295360392-anatomi-palpebra-dan-sistem-lakrimal-edit.pptx

  • Uploaded by: Ivana Ester Sinta Uli
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View 295360392-anatomi-palpebra-dan-sistem-lakrimal-edit.pptx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,418
  • Pages: 91
dr. Prima Maya Sari, SpM

• Fissura palpebra merupakan daerah terbuka diantara palpebra superior dan inferior • Ukuran Normal: Horizontal 27-30mm Vertikal 8-11mm • Mobilitas : Palpebra Superior >>> inferior, dapat diangkat 15 mm oleh aksi otot levator

7 Lapisan Palpebra: • Kulit dan jaringan subkutis • Otot Protraktor (Musculus orbicularis oculi) • Septum Orbita • Lemak Orbita • Otot retraktor • Tarsus • Konjungtiva

Lamella anterior

Lamella Media Lamella Posterior

Potongan Melintang Palpebra Superior

Kulit dan Jaringan Subkutis • Merupakan kulit tertipis di tubuh; tidak memiliki lapisan lemak. • Terdapat rambut-rambut halus, kelenjar sebasea dan kelenjar keringat. • Lipatan palpebra superior  tempat perlekatan pertama otot levator palpebra.

Margo Palpebra • Lash Line  tempat tumbuhnya bulu mata (silia) • Gray line (Sulkus intermarginal)  bagian paling superficial dari otot orbikularis okuli, otot riolan. • White line  muara dari kelenjar meibom

Margo Palpebra Punctim lakrimal inferior normalnya terlihat dengan eversi

Punctum lakrimal superior normalnya tersembunyi oleh sedikit rotasi internal

Otot orbikularis okuli dibagi menjadi bagian palpebra dan bagian orbita. Bagian palpebra dibagi lagi menjadi pretarsal dan prespeptal

Septum Orbita -Merupakan jaringan fibrosa multilayer yang berasal dari periosteum diatas orbital rims superior dan inferior. -Berfungsi sebagai barrier dari penyebaran inflamsi dan perdarahan dari anterior ke posterior

Lemak Orbita - Lemak orbita berada pada bagian posterior dari septum orbita dan anterior dari aponeurosis otot levator (kelopak atas) atau fascia capsulopalpebral (kelopak bawah) -Di kelopak mata atas terdiri dari 2 kantong lemak orbita (nasal dan sentral) -Di kelopak bwah terdiri dari 3 kantong lemak orbita : nasal, sentral dan temporal

Otot Retraktror • Otot Retraktor pada palpebra superior adalah M. Levator palpebra dan M. Muller. • Otot Retraktor pada palpebra inferior adalah M. Tarsal inferior dan fascia kapsulopalpebra • Palpebra superior memiliki pendukung suspensory ligamentum whitnall sedangkan palpebra inferior dengan ligamentum lockwood

Otot Retraktror

A. B. C. D. E. F. G. H. I. J. K.

Lacrimal gland Whitnall ligament Superior oblique tendon sheath Levator aponeurosis Lateral horn Medial horn Lateral chantal tendon Medial chantal tendon Lacrimal sac Lower eyelid retractors Inferior oblique muscle

Tarsus

Tarsus -Merupakan jaringan ikat padat non kartilago. -Melekat pada margin orbita melalui ligamentum kantus media dan lateral. -Bagian superior memiliki ukuran panjang 29 mm dan tebal 1 mm, lebar 11 mm -Bagian inferior memiliki ukuran panjang 29 mm dan tebal 1 mm, lebar 4 mm

Conjunctiva • Nonkeratinizing squamous epithelium

Vaskularisasi Palpebra • Arteri carotis interna A. Oftalmia melalui : - a. supra orbita - a. lakrimal • Arteri carotis eksterna melalui : – a. angular – a. temporal

Lateral & Medial Palpebral Artery

Kelainan Palpebra Blefaritis • Blefaritis merupakan peradangan subakut atau menahun tepi kelopak mata • Terbagi menjadi seboroik (skuamosa) dan ulseratif (stafilokokal) • Azithromycin 1% dapat digunakan pada kasus blefaritis kronis.

Blefaritis Seboroik • Peradangan kelenjar kulit di daerah bulu mata, sering pada orang dengan kulit berminyak. • Penyebab  kelainan metabolik atau jamur • Klinis ditemukan adanya sisik halus, putih, penebalan kelopak mata disertai madarosis (hilangnya bulu mata), dibawah sisik kulit hiperemis, tidak berulserasi. • Pengobatan dengan perbaikan higiene, membersihkan sisik, salep salisil 1% dan merkuri amoniak dengan vehikulum minyak.

Blefaritis Ulseratif • Penyebab  infeksi stafilokokus • Klinis ditemukan adanya keropeng kekuningan, bila keropeng dibuang akan terjadi ulkus kecil mudah berdarah • Pengobatan dengan salep gentamisin, basitrasin.

Hordeolum • Merupakan peradangan supuratif kelenjar Zeis dan Moll (hordeolum eksternum), kelenjar Meibom (hordeolum internum). • Penyebab  infeksi Stafilococcus • Klinis  pasien mengeluh rasa mengganjal dan nyeri. Permukaan bengkak, dalam beberapa hari bengkak terlokalisir, warna merah, didekat pangkal bulu mata. • Pengobatan  pemberian antibiotik dan insisi bila ada fluktuasi

Kalazion • Merupakan peradangan lipogranuloma kronis kelenjar Meibom • Penyebab tidak diketahui, diduga gangguan sekresi yang menyebabkan sumbatan. • Faktor lain yang berperan  sumbatan mekanis (akibat pembedahan), infeksi bakteri yang ringan, dan blefaritis.

Kalazion • Klinis  peradangan ringan, apabila benjolan cukup besar maka bola mata akan tertekan (gangguan refraksi). Edema dan teraba benjolan keras

SISTEM LAKRIMAL Apparatus Sekresi Sistem lakrimalis Apparatus Ekskresi Watering eye/ tearing

Kombinasi Hipersekresi

Produksi air mata yang berlebihan

Epifora

Berkurangnya outflow airmata 31

Anatomi Kelenjar lakrimalis

Apparatus sekresi...

Terletak pada fossa tulang frontalis

ukuran 20x5x5 mm. Lobus orbita & lobus palpebra. Duktuli 12 buah Krause dan Wolfring

( Putz R; Pabst R, 2006 )32

Vaskularisasi kelenjar lakrimalis Arteri lakrimalis

Apparatus sekresi...

Anastomosis arteri lakrimalis dg middle meningeal artery

Cabang arteri infraorbita

33

( Bedrossian EH, 2002 )

Persarafan kelenjar lakrimalis

Apparatus sekresi... Sensorik

Parasimpatik

Simpatik

(Putz R; Pabst R,2006 ) 34

Fisiologi Sekresi Airmata… Lapisan airmata

Tebal sekitar 40 μm

Lapisan airmata

Evaporasi

Tebal lapisan airmata ↓

Lapisan lemak lapisan akuos lapisan musin

35

Sekresi airmata…

Produksi 1.5cc/25 jam atau 0.8 – 1.2 µl/menit.

Sekresi 1,2 μl/menit per hari, total volume 10 ml perhari.

Produksi airmata

Laju sekresi airmata basal sama dengan laju drainase air mata., evaporasi dan reabsorbsi. 36

Sekresi airmata…

Regulasi sekresi airmata

Sistem saraf

Kelenjar lakrimalis

Afferen

Sensoris

Efferen

Simpatik

Sekresi airmata

Parasimpatik

Hormon peptida & steroid 37

Ekskresi airmata….

Teori pompa lakrimalis Jones Pada tahun 1961, Jones  hypothesis of lacrimal sac negative pressure with eyelid closure

Teori Pompa Lakrimalis Rosengren-Doane Intubasi pada sakus melalui duktus nasolakrimalis untuk mengukur tekanan didalam sakus lakrimalis → peningkatan tekanan sakus pada saat kelopak mata menutup dan penurunan tekanan sakus pada saat kelopak mata membuka.

38

Teori Rosengren - Doane

Teori Rosengren-Doane

( Kersten, RC, MD, 2006 )

39

Ekskresi airmata…

Mekanisme pompa lakrimalis

Jones

Pompa lakrimalis tergantung pada superficial & deep

heads orbikularis okuli preseptal, deep heads orbikularis okuli preseptal serta fasia lakrimalis.

Fase Aktif

Proses pompa lakrimalis

Pengosongan airmata

Fase Pasif Pengisian airmata 40

Ekskresi airmata..

Fase Aktif

Kelopak mata terbuka Relaksasi deep heads orbikularis preseptal

Relaksasi superficial & deep head s orbikularis pretarsal

Kanalikuli memanjang Pungtum terbuka

Gaya gravitasi

Tekanan positif sakus lakrimalis

Mendorong airmata ke duktus nasolakrimalis→ meatus nasi inferior 41

Ekskresi airmata..

Fase Pasif

Kelopak mata tertutup Kontraksi deep head orbikularis preseptal

Kontraksi superficial & deep head s orbikularis pretarsal

Kanalikuli memendek Pungtum menutup

Tekanan negatif sakus lakrimalis

Airmata mengalir dari kanalikuli ke sakus lakrimalis 42

Hipersekresi Definisi

Rangsangan kelenjar lakrimalis→ produksi airmata meningkat

Mekanisme dan penyebab

Supranuklear Reflek tearing Infranuklear Rangsangan kelenjar lakrimalis Alergi 43

Epifora Definisi

Gangguan sistem drainase lakrimalis→ Outflow berkurang

Fungsional Obstruksi sistem lakrimalis

( Kominek P, 2007 )

Penyebab

44

Anamnesa Pemeriksaan luar

Inspeksi & palpasi kulit, kelopak mata, pungtum lakrimalis, sakus lakrimalis

( Kanski JJ, 2006, Kominek P, 2007 )

45

DAKRIOADENITIS Peradangan pada kelenjar lakrimalis Sering terjadi pada Anak-anak  komplikasi penyakit sistemik, misalnya morbili

Dewasa  akibat trauma

Gejala

Akut  pembengkakan di kelenjar lakrimal di temporal atas orbita, nyeri (+)

Kronik  bilateral di kedua mata

DAKRIOADENITIS

Viral (penyebab utama) • Mumps (penyebab tersering, terutama pada anak-anak), Epstein-Barr virus, Herpes zoster, Mononucleosis, Cytomegalovirus, Echoviruses, Coxsackievirus A • Pada anak dapat terlihat sebagai komplikasi dari kelenjar air liur, campah, influenza. Bacterial • Staphylococcus aureus and Streptococcus, Neisseria gonorrhoeae, Treponema pallidum, Chlamydia trachomatis, Mycobacterium leprae, Mycobacterium tuberculosis, Borrelia burgdorferi. • Dapat terjadi juga akibat infeksi retrograd konjungtivitis. Trauma tembus dapat menimbulkan reakso radang pada kelenjar lakrimal ini. Fungal (jarang) • Histoplasmosis, Blastomycosis, aktinomises, nokardiosissporotrikosis Sarkoid dan idiopati

Proses infeksinya dapat terjadi melalui penyebaran kuman yang berawal di konjungtiva yang menuju ke ductus lakrimalis dan menuju ke kelenjar lakrimalis

1. DAKRIOADENITIS AKUT

Gejala

• Nyeri di daerah glandula lakrimal yaitu di bagian depan temporall atas rongga orbita • kelopak atas bengkak, • konjungtiva kemotik, sekret (+) • Pada infeksi akan terlihat bila mata bergerak akan memberikan sakit dengan pembesaran kelenjar preaurikel

Pemeriksaan luar

kel. Lakrimalis yang edema pada eversi

2. DAKRIOADENITIS KRONIK

Gejala

• Bilateral • gejala klinisnya lebih baik daripada yang akut. • Gejala hamper sama dengan fase akut, tetapi nyeri. (-) • pembesaran kelenjar namun mobil • tanda-tanda ocular minimal • Kadang ptosis • Kadang disertai sindroma mata kering

Pemeriksaan luar

Tampak eritema dan edema pada kedua mata

PENATALAKSANAAN  kompres hanagat  antibiotic sistemik  bila terlihat abses maka dilakukan insisi

DAKRIOSISTITIS

Peradangan pada sakus lakrimal

Sering disebabkan oleh sumbatan duktus nasolakrimalis

KLASIFIKASI

AKUT

KRONIK

KONGENITAL

ETIOLOGI Faktor predisposisi • umur, jenis kelamin, ras, hereditas, status sosial ekonomi, higenitas

statisnya air mata pada saccus lakrimal • faktor anatomi, benda asing, hiperlakrimasi, inflamasi, dan adanya obstruksi

Obstruksi • Stenosis involusion, Dakriolit, penyakit pada sinus, trauma, inflamasi, plak lakrimal, radiasi, dan neoplasma

Infeksi • staphylokokus, pneumokokus, streptokokus, aspergillus, candida albicans, blastomyces, dan pseudomonas pyocyanea

GEJALA KLINIS

AKUT

• tanda dan gejala radang berupa nyeri, edema pada daerah saccus lakrimalis • Pembesaran ini berisi sekret mukopurulen

KRONIK

• epifora merupakan satu-satunya gejala yang timbul • Bila kantung air mata ditekan dapat keluar sekret mukoid

STADIUM DAKRIOSISTITIS KRONIK Stadium dakriosistitis kronik kataral • Inflamasi ringan saccus lakrimal  mata berair dan kadang mata merah ringan di kantus dalam

Stadium mukokel lakrimal berupa stagnasi kronik • distensi saccus lakrimal epifora konstan dan pembengkakan pada kantus dalam

Stadium dakriosistitis kronik supuratif • infeksi piogenik, cairan mukoid menjadi purulen, pergantian mukokel menjadi piokel

Stadium saccus kronik fibrotik • Infeksi berulang  saccus fibrotik karena mukosa yang menebal, epifora persisten dan secret

DIAGNOSIS

Anamnesis

Pemeriksaan Fisis

Pemeriksaan penunjang

Dye dissapearance test (DDT)

Fluorescein dye dissapearence test

Jones dye test I dan II

TES ANEL

PEMERIKSAAN PENUNJANG  CT scan  mencari tahu penyebab obstruksi pada dakriosistitis terutama akibat adanya suatu massa atau keganasan Dacryocystography (DCG)  mendeteksi adanya kelainan anatomi pada sistem drainase lakrimal MRI Dakriosistography  metode diagnostik yang lebih baik untuk mengevaluasi jalur lakrimasi  keuntungan : tidak menggunakan radiasi ionisasi sehingga dapat meminimalkan risiko terjadinya katarak

Dacryocystography (DCG)

DIAGNOSIS BANDING

Selulitis preseptal

Selulitis orbital

Hordeolum

PENATALAKSANAAN  Kompres hangat  Massase daerah sakus  Antibiotik sistemik dan topikal  Analgetik  Dakriosistorinostomi  Dakriosistektomi

Sindroma Mata Kering

Fungsi membasahi bola mata kurang optimal

Penguapan berlebihan

Film air mata kurang stabil

Gejala Iritasi ringan Rasa terbakar Mata terasa kering  seperti berpasir Fotofobia Gejala memburuk pada sore hari , setelah terpapar sinar dalam waktu lama atau pada lingkungan kelembaban rendah dan tempar ber-AC

Pemeriksaan luar Ringan

Iritasi permukaa n mata

Stadium lanjut

Kalsifikasi kornea

Dilatasi pembuluh darah konjungtiv a bulbi

Permukaa n kornea tidak rata

Berat

Peningkat an debris pada air mata

Keratopati filamen dan plak mukus

Nyeri (+)  e.c filamen melekat pada epitel kornea yang kaya serat saraf

Penipisan tepi atau parasentra l, sampai perforasi

Penatalaksanaan Ringan

Sedang

Berat

• Artificial tears 4x sehari • Kompres hangat kelopak mata • Pemakaian salep pelumas saat tidur • Artifial tears 4x sehari sampai sering • Pemakaian salep pelumas saat tidur • Menutup saluran pembuangan air mata dengan penutup yang dapat dilepas • Terapi ringan atau sedang • Tarsoraphy • Pengaturan kelembaban ruangan • Imunosupresan  cth: siklosporin A

OFTALMOLOGI KOMUNITAS

OFTALMOLOGI KOMUNITAS • Kebutaan didefinisikan sebagai ketajaman penglihatan kurang dari 3/60 sampai 0 adan atau derajat lapang pandang kurang dari 5 derajat. • USA  penglihatan dengan koreksi mencapai visus 6/60 atau kurang pada mata yang terbaik, atau luas lapangan pandang tidak lebih dari 20 derajat pada mata yang terbaik.

Kriteria Gangguan Penglihatan dan Buta (WHO) Kategori

Visus 2 mata dengan koreksi

Min >

Maks <

1

6/60

6/18

2

3/60

6/60

3

1/60

3/60

4

Persepsi cahaya

1/60

5

Tidak ada persepsi cahaya

Kategori 1 dan 2  low vision Kategori 3,4, dan 5  Buta

• Pasien dengan lapang pandang tidak lebih 10 derajat sekitar fiksasi sentral termasuk kategori 3 dan pasien dengan lapang pandang tidak lebih 5 derajat sekitar fiksasi sentral sudah termasuk kategori 4 meski penglihatan sentral tidak terganggu.

• 180 juta penduduk dunia mengalami kebutaan, 135 dari jumlah tersebut adalah penderita low vision dan 45 juta mengalami kebutaan. • 95%  di negara berkembang • Angka kebutaan di Asia: Indonesia  1,5%

• Disepakati bahwa angkat kebutaan < 0,5% merupakan masalah klinis, dan merupakan tugas dokter untuk mengatasi. • Angka kebutaan 0,5-1% merupakan masalah kesehatan masyarakat, yang berarti kebutaan ini bukan hanya tugas dokter dan klinisi saja, tetapi memerlukan partisipasi dari semua pihak, termasuk masyarakat itu sendiri.

• Angka kebutaan > 1% merupakan masalah sosial  Indonesia (1,5%) • Memerlukan penanganan dan perhatian berbagai pihak, seperti: Masyarakat, instansi pemerintah, lembaga non pemerintah dan berbagai pihak lain.

• WHO (2002)  penyebab kebutaan utama di benua Amerika : Katarak (58,5%), Glaukoma (8%), dan retinopati diabetik (7%) • Di negara maju seperti Amerika Serikat dan Belanda, degenerasi makula terkait usia merupakan penyebab utama kebutaan diikuti glaukoma dan katarak.

Penyebab Kebutaan di Indonesia Tahun 1982 dan 1996 Penyebab

Tahun 1982

Tahun 1996

Katarak

0,76%

1.02%

Glaukoma

0,10%

0,16%

Retina

0,03%

0,09%

Refraksi

0,06%

0,11%

Kelainan Kornea

0,13%

0,06%

International Agency for the Prevention of Blindness (IAPB) VISION 2020 1. The Right to Sight  pemenuhan hak untuk melihat secara optimal bagi setiap orang. 2. Target penyakit yang harus ditangani adalah pencegahan katarak, gangguan refraksi, trakoma, onchoceciasis, dan retinopati diabetik 3. Strateginya: cost-effective, kerjasama pihak terkait, kewaspadaan, dan peran masyarakat 4. Program: pencegahan dan pengobatan penyakit, pelatihan petugas, membangun infrastruktur, menggunakan teknologi tepat guna, mendayagunakan sumber daya.

Tujuan Upaya Kesehatan Mata  Mengurangi angka kebutaan menjadi 1% tahun 2004 dan 0,5% tahun 2020, mengurangi prevalensi penyakit mata penyebab kebutaan, menambah kesadaran masyarakat, menambah pelayanan kesehatan (YANKES) mata, dan menambah kerjasama lintas sektoral.

Kebijakan  diseminasi dan advokasi upaya kesehatan mata, menambah kualitas SDM, menambah peran swasta dan masyarakat, pembimbingan dan pengembangan infrastruktur, serta membentuk wadah koordinasi kesehatan mata. Sasaran  balita, anak usia sekolah, usia produktif, lansia, tenaga kesehatan, organisasi profesional, LSM, pihak swasta lain, dan pemerintah

Kegiatan jangka Pendek • Penanggulangan Kebutaan Katarak  menambah angka pembedahan katarak (CSR) • Penanggulangan Kelainan Refraksi  Pelatihan perawat, guru, dan kader untuk penanggulangan ganngguan refraksi.

Kegiatan Jangka Panjang  Menambah kesadaran masyarakat, mengontrol penyebab kebutaan, mengadakan DIKLAT tenaga, menambah infrastruktur, dan menambah teknologi tepat guna.

Stratifikasi Pelayanan Kesehatan Mata 1. Pelayanan mata primer (PEC)  Memiliki area kerja Puskesmas  Unit terdepan yang merupakan bagian integral yang meliputi usaha-usaha peningkatan pencegahan dan pengobatan terhadap individu atau masyarakat.  kegiatan utama berupa kegiatan poliklinik : pemeriksaan tajam penglihatan, pengobatan infeksi mata luar, mendiagnosa katarak, glaukoma, pengobatan awal dan rujukan kasus gawat darurat mata, dan lain-lain.

2. Pelayanan Mata Sekunder (SEC)  Area kerja setingkat RS Kabupaten  Kegiatan kuratif yang dapat dilakukan seperti pada PEC ditambah layanan rawat inap dan operasi mata standar terutama penyakit mata yang menimbulkan kebutaan. Pencatatan dan pelaporan kasus penyakit mata, rujukan ke TEC dan rujukan balik ke PEC.

3. Pelayanan Mata Tersier (TEC)  Area kerja setingkat RS Provinsi  Kegiatan kuratif seperti pada SEC ditambah operasi canggih. Merupakan rujukan SEC dan PEC, melaksanakan pencatatan dan pelaporan, pendidikan kesehatan, serta penelitian

TERIMA KASIH

More Documents from "Ivana Ester Sinta Uli"