151524103 (1).pdf

  • Uploaded by: Parwati Puja
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View 151524103 (1).pdf as PDF for free.

More details

  • Words: 10,950
  • Pages: 78
Universitas Sumatera Utara Repositori Institusi USU

http://repositori.usu.ac.id

Fakultas Farmasi

Skripsi Sarjana

2018

Pembuatan dan Karakterisasi Nanopartikel Ekstrak Etanol Daun Ekor Naga (Rhaphidophora Pinnata (L.f.) Schott) Menggunakan Metode Gelasi Ionik Ayumi, Dian http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/1483 Downloaded from Repositori Institusi USU, Univsersitas Sumatera Utara

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI NANOPARTIKEL EKSTRAK ETANOL DAUN EKOR NAGA (Rhaphidophora pinnata (L.f.) Schott) MENGGUNAKAN METODE GELASI IONIK SKRIPSI

OLEH: DIAN AYUMI NIM 151524103

PROGRAM STUDI EKSTENSI SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2018

Universitas Sumatera Utara

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI NANOPARTIKEL EKSTRAK ETANOL DAUN EKOR NAGA (Rhaphidophora pinnata (L.f.) Schott) MENGGUNAKAN METODE GELASI IONIK SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

OLEH: DIAN AYUMI NIM 151524103

PROGRAM STUDI EKSTENSI SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2018 ii Universitas Sumatera Utara

iii Universitas Sumatera Utara

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur bagi Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa pengayom segenap alam yang telah melimpahkan rahmat, karunia dan ridhoNya, sehingga sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang berjudul “ Pembuatan dan Karakterisasi Nanopartikel Ekstrak Etanol Daun Ekor Naga (Rhaphidophora Pinnata (L.f.) Schott) Menggunakan Metode Gelasi Ionik”. Skripsi ini disusun untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi di Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. Nanoteknologi adalah teknologi yang mampu menyiapkan bahan aktif obat dalam partikel dengan ukuran nano yang memiliki ukuran partikel 1-1000 nm dengan sistem penghantaran obat yang baik didalam tubuh. Daun ekor naga berpotensi dalam pembuatan nanopartikel. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuat nanopartikel ekstrak etanol daun ekor naga menggunakan metode gelasi ionik. Hasil yang diperoleh yaitu daun ekor naga dapat dibuat dalam bentuk nanopartikel menggunakan metode gelasi ionik. Diharapkan nanopartikel ini dapat dibuat dalam bentuk sediaan farmasi yang lain untuk dapat menjaga stabilitas dan mempercepat pencapaian senyawa obat didalam tubuh. Pada

kesempatan

ini,

dengan

segala

kerendahan

hati

penulis

menyampaikan terima kasih sebesar-besarnya kepada Ibu Dr. Sumaiyah, M.Si., Apt. dan Ibu Prof. Dr. Masfria, M.S., Apt., yang telah meluangkan waktu dan tenaga dalam membimbing penulis dengan penuh kesabaran dan tanggung jawab, memberikan petunjuk serta saran selama penelitian hingga selesainya bahan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Prof. Dr. Masfria, M.S., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi USU Medan yang telah memberikan

iv Universitas Sumatera Utara

bantuan dan fasilitas selama masa perkuliahan di Fakultas Farmasi USU Medan. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Hakim Bangun, Apt., selaku ketua penguji yang telah memberikan saran untuk menyempurnakan skripsi ini. Bapak Dadang Irfan Husori, S.Si., M.Sc., Apt., selaku dosen penasehat akademik yang selalu memberikan bimbingan selama masa perkuliahan serta Bapak dan Ibu staf pengajar Fakultas Farmasi USU Medan yang telah mendidik selama perkuliahan. Penulis juga mengucapkan terima kasih yang tak terhingga dan penghargaan yang tulus kepada Ayahanda H. Syamsul Hidayat, SE dan Ibunda Hj. Lisnawaty, Kakanda Dian Suziana, S.Si., Apt., Dian Wahyuni, A.Md. dan Dian Novita, SE., atas segala do’a, kasih sayang, nasehat serta dorongan moril maupun materil kepada penulis selama ini. Penulis juga tidak lupa berterima kasih dengan orang-orang terdekat dan semua teman-teman yang ikut serta membantu dan memberi dukungan kepada penulis selama penelitian dan penulisan bahan skripsi ini. Semoga kalian selalu dalam lindungan Allah SWT. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang farmasi. Medan, Januari 2018 Penulis,

Dian Ayumi NIM 151524103

v Universitas Sumatera Utara

vi Universitas Sumatera Utara

PEMBUATAN DAN KARATERISASI NANOPARTIKEL EKSTRAK ETANOL DAUN EKOR NAGA (Rhaphidopora pinnata (L.f.) Schott) MENGGUNAKAN METODE GELASI IONIK ABSTRAK Latar Belakang: Salah satu tanaman dari suku Aracae yang telah diteliti adalah daun ekor naga (Rhaphidopora pinnata (L.f.) Schott). Daunnya telah digunakan sebagai anti kanker secara tradisional di Singapura. Masyarakat Indonesia juga telah menggunakan tanaman daun ekor naga sebagai obat anti kanker dan anti bakteri. Nanoteknologi meningkat secara pesat dalam bidang ilmiah termasuk dalam sistem penghantaran obat. Nanoteknologi adalah teknologi yang mampu menyiapkan bahan aktif obat dalam bentuk partikel dengan ukuran nano yang memiliki ukuran partikel 1-1000 nm. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk membuat dan mengetahui karakteristik nanopartikel ekstrak etanol daun ekor naga (Rhaphidopora pinnata (L.f.) Schott) menggunakan metode gelasi ionik. Metode: Pembuatan ekstrak daun ekor naga dengan metode maserasi menggunakan pelarut etanol 96% dilanjutkan dengan evaporasi hingga terbentuk ekstrak kental. Ekstrak kemudian dikarakteristik meliputi kadar air, kadar sari larut air, kadar sari larut etanol, kadar abu total, dan kadar abu tidak larut asam. Nanopartikel dibuat melalui reaksi gelasi ionik dengan cara larutan natrium tripolipospat 0,1% ditetesi kedalam larutan kitosan 0,2% (dalam asam asetat) dan ekstrak etanol daun ekor naga. Larutan disentrifugasi. Endapan yang diperoleh disimpan dalam freezer selama 24 jam kemudian dikeringkan dengan air cooler dan pemanasan pada suhu 40oC. Endapan yang kering digerus dengan cara penggerusan dalam lumpang. Serbuk kemudian dikarakteristik menggunakan Particle Size Analyzer untuk mengetahui ukuran partikel dan Scanning Electron Microscopy untuk mengetahui kondisi morfologi serbuk tersebut. Hasil: Hasil karakteristik ekstrak etanol daun ekor naga diperoleh kadar air 5,98%, kadar sari larut air 57,15%, kadar sari larut etanol 63,17%, kadar abu total 12,62%, dan kadar abu tidak larut asam 0,49%. Serbuk nanopartikel yang telah dibuat berwarna coklat muda dengan distribusi ukuran partikel pada rentang 234,49-1479,50 nm pada ratio kitosan 0,2%:natrium tripolipospat 0,1% (5:1) dan morfologi permukaan ekstrak etanol daun ekor naga dalam bentuk nanopartikel yakni permukaan yang tidak rata dan membentuk agregat-agregat longgar. Kesimpulan: Ekstrak etanol daun ekor naga dengan kitosan 0,2% (dalam asam asetat) dan natrium tripolipospat 0,1% (5:1) dapat dibuat menjadi nanopartikel menggunakan metode gelasi ionik dengan distribusi ukuran partikel pada rentang 234,49-1479,50 nm. Kata kunci: Ekstrak, daun ekor naga, nanopartikel, karakteristik

vii Universitas Sumatera Utara

PREPARATION AND CHARACTERIZATION OF NANOPARTICLES OF ETHANOL EXTRACT RHAPHIDOPORA PINNATA LEAVES (DAUN EKOR NAGA) (Rhaphidopora pinnata (L.f.) Schott) USING THE IONIC GELATION METHOD ABSTRACT Background: One of the plants of the Aracae famili that has been studied is Rhaphidopora pinnata leaves. Its leaves have been used as an anti-cancer traditionally in Singapore. Indonesian people have also used Rhaphidopora pinnata leaves as anti-cancer and anti-bacterial drugs. Nanotechnology is increasing rapidly in the scientific field including in drug delivery systems. Nanotechnology is a technology capable of preparing medicinal active ingredients in the form of particles of nano size that have a particle size of 1-1000 nm. Aim: This study aimed to prepare and to know the characteristic of nanoparticle ethanol extract of Rhaphidopora pinnata leaves (Rhaphidopora pinnata (L.f.) Schott) using ionic gelation method. Method: Preparation of Rhaphidopora pinnata leaves extract using maseration method with ethanol 96% solvent by evaporation to form concentrated extract. The extracts were then characterized included of water content, water soluble content, ethanol soluble content, total ash value, and acid soluble ash. The nanoparticles were prepared by ionic gelation reaction by 0.1% sodium tripolyphosphate solution dropped into 0.2% chitosan solution (in acetic acid) and ethanol extract of Rhaphidopora pinnata leaves. The solution was centrifuged. Precipitate which obtained was stored in the freezer for 24 hours then dried with water cooler and heating at 40°C. The dry precipitate was milled by grinding in the mortar. The powder was then characterized using Particle Size Analyzer to know particle size and Scanning Electron Microscopy to know the morphology condition of the powder. Result: The characteristic result ethanol extract of Rhaphidopora pinnata leaves were obtained included of water content 5.98%, water soluble content 57.15%, ethanol soluble content 63.17%, total ash value 12.62%, and acid insoluble ash 0.49%. The nanoparticle powder that has been made was light brown with a particle size distribution in the range of 234.49-1479.50 nm at ratio 0.2% chitosan: 0.1% sodium tripolyphosphate (5:1) and surface morphology of ethanol extract of Rhaphidopora pinnata leaves in the formed of nanoparticles that had uneven surfaces and formed loose aggregates. Conclusion: Ethanol extracts of Rhaphidopora pinnata leaves with 0.2% chitosan (in acetic acid) and 0.1% sodium tripolyphosate (5:1) could be made into nanoparticles using ionic gelation method with a particle size distribution in the range of 234.49-1479.50 nm. Keywords: Extracts, Rhaphidopora pinnata leaves, nanoparticles, characteristics

viii Universitas Sumatera Utara

DAFTAR ISI Halaman JUDUL ........................................................................................................

i

HALAMAN JUDUL...................................................................................

ii

LEMBAR PENGESAHAN .......................................................................

iii

KATA PENGANTAR ................................................................................

iv

SURAT PERNYATAAN............................................................................

vi

ABSTRAK ................................................................................................

vii

ABSTRACT ...............................................................................................

viii

DAFTAR ISI ..............................................................................................

ix

DAFTAR TABEL .......................................................................................

xiii

DAFTAR GAMBAR .................................................................................

xiv

DAFTAR LAMPIRAN ..............................................................................

xv

BAB I PENDAHULUAN ...........................................................................

1

1.1 Latar Belakang ........................................................................

1

1.2 Perumusan Masalah..................................................................

4

1.3 Hipotesis ...................................................................................

4

1.4 Tujuan Penelitian ......................................................................

4

1.5 Manfaat Penelitian ....................................................................

4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................

5

2.1 Uraian Tumbuhan ......................................................................

5

2.1.1 Tumbuhan daun ekor naga ..............................................

5

2.1.2 Sinonim ...........................................................................

5

2.1.3 Nama daerah....................................................................

5

2.1.4 Sistematika tumbuhan .....................................................

5

ix Universitas Sumatera Utara

2.1.5 Kegunaan tumbuhan daun ekor naga ..............................

6

2.2 Ekstraksi dan Ekstrak ................................................................

6

2.2.1 Metode ekstraksi .............................................................

7

2.3 Kitosan ......................................................................................

9

2.3.1 Sifat Fisika-Kimia Kitosan .............................................

10

2.4 Natrium Tripolifosfat ................................................................

11

2.5 Nanopartikel ..............................................................................

13

2.5.1 Nanopartikel Cross Link..................................................

13

2.6 Pembuatan Nanopartikel Metode Gelasi Ionik ........................

14

2.6.1 Reaksi Ikat Silang ...........................................................

14

2.7 Kelebihan Nanopartikel ............................................................

15

2.8 Kekurangan Nanopartikel .........................................................

16

2.9 Karakterisasi Nanopartikel .......................................................

17

2.9.1 Ukuran dan Distribusi Nanopartikel ..............................

17

2.9.2 Morfologi Nanopartikel ..................................................

18

BAB III METODE PENELITIAN..............................................................

19

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ..................................................

19

3.2 Bahan ........................................................................................

19

3.3 Alat ...........................................................................................

19

3.4 Pengambilan Sampel .................................................................

20

3.5 Identifikasi Tumbuhan ..............................................................

20

3.6 Pengolahan Sampel ..................................................................

20

3.6.1 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia dan Ekstrak .........

20

3.6.1.1 Penetapan kadar air ...............................................

21

3.6.1.2 Penetapan kadar sari larut dalam air .....................

21

x Universitas Sumatera Utara

3.6.1.3 Penetapan kadar sari larut dalam etanol ................

22

3.6.1.4 Penetapan kadar abu total......................................

22

3.6.1.5 Penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam ......................................................................

22

3.6.2 Pembuatan Ekstrak Etanol daun Ekor Naga (EEDEN).........................................................................

22

3.7 Pembuatan Larutan Pereaksi ....................................................

23

3.7.1 Larutan Kitosan 0,2% .......................................................

23

3.7.2 Larutan Kitosan 0,5% .......................................................

23

3.7.3 Larutan NaTPP 0,1% .......................................................

23

3.8 Pembuatan Nanopartikel Ekstrak Etanol Daun Ekor Naga ....

23

3.8.1 Prosedur Pembuatan Nanopartikel Ekstrak Etanol Daun Ekor Naga ............................................................

24

3.8.2 Karakteristik Nanopartikel .............................................

25

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................

26

4.1 Identifikasi Tumbuhan ............................................................

26

4.2 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia dan Ekstrak Etanol Daun Ekor Naga (EEDEN) .............................................................

26

4.3 Hasil Skrining Fitokimia ..........................................................

28

4.4 Ekstrak ....................................................................................

29

4.5 Nanopartikel Ekstrak Etanol Daun Ekor Naga ......................

29

4.6 Karakterisasi Nanopartikel .....................................................

34

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................

36

5.1 Kesimpulan ............................................................................

36

5.2 Saran .......................................................................................

36

xi Universitas Sumatera Utara

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................

37

LAMPIRAN ................................................................................................

40

xii Universitas Sumatera Utara

DAFTAR TABEL Tabel

Halaman

2.1 Spesifikasi Kitosan ...........................................................................

11

3.1 Formulasi Pembuatan Nanopartikel Ekstrak Etanol Daun Ekor Naga (Rhaphidophora pinnata (L.f.) Schott)..............................................

24

4.1 Hasil Karakteristik Simplisia dan Ekstrak Etanol Daun Ekor Naga (Rhaphidophora pinnata (L.f.) Schott) .............................................

26

4.2 Hasil Skrining Serbuk Simplisia dan Ekstrak Etanol Daun Ekor Naga (Rhaphidophora pinnata (L.f.) Schott) ............................................. 28 4.3 Ukuran Partikel Ekstrak Etanol Daun Ekor Naga ............................

31

4.4 Ukuran Partikel Kitosan 0,2% dan NaTPP 0,5% (5:1) Sebelum dan Sesudah Penggerusan ........................................................................

34

xiii Universitas Sumatera Utara

DAFTAR GAMBAR Halaman

Gambar 2.1 Struktur Kimia Kitosan ..............................................................

9

2.2 Disosiasi Natrium Tripolifosfat dalam Air .................................

12

2.3 Struktur Natrium Tripolifosfat ....................................................

12

2.4 Ilustrasi Matriks yang Terbentuk dengan Metode Gelasi Ionik ..

15

4.1 Reaksi Kitosan dan Natrium Tripolifosfat .................................

30

4.2 SEM Nanopartikel Ekstrak Etanol Daun Ekor Naga Perbesaran 1500x dan Perbesaran 200x ....................................................

35

xiv Universitas Sumatera Utara

DAFTAR LAMPIRAN Halaman

Lampiran 1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

Surat Identifikasi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Tumbuhan Daun Ekor Naga (Rhaphidophora pinnata (L.f.) Schott) ........................................................................................

40

Tumbuhan Daun Ekor Naga (Rhaphidophora pinnata (L.f.) Schott).........................................................................................

41

Gambar Daun Segar dan Kering Daun Ekor Naga (Rhaphidophora pinnata (L.f.) Schott).......................................

42

Gambar Serbuk Simplisia Daun Ekor Naga (Rhaphidophora pinnata (L.f.) Schott) .................................................................

43

Perhitungan Karakteristik Simplisia Daun Ekor Naga (Rhaphidophora pinnata (L.f.) Schott) .......................................

44

Perhitungan Karakteristik Ekstrak Etanol Daun Ekor Naga (Rhaphidophora pinnata (L.f.) Schott) .......................................

47

Bagan Pembuatan Serbuk Simplisia dan Karakteristik Serbuk Daun Ekor Naga (Rhaphidophora pinnata (L.f.) Schott) .........

50

Bagan Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Ekor Naga (Rhaphidophora pinnata (L.f.) Schott) dan Karakteristik Ekstrak .......................................................................................

51

Bagan Pembuatan Nanopartikel Ekstrak Etanol Daun Ekor Naga (Rhaphidophora pinnata (L.f.) Schott) ............................

52

Nanopartikel Ekstrak etanol Daun Ekor Naga (Rhaphidophora pinnata (L.f.) Schott) .................................................................

53

Pengukuran Ukuran Partikel Menggunakan PSA .....................

54

xv Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati yang cukup melimpah. Salah satu kekayaan hayati yang ada di Indonesia adalah tanaman obatnya yang memiliki banyak manfaat bagi kesehatan manusia (Kurniasari, dkk., 2017). Indonesia sangat kaya akan jenis tumbuhan yang dapat dimanfaatkan untuk tujuan peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit maupun pengobatan berbagai penyakit. Tumbuhan mengandung berbagai jenis senyawa kimia, mulai dari struktur dan sifat sederhana sampai yang sangat rumit dan unik. Beragam jenis dan senyawa kimia yang terkandung dalam tumbuhan berkhasiat obat penelitiannya telah lama dilakukan, baik untuk memperoleh senyawa baru maupun keanekaragaman senyawa yang telah ada (Djauhariya dan Hernani, 2004). Penggunaan tanaman herbal dianggap cukup manjur untuk mengobati berbagai macam penyakit. Rendahnya pengetahuan tentang kandungan senyawa obat sehingga menimbulkan keraguan bagi yang belum membuktikannya. Saat ini masih banyak misteri dibalik kandungan dan manfaat tanaman obat yang belum terungkap,

pada

akhirnya

tanaman

obat

herbal

tersebut

harus

dipertanggungjawabkan secara medis dan ilmiah (Mangan, 2003). Salah satu tanaman dari suku Araceae yang telah diteliti adalah ekor naga (Raphidophora pinnata (L.f.) Schott). Daunnya telah digunakan sebagai anti kanker secara tradisional di Singapura. Masyarakat Indonesia juga telah menggunakan tanaman ekor naga sebagai obat anti kanker dan anti bakteri. Daun

1 Universitas Sumatera Utara

ekor naga mengandung senyawa steroid/triterpenoid, alkaloid, flavonoid, saponin, tannin dan glikosida (Masfria, 2012). Nanopartikel merupakan partikel koloid padat dengan diameter 1-1000 mm. mengandung material yang dapat digunakan untuk pengobatan sebagai pembawa obat yang senyawa aktifnya telah terlarut dan encapsulated (Kurniasari, dkk., 2017). Nanopartikel sangat kompatibel dengan sistem biologis yang memiliki banyak aplikasi dalam pengobatan. Nanopartikel dianggap sebagai sistem pembawa obat terbaik karena sudah memanipulasi ukuran partikel dan dapat dimodefikasi sifat dasar seperti kelarutan, difusivitas dan penyerapan. Dengan ukuran partikel yang lebih kecil, nanopartikel memiliki luas permukaan yang lebih besar dan sifat fisik dan kimiayang berbeda (Raj et al., 2015). Aplikasi teknologi nano dalam bidang farmasi mempunyai berbagai keunggulan antara lain dapat meningkatkan kelarutan senyawa, mengurangi dosis pengobatan dan meningkatan kelarutan senyawa, mengurangi dosis pengobatan dan meningkatkan absorbsi. (Rismana, dkk., 2014). Kitosan adalah polisakarida yang banyak terdapat di alam setelah selulosa. Kitosan merupakan suatu senyawa poli (N-amino-2-deoksi-β-D-glukopiranosa) yang mulai banyak diaplikasikan dalam industri farmasi, pangan dan kesehatan. Kitosan mempunyai beberapan sifat yang menguntungkan yaitu bersifat anti mikroba,

wound

healing,

tidak

beracun,

murah,

biokompatibel,

dapat

dibiodegradasi. Dalam bentuk mikro/nano partikel kitosan mempunyai banyak keunggulan yakni tidak toksis, stabil selama penggunaan, luas permukaan yang tinggi, serta dapat dijadikan matriks untuk berbagai jenis obat dan ekstrak tanaman (Rismana, dkk., 2014).

2 Universitas Sumatera Utara

Sebagai carrier obat, kitosan telah dikembangkan dalam berbagai bentuk sediaan farmasi seperti tablet, bead, microspher dan nanopartikel. Bentuk nanopartikel dipandang sebagai carrier yang sangat menjanjikan untuk meningkatkan biovailabilitas, karena memiliki kemampuan difusi dan penetrasi yang lebih baik ke dalam lapisan mukus (Mardliyati, dkk., 2012). Metode gelasi ionik untuk pembuatan nanopartikel merupakan metode yang banyak menarik perhatian peneliti dikarenakan prosesnya yang sederhana, tidak menggunakan pelarut organik dan dapat dikontrol dengan mudah (Mardliyati, dkk., 2017). Prinsip kelemahan utamanya dari metode ini stabilitasnya buruk dalam kondisi asam dan sulitnya menjebak molekul tinggi obat berat (Mohammad et al., 2017). Prinsip pembentukan partikel pada metode ini adalah terjadinya interaksi ionik antara gugus amino pada kitosan yang bermuatan positif dengan polianion yang bermuatan negatif. Polianion yang paling banyak digunakan adalah natrium tripolifosfat (NaTPP), karena bersifat tidak toksis dan memiliki multivalent (Mardliyati, dkk., 2017). Nanopartikel mudah terbentuk karena adanya kompleksasi antara spesies berberat positif dan negatif selama pengaduan mekanis pada suhu kamar, sehingga pemisahan kitosan dalam partikel bola dengan ukuran dan muatan permukaan yang berbeda (Mohammad et al., 2017). Penelitian ini bertujuan untuk dapat membuat nanopartikel ekstrak etanol daun ekor naga dengan tingkat keseragaman ukuran dan stabilitas yang baik. Parameter yang digunakan yaitu Particle Size Analyzer (PSA) untuk mengukur ukuran partikel dan Scanning Electron Microscopy (SEM) untuk mengetahui kondisi morfologi partikel.

3 Universitas Sumatera Utara

1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas dibuat perumusan masalah sebagai berikut: 1. Apakah ekstrak etanol daun ekor naga dapat dibuat menjadi nanopartikel menggunakan metode gelasi ionik? 2. Apakah ada perbedaan ukuran partikel dengan penggunaan konsentrasi kitosan 0,2% dan 0,5%? 1.3 Hipotesis Berdasarkan perumusan masalah diatas maka dibuat hipotesis yaitu : 1. Ekstrak etanol daun ekor naga dapat dibuat menjadi nanopartikel menggunakan metode gelasi ionik. 2. Terdapat perbedaan ukuran partikel dengan penggunaan konsentrasi kitosan 0,2% dan 0,5%.

1.4 Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah : 1. Untuk membuat nanopartikel dari esktrak etanol daun ekor naga dengan metode gelasi ionik. 2. Untuk mengetahui perbedaan ukuran partikel dengan penggunaan konsentrasi kitosan 0,2% dan 0,5%.

1.5 Manfaat Penelitian Manfaat dalam penelitian ini adalah untuk memberikan informasi dalam pembuatan nanopartikel ekstrak etanol daun ekor naga menggunakan metode gelasi ionik.

4 Universitas Sumatera Utara

BAB II TUJUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tumbuhan 2.1.1 Tumbuhan daun ekor naga Tumbuhan ekor naga sejenis tumbuhan yang merambat, memanjat, tingginya mencapai 5-15 m, daun berbentuk bulat memanjang, daun berbagagibagi, mempunyai toreh, dalamnya melebihi setengah panjang tulang daun yang berjumlah 7-12, ujung daunnya meruncing, dengan batang yang bulat, dan mempunyai akar perekat dan akar gantung yang panjang bergantungan seperti ular yang meliliti pohon. Tumbuhan ini berasal dari Himalaya sampai Australia dan Pasifik (Burkill, 1935, Heyne, 1987). 2.1.2 Sinonim (Lemmens and Bunyapraphatsa, 2003) Epipremnum pinnatun (L.) Engl, Scindapsus pinnatus (L.) Schott, Rhaphidophora merillii Engl. 2.1.3 Nama daerah (Heyne, 1987) Indonesia

: Tapanawa tairis (Mal.)

Sunda

: Lolo munding, Lolo tali

Jawa

: Jalu mampang, Sulang

Bali

: Samblung

Sumatera Utara

: Ekor Naga

2.1.4 Sistematika tumbuhan daun ekor naga (Arthur, 1981) Divisi

: Spermatophyta

Subdivisi

: Angiospermae

Kelas

: Monocotyledoneae

5 Universitas Sumatera Utara

Bangsa

: Arales

Suku

: Araceae

Marga

:Rhaphidophora

Jenis

:Rhaphidophora pinnata (L.f) Schott.

2.1.5 Kegunaan tumbuhan daun ekor naga Kulit akar gantung dikunyah dengan pinang dan kapur, berguna untuk menguatkan akar gigi dan dapat menghitamkan gigi sebagai efek sampingnya. Batang digiling dapat menyembuhkan anggota badan yang salah urat (terkilir). Di Singapura, daunnya digunakan sebagai teh herbal untuk mengobati reumatik dan kanker. Di Pilipina, getah dari batang tanaman digunakan untuk mengobati gigitan ular beracun. Di Vietnam, tanaman ini berguna untuk mengobati batuk, paralisis dan kongjungtivitis (Heyne, 1987; Lemmes and Bunyapraphatsara, 2003). Tanaman ekor naga juga sering digunakan masyarakat sebagai obat untuk mengurangi lemak, anti hipertensi, terapi stroke dan kanker (Fernandez, dkk., 2015).

2.2 Ekstraksi dan Ekstrak Ekstraksi adalah suatu proses yang dilakukan untuk memperoleh kandungan senyawa kimia dari jaringan tumbuhan maupun hewan (Depkes, 1979). Pemilihan metode ekstraksi tergantung pada sifat bahan dan senyawa yang akan diisolasi. Sebelum memilih suatu metode, target ektraksi perlu ditentukan terlebih dahulu. Ada beberapa target ektraksi, diantaranya (Mukhriani, 2014): a. Senyawa bioaktif yang tidak diketahui b. Senyawa yang diketahui ada pada suatu organisme

6 Universitas Sumatera Utara

c. Sekemlopok senyawa dalam suatu organisme yang berhubungan secara struktural. Proses ekstraksi khususnya untuk bahan yang berasal dari tumbuhan adalah sebagai berikut (Mukhriani, 2014): a. Pengelompokan bagian tumbuhan (daun, bunga, dll), pengeringan dan penggilingan bagian tumbuhan. b. Pemilihan pelarut 

Pelarut polar: air, etanol, metanol, dan sebagainya.



Pelarut semipolar: etil asetat, diklorometan, dan sebagainya.



Pelarut nonpolar: n-heksan, kloroform, dan sebagainya.

Ekstraksi adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstrkasi zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (Depkes, 1995). Menurut Depkes (1979), ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair dibuat dengan menyari simplisia nabati atau hewani menurut cara yang cocok, di luar pengaruh cahaya matahari langsung, ekstrak kering harus mudah digerus menjadi serbuk. Cairan penyari yang digunakan air, etanol dan campuran air etanol. 2.2.1 Metode Ekstrasi Pada pembuatan ekstrak ada beberapa metode ektraksi yaitu : 1. Cara dingin a. Meserasi, adalah proses pengekstrakkan simplisia dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada

7 Universitas Sumatera Utara

temperatur

ruangan (Depkes, 2000). Maserasi merupakan metode

sederhana yang paling banyak digunakan. Cara ini sesuai, baik untuk skala kecil maupun skala industri. Metode ini dilakukan dengan memasukan serbuk tanaman dan pelarut yang sesuai ke dalam wadah inert yang tertutup rapat pada suhu kamar. Proses ekstraksi dihentikan ketika tercapai kesetimbangan antara konsentasi senyawa dalam pelarut dengan konsentrasi dalam sel tanaman. Setelah proses ekstraksi, pelarut dipisahkan dari sampel dengan penyaringan. (Mukhriani, 2014). b. Perkolasi, adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna (exhaustive extraction) yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan (Depskes, 2000). 2. Cara panas a. Refluks, adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik (Depkes, 2000). b. Sokletasi, adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru sampai sempurna (exhautive extraction) yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan (Depkes, 2000). c. Digesti, adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40°-50°C (Depkes, 2000). d. Infundasi, adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air (bejana infus tercelup dalam penanagas air mendidih, temperatur terukur 96o-98°C) selama waktu tertentu (15-20 menit) (Depkes, 2000).

8 Universitas Sumatera Utara

e. Dekoktasi, adalah infus pada waktu yang lebih lama dan temperatur sampai titik didih air (Depkes, 2000).

2.3 Kitosan Kitosan adalah poli-(2-amino-2-deoksi-β(1-4)-D-glukopiranosa) dengan rumus molekul (C6H11NO4)n yang dapat diperoleh dari deasetilasi kitin (Gambar 2.1). Kitosan juga dijumpai secara alamiah di beberapa organisme (Sugita, 2009).

Gambar 2.1 Struktur Kimia Kitosan Kitosan merupakan suatu turunan utama dari kitin, dimana untuk mendapatkan kitosan yang baik bergantung dari kitin yang diperoleh dan kekuatan suatu alkali serta waktu yang digunakan dalam reaksi deasetilasi. Proses deasetilasi kitosan dapat dilakukan dengan cara kimiawi maupun enzimatik. Proses kimiawi menggunakan basa, misalnya NaOH, dan dapat menghasilkan kitosan dengan derajat deasetilasi yang tinggi, yaitu mencapai 85-93% (Tsigos, et al., 2000). Namun proses kimiawi menghasilkan kitosan dengan bobot molekul yang beragam dan deasetilasinya juga sangat acak (Martinou, et al., 1995; Tsigos, et al., 2000), sehingga sifat fisik dan kimia kitosan tidak seragam. Selain itu, proses kimiawi juga dapat menimbulkan pencemaran lingkungan, sulit dikendalikan, dan melibatkan banyak reaksi samping yang dapat menurunkan rendemen (Chang, et al., 1997; Tokuyasu, et al., 1997).

9 Universitas Sumatera Utara

Proses enzimatik dapat menutupi kekurangan proses kimiawi. Pada dasarnya deasetilasi segera enzimatik bersifat selektif dan tidak merusak struktur rantai kitosan, sehingga menghasilkan kitosan dengan karakteristik yang lebih seragam agar dapat memperluas bidang aplikasinya (Tokuyasu, et al., 1997). 2.3.1 Sifat Fisika – Kimia Kitosan Kitosan merupakan padatan amorf yang berwarna putih kekuningan dengan rotasi spesifik [α]D11-3 hingga -10° (pada konsentrasi asam asetat 2%). Kitosan larut pada kebanyakan larutan asam organik pada pH sekitar 4,0 tetapi tidak larut pada pH lebih besar dari 6,5 juga tidak larut dalam pelarut air, alkohol, dan aseton. Dalam asam mineral pekat seperti HCI dan HNO3, kitosan larut pada konsentrasi 0,15-1,1%, tetapi tidak larut pada konsentrasi 10%. Kitosan tidak larut dalam H2SO4 pada berbagai konsentrasi, sehingga di dalam H3PO4 tidak larut pada konsetrasi 1% sementara pada konsentrasi 0,1% sedikit larut. Perlu kita ketahui, bahwa kelarutan kitosan dipengaruhi oleh bobot molekul, derajat deasetilasi, dan rotasi spesifikasinya yang beragam bergantung pada sumber dan metode isolasi serta transformasinya (Sugita, 2009). Sifat fisika dan kimia kitosan merupakan bagian dalam penentuan spesifikasi kitosan, seperti yang dapat dilihat pada Tabel 2.1. Adapun sifat biologi kitosan antara lain (Kaban, 2009): a. Bersifat biokompatibel (sebagai polimer alami sifatnya tidak mempunyai akibat samping, tidak beracun, tidak dapat dicerna serta mudah diuraikan oleh mikroba). b. Dapat berikatan dengan sel mamalia dan mikroba secara agresif. c. Mampu meningkatkan pembentukan yang berperan dalam pembentukan tulang.

10 Universitas Sumatera Utara

d. Bersifat hemostatik, fungistatik, spermisidal, antitumor dan antikolestrol. e. Bersifat sebagai depresan pada sistem saraf pusat.

Tabel 2.1 Spesifikasi Kitosan Parameter

Ciri-ciri

Ukuran partikel

Serpihan sampai bubuk

Kadar air (%)

 10,0

Kadar abu (%)

 2,0

Warna larutan

Tidak berwarna

N-deasitilasi (%)

 70,0

Kelas viskositas (cps) 

Rendah

< 200



Medium

200 – 799



Tinggi pelarut organik

800 – 2000



Sangat tinggi

< 2000 (Sugita, 2009)

2.4 Natrium Tripolifosfat Natrium tripolifosfat adalah zat anorganik yang mempunyai rumus Na5P3O10 dan mempunyai berat molekul 367,864. Natirum tripolifosfat adalah garam natrium dari polifosfat penta anion yang berbentuk bubuk putih dan merupakan konjugat basa trifosforik asam. Memiliki kelarutan dalam air 14,5 g/100 mL dan densitas 2,52 g/cm3. Tripolifosfat ataubisa disebut juga natrium tripolifosfat merupakan suatu bentuk berwarna putih dan sedikit higroskopis.

11 Universitas Sumatera Utara

Tripolifosfat bersifat mudah larut dalam air dan tidak larut dalam etanol. Disosiasi natrium tripolifosfat dalam air dapat dilihat pada gambar 2.2 di bawah ini: Na5P3O10 + 5H2O  5Na+ + H5P3O10 + 5OH H5P3O10 + OH-  H4P3O10- + H2O H4P3O10- + OH  H3P3O102- + H2O Gambar 2.2 Disosiasi natrium tripolifosfat dalam air (Sung-Tao Lee, et al., 2001) Alasan digunakan tripolifosfat karena sifatnya sebagai anion multivalen yang dapat membentuk ikatan ikat silang dengan kitosan yang bersifat kationik. Natrium tripolifosfat merupakan senyawa anorganik berbentuk padatan yang digunakan dalam berbagai bidang aplikasi, misalnya bahan pengawet makanan dan daging serta industri keramik. Dalam bidang kimia, natrium tripolifosfat digunakan untuk surfaktan, larutan bufer, bahan pengemulsi (emulsifier), dan hidrolisis lemak. Selain itu, natrium tripolifosfat juga sering digunakan untuk pengikat silang pada pembuatan membran kitosan. Membran yang terikat silang natrium tripolifosfat lebih fleksibel dan stabilitas kimianya menjadi lebih baik (Sugita, 2009). Struktur natrium tripolifosfat dapat dilihat pada Gambar 2.3 di bawah ini:

Gambar 2.3 Struktur natrium tripolifosfat (Varshosaz, 2007)

12 Universitas Sumatera Utara

2.5 Nanopartikel Nanoteknologi mulai memungkinkan para ilmuwan, ahli kimia, dan dokter untuk bekerja di tingkat molekuler dan sel untuk menghasilkan kemajuan penting di bidang ilmu pengetahuan dan kesehatan (Jain, et al., 2006; Stern dan McNeil, 2008). Nanopartikel merupakan partikel bentuk padat dengan ukuran sekitar 10 – 1000 m (Mohanraj dan Chen, 2006). Nanoteknologi merupakan ilmu yang mempelajari partikel dalam rentang ukuran 1 – 1000 nm (Buzea, et al., 2007). Berdasarkan sifatnya yaitu mudah terdispersi, nanopartikel dapat tersebar seperti aerosol, suspensi/koloid, atau dalam keadaan menggumpal (Buzea, et al., 2007). Nanopartikel menurut bidang farmasi yaitu senyawa obat dengan cara tertentu dibuat berukuran nanometer disebut nanokristal atau senyawa obat dienkapsulasi dalam suatu sistem pembawa tertentu berukuran nanometer disebut nanocarrier (Abdassah, 2012). 2.5.1 Nanopartikel Cross Link Nanopartikel cross link

merupakan nanopartikel yang terbentuk dari

proses ikat silang antara elektrolit dengan pasangan ionnya. Ikatan silang ini terjadi secara ionik. Pembuatan nanopartikel ikat silang dilakukan menggunkan metode gelasi ionik. Metode ikat silang yang bisa digunakan adalah gelasi ionik, karena menggunakan pasangan ion yang

lebih sesuai untuk protein dan

menghindari pengadukan berlebihan, panas tinggi, dan penggunaan pelarut organik. Mekanisme pembentukan nanopartikel kitosan didasarkan pada interaksi elektrostatik antara amin dari kitosan dan muatan negatif dari polianion. Kitosan dapat dilarutkan dengan asam asetat. Polianion kemudian ditambahkan, sehingga

13 Universitas Sumatera Utara

bentuk nanopartikel secara spontan dengan pengadukan magnetic stirrer pada suhu kamar (Abdassah, 2012).

2.6 Pembuatan Nanopartikel Metode Gelasi Ionik Metode ini melibatkan proses sambung silang antara polielektrolit dengan adanya pasangan ion multivalennya. Gelasi ionik diikuti dengan kompleksasi polielektrolit dengan polielektrolit yang berlawanan. Pembentukan ikatan sambung silang ini akan memperkuat kekuatan mekanis dari partikel yang terbentuk. Kitosan yang merupakan polimer kationik dapat bereaksi dengan anion multivalen seperti tripolifosfat. Pembentukan mikropartikel dengan metode gelasi ionik dapat dilakukan dengan pengerasan tetesan cair yang didispersikan pada fase minyak atau organik. Prosedur meliputi pencampuran dua fase cair, fase yang satu mengandung kitosan dan fase yang satu mengandung anion multivalen (Abdassah, 2012) 2.6.1 Reaksi ikat silang Ikatan silang merupakan ikatan yang menghubungkan rantai polimer yang satu dengan rantai polimer yang lain dimana ikatan tersebut berupa ikatan kovalen atau ionik. Reaksi ikat silang memberikan pengaruh yang besar baik dalam sifat kimia maupun sifat mekanik dari polimer (Nicholson, 2006). Pembentukan ikat silang dilakukan dengan penambahan suatu agen pengikat silang ke dalam larutan bahan yang akan dimodifikasi (Berger, et al., 2004). Ikatan silang dapat terjadi dengan dua cara, yaitu dengan membentuk ikatan kovalen dan dengan membentuk ikatan ionik. Dalam reaksi pembentukan ikatan silang kovalen, agen pengikat silang yang umum digunakan adalah

14 Universitas Sumatera Utara

dialdehid, contohnya glioksal (Qing et. al., 2004) dan glutaraldehid (Monteiro dan Airoldi, 1999). Akan tetapi, kedua agen pengikat silang tersebut

bersifat toksik.

Glutaraldehid bersifat neurotoksik, sedangkan glioksal bersifat mutagenik. Meskipun hasil modifikasi tersebut dimurnikan sebelum pemberian, keberadaan dialdehid bebas yang tidak ikut bereaksi tidak seluruhnya dapat dihilangkan dan memberikan efek toksik. Agen pengikat silang kovalen lainnya yang dapat digunakan untuk membentuk reaksi ikat silang dengan kitosan telah banak diteliti sebagai alternatif pilihan. Di samping dialdehid, asam oksalat dan genipin terbukti dapat digunakan sebagai agen pengikat silang. Akan tetapi, sampai saat ini belum ada data yang lengkap mengenai biokompatibilitas dari senyawa-senyawa tersebut. Berikut merupakan ilustrasi matriks yang terbentuk dengan gelasi ionik dapat dilihat pada gambar 2.4.

Gambar 2.4 Ilustrasi matriks yang terbentuk dengan metode gelasi ionik (Abdassah, 2012)

2.7 Kelebihan Nanopartikel Nanopartikel memiliki beberapa kelebihan antara lain: a.

Dapat menghantarkan obat dengan lebih baik ke unit yang kecil didalam tubuh.

15 Universitas Sumatera Utara

b.

Mengatasi resitensi yang disebabkan oleh barier fisiologi dalam tubuh yang disebabkan sistem penghantaran yang langsung dipengaruhi oleh ukuran partikel.

c.

Meningkatkan efisiensi penghantaran obat dengan meningkatkan kelarutan dalam air.

d.

Dapat

ditargetkan,

sehingga

dapat

mengurangi

toksisitas

dan

meningkatkan efisiensi distribusi obat. e.

Memungkinkan penghantaran obat hasil rekayasa bioteknologi melalui berbagai anatomi tubuh yang ekstrim misalnya sawar otak.

f.

Memungkinkan penetrasi yang lebih baik pada tumor yang memiliki poripori berdiameter 100-1000 nm (Rawat, et al., 2006).

2.8 Kekurangan nanopartikel Disamping kelebihannya, nanopartikel juga memiliki beberapa kekurangan antara lain. a.

Nanopartikel susah dalam penanganan dan penyimpanan karena mudah teragregasi.

b.

Nanopartikel tidak cocok untuk obat dengan dosis besar.

c.

Karena ukurannya kecil, nanopartikel dapat memasuki bagan tubuh yang tidak diinginkan yang dapat menimbulkan akibat yang berbahaya, misalnya dapat menembus membran inti sel dan menyebabkan kerusakan genetik yang tidak diinginkan (Rawat, et al., 2006).

16 Universitas Sumatera Utara

2.9 Karakteristik Nanopartikel Penentuan

karakteristik

nanopartikel

diperlukan

untuk

mendapat

pengertian mekanis dari perilaku nanopartikel. Hal ini dapat digunakan untuk memperkirakan kinerja dan untuk merancang partikel, pengembangan formulasi dan

mengatasi

masalah-masalah

dalam

proses

pembuatan

nanopartikel.

Karakteristik nanopartikel meliputi ukuran dan distribusi ukuran nanopartikel, serta morfologi nanopartikel. 2.9.1 Ukuran dan Distribusi Nanopartikel Ukuran dan distribusi nanopartikel diukur menggunakan Particle Size Analyzer (PSA) menggunakan prinsip Photon Correlation Spectroscopy dan Electrophoretic Light Scattering (Abdassah, 2012). Konsepnya bahwa partikel kecil dalam suspensi bergerak dengan pola secara acak, kemudian sinar laser menyinarinya. Semakin besar ukuran partikel, semakin lambat Gerak Brown. Ukuran dan distribusi partikel merupakan karakteristik yang paling penting dalam sistem nanopartikel. Hal ini digunakan untuk memperkirakan distribusi secara in vivo, biologis, toksisitas, dan kemampuan membidik dari sistem nanopartikel (Abdassah, 2012). Setelah sampel diukur dengan perhitungan beberapa jenis menghasilkan representasi dari distribusi ukuran partikel. Partikel distribusi ukuran dapat dihitung sebagai angka atau volume distribusi massa. Analisis memberikan nilai ukuran untuk setiap partikel yang diperiksa (Abdassah, 2012). Particle Size Analyzer (PSA) adalah alat yang mampu mengukur partikel distribusi emulsi, supensi dan bubuk kering. Hal ini dapat dilakukan pada sebagai analisis

dalam

penggunaan

operasi

yang

sangat

ramah

lingkungan.

Keunggulannya antara lain :

17 Universitas Sumatera Utara

a. Akurasi dan reproduksibiltas beradah dalam  1% b. Mampu mengukur partikel berkisar 0,02 nm sampai 2000 nm c. Dapat digunakan untuk pengukuran distribusi ukuran partikel emulsi, suspensi dan bubuk kering (Hossaen, 2000). 2.9.2 Morfologi Nanopartikel Bentuk dan keadaan permukaan nanopartikel dapat memberi informasi tentang sifat pelepasan obat. Dapat digunakan Scanning Elctron Microscopy (SEM), Transmission Electron Microscopy (TEM), dan mikroskop daya atom (Abdassah, 2012). Adapun cara kerja dari SEM yaitu pada SEM, gambar dibuat berdasarkan deteksi elektron baru atau elektron pantul yang muncul dari permukaan sampel ketika permukaan sampel tersebut dikenai sinar elektron. Elektron pantul yang terdeteksi selanjutnya diperkuat sinyalnya, kemudian besar amplitudonya ditampilkan dalam gradasi gelap-terang pada layar monitor CRT (Cathode Ray Tube). Di layar CRT inilah gambar struktur objek yang sudah diperbesar bisa dilihat. Pada proses operasinya, SEM tidak memerlukan sampel yang ditipiskan, sehingga bisa digunakan untuk melihat objek dari sudut pandang 3 dimensi.

18 Universitas Sumatera Utara

BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini bertujuan untuk memberikan informasi dalam membuat nanopartikel ekstrak etanol daun ekor naga dengan metode gelasi ionik dan karakterisasi nanopartikel. Metode penelitian ini meliputi pengumpulan dan pembuatan simplisia, karakteristik simplisia, pembuatan ekstrak, karakteristik ekstrak, pembuatan nanopartikel dan karakteristik nanopartikel.

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fitokimia Fakultas Farmasi, Laboratorium Kimia Fisika Fakultas MIPA da Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi pada bulan Februari 2017 – September 2017.]

3.2 Bahan Bahan yang digunakan yaitu daun ekor naga. Bahan kimia untuk ekstraksi yaitu etanol 96%. Bahan kimia untuk sintesis nanopartikel yaitu kitosan, NaTPP (Natrium Tripolifosfat), asam asetat 2% dan akuades.

3.3 Alat Alat yang digunakan yaitu blender, penguap vakum putar (rotary evaporator), magnetic sirrer, satu set alat homogenizer (WiseTis), satu set alat sentrifuse (K Sentrifuse PLC series),

freezer dan air cooler, satu set alat

pengering, lumpang dan alu, Particle Size Analyzer (PSA) (NanoQ), dan Scanning Elctron Microscopy (SEM) (TM 3000).

19 Universitas Sumatera Utara

3.4 Pengambilan Sampel Pengambilan sampel dilakukan secara purposif yang dikenal juga sebagai sampling pertimbangan dimana pengambilan sampel dilakukan berdasarkan pertimbangan bahwa semua tumbuhan daun ekor naga memiliki kandungan senyawa yang sama. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun ekor naga (Rhaphidophora pinnata (L.f.) Schott) yang diperoleh di Jalan Umar No. 17, Kelurahan Glugur Darat 1, Kecamatan Medan Timur, Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara.

3.5 Identifikasi Tumbuhan Identifikasi tumbuhan daun ekor naga dilakukan di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi-Bogor.

3.6 Pengolahan Sampel Daun ekor naga (Rhaphidophora pinnata (L.f.) Schott) dibersihkan dari pengotor dengan air mengalir, ditiriskan dan dipotong-potong. Lalu dikeringkan dilemari pengering pada suhu 40°C. simplisia dinyatakan kering bila diremas akan mudah hancur, kemudian simplisia dihaluskan menggunakan blender dan ditimbang, selanjutnya disimpan dalam wadah bersih yang tertutup rapat dan di tempat yang sejuk. Bagan pengolahan sampel dapat dilihat pada Lampiran 7 Halaman 50. 3.6.1 Pemeriksaan karakteristik simplisia dan ekstrak Pemeriksaan karakteristik simplisia dan ekstrak meliputi penetapan kadar air, kadar sari laut dalam air, kadar sari yang larut dalam etanol, kadar abu total, dan kadar abu yang tidak larut dalam asam.

20 Universitas Sumatera Utara

3.6.1.1 Penetapan kadar air Penetapan kadar air dilakukan dengan metode Azeotropi (destilasi toluena) (Depkes, 1995). Cara kerja : 1. Penjenuhan toluena Sebanyak 200 ml toluena dan 2 ml air suling dimasukkan ke dalam labu alas bulat, didestilasi selama 2 jam kemudian toluena didinginkan dengan cara didiamkan selama 30 menit dan volume air pada tabung penerima dibaca dengan 0,05 ml (Depkes, 1995). 2. Penetapan kadar air simplisia/ekstrak Sebanyak 5 g simplisia/ekstrak yang telah ditimbang seksama dimasukkan ke dalam labu alas bulat yang berisi toluena tersebut, lalu dipanaskan hati-hati selama 15 menit hingga toluena mendidih. Kecepatan tetesan diatur lebih kurang 2 tetesan per detik, sampai sebagian air terdestilasi, kemudian kecepatan destilasi dinaikkan hingga 4 tetes per detik hingga semua air terdestilasi. Bagian dalam pendingin dibilas dengan toluena. Destilasi dilanjutkan selama 5 menit, kemudian tabung penerima dibiarkan dingin sampai suhu kamar. Setelah air dan toluena memisah sempurna, volume air dibaca dengan ketelitian 0,05 ml. selisih kedua volume air dibaca sesuai dengan kandungan air yang terdapat dalam bahan yang diperiksa (Depkes, 1995). 3.6.1.2 Penetapan kadar sari larut dalam air Sebanyak 5 g serbuk/ekstrak di maserasi selama 24 jam dengan 100 ml air-kloroform dalam labu bersumbat sambil berkali-kali dikocok selama 6 jam pertama kemudian dibiarkan selama 18 jam lalu disaring. Sejumlah 20 ml filtrat diuapkan hingga kering dalam cawan penguap berdasar rata yang telah ditara. Sisa

21 Universitas Sumatera Utara

dipanaskan pada suhu 105°C sampai bobot tetap. Kadar sari laut dalam air dihitung dengan persen terhadap bahan yang telah kering (Depkes, 1995). 3.6.1.3 Penetapan kadar sari larut dalam etanol Sebanyak 5 g serbuk/ekstrak di maserasi selama 24 jam dengan 100 ml etanol 96% dalam labu bersumbat sambil dikocok selama 18 jam kemudian disaring cepat untuk menghindari penguapan etanol 96%. Sejumlah 20 ml filtrat diuapkan sampai kering dalam cawan penguap berdasar rata yang telah ditara dan sisanya dipanaskan pada suhu 105°C sampai bobot tetap. Kadar sari larut dalam etanol dihitung dalam persen terhadap bahan yang telah kering (Depkes, 1995). 3.6.1.4 Penetapan kadar abu total Sebanyak 2 serbuk/ekstrak yang telah digerus dan ditimbang seksama dimasukkan kedalam cawan porselin yang telah dipijar dan ditara. Kurs dipijar perlahan-lahan sampai arang habis, pemijaran dilakukan pada suhu 500o - 600°C selama 3 jam kemudian didinginkan dan ditimbang sampai diperoleh bobot tetap. Kadar abu dihitung terhadap bahan yang telah kering (Depkes, 1995). 3.6.1.5 Penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam Abu yang telah diperoleh dalam penetapan kadar abu dididihkan dalam 25 ml asam klorida encer selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam asam dikumpulkan, disaring melalui kertas sering dipijarkan sampai bobot tetap, kemudian didinginkan dan ditimbang. Kadar abu yang tidak larut dalam asam dihitung terhadap bahan yang kering (Depkes, 1995). 3.6.2 Pembuatan ekstrak etanol daun ekor naga (EEDEN) Satu bagian serbuk daun ekor naga dimasukkan kedalam wadah gelap, tambahkan 75 bagian etanol 96%. Tutup dan biarkan selama 5 hari terlindung dari cahaya sambil sekali-sekali diaduk dan kemudian dipisahkan dengan cara

22 Universitas Sumatera Utara

penyarian menggunakan kertas saring. Ampas kemudian ditambahkan 25 bagian etanol 96% dan biarkan selama 2 hari, kemudian pisahkan kembali. Seluruh maserat yang diperoleh digabungkan dan kemudian dipekatkan dengan alat penguap vakum putar pada suhu 50°C sampai diperoleh ekstrak etanol daun ekor naga (EEDEN) cukup kental dan dipekatkan diatas penangas air hingga menjadi kental (Depkes, 1995). Bagan pembuatan ekstrak etanol daun ekor naga dapat dilihat pada Lampiran 8 halaman 51.

3.7 Pembuatan Larutan Pereaksi 3.7.1 Larutan kitosan 0,2% 0,2 g kitosan dilarutkan dalam 100 ml asam asetat 2% 3.7.2 Larutan kitosan 0,5% 0,5 g kitosan dilarutkan dalam 100 ml asam asetat 2% 3.7.3 Larutan NaTPP 0,1% 0,1 g NaTPP dilarutkan dalam 100 ml akuades

3.8 Pembuatan Nanopartikel Ekstrak Etanol Daun Ekor Naga Bahan-bahan untuk membuat nanopartikel ekstrak etanol daun ekor nga dapat dilihat pada Tabel 3.1.

23 Universitas Sumatera Utara

Tabel 3.1 Formulasi Pembuatan Nanopartikel Ekstrak Etanol Daun Ekor Naga Formula

F1

F2

F3

F4

Bahan EEDEN Etanol: Air (70:30) Kitosan 0,2% Akuades NaTPP 0,1% EEDEN Etanol: Air (70:30) Kitosan 0,5% Akuades NaTPP 0,1% EEDEN Etanol: Air (70:30) Kitosan 0,2% Akuades NaTPP 0,1% EEDEN Etanol: Air (70:30) Kitosan 0,5% Akuades NaTPP 0,1%

Jumlah 2g 50 ml 100 ml 850 ml 700 ml 2g 50 ml 100 ml 850 ml 700 ml 2g 50 ml 100 ml 350 ml 700 ml 2g 50 ml 100 ml 350 ml 700 ml

3.8.1 Prosedur Pembuatan Nanopartikel Ekstrak Etanol Daun Ekor Naga Ekstrak etanol daun ekor naga (EEDEN) sebanyak 2 gram dilarutkan dalam 50 ml etanol:air (70:30) dan dicampurkan dengan 100 ml larutan kitosan 0,2% serta diencerkan dengan akuades hingga 500 ml. Kemudian secara bertahap ditetesi 100 ml larutan NaTPP 0,1% sambil disertai pengadukan pada 12.500 rpm selama 2,5 jam. Kemudian disonikasi selama 1 jam. Nanopartikel ekstrak etanol daun ekor naga kemudian dipisahkan dengan cara sentrifungsi. Endapan kemudian dibekukan dalam freezer selama 24 jam, dikeringkan dengan air cooler dan pemanasan pada suhu 40°C. Serbuk kering yang diperoleh digerus dalam lumpang selama  3 jam (Mardliyati, dkk., 2012; Rismana, E., dkk., 2014; Sidqi, 2011). Bagan pembuatan nanopartikel ekstrak etanol daun ekor naga dapat dilihat pada Lampiran 9 halaman 52.

24 Universitas Sumatera Utara

3.8.2 Karakteristik nanopartikel Karakteristik nanopartikel menggunakan Particle Size Analyzer (PSA) dan Scanning Elctron Microscopy (SEM). PSA untuk mengukur ukuran partikel yang berbentuk dan SEM untuk mengetahui kondisi morfologi serbuk.SEM diukur pada perbesaran 1500x dan 2000x.

25 Universitas Sumatera Utara

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Identifikasi Tumbuhan Hasil identifikasi tumbuhan daun ekor naga dilakukan di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Pusat Penelitian dan Pengembangan Bilogi-Bogor yang menyatakan bahwa daun ekor naga suku Araceae jenis Rhaphidophora pinnata (L.f.) Schott dapat dilihat pada Lampiran 1 halaman 41.

4.2 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia dan Ekstrak Etanol Daun Ekor Naga (EEDEN) Hasil pemeriksaan karakteristik dari serbuk simplisia dan ekstrak etanol daun ekor naga meliputi penetapan kadar air, kadar sari laut, kadar sari larut etanol, kadar abu total dan kadar abu yang tidak larut asam. Hasil karakteristik dapat dilihat pada Tabel 4.1 dan perhitungan karakteristik dapat dilihat pada Lampiran 5 halaman 44 dan Lampiran 6 halaman 47. Tabel 4.1 Hasil karakteristik Simplisia dan Ekstrak Etanol Daun Ekor Naga (Rhaphidophora pinnata (L.f.) Schott) (EEDEN) Hasil (%) No

Uraian Simplisia

EEDEN

1

Kadar air

5,97

5,98

2

Kadar sari yang larut dalam air

15,33

57,15

3

Kadar sari yang larut dalam etanol kadar abu total

9,99

63,17

6,53

12,62

0,93

0,49

4 5

Kadar abu yang tidak larut dalam asam

26 Universitas Sumatera Utara

Penetapan kadar air simplisia sangat penting untuk memberikan balasan maksimal kandungan air di dalam simplisia, karena jumlah air yang tinggi dapat menjadi media tumbuhnya bakteri dan jamur yang dapat merusak senyawa yang terkandung (Depkes, 2000). Persyaratan kadar air simplisia menurut parameter standar yang berlaku adalah tidak lebih dari 10%. Hasil pengujian kadar air untuk simplisia daun ekor naga sebesar 5,97%. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa simplisia daun ekor naga tersebut memenuhi persyaratan Sedangkan hasil pengujian kadar air untuk ekstrak etanol daun ekor naga sebesar 5,98%. Hasil pengujian kadar abu total untuk simplisia yaitu 6,53% sedangkan untuk ekstrak yaitu 12,62%. Sedangkan hasil pengujian kadar abu tidak larut asam untuk simplisia yaitu 0,93% sedangkan untuk ekstrak yaitu 0,49%. Penetapan kadar abu untuk mengetahui kandunga mineral internal yang terdapat di dalam simplisia yang diteliti, serta senyawa anorganik yang tersisa selama pembakaran. Kadar abu tidak larut asam untuk menentukan jumlah silika, khususnya pasir yang ada pada simplisia (WHO, 1998). Hasil pengujian kadar sari larut air untuk simplisia yaitu 15,33% sedangkan untuk ekstrak yaitu 57,15%. Sedangkan hasil pengujian kadar sari larut etanol untuk simplisia yaitu 9,99% sedangkan untuk ekstrak yaitu 63,17%. Penetapan kadar sari larut air dan etanol dilakukan untuk memberikan gambaran awal jumlah senyawa yang dapat tersari dengan pelarut air dan etanol (Depkes, 2000). Penetapan kadar sari larut air untuk mengetahui kadar senyawa yang bersifat polar dalam simplisia dan kadar sari larut etanol untuk mengetahui kadar senyawa yang bersifat polar dan non polar. Senyawa-senyawa yang dapat larut dalam air adalah glikosida, tanin, gula, enzim, zat warna dan asam organik.

27 Universitas Sumatera Utara

Senyawa-senyawa yang larut dalam etanol adalah glikosida, flavonoid, steroid/triterpenoid, karotenoid dan dalam jumlah sedikit yang larut yaitu lemak (Depkes, 1986).

4.3 Hasil Skrining Fitokimia Hasil skrining fitokimia telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya (Masfria, 2012). Hasil dapat dilihat pada Tabel 4.2. Tabel 4.2 Hasil skriningSimplisia dan Ekstrak Etanol Daun Ekor Naga (Rhaphidophora pinnata (L.f.) Schott (EEDEN) No

Pereaksi

Simplisia

EEDEN

1

Tannin

+

+

2

Alkaloida

+

+

3

Flavonoida

+

+

4

Saponin

+

+

5

Glikosida

+

+

6

Glikosida antrakinon

-

-

7

Steroid/Triterpenoid

+

+

Keterangan : + = mengandung senyawa - = tidak mengandung senyawa Hasil skrining fitokimia simplisia dan ekstrak etanol daun ekor naga dilakukan untuk mendapatkan informasi tentang golongan senyawa metabolit sekunder. Hasil skrining senyawa kimia pada serbuk simplisia dan ekstrak etanol daun ekor naga diperoleh senyawa tanin, alkaloida, flavonoida, saponim, glikosidan, dan steroid/triterpenoid. Menurut Fernandez, dkk. (2015), Tanaman ekor naga (Rhaphidophora pinnata (L.f.) Schott) mengandung zat aktif berupa

28 Universitas Sumatera Utara

alkaloid, flavonoid, saponin, tanin, triterpenoid/steroid, sehingga tanaman ekor naga ini diduga mengandung fitoestrogen. Tanaman ekor naga sering digunakan masyarakat sebagai obat untuk menyembuhkan reumatik, salah urat (terkilir), batuk, mengurangi lemak, anti hipertensi, terapi stroke dan kanker.

4.4 Ekstrak Hasil ekstraksi dengan pelarut etanol 96% diperoleh sebanyak 71 g. Berat simplisia daun ekor naga yang digunakan untuk ekstraksi adalah 1 kg. persen rendemennya adalah 7,1%. Untuk mendapatkan ekstrak daun ekor naga pada penelitian ini dilakukan menggunakan metode ekstraksi maserasi. Ekstraksi ini bertujuan untuk melarutkan semua zat yang terkandung dalam sampel menggunakan pelarut yang sesuai dan juga mencegah terjadinya kerusakan dalam sampel menggunakan pelarut yang sesuai dan juga mencegah terjadinya kerusakan pada senyawa. Keuntungan dari proses ekstraksi dengan maserasi adalah bahan yang sudah memungkinkan untuk direndam dalam pelarut sampai meresap dan melunakkan susunan sel sehingga zat-zat yang mudah larut akan terlarut (Ansel, 1989).

4.5 Nanopartikel Ekstrak Etanol Daun Ekor Naga Pembuatan nanopartikel ekstrak etanol daun ekor naga dilakukan dengan metode gelasi ionik, yakni dengan menambahkan NaTPP sebagai bahan pengikat silang dengan kitosan. Hasil ukuran partikel dapat dilihat pada Tabel 4.3. Hasil nanopartikel yang dihasilkan dengan proses gelasi ionik dapat dilihat pada Lampiran 10 halaman 53. Nanopartikel ekstrak etanol daun ekor naga yang terbentuk sebanyak 1,0130 g dari campuran 2 g ekstrak, larutan kitosan 0,2%,

29 Universitas Sumatera Utara

akuades dan NaTPP 0,1%. Pembentukan nanopartikel ekstrak etanol daun ekor naga dapat dilakukan dengan metode gelasi ionik yaitu dengan cara mencampurkan ekstrak etanol daun ekor naga dengan kitosan, akuades dan NaTPP. Dengan mengatur konsetrasi, rasio volume kitosan dan NaTPP serta cara preparasi maka ukuran partikel dapat dibuat dalam skala nano (Kurniasari,. dkk, 2017). Reaksi dapat dilihat pada Gambar 4.1.

+

Kitosan

Natrium Tripolipospat

Ikat silang ionik kitosan dengan NaTPP

Gambar 4.1 Reaksi kitosan dan natrium tripolipospat Penggunaan kitosan pada penelitian ini dikarenakan kitosan merupakan polimer yang memiliki sifat biokompatibel, pengkelat, dan terbiodegradasi. Akan tetapi kitosan cepat sekali menyerap air dan memiliki derajat swelling yang tinggi dalam lingkungan berair, sehingga pada aplikasi biologis dan medis sebagai sistem penghantaran dan pelepasan obat kurang menguntungkan. Oleh karena itu, penambahan NaTPP perlu dilakukan untuk menghasilkan turunan kitosan dengan peningkatan biokompatibilitas dan menurunkan derajat swelling. Terbentuknya nanopartikel berdasarkan interaksi ektrostatik antara gugus amina dari kitosan dan gugus negatif dan polianion pada tripolifosfat (Kurniasari, dkk., 2017).

30 Universitas Sumatera Utara

Tabel 4.3 Ukuran partikel ekstrak etanol daun ekor naga Formula

Konsentrasi Kitosan (%)

Konsentrasi Na TPP (%)

Perbandingan Kitosan: Na TPP

Cara Preparasi

Ukuran Partikel

F1

0,2

0,1

10:7

5,1394,2 µm

F2

0,5

0,1

10:7

F3

0,2

0,1

5:1

F4

0,5

0,1

5:1

Pengadukan pada 12.500 rpm selama 1 jam, sentrifugasi, pengeringan pada suhu 40oC, penggerusan selama ± 3 jam Pengadukan pada 12.500 rpm selama 1 jam sentrifugasi, pengeringan pada suhu 40oC, penggerusan selama ± 3 jam Pengadukan pada 12.500 rpm selama 2,5 jam, sonikasi selama 1 jam, sentrifugasi, pembekuan selama 24 jam, pengeringan pada suhu 40oC, penggerusan selama ± 3 jam Pengadukan pada 12.500 rpm selama 2,5 jam, sonikasi selama 1 jam, sentrifugasi, pembekuan selama 24 jam, pengeringan pada suhu 40oC, penggerusan selama ± 3 jam

Ukuran ratarata partikel 31,6 µm

10,1394,2 µm

45,8 µm

234,51479,5 nm

659,5 nm

1,451,5 µm

11,8 µm

31 Universitas Sumatera Utara

Hasil penelitian (Tabel 4.3) menunjukkan bahwa ukuran partikel dipengaruhi oleh konsentrasi, rasio volume kitosan dan NaTPP serta cara preparasi yang digunakan, dimana ukuran partikel semakin meningkat dengan meningkatnya konsentrasi kitosan dan peningkatan volume larutan kitosan dan NaTPP. Ukuran partikel semakin kecil dengan pengadukan yang lama disertai sonikasi (Mardliyati, dkk., 2012; Sidqi, 2011). Dalam penelitian ini, tidak diketahui jumlah ekstrak yang terenkapsulasi dalam kitosan dan NaTPP. Pengaruh konsentrasi kitosan dan NaTPP pada pembentukan nanopartikel dapat dilakukan dengan cara memvariasikan konsentrasi kitosan 0,2% dan 0,5% dengan konsentrasi NaTPP 0,1%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembentukan nanopartikel akan terbentuk pada konsentrasi kitosan tertentu. Pada penelitian ini dengan konsentrasi kitosan 0,2% serta cara preparasi pengadukan selama 2,5 jam dan sonikasi selama 1 jam menghasilkan partikel nano. Sedangkan pada konsentrasi kitosan 0,5% serta cara preparasi yang sama banyak terbentuk partikel mikro (Mardliyati, dkk., 2012; Rismana, dkk., 2014; Sidqi, 2011). Pada konsetrasi kitosan 0,2% pembuatan partikel nano relatif lebih mudah dilakukan dan terbentuknya partikel berukuran mikro tidak terlalu banyak. Sedangkan pada konsentrasi kitosan 0,5% partikel mikro lebih mudah terbentuk, yang ditandai adanya kabut supensi pada larutan sampel dengan cepat. Pengaruh konsentrasi NaTPP akan semakin kecil dengan semakin rendahnya konsentrasi kitosan. Hal ini terjadi karena jumlah polikation dari kitosan yang akan bereaksi dengan polianion dari NaTPP sangat sedikit sehingga pembentukan nanopartikel hanya bergantung pada konsentrasi kitosan (Mardliyati, dkk., 2012). Semakin tinggi konsentrasi kitosan yang ditambahkan menunjukkan peningkatan ukuran partikel karena hal ini dapat menimbulkan gumpalan

32 Universitas Sumatera Utara

(aglomerasi) pada molekul kitosan. Semakin besar konsentrasi kitosan dengan jumlah NaTPP yang tetap juga akan memperbesar ukuran partikel karena adanya kecenderungan untuk beraglomerasi. Pada konsentrasi yang tinggi, partikelpartikel yang terbentuk dari reaksi antara kitosan dan TPP sangat banyak dan padat, sehingga berkelompok membentuk agregat menjadi partikel berukuran mikro (Dewandri, dkk., 2013). Pengaruh perbandingan volume penggunaan kitosan dan NaTPP pada pembentukan nanopartikel digunakan dan rasio volume yang berbeda yaitu 5:1 dan 10:7. Hal ini dilakukan untuk mengetahui data distribusi ukuran partkel pada kedua rasio volume tersebut. Semakin kecil rasio volume yang digunakan maka memiliki rentang distribusi yang pendek sehinggi tingkat keseragaman yang baik pula (Mardliyati, dkk., 2012). Pada kitosan 0,2% dengan rasio volume 5:1, rentang distribusi partikel yaitu 234,50-1479,5 mm sedangkan pada rasio volume 10:7, rentang distribusi partikel yaitu 5,1-394,2 µm. Optimalisasi pembuatan nanopartikel dilakukan menggunakan dua cara preparasi yaitu dengan menggunakan ultrasonikasi dan tidak menggunakan ultrasonikasi. Pada penggunaan ultrasonikasi, terbentukknya partikel ukuran nano lebih mudah terbentuk dibandingkan tidak menggunakan ultrasonikasi. Hal ini dikarenakan fungsi ultrasonikasi yaitu sebagai alat untuk memecahkan molekul polimer menjadi berukuran kecil. Semakin lama waktu ultrasonikasi maka proses pemecahan molekul partikel akan terus berjalan (Sidqi, 2011). Interaksi gelombang ultrasonik dengan molekul-molekul terjadi melalui media perantara berupa cairan. Diteruskan oleh media cair ke medan yang dituju. Pada konsentrasi kitosan 0,2% menggunakan ultrasonikasi ukuran partikel yaitu 234,5-1479,5 µm sedangkan tidak menggunakan ultrasonikasi ukuran partikel yaitu 5,1-394,2 nm.

33 Universitas Sumatera Utara

Pada pembuatan nanopartikel dengan pengunaan konsentrasi kitosan 0,2% dan NaTPP 0,5% (5:1) terdapat perbedaan ukuran partikel sebelum dan sesudah penggerusan. Ukuran partikel dapat dilihat pada Tabel 4.4. Tabel 4.4 Ukuran partikel kitosan 0,2% dan NaTPP 0,5% (5:1) sebelum dan sesudah penggerusan Distribusi partikel Ukuran rata-rata partikel Sebelum 295,20-2138,53 nm 903,60 nm penggerusan Sesudah 234,5-1479,5 nm 659,47 nm penggerusan

Pada Tabel 4.4 menunjukkan perbedaan ukuran partikel sebelum dan sesudah penggerusan. Ukuran partikel lebih kecil sesudah penggerusan dibandingkan sebelum penggerusan. Penggerusan melibatkan perusakan dan penghalusan materi dengan konsekuensi meningkatnya luas permukaan. Ukuran partikel dapat menentukan tingkat homogenitas zat aktif dan tingkat kerja optimal. Secara

klinik, ukuran partikel

suatu obat

dapat

mempengaruhi

pelepasannya dari bentuk-bentuk sediaan yang diberikan secara oral, parenteral, rektal, dan topikal. Penurunan ukuran partikel dapat meningkatkan laju absorpsi dan berpengaruh pada proses pelarutan. Pengurangan ukuran partikel berperan tidak hanya pada laju penyerapan tetapi juga pada kecilnya derajat kelarutan suatu senyawa (Octavia, dkk., 2012).

4.6 Karakteristik Nanopartikel Karakteristik nanopartikel meliputi penentuan distribusi ukuran partikel menggunakan PSA dan analisis morfologi partikel menggunakan SEM. Karakterisik menggunakan PSA menunjukkan hasil dalam skala nano dengan

34 Universitas Sumatera Utara

ratio konsentrasi kitosan 0,2% : NaTPP 0,1% (5:1) ukuran nano yang terbentuk yaitu 234,49 – 977,50 nm. Hasil PSA dapat dilihat pada lampiran 11 halaman 5462. Karakteristik menggunakan SEM menunjukkan morfologi permukaan nanopartikel ekstrak etanol daun ekor naga yakni permukaan yang tidak rata dan membentuk agregat-agregat longgar. Hasil SEM dapat dilihat pada Gambar 4.2.

a

b

Gambar 4.2. SEM Nanopartikel Ekstrak Etanol Daun Ekor Naga Perbesaran 1500x (a) Dan Perbesaran 2000x (b)

35 Universitas Sumatera Utara

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan 1. Ekstrak etanol daun ekor naga dapat dibuat menjadi nanopartikel menggunakan metode gelasi ionik yaitu dengan cara mencampurkan larutan kitosan 0,2% (dalam asam asetat) dengan ekstrak etanol daun ekor naga yang kemudian ditetesi dengan larutan natrium tripolipospat 0,1%. 2. Pengadukan pada 12.500 rpm selama 1 jam, penggunaan konsentrsi kitosan 0,2% menghasilkan ukuran partikel 5,1-394,2 µm dan konsentrasi kitosan 0,5% menghasilkan ukuran partikel 10,1-394,2 µm. Pengadukan pada 12.500 rpm selama 2,5 jam dan sonikasi selama 1 jam, penggunaan konsentrasi kitosan 0,2% menghasilkan ukuran partikel 234,5-1479,5 nm dan konsentrasi kitosan 0,5% menghasilkan ukuran partikel 1,4-51,5 µm.

5.2. Saran Disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk melakukan penentuan persen kadar penjeratan ekstrak dalam sampel, menguji stabilitas nanopartikel serta pembuatan nanopartikel dengan menggunakan metode yang lain.

36 Universitas Sumatera Utara

DAFTAR PUSTAKA Abdassah, M. (2012). Nanopartikel Dengan Gelasi Ionik. Farmaka. 15(1): 45-52. Ansel, H.C. (1989). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi IV. Terjemahan Ibrahim dan Farida. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Halaman 608. Arthur, C. (1981). An Intergrated System Of Classification Of Flowering Plants. Columbia: Columbia University Press. Halaman 477, 481. Burkil, I.H. (1935). A Dictionary OF The Economic Products Of The Malay Peninsula. Volume II. London. Halaman 889. Buzea, C., Blandino, I.I.P., dan Robbie, K. (2007). Nanomaterial And Nanoparticles: Sources and Toxicity. Biointerphases. 2(4): 17-172. Chang, K. L., Tsai, G., Lee, J., dan Fu,W. R. (1997). Heterogeneous Ndeacetylation of Chitin in Alkaline Solution. Carbohydrate Research. 3(03): 327-332. Depkes. (1979). Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Halaman 9, 33. Depkes. (1986). Sediaan Galenik. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Halaman 6-7. Depkes. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Halaman 7. Depkes. (1995). Materia Medika Indonesia. Jilid VI. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Halaman 323-325, 334. Depkes. (2000). Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. Halaman 1, 10, 15, 17, 31. Dewandri, K.T., Yuliani ,S., dan Yasni, S. (2013). Ekstraksi dan Karakterisasi Nanopartikel Ekstrak Sirih Merah (Piper crocatum). Jurnal Pascapanen. 10(2): 58-65. Djauhariya, E dan Hernani. (2004). Gulma Khasiat Obat. Jakarta: Seri Agrisehat. Halaman 24. Fernandez, M.A.M., Ngurah, I.W., dan Ni, G.A.M.E. (2015). Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Ekor Naga (Rhaphidophor pinnata, Schott) Terhadap Perkembangan Uterus Mencit (Mus musculus) Betina Yang Telah Diovariektomi. Jurnal Biologi. 19(2): 75.

37 Universitas Sumatera Utara

Heyne, K. (1987). Tumbuhan Berguna Indonesia. Jilid I. Cetakan I. Penerjemah: Badan Litbang Kehutanan. Jakarta : Penerbit Yayasan Sarana Wanajaya. Halaman 493-494. Hossaen, A. (2010). Particle Size Analyzer. Arab Saudi: King Fahd Potreleum & Mineral. Jain, P. K., Lee, K. S., dan El-Sayed, I. H. (2006). Calculated Absorption and Scattering Properties of Gold Nanoparticles of Different Size, Shape, and Composition: Applications in Biological Imaging and Biomedicine. Journal of Physical Chemistry B. 110(14): 7238-7248. Kaban, J. (2009). Modifikasi Kimia dari Kitosan dan Aplikasi Produk yang Dihasilkan. Pidato Pengukuhan guru Besar. USU. Kurniasari, D., dan Atun, S. (2017). Pembuatan dan Karakteristik Nanopartikel Ekstrak Etanol Temu Kunci (Boesenbergia pandurata) Pada Berbagai Variasi Komposisi Kitosan. Jurnal Sains Dasar. 6(1): 31-35. Lemmens dan Bunyapraphatsara, N. (2003). Plants Resources Of South-East Asia. Leiden: Backhuys Publisher. Halaman 189. Mangan, Y. (2003). Cara Bijak Menaklukkan Kanker. Cetakan I. Jakarta. Penerbit PT. Agromedia Pustaka. Halaman 28-32. Mardliyati, E., Muttaqien, S.E., dan Setyawati, D.R. (2012). Sintesis Nanopartikel Kitosan-Tripoly Phosphate Dengan Metode Gelasi Ionik: Pengaruh Konsentrasi Dan Rasio Volume Terhadap Karakteristik Partikel. Prosiding Pertemuan Ilmiah Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Bahan 2012. Halaman 90-93 Masfria, Dalimunte, C.A., dan Syafridah. (2012). Pemeriksaan Kandungan Mineral Pada Daun Ekor Naga (Rhaphidophora Pinnata (L.f.) Schott) Secara Spektrofotometri Serapan Atom. Badan Lingkungan Hidup Prov. SU. 11(2). Mohammed, M.A., Syeda, J. T. M., Wasan, K. M., dan Wasan, E. K. (2017). An Overwiew of Chitosan Nanoparticles and Its Application in Non-Parental Drug Delivery. Pharmaceutics. 9(53): 17-18. Mohanraj, U. J. dan Chen, Y. (2006). Nanoparticles. Tropical Journal of Pharmaceutical Research. 5(1): 561-573. Monteiro, O. A. C., dan Airoldi, C. (1999). Some Studies of Crosslinking Chitosan-Glutaraldehyde Interaction in a Homogeneous System. International Journal of Biological Macromolecules. 26(2-3): 119-128. Mukhriani. (2014). Ekstraksi, Pemisahan Senyawa dan Identifikasi Senyawa Aktif. Jurnal Kesehatan. 7(2): 361-362.

38 Universitas Sumatera Utara

Nicholson, J. W. (2006). The Chemistry of Polymers 3rd Editon. UK: RSC Publishing. Halaman 56. Octavia, M.D., Halim, A., dan Indriyani, R. (2012). Pengaruh Besar Ukuran Partikel Terhadap sifat-Sifat Tablet Metronidazol. Jurnal Farmasi Higea. 4(2): 74 Qing, Y., Fengdong, D., Borun, L., dan Qing, S. (2004). Studies of Cross-linking Reaction of Chitosan Fiber with Glyoxal. Carbohydrate Polymers. 59(2): 205-210. Raj, L. F. A. A., Jonisha, R., Revathi, B., dan Jayalakshmy, E. (2015). Preparation and Characterization of BSA and Chitosan Nanoparticles for Sustainable Delivery System for Quercetin. Journal of Applied Pharmaceutical Science: 5(07): 1. Rawat, M., Singh D., Saraf, S dan Saraf, S. (2006). Nanocarries: Promising Vehicle for Bioactive Drugs. Biology & Pharmaeutical Bulletin. 29(9): 1790-1798. Rismana, E., Kusumaningrum, S., Bunga, O., Nizar, dan Marhamah. (2014). Pengujian Aktivitas Antiacne Kitosan - Ekstrak Kulit Buah Manggis (Garcinia Mangostana). Media Litbangkes. 24(1): 19-27. Sidqi, T. (2011). Pembuatan Dan Karakterisasi Nanopartikel Ekstrak Temulawak Dengan metode Ultrasonik. Skripsi. Halaman 8-13. Stern. S. T., dan McNeil, S. E. (2008). Nanotechnology Safety Concern Revisited. Toxicological Scienses. 101(1): 4-21. Sugita, P., Tuti, W., Ahmad, S., dan Dwi, W. (2009). Kitosan : Sumber Biomaterial Masa Depan. Bandung : IPB. Halaman 28-45. Tokuyasu, K., Ono, H., Kameyama, M. O., Hayashi, K., dan Moil, Y. (1979). Deactylation of Chitin Oligosacchrides of dp 2-4 by Chitin Deacetylase from Colletrotrichum Lindemuthianum. Carbohydrate Research. 303(3): 353-358. Tsigos, I., Martinou, A., Kafetzopoulos, D., dan Bouriotis, V. (2000). Chitin Deactylases: New Versatile tools in Biotechnology. TIBTECH. 18(7): 305312. Varshosaz, J., dan Karimzadeh, S. (2000). Development of Cross-Linked Chitosan Films for Oral Mucosal Delivery of Lidocaine. Research in Pharmaceutical Science. 2(05): 43-52. World Health Organization. (1998). Quality Control Methods for Medical Plant Materi LS. Switzerland. Geneva. Halaman 25-28.

39 Universitas Sumatera Utara

Lampiran 1. Surat identifikasi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) tumbuhan daun ekor naga (Rhaphidophora pinnata (L.f.) Schott) Identifikasi ini menggunakan data dari hasil peneliti sebelumnya karena tempat tumbuh yang sama maka tidak dilakukan identifikasi pada daun ekor naga

40 Universitas Sumatera Utara

Lampiran 2. Tumbuhan daun ekor naga (Rhaphidophora pinnata (L.f.) Schott)

41 Universitas Sumatera Utara

Lampiran 3. Gambar daun segar dan kering daun ekor naga (Rhaphidophora pinnata (L.f.) Schott)

Daun segar daun ekor naga

Daun kering daun ekor naga

42 Universitas Sumatera Utara

Lampiran 4. Gambar serbuk simplisia daun ekor naga (Rhaphidophora pinnata (L.f.) Schott)

43 Universitas Sumatera Utara

Lampiran 5. Perhitungan karakteristik simplisia daun ekor naga (Rhaphidophora pinnata (L.f.) Schott) 1. Penetapan kadar air % Kadar air =

volume akhir (ml) − volume awal (ml) x 100 % berat sampel (g)

No. Berat sampel (g)

Volume awal (ml) Volume akhir (ml)

1.

5,0208

1,9

2,3

2.

5,0201

1,9

2,2

3.

5,0012

1,8

2,0

a. Kadar air = b. Kadar air = c. Kadar air =

0,4 ml

× 100% = 7,96%

5,0208 g 0,3 ml 5,0201 g 0,2 ml 5,0012 g

× 100% = 5,97% × 100% = 4%

% Kadar air rata-rata

=

7,96% + 5,97% + 4% = 5,97% 3

2. Penetapan kadar sari larut air % Kadar sari larut air =

berat sari g 100 x x100% berat sampel g 20

No.

Berat sampel (g)

Berat sari (g)

1.

5,0203

0,1504

2.

5,0108

0,1509

3.

5,0204

0,1601

a. Kadar sari larut dalam air =

0,1504 5,0203

×

100 20

× 100% = 14,98%

44 Universitas Sumatera Utara

Lampiran 5. (Lanjutan) b. Kadar sari larut dalam air = a. Kadar sari larut dalam air = % Kadar sari rata − rata

=

0,1509 5,0108 0,1601 5,0204

× ×

100 20 100 20

× 100%= 15,06% × 100% = 15,94%

14,98% + 15,06% + 15,94% = 15,33% 3

3. Penetapan kadar sari larut etanol % Kadar sari larut air =

berat sari g 100 x x100% berat sampel g 20

No.

Berat sampel (g)

Berat sari (g)

1.

5,0901

0,0807

2.

5,0302

0,1205

3.

5,0101

0,1008

a. Kadar sari larut dalam etanol = b. Kadar sari larut dalam etanol = c. Kadar sari larut dalam etanol = % Kadar sari rata − rata

=

0,0807 5,0901 0,1205 5,0302 0,1008 5,0101

× × ×

100 20 100 20 100 20

× 100%= 7,93% × 100%= 11,98% × 100%= 10,06%

7,93% + 11,98% + 10,06% = 9,99% 3

4. Penetapan kadar abu total % Kadar abu total =

Berat sari g 100 x x100% Berat sampel g 20

45 Universitas Sumatera Utara

Lampiran 5. (Lanjutan) No.

Berat sampel (g)

Berat abu (g)

1.

2,0108

0,1303

2.

2,0601

0,1402

3.

2,0603

0,1300

a. Kadar abu total = b. Kadar abu total = c. Kadar abu total =

0,1303 2,0108 0,1402 2,0601 0,1300 2,0603

% Kadar abu rata − rata

× 100% = 6,48% × 100% = 6,80% × 100% = 6,31% =

6,48% + 6,80% + 6,31% = 6,53% 3

5. Penetapan kadar abu tidak larut asam % Kabu tidak larut asam =

berat sari g x 100% berat sampel g

No.

Berat sampel (g)

Berat abu (g)

1.

2,0108

0,0181

2.

2,0601

0,0198

3.

2,0603

0,0195

a. Kadar abu tidak larut dalam asam = b. Kadar abu tidak larut dalam asam = c. Kadar abu tidak larut dalam asam = % Kadar abu rata − rata

=

0,0181 2,0108 0,0198 2,0601 0,0195 2,0603

× 100% = 0,90% × 100% = 0,96% × 100% = 0,95%

0,90% + 0,96% + 0,95% = 0,93% 3

46 Universitas Sumatera Utara

Lampiran 6. Perhitungan karakteristik ekstrak etanol daun ekor naga (Rhaphidophora pinnata (L.f.) Schott)

1. Penetapan kadar air % Kadar air =

volume akhir (ml) − volume awal (ml) x 100 % berat sampel (g)

No. Berat sampel (g)

Volume awal (ml) Volume akhir (ml)

1.

5,0106

2,0

2,3

2.

5,0008

2,0

2,2

3.

5,0102

1,9

2,3

a. Kadar air = b. Kadar air = c. Kadar air =

0,3 ml

× 100% = 5,99%

5,0106 g 0,2 ml 5,0008 g 0,4 ml 5,0102 g

× 100% = 4% × 100% = 7,98%

% Kadar air rata-rata

=

5,99% + 4% + 7,98% = 5,98% 3

2. Penetapan kadar sari larut air % Kadar sari larut air =

berat sari g 100 x x100% berat sampel g 20

No.

Berat sampel (g)

Berat sari (g)

1.

5,0105

0,5807

2.

5,0400

0,5611

3.

5,0209

0,5808

a. Kadar sari larut dalam air =

0,5807 5,0105

×

100 20

× 100% = 57,95%

47 Universitas Sumatera Utara

Lampiran 6. (Lanjutan) b. Kadar sari larut dalam air = c. Kadar sari larut dalam air = % Kadar sari rata − rata

=

0,5611 5,0400 0,5808 5,0201

× ×

100 20 100 20

× 100%= 55,66% × 100% = 57,85%

57,95% + 55,66% + 57,85% = 57,15% 3

3. Penetapan kadar sari larut etanol % Kadar sari larut air =

berat sari g 100 x x100% berat sampel g 20

No.

Berat sampel (g)

Berat sari (g)

1.

5,0207

0,6803

2.

5,0106

0,6001

3.

5,0104

0,6202

a. Kadar sari larut dalam etanol = b. Kadar sari larut dalam etanol = c. Kadar sari larut dalam etanol = % Kadar sari rata − rata

=

0,6803 5,0207 0,6001 5,0106 0,6202 5,0104

× × ×

100 20 100 20 100 20

× 100%= 67,75% × 100%= 59,88% × 100%= 61,89%

67,75% + 59,88% + 61,89% = 63,17% 3

4. Penetapan kadar abu total % Kadar abu total =

Berat sari g 100 x x100% Berat sampel g 20

48 Universitas Sumatera Utara

Lampiran 6. (Lanjutan) No.

Berat sampel (g)

Berat abu (g)

1.

2,0103

0,2605

2.

2,0008

0,2401

3.

2,0201

0,2609

a. Kadar abu total = b. Kadar abu total = c. Kadar abu total =

0,2605 2,0103 0,2401 2,0008 0,2609 2,0201

× 100% = 12,96% × 100% = 12% × 100% = 12,91%

% Kadar abu rata − rata

=

12,96% + 12% + 12,91% = 12,62% 3

5. Penetapan kadar abu tidak larut asam % Kabu tidak larut asam =

berat sari g berat sampel g

No.

Berat sampel (g)

Berat abu (g)

1.

2,0103

0,0102

2.

2,0008

0,0098

3.

2,0201

0,0095

a. Kadar abu tidak larut dalam asam = b. Kadar abu tidak larut dalam asam = c. Kadar abu tidak larut dalam asam = % Kadar abu rata − rata

=

0,0102 2,0103 0,0098 2,0008 0,0095 2,0201

x100%

× 100% = 0,51% × 100% = 0,49% × 100% = 0,47%

0,51% + 0,49% + 0,47% = 0,49% 3

49 Universitas Sumatera Utara

Lampiran 7. Bagan pembuatan serbuk simplisia dan karakteristik serbuk daun ekor naga (Rhaphidophora pinnata (L.f.) Schott) Daun ekor naga Dicuci lalu ditiriskan dan dipotong Dikeringkan dalam lemari pengering pada suhu 40oC Simplisia Ditimbang berat kering Dihaluskan Dihaluskan Serbuk simplisia

Karakteristik simplisia meliputi penetapan: - kadar air - kadar sari larut air - kadar sari larut etanol - kadar abu total - kadar abu tidak larut asam

50 Universitas Sumatera Utara

Lampiran 8. Bagan pembuatan ekstrak etanol daun ekor naga (Rhaphidophora pinnata (L.f.) Schott) dan karakteristik ekstrak Simplisia daun ekor naga

Dimasukkan kedalam wadah gelap dan tambahkan 75 bagian etanol 96% Ditutup dan biarkan selama 5 hari terlindung dari cahaya sambil sekali-sekali diaduk Dipisahkan dengan penyari menggunakan kertas saring

Ampas Ditambahkan 25 bagian etanol 96% dan biarkan selama 2 hari Dipisahkan kembali Maserat I

Maserat II

Digabung Maserat Dipekatkan dengan vakum putar pada suhu 50OC Ekstrak etanol kental

Karakteristik ekstrak meliputi penetapan: - kadar air - kadar sari larut air - kadar sari larut etanol - kadar abu total - kadar abu tidak larut asam

51 Universitas Sumatera Utara

Lampiran 9. Bagan pembuatan nanopartikel ekstrak etanol daun ekor naga (Rhaphidophora pinnata (L.f.) Schott) 2 g ekstrak etanol daun ekor naga Dilarukan dalm 50 ml etanol:air (70:30) Ditambahkan homogenkan

100

ml

kitosan

0,2%,

Di add kan dengan akuades hingga 500 ml Ditambahkan 100 ml larutan NaTPP 0,1% secara bertahap sambil disertai pengadukan selama 2,5 jam dengan kecepatan 12.500 rpm Disonikasi selama 1 jam Dipisahkan dengan cara sentrifugasi

Endapan

Filtrat

Dibekukan dalam freezer selama 24 jam Dikeringkan dengan air cooler dan pemanasan pada suhu 40oC Serbuk kering Digerus dalam lumpang selama ± 3 jam Serbuk

Karakteristik nanopartikel meliputi: - Particle Size Analyzer (PSA) - Scanning Electron Microscopy (SEM)

52 Universitas Sumatera Utara

Lampiran 10. Nanopartikel ekstrak etanol daun ekor naga

Bentuk endapan

Bentuk serbuk

53 Universitas Sumatera Utara

Lampiran 11. Pengukuran ukuran partikel menggunakan PSA

Keterangan: Ukuran partikel kitosan 0,2% pengadukan pada 12.500 rpm selama 1 jam

54 Universitas Sumatera Utara

Lampiran 11. (Lanjutan)

Keterangan: Ukuran partikel kitosan 0,5% pengadukan pada 12.500 rpm selama 1 jam

55 Universitas Sumatera Utara

Lampiran 11. (Lanjutan)

Keterangan: Ukuran partikel kitosan 0,2% pengadukan pada 12.500 rpm selama 2,5 jam dan sonikasi selama 1 jam sebelum penggerusan

56 Universitas Sumatera Utara

Lampiran 11. (Lanjutan)

Keterangan: Ukuran partikel kitosan 0,2% pengadukan pada 12.500 rpm selama 2,5 jam dan sonikasi selama 1 jam sebelum penggerusan

57 Universitas Sumatera Utara

Lampiran 11. (Lanjutan)

Keterangan: Ukuran partikel kitosan 0,2% pengadukan pada 12.500 rpm selama 2,5 jam dan sonikasi selama 1 jam sesudah penggerusan

58 Universitas Sumatera Utara

Lampiran 11. (Lanjutan)

Keterangan: Ukuran partikel kitosan 0,2% pengadukan pada 12.500 rpm selama 2,5 jam dan sonikasi selama 1 jam sesudah penggerusan

59 Universitas Sumatera Utara

Lampiran 11. (Lanjutan)

Keterangan: Ukuran partikel kitosan 0,2% pengadukan pada 12.500 rpm selama 2,5 jam dan sonikasi selama 1 jam sesudah penggerusan

60 Universitas Sumatera Utara

Lampiran 11. (Lanjutan)

Keterangan: Ukuran partikel kitosan 0,2% pengadukan pada 12.500 rpm selama 2,5 jam dan sonikasi selama 1 jam sesudah penggerusan

61 Universitas Sumatera Utara

Lampiran 11. (Lanjutan)

Keterangan: Ukuran partikel kitosan 0,5% pengadukan pada 12.500 rpm selama 2,5 jam dan sonikasi selama 1 jam

62 Universitas Sumatera Utara

Related Documents

Chile 1pdf
December 2019 139
Theevravadham 1pdf
April 2020 103
151524103 (1).pdf
June 2020 22
Majalla Karman 1pdf
April 2020 93
Rincon De Agus 1pdf
May 2020 84
Exemple Tema 1pdf
June 2020 78

More Documents from ""

151524103 (1).pdf
June 2020 22
Tugas Kls Xi Ipa
April 2020 29
Tugas Kls Xi Ipa
April 2020 28
Surat Pengantar.docx
May 2020 19