak yang belum menjadi kebanggaan umat Islam sendiri. Oleh karena itulah segenap guru di lembaga pendidikan Islam mempunyai tugas dan peranan sebagai berikut :

68

Q.S. Ali Imran (3): 190-191.

64

1. Ia tidak hanya bertugas mentransfer ilmu kepada anak didik, tetapi juga harus mampu mentransfer iman dan akidah Islam; ia tidak hanya penyampai ilmu, tetapi juga harus menjadi pengamal pertama dari ilmu yang diajarkannya; 2. Ia tidak hanya wajib melaksanakan pendidikan di kelas sesuai jadwal yang telah ditetapkan, tapi juga harus setiap saat bisa melayani anak didik; 3. Ia tidak hanya menjadi pendidik di ruang kelas, tetapi juga menjadi pendidik di setiap tempat di mana pun ia berada; 4. Ia tidak hanya siap menjawab pengetahuan sesuai dengan bidangnya, tetapi juga harus mempu menjawab pertanyaan anak didik tentang Islam; 5. Ia tidak hanya dapat dipercaya dalam moral dan akhlaknya; 6. Ia tidak hanya harus sukses dalam melaksanakan tugas pendidikan di sekitar lembaga pendidikan, tetapi juga harus mampu melakukan hal yang sama di rumah dan di tengah masyarakat; 7. Ia tidak hanya harus mempertangungjawabkan segala langkahnya kepada lembaga, tetapi juga harus mempertanggungjawabkannya (secara moral) kepada umat dan kepada Allah; 8. Ia tidak hanya menjadikan dirinya sebagai teladan, tetapi keluarganya juga harus menjadi teladan bagi keluarga lain; 9. hubungan antara para guru, pimpinan lembaga, orangtua, dan lain-lainnya harus diciptakan sebagai ukhuwah Islamiyah yang mengandung aspek-aspek ta'awun, musawah, tarahum, tadhamun, dan lain-lain. Untuk terwujudnya hal-hal di atas, langkah-langkah yang dicontohkan Rasulullah sebagai pendidik teladan dan pendidik yang paling sukses penting dijadikan perhatian oleh semua pihak, baik guru yang bersangkutan, pimpinan, maupun masyarakat secara keseluruhan.69 G. Metode Pengajaran Rasulullah SAW Menurut bahasa (etimologi), metode berasal dari bahasa Yunani yaitu meta (sepanjang), hodos (jalan). Jadi, metode adalah suatu ilmu tentang cara atau langkahlangkah yang ditempuh dalam suatu disiplin tertentu untuk mencapai tujuan tertentu.70 69

KH. Miftah Faridh, Rasulullah SAW sebagai Pendidik Teladan,http://kotasantri.com/mimbar.php? aksi=Detail&sid=552 70 M. Myrda, Ensiklopedi Nasional Indonesia, cet. 3(Jakarta: Delta Pamungkas, 1997), hlm 296.

65

Metode berarti ilmu cara menyampaikan sesuatu kepada orang lain.71Metode juga disebut pengajaran atau penelitian.72 Menurut istilah (terminologi), metode adalah ajaran yang memberikan uraian, penjelasan, dan penentuan nilai. Metode biasa digunakan dalam penyelidikan keilmuan.73 Hugo F. Reading mengatakan bahwa metode adalah kelogisan penelitian ilmiah, sistem tentang prosedur dan teknik riset.74 Sedangkan yang dimaksud dengan metode pengajaran adalah cara yang digunakan guru dalam mengadakan hubungan dengan siswa pada saat berlangsungnya pengajaran. Oleh karena itu, peranan metode mengajar sebagai alat untuk menciptakan proses mengajar dan belajar. Dengan metode ini diharapkan tumbuh berbagai kegiatan belajar siswa sehubungan dengan kegiatan mengajar guru. Dengan kata lain, terciptalah interaksi edukatif. Dalam interaksi ini guru-guru sebagai penerima atau yang dibimbing. Proses ini akan berjalan baik kalau siswa banyak aktif dibandingkan dengan guru. Oleh karenanya metode mengajar yang baik adalah metode yang dapat menumbuhkan kegiatan belajar siswa.75 Allah SWT berfirman:

                        “Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka Kitab dan hikmah (As Sunnah). dan Sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata,”76 71

M. Sastrapadja, Kamus Istilah Pendidikan dan Umum, cet. 1(Surabaya: Usaha Nasional, 1981), hlm 323. J.S. Badudu dan Sutan M. Zain, Kamus umum Bahasa Indonesia (Jakarta: Putaka Sinar Harapan, 1994), hlm 896. 73 Van Hoeve dan Elsevier, Ensiklopedi Indonesia, (Jakarta: Ikhtiar baru, 1991), hlm. 2231. 74 Hugo F. Reading, Kamus Ilmu Sosial, Cet I, (Jakarta: Rajawali, 1986), hlm. 249. 75 Samsul Nizar (ed), Sejarah Pendidikan Islam: Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan Era rasulullah Sampai Indonesia, hlm. 16. 76 Q.S. Al-Jumu`ah (62): 2. 72

66

Sebagaimana tampak jelas dalam ayat di atas, metode pendidikan Rasulullah SAW lebih terfokus pada usaha mensucikan manusia, namun universal, yang menghormati dan mengilhami nalar, dan membimbing nalar menuju tingkatan tertinggi di bawah intelek wahyu.77 Mengajar dengan mendidik tidak dapat dipisahkan dan harus saling terkait. Hadari Nawawi mengatakan bahwa mengajar yang dilaksanakan dengan baik, merupakan kegiatan mendidik,78 dan harus kita sadari pula bahwa selamanya mengajar itu bertujuan untuk mendidik. Mengajar untuk mendidik tidak sekedar menyentuh aspek kognitif khususnya intelektualitas subyek (anak) didik. Namun juga menyentuh aspek-aspek kepribadian lainnya, yang berkenaan dengan pembentukan sikap mental anak (subyek) didik, sebagai satu diri (individu) dalam kebersamaan (sosialitas) dengan orang lain.79 Dalam mendidik para sahabatnya, setidaknya Rasulullah SAW menggunakan lima metode pengajaran, yaitu: 1. Metode ceramah (pemberian nasehat). Yaitu suatu cara mengajar dengan penyajian materi melalui penuturan dan penerangan lisan oleh guru kepada siswa. Meode ceramah atau penyampaian informasi ini merupakan metode yang paling sering digunakan oleh Rasulullah saw untuk menyampaikan perintah-perintah Allah SWT. Hasil yang hendak dicapai dalam metode ini adalah meningkatnya ketaqwaan dan dilakukannya perbaikan sikap, cara berfikir dan bertingkah laku, karena telmemahami isi firman yang disampaikan.80 Yang menarik dari ceramah Rasulullah SAW adalah bahwa ceramah yang beliau sampaikan sangatlah menyentuh hati semua pendengar, dan sangat membantu peserta didik (sahabat) dalam meningkatkan nilai ketakwaan mereka. Tidak jarang para sahabat menangis karena mendengar ceramah yang disampaikan oleh Rasulullah SAW. Mereka mengis karena apa yang telah disampaikan oelh Rasulullah saw benar-benar dapat masuk ke dalam hati mereka, dan mereka menghayati betul apa yang telah disampaikan belliau. 77

M. Fethullah Gulen, Versi Terdalam; Kehidupan Rasul Allah Muhammad SAW, Terj. Tri Wibowo Budi Santoso, (Jakarta: PT Raja Grafindo, 2002), hlm. 194. 78 Hadari Nawawi, Pendidikan dalam Islam, hlm. 247. 79 Ibid., hlm. 247. 80 Ibid., hlm. 251.

67

Diriwayatkan, suatu hari Hanzhalah bercerita, “Suatu ketika saya berada di majelis Rasulullah SAW. Beliau menasehati kami suatu nasehat yang membuat hati kami menjadi lembut dan air mata kami bercucuran seolah-olah kami melihat hakekat yang sebenarnya. Setelah majelis Rasulullah SAW selesai, saya kembali ke rumah dan berkumpul dengan anak istri. Lalu mulailah kami berbicara tentang masalah duniawi, bercanda dengan anak-anak, dan bercumbu dengan istri. Keadaan waktu itu sangat berbeda dengan keadaan ketika di dalam majelis Nabi SAW. Lalu terlintas di benak saya bahwa keadaan saya ternyata berbeda dengan keadaan ketika berada di majelis nabi SAW. Saya berkata dalam hati, “Sebenarnya kamu ini seoorang munafik. Sebab, ketika di majelis Rasulullah SAW, keadaanmu berbeda dengan ketika kamu berada di tengah anak istrimu.” Saya sangat kecewa ketika menyadari hal ini dan sulit untuk menerimanya. Dengan pikiran kalut saya keluar rumah sambil berkata, “Hanzhalah, kamu telah munafik.” Lalu Abu Bakar datang menghampiri saya. Saya berkata kepadanya, “Hanzhalah telah menjadi munafik.” Sahut Abu Bakar, “Subhanallah, tidak benar apa yang kamu katakan.” Lalu saya bercerita bahwa ketika saya di majelis Nabi SAW, ketika beliau menceritakan tentang surga dan neraka, seolah-olah surga dan neraka berada di hadapan saya. Tetapi ketika pulang ke rumah dan bercanda dengan anak istri, maka semua yang terbayang ketika bersama Rasulullah SAW terlupakan, “ Abu Bakar menyahut, “Ya, hal itu juga terjadi pada kami.” Lalu keduanya menemui Rasulullah SAW. Hanzhalah berkata, “Ya Rasulullah SAW, saya telah menjadi munafik.” Sabda beliau SAW, “Apa yang terjadi?” Hanzhalah bercerita, “Ya Rasulullah SAW, ketika kami berada di hadapanmu dan engkau menceritakan tentang surga dan neraka kepada kami, seolah-olah surga dan neraka itu berada di depan kami. Tetapi ketika kami meninggalkan engkau dan bercanda dengan anak istri kami, apa yang engkau ucapkan segera kami lupakan.” Beliau SAW menjawab, “Demi Dzat yang nyawaku berada di tanganNya, jika setiap saat keadaanmu seperti ketika bersamaku, maka para malaikat akan menyambutmu di tempat tidurmu dan berjabat tangan denganmu di jalan-jalan. Namun Hanzhalah, keadaan seperti itu kadang-kadang saja terjadi.”

68

Dari penjelasan sederhana di atas, dapat disimpulkan bahwa ceramah yang baik adalah ceramah yang dapat mempengaruhi diri para pendengar, yang dengan pengaruh itu para pendengar dapat menangkap isi materi yang disampaikan dan benar-benar menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari dengan baik. Namun menurut Hadari Nawawi, metode ceramah mempunyai beberapa kelemahan, diantaranya: a. Guru akan kesulitan mengetahui pemahaman atau pengertian peserta didik, tentang materi pelajaran yang telah diterangkan. b. Peserta didik dalam mengikuti ceramah guru seringkali mendengar pemakaian istilah-istilah namun sulit dimengerti. Pada peserta didik terjadi verbalisme dalam arti mengetahui dan mengenal perkataannya, tetapi tidak tahu maksud dan artinya.81 Karena itu seorang guru yang seringkali menggunakan metode ceramah harus pandai menggunakan dan memilih bahasa yang tepat dan mudah dipahami. 2. Dialog. Rasulullah SAW juga cukup sering menggunakan metode ini untuk mengajar para sahabat. Misalnya, dialog yang cukup terkenal antara Rasulullah SAW dengan Muadz ibn Jabal ketika hendak berangkat ke Yaman sebagai seorang kadi. 3. Diskusi dan tanya jawab. Metode diskusi ialah suatu cara penguasaan bahan pelajaran melalui wahana tukar pendapat berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang telah diperoleh, guna memecahkan suatu masalah.dengan kata lain, dalam metoda ini peserta didik mempelajari sesuatu melalui cara musyawarah di antara sesama mereka di bawah pimpinan atau bimbingan guru.82 Rasulullah SAW menggunakan metode ini untuk untuk memcahkan beberapa permasalahan penting, misalnya dalam menentukan strategi yang akan dipakai dalam perang Khandaq, atau diskusi Rasulullah SAW dengan para sahabat tentang hukuman yang akan diberikan kepada tawanan perang Badar.83

81

Ibid., hlm. 251-252. Abdul Rachman Shaleh, Pendidikan Agama dan Keagamaan; Visi, Misi dan Aksi, hlm. 62. 83 Samsul Nizar (ed), Sejarah Pendidikan Islam: Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan Era rasulullah Sampai Indonesia, hlm. 16. 82

69

Dalam dunia pendidikan, diskusi merupakan latihan bagi peserta didik untuk berani mengemukakan pendapatnya dan mampu menghormati atau menghargai pendapat orang lain, yang penting artinya dalam bermasyarakat.di samping itu kebiasaan mendiskusikan atau memusyawarahkan suatu persoalan dengan orang lain, akan menumbuhkan rasa ikut bertanggungjawab dalam mewujudkan hasilnya.84 Metode tanya jawab juga dipakai Rasulullah SAW dalam berbagai kesempatan. Misalnya suatu hari rasulullah SAW sedang duduk-dudk bersama dengan para sahabat. Tak lama kemudian lewatlah seseorang di hadapan mereka. Lalu Nabi SAW bertanya, “Bagaimanakah pendapat kalian tentang orang itu?” mereka menjawab, “Ya Rasulullah, ia adalah keturunan bangsawan. Demi Allah, jika ia melamar seorang wanita, tentu lamarannya tidak akan ditolak. Jika ia mengusulkan sesuatu, tentu akan disetujui oleh yang lain.” Nabi SAW berdiam diri tidak berkata apa pun. Tidak lama kemudian, seseorang lewat lagi di hadapan mereka. Nabi SAW bertanya tentang orang itu kepada mereka. Mereka menjawab, “Ya Rasulullah, ia adalah seorang muslim yang miskin. Jika ia meminang seorang wanita, pinangannya tentu sulit untuk diterima. Jika ia mengusulkan sesuatu, usulnya tentu akan ditolak. Jika ia berbicara, tidak ada orang yang akan mendengarnya.” Sabda Nabi SAW: “Orang Habsyi kedua itu lebih baik daripada orang pertama, walaupun ia memiliki dunia beserta isinya.” Dalam konteks pendidikan, metode tanya jawab dapat digunakan apabila: a. Guru bermaksud mengetahui penguasaan materi pelajaran yang telah dipelajari, baik dari pelajaran yang lalu untuk meneruskan pelajaran bberikutnya (yang baru), maupun yang sudah ditugaskan untuk dipelajari. b. Guru bermaksud menarik dan memusatkan perhatian peserta didik, dalam mengikuti ceramahnya tentang suatu materi pelajaran tertentu. c. Guru bermaksud melakukan pengecekan perhatian peserta didik pada waktu mendengarkan ceramah, mengenai suatu materi pelajaran yang disajikan guru. 84

Lihat, Hadari Nawawi, Pendidikan dalam Islam, hlm. 264.

70

d. Guru bermaksud mengarahkan atau memimpin pemikiran atau pengamatan peserta didik.85 Kasus: Dalam dunia pendidikan seringkali ditemui seorang guru melontarkan bermacam-macam pertanyaan yang sulit kepada peserta didik karena bermaksud memberikan hukuman di depan kawan-kawannya. Sebaiknya hal ini jangan sampai terjadi, karena secara psikologis hal itu dapat membuat peserta didik tidak percaya diri, malu, dan pada akhirnya ia tak punya motivasi untuk maju. 4. Metode demonstrasi. Menurut Hadari Nawawi, metode demonstrasi adalah proses belajar mengajar yang dilakukan guru dengan memperlihatkan suatu proses pada sejumlah peserta didik. Misalnya bagaimana proses mengerjakan wudhu, proses shalat tasbih, dan sebagainya.86 Sebagai seorang pengajar, Rasulullah SAW juga menggunakan metode demonstrasi untuk mengajarkan ibadah-ibadah yang berstatus wajib. Misalnya Rasulullah SAW mengajarkan cara shalat yang benar kepada para sahabat. Setelah

beliau

selesai

mengajarkannya

beliau

kemudian

bersabda,

“Sembahyanglah kamu sebagaimana kamu melihat aku bersembahyang.” 5. Metode pemberian tugas. Rasulullah SAW biasanya menggunakan metode ini untuk memberikan penngalaman kepada para sahabat. Misalnya beliau SAW memerintahkan kepada Zaid bin Tsabit agar belajar bahasa non Arab, sematamata bertujuan untuk memberikan tambahan pengalaman kepada Zaid bin Tsabit dan ke depan dapat membantu para sahabat dalam belajar memahami bahasa asing. Perhatian: dalam menggunakan metode ini, pendidik seyogyanya memberikan tugas-tugas yang sekiranya dapat memberikan manfaat kepada peserta didik, dapat menambah pengalamannya, dan ke depan, apa yang telah ditugaskannya itu mampu memberikan manfaat kepada orang lain.

85 86

Ibid., hlm. 258-259. Ibid., hlm. 277.

71

Related Documents

2.mengenal Sosok Rasulullah
December 2019 10
Sosok Harun Yahya
November 2019 25
Sunah2 Rasulullah
October 2019 32
Akhlaq Rasulullah
May 2020 29
Rasulullah Bercerita
June 2020 26