116526591-golongan-antibiotika-dan-analgesik-untuk-praktek-kedokteran-gigi.doc

  • Uploaded by: egipermata
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View 116526591-golongan-antibiotika-dan-analgesik-untuk-praktek-kedokteran-gigi.doc as PDF for free.

More details

  • Words: 2,741
  • Pages: 11
Golongan Obat Antibiotika 1. Penisilin Penisilin diperoleh dari jamur Penicilium chrysogeneum dari bermacam-macam jemis yang dihasilkan (hanya berbeda mengenai gugusan samping R ) benzilpenisilin ternyata paling aktif. Sefalosforin diperoleh dari jamur cephalorium acremonium, berasl dari sicilia (1943) penisilin bersifat bakterisid dan bekerja dengan cara menghambat sintesi dinding sel. Pensilin terdiri dari : a. Benzil Penisilin Dan Fenoksimetil Penisilin 1) Benzil Penisilin Indikasi : infeksi saluran kemih, otitis media, sinusitis, bronchitis kronis, salmonelosis invasive, gonore. Kontraindikasi : hipersensitivitas ( alergi ) terhadap penisilin. Efek samping : reaksi alergi berupa urtikaria, demam, nyeri sendi, angioudem, leukopoia, trombositopenia, diare pada pemberian per oral. 2) Fenoksimetilpenisilin Indikasi : tonsillitis, otitis media, erysipelas, demam rematik, prpopiliaksisinfeksi pneumokokus. b. Pensilin Tahan Penisilinase 1) Kloksasilin Indikasi : infeksi karena stapilokokus yang memproduksi pensilinase. Peringatan : riwayat alergi, gangguan fungsi ginjal, lesi eritematous pada glandular fever, leukemia limfositik kronik, dan AIDS. Interaksi : obat ini berdifusi dengan baik dengan jaringan dan cairan tubuh. Tapi penetrasi ke dalam cairan otak kurang baik kecuali jika selaput otak mengalami infeksi. Kontraindikasi : hipersensitivitas ( alergi ) terhadap penisilin. Efek samping : reaksi alergi berupa urtikaria, demam, nyeri sendi, angioudem, leukopoia, trombositopenia, diare pada pemberian per oral. 2) Flukoksasilin Indikasi : infeksi karena stapilokokus yang memproduksi pensilinase. Peringatan : riwayat alergi, gangguan fungsi ginjal, lesi eritematous pada glandular fever, leukemia limfositik kronik, dan AIDS. Interaksi : obat ini berdifusi dengan baik dengan jaringan dan cairan tubuh. Tapi penetrasi ke dalam cairan otak kurang baik kecuali jika selaput otak mengalami infeksi. Kontraindikasi : hipersensitivitas ( alergi ) terhadap penisilin. Efek samping : reaksi alergi berupa urtikaria, demam, nyeri sendi, angioudem, leukopoia, trombositopenia, diare pada pemberian per oral. c. Pensilin Spectrum Luas 1) Ampisilin Indikasi : infeksi saluran kemih, otitis media, sinusitis, bronchitis kronis, salmonelosis invasive, gonore. Peringatan : riwayat alergi, gangguan fungsi ginjal, lesi eritematous pada glandular fever, leukemia limfositik kronik, dan AIDS. Interaksi : obat ini berdifusi dengan baik dengan jaringan dan cairan tubuh. Tapi penetrasi ke dalam cairan otak kurang baik kecuali jika selaput otak mengalami infeksi. Kontraindikasi : hipersensitivitas ( alergi ) terhadap penisilin. Efek samping : reaksi alergi berupa urtikaria, demam, nyeri sendi, angioudem, leukopoia, trombositopenia, diare pada pemberian per oral. 2) Amoksisilin Indikasi : infeksi saluran kemih, otitis media, sinusitis, bronchitis kronis, salmonelosis invasive, gonore. Peringatan : riwayat alergi, gangguan fungsi ginjal, lesi eritematous pada glandular fever, leukemia limfositik kronik, dan AIDS.

Interaksi : obat ini berdifusi dengan baik dengan jaringan dan cairan tubuh. Tapi penetrasi ke dalam cairan otak kurang baik kecuali jika selaput otak mengalami infeksi. Kontraindikasi : hipersensitivitas ( alergi ) terhadap penisilin. Efek samping : reaksi alergi berupa urtikaria, demam, nyeri sendi, angioudem, leukopoia, trombositopenia, diare pada pemberian per oral. d. Penisilin Anti Pseudomona 1) Tikarsilin Indikasi : infeksi yang disebabkan oleh pseoudomonas dan proteus. 2) Piperasilin Indikasi : infeksi yang disebabkan oleh pseoudomonas aerugenosa. 3) Sulbenisilin Indikasi : infeksi yang disebabkan oleh pseoudomonas aerugenosa. 2.

a.

b. c. d. e. f.

3.

a.

b.

Sefalosforin Sefalosforin merupakan antibiotic betalaktam yang bekerja dengan cara menghambat sintesis dinding mikroba. Farmakologi sefalosforin mirip dengan penisilin, ekseresi terutama melalui ginjal dan dapat di hambat probenisid. Sefalosforin terbagi atas : Sefadroksil Indikasi : infeksi baktri gram (+) dan (-) Interaksi : sefalosforin aktif terhadap kuman garm (+) dan (-) tetapi spectrum anti mikroba masing-masng derrivat bervariasi. efek samping : diare dan colitis yang disebabkan oleh antibiotic ( penggunaan dosis tinggi) mual dan mumtah rasa tidak enak pada saluran cerna sakit kepala, Dll Kontra indikasi : hipersensitivitas terahadap sefalosforin, porfiria Sefrozil Indikasi : ISPA, eksaserbasi akut dari bronchitis kronik dan otitis media. Sefotakzim Indikasi : profilaksis pada pembedahan, epiglotitis karena hemofilus, meningitis. Sefuroksim Indikasi : profilaksis tindakan bedah,lebih aktif terhadap H. influenzae dan N gonorrhoeae. Sefamandol Indikasi: profilaksis pada Tindakan 1 pembedahan. Sefpodoksim Indikasi: infeksi saluran napas tetapi. Penggunaan ada faringitis dan tonsillitis, hanya yang kambuhan, infeksi kronis atau resisten terhadap antbiotika lain. Tetrasiklin Tetrasiklin merupakan antibiotik dengan spectrum luas. Penggunaannya semakin lama semakin berkurang karena masalah resistansi. Tetrasiklin terbagi atas : Tetrasiklin. Indikasi: eksaserbasi bronkitri kronis, bruselosis (lihat juga keterangan diatas) klamidia, mikoplasma, dan riketsia, efusi pleura karena keganasan atau sirosis, akne vulganis. Peringatan: gangguan fungsi hati (hindari pemberian secara i.v), gangguan fungsi ginjal (lihat Lampiran 3), kadang-kadang menimbulkan fotosintesis. Efek samping: mual, muntah, diare, eritema. Demeklosiklin Hidroklorida

c.

d.

4.

a. b.

c. d.

5.

6.

a.

Indikasi: tetrasiklin. Lihat jugas gangguan sekresi hormone antidiuretik Perhatinak : kontaindikasi; efek samping lihat tetrasiklin. Fotositivtas lebih sering terjadi pernah dilaporkan terjadinya diabeters indipidus nefrogenik. Doksisiklin Indikasi: tetrasiklin.bruselosis (kombniasi dengan tetrasiklin), sinusitis kronis , pretatitis kronis, penyakit radang perlvis (bersama metronidazo) Oksitetrasiklin Indikasi ; peringatan; kontaindikasi; efek samping; lihat tetrasilin; hindari pada porfiria. Dosis: 250-500 mg tiap 6 jam Oxytetracycline ( generic ) cairan Inj. 50 mg/ vial (K) Teramycin (Pfizer Indonesia) cairan inj. 50 mg/ vial. Kapsul 250 mg (K). Aminoglikosida Aminoglokosida bersifat bakterisidal dan aktif terhadap bakteri gram posistif dan gram negative. Aminasin, gentamisin dan tobramisin d juga aktif terhadap pseudomonas aeruginosa. Streptomisin aktif teradap mycobacterium tuberculosis dan penggunaannya sekarang hamper terbatas untuk tuberkalosa. Amikasin Indikasi : infeksi generatif yang resisten terhadap gentamisin. Gentamisin Indikasi : septicemia dan sepsis pada neonatus, meningitis dan infeksi SSP lainnya. Infeksi bilier, pielonefritis dan prostates akut, endokarditis karena Str viridans. Atau str farcalis (bersama penisilin, pneumonia nosokomial, terapi tambahan pad meningitis karena listeria. Peringatan : gangguan funsi ginjal, bayi dan usia lanjut ( (sesuaikan dosso, awasi fungsi ginjal, pendengaran dan vestibuler dan periksa kadar plasma), hindari penggunaan jangka panjang. Kontraindikasi: kehamilan, miastenia gravis. Efek samping : gangguna vestibuler dan pendengaran, netrotoksista, hipomagnesemia pada pemberian jangka panjang colitis karena antibiotic. Dosis : injeksi intramuskuler, intravena lambat atau infuse, 2-5 mg/ kg/ hari ( dalam dosis terbagai tiap 8 jam) lihat juga keterangan diatas sesuaikan dosis terbagi tiap 8 jam ) lihat juga keterangan fungsi ginjal dan ukur kadar dalam plasma. Neomisin Sulfat Indikasi: Sterilisasi usus sebelum operasi Netilmisin Indikasi: infeksi berat kuman gram negative yang resisten terhadap gentainisin. Kloramfenikol Kloramfenikol merupakan antibiotic dengan spectrum luas, namun bersifat toksik. Obat ini seyogyanya dicadangkan untuk infeksi berat akibat haemophilus influenzae, deman tifoid, meningitis dan abses otak, bakteremia dan infeksi berat lainnya. Karena toksisitasnya, obat ini tidak cocok untuk penggunaan sistemik. Kontraindikasi: wanita hamil, penyusui dan pasien porfiria Efeks samping : kelainan darah yang reversible dan irevesibel seperti anemia anemia aplastik ( dapat berlanjut mejadi leukemia), neuritis perifer, neuritis optic, eritem multiforme, mual, muntah, diare, stomatitis, glositits, hemoglobinuria nocturnal. Makrolid Eritromisin memiliki spectrum antibakteri yang hamper sama dengan penisilin, sehingga obat ini digunakan sebagai alternative penisilin. Indikasi eritremisin mencakup indikasi saluran napas, pertusis, penyakit gionnaire dan enteritis karena kampilo bakteri. Eritromisin

b. c.

7.

8.

Indikasi: sebagai alternative untuk pasien yang alergi penisilin untuk pengobatan enteritis kampilobakter, pneumonia, penyakit legionaire, sifilis, uretritis non gonokokus, protatitis kronik, akne vulgaris, dan rpofilaksis difetri dan pertusis. Azitromisin Indikasi: infeksi saluran napas, otitis media, infeksi klamida daerah genital tanpa kompliasi. Klaritromisin Indikasi : infeksi saluran napas, infeksi ringan dan sedang pada kulit dan jaringan lunak; terapi tambahan untuk eradikasi helicobacter pylori pada tukak duodenum ( lihat bagian 1.1) Polipeptida Kelompok ini terdiri dari polimiksin B, polimiksin E (= kolistin), basi-trasin dan gramisidin, dan berciri struktur polipeptida siklis dengan gugusan-gugusan amino bebas. Berlainan dengan antibiotika lainnya yang semuanya diperoleh dari jamur, antibiotika ini dihasilkan oleh beberapa bakteri tanah. Polimiksin hanya aktif terhadap basil Gram-negatif termasuk Pseudomonas, basitrasin dan gramisidin terhadap kuman Gram-positif. Khasiatnya berupa bakterisid berdasarkan aktivitas permukaannya (surface-active agent) dan kemampuannya untuk melekatkan diri pada membran sel bakteri, sehingga permeabilitas sel diperbesar dan akhirnya sel meletus. Kerjanya tidak tergantung pada keadaan membelah tidaknya bakteri, maka dapat dikombinasi dengan antibiotika bakteriostatik seperti kloramfenikol dan tetrasiklin. Resorpsinya dari usus praktis nihil, maka hanya digunakan secara parenteral, atau oral untuk bekerja di dalam usus. Distribusi obat setelah" injeksi tidak merata, ekskresinya lewat ginjal. Antibiotika ini sangat toksis bagi ginjal, polimiksin juga untuk organ pendengar. Maka penggunaannya pada infeksi dengan Pseu¬domonas kini sangat berkurang dengan munculnya antibiotika yang lebih aman (gentamisin dan karbenisilin). Golongan Antimikobakterium Golongan antibiotika dan kemoterapetka ini aktif te rhadap kuman mikobakterium. Termasuk di sini adalah obat-obat anti TBC dan lepra, misalnya rifampisin, streptomisin, INH, dapson, etambutol dan lain-lain. Golongan Analgetik A. ANALGETIK Analgesik di bagi menjadi 2 yaitu: 1. Analgesik Opioid/analgesik narkotika Analgesik opioid merupakan kelompok obat yang memilikisifat-sifat seperti opium atau morfin. Golongan obat ini digunakan untuk meredakan atau menghilangkan rasa nyeri seperti pada fractura dan kanker. Macam-macam obat Analgesik Opioid: a. Metadon.

Mekanisme kerja : Kerja mirip morfin lengkap, sedatif lebih lemah. Indikasi : Detoksifikas ketergantungan morfin, Nyeri hebat pada pasien yang di rumah sakit. Efek tak diinginkan:

* Depresi pernapasan * Konstipasi * Gangguan SSP * Hipotensi ortostatik * Mual dam muntah pada dosis awal b. Fentanil.

Mekanisme kerja : Lebih poten dari pada morfin. Depresi pernapasan lebih kecil kemungkinannya. Indikasi : Medikasi praoperasi yang digunakan dalan anastesi. Efek tak diinginkan : Depresi pernapasan lebih kecil kemungkinannya. Rigiditas otot, bradikardi ringan.

c. Kodein

Mekanisme kerja : Sebuah prodrug 10% dosis diubah menjadi morfin. Kerjanya disebabkan oleh morfin. Juga merupakan antitusif (menekan batuk) Indikasi : Penghilang rasa nyeri minor Efek tak diinginkan : Serupa dengan morfin, tetapi kurang hebat pada dosis yang menghilangkan nyeri sedang. Pada dosis tinggi, toksisitas seberat morfin.

2. Obat Analgetik Non-narkotik Obat Analgesik Non-Nakotik dalam Ilmu Farmakologi juga sering dikenal dengan istilah Analgetik/Analgetika/Analgesik Perifer. Analgetika perifer (non-narkotik), yang terdiri dari obat-obat yang tidak bersifat narkotik dan tidak bekerja sentral. Penggunaan Obat Analgetik Non-Narkotik atau Obat Analgesik Perifer ini cenderung mampu menghilangkan

atau meringankan rasa sakit tanpa berpengaruh pada sistem susunan saraf pusat atau bahkan hingga efek menurunkan tingkat kesadaran. Obat Analgetik Non-Narkotik / Obat Analgesik Perifer ini juga tidak mengakibatkan efek ketagihan pada pengguna (berbeda halnya dengan penggunanaan Obat Analgetika jenis Analgetik Narkotik). Efek samping obat-pbat analgesik perifer: kerusakan lambung, kerusakan darah, kerusakan hati dan ginjal, kerusakan kulit. Macam-macam obat Analgesik Non-Narkotik: a. Ibupropen

Ibupropen merupakan devirat asam propionat yang diperkenalkan banyak negara. Obat ini bersifat analgesik dengan daya antiinflamasi yang tidak terlalu kuat. Efek analgesiknya sama dengan aspirin. Ibu hamil dan menyusui tidak di anjurkan meminim obat ini.

b. Paracetamol/acetaminophen

Merupakan devirat para amino fenol. Di Indonesia penggunaan parasetamol sebagai analgesik dan antipiretik, telah menggantikan penggunaan salisilat. Sebagai analgesik, parasetamol sebaiknya tidak digunakan terlalu lama karena dapat menimbulkan nefropati analgesik. Jika dosis terapi tidak memberi manfaat, biasanya dosis lebih besar tidak menolong. Dalam sediaannya sering dikombinasikan dengan cofein yang berfungsi meningkatkan efektinitasnya tanpa perlu meningkatkan dosisnya. c. Asam Mefenamat

Asam mefenamat digunakan sebagai analgesik. Asam mefenamat sangat kuat terikat pada protein plasma, sehingga interaksi dengan obat antikoagulan harus diperhatikan. Efek samping terhadap saluran cerna sering timbul misalnya dispepsia dan gejala iritasi lain terhadap mukosa lambung.

Biasanya analgesik di golongkan menjadi beberapa kelompok, antara lain: 1. Analgesik – Antipiretik Contoh parasetamol, fenasetin 2. Analgesik – AntiInflamasi contoh ibuprofen, asam mefenamat 3. Analgesik – Antiinflamasi kuat contoh Aspirin, Natrium Salisilat Selain digolongkan berdasarkan efeknya, analgesik juga di golongkan berdasar tempat kerjanya. Penggolongan ini membedakan analgesik menjadi: 1. Analgesik Sentral Yaitu analgesik yang menduduki reseptor miu contohnya tramadol, morphine 2. Analgesik Perifer Yaitu analgesik yang bekerja pada saraf perifer contohnya parasetamol Atas kerja farmakologisnya, analgesic dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu: 1. Analgetik Perifer (non narkotik) Terdiri dari obat-obat yang tidak bersifat narkotik dan tidak bekerja sentral. 2. Analgetik Narkotik Khusus digunakan untuk menghalau rasa nyeri hebat, seperti fraktur dan kanker. Berikut jenis obat analgetik narkotik : a. Morfin dan derivatnya :  Morfin  Heroin  Hidromorfon  Oksimorfon  Levorfanol  Levalorfan  Kodein  Hidrokodon  Oksikodon  Nalorfin  Nalokson  Nalbufin  Tebain

b. Meperidin dan derifat fenilpiperidin :  Meperidin  Alfaprodin  DifenoksilatFentanil  Loperami  Metadon Dan Opioid lainx :  Metadon  Propoksifen  Dekstromoramida  Bezitramida

Obat-obat golongan analgetik dibagi dalam beberapa kelompok, yaitu: parasetamol, salisilat, (asetasol, salisilamida, dan benorilat), penghambat Prostaglandin (NSAID); ibuprofen, derivate-derivat antranilat ( mefenamilat, asam niflumat glafenin, floktafenin, derivate-derivat pirazolinon (aminofenazon, isoprofilpenazon, isoprofilaminofenazon), lainnya benzidamin.Obat golongan analgesic narkotik berupa, asetaminofen dan fenasetin. Obat golongan anti-inflamasi nonsteroid berupa aspirin dan salisilat lain, derivate asam propionate, asam indolasetat, derivate oksikam, fenamat, fenilbutazon. Antibiotik merupakan obat yang dapat melawan infeksi bakteri. Antibiotik juga merupakan salah satu jenis obat yang paling sering diresepkan. Terdapat ratusan jenis antibiotik namun hanya beberapa kelompok obat saja yang sering digunakan, diantaranya adalah: Agent

Range of activity

Penicillins Penicillins G/V

Mainly gm (+) with some gm (-)

Amoxicillin

Gm (-) but lesser gm (+) than penicillin

Cloxacillin

Active on penicillin-resistant staph

Cephalosporins 1st generation 2nd, 3rd, and 4th generation

Gm (+) dan gm (-) More activity to gm (-). 4th generation act especially on strains resistant to 2nd and 3rd generation

Macrolides Erythromycin Gm (+), like penicillin Clarithromycin Gm (+) and gm (-) Azithromycin More active to gm (-), less active on gm (+) than erythromycin Like azithromycin but more avtive on resistant strains Telithromycin

Fluoroquinolones Ciprofloxacin Gm (-) and some gm (+) Levofloxacillin Gm (-) and more activity on gm (+) Moxifloxacillin Gm (-), gm (+) and anaerobs Metronidazole Antiprotozoal, with effect on gm (-) anaerobic bacteria Anaerobic with some gm (+) strains Clindamycin Gm (+) and gm (-) Tetracyclines Gm (-)/aerobs Aminoglycosides Gm (+), mainly MRSA/MRSE and C. difficile Vancomycin Sumber: Ali, H., 2012, Principles of Drug Therapy in Dentistry, 1st Edition, Jaypee Brothers Medical Publishers, New Delhi, hal.62

Antibiotik yang paling sering digunakan di kedokteran gigi adalah golongan penicillin. Penicillin sampai saat ini masih merupakan gold standard dalam mengobati infeksi dental. Diantara kelompok penicillin, penicillin V, amoxicillin, dan amoxicillin clavulanate telah dianjurkan untuk merawat infeksi odontogenik dan penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan hasil klinis penggunaan tiga jenis antibiotik tersebut. Pertimbangan dalam Penggunaan Antibiotik Antibiotik diresepkan oleh dokter gigi untuk perawatan serta pencegahan infeksi. Berikut ini adalah indikasi penggunaan antibiotik sistemik di bidang kedokteran gigi  

Sebagai perawatan definitif dalam penanganan infeksi postoperatif Sebagai perawatan penunjang untuk penanganan bedah infeksi (drainase abses)



Demam dan menggigil yang berlangsung lebih dari 24 jam



Trismus dikarenakan infeksi



Cellulitis yang menyebar luas



Individu yang immunocompromised



Infeksi maksilofasial yang terkontaminasi



Prosedur yang memiliki resiko infeksi tinggi



Profilaksis untuk mencegah SABE (sub-acute bacterial endocarditis)

Terdapat beberapa prinsip untuk memilih antibiotik yang sesuai, diantaranya adalah: 

Faktor pasien



Pertimbangan organisme yang terlibat



Faktor obat



Prinsip administrasi antibiotik



Prinsip dosis antibiotik untuk infeksi orofacial



Indikasi terapi



Kombinasi antibiotik



Masalah yang mungkin muncul dari penggunaan antibiotik

Durasi Penggunaan Antibiotik Penggunaan antibiotik betujuan untuk membantu imunitas tubuh melawan mikroba penyebab infeksi, oleh karena itu penggunaan antibiotik sebaiknya dihentikan apabila sistem kekebalan tubuh telah dapat melakukan kontrol terhadap infeksi. Penggunaan antibiotik selama 2-3 hari telah dianjurkan oleh British National Formulary (BNF). Penelitian telah membuktikan bahwa kondisi pasien membaik setelah penggunaan antibiotik selama 2-3 hari. Center for Diseases Control and Prevention (CDC) menganjurkan penggunaan antibiotik sesingkat mungkin, yaitu 1-3 hari setelah tanda dan gejala klinis hilang. Oleh karena itu pada umumnya di bidang kedokteran gigi dosis antibiotik diberikan untuk durasi lima hari. Penggunaan antibiotik yang berkepanjangan dapat menyebabkan rusaknya flora normal tubuh. Penggunaan antibiotik lebih dari 21 hari juga disinyalir dapat menyebabkan resistensi antibiotik. Antibiotik Profilaksis Antibiotik profilaksis merupakan salah satu penggunaan antibiotik yang sering dilakukan pada bidang kedokteran gigi. Profilaksis merupakan penggunaan antibiotik untuk mencegah infeksi atau menekan kontak infeksi sebelum bermanifestasi secara klinis. Penggunaan antibiotik profilaksis biasanya diberikan pada pasien yang memiliki resiko tinggi terkena infeksi. Berikut guideline antibiotik profilaksis sebelum prosedur dental: Antibiotik profilaksis dosis tunggal 30-60 menit sebelum prosedur Situasi

Agen

Dewasa

Anak

Oral

Amoxicillin

2g

50 mg/kg

Ampicillin

2 g IM/IV

50 mg/kg IM/IV

1 g IM/IV 2g

50 mg/kg IM/IV 50 mg/kg

600 mg

20 mg/kg

500 mg 1 g IM/IV

15 mg/kg 50 mg/kg IM/IV

Tidak dapat mengkonsumsi medikasi oral

atau Cefazolin/Ceftriaxone Cephalexin atau

Alergi terhadap Penicillin atau Ampicillin – Oral

Clindamycin atau

Azithromycin/Clarithromycin Alergi terhadap Penicillin dan Cefazolin/Ceftriaxone Ampicillin – Tidak dapat

mengkonsumsi medikasi oral atau Clindamycin

600 mg IM/IV

20 mg/kg IM/IV

Sumber: Guideline on Antibiotic Prophylaxis for Dental Patients at Risk for Infection, Clinical Practice Guidelines 2014

Referensi: Ali, H., 2012, Principles of Drug Therapy in Dentistry, 1st Edition, Jaypee Brothers Medical Publishers, New Delhi. Clinical Affairs Committee, 2014, Guideline on Antibiotic Prophylaxis for Dental Patients at Risk for Infection, Clinical Practice Guidelines, 37:6 (292-297) Dar-Odeh, N. S., Abu-Hammad, O. A., Al-Omiri, M. K., Khraisat, A. S., Shehabi, A. A., 2010, Antibiotic prescribing practices by dentists: a review, Therapeutics and Clinical Risk Management, 2016:6 (301-306) https://www.cdc.gov/getsmart/community/downloads/dental-fact-sheet-final.pdf Jain, M. K., Oswal, S., 2013, Antibiotics in Dentistry – An Art and Science, Annals of Dental Specialty, 1:1 (2026)

More Documents from "egipermata"