2. Hukum Wad’i Hukum wad’i adalah ketentuan Allah SWT yang menetapkan sesuatu sebagai sebab,syarat,mani’,syah,fasid,azimah dan rukhsoh.Melalui definisi ini dapat dipahami bahwa hukum wad’i merupakan ketentuan Allah SWT yang mengatur tentang sebab,syarat,mani’,syah,batal,azimah dan rukhsoh. (Firdaus,hal:249.2004) 1). Sebab • Sesuatu yang dijadikan syariat sebagai tanda bagi adanya hukum,dan tidak adanya sebab sebagai tanda bagi tidak adanya hukum. Dari definisi ini dapat dipahami bahwa yang menetapkan sesuatu sebagai sebab adalah syari’ (Allah).Hal ini sangat logis karena Allah yang menetapkan hukum taklifi dan yang menjadikan sebab sebagai tanda ada atau tidak adanya hukum.Seperti dalam surat ayat yang artinya: “siapa diantara kamu yang telah melihat bulan (hilal) maka berpuasalah”.Contoh lain adalah seperti mabuk sebagai penyebab keharaman khamar,dalam sabda rosulullah SAW yang berbunyi: Setiap yang memabukkan itu adalah haram.(H.R Muslim,Ahmad ibn hambal dan Ashhab al-sunan). (Nasrun,hal:261.1997) 2). Syarat • Adalah sesuatu yang dijadikan syari’ sebagai pelengkap terhadap perintah syara’,tidak syah pelaksanaan suatu perintah syara’ kecuali dengan adanya syarat tersebut. Dari definisi tersebut dapat diketahui bahwa syarat mempunyai arti penting karena sesuatu yang lain tergantung kepada adanya syarat tersebut.Dengan tidak terpenuhi syarat tersebut,maka berimplikasi suatu perintah syara’ menjadi tidak syah.Contoh:Wudu’ merupakan syarat syah pelaksanaan sholat.Berarti,bahwa syarat syahnya sholat tergantung adanya wudhu’.Dan juga pada saksi perkawinan,yang merupakan syarat syah akat nikah. (Firdaus,hal:251.2004) 3). Mani’ • Yaitu sesuatu yang ditetapkan syari’ sebagai penghalang adanya hukum. Contoh: Akad perkawinan yang syah menyebabkan terjadi hubungan kewarisan antara suami istri.Namun,hak saling mewarisi antara suami istri tersebut dapat menjadi terhalang karena salah satu pihak melakukan pembunuhan terhadap pihak lain.Apabila suami membunuh istrinya,maka ia terhalang mewarisi istrinya tersebut,seperti yang dijelaskan dalam hadist Rosulullah SAW yang artinya: “Dari Abu Hurairah Nabi SAW,bersabda:Pembunuh tidak berhak mendapatkan warisan”. (HR.Tirmidzi) Contoh lain: Kondisi haid pada wanita yang telah mukallaf ditetapkan syari’ sebagai penghalang bagi wanita tersebut untuk melakukan sholat,hal ini dijelaskan dalam hadits: “Apabila telah datang haid maka hendaklah engkau meninggalkan sholat dan apabila telah berakhir haid tersebut,maka hendaklah engkau mandi dan lakukanlah sholat”. (H.R bukhori) (Firdaus,hal:245-255.2004) 4). Syah • Tercapai sesuatu yang diharapkan secara syara’,apabila sebabnya ada,syarat terpenuhi,halangan tidak ada,dan berhasil memenuhi kehendak syara’ pada perbuatan tersebut.Maksudnya,suatu perbuatan dikatakan syah,apabila terpenuhi sebab dan syaratnya,tidak ada halangan dalam melaksanakannya,serta apa yang diinginkan syara’ dari perbuatan itu berhasil dicapai.Misalnya,seseorang melaksanakan sholat dengan memenuhi syarat dan sebabnya,serta orang yang sholat itu terhindar dari mani’.Apabila sholat dhuhur akan dilaksanakan,sebab wajibnya sholat itu telah ada,yaitu matahari telah tergelincir;orang yang akan sholat itu telah berwudhu’ ,dan tidak ada mani’ dalam mengerjakan sholat tersebut,maka sholat yang dikerjakan tersebut syah. (Amir,hal:344.1997)
5). Fasid/batal • Yaitu akibat dari suatu perbuatan taklifi yang tidak memenuhi sebab atau syarat; terpenuhi keduanya tetapi terdapat padanya mani’.Contoh: seperti adanya seorang yang melakukan sholat maghrib sebelum tergelincirnya matahari atau tidak memakai wudhu’ atau sudah ada keduanya tetapi dilakukan oleh wanita yang sedang haid. (Amir,hal:287.1997) 6). Azimah dan Rukhsoh • Azimah adalah hukum-hukum yang disyariatkan Allah SWT kepada hambanya sejak semula,dalam artian belum ada hukum sebelum hukum itu disyariatkan Allah SWT,sehingga sejak disyariatkannya seluruh mukallaf wajib mengikutinya.Dalam definisi lain dapat disebut bahwa Azimah merupakan hukum-hukum yang sejak semula pensyariatannya tidak berubah dan berlaku bagi seluruh ummat,tempat,dan masa tanpa kecuali.Contoh: jumlah rakaat sholat dhuhur adalah empat rokaat,jumlah rokaat ini ditetapkan Allah SWT sejak semula,dimana sebelumnya tidak ada hukum lain yang menetapkan jumlah rokaat sholat dhuhur.Hukum tentang rokaat sholat dhuhur itu adalah empat rokaat disebut dengan azimah. • Apabila ada dalil lain yang menunjukkan bahwa orang-orang tertentu boleh mengerjakan sholat dhuhur dua rokaat seperti orang musyafir,maka hukum tersebut disebut rukhsoh.Dengan demikian,para ahli ushul fiqh mendefinisikan rukhsoh dengan “hukum yang ditetapkan berbeda dengan dalil yang ada karena ada udzur”. (Nasrun,hal:221.1997)
HUKUM WAD’I Bahasa: sesuatu yang menyebabkan ada @ tiadanya hukum Taklifi Istilah: Khitab Allah yang berhubung dengan penetapan sesuatu yang menjadi sebab kepada sesuatu atau menjadi syarat kepada sesuatu atau menjadi pencegah kepada sesuatu seperti Wuduk jadi syarat sah solat. Pembahagian Hukum Wad’i 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Sebab Syarat Mani’ Sahih Fasad Azimah Rukhsah
1. Sebab Sesuatu yang menjadi asas kepada terbentuknya sesuatu hukum. Seperti melihat anak bulan ramadhan menjadi sebab berpuasa ُص ْمه َّ فَ َم ْن ش َِه َد ِم ْن ُك ْم ال ُ شه َْر فَ ْل َي
Sebab ditinjau dari sudut kemampuan mukallaf Perjalanan 2 marhalah sebab qasar solat. Sebab ditinjau dari sudut keadaan
Sebab Hukum Taklifi
Masuk waktu sebab wajib solat .
Sebab hukum Wad’I
Pindah milik sebab sah jual beli Sebab dari sudut munasabah @ tidak dengan hukum
Sebab munasabah dengan hukum.
Curi potong tangan untuk jaga maslahah
Sebab tidak munasabah dengan hukum
Masuk waktu sebab wajib solat sedangkan akal tidak dapat fikir tujuan dan matlamatnya.
2. Syarat Sesuatu yang kerananya tercipta sesuatu hukum dan menjadi syarat sahnya sesuatu perbuatan. Apabila syarat tidak ada ,maka perbuatan itu dikira tidak sah dengan sendirinya. 1. Syarat dari sudut perkara yang menyempurnakannya.
Syarat bagi hukum. Contohnya cukup haul menjadi syarat wajib keluarkan zakat Syarat yang menyempurnakan hukum. Contohnya Kemempuan menyerah menjadi syarat sah jual beli.
1. Syarat dari sudut wadi’ah @ sumber
Syar’i .
Contohnya syarat berwuduk untuk sembahyang.
Jadian
Contohnya Ada penjamin syarat hutang dalam jual beli
3. Mani’
Tegah. Halang. Penghalang kepada sesuatu yang mana adanya menyebabkan sesuatu hukum itu tidak dapat dilaksanakan. Contoh ada mani’ jika beza agama. Jadi tidak boleh warisi harta sebab beza agama walaupun bersaudara.
Mani’ Lil Hukmi @ Penghalang Hukum
Suatu perkara dengan kewujudannya menyebabkan tidak terjadi hukum walaupun ada sebab cukup syarat Contohnya membunuh pewaris menjadi penghalang daripada dapat harta pusaka
Mani’ Lil Sabab @ Penghalang Sebab
Perkara yang mana dengan kewujudannya menyebabkan penghalang sebab. Contoh seorang yang cukup nisab hartanya tetapi masih berhutang menyebabkan penghalang dari berzakat 4. Sahih Suatu perbuatan yang boleh menghasilkan kesan seoerti yang dimaksudkan serta kesan yang bersifat syarak, sama ada berbentuk ibadat @ percakapan @ muamalat Contohnya sembahyang – tunaikan dengan cukup syarat dan rukunnya .Ia menjadi sah dan dapat tinggalkan kesan iaitu bebas daripada tanggungjawab dan berhak dapat pahala . 5. Fasad Sesuatu perbuatan yang tidak meninggalkan kesan yang dimaksudkan sama ada ibadat @ ucapan dan muamalat. Contoh sembahyang yang tidak cukup syarat maka batal dan tidak tinggalkan kesan .Jadi , bila batal tidak bebas dari tanggungjawab.
6. Azimah Cita-cita @ azam terhadap sesuatu َولَقَ ْد ع َِه ْدنَا إِ َلى آ َد َم ِم ْن قَ ْب ُل فَنَسِ َي َولَ ْم نَ ِج ْد لَهُ ع َْز ًما Hukum-hukum yang telah ditetapkan oleh Allah sejak awal lagi terhadap semua mukallaf dan tidak pernah berubah sejak asalnya atau berubah menjadi semakin berat,. Contoh sembahyang yang ditetapkan tidak pernah berubah. علَى ا ْل ُمؤْ ِمنِينَ ِكتَابًا َم ْوقُوتًا َ ْإِنَّ الص َََّلةَ كَانَت Bahagian- bahagian Azimah
a)Wajib b)Sunat c)Haram d)Makruh e)Harus
7. Rukhsah Mudah Hukum syarak yang disyariatkan oleh Allah sebagai suatu keringanan terhadap mukallaf dalam keadaan khusus yang membolehkan mengambil keringanan itu -Contoh boleh tinggal puasa orang yang bermusafir.
KATA PENGANTAR
Assalamualikum wr.wb Pertama-tama, saya mengajak semua untuk senantiasa memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah begitu banyak melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada kita semua, sehingga sampai saat ini kita masih dalam perlindungan-Nya. Pada kesempatan ini, perkenankan saya mengucapkan terima kasih kepada Bapak Drs H.Abdul Latif, MA.g selaku dosen mata kuliah Ushul Fiqh yang memberikan pelajaran serta bimbingan yang tidak pernah putus kepada kita semua, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktu yang teah di tentukan. Saya menyadari makalah ini jauh dari sempurna dan tentu masih banyak kesalahan, kejanggalan dan kehilafan serta kekurangan disana sini. Tapi ini bukanlah halangan untuk memahami mata kuliah Ushul Fiqh ini, justru ini akan menjadi pendorong semangat dalam mengejar pengetahuan di maksud untuk di kuasai secara utuh. Akhirnya kritik dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan makalah ini saya harapkan. Untuk menjadi bahan contoh dalam pembuatan makalah selanjutnya. Wassalamu’alaikum Wr.Wb Jambi, 16 November 2011 Penulis
ARJAMUDIN DAFTAR ISI Kata Pengantar …………………………………………………………………..
i
Daftar Isi ………………………………………………………………………..
ii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ………………………………………………………….
1
B. Rumusan Masalah ………………………………………………………
1
C. Tujuan …………………………………………………………………..
3
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Hukum Wadh’i ………………………………………………
4
B. Pengertian Sebab ……………………………………………………….
4
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Latar belakang pembahasan makalah ialah untu melengkapi pemakalah yang sudah dipersentasekan pada minggu yang lalu. Sebagaiman yang kita ketahui hukum taklifi itu mrupakan pembagian dari hukum syara’. Untuk itu di sini saya akan memebahas hukum wadh’i yang terdiri dari sebab, syarat, dan mani’.
A. Rumusan masalah A.
Apa tujuan mempelajari hukum wadh’i?
B.
Apa pengertian hukum wadh’I itu sendiri?
C.
Apa saja sebab, syarat, dan mani’ dari hukum wadh’i itu sendiri ?
D.
Agar mengetahui perbandingan antara hukum wadh’i dengan hukum taklifi ?
B.
Tujuan A. Agar mengetahui pengertian hukum wadh’i ? B. Agar mengetahui sebab, syarat, dan mani’ dari hukum wadh’i ? C. Agar dapat mengetahi pemebagian hukum wadh’i ?
BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Hukum Wadh’i Hukum wadh’i terbagi kepada 5 bagian, berdasarakan penelitian di peroleh ketetapan, bahwwasannya hukum wadh’i ada kalanya menghendaki untuk menjadi suatu syarat bagi sebab sesuatu yang lain atau, menjadi penghalang atau menjadi pemboleh adanya rukshah (keringanan hukum) sebagai ganti ‘azimah, atau sah atau tidak sah.[1] B.
Pengertian Sebab Sebab ialah sesuatu yang di jadikan oleh syari’ sebagai tanda atas musababnya dengan mengkaitkan keberadaan musabab dengan keberadaannya dan ketiadaan musabab dengan ketiadaannya. jadi, dari keberdaan sebab , maka di tetapakan adanya musabah dan dari ketiadaan sebab itu di tetapkan ketiadaannya. dengan demikian, sebab merupakan hal yang zhahir (nyata) dan pasti yang di jadikan oleh syar’i sebagai alamat atas hukum syara’, yaitu musababnya. Dari keberadaan sebab itu, di peroleh ketetapan keberadaan musabah, dan dari ketiadaannya, maka di peroleh ketetapan mengenai ketiadaan musabab itu.[2]
C. Macam-Macam Sebab Sebab terkadang menjadi hukum taklifi, seperti waktu yang di jadikan oleh syar’i sebagai sebab untuk mewajibkan mendirikan shalat, karena firman Allah SWT :
Pemilikan nisab suatu yang berkembang dari pemilik zakat bahkan sebagai sebab bagivpewajiban pembayaran zakat penyucian di tetapakan menjadi sebab bagi pemotongan tangan pencuri dan semisal hal-hal tersebut.[3] Kadangkala sebab menjadi sebab bagi penenmpatan kepemilikan, atau halangan, atau menghilangkan kedua-duanya: sebagai mana jual beli untuk menetapkan kepemilikan dan menghilangkannya, pemerdekaan dan wakaf untuk menggugurkannya akad perkawinan untuk menetapakan kehalalan, talaq untuk menghilangkan kehalalnya, kekerabatannya hubungan semenda, dan wala’ untuk menentapkan hal pewarissan, pengerusakan harta orang lain untuk menetapakan kewajiban mengganti rugi atas orang yang merusakkan, dan persekutuan atau pemilik untuk penetapan hak syuf’ah (menutp harga barang yang di jual). Terkadang sebab merupakan suatu perbuatan mukallaf yang di kuasainya, seperti pembunuhan yang di lakukan dengan sengaja menjadi sebab adanya penganiayaan terhadapnya, kadang kala, sebab merupakan hal yang di luar kekuasaan mukallaf dan tidsk termasuk perbuatannya, sebagai man masuknya waktu adalah sebab bagi pewajiban shalat.[4]
D. Pengertian Syarat syarat ialah suatu yang keberadaan hukumnya tergantung pada keberadaan sesuatu itu, dan dari ketiadaanya sesuatu itu di peroleh ketetapan ketiadaan hukum tersebut. yang di maksutkan adalah keberadaannya ecar syara’, yang menumbulkan efeknya. Syarat merupakan hal yang di luar hakekat sesuatu yang di syaratkan. ketidaan syarat menetapakan ketiadaan yang di syaratkan, namun adanya syarat tersebut tidak memastikan adanya yang di syaratkan.[5] E.
Contoh Syarat Wudhu adalah syarat bagi keabsaan mendirikan shalat-shalat apabila tidak ada wudhu, maka mendirikan shalat tidak sah, namun keberadaan wudhu tidak memastikan pendirian shalat. Syarat-syarat syar’iyyah adalah yang menympurnakan sebab dan menjadikan efek timbul padanya, misalnya pembunuhan meruoakan sebab bagi pewajiban qishash, akan tetapi dengan syarat, bahwa ia merupakan pembunuhan secara sengaja dan kezaliman. Pebedaan antara rukun dan syarat sesuatu, pada hal masing-masing dari keduanya menjadi tempat tergantungnya keberadaan hukum : bahwasannya rukun merupakan bagian dari hakikat sesuatu, adapun syarat merupakan hal yang berada di luar hakikatnya, dan bukan termasuk bagian-bagiannya. misalanya ruku’ adalah rukun shalat, karena ia dalah bagian dari
hakikat shalat, sedangkan bersucu adalah syarat shalat, karena ia adalah hal yang berada di luar hakeket shalat. persyaratan suatu syarat terkadang melalui hukum syari’, dan ia di sebut syar’i persyaratan suatu syarat terjadinya dengan tasharruf (tindakan hukum) mukallaf, dan ia disebut dengan syarat Ja’il.[6] F.
Pengertian Mani’ Mani’ adalah sesuatu yang keberadaannya menetapkan ketiadaan hukum, atau batalnya sebab ( Penghalang). Mani’ dalam istilah para ahli ilmu ushul fiqih adalah sesuatu hal yang ditemukan bersama keberadaan sebab dan terpenuhinya syarat- syaratnya, namun ia mncegah timbulnya musabab pada sebabnya. ketiadaan syarat tidaklah disebut mani’ dalam peristilahan mereka, meskipun ia menghalangi munculnya musabab pada sebabnya. suatu penghalaang terkadang menjadi mani’ terhadap keberadaan sebab syar’i, bukan timbulnya hukumnya,sebagai utang bagi orang yang memiliki senishab harta zakat. sesungguhnya hutang itu menghalangi terhadap keberadaan sebab bagi pewajiban zakat atas dirainya, karena harta kekayaan orang yang berhutang seakan-akan bukanlah miliknya dengan suatu pemilikan yang sempurna.
1. Ijab (kemestian): firman (teks ayat atau hadits) yang menuntut melaksanakan suatu perbuatan dengan tuntutan yang pasti. 2. Nadb (anjuran): firman (teks ayat atau hadits) yang menuntut mengerjakan suatu perbuatan dengan tuntutan yang tidak pasti. 3. Tahrim (larangan): firman (teks ayat atau hadits) yang menuntut meninggalkan suatu perbuatan dengan tuntutan yang pasti. 4. Karahah (kebencian): firman (teks ayat atau hadits) yang menuntut meninggalkan suatu perbuatan
dengan
tuntutan
yang
tidak
pasti.
5. Ibahah (kebolehan): firman (teks ayat atau hadits) yang mebolehkan melakukan atau meninggalkan suatu perbuatan. • Hukum wadh’i ialah firman Allah yang menjadikan sesuatu sebagai sebab adanya yang lain (musabbab); atau sebagai syarat yang lain (masyrut); atau sebagai penghalang adanya yang lain (mani’). Mani’ adalah sesuatu hal yang karena adanya dapat menghalangi kewajiban melaksanakan
sesuatu;
atau
menjadi
penghalang
terlaksananya
suatu
hukum.
Contoh:
a) Adanya najis pada tubuh atau pakaian, dapat menghalangi seseorang untuk melaksanakan shalat.
b) Adanya kewajiban zakat karena sudah mencapai nishab (batas minimal kewajiban zakat), karena ada hutang maka menjadi penghalang kewajiban berzakat, karena membayar hutang hukumnya juga wajib. Jadi, hutang menjadi penghalang membayar zakat.
c) Adanya kewajiban menunaikan ibadah haji ke Baitullah, karena tidak ada keamanan di jalan, maka tidak wajib berhaji. Ketidakamanan di jalan merupakan penghalang kewajiban haji.[7] G. 1.
Perbedaan antara Hukum Taklifi dan Wadh’i Hukum taklifi adalah menuntut melaksanakan suatu perbuatan atau membolehkan memilih (takhyir) bagi seorang mukallaf untuk melakukan suatu kewajiban atau tidak melakukan kewajiban itu. Sedangkan hukum wadh’i tidak menuntut, melarang atau membolehkan memilih suatu kewajiban, tetapi hanya menerangkan sebab, syarat, dan mani’ (penghalang) terhadap suatu kewajiban.
2.
Hukum taklifi selalu dalam kesanggupan orang mukallaf untuk melaksanakan atau meninggalkannya. Sedangkan hukum wadh’i kadang-kadang sanggup dilaksanakannya, dan kadang-kadang tidak mampu dikerjakan karena ada faktor-faktor: sebab, syarat, dan mani’
BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Setelah tersusunnya makalah ini maka saya dapat menyimpulkan bahwa pengertian sebab ialah sesuatu yang di jadikan oleh syari’ sebagai tanda atas musababnya dengan mengkaitkan keberadaan musabab dengan keberadaannya dan ketiadaan musabah dengan ketiadaannya. Sedangkan syarat ialah suatu yang keberadaan hukumnya tergantung pada
keberadaan sesuatu itu, dan dari ketiadaanya sesuatu itu di peroleh ketetapan ketiadaan hukum tersebut dan pengertian mani’ ini sendiri adalah sesuatu yang keberadaannya menetapkan ketiadaan hukum, atau batalnya sebab ( Penghalang). B.
Saran Harapan saya setelah tersusunnya makalah ini dapat menambah ilmu pengetahuan bagi pembaca. Dan saya juga menyadari makalh ini jauh dari kesempurnaan untuk itu saya mengharapkan keritik dan saran yang bersifat membangun untuk di jadikan bahan acuan dalam pemuatan makalah selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
http://mihrabia.blogspot.com/2011/01/hukuk-taklifi-dan-wadhi.html http://www.slideshare.net/lukmanul/presentasi-ushul-fiqh-hukum-taklifi-wadhi http://hk-islam.blogspot.com/2008/12/hukum-takhlifi-hukum-wadhi.html http://opickel-fadl.blogspot.com/2011/05/makalah-hukum-wadhi.html http://koran.republika.co.id/koran/0/93824/Hukum_I_Taklifi_I_dan_Hukum_I_Wadh_i_I
[1] http://mihrabia.blogspot.com/2011/01/hukuk-taklifi-dan-wadhi.html [2] http://www.slideshare.net/lukmanul/presentasi-ushul-fiqh-hukum-taklifi-wadhi [3] http://hk-islam.blogspot.com/2008/12/hukum-takhlifi-hukum-wadhi.html [4] http://www.slideshare.net/lukmanul/presentasi-ushul-fiqh-hukum-taklifi-wadhi [5] http://hk-islam.blogspot.com/2008/12/hukum-takhlifi-hukum-wadhi.html
[6] http://opickel-fadl.blogspot.com/2011/05/makalah-hukum-wadhi.html [7]http://koran.republika.co.id/koran/0/93824/Hukum_I_Taklifi_I_dan_Hukum_I_Wadh_i_