1. PENGERTIAN Shock atau renjatan adalah keadaan kesehatan yang mengancam jiwa ditandai dengan ketidakmampuan tubuh untuk menyediakan oksigen untuk mencukupi kebutuhan jaringan. Kebanyakan penyebab shock adalah pengurangan pengeluaran kardiak. Shock dapat dengan cepat menyebabkan kematian bila tidak dilakukan perawatan medis dengan segera. Syok adalah gangguan sistem sirkulasi dimana sistem kardiovaskuler (jantung dan pembuluh darah) tidak mampu mengalirkan darah ke seluruh tubuh dalam jumlah yang memadai yang menyebabkan tidak adekuatnya perfusi dan oksigenasi jaringan. Syok terjadi akibat berbagai keadaan yang menyebabkan berkurangnya aliran darah, termasuk kelainan jantung (misalnya serangan jantung atau gagal jantung), volume darah yang rendah (akibat perdarahan hebat atau dehidrasi) atau perubahan pada pembuluh darah (misalnya karena reaksi alergi atau infeksi). 2. ETIOLOGI Penyebab utama shock adalah kehilangan darah . Syok dapat disebabkan oleh kegagalan jantung dalam memompa darah (serangan jantung atau gagal jantung), pelebaran pembuluh darah yang abnormal (reaksi alergi, infeksi), dan kehilangan volume darah dalam jumlah besar (perdarahan hebat). 3. KLASIFIKASI SYOK Klasifikasi syok berdasarkan etiologi 1. Hipovolemik shock - perdarahan - kehilangan volume cairan - perpindahan cairan dari vaskuler ke sel interstisial 2. Cardiogenik shock Gangguan kemampuan pompa jantung (cardiac arrest, aritmia, kelainan katup, degenerasi miokard, infeksi sistemik obat – obatan.
3. Anaphilaktik shock Reaksi anaphilaktik yang tidak begitu parah dapat menyebabkan shock anaphilaktik dikarenakan allergen menyebabkan penyebaran vasodilasi dan pergerakan cairan dari darah ke tissue. 4. Neurogenic shock Penyebab shock paling jarang adalah terlukanya spinal chord yanng menyebabkan shock nerogenik. Nerogenik shock disebabkan oleh kehilangan signal sistem saraf simpatetik dengan mendadak kepada otot licin di tembok vesel. Tanpa stimulasi konstan, vesel akan menjadi tenang dan menyebabkan pengurangan mendadak pertahanan vaskular dan pengurangan tekanan darah. 5. Septic shock Organisme penyebab gram negatif (P. aerogenosa, Escherichia coli, Klebseilla pneomoni,Staphylococcus, Streptococcus). Klasifikasi berdasarkan berat ringanya keadaan klinis. Berdasarkan berat ringannya keadaan klinis ( nadi , tekanan nadi , tekanan darah , respirasi , produksi urin dan kesadaran). Syok dapat dibagi menjadi 4 kelas. Dengan melihat kumpuilan gejala klinis ini, maka dapat diperkirakan jumlah darah yang hilang yang dihitung berdasarkan presentase terhadap total efektif blood volume (EBV) berkisar antara 70 cc/kgBB (pada orang dewasa sampai 200cc/kgBB pada bayi baru lahir.
Derajat syok
Klas
Klas II
Klas III
Klas IV
Darah hilang/cc
< 750
750 -1500
1500-2000
>2000
Darah hilang/% EBV
<15
15-30
30-40
>40
Nadi
<100
>100
>120
>140
Tekanan darah
N
N
Tekanan Nadi
N
Respirasi
14-20
20-30
30-40
>35
Produksi urin / cc
>30
20-30
5-15
Tak ada
Kesadaran
Agak gelisah
gelisah
Gelisah bingung
Cairan pengganti
Kritaloid
kristaloid
Kristaloid + Kristaloid + darah darah -
4. TANDA DAN GEJALA SYOK a. Sistem Kardiovaskuler - Gangguan sirkulasi perifer – pucat, ekstremitas dingin. Kurangnya pengisian vena perifer lebih bermakna dibandingkan penurunan tekanan darah. - Takikardi, Nadi cepat dan halus. - Hipotensi, Tekanan sistole kurang dari 80 mmHg atau MAP (mean arterial pressure / tekanan arterial rata-rata) kurang dari 60 mmHg, atau menurun 30% lebih. karena tekanan darah adalah produk resistensi pembuluh darah sistemik dan curah jantung, vasokonstriksi perifer adalah faktor yang esensial dalam mempertahankan tekanan darah. Autoregulasi aliran darah otak dapat dipertahankan selama tekanan arteri turun tidak di bawah 70 mmHg. - Vena perifer kolaps. Vena leher merupakan penilaian yang paling baik. - CVP rendah. b. Sistem Respirasi - Pernapasan cepat dan dangkal. c. Sistem saraf pusat
, Bingung letargik
dan
Perubahan mental pasien syok sangat bervariasi. Bila tekanan darah rendah sampai menyebabkan hipoksia otak, pasien menjadi gelisah sampai tidak sadar. Obat sedatif dan analgetika jangan diberikan sampai yakin bahwa gelisahnya pasien memang karena kesakitan. d. Sistem Saluran Cerna - Bisa terjadi mual dan muntah. e. Sistem Saluran Kencing - oliguria : produksi urin umumnya akan berkurang pada syok hipovolemik. Oliguria pada orang dewasa terjadi jika jumlah urin kurang dari 30 ml/jam. 5. TAHAPAN SYOK Keadaan syok akan melalui tiga tahapan mulai dari tahap kompensasi (masih dapat ditangani oleh tubuh), dekompensasi (sudah tidak dapat ditangani oleh tubuh), dan ireversibel (tidak dapat pulih). - Tahap kompensasi adalah tahap awal syok saat tubuh masih mampu menjaga fungsi normalnya. Tanda atau gejala yang dapat ditemukan pada tahap awal seperti kulit pucat, peningkatan denyut nadi ringan, tekanan darah normal, gelisah, dan pengisian pembuluh darah yang lama. Gejala-gejala pada tahap ini sulit untuk
-
-
dikenali karena biasanya individu yang mengalami syok terlihat normal. Tahap dekompensasi dimana tubuh tidak mampu lagi mempertahankan fungsifungsinya. Yang terjadi adalah tubuh akan berupaya menjaga organ-organ vital yaitu dengan mengurangi aliran darah ke lengan, tungkai, dan perut dan mengutamakan aliran ke otak, jantung, dan paru. Tanda dan gejala yang dapat ditemukan diantaranya adalah rasa haus yang hebat, peningkatan denyut nadi, penurunan tekanan darah, kulit dingin, pucat, serta kesadaran yang mulai terganggu. Tahap ireversibel dimana kerusakan organ yang terjadi telah menetap dan tidak dapat diperbaiki. Tahap ini terjadi jika tidak dilakukan pertolongan sesegera mungkin, maka aliran darah akan mengalir sangat lambat sehingga menyebabkan penurunan tekanan darah dan denyut jantung. Mekanisme pertahanan tubuh akan mengutamakan aliran darah ke otak dan jantung sehingga aliran ke organorgan seperti hati dan ginjal menurun. Hal ini yang menjadi penyebab rusaknya hati maupun ginjal. Walaupun dengan pengobatan yang baik sekalipun, kerusakan organ yang terjadi telah menetap dan tidak dapat diperbaiki.
6. PATOFISIOLOGI SYOK
Tiga faktor yang dapat mempertahankan tekanan darah normal: Pompa jantung. Jantung berkontraksi secara efisien.
harus
Volume sirkulasi darah. Darah akan dipompa oleh jantung ke dalam arteri dan kapiler-kapiler jaringan. Setelah oksigen dan zat nutrisi diambil oleh jaringan, sistem vena akan mengumpulkan darah dari jaringan dan mengalirkan kembali ke jantung. Apabila volume sirkulasi berkurang maka dapat terjadi syok. Tahanan pembuluh darah perifer. Yang dimaksud adalah pembuluh darah kecil, yaitu arteriole-arteriole dan kapiler-kapiler. Bila tahanan pembuluh darah perifer meningkat, artinya terjadi vasokonstriksi pembuluh darah kecil. Bila tahanan pembuluh darah perifer rendah, berarti terjadi vasodilatasi. Rendahnya tahanan pembuluh darah perifer dapat mengakibatkan penurunan tekanan darah. Darah akan berkumpul pada pembuluh darah yang mengalami dilatasi sehingga aliran darah balik ke jantung menjadi berkurang dan tekanan darah akan turun. 7. Penatalaksanaan syok Penatalaksanaan syok dimulai dengan tindakan umum yang bertujuan untuk memperbaiki perfusi jaringan; memperbaiki oksigenasi tubuh; dan mempertahankan suhu tubuh. Tindakan ini tidak bergantung pada penyebab syok. Diagnosis harus segera ditegakkan sehingga dapat diberikan pengobatan kausal. Segera berikan pertolongan pertama sesuai dengan prinsip resusitasi ABC. 1. Melihat keadaan sekitar apakah berbahaya (danger) , baik untuk penolong maupun yang ditolong (contoh keadaan berbahaya : di tengah kobaran api)
2. Buka jalan napas korban, dan pertahankan kepatenan jalan nafas (Airway) 3. Periksa pernafasan korban (Breathing) 4. Periksa nadi dan Cegah perdarahan yang berlanjut (Circulation) 5. Peninggian tungkai sekitar 8-12 inchi jika ABC clear 6. Cegah hipotermi dengan menjaga suhu tubuh pasien tetap hangat (misal dengan selimut) 7. Lakukan penanganan cedera pasien secara khusus selama menunggu bantuan medis tiba. Periksa kembali pernafasan, denyut jantung suhu tubuh korban (dari hipotermi) setiap 5 menit. Segera menghentikan perdarahan yang terlihat dan mengatasi nyeri yang hebat, yang juga bisa merupakan penyebab syok. Pada syok septik, sumber sepsis harus dicari dan ditanggulangi. Langkah-langkah yang sebagai pertolongan menghadapi syok: -
perlu dilakukan pertama dalam
Posisi Tubuh 1. Posisi tubuh penderita diletakkan berdasarkan letak luka. Secara umum posisi penderita dibaringkan telentang dengan tujuan meningkatkan aliran darah ke organ-organ vital. 2. Apabila terdapat trauma pada leher dan tulang belakang, penderita jangan digerakkan sampai persiapan transportasi selesai, kecuali untuk menghindari terjadinya luka yang lebih parah atau untuk memberikan pertolongan pertama seperti pertolongan untuk membebaskan jalan napas. 3. Penderita yang mengalami luka parah pada bagian bawah muka, atau penderita tidak sadar, harus dibaringkan pada salah satu sisi tubuh (berbaring miring) untuk memudahkan cairan keluar dari rongga mulut dan untuk menghindari sumbatan jalan nafas oleh muntah atau darah.
-
-
Penanganan yang sangat penting adalah meyakinkan bahwa saluran nafas tetap terbuka untuk menghindari terjadinya asfiksia. 4. Penderita dengan luka pada kepala dapat dibaringkan telentang datar atau kepala agak ditinggikan. Tidak dibenarkan posisi kepala lebih rendah dari bagian tubuh lainnya. 5. Kalau masih ragu tentang posisi luka penderita, sebaiknya penderita dibaringkan dengan posisi telentang datar. 6. Pada penderita-penderita syok hipovolemik, baringkan penderita telentang dengan kaki ditinggikan 30 cm sehingga aliran darah balik ke jantung lebih besar dan tekanan darah menjadi meningkat. Tetapi bila penderita menjadi lebih sukar bernafas atau penderita menjadi kesakitan segera turunkan kakinya kembali. Pertahankan Respirasi 1. Bebaskan jalan napas. Lakukan penghisapan, bila ada sekresi atau muntah. 2. Tengadah kepala-topang dagu, kalau perlu pasang alat bantu jalan nafas (Gudel/oropharingeal airway). 3. Berikan oksigen 6 liter/menit 4. Bila pernapasan/ventilasi tidak adekuat, berikan oksigen dengan pompa sungkup (Ambu bag) atau ETT. Pertahankan Sirkulasi Segera pasang infus intravena. Bisa lebih dari satu infus. Pantau nadi, tekanan darah, warna kulit, isi vena, produksi urin, dan (CVP).
- Cari dan atasi penyebab syok Metode utama untuk mengntrol perdarahan eksternal adalah :
Tekan langsung / balut tekan Elevasi / ditinggikan Pressure point ( penekanan arteri brachealis dan femoralis) Metode lain termasuk pembidaian , dan penggunaan pneumatic anti syok garment
(PASG). Penggunaan turniket adalah cara terakhir apabila cara diatas telah ditempu dan keadaan pasien dalam keadaan syok berat untuk menyelamatkan korban.Setelah perdarahan diatasi selanjutnya adalah memperbaiki kekurangan cairan intravaskuler dengan memberikan cairan dalam jumlah yang cukup dalam waktu yang singkat. Umumnya cairan yang diberikan adalah Ringer laktat 2040cc/kgBB yang diberikan dalam 10-15 menit.Pemberian cairan dapat diulangi 1-2 kali tergantung situasi.hal lain yang perlu diperhatikan adalah pemasangan infuse.Pilih jarum serta slang infuse ukuran besar sehingga memungkinkan pemberian transfuse dengan lancar.Ambil sample darah untuk pemeriksaan cross test apabila tansfusi darah harus diberikan. Supaya tidak mudah terjadi phlebitis dan aman , pilih pembuluh darah yang cukup besar seperti vena mediana cubiti. indari pemasanagn infuse dikaki. Bila perlu jangan ragu untuk mencari vena dengan vena seksi / venous catdown.pada anak dibawah 6 tahun dapat dibrikan infuse melalui jarum khusus yang dimasukkan intraoseus pada tulang tibia bagian medial. Dari respon terhadap pemberian cairan dapat diperkirakan berat ringannya perdahan yang timbul serata tindakan lebih lanjut yang diperlukan, termasuk pemberian transfuse dan tindakan bedah. LatarBelakang Sepsis merupakan respon sistemik terhadap infeksi dimana pathogen atau toksin dilepaskan ke dalam sirkulasi darah sehingga terjadi proses aktivitas proses inflamasi. Sepsis merupakan penyebab kematian tersering pada penderita trauma dan perawatan klinis pada semua usia dan jenis kelamin. Infeksi pasca trauma sangat bergantung pada usia penderita, waktu antara trauma dan penanggulangannya , kontaminasi luka, jenis dan sifat luka, kerusakan jaringan, syok, jenis
tindakan, dan pemberian antibiotik. Makin lama tertunda penanggulangannya, makin besar kemungkinan infeksi. Meskipun telah mengalami kemajuan teknologi penanganan dalam neonatologi dan perawatan kritis pediatrik dan meluasnya penggunaan spektrum luas agen antimikroba, infeksi masih menjadi penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada bayi dan anak-anak. Infeksi mikroba biasanya terjadi akibat kegagalan mekanisme pertahanan tubuh yang intrinsik untuk memerangi faktor virulensi mikroorganisme. Bayi dan anak-anak immunocompromised, bersama dengan bayi prematur dan bayi lahir lebih bulan, yang memiliki gangguan dalam sistem pertahanan tubuh mereka, yang rentan terhadap infeksi bakteri. Infeksi tersebut awalnya mendapatkan respon inflamasi lokal yang bertujuan untuk menghancurkan bakteri. Kegagalan untuk mengendalikan baik infeksi itu sendiri atau respon inflamasi terhadap infeksi dapat membangkitkan gejala klinis yang bervariasi didefinisikan sebagai sindrom sepsis. Definisi Systemic inflammatory response syndrome adalah pasien yang memiliki dua atau lebih dari kriteria berikut: 1. Suhu > 38°C atau < 36°C 2. Denyut jantung >90 denyut/menit 3. Respirasi >20/menit atau PaCO2 < 32 mmHg 4. Hitung leukosit > 3 12.000/mm atau >10% sel imatur Sepsis adalah SIRS ditambah tempat infeksi yang diketahui. Meskipun SIRS, sepsis dan syok sepsis biasanya berhubungan dengan infeksi bakteri, tidak harus terdapat bakteriemia. Sepsis berat adalah sepsis yang berkaitan dengan disfungsi organ, kelainan hipoperfusi, atau hipotensi. Kelainan hipoperfusi meliputi: 1. Asidosis laktat 2. Oliguria 3. Atau perubahan akut pada status mental Beberapa kriteria diagnostik baru untuk sepsis, bagian yang terpenting adalah dengan memasukkan petanda biomelekuler yaitu
procalcition (PCT) dan C-reactive protein (CRP), sebagai langkah awal dalam diagnosa sepsis. Rekomendasi yang utama adalah implementasi dari suatu sistem tingkatan Predisposition, insult Infection, Response, and Organ disfunction (PIRO) untuk menentukan pengobatan secara maksimum berdasarkan karakteristik pasien dengan stratifikasi gejala dan risiko yang individual. Etiologi Sepsis Penyebabdari sepsis terbesar adalahbakteri gram (-) denganprosentase 60-70 % kasus, yang menyebabkan berbagai produk yang dapatmenstimulasiselimun.Seltersebutakanterpacu untukmelepaskan mediator inflamasi. Produk yang berperanpentingterhadap sepsis adalahlipopolisakarida (LPS).LPS atauendotoksinglikoproteinkompleksmerupakanko mponenutamamembranterluardaribakteri gram negatif.LPS merangsangperadanganjaringan, demamdansyokpadapenderitainfeksi.Struktur lipid Adalam LPS bertanggungjawabterhadapreaksidalamtubuhpende rita. Staphylococci, Pneumococci, Sterptococcusdanbakteri gram negatiflainnyamenyebabkam sepsis.Selainitujamuropoortunistik, virus ( denguedanherpes ) atau protozoa ( Falciparum malariae ) dilaporkandapatmenyebabkan sepsis, walaupunjarang. Peptidoglikanmerupakankomponendindingseldari semuakuman, pemberianinfussubstansiinipadabinatangakanmem berikangejalamirippemberianendotoksin. Peptidogliksndiketahuidapatmenyebabkanagregasi trombosit. Eksotoksin yang dihasilkanolehberbagaimacamkuman , misalnya α-hemolisin ( S. Aurens ), E. coli hemolisin ( E. coli ) dapatmerusakintegritasmembranselimunsecaralan gsung. Dari semuafaktordiatas, faktor yang pentingadalah LPS endotoksin negatifdandinyatakansebagaipenyebab terbanyak.
paling gram sepsis LPS
dapatlangsungmengaktifkansistemimunselulardan humoral, yang dapatmenimbulkanperkembangangejala septicemia. LPS sendiritidakmempunyaisifattoksik, tetapimerangsangpengeluaran mediator inflamasi yang bertanggungjawabterhadap sepsis.Makrofagmengeluarkanpolipeptida, yang disebutfaktornekrosis tumor (tumor necrosis factor/ TNF) dan interleukin 1(IL-1), IL-6, dan IL8 yang merupakan mediator kuncidanseringmengikatsangattinggipadapenderita immunocompromise (IC) yang mengalami sepsis. Patogenesis Sepsis melibatkan berbagai mediator inflamasi termasuk berbagai sitokin. Sitokin proinflamasi dan antiinflamasi terlibat dalam patogenesis sepsis. Termasuk sitokin proinflamasi adalah TNF, IL-1, interferon (IFN-γ) yang membantu sel menghancurkan mikroorganisme yang menginfeksi. Termasuk sitokin antiinflamasi adalah interleukin 1 reseptor antagonis (IL-1ra), IL-4, IL-10, yang bertugas untuk memodulasi, koordinasi atau represi terhadap respon yang berlebihan. Apabila terjadi ketidakseimbangan kerja sitokin proinflamasi dengan antiinflamasi, maka menimbulkan kerugian bagi tubuh. ` Endotoksin dapat secara langsung dengan LPS dan bersama-sama membentuk LPSab (Lipo Poli Sakarida antibodi). LPSab dalam serum penderita kemudian dengan perantara reseptor CD14+ akan bereaksi dengan makrofag, dan kemudian makrofag mengekspresikan imunomodulator. Hal ini terjadi apabila mikroba yang menginfeksi adalah bakteri gram negatif yang mempunyai LPS pada dindingnya. Eksotoksin, virus dan parasit yang merupakan superantigen setelah difagosit oleh monosit atau makrofag yang berperan sebagai Antigen Presenting Cell (APC), kemudian ditampilkan dalam APC. Antigen ini membawa muatan polipeptida spesifik yang berasal dari Major Histocompatibility Complex (MHC). Antigen yang bermuatan pada peptida MHC kelas II akan berikatan dengan CD4+ (limfosit Th1 dan Th2) dengan perantaraan TCR (T cell receptor).
Limfosit T kemudian akan mengeluarkan substansi dari Th1 yang berfungsi sebagai immunomodulator yaitu: IFN-γ, IL-2 dan M-CSF (Macrophage Colony stimulating factor). Limfosit Th2 akan mengekspresikan IL-4, IL-5, IL-6, dan IL-10. IFN-γ merangsang makrofag mengeluarkan IL-1β dan TNF-α. IFN-γ, IL-1β dan TNF-α merupakan sitokin proinflamasi, pada sepsis terdapat peningkatan kadar IL-1β dan TNF-α dalam serum penderita. Sitokin IL-2 dan TNF-α selain merupakan reaksi sepsis, dapat merusakkan endotel pembuluh darah, yang mekanismenya sampai saat ini belum jelas. IL-1β sebagai imunoregulator utama juga mempunyai efek pada sel endotel, termasuk pembentukan prostaglandin E2 (PG-E2) dan merangsang ekspresiintercellular adhesion molecule-1 (ICAM-1). Dengan adanya ICAM-1 menyebabkan neutrofil yang telah tersensitisasi oleh granulocyte-macrophage colony stimulating factor (GM-CSF) akan mudah mengadakan adhesi. Interaksi neutrofil dengan endotel terdiri dari 3 langkah, yaitu: 1. Bergulirnya neutrofil P dan E selektin yang dikeluarkan oleh endotel dan L-selektin neutrofil dala mengikat ligan respektif 2. Merupakan langkah yang sangat penting, adhesi dan aktivasi neutrofil yang mengikat intergretin CD-11 atau CD-18, yang melekatkan neutrofil pada endotel dengan molekul adhesi (ICAM) yang dihasilkan oleh endotel 3. Transmigrasi neutrofil menembus dinding endotel. Neutrofil yang beradhesi dengan endotel akan mengeluarkan lisozyme yang melisiskan dinding endotel, akibatnya endotel terbuka. Neutrofil juga termasuk radikal bebas yang mempengaruhi oksigenasi pada mitokondria dan siklus GMPs, sehingga akibatnya endotel menjadi nekrosis, dan rusak. Kerusakan endotel tersebut menyebabkan vascular leak, sehingga menyebabkan kerusakan organ multipel. Pendapat lain yang memperkuat pendapat tersebut bahwa kelainan organ multipel disebabkan karena trombosis dan koagulasi dalam pembuluh darah
kecil sehingga terjadi syok septik yang berakhir dengan kematian. Untuk mencegah terjadinya sepsis yang berkelanjutan, Th2 mengekspresikan IL-10 sebagai sitokin antiinflamasi yang akan menghambat ekspresi IFN-γ, TNF-α dan fungsi APC. IL-10 juga memperbaiki jaringan yang rusak akibat peradangan. Apabila IL-10 meningkat lebih tinggi, maka kemungkinan kejadian syok septik pada sepsis dapat dicegah. Patofisiologi Syok Septik Endotoksin yang dilepaskan oleh mikroba akan menyebabkan proses inflamasi yang melibatkan berbagai mediator inflamasi, yaitu sitokin, neutrofil, komplemen, NO, dan berbagai mediator lain. Proses inflamasi pada sepsis merupakan proses homeostasis dimana terjadi keseimbangan antara inflamasi dan antiinflamasi. Bila proses inflamasi melebihi kemampuan homeostasis, maka terjadi proses inflamasi yang maladaptif, sehingga terjadi berbagai proses inflamasi yang destruktif, kemudian menimbulkan gangguan pada tingkat sesluler pada berbagai organ. Terjadi disfungsi endotel, vasodilatasi akibat pengaruh NO yang menyebabkan maldistribusi volume darah sehingga terjadi hipoperfusi jaringan dan syok. Pengaruh mediator juga menyebabkan disfungsi miokard sehingga terjadi penurunan curah jantung. Lanjutan proses inflamasi menyebabkan gangguan fungsi berbagai organ yang dikenal sebagai disfungsi/gagal organ multipel (MODS/MOF). Proses MOF merupakan kerusakan pada tingkat seluler (termasuk difungsi endotel), gangguan perfusi jaringan, iskemia reperfusi, dan mikrotrombus. Berbagai faktor lain yang diperkirakan turut berperan adalah terdapatnya faktor humoral dalam sirkulasi (myocardial depressant substance), malnutrisi kalori protein, translokasi toksin bakteri, gangguan pada eritrosit, dan efek samping dari terapi yang diberikan.
Gejala Klinis Sepsis Tidak spesifik, biasanya didahului demam, menggigil, dan gejala konsitutif seperti lemah, malaise, gelisah atau kebingungan. Tempat infeksi yang paling sering: paru, tractus digestivus, tractus urinarius, kulit, jaringan lunak, dan saraf pusat. Gejala sepsis akan menjadi lebih berat pada penderita usia lanjut, penderita diabetes, kanker, gagal organ utama, dan pasien dengan granulositopenia. Tanda-tanda MODS dengan terjadinya komplikasi: 1. Sindrom distress pernapasan pada dewasa 2. Koagulasi intravaskular 3. Gagal ginjal akut 4. Perdarahan usus 5. Gagal hati 6. Disfungsi sistem saraf pusat 7. Gagal jantung 8. Kematian Diagnosis Diagnosis sepsis memerlukan indeks dugaan tinggi, pengambilan riwayat medis yang cermat, pemeriksaan fisik, uji laboratorium yang sesuai, dan tindak lanjut status hemodinamik. Riwayat Menentukan apakah infeksi berasal dari komunitas atau nosokomial, dan apakah pasien immunocompromise. Beberapa tanda terjadinya sepsis meliputi: 1. Demam atau tanda yang tidak terjelaskan disertai keganasan atau instrumentasi 2. Hipotensi, oliguria, atau anuria 3. Takipnea atau hiperpnea, hipotermia tanpa penyebab yang jelas 4. Perdarahan Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik diperlukan untuk mencari lokasi dan penyebab infeksi dan inflamasi yang terjadi, misalnya pada dugaan infeksi pelvis, dilakukan pemeriksaan rektum, pelvis, dan genital. Pemeriksan tersebut akan mengungkap
abses rektal, perirektal, dan/atau perineal, penyakit dan/atau abses inflamasi pelvis, atau prostatitis. Laboratorium Hitung darah lengkap, dengan hitung diferensial, urinalisis, gambaran koagulasi, urea darah, nitrogen, kreatinin, elektrolit, uji fungsi hati, kadar asam laktat, gas darah arteri, elektrokardiogram, dan rontgen dada. Biakan darah, sputum, urin, dan tempat lain yang terinfeksi harus dilakukan. Tergantung pada status klinis pasien dan risiko-risiko terkait, penelitian dapat juga menggunakan foto rontgen abdomen, CT Scanning, MRI, ekokardiografi, dan/atau lumbar puncture. Temuan laboratorium lain : Sepsis awal. Leukositosis dengan shift kiri, trombositopenia, hiperbilirubinemia, dan proteinuria. Dapat terjadi leukopenia. Adanya hiperventilasi menimbulkan alkalosis respiratorik. Penderita diabetes dapat mengalami hiperglikemia. Lipida serum meningkat. Selanjutnya. Trombositopenia memburuk disertai perpanjangan waktu trombin, penurunan fibrinogen, dan keberadaan D-dimer yang menunjukkan DIC. Azotemia dan hiperbilirubinemia lebih dominan. Aminotransferase meningkat. Bila otot pernapasan lelah, terjadi akumulasi laktat serum. Asidosis metabolik terjadi setelah alkalosis respiratorik. Hiperglikemia diabetik dapat menimbulkan ketoasidosis yang memperburuk hipotensi. Mortalitas meningkat sejalan dengan peningkatan jumlah gejala SIRS dan berat proses penyakit. Komplikasi 1. Sindroma distres pernapasan dewasa (ARDS, adult respiratory disease syndrome) 2. Koagulasi intravaskuler diseminata (DIC, disseminated intravascular coagulation) 3. Gagal ginjal akut (ARF, acute renal failure) 4. Perdarahan usus 5. Gagal hati 6. Disfungsi sistem saraf pusat
7. Gagal jantung 8. Kematian
golongan penisilin/penicillinase—resistant penicillin dengan gentamisin.
Insidensi komplikasi tersebut yang dilaporkan pada SIRS dan sepsis dalam penelitian berbeda adalah 19% untuk disfungsi CNS, 2-8% untuk ARDS, 12% untuk gagal hati, 9-23% untuk ARF, dan 8-18% untuk DIC. Pada syok septik, ARDS dijumpai pada sekitar 18%, DIC pada 38%, dan gagal ginjal 50%.
Penatalaksanaan Tiga prioritas penatalaksanaan sepsis: 1.
utama
dalam
Stabilisasi pasien langsung
Pasien dengan sepsis berat harus dimasukkan dalam ICU. Tanda vital pasien harus dipantau. Pertahankan curah jantung dan ventilasi yang memadai dengan obat. Pertimbangkan dialisis untuk membantu fungsi ginjal. Pertahankan tekanan darah arteri pada pasien hipotensif dengan obat vasoaktif, misal dopamin, dobutamin, dan norepinefrin. 2. Pemberian antibiotik yang adekuat Agen antimikrobial tertentu dapat memperburuk keadaan pasien. Diyakini bahwa antimikrobial tertentu menyebabkan pelepasan lebih banyak LPS sehingga menimbulkan lebih banyak masalah bagi pasien. Antimikrobial yang tidak menyebabkan psien memburuk adalah : karbapenem, seftriakson, sefepim, glikopeptida, aminoglikosida, dan quinolon. Perlu segera perawatan empirik dengan antimikrobial, yang jika diberikan secara dini dapat menurunkan perkembangan syok dan angka mortalitas. Setelah sampel didapatkan dari pasien, diperlukan regimen antimikrobial dengan spektrum aktivitas luas. Bila telah ditemukan penyebab pasti, maka antimikrobial diganti sesuai dengan agen penyebab sepsis tersebut. Sebelum ada hasil kultur darah, diberikan kombinasi antibiotik yang kuat, misalnya antara
a.
Golongan penicillin
- Procain penicillin 50.000 IU/kgBB/hari im, dibagi dua dosis - Ampicillin 4-6 x 1 gram/hari iv selama 7-10 hari b. Golongan penicillinase—resistant penicillin - Kloksasilin (Cloxacillin Orbenin) 4×1 gram/hari iv selama 7-10 hari sering dikombinasikan dengan ampisilin), dalam hal ini masing-masing dosis obat diturunkan setengahnya, atau menggunakan preparat kombinasi yang sudah ada (Ampiclox 4 x 1 gram/hari iv). - Metisilin 4-6 x 1 gram/hari iv selama 7-14 hari. c. Gentamycin Garamycin, 5 mg/kgBB/hari dibagi tiga dosis im selama 7 hari, hati-hati terhadap efek nefrotoksiknya. Bila hasil kultur dan resistensi darah telah ada, pengobatan disesuaikan. Beberapa bakteri gram negatif yang sering menyebabkan sepsis dan antibiotik yang dianjurkan:
Bakteri
Antibiotik
Dosis
Escherichia coli
Ampisilin/sefalotin
Klebsiella, Enterobacter
Gentamisin
Proteus mirabilis
Ampisilin/sefalotin
- Sefalotin: 1-2 gram tiap 4-6 jam, biasanya dilarutkan dalam 50-100 ml cairan, diberikan per drip dalam 20-30 menit untuk menghindari flebitis. - Kloramfenikol: 6 x 0,5 g/hari iv - Klindamisin: 4 x 0,5 g/hari iv
Pr. rettgeri, morgagni, Vulgaris
Pr. Gentamisin Pr.
Mima-Herellea
Gentamisin
Pseudomonas
Gentamisin
Bacteroides
Kloramfenikol/klindamisin
3. Fokus infeksi awal harus dieliminasi Hilangkan benda asing. Salurkan eksudat purulen, khususnya untuk infeksi anaerobik. Angkat organ yang terinfeksi, hilangkan atau potong jaringan yang gangren. 4.
Pemberian nutrisi yang adekuat
Pemberian nutrisi merupakan terapi tambahan yang sangat penting berupa makro dan mikronutrient. Makronutrient terdiri dari omega-3 dan golongan nukluetida yaitu glutamin sedangkan mikronutrient berupa vitamin dan trace element.
5.
Terapi suportif
Eli Lily and Company mengumumkan bahwa hasil uji klinis Phase III menunjukkan drotrecogin alfa (protein C teraktifkan rekombinan, Zovant) menurunkan risiko relatif kematian akibat sepsis dengan disfungsi organ akut terkait (dikenal sebagai sepsis berat) sebesar 19,4 %. Zovant merupakan antikoagulan.
steroid ada yang menganjurkan setelah terjadi septic shock. Penggunaan kortikosteroid direkomendasikan adalah dengan low doses corticosteroid >300 mg hydrocortisone / hari dalam keadaan septic shock. Penggunaan high dose corticosteroid tidak efektif sama sekali pada keadaan sepsis dan septic shock. Glukosa kontrol Pada penderita sepsis sering terjadi peningkatan gula darah yang tidak mengalami dan yang mengalami diabetes melitus. Sebaiknya kadar gula darah dipertahankan sampai dengan <150 mg/ dL. Dengan melakukan monitoring pada gula darah setiap 1-2 jam dan dipertahankan minimal sampai dengan 4 hari. Mencegah terjadinya stress ulcer dapat diberikan profilaksis dengan menggunakan H2 broker protonpan inhibitor. Apabila terjadi kesulitan pernafasan penderita memerlukan ventilator dimana tersedia di ICU.
Kortikosteroid Penggunaan kortikosteroid masih banyak kontroversial, ada yang menggunakan pada awal terjadinya sepsis, ada yang menggunakan terapi steroid sesuai dengan kebutuhan dan kekurangan yang ada didalam darah dengan memeriksa kadar steroid pada saat itu (pengobatan suplementasi). Peggunaan
Pencegahan
Hindarkan trauma pada permukaan mukosa yang biasanya dihuni bakteri Gram-negatif Gunakan trimetoprim-sulfametoksazol secara profilaktik pada anak penderita leukimia
Gunakan nitrat perak tipikal, sulfadiazin perak, atau sulfamilon secara profilaktik pada pasien luka bakar Berikan semprotan (spray) polimiksin pada faring posterior untuk mencegah pneumonia Gram-negatif nosokomial Strerilisasi flora aerobik lambung dengan polimiksin dan gentamisin dengan vankomisin dan nistatin efektif dalam mengurangi sepsis Gram-negatif pada pasien neutropenia Lingkungan yang protektif bagi pasien beresiko kurang berhasil karena sebagian besar infeksi berasal dari dalam (endogen) Untuk melindungi neonatus dari sepsis strep Grup B ambil apusan (swab) vagina/rektum pada kehamilan 35-37 minggu. Biakkan untuk Streptococcus agalactiae (penyebab utama sepsis pada neonatus). Jika positif untuk Strep Grup B, berikan penisilin intrapartum pada ibu hamil. Hal ini akan menurunkan infeksi Grup B sebesar 78%.
Penatalaksanaan Syok Septik Penatalaksanaan hipotensi dan syok septik merupakan tindakan resusitasi yang perlu dilakukan sesegera mungkin. Resusitasi dilakukan secara intensif dalam 6 jam pertama, dimulai sejak pasien tiba di unit gawat darurat. Tindakan mencakup airway: a) breathing; b) circulation; c) oksigenasi, terapi cairan, vasopresor/inotropik, dan transfusi bila diperlukan. Pemantauan dengan kateter vena sentral sebaiknya dilakukan untuk mencapai tekanan vena sentral (CVP) 8-12 mmHg, tekanan arteri rata-rata (MAP)>65 mmHg dan produksi urin >0,5 ml/kgBB/jam. 1.
Oksigenasi
Hipoksemia dan hipoksia pada sepsis dapat terjadi sebagai akibat disfungsi atau kegagalan sistem respirasi karena gangguan ventilasi maupun perfusi. Transpor oksigen ke jaringan juga dapat terganggu akibat keadaan hipovolemik dan disfungsi miokard menyebabkan penurunan curah
jantung. Kadar hemoglobin yang rendah akibat perdarahan menyebabkan daya angkut oleh eritrosit menurun. Transpor oksigen ke jaringan dipengaruhi juga oleh gangguan perfusi akibat disfungsi vaskuler, mikrotrombus dan gangguan penggunaan oksigen oleh jaringan yang mengalami iskemia. Oksigenasi bertujuan mengatasi hipoksia dengan upaya meningkatkan saturasi oksigen di darah, meningkatkan transpor oksigen dan memperbaiki utilisasi oksigen di jaringan. 2. Terapi cairan Hipovolemia pada sepsis perlu segera diatasi dengan pemberian cairan baik kristaloid maupun koloid. Volume cairan yang diberikan perlu dimonitor kecukupannya agar tidak kurang ataupun berlebih. Secara klinis respon terhadap pemberian cairan dapat terlihat dari peningkatan tekanan darah, penurunan ferkuensi jantung, kecukupan isi nadi, perabaan kulit dan ekstremitas, produksi urin, dan membaiknya penurunan kesadaran. Perlu diperhatikan tanda kelebihan cairan berupa peningkatan tekanan vena jugular, ronki, gallop S3, dan penurunan saturasi oksigen. Pada keadaan serum albumin yang rendah (< 2 g/dl) disertai tekanan hidrostatik melebihi tekanan onkotik plasma, koreksi albumin perlu diberikan. Transfusi eritrosit (PRC) perlu diberikan pada keadaan perdarahan aktif, atau bila kadar Hb rendah pada keadaan tertentu misalnya iskemia miokardial dan renjatan septik. Kadar Hb yang akan dicapai pada sepsis dipertahankan pada 8-10 g/dl. 3. Vasopresor dan inotropik Vasopresor sebaiknya diberikan setelah keadaan hipovolemik teratasi dengan pemberian cairan secara adekuat, tetapi pasien masih mengalami hipotensi. Terapi vasopresor diberikan mulai dosis rendah secara titrasi untuk mencapai MAP 60 mmHg, atau tekanan sistolik 90 mmHg. Untuk vasopresor dapat digunakan dopamin dengan dosis >8 mcg/kg/menit, norepinefrin 0,03-1,5 mcg/kg/menit, fenileferin 0,5-8 mcg/kg/menit atau epinefrin 0,1-0,5 mcg/kg/menit. Inotropik yang dapat digunakan adalah dobutamin dosis 2-28
mcg/kg/menit, dopamin 3-8 mc/kg/menit, epinefrin 0,1-0,5 mcg/kg/menit atau inhibitor fosfodiesterase (amrinon dan milrinon). 4. Bikarbonat Secara empirik, bikarbonat dapat diberikan bila pH <7,2 atau serum bikarbonat <9 meq/l, dengan disertai upaya untuk memperbaiki keadaan hemodinamik. 5. Disfungsi renal Sebagai terapi pengganti gagal ginjal akut dapat dilakukan hemodialisis maupun hemofiltrasi kontinu (continuous hemofiltration). Pada hemodialisis digunakan gradien tekanan osmotik dalam filtrasi substansi plasma, sedangkan pada hemofiltrasi digunakan gradien tekanan hidrostatik. Hemofiltrasi dilakukan kontinu selama perawatan, sedangkan bila kondisi telah stabil dapat dilakukan hemodialisis.
6. Nutrisi Pada sepsis kecukupan nutrisi berupa kalori, protein, asam lemak, cairan, vitamin dan mineral perlu diberikan sedini mungkin, diutamakan pemberian secara enteral dan bila tidak memungkinkan beru diberikan secara parenteral. 7. Kortikosteroid Saat ini terapi kortikosteroid diberikan hanya pada indikasi insufisiensi adrenal, dan diberikan secara empirik bila terdapat dugaan keadaan tersebut. Hidrokortison dengan dosis 50mg bolus intravena 4 kali selama 7 hari pada pasien renjatan septik menunjukkan penurunan mortalitas dibanding kontrol.