MAKALAH K3 KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PADA AREA PENAMBANGAN DAN PENGOLAHAN TAMBANG TERBUKA PT. ATOZ NUSANTARA MINING KABUPATEN PESISIR SELATAN PROVINSI SUMATERA BARAT
NAMA
: DIAN SAPIRA
KELAS
: TKM IA
NIM
: 17TKM199
POLITEKNIK ATI MAKASSAR TAHUN AJARAN 2017/2018
Kata Pengantar Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha pengasih lagi Maha penyayang. Tak lupa pula shalawat dan salaam kita kirimkan kepada Nabi besar Muhammad SAW. Sehingga saya dapat menyusun makalah ini dengan lancar. Makalah ini saya susun semaksimal mungkin dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu saya dalam pembuatan makalah ini. Terlepas dari semua itu saya menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, dengan tangan terbuka saya menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar saya dapat memperbaiki makalah tentang Fosfor ini. Akhir kata saya berharap semoga makalah tentang Tinjauan Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Pada Area Penambangan Dan Pengolahan Tambang Terbuka Pt. Atoz Nusantara Mining Kabupaten Pesisir Selatan Provinsi Sumatera Barat ini dapat memberikan
manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.
Makassar, 17 Maret 2018
PENYUSUN
1
DAFTAR ISI Kata Pengantar............................................................................ 1 Daftar Isi...................................................................................... 2 BAB I PENDAHULUAN............................................................ 3-8 A. Gambaran Umum dan K3...............................................3-5 B. Proses Produksi dan Utilitas........................................... 5-7 C. Filosofi dan Bahaya K3.................................................... 7-8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................9-17 A. Identifikasi Bahaya........................................................... 9-13 B. Sistem Manajemen K3 dan P2K3..................................... 13-15 C. Sistem Pelaporan dan Kompensa.................................... 15-17 BAB III PEMBAHASAN…………………………………………………………… 18-22 A. Alat Pengaman dan APD………………………………………………… 18-20 B. Bahan Kimia Berbahaya…………………………………………………. 20-22 C. PTD, SPK, dan Identifikasi Kecelakaan……………………………. 22-24 BAB IV PENUTUP…………………………………………………………………… 25 A. Kesimpulan……………………………………………………………………. 25 B. Saran…..…………………………………………………………………………. 25 DAFTAR PUSTAKA.................................................................... 26
2
BAB I PENDAHULUAN A. Gambaran Umum dan K3 1) Lokasi dan Kesampaian Daerah Secara administratif lokasi IUP Eksplorasi PT. ANM terletak di Nagari Salido Tambang, Kecamatan IV Jurai, Kabupaten Pesisir Selatan, Provinsi Sumatera Barat. Nagari Salido Tambang adalah sebuah perkampungan kecil yang terletak kurang lebih 12 km dari Kota Painan, ibukota Kabupaten Pesisir Selatan. Berdasarkan keadaan geografisnya, wilayah IUP PT. ANM berada pada koordinat 100º35’40.00” BT sampai 100º36’09.70” BT dan 01º19’40.00” LS sampai 01º19’15.00” LS. Lokasi penambangan batubara ini dihubungkan dengan jalan yang telah diaspal dan dapat dicapai dengan menaiki kendaraan roda empat. Terdapat sungai yang membelah wilayah KP menjadi dua bagian yaitu sungai Lubuk Agung. Luas daerah penelitian 192,08 Ha untuk keseluruhan KP. Lokasi daerah penelitian dapat dicapai dengan sarana transportasi sebagai berikut : a) Dari Yogyakarta menuju ke Padang dapat ditempuh dengan naik pesawatsekitar 2.5 jam. b) Selanjutnya dari Padang menuju ke Painan (ibukota Kabupaten Pesisir Selatan) dapat ditempuh dengan naik mobil sekitar tiga jam. c) Perjalanan dilanjutkan dari Painan menuju Nagari Salido Tambang dengan menggunakan mobil sekitar 30 menit.
1.1
Iklim dan Curah Hujan Daerah Kabupaten Pesisir Selatan, Provinsi Sumatera Barat termasuk beriklim
tropis yang mempunyai dua musim, yaitu musim hujan pada bulan Oktober sampai bulan April dan musim kemarau pada bulan Mei sampai bulan September. Dari data curah hujan yang diperoleh pada tahun 2004-2010, curah hujan tertinggi 331 mm pada bulan Januari dan curah hujan terendah 33 mm pada bulan September.
3
1.2 Kondisi Topografi dan Morfologi Pengamatan lapangan dapat dibagi menjadi 3 satuan geomorfologi, yaitu satuan perbukitan ketinggian antara di atas 100 m s/d 200 m, satuan dataran alluvial dengan ketinggian antara 50 m s/d 100 m, endapan dataran aluvial dengan ketinggian 10 m s/d 50 m di atas permukaan laut. Berdasarkan pengamatan dan pengukuran pada kenampakan morfologi, ketinggian di lapangan serta contoh batuannya, wilayah studi secara umum dapat dibagi dalam 3 satuan geomorfologi : 1. Satuan Geomorfologi Perbukitan Satuan geomorfologi menempati hampir 40% dari wilayah studi pada umumnya terdiri dari batuan breksi, batu pasir, batu lempung, lempung pasiran, pasir lempungan, lempung hitam (black silt), coal shally, shally coal, urat kuarsa, dan konglomerat. Ketinggian satuan ini antara 100 m – 200 m di atas permukaan laut dengan sudut lereng 30º – > 60º. Struktur di lokasi penyelidikan secara umum terdiri dari sesar geser arah utara – selatan arah N 180 E, yang memotong susunan pembawa endapan batubara, juga ada beberapa struktur minor di lokasi penyelidikan khususnya di dalam tambang. 2. Satuan Perbukitan Satuan Perbukitan dengan ketinggian antara 50 m s/d 100 m yang meliputi hampir 35% daerah penyelidikan, perbukitan diikuti lembah yang dilewati oleh sungai utama dari sungai yang membetuk pola pengaliran trellis. Proses erosi vertikal dan lateral berlangsung intensif. Litologi yang membentuk satuan ini adalah batu pasir dan batu lempung dan batu pasir lempungan. Singkapan Batubara di daerah PT. ANM terdapat pada formasi gunung api (Formasi Painan). Pada umumnya tebalnya antara 0,9 m – 0,10 m, mempunyai litotype batubara mengkilat dan batubara mengkilat berlapis, dengan indikasi kalori tinggi, sekitar 6900 - 7300 Kcal/Kg.
2) Keadaan Geologi a. Struktur Geologi Berdasarkan hasil penyelidikan daerah PT. ANM berada pada daerah Tambang Salido dan Lumpo. Struktur di lokasi penyelidikan secara umum terdiri dari sesar geser 4
arah utara – selatan arah N 180° E, yang memotong susunan pembawa endapan batubara, juga ada beberapa struktur minor di lokasi penyelidikan khususnya di dalam tambang, seperti patahan (fault), dan lipatan antiklin di daerah antara daerah Tambang Salido dengan daerah Lumpo. Susunan batuan terdiri atas batuan breksi, batu pasir, batu lempung, lempung pasiran, pasir lempungan, lempung hitam (black silt), coal shally, shally coal, urat kuarsa, dan konglomerat. Geologi daerah 100 Ha meliputi hampir 80% di atas permukaan berupa endapan pasir dan sebagian lempung dan endapan batuan beku. b. Genesa Batubara PT. ANM Batubara yang mempunyai rumus kimia C, H dan O adalah bahan tambang yang tidak termasuk dalam kelompok mineral. Batubara (coal) adalah bahan bakar hidro karbon padat yang terbentuk dari tumbuhan dalam lingkungan bebas oksigen dan terkena pengaruh tekanan dan temperatur yang berlangsung lama sekali (hingga puluhan-ratusan juta tahun). Proses pembentukan batubara memakan waktu hingga puluhan juta tahun, dimulai dari pembentukan gambut (peat) kemudian menjadi lignite,
sub-bituminous,
bituminous
hingga
antrasit.
Proses
pembentukan
batubara/pembatubaraan dapat diartikan sebagai proses pengeluaran berangsurangsur dari zat pembakar (O2) dalam bentuk karbon dioksida (CO2) dan air (H2O) hingga akhirnya menyebabkan konsentrasi karbon tetap (fixed karbon) dalam bahan asal batubara bertambah. Tahapan dan proses pembentukan batubara dapat digolongkan menjadi dua kejadian, yaitu pertama tahap/fase diagenesa (pengrusakan dan penguraian) oleh organisme, atau sering disebut tahap/fase biokimia. Tahap/fase biokimia merupakan tahap pertama dalam pembentukan batubara yang dimulai dari penguraian tumbuh tumbuhan sampai terbentuknya peat. Ini merupakan proses penghancuran oleh bakteri anaerobic terhadap bahan kayu-kayuan (sisa tumbuhan) sehingga terbentuk gel (seperti agar-agar) yang disebut gelly. Gel tersebut sebagai bahan pembentuk lapisan batubara, kemudian akan terendapkan/terkumpul sebagai suatu massa yang mempat yang kemudian disebut peat (gambut). Tahap kedua adalah tahap metamorfosa atau yang sering juga disebut sebagai tahap geokimia. Tahap ini dimulai dari terbentuknya peat sampai terbentuknya batubara. Pada tahap ini yang memegang peranan adalah tekanan dan temperatur. Makin tinggi temperatur dan 5
makin kuat tekanan maka akan bertambah tinggi kadar batubara yang terbentuk. Target produksi PT. ANM adalah sebesar 54.000 ton/tahun. Kualitas merupakan hal terpenting dalam batubara karena dari kualitas mempengaruhi harga penjualan dari batubara. Nilai kalori batubara pada lokasi PT. Atoz Nusanatara Mining adalah 7.000 Kkal/kg. Pada daerah eksplorasi PT. ANM ini, dilakukan analisis proximate terhadap contoh batubara yang diperoleh dari singkapan (testpit) dan pemboran (core).
3) Pelaksanaan K3 Pelaksanaan K3 pada PT. ANM dilakukan sepenuhnya di bawah pengawasan Departemen Lingkungan & K3 PT. ANM. Meskipun PT. ANM berdiri pada tahun 2007, namun Departemen Lingkungan & K3 baru resmi berdiri pada Februari 2009. Departemen Lingkungan & K3 pada PT. ANM adalah departemen yang membuat peraturan tentang keselamatan kerja pada karyawan serta pelaksanaan K3 pada PT. ANM. Meskipun telah
dibuat peraturan tertulis tentang K3, namun pada
kenyataannya pelaksaan di lapangan belum sepenuhnya dijalankan oleh sebagian karyawan karena sanksi yang tidak tegas.
B. Proses Produksi dan Utulasi 1) Kegiatan Penambangan Penambangan batubara pada PT. ANM dilakukan dengan metode Strip Mine. Metode ini diterapkan untuk menambang endapan batubara yang dekat permukaan pada daerah mendatar sampai agak landai. Penambangannya dimulai dari singkapan batubara yang mempunyai lapisan tanah penutup yang tipis dilanjutkan ke singkapan batubara yang mempunyai lapisan tanah penutup tebal sampai batas pit. Tahap kegiatan penambangan yang dilakukan disesuaikan dengan perencanaan yang dibuat oleh bagian planning. Adapun rangkaian kegiatan penambangan meliputi pembersihan lahan sekaligus pengupasan dan pemindahan tanah pucuk, penggalian dan pemindahan lapisan penutup (over burden), penambangan dan pengangkutan batubara. 1. Pembersihan Lahan Sekaligus Pengupasan dan Pemindahan Tanah Pucuk
6
Operasi pembersihan lahan penambangan dilakukan pada lokasi-lokasi yang akan ditambang. Beberapa pekerjaan yang akan dilakukan berkaitan dengan operasi ini adalah : a. Pembabatan semak dan perdu Pekerjaan ini dilakukan dengan menggunakan bulldozer Caterpillar D7G, yang menjalankan fungsi gali-dorong dengan memanfaatkan blade dan tenaga dorong yang besar. Semak dan perdu yang menutupi area penambangan didorong ke daerahdaerah pembuangan. b. Penebangan pohon dan pemotongan kayu Penebangan pohon-pohon dan pemotongan kayu-kayu yang ada dilakukan sebelum operasi pembersihan lahan penambangan. Lahan dari lokasi yang akan ditambang biasanya ditumbuhi oleh berbagai jenis pohon, dari yang berukuran kecil sampai besar. Untuk pohon yang berukuran besar perlu dilakukan pemotongan dengan mesin potong (chainsaw). Pohon yang telah dipotong, kayunya dapat dimanfaatkan untuk keperluan lain. Dalam operasi pemindahan kayu-kayu, digunakan alat pengangkut beban berat dan rantai besi untuk pengikat dan penarik, kemudian diangkut dengan truk. c. Pengupasan tanah pucuk (top soil) Operasi pengupasan lapisan tanah pucuk (top soil) yang banyak mengandung bahan organik hasil pelapukan yang menyuburkan tanah, dilakukan setelah pembersihan lahan penambangan. Lapisan tanah subur ini dikupas dengan menggunakan bulldozer Caterpillar D7G. Lapisan tanah pucuk (top soil) didorong dan dikumpulkan pada lokasi tertentu yang dekat dengan daerah operasi bulldozer, kemudian tanah pucuk (top soil) tersebut dimuat dengan menggunakan backhoe Caterpillar 250 D dan diangkut dengan dengan dump truck Volvo A40E menuju ke tempat penyimpanan sementara tanah pucuk (top soil). Timbunan tanah subur ini nantinya akan dimanfaatkan pada saat melakukan pekerjaan reklamasi. 2. Penggalian dan Pemindahan Lapisan Penutup
7
Operasi penggalian lapisan penutup (sandstone dan mudstone) berupa over burden dilakukan dengan metode pemboran menggunakan Caterpillar Ingersole rand DM45E. Pemuatan over burden menggunakan back hoe Caterpillar 250 D dibantu dengan bulldozer Caterpillar D7G. Untuk material lemah sampai sedang, langsung dilakukan penggalian dan pemuatan ke dump truck volvo A40E. Bila masih ditemukan material keras, terlebih dahulu diberaikan dengan bulldozer yang dilengkapi dengan ripper, kemudian digali dan dimuat ke backhoe. Pada prinsipnya pengupasan lapisan tanah penutup ditangani dengan metode Drilling dan Blasting. Kegiatan pemboran dan peledakan di samping dilakukan untuk batuan penutup yang keras juga dilakukan apabila ingin mempercepat proses produksi. Pelaksanaan operasional pemboran dan peledakan dilakukan berdasarkan rencana target produksi yang ditetapkan. Setelah batuan penutup terbongkar kemudian dimuat dengan alat muat back hoe Caterpillar 250 D dengan kapisitas bucket 1,8 m3 dan diangkut dengan dump truck volvo A40E kapasitas 39 ton ke lokasi penimbunan (dumping area) yang telah direncanakan, berupa penambangan terdekat atau daerah-daerah kosong yang ada disekitar tambang atau disebut dengan metode back filling. Penerapan metode back filling sekaligus diintegrasikan dengan program reklamasi tambang. Hal ini akan memberikan keuntungan, karena akan mereduksi jarak angkut over burden dan biaya reklamasi tambang dari daerah tersebut. 3. Penggalian dan Pemindahan Batubara Operasi penggalian batubara dilakukan dengan menggunakan back hoe (Caterpillar 250 D) dibantu dengan bulldozer (Caterpillar D7G). Setelah itu langsung dimuat ke dump truck Mitsubshi 220 PS dengan kapasitas 35 ton. Batubara yang masih bercampur dengan parting (material pengotor batubara) akan diangkut ke stockpile untuk dipisahkan. Batubara yang berada di PT. ANM umumnya terdiri dari 3 (tiga) lapisan yang dikelompokan sebagai seam A, B dan seam C, setiap seam mempunyai kualitas/ parameter batubara yang berbeda. Untuk menghasilkan produk batubara guna
memenuhi
permintaan
pasar
maka
dilakukan
proses
blending
(mengkombinasikan/ mencampur batubara seam A, B dan seam C ) di stockpile. Dilakukan proses blending batubara bertujuan untuk mendapatkan hasil/ produk 8
kualitas batubara yang disesuaikan dengan permintaan pembeli, misalnya untuk mendapatkan nilai kalori, sulfur, ash dan kandungan air yang diinginkan pembeli. Dalam proses pengolahan batubara, PT. ANM tidak melakukan proses pengolahan basah atau proses pencucian batubara.
C. Filosofi dan Budaya K3 1) Pengertian Dasar Keselamatan dan Kesehatan Kerja Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan daya upaya yang terencana untuk mencegah terjadinya musibah kecelakaan dan penyakit yang timbul akibat kerja. Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan hal yang penting dan perlu diperhatikan oleh pihak perusahaan, karena dengan adanya jaminan keselamatan dan kesehatan kerja kinerja karyawan akan lebih meningkat. a. Pengertian Keselamatan Kerja Keselamatan kerja adalah usaha melakukan pekerjaan tanpa ada kecelakaan. Keselamatan kerja yang baik merupakan pintu gerbang bagi keamanan tenaga kerja. Kecelakaan kerja selain menyebabkan hambatan-hambatan langsung juga merupakan kerugian-kerugian secara tidak langsung yakni kerusakan mesin dan peralatan kerja, terhentinya proses produksi untuk beberapa saat, kerusakan pada lingkungan kerja, dan lain-lain. Biaya-biaya sebagai akibat kecelakaan kerja, baik langsung maupun tindak langsung cukup atau kadang-kadang sangat atau terlampau besar, sehingga bila diperhitungkan secara keseluruhan hal itu merupakan kehilangan yang berjumlah besar. Undang-Undang No. 1 tahun 1970 mengatur tentang Keselamatan Kerja. Meskipun judulnya disebut sebagai Undangundang Keselamatan Kerja, tetapi materi yang diatur termasuk masalah kesehatan kerja. Undang-undang ini dimaksudkan untuk menentukan standar yang jelas untuk keselamatan kerja bagi semua karyawan sehingga mendapat perlindungan atas keselamatannya dalam melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi serta produktifitas Nasional, memberikan dasar hukum agar setiap orang selain karyawan yang berada di tempat kerja perlu dijamin keselamatannya dan setiap sumber daya perlu dipakai dan dipergunakan secara 9
aman dan efisien dan membina norma-norma perlindungan kerja yang sesuai dengan perkembangan masyarakat, industrialisasi, teknik dan eknologi. Tujuan daripada UU Keselamatan Kerja adalah: 1. Agar tenaga kerja dan setiap orang lainnya yang berada dalam tempat kerja selalu dalam keadaan selamat dan sehat. 2. Agar sumber produksi dapat dipakai dan digunakan secara efisien. 3. Agar proses produksi dapat berjalan tanpa hambatan apapun. Hakekat keselamatan kerja adalah mengadakan pengawasan terhadap 4M, yaitu manusia (man), alat-alat atau bahan-bahan (materials), mesin-mesin (machines), dan metode kerja (methods) untuk memberikan lingkungan kerja yang aman sehingga tidak terjadi kecelakaan manusia atau tidak terjadi kerusakan/kerugian pada alatalat dan mesin. 2) Budaya K3 Sebuah budaya k3 yang positif adalah ketika keselamatan dan kesehatan kerja(K3) memainkan peran yang sangat penting dan menjadi inti nilai dari mereka yang bekerja di sebuah tempat kerja. Sementara, budaya k3 yang negative terjadi apabila keselamatan kerja dipandang sebagai sebuah hal yang marginal atau menjadi beban dari unit kerja Di dalam sebuah budaya k3 positif yang kuat, setiap orang bertanggung jawab terhadap keselamatan kerja dan menerapkan k3 dalam kehidupan sehari-hari. Setiap orang akan melakukan yang terbaik untuk identifikasi kondisi dan perilaku yang tidak aman serta merasa nyaman untuk melakukan intervensi terhadap hal yang tidak aman itu. Mudahnya, dalam budaya k3 yang kuat setiap pekerja merasa nyaman untuk berjalan ke direktur pabrik atau CEO untuk membicarakan tentang masalah-masalah keselamatan kerja.
10
Berikut adalah 5 elemen untuk membentuk Budaya K3 yang kuat versi International Association of Oil & Gas Producers: 1. Budaya untuk Mencari Informasi (Informed Culture) Tetap mendapatkan informasi dapat membantu organisasi untuk mencegah ketidakwaspadaan dalam ketiadaan kecelakaan kerja. Organisasi dengan budaya K3 yang kuat selalu waspada dan percaya bahwa kondisi yang aman dapat bermasalah.Jika orang-orang tidak melihat apapun yang bermasalah, mereka akan berasumsi bahwa tidak akan muncul masalah sehingga mereka tidak diharuskan untuk bertindak apapun. Ini adalah hal yang tidak tepat sehingga perlu usaha-usaha untuk mengikis asumsi tersebut. Oleh karena itu, dalam ketiadaan kejadian kecelakaan kerja dan dalam usaha untuk mempromosikan perhatian keselamatan kerja yang terjadi, sebuah organisasi harus membuat sebuah sistem informasi yang mengumpulkan, menganalisa dan membagikan informasi tentang manusia, technical, organisasi dan faktor lingkungan yang menunjukkan keseluruhan sistem keselamatan kerja. Sayangnya, hal ini tidak semudah untuk melaporkan kecelakaan kerja Menurut Hopkins, banyak studinya terkait dengan kecelakaan kerja baik mayor ataupun minor, selalu menunjukkan bahwa sebelumnya sudah ada informasi yang telah dilaporkan dan dianalisa, informasi inilah yang menjadi sinyal lemah tentang munculnya kecelakaan kerja suatu saat nanti. Sebuah organisasi yang berkomitmen untuk mencegah kecelakaan selalu menyadari informasi tersebut dan berusaha untuk mencegahnya serta mengumpulkan informasi lebih banyak. Pekerja dalam budaya tersebut juga didorong untuk melaporkan kondisi tidak aman, bahaya, prosedur yang tidak efektif, proses yang gagal, beberapa alarm, dan lain-lain untuk mencegah potensi kecelakaan.
11
2. Budaya Melaporkan (Reporting Culture) Organisasi dalam industri yang beresiko tinggi sedang meningkatkan kepemahaman mereka tentang keselamatan kerja melalui laporan dan investigasi kecelakaan. Keengganan untuk menyelidiki dan berdiskusi tentang kecelakaan dapat mengakibatkan kehilangan peluang untuk mencegah bencana di masa depan dan dapat diterjemahkan sebagai tanda bahwa produksi dihargai lebih daripada keselamatan kerja. Keengganan untuk melaporkan kecelakaan dapat terjadi ketika proses pelaporan terlalu rumit atau terdapat ketidakpercayaan di antara berbagai macam lapisan dalam organisasi. Ini bisa diatasi dengan memperkenalkan sistem pelaporan di mana identitas dari pelapor hanya diketahui oleh badan yang dipercayai biasanya adalah departemen HSE. Lebih lanjut, nilai dari pelaporan haruslah terlihat dari aksi perbaikan, penyebaran pelajaran yang dapat diambil dari pelaporan serta umpan balik ke pelapor. Ini membutuhkan sumber daya yang cukup dan kompeten yang siap sedia untuk investigasi kecelakaan secara efektif Kita tidak mungkin bisa menginvestigasi semua laporan dengan kedalaman analisa yang sama, kita harus bisa untuk memprioritaskan. Parameter berikut harus menjadi kriteria untuk memprioritaskan laporan:
Resiko: Menilai keparahan dan frekuensi potensi dari kejadia
Peningkatan: Identifikasi potensi tinggi untuk ide peningkatan
Tema: Apakah kejadian selalu berulang? Peningkatan laporan bergantung oleh keterlibatan dari seluruh karyawan untuk
menjamin kontribusi dan pelajaran dari proses perbaikan dan peningkatan (improvement). Untuk belajar dengan baik dari sistem pelaporan dan mengembangkan aksi efektif terus berlanjut maka 2 aspek ini harus disadari, aspek ini juga menjadi indikator dari kedewasaan dari budaya K3:
12
Menjamin independensi maksimum dari kecelakaan meskipun hasil investigasi menunjukkan bahwa terdapat ketiadaan kendali dari manajemen
Secara aktif melibatkan manajemen lini untuk mengubah rekomendasi menjadi aksi sehingga mereka menjadi terlibat di dalam rekomendasi itu. Ini juga membuat mereka mennyadari peran mereka untuk meningkatkan keselamatan kerja di masa depan
3. Budaya Belajar (Learning Culture) Budaya belajar adalah sebuah perpanjangan alami dari budaya pelaporan karena sebuah laporan tidak akan bisa efektif kecuali apabila organisasi belajar dari pelaporan yang karyawan buat. Sebuah organisasi dengan budaya belajar yang kuat akan mengumpulkan informasi dari berbagai macam sumber, mengambil pelajaran yang berguna, membagi pelajaran yang di dapat dan menindaklanjuti proses pengembangan keselamatan kerja. Organisasi pembelajar akan mencari pandangan yang berlawanan untuk mencari kesempatan belajar dengan lebih efektif. Mereka terbuka akan berita yang buruk sehingga informasi tidak “dikecilkan” begitu sampai ke manager. Laporan yang ada merupakan laporan yang valid karena sistem pelaporan berdasarkan kejujuran dan kepercayaan. Karena organisasi secara jelas merespon laporan, karyawan merasa terdorong untuk terus melapor sehingga menghasilkan budaya pelaporan yang efektif. Organisasi pembelajar sangat sensitive dengan pelajaran dari berbagai macam sumber. Mereka bisa mengambil pembelajaran dari sistem pelaporan internal, analisa root cause yang sistematik hingga belajar dari kecelakaan dari organisasi eksternal Organisasi pembelajaran memiliki karyawan profesional yang memilki pekerja untuk menganalisa informasi dan mengambil keuntungan dari hasilnya. Karyawan-karyawan ini memiliki ciri:
Mengidentifikasi problem dan pelajaran
Mengembangkan rencana dengan manager lokasi untuk mengatasi masalah
Mengimplementasikan pelajaran yang dapat diambil ke seluruh organisasi 13
Organisasi pembelajar juga menghindari informasi penting yang hilang bersamaan dengan karyawan mereka yang mundur dari pekerjaan. Hal ini dikarenakan mereka sudah menganalisa, menyimpan, menyebarkan dan membangun informasiinformasi penting ke dalam penerapan yang terus berkelanjutan. 4. Budaya Fleksibel (Flexibility Culture) Budaya fleksibel dalam sebuah organisasi akan memungkinkan organisasi untuk mempertahankan koordinasi dalam level yang efektif dan perhatian yang tepat mengingat terdapat perbedaan dalam proses pengambilan keputusan karena perbedaan tingkat urgensi dan kehandalan dalam orang-orang yang terlibat. Budaya fleksibel ditandai dengan kemampuan untuk mengganti struktur organisasional dari hierarki konvensional ke struktur operasional yang lebih setara (flat) tanpa harus kehilangan kualitas dalam pengambilan keputusan. Ciri budaya fleksibel adalah responsif, melibatkan dan beradaptasi serta berfokus pada kemampuan seseorang sebagai sebuah individu untuk terlibat dalam pemecahan masalah ketimbang kemampuan orang tersebut sebagai bagian dari struktur organisasi. Sangatlah penting bagi sebuah perusahaan untuk menyadari jangkauan kemampuan dari karyawannya dan bagaimana menggunakan skil tersebut ketika diperlukan. Banyak orang yang menghargai kesempatan untuk mempertunjukkan kemampuan mereka dalam organisasi yang pada ujungnya akan membuat budaya fleksibel di perusahaan akan lebih baik lagi. Organisasi yang ingin mendapat budaya fleksibel harus melatih kemampuan mereka dan mengkaji aksi yang diberikan untuk merespons ancaman dari kejadian, memastikan fleksibilitas structural yang cocok dan efektif. Pada akhirnya budaya fleksibel bercirikan sebagai berikut:
Mampu untuk menyesuaikan diri sendiri dalam menghadapi operasi kerja yang cepat dan beberapa bahaya yang muncuk
14
Memiliki kemampuan untuk memodifikasi struktur yang konvensional menjadi struktur yang lebih setara
Memiliki tingkat keahlian yang sesuai untuk membuat penilaian dan keputusan
5. Budaya Adil (Just Culture) Budaya Adil merupakan sarana yang kuat untuk elemen-elemen lain dalam budaya k3. Harapan yang jelas, implementasi yang konsisten terhadap semua peraturan, proses investigasi yang adil serta respons yang adil terhadap mereka yang melanggar peraturan akan menjadi pesan yang kuat bagi seluruh karyawan tentang hak dan kewajiban mereka yang benar. Penting untuk sebuah organisasi agar menetapkan batasan-batasan yang tidak jelas. Misalnya pada masalah kekerasan dalam tempat kerja atau kecanduan alcohol, batasan tersebut secara terus menerus bergerak dan dinegosiasi kembali. Bahkan, kasus-kasus pelanggaran yang seharusnya jelas seperti kecanduan narkoba, pengendalian yang dilakukan oleh organisasi dapat bervariasi. Organisasi bisa saja menghukum pencandu narkoba atau justru mengirimnya ke pusat rehabilitasi sebagai bentuk dukungan untuk karyawan dalam keadaan sulit tersebut. Oleh karena itu, sangatlah penting untuk menetapkan batasan-batasan dalam organisasi dan mengkomunikasikan ke seluruh karyawan serta diterapkan secara konsisten.
15
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Identifikasi Bahaya Kegiatan penambangan batubara perlu melakukan pengendalian, pengawasan, pengalaman kerja serta tingkat pendidikan yang baik untuk mencegah bahaya yang diakibatkan dari proses penambangan tersebut. Pencegahan kecelakaan dalam kaitannya dengan masalah keselamatan dan kesehatan kerja harus mengacu dan bertitik tolak pada konsep sebab dan akibat kecelakaan, yaitu dengan mengendalikan sebab dan mengurangi akibat kecelakaan. Penyebab kecelakaan kerja disebabkan langsung oleh tindakan tidak aman (unsafe act) dan kondisi tidak aman (unsafe condition) sehingga menyebabkan terhentinya suatu kegiatan baik terhadap manusia maupun terhadap alat. 1) Kondisi Tidak Aman dan Tindakan Kerja Tidak Aman a.
Kondisi Tidak Aman dan Tindakan Kerja Tidak Aman pada Jalan Angkut Batubara Menurut hasil pengamatan dan penjelasan dari kepala Teknik
Tambang, jalan angkut tambang merupakan daerah yang paling rawan terhadap kecelakaan kerja. Kerawanan itu antara lain seperti pada Tabel 1.1. dan Tabel 1.2. b. Kondisi Tidak Aman dan Tindakan kerja Tidak Aman pada Area Pengolahan Batubara Area pengolahan batubara rawan terhadap kecelakaan kerja. Pada daerah ini banyak terdapat kegiatan pencurahan batubara, instalasi listrik dan stasiun bahan bakar. Di area seperti ini setiap pekerja harus menggunakan APD sesuai dengan jenis pekerjaannya, tidak membiarkan orang yang tidak berkepentingan masuk ke lokasi, memastikan setiap pekerja melaksanakan pekerjaannya dengan serius dan sungguh sungguh serta pemasangan papan petunjuk daerah yang rawan dengan jelas dan terlihat.
16
Menurut hasil pengamatan, tindakan tidak aman dan kondisi tidak aman yang terjadi di area ini karena rendahnya tingkat pengawasan dan kurangnya kesadaran pekerja. Tindakan tidak aman dan kondisi tidak aman itu antara lain seperti pada Tabel 4.1 dan Tabel 4.2. c. Kondisi Tidak Aman dan Tindakan Kerja Tidak Aman pada Area Perkantoran dan Bengkel Pada area ini, kurangnya kesadaran pekerja karena manganggap area ini aman dari kecelakaan, menyebabkan sering terjadinya tindakan tidak aman dan kondisi tidak aman seperti pada Tabel 1.1 dan Tabel 1.2. Tabel 1.1. Kondisi Tidak Aman NO 1.
Kondisi Tidak Aman
Lokasi
Keterangan
Konsentrasi
Jalan
Pada musim kemarau, konsentrasi
debu yang
Angkut
debu di jalan angkut batubara sangat
sangat tinggi
Batubara
tinggi. Penanganan yang dilakukan adalah dengan melakukan penyiraman jalan secara teratur setiap ruas jalan oleh PT. Atoz Nusantara Mining. Pada kenyataannya, hal ini belum efektif untuk mengurangi konsentrasi debu karena minimnya kendaraan untuk melakukan penyiraman. Hal ini terbukti dengan terjadinya kecelakaan di jalan angkut batubara pada tanggal 23 Juni 2009. Kecelakaan ini terjadi karena tingginya konsentrasi debu di jalan sehingga truck yang saling berlawanan tidak dapat melihat dengan jelas satu sama lain. Dua orang cidera ringan akibat peristiwa ini. 17
2.
Kondisi beberapa ruas
Pada musim hujan, jalan yang tidak
jalan yang tidak padat Jalan
padat dapat membahayakan kendaraan
dan
yang melewatinya karena licin dan
licin
di
saat Angkut
musim hujan, karena Batubara
kemungkinan longsor. Penanganan
curah
yang dilakukan adalah dengan
hujan yang tinggi
melakukan pemadatan jalan. Selama penelitian dilakukan, pemadatan jalan jarang dilakukan sehingga menciptakan kondisi tidak aman. Hal ini terbukti dengan terjadinya kelongsoran pada jalan angkut batubara. Dalam peristiwa tersebut tidak ada korban jiwa , namun sebuah mobil rusak.
3.
Ruas jalan yang terlalu
Pada jalan angkut batu bara terdapat,
sempit dan tikungan
beberapa ruas jalan yang terlalu sempit
yang terlalu tajam
Jalan
untuk dilewati dua kendaraan yang
Angkut
saling berlawanan arah dan tikungan
Batubara
yang terlalu tajam sehingga sangat berbahaya jika dilewati dua kendaraan yang berlawanan arah. Selama penelitian, terjadi sebuah tabrakan mobil karena keadaan tersebut.
Tabel 1.2. Tindakan Kerja Tidak Aman NO
Tindakan Kerja Tidak
Lokasi
Keterangan
Aman 1.
Mengemudi dengan
Area
Menurut hasil pengamatan, sering terjadi
18
tidak aman
Pengolahan
pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan
Batubara
oleh pengemudi kendaraan, antara lain: a. Tidak menggunakan sabuk pengaman dan APD karena jarak tempuh yang dekat b. Tidak membunyikan klakson pada saat tikungan tajam di mana kendaraan yang berlawanan arah tidak dapat mengetahui. c. Mengoperasikan telepon genggam (menelepon, menerima telepon dan sms) saat mengemudikan kendaraan. d. Mengemudikan kendaraan melewati batas kecepatan bahkan di saat tikungan ngepot. e. Tidak mengindahkan rambu-rambu lalulintas. f. Muatan mobil pick up untuk mengangkut karyawan ke area tambang melebihi batas. Batas maksimum delapan orang namun diisi 15 orang.
2.
Tidak mengenakan
Area
Terdapat pekerja yang tidak mengenakan
APD secara lengkap
Pengolahan
APD terutama helm, kacamata dan ear
Batubara
plug, bahkan kadang ada yang memakai sandal ke area tambang.
3.
Bekerja sambil bergurau Area
Terdapat pekerja yang sambil bergurau
dengan lainnya
dengan pekerja lain.
Pengolahan Batubara
4.
Mengizinkan orang
Area
Karena alas an tertentu, selain pekerja,
masuk ke area
Pengolahan
orang lain dapat masuk ke area ini tanpa
pengolahan tanpa
Batubara
pendampingan. Bahkan anak kecil dan
pendampingan
hewan ternak warga sekitar bisa masuk
19
tanpa pengawasan 5.
6.
Merokok di dekat gallon
Area
Di dekat galon-galon bahan bakar sering
galon bahan
Pengolahan
terlihat beberapa orang bersantai sambil
Bakar
Batubara
merokok
Mengendarai motor dan Area
Karena alasan tertentu, terkadang ada
menerobos area
Pengolahan
warga, anak kecil dan hewan ternak warga
pengolahan
Batubara
yang berjalan melewati area pengolahan untuk menuju rumahnya
7.
8.
9.
Para pekerja memasuki
Area
Untuk keperluan tertentu, terkadang
bengkel tanpa
Pengolahan
pekerja kantor masuk ke bengkel tapi tanpa
menggunakan APD
Batubara
dilindungi alat pelindung diri,terutamahelm
Para pekerja kantor
Area
Untuk keperluan tertentu, terkadang
Memasuki bengkel
Pengolahan
pekerja kantor masuk ke bengkel tapi
tanpa menggunakan
Batubara
tanpa dilindungi alat pelindung diri,
APD
terutama helm.
Mengendarai kendaraan Area
Untuk keperluan tertentu, terdapat pekerja
meskipun tidak memiliki Pengolahan
yang mengendarai kendaraan meskipun
SIMPer
tidak memiliki SIMPer, serta tidak
Batubara
dilengkapi terutama helm. 10. Orang tidak
Area
Untuk keperluan tertentu, terdapat orang
berkepentingan masuk
Pengolahan
lain (seperti warga sekitar) di bengkel
ke bengkel
Batubara
yang memasuki area bengkel dan tanpa dilengkapi alat pelindung diri.
Dengan demikian dalam kegiatannya, diperlukan suatu sistem keselamatan kerja yang benar agar kondisi tidak aman dan tindakan tidak aman tidak terbentuk, sehingga kecelakaan kerja dapat dikurangi atau diminimalkan.
20
Faktor Personal Penyebab Menurunnya Produktivitas dan Kinerja 1) Efek Kelelahan (fatigue) Kelelahan operator adalah faktor yang utama pada insiden atau kecelakaan. Mengantuk adalah respon psikologi pada kelelahan dan tidak baik untuk melakukan pekerjaan, sehingga perlu adanya manajemen untuk mengatur kebiasaan atau pola hidup dengan istirahat yang cukup. Faktor resiko yang menyebabkan dan meningkatkan resiko kelelahan antara lain : 1. Faktor Lingkungan: mendengar suara secara terus menerus, getaran dari alat yang terus menerus, perubahan temperatur, tidak mengerti cara untuk mengidentifikasi dengan cepat, pergerakan dari kendaraan. 2. Faktor Tugas: melebihi kemampuan fisik atau mental atau banyak tuntutan pekerjaan, jam kerja termasuk lembur, pekerjaan personal, teguran tugas keselamatan, memerlukan konsentrasi tingkat tinggi, mengoperasikan mesin atau pekerjaan yang aktif, melakukan pekerjaan berulang-ulang, bosan dan monoton atau pekerjaan kurang menantang, durasi pekerjaan atau waktu kerja yang lama. 3. Faktor Personal: tidur terlalu malam, keluarga, lingkungan sekitar atau masalah finansial, baru sembuh dari sakit atau cidera, pekerjaan lain diluar pekerjaan utama.
2) Efek dari Kekecewaan dan Masalah Pribadi Faktor kekecewaan merupakan hal yang dapat mempengaruhi kinerja dan produktivitas karyawan. Rasa kecewa biasanya timbul karena tidak dipromosikan maupun kecewa karena pekerjaan yang diberikan terlalu berat dan pendistribusian pekerjaan antara karyawan satu dengan yang lain tidak merata. Selain itu adanya masalah pribadi yang dialami seseorang juga dapat mempengaruhi kinerja karyawan tersebut. 21
B. Sistem Manajemen K3 Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja merupakan bagian dari proses manajemen keseluruhan mempunyai peranan penting di dalam pencapaian tujuan perusahaan melalui pengendalian rugi perusahaan tersebut. Alasan ini adalah tepat, mengingat penerapan keselamatan dan kesehatan kerja di dalam suatu perusahaan bertujuan mencegah, mengurangi dan menanggulangi setiap bentuk kecelakaan yang dapat menimbulkan kerugian-kerugian yang tidak dikehendaki serta mencegah, mengurangi dan menanggulangi gangguan kesehatan akibat kerja. Setiap pekerjaan dapat dilakukan dengan aman dan selamat. Suatu kecelakaan terjadi karena ada penyebabnya antara lain karena manusianya dan peralatannya. Penyebab kecelakaan ini yang harus dicegah untuk menghindari terjadinya kecelakaan karena setiap pekerjaan pasti dapat ilakukan dengan selamat. Keberhasilan penerapan keselamatan dan kesehatan kerja dalam suatu industri pertambangan sangat bergantung pada pandangan manajemen terhadap keselamatan dan kesehatan kerja itu sendiri. Ungkapan ini didasarkan pada kenyataan di mana masih banyak terdapat pandangan bahwa penerapan keselamatan dan kesehatan kerja dalam kegiatannya akan mengurangi perolehan dan keuntungan. Pandangan ini sama sekali tidak dapat dibenarkan, karena pada hakekatnya
penerapan
keselamatan
dan
kesehatan
kerja
justru
akan
melipatgandakan keuntungan melalui pencegahan kecelakaan yang dapat mengakibatkan kerugian dan peningkatan produktifitas. Bahkan tidaklah berlebihan kiranya apabila suatu industri yang memiliki resiko tinggi seperti industri pertambangan berpandangan bahwa pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja merupakan tanggungjawab seluruh para penambang dan tidak semata-mata tanggungjawab sautu bagian atau pengusaha pertambangan. Hal ini dimungkinkan mengingat adanya pernyataan manajemen yang mengidentifikasikan masalah keselamatan dan kesehatan kerja dengan produk yang dihasilkan. Oleh karena itu segala perlakuan terhadap produk tidak dapat dibedakan dengan perlakuan terhadap keselamatan dan kesehatan kerja.
22
Manajemen keselamatan dan kesehatan kerja sangat penting diperhatikan dan diselamatkan antara lain untuk: 1. Menyelamatkan karyawan dari penderitaan sakit atau cacat, kehilangan waktu kerja dan kehilangan pemasukan keuangan. 2. Menyelamatkan keluarga dari kesedihan atau kesusahan, kehilangan pemasukan keuangan dan masa depan yang tidak menentu. 3. Menyelamatkan perusahaan dari kehilangan tenaga kerja, pengeluaran biaya kompensasi akibat kecelakaan, kehilangan waktu karena terhentinya kegiatan dan menurunnya produksi dari perusahaan tersebut. Kerangka dasar manajemen keselamatan dan kesehatan kerja dapat disusun sebagai berikut: 1. Fungsi utama manajemen yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengendalian dan pengambilan keputusan yang berkaitan dengan masalah keselamatan dan kesehatan kerja. Contoh dari kelima fungsi ini ditentukan oleh konsep dasar keselamatan dan kesehatan kerja yang dianut oleh perusahaan. 2. Kegiatan utama manajemen yang meliputi pembiayaan dan pelaporannya, pengoperasian, produk pemasaran dan penjualan serta sistem komunikasi dan informasi. Kegiatan-kegiatan ini merupakan sasaran dan tujuan yang ingin dicapai oleh perusahaan. 3. Sumber daya dan pembatas yang meliputi manusia, materialisme dan peralatan, kebutuhan konsumen, kondisi ekonomi masayarakat dan lingkungan kerja serta peraturan pemerintah dapat merupakan kegiatan manajemen dan fungsi manajemen. Dengan melandaskan pada kerangka dasar manajemen keselamatan dan kesehatan kerja tersebut, maka tujuan manajemen keselamatan dan kesehatan kerja adalah melakukan pencegahan kecelakaan atau kerugian perusahaan dengan merealisasikan setiap fungsi manajemen dalam melaksanakan kegiatan yang dibatasi oleh sumber atau masukan yang dimiliki. Sepuluh kunci pengawasan keselamatan dan kesehatan kerja adalah:
23
1. Penentuan tata pelaksanaan kerja. 2. Perbaikan metode kerja. 3. Penempatan pekerjaan yang tepat. 4. Pembinaan dan pengawasan dalam menjalankan tugas. 5. Peningkatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja. 6. Pemeliharaan syarat lingkungan kerja. 7. Pemeriksaaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja. 8. Penyelesaian pada waktu ditemukan kelainan dan waktu terjadinya kecelakaan. 9. Peningkatan kesadaran Keselamatan dan Kesehatan Kerja. 10. Kreatifitas untuk mencegah kecelakaan. Sasaran utama setiap perusahaan adalah mengurangi biaya yang harus ditanggung akibat dari kecelakaan kerja. Inilah sebabnya setiap perusahaan harus menyusun kerangka tindakan untuk mencegah kecelakaan. Kerangka tindakan ini harus mencakup: 1. Pengawasan kebiasaan kerja. 2. Penyesuaian kecepatan arus produksi dengan kemampuan optimum para karyawan. 3. Peningkatan mekanisme yang tepat guna. 4. Penyesuaian volume produksi dengan jam proses yang optimum. 5. Pembentukan panitia Keselamatan dan Kesehatan Kerja di bawah seorang Manajer Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang profesional.
24
Sumber data: Dokumen Paket Pembinaan K3 Pada Tambang Tahun 2009 Gambar 1.1. Skema Pengertian dan Tujuan Keselamatan Kerja
C. Sistem Pelaporan dan Kompensasi Kecelakaan adalah suatu kejadian yang tidak direncanakan, tidak terkendali dan tidak dikehendaki yang disebabkan langsung oleh tindakan tidak aman (unsafeact) dan kondisi tidak aman (unsafe condition) sehingga menyebabkan terhentinya suatu kegiatan baik terhadap manusia maupun terhadap alat. Hal ini sering disebut sebagai konsep 3U yaitu Unplanned, Undesirable dan Uncontrolled. Kecelakaan yang terjadi selalu ada penyebabnya, penyebab yang paling utama adalah disebabkan oleh: 1. Tindakan tidak aman Yaitu tindakan tidak aman yang berhubungan dengan tingkah laku para pekerja dalam melaksanakan pekerjaan pertambangan. 2. Kondisi tidak aman
25
Yaitu kondisi tidak aman yang berhubungan dengan kondisi tempat kerja atau peralatan yang digunakan dalam pekerjaan pertambangan. Terjadinya kecelakaan merupakan landasan dari manajemen keselamatan dan kesehatan kerja, oleh karenanya usaha keselamatan dan kesehatan kerja diarahkan untuk mengendalikan sebab terjadinya kecelakaan. Untuk dapat memahami dengan baik tentang sebab terjadinya kecelakaan kerja, maka manajemen dituntut memahami sumber terjadinya kecelakaan. Dalam kaitannya dengan manajemen keselamatan dan kesehatan kerja, sebab kecelakaan dapat bersumber dari empat kelompok besar,yaitu: a. Faktor lingkungan Faktor ini berkaitan dengan kondisi di tempat kerja, yang meliputi: -Keadaan lingkungan kerja -Kondisi proses produksi b. Faktor alat kerja Di mana bahaya yang ada dapat bersumber dari peralatan dan bangunan tempat kerja yang salah dirancang atau salah pada saat pembuatan serta terjadinya kerusakan-kerusakan yang diakibatkan oleh seorang perancang. Selain itu, kecelakaan juga bisa disebabkan oleh bahan baku produksi yang tidak sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan, kesalahan dalam penyimpanan, pengangkutan dan penggunaan. c. Faktor manusia Faktor ini berkaitan dengan perilaku tindakan manusia di dalam melakukan pekerjaan, meliputi: -Kurang pengetahuan dan keterampilan dalam bidang pekerjaannya maupun dalam bidang keselamatan kerja. Kurang mampu secara fisik dan mental. -Kurang motivasi kerja dan kurang kesadaran akan keselamatan kerja. -Tidak memahami dan menaati prosedur kerja secara aman. Bahaya yang ada bersumber dari faktor manusianya sendiri dan sebagian besar disebabkan tidak menaati prosedur kerja. d. Kelemahan sistem manajemen
26
Faktor ini berkaitan dengan kurang adanya kesadaran dan pengetahuan dari pucuk pimpinan untuk menyadari peran pentingnya masalah Keselamatan dan Kesehatan Kerja, yang meliputi: -Sikap manajemen yang tidak memperhatikan Keselamatan dan Kesehatan Kerja di tempat kerja. -Tidak adanya standar atau kode Keselamatn dan Kesehatan kerja yang dapat diandalkan. -Organisasi yang buruk dan tidak adanya pembagian tanggungjawab dan perlimpahan wewenang bidang Keselamatan dan Kesehatan Kerja secara jelas. -Sitem dan prosedur kerja yang lunak atau penerapannya tidak tegas. -Prosedur pencatatan dan pelaporan kecelakaan atau kejadian yang kurang baik. -Tidak adanya monitoring terhadap sistem produksi.
27
BAB III PEMBAHASAN A. Alat Pengaman dan APD PT. Atoz Mining Nusantara telah menyediakan alat pelindung diri secara cumacuma bagi setiap tenaga kerja. Pemberian fasilitas ini, dimaksudkan untuk megurangi dampak pajanan sumber bahaya yang ada di tempat kerja. Pihak perusahaan telah menerapkan pula sistem dalam hal penggantian dan perbaikan alat pelindung diri tersebut, bila ditemukan kerusakan ataupun kondisi yang sudah tidak layak pakai. Setiap alat pelindung diri tersebut disesuaikan dengan sumber bahaya yang terdapat di tempat kerja. Jenis-jenis alat pelindung diri tersebut adalah: a. Pelindung Kepala (safety helmet) Pelindung kepala (safety helmet) yang dipakai di perusahaan ini diberikan kepada semua tenaga kerja dan wajib dikenakan ketika mulai memasuki wilayah perusahaan (mandatory). Selain itu, untuk memudahkan dalam mengenali setiap orang yang masuk area pabrik disediakan dalam berbagai warna. Warna merah untuk para visitor, putih untuk departemen Quality Assurance (QA) , Safety, HRD Adm dan juga departemen produksi, warna kuning untuk departemen maintenance dan warna hijau untuk karyawan kontrak.
b. Pakaian kerja Pakaian kerja di bagian proses dan maintenance adalah dengan menggunakan pakaian coverall. Selain itu, disediakan pula pakaian khusus tahan panas, merupakan pakaian yang khusus digunakan untuk bekerja dengan tempat kerja yang mempunyai pajanan panas berlebih (Upsetting dan Heat Treatment).
c. Pelindung Kaki Pelindung kaki yang digunakan di PT. Seamless Pipe Indonesia Jaya adalah dengan menggunakan safety shoes dan safety boot. Alat pelindung kaki jenis safety shoes ini wajib digunakan bagi setiap tenaga kerja di semua area kerja. Baik dipakai saat bekerja di area plant industri maupun kantor.
28
d. Pelindung Mata (safety glass) Pelindung mata yang disediakan perusahaan adalah safety glass, goggles, fullface, face shield yang biasanya digunakan untuk pekerjaan menggerinda, mengelas, menempa, menyemprot cat ataupun perbaikan alat lainnya yang mengandung bahan kimia. Pemakaian alat pelindung ini bersifat wajib untuk dipakai saat bekerja.
Area
kerja yang diwajibkan memakai adalah pekerjaan di bagian coupling shop line, threading pipe line, pekerjaan menggerinda di bagian up setting, manual lathe process, coating, dan juga pekerjaan painting pipe. e. Pelindung Telinga Pelindung telinga yang digunakan adalah ear plug dan ear muff yang dipakai ketika bekerja pada area yang memiliki intensitas kebisingan tinggi. Area kerja yang diwajibkan memakai adalah area kerja keseluruhan baik di Departemen Produksi, Pipe finishing threading, Coupling Shop, Heat Treatment, Upsetting, Premium Area Production, Offline Bulding dan juga Sandblasting Area. f. Masker Pelindung masker jenis chemical dust, mechanical canister dan canister gas digunakan pada saat melakukan pekerjaan grinding, sandblasting, painting, copper plating and coating di bagian proses produksi coupling shop area dan semua jenis pekerjaan yang berhubungan dengan pemakian bahan kimia dan pekerjaan yang menghasilkan debu. g. Sarung Tangan Sarung tangan yang digunakan di area kerja perusahaan ada beberapa macam, diantaranya adalah: 1) Asbes glove yang digunakan untuk pekerjaan panas. 2) Cotton glove yang digunakan untuk pekerjaan ringan dengan material kasar. 3) Rubber glove yang digunakan untuk penanganan bahan kimia cair. 4) Welding glove yang digunakan untuk pekerjaan mengelas. 5) Leather hand glove yang digunakan untuk menggerinda , pada material yang bergerak.
29
h. Sabuk Pengaman Sabuk pengaman digunakan pada pekerjaan yang dilakukan di atas ketinggian lebih dari dua meter diatas landasan, yang memungkinan terjadinya bahaya jatuh dari ketinggian. Jenis sabuk pengaman yang digunakan adalah safety harness dan safety belt. Hal ini dilakukan pada pekerjaan pengecekan dan perbaikan tower lamp, uji emisi gas cerobong asap pabrik dan uji kebocoran pipa di ketinggian.
B. Bahan Kimia Berbahaya Pada dasarnya pengelolaan bahan berbahaya dan beracun (B3) di Indonesia mengacu pada prinsip-prinsip dan pedoman pembangunan berkelanjutan yang telah dituangkan dalam Undang-Undang No. 32 tahun 2009 sebagai pengganti UU-23/1997 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pasal 1 (21) UU-32/2009 mendefinisikan bahan berbahaya dan beracun (disingkat B3) adalah zat, energi, dan/atau komponen lain yang karena sifat, konsentrasi dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung dapat mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup, dan/atau membahayakan lingkungan hidup, kesehatan serta kelangsungan hidup manusia dan mahluk hidup lain. Selanjutnya UU-32/2009 menggariskan dalam Ps 58 (1) bahwa setiap orang yang memasukkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, menghasilkan, mengangkut, mengedarkan, menyimpan, memanfaatkan, membuang, mengolah, dan/atau menimbun B3 wajib melakukan pengelolaan B3. Secara spesifik pengelolaan B3 ini telah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 74 tahun 2001 tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun, yang akan diuraikan lebih lanjut dalam Bagian ini. Terkait dengan penggunaan bahan kimia organik berbahaya, maka Indonesia telah merativikasi konvensi Stockholm melalui Undang-undang No. 19 tahun 2009 tentang Pengesahan Konvensi Stockholm tentang Bahan Pencemar Organik yang Persisten atau Stockholm Convention on Persistent Organic Pollutants (POPs). Konvensi ini bertujuan untuk melindungi kesehatan manusia dan lingkungan hidup dari bahan POPs dengan cara melarang, mengurangi, membatasi produksi dan penggunaan, serta mengelola
30
timbunan bahan POPs yang berwawasan lingkungan. Bahan POPs ini akan dibahas lebih lanjut dalam Bagian 5 Diktat ini. Beberapa peraturan
yang secara langsung akan mempengaruhi kualitas dan
kuantitas limbah B3 yang dihasilkan adalah peraturan-peraturan yang mengatur masalah bahan berbahaya, yaitu : − Peraturan Pemerintah No.7/1973 tentang pengawasan atas peredaran, penyimpanan dan penggunaan pestisida − Peraturan Menteri Kesehatan No.453/Menkes/Per/XI/1983 tentang bahan berbahaya − Keputusan Menteri Perindustrian RI No.148/M/SK/4/1985 tentang pengamanan bahan beracun dan berbahaya di lingkungan industri − Keputusan Menteri Pertanian No.724/Kpts/TP.270/9/1984 tentang larangan penggunaan pestisida EDB − Keputusan Menteri Pertanian No.536/Kpts/TP.270/7/1985 tentang pengawasan pestisida Limbah radioaktif di Indonesia dikelola oleh Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN) yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah No.33 Tahun 1985 tentang Dewan Tenaga Atom dan Badan Tenaga Atom Nasional dan Keputusan Presiden No. 82 Tahun 1985 tentang Badan Tenaga Atom Nasional. Semua yang berkaitan dengan ketenaga atoman pada dasarnya diatur oleh Undang-undang No. 31 Tahun 1964 tentang Ketentuanketentuan pokok tenaga atom. Selanjutnya beberapa peraturan lain di bawahnya antara lain: − Peraturan Pemerintah No. 11 Tahun 1975 tentang keselamatan kerja terhadap radiasi − Peraturan Pemerintah No. 12 Tahun 1975 tentang izin pemakaian zat radioaktif dan atau sumber radiasi − Peraturan Pemerintah No. 13 Tahun 1975 tentang pengangkutan zat radioaktif
31
Pengertian pengelolaan B3 adalah 'kegiatan yang menghasilkan, mengangkut, mengedarkan, menyimpan, menggunakan dan atau membuang B3’ (pasal 1 angka 2). Dalam kegiatan tersebut, terkait berbagai fihak yang merupakan mata rantai dalam pengelolaan B3. Setiap mata rantai tersebut memerlukan pengawasan dan pengaturan. Oleh karenanya, pasal-pasal berikutnya mengatur masalah kewajiban dan perizinan bagi mereka yang akan memproduksi (menghasilkan), mengimpor, mengeksport, mendistribusikan, menyimpan, menggunakan dan membuang bahan tersebut bilamana tidak dapat digunakan kembali. Disamping aspek yang terkait dengan pencegahan terjadinya pencemaran lingkungan dan atau kerusakan lingkungan yang menjadi kewajiban yang harus dilaksanakan oleh setiap fihak yang terkait, maka aspek keselamatan dan kesehatan kerja serta penanggulangan kecelakaan dan keadaan darurat diatur dalam PP tersebut. Tidak semua pengelolaan bahan yang berbahaya diatur oleh PP tersebut, antara lain karena telah diatur dalam PP lain, atau telah diatur oleh instansi lain berdasarkan konvesi internasional seperti bahan radioaktif. Bahan berbahaya yang tidak termasuk yang diatur adalah (pasal 3): o Bahan radioaktif o Bahan peledak o Hasil produksi tambang serta minyak gas dan gas bumi dan hasil olahannya o Makanan dan minuman serta bahan tambahan makanan lainnya o Perbekalan kesehatan rumah tangga dan kosmetika o Bahan sediaan farmasi, narkotika, psikotropika dan prekursor lainnya o Bahan aditif lainnya o Senjata kimia dan senjata biologi Untuk menentukan apakah sebuah bahan termasuk dalam kelompok B3, maka PP tersebut mengklasifikasikan B3 dalam 8 kelompok, yaitu (pasal 5): o Mudak meledak (explosisive)
32
o Pengoksidasi (oxidizing) o Menyala: o sangat mudah sekali menyala (extremely flammable) o sangat mudah menyala (highly flammable) o mudah menyala (flammable) o Beracun: o amat sangat beracun (extremely toxic) o sangat beracun (highly toxic) o beracun (moderately toxic) o Bebahaya (harmful) o Korosif (coorosive) o Bersifat iritasi (irritant) o Berbahaya bagi lingkungan (dangerous to the environment) o Toksik yang bersifat kronis: o karsinogenik (carcinogenic) o teratogenik (teratogenic) o mutagenik (metagenic)
33
C. Identifikasi Kecelakaan Tingkat Pendidikan, Pengetahuan dan Keterampilan dalam Bidang Kerjanya Adapun data tingkat pendidikan karyawan yang bekerja di PT. ANM, yaitu sebagai berikut: Tabel 2.2. Data Pendidikan Karyawan di PT. ANM NO
Pendidikan
Jumlah Karyawan
1
SD
8
2
SMP
26
3
STM/SMK/SMU
42
4
D3
10
5
S1
51
6
S2
42
Jumlah
92
Sumber : PT. Atoz Nusantara Mining
34
Terlihat pada tabel 4.3, masih rendah sekali tingkat pendidikan di PT. ANM. Oleh karena itu perlu pembinaan atau pelatihan yang harus diberikan dari pihak perusahaan. Pelatihan yang diberikan sesuai dengan pekerjaannya selain itu pelatihan juga dilakukan untuk meningkatkan kompetensi dan kemampuan karyawan. 4.2.4. Kurang Mampu Secara Fisik (Dalam Kondisi Lemah) Keadaan seseorang yang secara fisik maupun mental tidak siap melakukan pekerjaan akan membahayakan dirinya sendiri maupun orang lain. 1) Data Kecelakaan Kegiatan Penambangan Menurut hasil pengamatan dan data yang didapatkan dari perusahaan, kecelakaan terjadi karena tindakan yang tidak aman, juga kondisi yang tidak aman. Data kecelakaan kerja yang terjadi pada tahun 2009 – 2012 dapat dilihat pada Tabel 4.6. Tabel 3.1. Data Kecelakaan Pada Kegiatan Penambangan Di PT. ANM NO 1
Tanggal
Lokasi
4 Maret
Jalan angkut
2009
batubara
Tipe Insiden Unsafe act
Penyebab Tidak menggunakan APD, mata seorang karyawan terkena percikan las)
2
3
23 Juni
Jalan angkut
Unsafe
2009
batubara
Condition
11
Jalan menuju area
Unsafe
Curah hujan tinggi,
Oktober
Tambang
Condition
jalan menanjak licin
2009
Ngebut
dan jalan banyak berlubang
4
22
Area perkantoran
Februari
dan bengkel
Unsafe act
Hujan, jalan licin dan Longsor
2010 5
10 Mei
Jalan menuju area
2010
Tambang
Unsafe act
Tidak menggunakan APD, kaki seorang karyawan terinjak ban mobil 35
6
28
Jalan menuju area
Unsafe
Ngebut, mobil masuk
September
Tambang
Condition
selokan
11
Jalan menuju area
Unsafe
Mobil mengangkut
Desember
Tambang
Condition
penumpang
2010 7
2010
bermuatan lebih, ban pecah pada saat menanjak
8
9
10
12 Januari
Jalan menuju area
2011
Tambang
14 Maret
Jalan menuju area
2011
Tambang
15 Mei
Jalan menuju area
2012
Tambang
Unsafe act
Ngebut
Unsafe act
Jalan berdebu
Unsafe act
Curah hujan tinggi, jalan menanjak licin dan jalan banyak berluban
11
15 Juni
Jalan menuju area
Unsafe
Kemarau, berdebu,
2012
Tambang
condition
jalan tidak padat dan banyak mobil selip
D. Sistem Pelaporan Kecelakaan a) Sistem Pelaporan Kecelakaan Kerja System pelaporan pada dasarnya berperan penting. Tidak ada suatu kejadian atau kecelakaan yang dapat diabaikan. Laporan kecelakaan menyeluruh adalah pada dasarnya peka terhadap kerugian yang berpengaruh terhadap manajemen. Mungkin akibat suatu kecelakaan dapat dikategorikan “kecil”, “sedang”, atau “parah”. Namun kategori kecelakaan apapun harus dianggap penting oleh manajemen. Kecelakaan kerja yang tidak dilaporkan akan berkembang ibarat kanker pada tubuh manusia.
36
Menurut kode ILO pelaporan adalah suatu prosedur yang ditetapkan di dalam hokum dan peraturan nasional dan praktik di perusahaan agar pekerja melaporkan kepada penyedia mereka, orang yang kompeten tau badan lain yang di tetapkan tentang informasi mengenai : 1) Setiap kecelakaan kerja atau gangguan kecelakaan yang muncul selama melakukan atau ada hubungan dengann pekerjaan. 2) Kasus yang diduga penyakit akibat kerja. 3) Kecelakaan selama pulang pergi. 4) Peristiwa dan kejadian berbahaya. Para pekerja dan wakil mereka harus diberi informasi yang tepat oleh pengusaha mengenai peraturan untuk pelaporan, pencatatan, dan pemberitahuan informasi tentang kecelakaan dan penyakit akibat kerja. b. Prosedur pelaporan kerja Menurut Permenaker RI No.Per.03/MEN/1998 Pasal 2, menyebutkan bahwa pengurus atau pengusaha wajib melaporkan tiap kecelakaan yang terjadi di tempat kerja pimpinannya dan wajib melporkan tertulis kepada kantor Departemen Tnega Kerja setempat dalam waktu 2 x 24 jam termasuk sejak terjadi kecelakaan dengan formulir lapran kecelakaan.
37
38
BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Dari uraian pada bab-bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Dalam pelaksanaan kegiatan di PT. Atoz Nusantara Mining, masih banyak terdapat tindakan tidak aman dan kondisi tidak aman yang berpotensi menyebabkan terjadinya kecelakaan. 2. Persentase kecelakaan untuk tindakan tidak aman (unsafe act) adalah 54,55 % dan untuk kondisi tidak aman (unsafe condition) adalah 45,45 %. 3. Nilai kekerapan kecelakaan/Frequency Rate (FR) pada tahun 2009-2012 masih tinggi dan nilainya berturut-turut adalah 4,87 ; 6,49 ; 3,24 ; 3,24. 4. Tingkat keparahan kecelakaan/Severity Rate (FR) pada tahun 2009-2012 nilainya berturut-turut adalah 11,36 ; 19,47 ; 6,49 ; 8,11. 5. Upaya penanggulangan faktor personal yang berpengaruh terhadap produktifitas dan kinerja karyawan antara lain : a. Peningkatan program manajemen kelelahan dengan mengidentifikasi sumber yang menyebabkan kelelahan. b. Peningkatan ketrampilan karyawan baik dalam bidang kerjanya maupun dalam bidang keselamatan kerja.
B. Saran Saran yang penyususn berikan untuk pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan kerja adalah sebagai berikut : 1. Melengkapi dan meningkatkan kualitas APD untuk para karyawan sesuai dengan bidang kerjanya. 2. Mengevaluasi kegiatan kerja para karyawan dalam kegiatan penambangan secara intensif.
39
3. Memberikan pembinaan untuk karyawan tentang pentingnya keselamatan dan kesehatan kerja trutama pada pekerja yang tingkat pendidikanya masih rendah.
40
DAFTAR PUSTAKA repository.upnyk.ac.id www.ilo.org0>documents>wcms_124569 https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=7&cad=rja&uac t=8&ved=0ahUKEwiTqbfyr7LaAhULpY8KHb7XAzoQFghpMAY&url=http%3A%2F%2Fww w.ptfi.co.id%2Fmedia%2Ffiles%2Fpublication%2F529fe765269ba_02_wtsd_bab_2__te naga_kerja.pdf&usg=AOvVaw24QMBs_pd6ETcoZgg-2PWL
41