DAFTAR ISI Pendahuluan
………………………………………………………………………………………………………
1
Anatomi fisiologi Pankreas……………………………………………………………………………………..
2
Fisiologi insulin ………………………………………………………………………………………………………
3
Fisiologi Glukagon…………………………………………………………………………………………………..
4
Klasifikasi Diabetes Mellitus……………………………………………………………………………………
6
Diabetes Mellitus Tipe 1………………………………………………………………………………………….
6
Diabetes Mellitus Tipe2………………………………………………………………………………………….
7
Epidemiologi………………………………………………………………………………………………………....
9
Patofisiologi Diabetes Mellitus tipe 1…………………………………………………………………….
10
Patofisiologi Diabetes Mellitus Tipe 2…………………………………………………………………….
10
Patofisiologi Diabetes Keto Acidosis…………………………………………………………………….
12
Gejala Klinis Diabetes Mellitus……………………………………………………………………………..
13
Gejala Klinis Diabetes Mellitus Tipe 1……………………………………………………………………
14
Gejala Klinis Diabetes Mellitus Tipe 2……………………………………………………………………
15
Diagnosis Diabetes Mellitus Pada Anak………………………………………………………………..
16
Pemeriksaan Laboratorium Penunjang Diagnosis Diabetes Mellitus…………………….
17
Komplikasi Akut Diabetes Mellitus………………………………………………………………………..
20
Komplikasi Kronis Diabetes Mellitus………………………………………………………………………
21
Terapi Diabetes Mellitus………………………………………………………………………………………..
22
Terapi Pada T1DM…………………………………………………………………………………………………
23
Terapi Pada T2DM………………………………………………………………………………………………….
25
Prognosis……………………………………………………………………………………………………………….
26
Kesimpilan……………………………………………………………………………………………………………..
27
1|Page
Diabetes Mellitus Pada Anak Pendahuluan Diabetes mellitus (DM) secara klinis adalah kumpulan dari gangguan metabolisme yang ditandai oleh tingginya kadar glukosa darah yang abnormal. Keadaan hiperglikemia terjadi akibat resistensi sel tubuh terhadap aktivitas insulin, defisiensi insulin, atau keduanya. Biasanya dalam keadaan ini juga terjadi gangguan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein.Tingkat kesakitan dan kematian adalah akibat dari gangguan metabolisme akut ,komplikasi jangka panjang dapat mempengaruhi aliran darah secara makro maupun mikro menyebabkan retinopati, nefropati, neuropati, penyakit jantung ischemic, dan obstruksi arteri yang menyebabkan gangren pada ektremitas bawah ( diabetic foot ).(1,2) Telah berabad – abad lalu sejak syndrome ini pertamakali dikenal Chakrata dan Susruta (600 SM) adalah dua orang dokter asal india yang berjasa untuk pertamakalinya mengobservasi dan mengemukakan bahwa diabetes bukanlah sebuah penyakit dengan gejala dan penyebab yang tunggal. Pada abad 18 – 19 variasi dari gejala klinik dari penyakit DM di indetifikasikan dengan gejala glikosuria berat yang biasanya dideteksi pada orang dewasa, dan dihubungkan dengan kelebihan berat badan dibandingkan dengan kekurangan gizi, yang sekarang dikenali sebagai diabetes type 2.(3,4) Diabetes mellitus pada anak bukanlah sebuah kelainan yang sering di temui dalam praktek klinis sehari - hari prevalensinya hanya 3% di Inggris, dan menurut beberapa literatur lain hanyalah 2- 5 % dari seluruh populasi, diabetes pada anak melibatkan beberapa faktor namun kelainan genetis dan kerusakan sel beta pankreas akibat reaksi autoimmun pada islet sel B pankreas yang mengakibatkan defisiensi yang cukup besar pada produksi insulin ( insulin endogen ) merupakan faktor utama dalam penyebab diabetes pada anak, kerusakan sel B pulau langerhans pankreas ini menyebabkan ketergantungan individu secara absolut terhadap insulin dari luar( insulin eksogen ) “insulin dependent diabetes mellitus” ( IDDM )dan
2|Page
kebutuhan akan pemantauan kadar glukosa darah rutin, serta perubahan pola konsumsi sehari - hari yang cukup ekstrem. Klasifikasi Diabetes Mellitus Diabetes mellitus diklasifikasikan berdasarkan patogenesis yang menyebabkan hiperglikemia, dan gangguan homeostatis glukosa, dikenal 2 jenis penyebab utama dalam diabetes. Kedua penyebab memperlihatkan patogenesis yang sama dengan tingkat kerusakan sel B pangkreas yang bertingkat . Akhir dari kedua perjalanan penyakit ini relatif sama namun etiologinya berbeda.(6,7) 1. Diabetes Mellitus Tipe 1 Diebetes mellitus tipe 1 dahulu dikenal sebagai insulin dependent diabetes melitus ( IDDM )atau juvenile onset diabetes adalah abnormalitas homeostatis glukosa ditandai dengan kerusakan permanen sel beta pankreas akibat dari proses autoimmunitas yang menyebabkan turunya produksi insulin sehingga kadar insulin endogen plasma turun sehingga menyebabkan ketergantungan insulin exogen untuk mencegah proses komplikasi yang mengancam jiwa yaitu keto-acidosis. Diabetes tipe 1 umumnya ditemukan pada kasus pediatrik anak dengan rataan umur 7 - 15 tahun, namun dapat juga muncul pada berbagai usia. Diabetes mellitus tipe 1 ini terdiri dari 4 fase pada proses perjalanan penyakit yaitu 1. Kerusakan sel beta akibat autoimmun dan penurunan progresif sekresi insulin. 2. Onset gejala - gejala diabetes. 3. Transient remmision “Honeymoon periode”. 4. Keadaan diabetes yang tetap dengan berbagai komplikasi kronis, dan akut yang mengancam jiwa. Baik faktor genetik maupun faktor lingkungan berperan penting dalam proses perjalalanan penyakit ini. Alel gen yang di berperan dalam proses autoimunitas pada sel beta adalah (MHC) kelas 2 yang berkspresi fenotip pada HLA. Juga berkaitan dengan antibodi islet cell cytoplasm antibodi (ICA), dan Insulin auto antibodi (IAA). Diabetes mellitus tipe 1 juga terkait dengan penyakit autoimmunitas lainya seperti tiroiditis,addison dissease, dan multiple sclerosis. Pada beberapa kasus Diabetes type 1 anak dan remaja kerusakan sel beta pankreas tidak di mediasi oleh proses autoimun, dahulu subtipe ini dikenal dengan nama idiopatik diabetes mellitus. 3|Page
Subtipe diabetes tipe 1 ini terjadi pada ras Asia dan Afrika yang kemungkinan mengalami infeksi virus yang mencetuskan proses autoimmunitas pada sel beta pankreas, dewasa ini penelitian lebih lanjut memberikan kejelasan pada virus yang memungkinkan untuk mencetuskan proses autoimmunitas tersebut yaitu antara lain (coxsackie B virus, cytomegalovirus, mumps, and rubella) virus tersebut memicu terjadinya proses autoimmunitas pada sel Beta pankreas melalui fase inisiasi infeksi virus pada sel, kerusakan gen mitokondrial, paska bedah pankreas, dan efek samping akibat radiasi selain akibat dari faktor diatas dalam literatur lain memberikan kemungkinan lain yang mencetuskan dibetes subtipe ini yaitu pemberian susu sapi pada anak dibawah 2 tahun walaupun masih diperdebatkan. Diabetes mellitus tipe 1 diperkirakan juga sebagai penyakit primer yang dimediasikan oleh sel T. Penderita subtipe ini mungkin sekali mengalami komplikasi keto-acidosis diabetikum namun memiliki masa waktu remisi yang panjang dengan defisiensi serta kerusakan sel beta pankreas yang bertingkat seperti pada diabetes melitus tipe 2. Pada anak dengan type 1 diabetes mellitus (T1DM) gejala diabetes biasanya asimptomatis sampai jumlah sel beta pankreas yang rusak mencapai 90%.(5,6,7,8) 2.Diabetes Mellitus Tipe 2 Diabetes tipe ini dikenal juga sebagai diabetes mellitus onset dewasa, namun pada kasus pediatrik anak maupun remaja anak maupun remaja yang mengidap biasanya mengalami kelebihan berat badan ( obsesitas ),namun belum sampai membutuhkan koreksi
insulin eksogen
keadan ini diakibatkan
resistensi insulin tingkat sel dan kadang diikuti pula oleh kurangnya sekresi insulin. Diabetes type ini juga dikenal dengan nama Maturity Onset Diabetes of the young (MODY), Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus ( NIDDM ). Gambaran diabetes mellitus tipe 2 tidak sejelas diabetes mellitus tipe 1yang biasanya anak tampak sakit dan lelah diikuti dengan gejala polidipsi dan polisuria, pada kasus diabetes tipe 2 biasanya pasien anak datang dengan kelebihan berat badan dan seringkali kelelahan akibat dari kekurangan insulin yang biasanya dalam pemeriksaan diikuti dengan ditemukannya glikosuria. Riwayat adanya polisuria dan polydipsia biasanya tidak diketemukan. Dewasa ini menurut beberapa literatur terjadi peningkatan 10 kali jumlah pasien anak dengan diabetes pada banyak pusat pelayanan diabetes. 4|Page
Pada pasien anak diabetes mellitus tipe 2 dengan riwayat herediter diabetes mellitus biasanya juga diketemukan defisiensi insulin hal ini dikenali dengan (MODY) yang membutuh koreksi insulin dari luar. Pada tipe ini tidak diketemukan adanya kerusakan sel beta pangkreas akibat autoimun atau terkait (HLA), namun pada tipe ini diketemukan adanya mutasi dari alel gen yang membentuk sel Beta, dan glukokinase hati. Mutasi pada gen yang membentuk transporter glukosa yaitu GLUT-2 juga bertanggung jawab dalam proses perjalanan penyakit diabetes mellitus tipe 2 ini.(5,6,7,8,9)
Spectrum of glucose homeostasis and diabetes mellitus (DM). The spectrum from normal glucose tolerance to diabetes in type 1 DM, type 2 DM, other specific types of diabetes, and gestational DM is shown from left to right. In most types of DM, the individual traverses from normal glucose tolerance to impaired glucose tolerance to overt diabetes (these should be viewed not as abrupt categories but as a spectrum). Arrows indicate that changes in glucose tolerance may be bidirectional in some types of diabetes. For example, individuals with type 2 DM may return to the impaired glucose tolerance category with weight loss; in gestational DM, diabetes may revert to impaired glucose tolerance or even normal glucose tolerance after delivery. The fasting plasma glucose (FPG), the 2-h plasma glucose (PG) after a glucose challenge, and the A1C for the different categories of glucose
5|Page
tolerance are shown at the lower part of the figure. These values do not apply to the diagnosis of gestational DM. The World Health Organization uses an FPG of 110–125 mg/dL for the prediabetes category. Some types of DM may or may not require insulin for survival. *Some use the term "increased risk for diabetes" (ADA) or "intermediate hyperglycemia" (WHO) rather than "prediabetes." (Adapted from the American Diabetes Association, 2007.)
(Tabel 2sumber: Harrison’s Principal of internal Medicine 18th ed) Epidemiologi
Diabetes mellitus tipe1 merupakan kasus diabetes yang paling sering diketemukan pada pasien kurang dari umur 18 tahun anak yang mengalami abnormalitas homeostatis glukosa, perbandingan umum kasusnya adalah 1: 300 - 500. Kasus pada tiap negara dan daerah berbeda satu dengan yang lain, setiap literatur mencantumkan status epidemi dari Diabetes bergantung pada ras,negara, dan atau atau daerah tempat penelitian literatur terkait. Seperti contoh pada daerah skandinavia (eropa utara) prevalensi kasus adalah 30 : 10.000 populasi, Jepang 1 : 100.000 populasi, dan di USA 15 : 100.000. Prevalensi DM sulit ditentukan karena standar penetapan diagnosisnya berbeda-beda. Berdasarkan kriteria American Diabetes Association (ADA), sekitar 10,2 juta orang di Amerika Serikat (AS) menderita DM dan yang tidak terdiagnosis sekitar 5,4 juta. Dengan demikian, diperkirakan lebih dari 15 juta orang di AS menderita DM. Sementara itu, di Indonesia prevalensi DM sebesar 1,5-2,3% penduduk usia >15 tahun, bahkan di daerah Manado prevalensi DM sebesar 6,1%.4. Hal ini menyulitkan menentukan prevalensi yang cukup tepat untuk menggambarkan status epidemiologi DM pada berbagai daerah, diperlukan penelitian epidemiologi lebih lanjut untuk mendapatkan nilai epidemi yang tepat.(8,9,10)
6|Page
Patofisiologi Diabetes Mellitus Tipe 1 dan 2
Patofisiologi Diabetes Mellitus tipe 1
Walaupun secara genetis dan embriologi terdapat kesamaan pada bagian islet sel beta pankreas dengan islet sel bagian lain yaitu sel alpha, sel delta, dan sel PP
namun hanyalah sel beta yang
mengalami penghancuran oleh proses autoimmunitas. Secara patologis islet sel beta pankreas di infiltrasi oleh limfosit ( insulitis), hal ini mengakibatkan terjadinya atopikasi dari sel beta pulau langerhans pankreas dan sebagian besar penanda immunologis yang melindungi pankreas dari serangan limfosit hilang. Toeri yang menjelaskan kematian sel beta masih belum jelas sampai sekarang namun ada perkiraan penghancuran ini melibatkan pembentukan metabolit nitrit oksida,apoptosis, dan sitotoksisitas dari T limfosit CD8. Sebenarnya penghancuran sel beta oleh autoantigen tidaklah spesifik pada sel beta. Sebuah teori yang ada sekarang membantu menjelaskan bahwa sebuah sel autoimmun menyerang 1 molekul sel beta pankreas lalu menyebar pada sel beta lainnya menciptakan sebuah seri dari proses autoantigen. Penghancuran islet sel beta pankreas cenderung di mediasikan oleh sel T limfosit, dibandingkan dengan antigen islet sel beta pankreas sendiri. Pada klasifikasi diatas telah di jelaskan mengenai antigen serta agen autoimmunitas yang berperan dalam proses penghancuran sel beta pulau langerhans pankreas.(5,6,7,8,9)
7|Page
(Schematic representation of the autoimmune response against pancreatic β cells. An insult to the pancreas leads to the release of β-cell antigens (GAD65), which are taken up by antigen-presenting cells (APCs) and the epitopes presented to the CD4 T cells. Type and stages of activation of APCs as well as the cytokine environment, in which the CD4 T cell priming takes place, dictate the differentiation of autoreactive T cells toward diabetogenic T helper-1 (Th1) cells, Th2 cells, or antigen-specific regulatory T cells. A predominant Th1 autoimmune response results in the recruitment and differentiation of cytotoxic CD8 cells, which attack the pancreatic β cells, leading to a massive release of β-cell antigens (Ag), epitope spreading, and destruction of the pancreatic islets. B, B lymphocyte; DC, dendritic cell; M, macrophage; CTL, cytotoxic cell; TGF-β, tumor growth factor–β; INFγ, interferon-γ; IL, interleukin).
Gambar 2 ((Adapted
from Casares S, Brumeanu TD: Insights into the pathogenesis of T1DM: A hint for novel immunospecific
therapies. Curr Molec Med 2001;1:357–378).
8|Page
Patofisologi Diabetes mellitus tipe 2
Diabetes mellitus tipe 2 ditandai dengan kelainan sekresi insulin, resistensi insulin, kelebihan produksi glukosa hati, dan metabolisme lemak yang abnormal. Pada tahap awal toleransi glukosa masih dalam standar nilai normal, kendati terjadi resistensi insulin pada otot sekeleton namun pankreas masih mampu mengkompensasikan dengan menaikan sekresi insulin kedalam darah. Resistensi insulin dan keadaan hiperinsulinemia akibat kompensasi pankreas terus berkembang, pada sebagian individu kemampuan pankreas untuk terus berkompensasi dengan keadaan hiperinsulinemia akibat kompensasi mengalami kemunduran sampai pada keadaan tidak mampu menkompensasi balik. Pada tahap awal terjadi impaired glukose tolerance (IGT) ditandai dengan peningkatan nilai toleransi glukosa post prandial. Selanjutnya pankreas tidak lagi mampu mensekresi insulin yang adekuat untuk mentransport glukosa darah kedalam sel mengakibatkan hati mengkompensasi dengan memproduksi glukosa secara konstan lewat proses glukoneogenesis, sehingga terjadi kejadian hiperglikemia puasa. Lebih lanjut lagi maka terjadi kegagalan sel beta pankreas.(5,6,7,8,9,10,11,12)
Patofisiologi Diabetes Keto Acidosis
Pada anak dengan kasus diabetes mellitus tipe 1 atau 2, terlambatnya penanganan yang tepat pada 2 keadaan diatas akan menyebabkan sebuah seri komplikasi, yang terberat adalah diabetes keto acidosis (DKA). Pada diabetes mellitus tipe 1 dan 2 kurangnya kadar adekuat insulin, resistensi jaringan terhadap insulin sampai pada keadaan tidak adanya insulin memicu terjadinya pemecahan asam lemak pada hati melalui proses oksidasi menjadi badan keton, proses ini menghasilkan 3 badan keton yang 2 diantaranya merupakan asam organik, kelebihan asam organik akibat proses ini mencetuskan terjadinya acidosis metabolik dengan elevasi anion gap. Asam laktat juga berkontribusi dalam proses acidosis metabolik saat terjadi dehidrasi yang mengakibatkan perfusi jaringan menurun. Hiperglikemia menyebabkan diuresis osmosis mendorong kompensasi metabolik berupa peningkatan konsumsi cairan.
9|Page
Pada keadaan hiperglikemia berat dan diuresis osmosis bertambah parah maka sebagian besar penderita tidak akan mampu mengkompensasi kebutuhan cairan yang berlebihan menyebabkan dehidrasi. Vomitus sebagai akibat dari acidosis dan kehilangan cairan yang berlebihan akibat takipneu memperburuk keadaan dehidrasi. Kelainan elektrolit merupakan gejala sekunder dari kehilangan elektrolit yang masif dari urine dan alterasi ion transmembran akibat dari acidosis. Ion hidrogen ekstrasel akan meningkat akibat dari acidosis mengakibatkan terjadinya pertukaran ion hidrogen dengan kalium intrasel menyebabkan peningkatan serum kalium ekstrasel saat acidosis diikuti dengan pembuangan kalium lewat urine oleh ginjal menyebabkan serum kalium menurun. Serum kalium ini bergantung pada lamanya acidosis berlangsung sehingga padasaat diagnosis pemeriksaan serum kalium dapat terlihat meningkat, normal, atau turun, dalam keadaan ini jumlah kalium intrasel turun. kadar phospat juga turun akibat dari kompensasi pembuangan kelebihan ion hidrogen oleh ginjal dengan meningkatkan ekskresi ion phospat yang akan berikatan dengan ion hidrogen menjadi asam phospat. Penurunan ion kalium biasa terjadi pada keadaan diabetes ketocidosis akibat dari diuresis osmosis kompensasi dari ginjal
dan vomitus akibat
acidosis pada saluran pencernaan. DKA ditandai dengan pH darah arteri kurang dari 7.25,
serum
bikarbonat turun menjadi kurang dari 15mEq/L dan pemeriksaan jumlah keton darah dan urine meningkat.(4,5,6,7,8,9)
Gejala Klinis Diabetes Mellitus
Saat sekresi insulin menjadi tidak adekuat untuk memfasilitasi glukosa kedalam sel perifer terkait kebutuhan glukosa sel otot( otot rangka ) dan untuk menekan produksi glukosa hati maka keadaan hiperglikemia terjadi. Karena sel tidak mendapatkan asupan glukosa yang cukup sesuai dengan kebutuhan sel maka pemecahan asam amino dan asam lemak menjadi glukosa serta, proses glikolisis dan glukoneogenesis terus terjadi didalam tubuh oleh hati, keadaan ini memperparah keadaan hiperglikemia karena menmbah beban deposit glukosa pada darah. Gejala klinis akan timbul segera setelah terjadi penumpukan deposit glukosa pada darah dan peningkatan produksi glukosa hati.(1,2,3,4,5,6,7,8,9,10,11,12)
10 | P a g e
Gejala Klinis Diabetes Mellitus tipe 1
Peningkatan frekwensi ( Poliuria ) miksi merupakan konswekwensi sekunder dari peningkatan diuresis-osmosis akibat hiperglikemia melewati batas yang dapat diabsorbsi oleh ginjal yang berkepanjangan, hal ini mengakibatkan hilangnya banyak cairan elektrolit dan gula lewat urine. Sering haus merupakan kompensasi dari diuresis osmosis. Penurunan berat badan total walaupun nafsu makan berlebihan (hiperphagia) sebagai tanda umum pada T1DM, penurunan berat badan ini disebabkan oleh kurangnya kadar air plasma dan trigliserida, ditambah dengan hilangnya massa total otot akibat proses perubahan protein otot menjadi glukosa dan benda keton karena jumlah insulin tidak cukup untuk memberikan energi dalam bentuk glukosa kepada sel. Kekurangan energi ini dapat mencapai 50% dari total asupan kalori yang di konsumsi sehari. Sebagai contoh bila seorang anak sehat berumur 10 tahun mempunyai kebutuhan kalori perhari adalah 2000 kalori dengan asumsi sebagian besar kalori yang masuk adalah karbohidrat maka jumlah kalori yang terbuang oleh urine lewat glikosuria adalah 1000 kalori yang terdiri dalam bentuk air yang mungkin sekali sebanyak 5L dan Glukosa sebanyak 250g nilai ini mencakup 50% total kalori sehari yang di konsumsi . Kehilangan kalori yang begitu banyak ini dikompensasi dengan keadaan hiperphagia dan bila hiperphagia masih belum dapat mengkompensasi kebutuhan energi pasien terjadilah kelaparan jaringan tubuh yang akhirnya akan memicu pemecahan lemak subkutan menjadi glukosa yang memperberat keadaan hiperglikema. Sedangkan penurunan volume plasma membawa akibat hipotensi postural. Pada anak wanita yang menderita diabetes, monilial - vaginitis mungkin sekali berkembang akibat dari glikosuria kronis.(5,6,7,8,9,10,11,12)
Turunnya kadar kalium total tubuh dan katabolisme protein memberikan kontribusi penting pada kelemahan fisik. Paresthesia mungkin saja terlihat pada saat diagnosis fase awal onset subakut T1DM. Pada saat defisiensi insulin berada pada fase onset akut maka gejala klinis diatas akan berkembang menjadi lebih berat, ketoacidosis eksaserbasi akut, hiperosmolalitas, dan dehidrasi akibat dari naussea, vomitus, dan anorexia. Level kesadaran pasien bergantung pada derajat hiperosmolalitas.(4,5,6,10)
11 | P a g e
Bila defisiensi insulin bergerak lambat dan kebutuhan cairan dapat di jaga maka kesadaran pasien dapat terjaga dan gejala klinis yang menyertai akan tetap minimal. Namun pada saat terjadi vomitus sebagai respon perkembangan progresif yang buruk keadaan keto-acidosis diikuti dengan memburuknya dehidrasi dan tidak adekuatnya perawatan yang mengkompensasi osmolalitas serum untuk terus berada pada level 320 - 330 mosm/L, maka pada keadaan ini kesadaran pasien dapat menurun, dari keadaan stupor sampai koma. Fruity odor atau terciumnya bau manis keton pada nafas pasien mengarahkan kecurigaan pada keadaan diabetes keto-acidosis ( DKA ).(5,10)
Gejala Klinis Diabetes Mellitus tipe 2
Pada T2DM ( Type 2 Diabetes Mellitus ) gejala klinis yang timbul biasanya adalah peningkatan frekwensi berkemih dan rasa haus yang berlebihan. Seperti telah dijelaskan dalam klasifikasi diatas bahwa T2DM seringkali asimptomatis sehingga menyulitkan diganosis awal. Biasanya anak datang dengan kelelahan fisik kronis, dan kelebihan berat badan. Gejala klinis yang muncul merupakan akibat keadaan hiperglikemia tingkat lanjut yang kronis. Pada T2DM keadaan diabetes biasanya hanya dapat dideteksi setelah pemeriksaan urine yang memberikan gambaran glikosuria dan atau pemeriksaan darah dengan gambaran hiperglikemia pada pasien dengan
obesitas saat pemeriksaan rutin laboratorium.
Biasanya pasien T2DM datang juga dengan keluhan neuropati, dan gangguan komplikasi kardiovaskular akibat dari terlambatnya diagnosis dari T2DM, hal ini sangat mungkin karena perjalanan penyakit T2DM yang perkembangannya relatif lambat. Pada pasien T2DM terdapat susceptibilitas terhadap infeksi kulit kronis. Pada anak wanita yang mengidap T2DM keluhan yang biasanya menyertai adalah pruritus generalisata dan vaginitis yang berulang. Gambaran glikosuria muncul pada saat jumlah glukosa darah melewati ambang batas yang masih dapat di serap oleh ginjal yaitu sekitar 180 mg/dL ( 10mmol/L ). (5,6,7,9,10)
12 | P a g e
Tabel 3 Gejala Klinis Yang Menyertai Pada Diabetes Mellitus Tipe 1 dan 2.
( tabel 3 sumber : Clinical manifestation determination of T1DM and T2DM.Greenspan basic and clinical physiology 8th ed.)
Diagnosis Diabetes Mellitus Pada Anak
Walaupun gejala klinis dari T1DM tidaklah spesifik, tanda penting yang terlihat dalam acuan diagnosis adalah poliuria pada anak dengan dehidrasi, kurang berat badan, hiperglikemia , dan ketonuria yang mungkin ditemukan pada pemeriksaan rutin.Diagnosis pasti dari diabetes mellitus tipe 1 meliputi kadar gula darah non puasa melebihi 200 mg/dL (11.1mmol/L) diikuti dengan gejala klinis yang tipikal terhadap T1DM. Bila pasien anak yang datang obese maka perlu di singkirkan kemungkinan bahwa diabetes yang terjadi adalah tipe 2. Bila keadaan hiperglikemia telah dikonfirmasi maka wajib dilakukan pemeriksaan untuk DKA terutama bila keadaan ketonuria ditemukan, dilanjutkan dengan pemeriksaan elektrolit darah serta pengawasan walaupun tanda dehidrasi yang terjadi tidak berat. Pada pasien anak non obese tidak perlu dilakukan pemeriksaan autoimmunitas untuk sel beta.pemeriksaan HbA1c perlu dilakukan untuk monitoring dan pengawasan kadar glukosa terkait dengan keberhasilan terapi yang diberikan.(5,6,7)
13 | P a g e
Table 344-2 Criteria for the Diagnosis of Diabetes Mellitus
Symptoms of diabetes plus random blood glucose concentration 11.1 mmol/L (200 mg/dL)aor Fasting plasma glucose 7.0 mmol/L (126 mg/dL)bor A1C > 6.5%cor Two-hour plasma glucose 11.1 mmol/L (200 mg/dL) during an oral glucose tolerance testd
a
Random is defined as without regard to time since the last meal. bFasting is defined as no caloric intake for at least 8 h. cThe test should be
performed in laboratory certified according to A1C standards of the Diabetes Control and Complications Trial. dThe test should be performed using a glucose load containing the equivalent of 75 g anhydrous glucose dissolved in water, not recommended for routine clinical use. Note: In the absence of unequivocal hyperglycemia and acute metabolic decompensation, these criteria should be confirmed by repeat testing on a different day. Source: American Diabetes Association, 2011.
Tabel 4 Kriteria untuk diagnosis Diabetes Mellitus Source: American Diabetes Association, 2011.
Tabel 5 ( nelson’s pediatric essential 5th ed relationship of the blood gas.pH, clinical interpretation )
Pemeriksaan Lab penunjang Diagnosis Diabetes Mellitus Untuk diagnosis diabetes mellitus: pemeriksaan glukosa darah/hiperglikemia (puasa, 2 jam setelah makan/post prandial/PP) dan setelah pemberian glukosa per-oral (TTGO).Antibodi untuk petanda (marker) adanya proses autoimun pada sel beta adalah islet cell cytoplasmic antibodies (ICA), insulin autoantibodies (IAA), dan antibodi terhadap glutamic acid decarboxylase (anti-GAD). 14 | P a g e
ICA bereaksi dengan antigen yang ada di sitoplasma sel-sel endokrin pada pulau-pulau pankreas. ICA ini menunjukkan adanya kerusakan sel. Adanya ICA dan IAA menunjukkan risiko tinggi berkembangnya penyakit ke arah diabetes tipe 1. GAD adalah enzim yang dibutuhkan untuk memproduksi neurotransmiter g-aminobutyric acid (GABA). Anti GAD ini bisa teridentifikasi 10 tahun sebelum onset klinis terjadi. Jadi, 3 petanda ini bisa digunakan sebagai uji saring sebelum gejala DM muncul. Untuk membedakan tipe 1 dengan tipe 2 digunakan pemeriksaan C-peptide. Konsentrasi C-peptide merupakan indikator yang baik untuk fungsi sel beta, juga bisa digunakan untuk memonitor respons individual setelah operasi pankreas. Konsentrasi C-peptida akan meningkat pada transplantasi pankreas atau transplantasi sel-sel pulau pankreas.(9,11,12) Sampling untuk Pemeriksaan Kadar Gula Darah Untuk glukosa darah puasa, pasien harus berpuasa 6--12 jam sebelum diambil darahnya. Setelah diambil darahnya, penderita diminta makan makanan seperti yang biasa dia makan/minum glukosa per oral (75 gr ) untuk TTGO, dan harus dihabiskan dalam waktu 15--20 menit. Dua jam kemudian diambil darahnya untuk pemeriksaan glukosa 2 jam PP.(11,12) Darah disentrifugasi untuk mendapatkan serumnya, kemudian diperiksa kadar glukosanya. Bila pemeriksaan tidak langsung dilakukan (ada penundaan waktu), darah dari penderita bisa ditambah dengan antiglikolitik (gliseraldehida, fluoride, dan iodoasetat) untuk menghindari terjadinya glukosa darah yang rendah palsu. Ini sangat penting untuk diketahui karena kesalahan pada fase ini dapat menyebabkan hasil pemeriksaan gula darah tidak sesuai dengan sebenarnya, dan akan menyebabkan kesalahan dalam penatalaksanaan penderita DM.(4,5) Metode Pemeriksaan Kadar Glukosa Metode pemeriksaan gula darah meliputi metode reduksi, enzimatik, dan lainnya. Yang paling sering dilakukan adalah metode enzimatik, yaitu metode glukosa oksidase (GOD) dan metode heksokinase.Metode GOD banyak digunakan saat ini. 15 | P a g e
Akurasi dan presisi yang baik (karena enzim GOD spesifik untuk reaksi pertama), tapi reaksi kedua rawan interferen (tak spesifik). Interferen yang bisa mengganggu antara lain bilirubin, asam urat, dan asam askorbat.Metode heksokinase juga banyak digunakan. Metode ini memiliki akurasi dan presisi yang sangat baik dan merupakan metode referens, karena enzim yang digunakan spesifik untuk glukosa.Untuk mendiagosa DM, digunakan kriteria dari konsensus Perkumpulan Endokrinologi Indonesia tahun 1998 (PERKENI 1998). Pemeriksaan untuk Pemantauan Pengelolaan Diabetes Mellitus Yang digunakan adalah kadar glukosa darah puasa, 2 jam PP, dan pemeriksaan glycated hemoglobin, khususnya HbA1C, serta pemeriksaan fruktosamin.Pemeriksaan fruktosamin saat ini jarang dilakukan karena pemeriksaan ini memerlukan prosedur yang memakan waktu lama. Pemeriksaan lain yang bisa dilakukan ialah urinalisa rutin. Pemeriksaan ini bisa dilakukan sebagai self-assessment untuk memantau terkontrolnya glukosa melalui reduksi urin.(5,10,11) Pemeriksaan HbA1C HbA1C adalah komponen Hb yang terbentuk dari reaksi non-enzimatik antara glukosa dengan N terminal valin rantai b Hb A dengan ikatan Almidin. Produk yang dihasilkan ini diubah melalui proses Amadori menjadi ketoamin yang stabil dan ireversibel. Metode pemeriksaan HbA1C: ion-exchange chromatography, HPLC (high performance liquid chromatography), Electroforesis, Immunoassay, Affinity
chromatography,
dan
analisis
kimiawi
dengan
kolorimetri.Metode
Ion
Exchange
Chromatography: harus dikontrol perubahan suhu reagen dan kolom, kekuatan ion, dan pH dari bufer. Interferens yang mengganggu adalah adanya HbS dan HbC yang bisa memberikan hasil negatif palsu. Metode HPLC: prinsip sama dengan ion exchange chromatography, bisa diotomatisasi, serta memiliki akurasi dan presisi yang baik sekali. Metode ini juga direkomendasikan menjadi metode referensi.Metode agar gel elektroforesis: hasilnya berkorelasi baik dengan HPLC, tetapi presisinya kurang dibanding HPLC. Hb F memberikan hasil positif palsu, tetapi kekuatan ion, pH, suhu, HbS, dan HbC tidak banyak 16 | P a g e
berpengaruh pada metode ini. Metode Immunoassay (EIA): hanya mengukur HbA1C, tidak mengukur HbA1C yang labil maupun HbA1A dan HbA1B, mempunyai presisi yang baik. Metode Affinity Chromatography: non-glycated hemoglobin serta bentuk labil dari HbA1C tidak mengganggu penentuan glycated hemoglobin, tak dipengaruhi suhu. Presisi baik. HbF, HbS, ataupun HbC hanya sedikit mempengaruhi metode ini, tetapi metode ini mengukur keseluruhan glycated hemoglobin, sehingga hasil pengukuran dengan metode ini lebih tinggi dari metode HPLC.Metode Kolorimetri: waktu inkubasi lama (2 jam), lebih spesifik karena tidak dipengaruhi non-glycosylated ataupun glycosylated labil. Kerugiannya waktu lama, sampel besar, dan satuan pengukuran yang kurang dikenal oleh klinisi, yaitu mmol/L.(5,6,7,8,80.11) Interpertasi Hasil Pemeriksaan HbA1C HbA1C akan meningkat secara signifikan bila glukosa darah meningkat. Karena itu, HbA1C bisa digunakan untuk melihat kualitas kontrol glukosa darah pada penderita DM (glukosa darah takterkontrol, terjadi peningkatan HbA1C-nya ) sejak 3 bulan lalu (umur eritrosit). HbA1C meningkat: pemberian Tx lebih intensif untuk menghindari komplikasi. Nilai yang dianjurkan PERKENI untuk HbA1C (terkontrol): 4%-5,9%. Jadi, HbA1C penting untuk melihat apakah penatalaksanaan sudah adekuat atau belum.Sebaiknya, penentuan HbA1C ini dilakukan secara rutin tiap 3 bulan sekali. Komplikasi Akut Diabetes Mellitus Komplikasi akut diabetes mellitus adalah diabetes keto-acidosis dan hiperglikemik hiperosmolar state, DKA adalah komplikasi paten dari T1DM, walaupun begitu keadaan ini dapat terjadi juga pada diabetes mellitus tipe 2 yang tidak mendapatkan perawatan adekuat, sedangkan HHS lebih sering terjadi pada T2DM. Kedua keadaan ini berhubungan erat dengan resistensi maupun defisiensi absolut insulin.(5,6,11,12)
17 | P a g e
Laboratory Values in Diabetic Ketoacidosis (DKA) and Hyperglycemic Hyperosmolar State (HHS) (Representative Ranges at Presentation)
Glucose,a
mmol/L (mg/dL)
Sodium, meq/L
DKA
HHS
13.9–33.3 (250–600)
33.3–66.6 (600–1200)
125–135
135–145
Potassiuma,b
Normal Normal to
Magnesiuma
Normal
Normal
Chloridea
Normal
Normal
Phosphatea,b
Normal
Normal
Creatinine Slightly
Moderately
Osmolality (mOsm/mL)
300–320
330–380
Plasma ketonesa
++++
+/–
Serum bicarbonate,a meq/L
<15 meq/L
Normal to slightly
Arterial pH
6.8–7.3
>7.3
20–30
Normal
,a
Arterial PCO2 mmHg Anion gapa[Na – (Cl + HCO3)]
Normal to slightly aLarge
changes occur during treatment of DKA.
bAlthough
plasma levels may be normal or high at presentation, total-body stores are usually depleted
(Tabel 6 Sumber :
Harrison’s Principal of Internal Medicine)
Komplikasi Kronis Diabetes mellitus Komplikasi kronis diabetes mellitus terkait dengan keadaan hiperglikemia kronis yang mencakup kelainan non vaskular dan kelainan vaskular, kelainan vaskular terbagi atas 2 bagian yaitu mikrovaskular (Retinopati, nefropati, neuropati) dan makrovaskular (penyakit jantung koroner, penyakit vaskular perifer, penyakit vaskular cerebrospinal). Kelainan non vaskular terdiri dari gastroparesis, kelainan kulit dan kehilangan pendengaran.(5,6,9,10)
18 | P a g e
Chronic Complications of Diabetes Mellitus
Microvascular Eye disease Retinopathy (nonproliferative/proliferative) Macular edema Neuropathy Sensory and motor (mono- and polyneuropathy) Autonomic Nephropathy Macrovascular Coronary heart disease Peripheral arterial disease Cerebrovascular disease Other Gastrointestinal (gastroparesis, diarrhea) Genitourinary (uropathy/sexual dysfunction) Dermatologic Infectious Cataracts Glaucoma Periodontal disease Hearing loss (Tabel 7 sumber : Harrison’s principles of internal medicine 18ed ) Terapi Pada Diabetes Mellitus Terapi pada pasien anak dengan diabetes mellitus di tujukan pada keadaan hipoinsulin, dan memperbaiki keadaan hiperglikemia. Dibedakan pada tipe diabetes yang menyerang, onset serta adakah gejala DKA.
19 | P a g e
Terapi pada T1DM Pada anak dengan T1DM memiliki 5 variabel mayor dalam penatalaksanaannya yaitu pemilihan sediaan dan tipe insulin yang diberikan , diet, olahraga dan kegiatan sehari - hari, manajemen stress, dan terakhir adalah pengawasan kadar glukosa dan keton dalam darah. Walaupun pada pasien remaja T1DM dapat diberikan tanggung jawab dalam pengawasan status diabetes mereka namun orangtua juga memegang peranan penting dalam pemberian support. Sedangkan bagi pasien anak dengan umur kurang 11 tahun pengawasan serta pemberian injeksi insulin lebih baik diserahkan kepada orang tua ada tenaga kesehatan penyerta. Dosis insulin akan bergantung pada jumlah keton dalam darah dan status pH pasien anak. Bila pH < 7,3 dan jumlah keton dalam darah berada pada level signifikan, pemberian insulin intravena diharuskan untuk diberikan. Bila rehidrasi teradministrasi dengan baik dan pH darah vena normal maka pemberian 1 atau 2 injeksi intramuscular atau subkutan insulin lispro (humalog, [H]) atau insulin aspart (Novolog [NL]) terpisah dalam 1 jam dengan dosis 1-2 Unit/KgBB dapat dilakukan.(5,6,7,8,9,10) Saat keton tidak tedeteksi dalam darah maka insulin akan lebih aktif dan pemberian insulin subkutan dapat dilakukan dengan dosis (0,25 - 0,50) Unit/Kg/24Jam, bila terdapat keton dalam darah maka prosuksi insulin akan berkurang sehingga membutuhkan 1 - 0,5 unit/Kg dari total kebutuhan insulin per 24 jam. Pasien anak dengan T1DM biasanya mendapatkan terapi campuran antara insulin dengan onset cepat dan insulin onset lambat, terapi kombinasi ini untuk mengontrol gula darah asupan sehari hari terutama setelah makan dan untuk mengontrol kadar gula darah terkait dengan produksi glukosa hepar. Hal ini dapat di capai dengan pemberian campuran antara insulin dengan berbagai kombinasi seperti yang ditunjukan oleh tabel 8. Pilihan terbaik pemberian adalah dengan menyesuaikan dengan umur serta jadwal makan perhari dari pasien. Pada masa lampau dokter biasanya memberikan 2 kali perhari suntikan insulin aksi menengah dan insulin aksi cepat dengan cara pemeberian 2/3 dosis total diberikan sebelum sarapan dan sisanya diberikan pada saat makan malam. Terapi dengan insulin regular manusia diberikan pada waktu 30 - 60 menit sebelum makan, sedangkan bila terapi menggunakan insulin 20 | P a g e
aksi cepat diberikan sesaat sebelum makan. Pada anak dengan jumlah makanan (Asupan Kalori tidak diperhitungkan ) yang dikonsumsi tidak teratur maka pemberian insulin aksi cepat dilakukan setelah makan dengan dosis diperhitungkan sesuai dengan asupan kalori.(5,6,7,10 )
Type of Insulin
Begins Working
Main Effect
All Gone
Regular
½h
2–4 h
6–9 h
Humalog or NovoLog
10–15 min
30–80 min
4h
2–4 h
6–8 h
12–15 h
1–2 h
2–23 h
24–26 h
NPH/Regular
½h
Variablea
12–18 h
NPH/75/25b
1/4
1–8 h
12–15 h
Short-acting
Intermediate-acting NPH Long-acting Lantus Premixed
aDapat
h
dipakai untuk mencukupi kebutuhan individual.
bCampuran
dari 75% NPH dan 25% Humalog.
NPH, neutral protamine Hagedorn insulin.
(Tabel 8 sumber : Pediatric Current diagnosis and treatment 18th ed AGE TARGET (YR) GLUCOSE (MG/DL)
TOTAL DAILY BASAL INSULIN, INSULIN % OF TOTAL * (U/KG/D) DAILY DOSE
Units Added Units per 100 mg/dL Added per above Target 15 g at Meal
0–5
100–200
0.6–0.7
25–30
0.50
0.50
5–12
80–150
0.7–1.0
40–50
0.75
0.75
12–18 80–150
1.0–1.2
40–50
1.0–2.0[‡]
1.0–2.0
Newly diagnosed children in the “honeymoon” may only need 60–70% of a full replacement dose. Total daily dose per kg increases with puberty. Newly diagnosed children who do not use carbohydrate dosing should divide the nonbasal portion of the daily insulin dose into equal doses for each meal. A dosing scale is then added for each dose. For example:a 6-yr-old child who weighs 20 kg needs about (0.7 units/kg/24 hr × 20 kg) = 14 units/24 hr with 7 units (50%) as basal and 7 units as total daily bolus. Give basal as glargine at hs. Give 2 units lispro or aspart before each meal if the blood glucose is within target; subtract 1 unit if below target; add 0.75 unit for each 100
21 | P a g e
mg/dL above target (round the dose to the nearest 0.5 unit). For finer control, extra insulin may be added in 50-mg/dL increments.
(Tabel 9 sumber : Nelson’s Textbook of pediatric) Terapi pada T2DM Pada anak dengan diabetes mellitus tipe 2 terapi yang dilakukan bervariasi bergantung pada tingkat keparahan penyakit. Bila pada pemeriksaan HbA1c masih normal ( 6,2% ) dan keton tidak mengalami elevasi yang tinggi, maka terapi pilihan pertama adalah perubahan gaya hidup, pola konsumsi dan asupan kalori dibarengi dengan olahraga teratur ( setidaknya 30 menit per hari ). Bila terjadi kenaikan pada saat penilaian HbA1c (6,2% - 9%) maka dapat diberikan metformin sebagai agen hiperglikemia oral dengan dosis awal 250mg - 500mg per hari dan bila sudah didapatkan penyesuaian sistem pencernaan dapat ditambah menjadi 1 gram perhari. Namun bila terjadi perkembangan penyakit menjadi lebih parah ditandai dengan peningkatan jumlah keton urine secara moderat atau bila kadar Alpha- Hidroksibutirat darah >1mmol/L, maka terapi seperti pada diabetes mellitus tipe 1 dapat diberikan.(5,6,7,8,9)
Ideal Glucose Levels after 2 or More Hours of Fasting.a
Age (years)
Glucose Level
4
80–200 mg/dL (4.6–11 mmol/L)
5–11
70–180 mg/dL (3.9–10 mmol/L)
12
70–150 mg/dL (3.9–8.3 mmol/L)
(Tabel 10 sumber : Current Pediatric Diagnosis And Treatment 18th ed)
22 | P a g e
Prognosis Diabetes Mellitus tipe 1 adalah penyakit kronis yang serius, menurut beberapa literatur mengenai penyakit ini disebutkan bahwa umur dari penderita 10 tahun lebih pendek dibandingkan dengan orang yang bukan penderita. Pada anak yang menderita kemungkinan akan mengalami penghambatan pertumbuhan sehingga akan menjadi lebih pendek dibandingkan dengan orang normal. Sedangkan perkembang seksual dari anak penderita diabetes mellitus tipe 1 juga akan terhambat sehingga pencapaian umur pubertas akan lebih tua dari anak yang normal. Prognosis akan menjadi buruk bila penyakit tidak dideteksi secara cepat, hal ini juga akan mengakibatkan komplikasi akut maupun kronis yang cukup berat sehingga dapat mengancam jiwa penderita. Perubahan pola hidup yang ekstrem seperti kebutuhan insulin absolut setiap hari juga merupakan sebuah masalah bagi orangtua penderita maupun penderita itu sendiri terutama bagi penderita dengan umur dibawah 10 tahun. Prognosis baik akan didapatkan apabila pengelolaan status hiperglikemia dan ketogenesis terlaksana dengan baik, kecepatan dan ketepatan deteksi dini penyakit serta pendidikan tentang penyakit T1DM serta pengelolaannya yang jelas kepada orangtua pasien akan membantu mencegah komplikasi yang mengancam jiwa(1,2,3,4,5,6,7,8,9,10,11,12) Pada diabetes mellitus tipe 2, prognosis akan sangat baik apabila perbaikan status diabetes dilakukan secara tepat dan cepat . Pentingnya penyakit dideteksi lebih cepat agar dapat dilakukan penatalaksanaan maupun perubahan pola hidup sebelum memberikan komplikasi yang berbahaya. Perubahan pola hidup, pola konsumsi serta pengawasan ketat penting dalam menjaga agar prognosis tidak menjadi buruk. Bagi T2DM dapat dilakukan pencegahan timbulnya pada anak normal maupun beresiko dengan mengatur asupan kalori serta olahraga yang cukup untuk menjaga indeks massa tubuh tetap normal sesuai dengan umur serta tinggi anak. Pada T2DM pencegahan adalah perihal yang sangat krusial, sehingga dibutuhkan pendidikan tentang pola konsumsi dan olahraga yang tepat bagi anak. Manajemen stress juga penting diketahui mengingat stress hormon dapat meningkatkan kadar gula darah.(5,6,7,8,9,10)
23 | P a g e
Kesimpulan Diabetes Mellitus merupakan penyakit terkait dengan sistem endokrinologi dan pankreas sebagai penghasil insulin yang menjadi pusat kajian serta studi penyakit ini. Insulin memegang peranan pokok dalam metabolisme glukosa serta alur energi tubuh manusia. Diabetes Mellitus adalah penyakit dengan banyak gejala yang menyertai dan memiliki faktor dalam dan faktor luar sebagai pencetusnya. Ada 2 etiologi utama dari diabetes mellitus yang menjadi dasar klasifikasi penyakitnya. Diabetes mellitus tipe 1 yang dicetuskan oleh tidak cukupnya jumlah insulin sampai tidak terbentuknya insulin oleh pankreas ( Sel Beta Pulau Langerhans ) disebabkan oleh proses autoimunitas yang menghancurkan sel beta pulau langerhans pankreas. Diabetes tipe 1 menyerang anak dengan umur < 18 tahun dengan rataan umur penderita 4 - 10 tahun. T1DM menyebabkan ketergantungan abosolut insulin eksogenik untuk mengatur kadar gula darah, dan menjaga status diabetes tidak berkembang menjadi penyakit dengan banyak komplikasi. Penatalaksanaan dengan insulin bertujuan untuk menghentikan proses pembentukan gula hati dan menghentikan ketogenesis. Diabetes mellitus tipe 2 adalah penyakit kronis yang berhubungan dengan resistensi insulin dalam otot atau ketidak mampuan insulin mentranspotasikan glukosa kedalam sel sehingga memicu terjadinya pembentukan gula dihati yang mengakibatkan terjadinya keadaan huperglikemia. Penyakit ini biasanya dialami oleh orangtua namun pada anak penyakit ini dapat juga terjadi. Pasien anak biasanya mengalami obesitas dan kelelahan kronis. Komplikasi yang terjadi dapat menyamai pasien dengan T1DM apabila status hiperglikemia tidak dideteksi secara dini. Terapi yang dilakukan bertujuan menurunkan kadar gula darah menjadi normal dan mencegah timbulnya komplikasi yang berat. Terapi untuk mengontrol hiperglikemia dilakukan dengan pemberian obat - obatan antihiperglikemia seperti glibenklamide dan metformin, biasanya tidak diperlukan pemberian insulin eksogen namun dapat juga diberikan apabila terjadi komplikasi akut seperti DKA. Terapi juga mencakup pengaturan pola konsumsi ( Asuspan kalori ) dan pola olahraga dengan tujuan menurunkan nila obesitas ( Indeks Massa Tubuh ).
24 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA 1.
Molina Patricia E : Lange Endocrine Physiology : 2nd edition, The Mcgraw-Hill companies Lange Medical series, CHTML e-Book, 2007 Available from : www.indowebster.com/endocrinology
2.
Ganong F William : Lange review of Medical Physiology: 22nd edition, The Mcgraw-Hill companies Lange Medical Series, CHTML e-Book, 2005 Avalibale from : www.indowebster.com/physiology
3.
Gardner, G.David, Shoback, Dolores : Greenspan’s basic And Clinical Endocrinology, The Mcgraw-Hill Companies Lange Medical Series, CHTML e-Book.,2007 Available from: www.indowebster.com/physiology
4.
LeRoith Derek, : Diabetes Mellitus A fundamental And Clinical Text 3rd edition ,Lippincot’s William and Wilkins, CHTML e-Book , 2004 Available from : www.emedicine.com
5.
Kliegman, M.Robert, :Endocrine System, Endocrine Disease, Diabetes Mellitus Nelson textbook of pediatric 18th edition, CHTML e-Book , Saunders, an imprint of Elsevier Inc. Philadelphia,2007 available from : www.netlibrary.com
6.
Hay, W. William et al : Chapter 31 Diabetes Mellitus , Current Diagnosis And Treatment 18 th edition, McGraw-Hill Companies Lange Medical Series, CHTML e-Book, 2007, available from digitallibrary
7.
Kliegman, M.Robert, : Section XXIII, Endocrinology, Diabetes Mellitus, Nelson’s Pediatric Secret5th edition, Elseviere Saunders Inc, CHTML e-Book, 2007, available from : www.indowebster.com
8.
Warrell, David AJ et al : Oxford Textbook of Medicine, 4th Edition. CHTML e-Book , Oxford University Press.2003, Available from : www.indowebster.com/textbookofmedicine
9.
Longo, L. Longo et al : Harrison’s, Principal Of Internal Medicine 18th edition, McGraw-Hill Companies , Medical Series,CHTML e-Book s , 2012, Available from : www.indowebster.com
10. Provan, Drew : Oxford Handbook Of Clinical And Laboratory Investigation 2 nd edition, CHTML e-Book, Oxford University press, 2005, Available from : www.indowebster.com 11. Boon,N.A, Cumming,A. D, John , G : Davidson’s Principal And Practice Of Medicine 20th edition, CHTML eBook , Elsevier Inc, 2007 , available from : www.indowebster.com 12. Simon, Chantal, Everrit, Hazel, Kendrick, Tony : Oxford Handbook Of General Practice 2nd edition Oxford University Press, CHTML e-Book ,2005
25 | P a g e