PENGARUH TEKNIK PURSED LIPS BREATHING DENGAN MODIFIKASI TIUP BALON TERHADAP GEJALA ASMA PADA PASIEN ASMA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PALARAN SAMARINDA
SKRIPSI
Fitri Rahmawati NIM. P07220214018
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN KALIMANTAN TIMUR PROGRAM STUDI D-IV KEPERAWATAN SAMARINDA 2018
PENGARUH TEKNIK PURSED LIPS BREATHING DENGAN MODIFIKASI TIUP BALON TERHADAP GEJALA ASMA PADA PASIEN ASMA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PALARAN SAMARINDA SKRIPSI Diajukan sebagai persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Terapan Keperawatan
Disusun dan diajukan oleh: Fitri Rahmawati P07220214018
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN KALIMANTAN TIMUR PROGRAM STUDI D-IV KEPERAWATAN SAMARINDA 2018 ii
PERNYATAAN KEASLIAN
Saya yang bertandatangan di bawah ini, Nama
: Fitri Rahmawati
NIM
: P07220214018
Program Studi : D-IV Keperawatan Poltekkes Kemenkes Kaltim Menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi yang saya tulis benar merupakan hasil karya saya sendiri dan sepanjang pengetahuan saya di dalam naskah proposal ini tidak terdapat karya ilmiah yang perrnah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar akademik di suatu perguruan tinggi, dan tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali yang secara tertulis dikutip dalam naskah ini dan disebutkan dalam sumber kutipan dan daftar pustaka. Apabila di kemudian hari ternyata di dalam naskah proposal ini dapat dibuktikan terdapat unsur-unsur plagiat, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.
Samarinda, Juli 2018 Yang membuat pernyataan,
Fitri Rahmawati P07220214018
iii
PROPOSAL PENELITIAN PENGARUH TEKNIK PURSED LIPS BREATHING DENGAN MODIFIKASI TIUP BALON TERHADAP GEJALA ASMA PADA PASIEN ASMA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PALARAN SAMARINDA
SKIRPSI Disusun dan diajukan oleh: FITRI RAHMAWATI NIM P07220214018 Telah diperiksa dan disetujui untuk diseminarkan Samarinda, Juli 2018
Pembimbing Utama
Pembimbing Pendamping
Badar, SST., M.Kes NIDN. 4031126904
Mustaming, S.Kep., M.Kes NIDN. 4002038001
Mengetahui, Ketua Program Studi D-IV Keperawatan Poltekkes Kemenkes Kaltim
Ns. Parellangi, S. Kep., M. Kep., M.H NIP. 197512152002121004
iv
ABSTRAK PENGARUH TEKNIK PURSED LIPS BREATHING DENGAN MODIFIKASI TIUP BALON TERHADAP GEJALA ASMA PADA PASIEN ASMA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PALARAN SAMARINDA
1
Fitri Rahmawati1), Badar2), Mustaming2) Mahasiswa Prodi Sarjana Terapan Keperawatan, Poltekkes Kaltim 2 Dosen Jurusan Keperawatan, Poltekkes Kaltim
Pendahuluan: Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan banyak sel dan elemennya. Penyakit asma di IGD Puskesmas Palaran pada tahun 2016 menepati peringkat kedua dengan jumlah kasus 341 jiwa. Penelitian ini berujuan untuk mengetahui pengaruh teknik pursed lips breathing dengan modifikasi tiup balon. Metode: Penelitan ini merupakan quasi experiment dengan rancangan penelitian pre and post test nonequivalent control group. Besar sampel masing-masing kelompok 12 orang. Perlakuan yang diberikan kepada responden berupa pursed lips breathing dengan modifikasi tiup balon selama 1 bulan dengan frekuensi 3 kali seminggu dan lama intervensi setiap latihan selama 15 menit. Hasil: Dari hasil penelitian didapatkan nilai median (minimum-maksimum) perubahan gejala asma pada kelompok intervensi pursed lips breathing dengan modifikasi tiup balon sebesar 3,00 (2-4) dan pada kelompok kontrol sebesar 0,00 ( 0-2), (p = <0,001 < 0,05). Kesimpulan: Teknik pursed lips breathing dengan modifikasi tiup balon berpengaruh terhadap gejala asma. Saran: Bagi peneliti selanjutnya diharapkan dapat membandingkan teknik pursed lips breathing dengan beberapa penatalaksanaan asma lainnya seperti senam asma, renang dan lainnya. Kata Kunci: Asma, Pursed Lips Breathing , Tiup Balon, Gejala Asma
v
ABSTRACT THE EFFECT OF PURSED LIPS BREATHING TECHNIQUE WITH BLOWING BALLOONS MODIFICATION TOWARDS ASTHMA SYMPTOMS ON ASTHMA PATIENTS IN WORKING AREA OF PALARAN PUBLIC HEALTH CENTRE IN SAMARINDA Fitri Rahmawati1), Badar2), Mustaming2) 1 Student Undergraduate Program of Applied Nursing, Poltekkes Kaltim 2 Lecturer of Department of Nursing, Poltekkes Kaltim
Introduction: Asthma is a chronic airway inflammatory disorder involving many cells and elements. Asthma disease at IGD in Palaran Public Health Centre in 2016 was the second rank with 341 cases. This study aims to determine the effect of pursed lips breathing technique with blowing balloons modification. Methods: This study was quasi experimental with pre and post test designs nonequivalent control group. The number of sample in each group were 12 people. The treatment given to the respondents was pursed lips breathing with blowing balloons modification for 1 month with frequency 3 times a week and intervention duration every exercise for 15 minutes. Results: The median (maximum-maximum) changes in asthma symptoms in the pursed lips breathing intervention group with blowing balloons modification were 3.00 (2-4) and in the control group of 0.00 (0-2), ( p = <0.001 <0.05). Conclusion: The technique of pursed lips breathing with blowing balloons modification gave effect on the symptoms. Suggestion: For the next researcher, it is expected to compare pursed lips breathing technique with some other asthma management such as asthma gymnastic, swimming, and others. Keywords: Asthma, Pursed Lips Breathing, Blowing Balloons, Asthma Symptoms
vi
KATA PENGANTAR Puji syukur senantiasa penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT., atas segala rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul “Pengaruh Teknik Pursed Lips Breathing Dengan Modifikasi Tiup Balon Terhadap Gejala Asma Pada Pasien Asma Di Wilayah Kerja Puskesmas Palaran Samarinda”. Penulis menyadari bahwa skripsi ini dapat diselesaikan karena adanya bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih serta penghargaan yang sebesarbesarnya kepada yang terhormat: 1. Drs. H. Lamri, M. Kes selaku Direktur Poltekkes Kemenkes Kaltim 2. Ismansyah, S. Kp., M. Kep selaku Ketua Jurusan Keperawatan 3. Ns. Andi Parellangi, M. Kep., MH. Kes selaku Ketua Program Studi D-IV Keperawatan 4. Edi Sukamto, S. Kp., M.Kep selaku Dosen Penguji Utama 5. Badar, SST., M.Kes selaku Dosen Pembimbing 1 6. Mustaming, S.Kep., M.Kes selaku Dosen Pembimbing 2 7. Ayahanda Ajer Supriyono dan Ibunda Harlina yang senantiasa mendukung segala prosesnya 8. Teman-teman Prodi D-IV Keperawatan yang selalu memberikan semangat
vii
Akhir kata, saya berharap Allah SWT., berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga proposal penelitian ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.
Samarinda, Juli 2018
Penulis
viii
DAFTAR ISI
PERNYATAAN KEASLIAN .............................................................................. iii ABSTRAK ............................................................................................................. v ABSTRACT ........................................................................................................... vi KATA PENGANTAR ......................................................................................... vii DAFTAR ISI ......................................................................................................... ix DAFTAR TABEL ................................................................................................ xi DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xii DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xiii BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1 A. Latar Belakang .......................................................................................... 1 B. Rumusan Masalah ..................................................................................... 5 C. Tujuan Penelitian ...................................................................................... 5 D. Manfaat Penelitian .................................................................................... 6 E. Keaslian Penelitian .................................................................................... 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................... 10 A. Tinjauan Umum tentang Asma .............................................................. 10 B. Konsep Kebutuhan Dasar menurut Maslow dan Teori Self Care Orem..... 24 C. Teknik Pursed Lips Breathing ............................................................... 25 D. Pursed Lips Breathing dengan Meniup Balon ....................................... 32 E. Kerangka Teori ....................................................................................... 34 F. Kerangka Konsep .................................................................................... 35 G. Hipotesis ................................................................................................... 36 BAB III METODE PENELITIAN .................................................................... 37 A. Desain Penelitian ..................................................................................... 37 B. Populasi dan Sempel ............................................................................... 38 C. Tempat dan Waktu ................................................................................. 41 D. Variabel Penelitian .................................................................................. 42 E. Definisi Operasional ................................................................................ 42
ix
F. Instrumen Penelitian ............................................................................... 43 G. Uji Validitas dan Reliabilitas ................................................................. 43 H. Teknik Pengumpulan Data ..................................................................... 44 I.
Analisis Data ............................................................................................ 44
J.
Etika Penelitian ....................................................................................... 45
K. Alur Penelitian ......................................................................................... 47 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN................................... 48 A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ..................................................... 48 B. Hasil Penelitian ....................................................................................... 49 C. Pembahasan ............................................................................................. 55 D. Keterbatasan penelitian .......................................................................... 65 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 66 A. Kesimpulan .............................................................................................. 66 B. Saran ......................................................................................................... 66 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
x
DAFTAR TABEL Tabel
Halaman
Tabel 1.1 : Keaslian Penelitian Tabel 2.1 : Klasifikasi
Derajat
7 Berat
Asma
Berdasarkan
14
Gambaran Klinis (Sebelum Pengobatan) Tabel 2.2 : Klasifikasi Derajat Berat Asma pada Penderita
15
dalam Pengobatan Tabel 2.3 : Derajat Kontrol Asma
16
Tabel 2.4 : Kuisioner Asthma Control Test (ACT)
18
Tabel 2.5 : Lembar Observasi Gejala Asma
20
Tabel 3.1 : Definisi Operasional
39
Tabel 4.1 : Distribusi Frekuensi Berdasarkan Karakteristik
46
Kelompok 1 (Intervensi) dan Kelompok 2 (Kontrol) Tabel 4.2 : Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Gejala
48
Asma pada Kelompok 1 (Intervensi) Tabel 4.3 : Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Gejala
48
Asma pada Kelompok 2 (Kontrol) Tabel 4.4 : Uji Normalitas Gejala Asma pada Kelompok 1
49
(Intervensi) dan Kelompok 2 (Kontrol) Tabel 4.5 : Uji Beda Rerata Gejala Asma Pre Test dan Post
50
Test pada Kelompok 1 (Intervensi) dan Kelompok 2 (Kontrol) Tabel 4.6 : Uji Beda Rerata Gejala Asma Pre Test dan Post Test Intervensi pada Kelompok 1 (Intervensi) dan Kelompok 2 (Kontrol)
xi
51
DAFTAR GAMBAR Gambar
Halaman
Gambar 2.1 :
Menghirup Napas
24
Gambar 2.2 :
Menghembus Napas
25
Gambar 2.3 :
Kerangka Teori
32
Gambar 2.4 :
Kerangka Konsep
33
Gambar 3.1 :
Rencana Penelitian
35
Gambar 3.2 :
Alur Penelitian
44
xii
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran Lampiran 1
:
Lembar Informasi dan Kesediaan
Lampiran 2
:
Lembar Observasi Penelitian
Lampiran 3
:
SOP Pursed Lips Breathing dengan Modifikasi Tiup Balon
Lampiran 4
:
Surat Permohonan Izin Penelitian ke Dinas Kesehatan Kota Samarinda
Lampiran 5
:
Lembar Disposisi Permohonan Penelitian
Lampiran 6
:
Lembar Pengesahan Uji Etik
Lampiran 7
:
Kartu Bimbingan
Lampiran 8
:
Jadwal Penelitian
Lampiran 9
:
Master Tabel dan Hasil Output SPSS
Lampiran 10 :
Dokumentasi Kegiatan Penelitian
Lampiran 11 :
Daftar Riwayat Hidup
xiii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Asma adalah gangguan inflamasi kronik pada saluran pernapasan yang melibatkan banyak sel dan elemennya. Proses inflamasi kronik ini menyebabkan saluran pernapasan menjadi hiperresponsif yang menhasilkan pembatasan aliran udara di saluran pernapasan dengan manifestasi klinik yang bersifat episodik berulang berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat, batuk-batuk terutama pada malam hari atau pagi hari (PDPI, 2006). Saat ini penyakit asma masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di hampir semua negara di dunia. Berdasarkan survey Global Initiative for Asthma (GINA) di seluruh dunia diperkirakan terdapat 300 juta orang menderita asma dan pada tahun 2025 diperkirakan jumlah pasien asma mencapai 400 juta. WHO pun mendukung peryataan tersebut dengan hasil penelitiannya yang memperkirakan bahwa 235 juta orang saat ini menderita asma. Sebagian besar asma terkait dengan kematian, hal ini terjadi di negara berpenghasilan
rendah
dan
menengah-kebawah
(Nurdiansyah,
2013).
Prevalensi asma akan terus meningkat mengingat asma merupakan penyakit yang underdiagnosed dan under-treated. Kualitas udara yang buruk dan banyaknya perubahan pola hidup masyarakat menjadi salah satu penyebab meningkatnya penderita asma di Indonesia (Infodatin Kemenkes RI, 2013).
1
2
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, penyakit asma di Indonesia pada tahun 2009 merupakan sepuluh besar penyebab kesakitan dan kematian. Hal ini sesuai dengan Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) di berbagai provinsi Indonesia menunjukkan asma menempati urutan ke 5 dari 10 penyebab kesakitan (morbiditas) (Nurdiansyah, 2013). Menurut laporan dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 menyebutkan bahwa prevalensi asma di Indonesia adalah 4,5%, meningkat sebesar 1% dari laporan Riset Kesehatan Dasar tahun 2007. Prevalensi asma tertinggi terdapat di Sulawesi Tengah (7,8%), Nusa Tenggara Timur (7,3%), di Yogyakarta (6.9%) dan Sulawesi Selatan (6,7%). Sedangkan prevalensi asma di Kalimantan Timur sebesar 4,1% (Infodatin Kemenkes RI, 2013). Menurut Dinas Kesehatan kota Samarinda penderita asma pada tahun 2016 sebanyak 2.031 jiwa dengan kasus terbanyak penderita pada usia 20-45 tahun (Dinas Kesehatan Kota Samarinda). Asma dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor genetik dan faktor lingkungan, faktor genetik terdiri atas alergi, hipereaktivitas bronkus, jenis kelamin, ras/etnik, obesitas. Sedangkan faktor lingkungan yang menjadi pencetus serangan asma adalah alergen, sensitisasi lingkungan kerja, asap rokok, polusi udara, infeksi pernapasan (virus), diet, status sosioekonomi (PDPI, 2006). Asma mempunyai dampak yang sangat mengganggu aktivitas sehari-hari. Gejala asma dapat mengalami komplikasi sehingga menurunkan produktifitas kerja dan kualitas hidup (PDPI, 2006).
3
Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi gejala asma yaitu dengan terapi farmakologi dan non farmakologi. Salah satu terapi non farmakologis yang umumnya digunakan untuk pengontrolan asma adalah dengan melakukan terapi pernapasan dan menghindari pencetus alergi. Terapi pernapasan bertujuan untuk melatih cara bernapas yang benar, melenturkan dan memperkuat otot pernapasan, melatih ekspektorasi yang efektif, meningkatkan sirkulasi, mempercepat dan mempertahankan pengontrolan asma yang ditandai dengan penurunan gejala dan meningkatkan kualitas hidup bagi penderitanya. Tujuan dari terapi pernapasan untuk memperbaiki fungsi alat pernapasan dan melatih penderita untuk dapat mengatur pernapasan pada saat terjadi serangan asma (Nugroho, 2015). Salah satu latihan yang dapat digunakan untuk meningkatkan kekuatan otot-otot pernafasan adalah Pulsed Lips Breathing (PLB) dengan meniup balon. Pursed Lips Breathing (PLB) adalah latihan pernapasan dengan menghirup udara dengan cara bibir lebih dirapatkan atau dimonyongkan dengan waktu ekshalasi lebih di perpanjang. Tujuan pursed lips breathing adalah
membantu
penderita
asma
memperbaiki
transport
oksigen,
menginduksi pola napas lambat dan dalam, membantu pasien untuk mengontrol pernapasan, mencegah kolaps dan melatih otot-otot ekspirasi untuk memperpanjang ekshalasi dan membantu meningkatkan tekanan jalan napas salama ekspirasi untuk mengurangi jumlah udara yang terjebak (Brunner & Suddarth, 2013). Menurut Hockenbbery 2010, terapi meniup balon merupakan permainan atau aktivitas yang memerlukan inspirasi dalam dan ekspirasi yang
4
memanjang. Tujuan terapi ini adalah melatih pernapasan yaitu ekspirasi menjadi lebih panjang dari pada inspirasi untuk menfasilitaskan pengeluaran karbondiosida dari tubuh yang tertahan karena obstrusi jalan nafas (Jayanto, 2017). Berdasarkan penelitian oleh Natalia 2007, menunjukkan perbandingan yang signifikan antara pasien yang diberikan latihan pursed lips breathing dengan pasien yang diberikan terapi tiup balon terhadap puncak arus ekspirasi yang menunjukkan fungsi paru pada pasien dengan asma bronkhial. Penelitian ini dilakukan selama empat hari dengan hasil peningkatan rata-rata pursed lips breathing 26,20 1/menit dan dengan intervensi tiup balon peningkatan sebesar 13,148 1/menit. Ini menunjukkan bahwa pursed lips breathing lebih efektif dalam meningkatkan arus puncak ekspirasi. Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti di Puskesmas Palaran pada bulan Oktober 2017 didapatkan data 10 kasus penyakit terbanyak di IGD Puskesmas Palaran pada tahun 2016 dan asma menepati peringkat kedua dengan jumlah kasus 341 jiwa. Kasus terbanyak diderita pada usia 25-64. Dari hasil wawancara peneliti dengan salah satu petugas kesehatan setempat, kebanyakan pasien yang datang karena sedang mengalami kekambuhan dan obat yang dikonsumsi telah habis.
5
Berdasarkan uraian pada latar belakang, peneliti ingin membuktikan “Pengaruh Teknik Pursed Lips Breathing dengan Modifikasi Tiup Balon terhadap Gejala Asma pada Pasien Asma di Wilayah Kerja Puskesmas Palaran Samarinda.” B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang dapat dirumuskan dalam penelitian ini yaitu apakah ada pengaruh teknik pursed lips breathing dengan modifikasi tiup balon terhadap gejala asma pada pasien asma di Wilayah Kerja Puskesmas Palaran Samarinda ? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan umum dari penelitian ini, yaitu untuk mengetahui pengaruh teknik pursed lips breathing dengan modifikasi tiup balon terhadap gejala asma pada pasien asma di Wilayah Kerja Puskesmas Palaran Samarinda. 2. Tujuan Khusus Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan khusus dari penelitian ini, yaitu: a. Mengidentifikasi karakteristik responden teknik pursed lips breathing dengan modifikasi tiup balon meliputi umur, jenis kelamin, dan tingkat pendidikan.
6
b. Mengidentifikasi gejala asma pre test dan post test melakukan teknik pursed lips breathing dengan modifikasi tiup balon. c. Menganalisis perbedaan rerata gejala asma pre test dan post test diberikan intervensi teknik pursed lips breathing dengan modifikasi tiup balon. d. Menganalisis perbedaan rerata gejala asma pada kelompok yang diberikan intervensi teknik pursed lips breathing
modifikasi tiup
balon dengan kelompok kontrol. D. Manfaat Penelitian a. Teoritis Hasil penelitian ini secara teoritis dapat menambah wawasan, pengetahuan dan pengalaman meneliti serta ilmu terbaru dibidang keperawatan untuk menambah refrensi dan perbandingan bagi peneliti lainnya untuk melanjutkan penelitian bagiamana pengaruh teknik pursed lips breathing dengan modifikasi tiup balon terhadap gelaja asma pada pasien asma di Wilayah Kerja Puskesmas Palaran Samarinda. b. Praktis Hasil penelitian ini secara praktis diharapkan dapat menambah pengetahuan petugas kesehatan dalam pemberian tindakan teknik pursed lip breathing dengan tiup balon pada pasien asma.
7
E. Keaslian Penelitian Keaslian penelitian ini
merupakan matrik yang memuat tentang nama
penelitian berseta tahun, judul penelitian, metode penelitian, sampel dan hasil penelitian (Tabel 1.1)
No 1
Nama Peneliti (tahun) Dewi Natalia (2007)
Efektifitas
Pursed
Hasil Penelitian
Penentuan
Latihan nafas
Lips Breathing dan
Quasi
sampel
dengan pursed
Tiup
Eksperimen
dilakukan
lips breathing
dengan
dengan cara
lebih efektif
rancangan
simple
daripada tiup
(APE) Pasien Asma
penelitian
randomization,
balon dalam
Bronchiale di RSUD
Two-Group
dengan jumlah
peningkatan APE
Banyumas
Pretest-
sampel
pada pasien
Posttest
sebanyak 52
asma bronchiale
Design
responden
Metode Pre
Penentuan
Hasil penelitian
Eksperimen
sampel
didapatkan ada
dengan
dilakukan
perbedaan
Terapi Pursed Lips
rancangan
dengan cara
signifikan antara
Breathing : Meniup
penelitian
consecutive
antara fungsi paru
Balon
One-Group
sampling,
sebelum dan
Balon
Puncak
Kadek Dwi
Sampel
Metode
dalam
Peningkatan
2
Metode Penelitian
Judul Penelitian
Arus Ekspirasi
Perbedaan
Jayanto
Paru
(2017)
Sesudah
Fungsi
Sebelum
dan
Dilakukan
pada
Anak
Usia
Prasekolah
Pretest-
dengan jumlah
sesudah di
dengan
Asma
Posttest
sampel
lakukan terapi
Design
sebanyak 12
Pursed Lips
responden
Breathing (PLB) :
RSUD Salatiga
di
meniup balon pada anak prasekolah dengan asma di RSUD Salatiga p value = 0,0001 (α < 0,05)
8
No 3
Nama Peneliti (tahun) Najmi Ilma Adri (2014)
Judul Penelitian Pengaruh
Latihan
Metode Penelitian
Sampel
Hasil Penelitian
Metode
Sampel dalam
Penelitian ini
Quasi
penelitian ini
menunjukkan
Eksperimen
adalah 16 orang
nilai mean±SD
dengan
pasiean asma
gejala asma pada
pada
rancangan
persisten ringan
pretest dan
Asma
penelitian
dan sedang
posttest adalah
Presistem Ringan dan
One-Group
yang berusia 12
5,31±2,024 dan
Sedang di Wilayah
Pretest-
sampai 60
2,94±1,526 serta
Kerja
Posttest
tahun.
nilai mean±SD
Design
Pengumpulan
penurunan gejala
data dilakukan
asma
dengan
2,375±1,147.
menggunakan
Berdasarkan
kuesioner
statistik
gejala asma
didapatkan nilai
untuk
p=0,00 (p<0,05)
mengetahui
yang artinya PLB
gejala asma
berpengaruh
pasien sebelum
dalam
dan sesudah
menurunkan
latihan PLB.
gejala asma pada
Pursed
Lips
Breathing terhadap Gejala
(PLB) Penurunan
Asma
Pasien
Puskesmas
Pauh Padang
pasien asma persisten ringan dan sedang di wilayah kerja Puskesmas 4
Rofi’atul Munawwiroh (2017)
Efektifitas
Buteyko
Metode
Penentuan
Penelitian ini
Breathing Technique
Quasi
sampel
menunjukkan
dan
Eksperimen
dilakukan
Buteyko
Breathing Technique
dengan
dengan cara
Breathing
terhadap Peningkatan
rancangan
random
Technique lebih
Nilai
penelitian
sampling,
signifikan dalam
rendomized
dengan jumlah
meningkatkan
Pretest-
sampel
arus puncak
Posttest
sebanyak 14
ekspirasi
Pursed
Lips
Arus Puncah
Ekspirasi pada Asma
9
No
Nama Peneliti (tahun)
Judul Penelitian
Metode Penelitian Design
Sampel responden
Hasil Penelitian dibandingkan Pursed Lips Breathing Technique
Sedangkan peneliti sendiri tertarik untuk mengambil judul Pengaruh Teknik Pursed Lips Breathing dengan Modifikasi Tiup Balon terhadap Gejala Asma pada Pasien Asma di Wilayah Kerja Puskesmas Palaran Samarinda. Yang membedakan dengan peneliti sebelumnya terletak pada tempat dan waktu serta variable terikat yaitu penurunan gelaja asma.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Asma 1. Pengertian Asma adalah penyakit heterogen, biasanya ditandai dengan inflamasi jalan napas kronis, hal ini ditandai dengan gejala pernapasan seperti mengi, sesak napas, sesak dada, dan batuk yang bervariasi dari waktu ke waktu dan intensitas, bersamaan dengan keterbatasan aliran udara ekspirasi yang bervariasi (Global Initiative for Asthma (GINA), 2016). Berikut akan diuraikan pengertian asma dari beberapa ahli : Menurut (National Heart Lung and Blood Institute (NHLBI), 2007) asma adalah penyakit inflamasi kronik saluran napas dimana banyak sel berperan terutama sel mast, eosinofil, limposit T, makrofag, neutrofil dan sel epitel. Pada individu rentan proses inflamasi tersebut menyebabkan wheezing berulang, sesak napas, dada rasa penuh(chest tightness) dan batuk terutama pada malam atau menjelang pagi. Gejala tersebut terkaitan dengan hambatan aliran udara yang luas tetapi variabel
yang sering
reversibel spontan atau dengan pengobatan. Inflamasi juga menyebabkan peningkatan hiperresponsif saluran napas terhadap berbagai stimuli (Ramadhian, 2012). Pengertian lain menurut (Nurdiansyah, 2013) asma adalah suatu keadaan klinik yang ditandai terjadinya penyempitan bronkus yang
10
11
berulang namun reversibel dan di antara episode penyempitan bronkus tersebut terdapat keaadaan ventilasi yang lebih normal. Berdasarkan pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa asma adalah penyempitan jalan napas yang menyebabkan hambatan aliran udara intermiten dan reversibel sehingga terjadi hiperaktivitas bronkus terhadap berbagai rasangan yang ditandai dengan gejala yaitu wheezing berulang, sesak napas, dada rasa penuh(chest tightness) dan batuk terutama pada malam atau menjelang pagi. 2. Etiologi Asma biasaya terjadi akibat trakea dan bronkus yang hiperresponsif terhadap iritan. Alergi terhadap iritan dapat mempengaruhi tingkat keparahan asma. Berikut merupakan iritan berdasarkan sumbernya : a. Faktor ekstrinsik : latihan berlebihan atau alergi terhadap binatang berbulu, debu, jamur, populasi, asap rokok, infeksi virus, asap, parfum, jenis makanan tertentu (terutama zat yang ditambah kedalam makanan) dan perubahan cepat suhu rungan. b. Faktor intrinsik : sakit, stres atau fatigue yang juga mentriger dan temperatur yang ekstrim (Riyadi, 2016). Jenis kelamin dan obesitas merupakan faktor resiko asma. Pada kelamin, pria merupakan resiko untuk asma pada anak. Sedankan usia 14 tahun, prevelensi asma pada anak laki-laki adalah 1,5-2 kali dibandingkan anak perumpuan. Tetapi menjelang dewasa perbandingan tersebut lebih kurang sama dan pada menopause perempuan lebih banyak. Sedangkan
12
pada obesitas atau peningkatan indeks masa tubuh (IMT) menjadi faktor resiko
asma dikarenakan mediator tertentu seperti
leptin
dapat
memengaruhi fungsi saluran napas dan meningkatkan kemungkinan terjadinya asma. Meskipun mekanismenya belum jelas, penurunan berat badan pasien obesitas dengan asma, dapat memperbaikin gejala fungsi paru, morbiditas dan status kesehatan (Rengganis, 2008). 3. Manifestasi Klinik
Gejala asma sering timbul pada waktu malam dan dini hari. Gejala yang di timbulkan berupa batuk-batuk pagi hari, siang dan malam hari, sesak napas bunyi saat bernapas (wheezing), rasa tertekan di dada dan gangguan tidur karena batuk atau sesak napas. Gejala ini terjadi secara reversibel dan episodeik berulang (Nurdiansyah, 2013). Umumnya terdapat tiga geja asma, yaitu batuk, dispnea dan mengi. pada beberapa keadaan, batuk mungkin merupakan satu-satunya gejala. Serangan asma sering terjadi pada malam hari, penyebabnya tidak dimengerti dengan jelas tetapi mungkin berhubungan dengan variasi sirkadian yang mempengaruhi ambang reseptor jalan napas. Serangan asma biasanya bermula mendadak dengan batuk dan rasa sesak dalam dada disertai dengan pernapasan lambat, mengi, laborius dan ekspirasi selalu lebih susah dan panjang dibandingkan inspirasi sehingga mendoronng pasien asma untuk duduk tegak dan menggunakan otot-otot aksesoris pernapasan. Jalan napas yang tersumbat menyebabka dispnea. Batuk pada awalnya susah dan kering tetapi segera menjadi lebih kuat.
13
Sputum terdiri atas sedikitnya mukus mengandung masa gelatinosa bulat, kecil yang dibatukkan dengan susah payah. Tanda selanjurnya termasuk sianosis sekunder terhadap hipoksia hebat, dan gejala-gejala retensi karbon dioksida termasuk keringat, takikardi dan pelebaran tekanan nadi (Brunner & Suddarth, 2013). 4. Klasifikasi
Asma dapat diklasifikasikan berdasarkan etiologi, berat penyakit dan pola keterbatasan aliran udara. Klasifikasi asma berdasarkan berat penyakit penting bagi pengobatan dan perencanaan penatalaksanaan jangka panjang, semakin berat asma semakin tinggi tingkat pengobatan. Berat penyakit asma diklasifikasikan berdasarkan gambaran klinis sebelum pengobatan dimulai (PDPI, 2006). Umunya pasien yang sudah dalam pengobatan dan pengobatan yang telah berlangsung seringkali tidak adekuat. Dipahami pengobatan akan mengubah gambaran klinis bahkan faal paru, oleh karena itu penilaian berat
asma
pada
mempertimbangkan
penderita pengobatan
dalam itu
pengobatan
sendiri.
Pada
juga tabel
harus berikut
menunjukkan bagaimana melakukan penilaian berat asma pada penderita yang sudah dalam pengobatan. Bila pengobatan yang sedang dijalani sesuai dengan gambaran klinis yang ada, maka derajat berat asma naik satu tingkat (PDPI, 2006).
14
Tabel 2.1 Klasifikasi derajat berat asma berdasarkan gambaran klinis (Sebelum Pengobatan) Derajat Asma I.
Intermiten
Gejala
Persisten ringan
Persisten sedang
≤ 2 kali sebulan
> 2 kali sebulan
> 1 kali seminggu
Persisten berat
Sumber: (PDPI, 2006)
Gejala > 1 kali/minggu, tetapi < 1 kali/hari Serangan dapat mengganggu aktivitas dan tidur
Gejala setiap hari Serangan mengganggu aktivitas dan tidur Membutuhkan bronkodilator setiap hari
Kontinyu Gejala terus-menerus Sering kambuh Aktivitas fisik terbatas
VEP1 ≥ 80% nilai prediksi
APE > 80%
Harian
IV.
Gejala < 1 kali/minggu Tanpa gejala di luar serangan Serangan singkat Mingguan
III.
Faal Paru APE ≥ 80 %
Bulanan
II.
Gejala Malam
Sering
VEP1 > 80% nilai prediksi APE > 80% nilai terbaik Variabiliti APE 2030% APE 60-80% VEP1 6080% nilai prediksi APE 6080% nilai terbaik Variabiliti APE > 30% APE ≤ 60% VEP1 ≤ 60% nilai prediksi APE ≤ 60% nilai terbaik Variabiliti APE > 30%
15
Tabel 2.2 Klasifikasi derajat berat asma pada penderita dalam pengobatan Tahapan Pengobatan yang digunakan saat penilaian Gejala dan Faal paru
Tahap 1
Tahap 2
Tahap 3
dalamPengobatan
Intermiten
Persisten
Persisten
Ringan
Sedang
Persisten
Persisten
Ringan
Sedang
Persisten Berat
Tahap I : Intermiten
Intermiten
Gejala < 1 kali/minggu Serangan singkat Gejala malam < 2 kali/bulan Faal paru normal di luar serangan Tahap II : Persiten Ringan
Persisten
Persisten
Gejala > 1 kali/minggu, tetapi
Ringan
Sedang
Tahap II : Persisten Sedang
Persisten
Persisten Berat
Persisten Berat
Gejala setiap hari
Sedang
Persisten Berat
Persisten Berat
< 1 kali/hari Gejala malam > 2 kali/bulan, tetapi < 1 kali//minggu Faal paru normal di luar serangan
Serangan mempengaruhi aktivitas dan tidur Gejala malam > 1 kali/minggu 60%
Persisten Berat
16
5. Tingkat Kontrol Asma Menurut Global Strategy For Asthma Management and Prevention (GINA), seseorang penyandang asma dikatakan terkontrol apabila memiliki 6 kriteria yaitu tidak atau jarang mengalami gejala asma, tidak pernah terbangun dimalam hari karena asma, tidak pernah atau jarang menggunakan obat pelega, dapat melakukan aktivitas dan latihan secara normal atau mendekati normal, dan tidak pernah atau jarang mengalami asma (Global Initiative for Asthma (GINA), 2016).
Tabel 2.3 Derajat Kontrol Asma Kriteria Penilaian
Terkontro (Semua
Terkontrol Sebagian
Penilaian)
(Minimal
Tidak Terkontrol
Salah
Satu) Gejala harian/siang
Kurang dari 2 kali
Lebih dari dua kali
Didapatkan tiga atau
per minggu
perminggu
lebih kriteria
Gangguan aktivitas
Tidak ada
Kadang
terkontrol sebagian
Gejala malam/terbangun
Tidak ada
Kadang
dalam seminggu
Penggunaan obat pelega
Kurang dari 2 kali
Lebih dari dua kali
per minggu
perminggu
Normal
<80% prediksi atau
Fungsi
paru
(PFR
atauVEP1)
nilai
terbaik
(jika
diketahui) Sumber : (Global Initiative for Asthma (GINA), 2016)
Ada berbagai faktor berperan dalam mempengaruhi tingkat kontrol asma seperti usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, merokok, asma derajat berat, penggunaan obat kortikosteroid yang salah, genetik, penyakit komorbid (rhinitis alergi), kepatuhan berobat yang buruk, pengetahuan mengenai asma
dan berat badan berlebihan (Atmokol, 2011).
Mengevaluasi kontrol asma membutuhkan suatu metode yang sederhana
17
dan praktis bukan saja untuk membantu petugas kesehatan tetapi juga berguna untuk penelitian. Kriteria ideal alat ukur asma adalah sederhana, praktis, bermanfaat, dapat diaplikasikan oleh pasien, petugas kesehatan dan penelitian, serta mampu merefleksikan kontrol asma jangka panjang, bersifat diskriminatif dan menunjukan respon terhadap perubahan (Kusumawati, 2010). Penilain yang telah divalidasi untuk menilai kontrol klinis asma menghasilkan tujuan sebagai variabel kontinu serta menyediakan nilai numerik untuk membedakan tingkat kontrol yang berbeda-beda. Contoh instrumen yang telah divalidasi adalah Asthma Control Test (ACT), Asthma Control Questionnare (ACQ) dan Asthma Control Scoring System (ACSS), Childhood Asthma Control Test (C-ACT), Asthma Theraphy Assesment Questionnare (ATAQ). Instrumen-instrumen berupa kuesioner dengan atau tanpa pemeriksaan fungsi paru ini memiliki potensi meningkatkan pemeriksaan kontrol asma, menyediakan pemeriksaan uang objektif dan dapat dilakukan berulangkali yang dapat ditulis dalam lembar kemajuan dalam waktu tertentu. Selain itu untuk dapat mengukur dengan cepat dan tepat diperlukan suatu alat ukur yang dapat digunakan secara akurat (National Heart Lung and Blood Institute (NHLBI), 2007). Berdasarkan beberapa alat ukur yang digunakan untuk menilai tingkat kontrol asma, kuesioner yang paling sering digunakan yaitu kuesioner Asthma Control Test (ACT) (Pradnyawati, 2014). Kontrol asma dengan ACT dapat dilakukan dengan cara yang mudah, efektif dan efisien.
18
Asth Control Test (ACT) adalah suatu uji skrening berupa kuisioner tentang penilain klinis seseorang pasien asma untuk mengetahui asmanya terkontrol atau belum. Kuisioner ini didesain untuk pasien berumur ≥ 14 tahun. Metode ini dilakukan dengan cara meminta pasien untuk menjawab lima pertanyaan mengenai penyakit mereka. Setiap pertanyaan mempunyai lima jawaban dan pnilaian dari asma terkontrol sebagai berikut. Skor jawaban dari kelima pertanyaan itu 25 artinya asmanya sudah terkontrol secara total, skor 20 sampai 24 berati asmanya terkontrol baik, skor jawaban kurang dari atau sama dengan 19 berati asmanya tidak terkontrol (Nurdiansyah, 2013). Tabel 2.4 Kuisioner Asthma Control Test (ACT) No 1
Skoring
Pertanyaan Dalam 4 minggu
1
2
Selalu
Sering
terakhir, seberapa sering
3 Kadang-
4
5
Jarang
Tidak
kadang
pernah
penyakit asma mengganggu Anda dalam melakukan pekerjaan sehari-hari di kantor, di sekolah, atau di rumah ? 2
Dalam 4 minggu
Lebih dari
1 kali
3-6 kali
1-2 kali
Tidak
terakhir, seberapa sering
1 kali
sehari
seminggu
seminggu
pernah
Anda mengalami sesak
sehari
napas ? 3
Dalam 4 minggu
4 kali atau
1-2 kali
1 kali
1-2 kali
Tidak
terakhir, seberapa sering
lebih
seminggu
seminggu
sebulan
pernah
gejala asma (bengek,
seminggu
batuk-batuk, sesak napas, nyeri dada atau rasa
19
No
Skoring
Pertanyaan
1
2
3
4
5
tertekan di dada) menyebabkan Anda terbangun di malam hari atau lebih awal dari biasanya ? 4
Dalam 4 minggu
> 3 kali
1-2 kali
2-3
< 1 kali
Tidak
terakhir, seberapa sering
sehari
sehari
seminggu
seminggu
pernah
Bagaimana penilaian
Tidak
Kurang
Cukup
Terkontol
Terkontol
Anda terhadap tingkat
terkontrol
terkontrol
terkontrol
dengan
penuh
kontrol asma Anda
sama
Anda menggunakan obat semprot darurat atau obat oral untuk melegakan pernapasan ? 5
baik
sekali SKOR TOTAL : Penilaian: < 19 Tidak Terkontrol, 20-24: Terkontrol Baik, 25 Terkontrol Total Donell MD., Aron, 2009. Measuring Asthma Contol with Patient-Completed Questiinnaires
Lembar observasi penurunan gejala asma, digunakan untuk mengidentifikasi tingkat keparahan pasien asma yang mengukur gejala asma selama seminggu. Keparahan pasien asma akan terlihat bedasarkan nilai total skor yang diperoleh, semakin besar total skor yang diperoleh maka gejala asma yang dialami dalam rentang waktu yang diukur semankin parah, sebaliknya semakin kecil nilai total skor gejala asma yang diperoleh maka semakin kecil tingkat keparahan gejala asma yang dialami dalam rentang waktu yang diukur (Nurdiansyah, 2013).
20
Tabel 2.5 Lembar Observasi Gejala Asma Gejala
Tingkatan
Batuk
Tidak pernah batuk (0) Kadang-kadang batuk tapi tidak mengganggu aktivitas (1) Sering batuk dan mengganggu aktivitas (2)
Sesak napas/ susah bernapas
Tidak pernah sesak napas/susah bernapas (0) Sedikit mengalami sesak napas/susah bernapas tapi tidak mengganggu aktivitas (1) Sangat sesak napas/susah bernapas dan mengganggu aktivitas (2)
Bernapas dengan suara wheeze
Tidak pernah bernapas dengan suara wheeze (0)
(ngik....ngik....)
Kadang-kadang bernapas dengan suara wheeze tapi tidak mengganggu aktivitas (1) Sering bernapas dengan suara wheeze dan mengganggu aktivitas (2)
Rasa tertekan di dada
Tidak ada rasa tertekan di dada (0) Sedikit ada rasa tertekan di dada (1) Dada sangat tertekan (2)
Gangguan tidur karena batuk,
Tidak pernah menalami gangguan tidur (0)
sesak napas/susah bernapas
Pernah 1 kali terbangun dari tidur dengan batuk atau sesak napas/susah bernapas (1) 2-3 atau lebih terbangun dari tidur dengan batuk atau sesak napas/susah bernapas (2)
Sumber : (Mardhiah, 2009)
6. Faktor Risiko Risiko berkembangnya asma merupakan interaksi antara faktor pejamu (host factor) dan faktor lingkungan. Faktor pejamu disini termasuk predisposisi genetik yang mempengaruhi untuk berkembangnya asma, yaitu genetik asma, alergi (atropi), hipereaktivitas bronkus, jenis kelamin, usia dan ras. Untuk pembagian usia menurut Depkes (2009) yaitu : 17-25
21
(remaja akhir), 26-35 dewasa awal), 36-45 (dewasa akhir), dan 46-55 (lansia awal). Menurut (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2013) ada kecenderungan prevalensi penyakit asma meningkat dengan bertambahnya umur disertai salah satu atau lebih gejala: mengi dan sesak napas berkurang atau menghilang dengan pengobatan, sesak napas berkurang atau menghilang tanpa pengobatan dan sesak napas lebih berat dirasakan pada malam hari atau menjelang pagi dan jika pertama kali merasakan sesak napas saat berumur <40 tahun. Usia serangan asma terbanyak berada pada rentang umur 25-34 tahun sejumlah 5,7 per mil. Disamping itu terjadi penurunan fungsi paru-paru dan peradangan jalan nafas seiring dengan peningkatan usia (Aini, 2008). Jenis kelamin juga salah satu faktor risiko terjadinya asma. secara klinis, kejadian asma banyak terjadi pada perempuan daripada laki-laki. Hal ini sejalan dengan penelitian Ungaran (2016) yang menyatakan bahwa prevalensi asma bronkial yang tinggi pada perempuan disebabkan oleh kadar hormon estrogen yang beredar dalam tubuh dapat menimbulkan degranulasi eosinofil sehingga memudahkan terjadinya serangan asma. Kadar estrogen yang tinggi dapat berperan sebagai substansi proinflamasi (membantu/memicu inflamasi) terutama mempengaruhi sel mast, dimana sel mast merupakan sel yang berperan dalam memicu reaksi hipersensitivitas
22
dengan melepaskan histamin dan mediator inflamasi lainnya, sehingga memperberat morbiditas asma bronkial pada pasien perempuan. Penelitian ini juga didukung oleh Duyen F (2013) di beberapa rumah sakit dan BBKPM juga didapatkan penderita asma perempuan (66,67%) lebih banyak dibandingkan laki-laki (33,3%). Angka kejadian asma lebih sering terjadi pada perempuan setelah purbertas disebabkan kaliber jalan napas lebih kecil dan berhubungan dengan hormon estrogen. Faktor
lingkungan
mempengaruhi
individu
dengan
kecendrungan/predisposisi asma untuk berkembang menjadi
asma,
menyebabkan terjadinya eksaserbasi dan atau menyebabkan gejalagejala asma menetap yaitu alergen, sensitivitas lingkungan kerja, asap, rokok, polusi udara, infeksi pernapasan (virus), diet, status sosioekonnomi dan besarnya keluarga (PDPI, 2009)
7. Penatalaksanaan Tujuan
penatalaksanaan
asma
adalah
meningkatkan
dan
mempertahankan kualitas hidup agar penderita asma dapat hidup normal tanpa hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-hari (Firdaus, 2011). Pada penderita asma dapat dikontrol dengan pemberian obat-obat yang benar. Obat-obat yang dapat mengontrol asma antar lain : inhalasi, kortikosteroid sistemik, sodium kromolin, sodium medkromil, dan teofilin (Ramadhian, 2012).
23
Penatalaksanaan
asma
bronkial
dengan
pemberian
terapi
farmakologi dapat membantu mengurangi atau meredakan serangan asma, seperti terapi bronkodilator dan kortikosteroid. Kombinasi kedua obat tersebut (Long acting ß2 agonist+inhaled kortikosteroid) terbukti efektif untuk menangani penyakit asma bronkial karena kedua obat ini dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki fungsi paru. Selain itu kombinasi ICS/long acting ß2 agonis lebih banyak disukai orang dewasa (Fm, M, Greenstone, dan Tj, 2010). Hasil penelitian Higashi, Zhu, Stafford, dan Alexander (2011), terjadi
peningkatan
penggunaan
steroid
inhalasi
dan
kombinasi
steroid/long acting β2-agonis digunakan bertepatan dengan penurunan morbiditas dan mortalitas asma. Selain itu menurut Bedouch, Marra, FitzGerald, Lynd, & Sadatsafavi, (2012) bahwa pemberian farmakologi seperti kombinasi terapi inhalasi kortikosteroid/long acting beta-agonist telah menjadi komponen penting dari biaya asma. Internasional Consensus Report on Diagnosis and Management of Asthma
menrekomendasikan
enam
cara
untuk
mengoptimalkan
penatalaksanaan asma, yang sangat terkait satu sama lain, yaitu : a. Penyuluhan kepada pasien dan keluarganya untuk membina kerjasama dan penatalaksanaanya b. Penilaiaan dan pemantauan beratnya asma bedasarkan gejala dan pemeriksaan fungsi paru c. Mencegah atau mengendalikan faktor pencentus
24
d. Merencanakan pengobatan jangka panjang e. Menetapkan rencana individu dalam mengatasi eksasebasi f. Menyelenggarakan pemantauan secara berkala (Ramadhian, 2012). B. Konsep Kebutuhan Dasar menurut Maslow dan Teori Self Care Orem Hirarki kebutuhan dasar manusia menurut Maslow adalah sebuah teori yang dapat digunakan perawat untuk memenuhi hubungan antara kebutuhan dasar manusia pada saat memberikan perawatan.
Menurut konsep ini,
beberapa kebutuhan manusia tertentu lebih besar daripada kebutuhan lainya, oleh karena itu kebutuhan dasar harus dipenuhi sebelum kebutuhan lainnya. Kebutuhan dasar manusia adalah hal-hal seperti oksigen, cairan, nutrisi, temperatur, eliminasi, tempat tinggal, istirahat, dan seks yang merupakan hal penting untuk bertahan hidup dan kesehatan. Oksigen merupakan kebutihan fisiologis yang paling penting. Tubuh tergantung pada oksigen dari waktu ke waktu untuk bertahan hidup. Untuk memenuhi oksigen dalam tubuh, manusia harus dapat bernapas secara normal (Potter & Perry, 2005). Dorothea Orem (1971) mengembangkan konsep tentang self care yang didefiinisikan sebagai keperawatan yang menekankan pada kebutuhan klien tentang perawatan diri sendiri. Teori self care Orem merupakan teori keperawatan yang secara umum dibentuk nerdasarkan tiga hal berikut : 1. Teori self care menggambarkan kenapa dan bagaimana seseorang merawat dirinya sendiri
25
2. Teori self care menggambarkan dan menjelaskan kenapa dapat dibantu melalui keperawatan 3. Teori self care merupakan teori sistem keperawatan yang menggambarkan dan menjelaskan hubungan yang harus dibawa dan dipelihara untuk keperawatan yang akan menghasilkan sesuatu (Nurdiansyah, 2013). Teori self care yang dikembangkan oleh Dorothea E. Orem memiliki sesuatu teori sistem yang dinamakan sistem dukungan edukatif, hal ini berkaitan peran seorang perawat sebagai edukator yang bertindak mengatur penelitian dan pengembangan self-care klien, pada akhirnya klien dapat menyempurnakan self-care-nya tersebut (Nurdiansyah, 2013). C. Teknik Pursed Lips Breathing 1. Pengertian Pursed lips breathing adalah latihan pernafasan dengan menghirup udara melalui hidung dan mengeluarkan udara dengan cara bibir yang lebih dirapatkan dengan waktu ekspirasi yang dipanjangkan. Pernafasan dengan bibir dirapatkan, yang dapat memperbaiki transpor oksigen, membantu untuk mengontrol pola nafas lambat dan dalam, dan membantu pasien untuk mengontrol pernafasan, bahkan dalam keadaan stress fisik. Tipe pernafasan ini membantu mencegah kolaps jalan sekunder terhadap kehilangan elastisitas paru (Smeltzer & Bare, 2007). Pursed lips breathing adalah suatu latihan bernafas yang terdiri dari dua mekanisme yaitu inspirasi secara kuat dan dalam serta ekspirasi aktif dan panjang (Widiyani, 2015).
26
2. Manfaat Manfaat dari pursed lips breathing adalah membantu pasien dalam memperbaiki transpor oksigen, mengatur pola nafas lambat dan dalam, membantu pasien untuk mengontrol pernafasan, mencegah kolaps dan melatih otot-otot ekspirasi untuk memperpanjangkan ekshalasi, dan meningkatkan tekanan jalan napas selama ekspirasi dan mengurangi jumlah udara yang terjebak (Smeltzer & Bare, 2007). Pursed Lips Breathing
dapat
meningkatkan
aliran
udara
ekshalasi
dan
mempertahankan kepatenan jalan napas yang kolaps selama ekshalasi. Proses ini membantu menurunkan pengeluaran udara yang terjebak sehingga dapat mengontrol ekspirasi dan memfasilitasi pengosongan alveoli secara maksimal (Widiyani, 2015). Latihan pernapasan pada klien asma sebaiknya dilakukan dengan teratur karena dapat meningkatkan ventilasi paru pada klien asma sehingga gejala asma dapat dikurangi (Nurdiansyah 2013). Menurut penelitian dilakukan oleh Ciptarini (2015), bahwa semakin sering melakukan olah pernapasan maka frekuensi serangan asma akan semakin jarang terjadi. 3. Langkah-langkah Teknik Pursed Lips Breathing Teknik latihan pernapasan yang menggunakan teknik pursed lips breathing memberikan manfaat subjektif pada penderita yaitu mengurangi sesak, rasa cemas dan tegang karena sesak, pernapasan puesed lips breathing dapat dilakukan dalam keadaann tidur atau duduk dengan
27
menhirup udara dari hidung dan mengeluarkan udara dari mulut dengan mengatupkan bibir (Smeltzer & Bare, 2007). Berikut adalah langkah-langkah melakukan pursed lips breathing (Smeltzer & Bare, 2007) : a. Anjurkan pasien untuk rileks dan berikan posisi yang nyaman untuk dirinya b. Berikan instruksi pada pasien untuk menghirup napas melalui hidung sambil melibatkan otot-otot abdomen mengitung sampai 3 seperti saat menghirup wangi dari bunga mawar.
Gambar 2.1 Menghirup napas
c. Berikan instruksi pada pasien untuk menghembuskan dengan lambat dan rata melalui bibir yang dirapatkan sambil mengencangkan otototot abdomen (merapatkan bibir meningkatkan tekanan intratrakeal; menghembuskan melalui mulut memberikan tahanan lebih sedikit pada udara yang dihembuskan)
28
Gambar 2.2 Menghembuskan napas
d. Hitung hingga 7 sambil memperpanjang ekspirasi melalui bibir yang dirapatkan seperti sedang meniup lilin. Melakukan pursed lips breathing sambil duduk : a. Anjurkan pasien untuk duduk dengan rileks b. Anjurkan pada pasien untuk melipat tangan di atas abdomen
c. Berikan instruksi pada pasien untuk menghirup nafas melalui hidung sampai hitungan 3 dan hembuskan nafas melalui bibir yang dirapatkan sambil menghitung hingga hitungan 7 (Smeltzer & Bare, 2007). Program pelaksanakan pursed lips breathing yang dapat dilakukan yakni dengan latihan secara rutin selama 4 minggu, dimana dalam 1 minggu dapat dilakukan latihan selama 3 kali latihan pursed lips breathing. Durasi yang dapat dilakukan di setiap melakukan pursed lips breathing menurut (Widiyani, 2015) adalah: a. Minggu pertama dilakukan pursed lips breathing selama 10 menit selama 3 kali latihan
29
b. Minggu kedua dilakukan pursed lips breathing selama 15 menit selama 3 kali latihan c. Minggu ketiga dilakukan pursed lips breathing selama 20 menit selama 3 kali latihan d. Minggu keempat dilakukan pursed lips breathing selama 25 menit selama 3 kali latihan. Menurut (Imania, 2014), hal–hal yang harus diperhatikan selama pelaksanaan teknik pursed lips breathing adalah sebagai berikut : a. Selama proses pelaksanaan, mintalah subjek untuk merasakan, membayangkan dan fokus pada udara yang keluar dan masuk paruparunya. b. Penempatan tangan terapis atau pasien di atas abdomennya adalah untuk memastikan agar pasien tidak melakukan nafas dalam/deep inspiration dan tidak menggunakan otot perutnya ketika ekspirasi, yang bisa menyebabkan ekspirasi paksa. c. Hentikan pelaksanaan teknik ini jika menimbulkan pusing (dizzy), berkunang - kunang (light-headed) dan sangat gelisah (overly anxious) mintalah subjek untuk segera kembali bernafas seperti biasa. d. Tidak setiap subjek dapat melakukannya dengan durasi inspirasi 2 detikdan ekspirasi 4 detik (rasio 1:2) sesuaikan dengan kemampuan dan kondisi pasien. e. Prolonged ekspirasi ini adalah bertujuan untuk memperlambat irama pernafasan dan mengeluarkan jebakan udara dalam paru.
30
f. Jika dianggap perlu dapat menggunakan bantuan manuver, sebelum ekspirasi cepitkan hidung dengan jemari atau pencepit hidung untuk memastikan ekspirasi hanya melalui mulut. g. Pastikan pasien cukup santai/hindari ketegangan dan minta pasien jangan memaksakan atau mendorong udara keluar dari mulutnya dan harus dilakukan tanpa mengerahkan tenaga. Udara yang keluar justru diperlambat oleh posisi mulut yang mengkerut/posisi bersiul dan bukan didorong keluar. h. Jangan terlalu kecil mengerutkan mulut karena akan membuat udara yang keluar menjadi sulit sehingga pasien terpaksa mengerahkan tenaga i. Untuk memastikan kadar tekanan udara yang keluar dari mulut tidak terlalu kuat, dapat menggunakan cara sebagai berikut; nyalakan lilin 4 sampai 6 inci di depan mulut, lalu minta pasien melakukan teknik Pursed Lip Breathing, jika nyala api lilin hanya bergoyang atau berkedip dan tidak mati, berarti kadar tekanan udara yang keluar dari mulut benar / tidak terlalu kuat. j. Kesalahan yang sering terjadi sebelum memulai teknik Pursed Lip Breathing adalah ketika pasien hendak memulai ekspirasi, justru yang terjadi adalah kekakuan pada bibir sehingga pasien harus mengerahkan tenaga untuk mengeluarkan udara dari mulutnya sehingga tekanan obstruktif ini diteruskan ke belakang sepanjang jalan nafas secara berlebihan dan pasien merasa justru sesaknya bertambah buruk.
31
4. Fisiologi Teknik Pursed Lips Breathing Saat melakukan pursed lips breathing maka akan terjadi peningkatan tahanan udara dan kepatenan jalan nafas. Proses ini membantu menurunkan pengeluaran air trapping, sehingga dapat mengontrol ekspirasi dan memfasilitasi pengosongan alveoli secara maksimal (Aini, 2008). Adanya fasilitas pengosongan alveoli secara maksimal akan meningkatkan peluang masuknya oksigen kedalam ruang alveolus, sehingga proses difusi dan perfusi berjalan dengan baik. Meningkatnya transfer oksigen ke jaringan dan otot-otot pernafasan akan menimbulkan suatu metabolisme aerob yang akan menghasilkan suatu energi (ATP). Energi ini dapat meningkatkan kekuatan otot-otot pernafasan sehingga proses pernafasan dapat berjalan dengan baik, dengan proses pernafasan yang baik akan mempengaruhi terhadap arus puncak ekpirasi yang meningkat pula (Guyton & Hall, 2007). Koordinasi yang dilakukan saat inspirasi dan ekspirasi akan membuat subjek menyadari keluar masuknya udara dari mulut, sehingga dapat mengatur irama pernafasan menjadi lebih teratur. Teknik Pursed Lip Breathing secara sederhana akan memberikan sedikit tekanan/pembebanan obstruksi saat udara keluar dari mulut, dimana tekanan ini akan diteruskan ke belakang sepanjang saluran pernafasan untuk membantu saluran nafas tetap terbuka dan mencegah kolap saat ekspirasi. Irama pernafasan yang disadari dan teratur ini akan menurunkan frekuensi pernafasan / RR, dan meningkatkan jumlah udara yang masuk ke paru dan alveolus, karenapola
32
pernafasan yang cepat sangat merugikan karena banyak energi yang terbuang akibat turbulensi udara, sementara pola nafas yang dangkal juga sangat merugikan karena banyak pula energi yang terbuang akibat adanya faktor ventilasi ruang rugi (ventilating deat space). Ventilasi ruang rugi ini terjadi karena pertukaran gas dalam sistem pernafasan hanya terjadi di bagian terminal jalan nafas, maka gas yang menempati bagian lain sistem pernafasan tidak tersedia untuk pertukaran gas/difusi dengan darah kapiler paru. Ekspirasi yang lebih lama dari inspirasi ini (prolonged expiration) akan meningkatkan waktu difusi dan keseimbangan oksigen dikapiler darah paru dan alveolus(pada kondisi normal istirahat tidak hamil, berlangsung 0.25 detik dari total waktu kontak selama 0.75 detik, sedangkan pada wanita hamil, waktu difusi menjadi lebih singkat akibat adanya hiperventilasi dan nafas cepat). Prolonged ekspiarasi ini juga akan menurunkan frekuensi pernafasan dan membantu mengeluarkan jebakan udara dalam paru sehingga memungkinkan udara segar dapat memasuki paru (Imania, 2014). D. Pursed Lips Breathing dengan Meniup Balon Aktivitas meniup dapat dianalogikan dengan latihan napas dalam (pursed lips breathing), merupakan suatu aktivitas yang memerlukan inhalasi lambat dan dalam untuk mendapatkan efek terbaik. Teknik relaksasi dengan meniup balon dapat membantu otot intercosta mengelevasikan otot diafragma dan costa. Hal ini memungkinkan untuk menyerap oksigen, mengubah bahan yang masih ada dalam paru dan
33
mengeluarkan karbondioksida dalam paru. meniup balon sangat efektif untuk membantu ekpansi paru sehingga mampu mensuplay oksigen dan mengeluarkan karbondioksida yang terjebak dalam paru (Tunik, 2017). Alat yang digunakan berupa balon. Cara meniupnya menggunakan teknik pursed lips breathing, yaitu bernapas dalam dan ekhalasi melalui mulut, dengan mulut dimonyongkan atau mencucu dan dikerutkan sehingga yang tadi balonnya mengempes setelah ditiup menjadi mengembang karena terisi udara. Meniup dilakukan terus menerus sebanyak 30 kali dalam rentang 10-15 menit dan setiap diselingi dengan istirahat (napas biasa). Posisi saat meniup balon adalah duduk atau bersandar dengan posisi setengan duduk diatas tempat tidur atau kursi (Sutini, 2011).
34
E. Kerangka Teori Gejala Asma: Batuk, sesak napas, Pasien Asma
mengi, rasa berat di dada, dan veriabiliti berkaitan dengan cuaca
Pursed Lips Breathing dengan modifikasi tiup balon
Gejala Asma: Batuk, sesak napas, mengi, dan rasa berat di dada ↓
Kebutuhan oksigen terpenuhi
Kebutuhan dasar manusia: oksigen, cairan, nutrisi, temperatur, eliminasi, tempat tinggal, istirahat dan seks Gambar 2.3 Bagan Kerangka Teori GINA (2016), PDPI (2006), dan Maslow dalam Potter & Perry (2005)
35
F. Kerangka Konsep Kerangka konsep meggambarkan variabel independen yaitu pursed lips breathing dengan modifikasi tiup balon, variabel dependen yaitu penurunan gejal asma, dan variabel perancu yang dikontrol yaitu usia dan konsumsi obat. Melalu kerangka konsep ini diharapkan pembaca dengan mudah memahami apa yang menjadi fokus utama penelitian, variabel – variabel yang diteliti dan luaran dari penelitian. Variabel Dependent
Variabel Independent
Pursed Lips Breathing dengan Gejala Asma
modifikasi Tiup Balon
Variabel Confondence
− Usia − Konsumsi Obat Gambar 2.4 Bagan Kerangka Konsep
Keterangan :
= Diteliti
= Tidak Diteliti
36
G. Hipotesis Hipotesis adalah pernyataan awal peneliti mengenai hubungan antar variable yang merupakan jawaban peneliti tentang kemungkinan hasil peneliti (Kelan, 2015). Dari penelitian ini, peneliti merumuskan hipotesis sebagai berikut : 1. Ada perbedaan rerata gejala asma
sebelum dan sesudah diberikan
intervensi teknik pursed lips breathing dengan modifikasi tiup balon.
BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitan ini merupakan quasi experiment dengan rancangan penelitian pre and post test nonequivalent control group. Pada penelitian ini, peneliti tidak melakukan randominasi, sehingga karakteristik sampel antara kelompok perlakukan dan kontrol ditentukan dengan kriteria inklusi sesuai dengan karateristik antar kelompok (Dharma, 2015)
R1
:
01
X1
O2
R2
:
01
X0
O2
R
Gambar 3.1 Bagan Rencana Penelitian
Keterangan : R
: Responden penelitian.
R1
: Responden kelompok perlakuan.
R2
: Responden kelompok kontrol.
O1
: Pre Test pada kedua kelompok sebelum diterapkannya teknik pursed lips breathing dengan modifikasi tiup balon terhadap gejala asma pada pasien asma.
37
38
O2
: Post Test pada kedua kelompok setelah diterapkannya teknik pursed lips breathing dengan modifikasi tiup balon terhadap gejala asma pada pasien asma
X1
: Intervensi pada kelompok perlakuan sesuai protocol.
X0
: Kelompok control tanpa intervensi.
B. Populasi dan Sempel 1. Populasi Populasi adalah unit dimana suatu penelitian akan di terapkan (digeneralisir), idealnya penelitian di lakukan pada populasi, karena dapat melihat gambaran seluruh populasi sebagai unit dimana hasil penelitian akan di terapkan (Kelana, 2015). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penderita asma di Wilayah Kerja Puskesmas Palaran Samarinda. 2. Sampel Sampel adalah sekelompok individu yang merupakan bagian dari populasi terjangkau dimana peneliti langsung mengumpulkan data atau melakukan pengamatan/pengukuran pada unit ini (Kelana, 2015). Sampel dalam penelitian ini adalah responden yang memenuhi kriteria inklusi yaitu sebanyak 12 responden dan telah menandatangani informed consent. Adapun kriteria inklusi dan ekslusi adalah sebagai berikut : Kriteria Inklusi : a. Responden menderita asma ≥ 1 tahun b. Penderita asma mengkonsumsi obat asma
39
c. Responden berusia 17-65 tahun d. Responden yang tidak penyakit jantung e. Responden menderita asma intermiten dan persistem ringan Kriteria Eksklusi : a. Responden mengalami serangan berat saat penelitian dilaksanakan b. Responden yang memiliki keluhan lainnya c. Responden mengundurkan diri saat penelitian dilaksanakan d. Responden yang tidak kooperatif saat penelitian dilaksanakan 3. Teknik Sampling Tehnik sampling adalah suatu cara yang ditetapkan peneliti untuk menentukan atau memilih sejumlah sampel dan populasinya (Dharma, 2015). Tehnik sampling yang digunakan dalam penelitian ini yaitu consecutive sampling yaitu suatu teknik pemilihan sampel yang digunakan dengan memilih semua individu yang ditemui dan memenuhi kriteria pemilihan sampai jumlah sampel yang diinginkan terpenuhi. 4. Besar Sampel Penelitian ini termasuk penelitian analitik numerik berpasangan sehingga rumus yang digunakan untuk menentukan besar sampel sebagai berikut: 2𝜎 2 (𝑍1− 𝛼 / 2 + 𝑍1 − 𝛽 ) 2 N= (𝜇1 − 𝜇2 ) 2 Keterangan : N
: Jumlah sampel kelompok yang mendapat intervensi
40
Σ
: Estimasi standar deviasi dari beda mean kedua kelompok berdasarkan literatur.
σ2
: Estimasi varian kedua kelompok berdasarkan literatur yang dihitung, dengan hasil 1/2 (1,202 + 1,482) = 1,815.
Z1-α/2
: Standar normal deviasi untuk α (level of significant α = 0,05 yaitu 1,96). : Standar normal deviasi untuk β (power of test β = 95% yaitu
Z1-β
1,282). µ1
: Nilai mean kelompok kontrol yang didapat dari literatur atau berdasarkan pengalaman peneliti 8,764 (Astuti, 2014).
µ2
: Nilai mean kelompok ujicoba yang didapat dari pendapat peneliti 6,764 (Astuti, 2014).
µ1- µ2
: Beda mean yang dianggap bermakna secara klinik antara kedua kelompok. Parameter yang berasal dari penelitian sebelumnya adalah
S
(simpangan baku), sedangkan yang ditetapkan peneliti adalah Z1-α/2 dan Z1-β dan µ1- µ2. Adapun besar sampelnya yaitu : n=
2𝜎 2 (𝑍1− 𝛼 / 2 + 𝑍1 − 𝛽 ) 2 (𝜇1 − 𝜇2 ) 2
2(1,815)(1,96 + 1,282)2 n= (8,764 − 6,764)2 n=
2(1,815)(10,51) (4)
41
n = 9,53775 n = 10 responden Dalam
penelitian
ini
peneliti
menggunakan
koreksi
atau
penambahan jumlah sampel berdasarkan prediksi sampel drop out dari penelitian. Adapun perhitungan yang digunakan adalah : n′ =
𝑛 1−𝑓
keterangan : n’
:
Besar sampel setelah dikoreksi.
N
:
Jumlah sampel berdasarkan estimasi sebelumnya : 10 responden.
F
:
Prediksi persentase sampel drop out : 15% = 0,15
n′ =
𝑛 1−𝑓
n′ =
10 1 − 0,15
n′ =
10 0,85
n′ = 11, 7647 = 12 responden. Jadi jumlah sampel keseluruhan setelah dikoreksi yaitu 12 responden. C. Tempat dan Waktu 1. Waktu Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan April s.d Mei 2018
42
2. Tempat Penelitian ini akan di laksankan di Puskesmas Palaran Samarinda D. Variabel Penelitian 1. Variabel Independen Variabel independen dalam penelitian ini yaitu variabel intervening.
2. Variabel Intervening Variabel Intervening (antara) dalam penelitian ini yaitu pursed lips breathing dengan modifikasi tiup balon.
3. Variabel Dependen Variabel dependen dalam penelitian ini yaitu gejala asma. E. Definisi Operasional Tabel 3.1 Definisi Operasional No
Variabel
Definisi Operasional
Alat Ukur
Hasil Ukur
Skala
1
Pursed Lips
Pursed Lips Breathing
SOP
-
-
Breathing dengan
dengan Modifikasi Tiup
Modifikasi Tiup
Balon yang dimaksud
Balon
penelitian ini adalah
Gejala asma dalam
Lembar
Skor gejala
Rasio
penelitian ini yaitu gejala
observasi
asma dengan
bernapas dalam dengan ekshalasi melalui mulut yang dimonyongkan atau mencucu dan dikerutkan, sehingga balon yang tadinya mengempes menjadi mengembang karena terisi udara 2
Gejala Asma
43
asma yang diderita
gejala asma
nilai 0-10
responden seperti batuk, sesak napas, wheezing, rasa tetekan di dada, tidur yang terganggu yang di observasi pada pasien asma
F. Instrumen Penelitian Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: 1.
Lembar observasi
2.
Timer
3.
Balon
4.
Pulpen
G. Uji Validitas dan Reliabilitas 1.
Uji Validitas Uji validitas dalam penelitian ini tidak dilakukan karena intrumen yang digunakan adalah instrumen baku.
2.
Uji Reliabilitas Uji reliabilitas dalam penelitian ini
tidak dilakukan karena
instrumen baku yaitu hasil uji reliabilitas dari penelitian sebelumnya sebesar 0,673 (Mardhiah, 2009).
44
H. Teknik Pengumpulan Data Tehnik pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan metode observasi. Pengumpulan data dilakukan dengan cara mengobservasi gejala asma pada responden sebelum dan setelah diberikan intervensi pursed lips breathing dengan modifikasi tiup balon. Sampel yang telah memenuhi kriteria inklusi terlebih dahulu diberikan pre test kemudian diberikan intervensi pursed lips breathing dengan modifikasi tiup balon selama 1 bulan dengan frekuensi 3 kali seminggu dan lama intervensi setiap latihan selama 15 menit. Setelah intervensi diberikan, pada minggu ke 4 diberikan post test. I. Analisis Data Analisis data dilakukan dengan menggunakan program aplikasi perangkat lunak komputer. 1. Analisa Data Univariat Analisis univariat dilakukan terhadap tiap variabel penelitian. Data numerik disajikan dengan menggunakan mean, median, dan standar deviasi sedangkan data kategorik menggunakan distribusi frekuensi. 2. Analisis Data Bivariat Analisis bivariat pada penelitian ini dilakukan terhadap dua variabel independen dan dependen, dengan menggunakan uji paired t test jika memenuhi syarat yaitu data terdistribusi normal. Uji normalitas data yang digunakan yaitu shapiro wilk. Jika data tidak terdistribusi normal, maka digunakan uji alternatif yaitu uji wilcoxon, sedangkan beda mean dari 2
45
hasil pengukuran pada kedua kelompok menggunakan uji Independent T Test dengan uji alternatif Mann Whitney. J. Etika Penelitian 1. Menghormati harkat dan martabat manusia (respect for human dignity) Penelitian harus dilaksanakan dengan menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia. Subjek memiliki hak asasi dan kebebasan untuk memilih ikut atau menolak penelitian (autonomy).Tidak ada paksaan dan penekanan tertentu agar subyek bersedia ikut dalam penelitian. Subjek dalam penelitian juga berhak mendapatkan informasi yang lengkap tentang pelaksanaan penelitian meliputi tujuan penelitian, manfaat penelitian, prosedur penelitian, resiko penelitian, keuntungan yang didapat dan kerahasian informasi. 2. Menghormati privasi dan kerahasian subyek (respect for privacy and confidentiality) Manusia sebagai subyek penelitian memiliki privasi dan hak asasi manusia untuk mendapatkan kerahasian informasi. Sehingga peneliti perlu merahasiakan berbagai informasi yang menyangkut privasi subyek yang tidak ingin identitas dan segala informasi tentang dirinya diketahui oleh orang lain. Prinsip ini dapat diterapkan dengan cara meniadakan identitas seperti nama, alamat subyek kemudian diganti dengan kode tertentu. Dengan demikian segala informasi yang menyangkut identitas subyek terekpos secara luas.
46
3. Menghormati keadilan dan inklusivitas (respect for justice inclusiveness) Prinsip keterbukaan dalam penelitian mengandung makna bahwa penelitian dilakukan secara jujur, tepat, cermat, hati-hati dan dilakukan secara profesional. Sedangkan prinsip keadilan mengandung makna bahwa penelitian memberikan keuntungan dan beban secara merata sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan subyek. 4. Memperhitungkan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan (balancing harm and benefits) Prinsip
ini
mengandung
makna
bahwa
setiap
penelitian
harus
mempertimbangkan manfaat yang sebesar-besarnya bagi subyek penelitian dan populasi dimana hasil penelitian akan diterapkan (beneficience). Kemudian meminimalisir risiko yang merugikan bagi subyek penelitian (nonmaleficience). Prinsip ini yang harus diperhatikan oleh peneliti ketika mengajukan usulan penelitian untuk mendapatkan persetujuan etik dari komite etik penelitian.
47
K. Alur Penelitian
Populasi Kriteria inklusi dan eksklusi Sampel
Informed consent
Setuju
Tidak Setuju
Stop Pre Test
Kelompok Intervensi
Kelompok Kontrol
Mendapatkan terapi obat dari Puskesmas dan diberikan Perlakuan Pursed Lips Breathing dengan Modifikasi Tiup Balon
Mendapatkan terapi obat dari Puskesmas
Post Test
Analisa Data
Pelaporan Gambar 3.2 Bagan Alur Penelitian
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kecamatan Palaran adalah salah satu bagian dari wilayah Kota Samarinda, berdasarkan PP No. 21 Tahun 1987, terdiri dari 5 Kelurahan, yaitu: Kelurahan Rawa makmur, Bukuan, Simpang Pasir, Handil Bakti, dan Bantuas. Batas Wilayah: 1) Sebelah Utara berbatasan dengan Sungai Mahakam 2) Sebelah Timur berbatasan dengan Sungai Mahakam 3) Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Sanga-sanga Kabupaten Kutai 4) Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Samarinda Seberang Namun wilayah kerja Puskesmas Palaran hanya membawahi 3 Kelurahan yaitu Rawa Makmur, Handil Bakti dan Simpang Pasir. Adapun luas wilayah kerja Puskesmas Palaran 128 Km2 yang dihuni oleh sekitar 32.853 jiwa terdiri dari laki-laki 17.310 jiwa dan perempuan sebanyak 15.543 jiwa yang tersebar di tiga kelurahan. Kepadatan penduduk 18.000 Jiwa/km2. Adapun jumlah kepala keluarga sebanyak 9.393 KK dengan adanya peningkatan jumlah RT menjadi 109 RT.
48
49
Fasilitas pelayanan kesehatan yang ada saat ini di Kecamatan Palaran terdiri dari 1 Puskesmas Induk, 1 Unit Rawat Inap dan 3 Unit Puskesmas Pembantu (Pusban Handil Bakti, Pusban Gotong Royong, dan Pusban Simpang Pasir) dilengkapi dengan 2 Poskesdes yang berada di kelurahan Simpang Pasir dan Handil Bakti dilengkapi dengan bidan desa perkelurahan. Disamping fasilitas pelayanan kesehatan tersebut, terdapat juga beberapa klinik atau Balai Pengobatan swasta yang umumnya dikelola dan untuk melayani masyarakat pekerja Badan-Badan Usaha Swasta (PerusahaanPerusahaan Swasta) dan juga adanya persiapan desa siaga. B. Hasil Penelitian 1. Analisis Univariat a. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin, Usia dan Tingkat Pendidikan Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Karakteristik Responden Kelompok 1 (Intervensi) dan Kelompok 2 (Kontrol)
No. 1.
2.
3.
Karakteristik Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Umur (Tahun) 17-25 26-35 36-45 46-55 56-65 Pendidikan Terakhir SD SMP SMA
Kelompok 1 N %
Kelompok 2 n %
3 9
25,0 75,0
6 6
50,0 50,0
1 4 1 6 0
8,3 33,3 8,3 50,0 0
2 1 2 6 1
16,7 8,3 16,7 50,0 8,3
1 1 8
8,3 8,3 66,7
3 1 6
25,0 8,3 50,0
50
Perguruan Tinggi 2 Total 12 Sumber: Analisis Data Primer, 2018 Tabel
4.1
menunjukkan
16,7 100,0
data
2 12
deskripsi
16,7 100,0
karakteristik
responden yang mencakup jenis kelamin, umur, dan pendidikan terakhir pada kelompok 1 dan kelompok 2. Dari tabel tersebut menunjukan bahwa pada kelompok 1 sebagian besar
responden
berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 9 orang ( 75,0 %) dan sebagian kecil responden berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 3 orang (25,0%), sedangkan pada kelompok 2 setengahnya responden berjenis kelamin laki-laki 6 orang (50,0 %) dan perempuan sebanyak 6 orang (50,0%). Pada karakteristik
responden berdasarkan usia pada
kelompok 1 setengahnya berusia 46-55 tahun sebanyak 6 orang (50,0%) dan sebagian kecil berusia 17-25 tahun sebanyak 1 orang (8,3%) dan berusia 36-45 tahun sebanyak 1 orang (8,3%), sedangkan pada kelompok 2 setengahnya berusia 46-55 tahun sebanyak 6 orang (50,0%) dan sebagian kecil berusia 26-35 tahun sebanyak 1 orang (8,3%) dan berusia56-65 tahun sebanyak 1 orang (8,3%), Karakteristik responden berdasarkan pendidikan terakhir pada kelompok 1 sebagian besar SMA sebanyak 8 orang (66,7%) dan sebagian kecil SD sebanyak 1 orang (8,3%) dan SMP sebanyak 1 orang (8,3%), sedangkan responden berdasarkan pendidikan
51
terakhir pada kelompok 2 setengahnya SMA yaitu sebanyak 6 orang (50,0%) dan dan sebagian kecil SMP sebanyak 1 orang (8,3%). b. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Gejala Asma Kelompok 1 (Intervensi) dan kelompok 2 (Kontrol) Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Gejala Asma pada Kelompok 1 (Intervensi)
Gejala Asma Pre Test Post Test Selisih Sumber: Analisis Data Primer, 2018
Mean 7,08 4,08 3,00
SD 0,996 0,996 0,739
n 12
Tabel 4.2 Distribusi frekuensi pada kelompok 1 menunjukkan nilai selisih mean dan standar deviasi antara pre test dan post test diberikan intervensi, pada gejala asma nilai selisih mean adalah 3,00 dan standar deviasi adalah 0,739. Bedasarkan nilai tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat selisih rerata gejala asma antara pre test dan post test diberikan intervensi pursed lips breathing dengan modifikasi tiup balon pada kelompok 1. Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Gejala Asma pada Kelompok 2 (Kontrol)
Gejala Asma Mean Pre Test 7,33 Post Test 6,83 Selisih 0,50 Sumber: Analisis Data Primer, 2018
SD 1,073 1,193 0,674
N 12
Tabel 4.3 distribusi frekuensi pada kelompok 2 menunjukkan nilai selisih mean dan standar deviasi antara pre test dan post test diberikan kontrol, pada gejala asma nilai selisih mean adalag 0,50 dan
52
standar deviasi adalah 0,674. Bedasarkan nilai tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat selisih rerata gejala asma antara pre test dan post test pada kelompok 2. 2. Analisis Bivariat a. Uji Persyaratan Analisis Tabel 4.4 Uji Normalitas Gejala Asma pada Kelompok 1(Intervensi) dan Kelompok 2 (Kontrol)
Gejala Asma Pre Test Post Test Selisih
Saphiro Wilk Test Kelompok 1 Kelompok 2 P P 0,080 0,146 0,080 0,023 0,020 0,002
Sumber: Analisis Data Primer, 2018 Tabel 4.4 Hasil uji normalitas menggunakan Shapiro-Wilk didapatkan nilai signifikan pada kelompok 1 pre test
perlakuan
sebesar 0,080 dan post test perlakuan sebesar 0,080, kedua data bernilai p>0,05 artinya data tersebut terdistribusi normal. Hasil uji normalitas didapatkan nilai signifikan pada kelompok 2 pre test perlakuan sebesar 0,146 (p>0,05) atau data terdistribusi normal dan post test perlakuan sebesar 0,023(p<0,05) atau data tidak terdistribusi normal. Sedangkan hasil uji normalitas didapatkan nilai signifikan pada selisih kelompok 1 sebesar 0,020 dan pada kelompok 2 sebesar 0,002, kedua data tersebut bernilai p<0,05 artinya data tidak terdistribusi normal.
53
b. Uji T Berpasaangan Tabel 4.5 Uji Beda Rerata Gejala Asma Pre Test dan Post Test pada Kelompok 1 (Intervensi) dan Kelompok 2 (Kontrol) Gejala Asma
n
Nilai
Pre Test
Post Test
Selisih
P
Kelompok 1 Kelompok 2
12 12
Mean±SD Median (Min – Maks)
7,08±0,996 7,50 (5-9)
4,08±0,996 7,00 (5-8)
3,00±0,739 0,00 (0-2)
<0,001 0,034
Sumber Nilai: Analisis Primer, 2018 Tabel 4.5 hasil menunjukkan nilai selisih Mean±SD gejala asma kelompok 1 sebesar 3,00±0,739, sedangkan pada kelompok 2 sebesar 0,00 (0-2). Berdasarkan data tersebut disimpulkan bahwa ada perbedaan rerata gejala asma pre test dan post test intervensi pada kelompok 1 dan kelompok 2. Tabel 4.5 hasil uji paired sample t-test menjukkan nilai p value pre test dan post test intervensi pada kelompok 1 sebesar <0,001 dan pada kelompok 2 menggunakan uji wilcoxon sebesar 0,034, (p value <0,05). Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa ada perubahan gejala asma pre test dan post test intervensi pada kelompok 1 dan kelompok 2.
54
c. Uji T Tidak Berpasangan Tabel 4.6 Uji Beda Rerata Gejala Asma Pre Test dan Post Test Intervensi pada Kelompok 1 (Intervensi) dan Kelompok 2 (Kontrol)
Gejala Asma Pre Test Kelompok 1 Kelompok 2 Post Test Kelompok 1 Kelompok 2 Selisih Kelompok 1 Kelompok 2
n
Nilai
Rerata
P
12 12
Mean±SD Mean±SD
7,08±0,996 7,33±1,073
0,560
12 12
Median (Min-Maks) Median (Min-Maks)
4,00 (3-6) 7,00 (5-8)
<0,001
12 12
Median (Min-Maks) Median (Min-Maks)
3,00 (2-4) 0,00 (0-2)
<0,001
Sumber Nilai: Analisis Primer, 2018
Berdasarkan tabel 4.6 menunjukkan pre test gejala asma pada kelompok 1 nilai Mean±SD sebesar 7,08±0,996 dan pada kelompok 2 sebesar 7,33±1,073, didapatkan hasil uji Independet T-test dengan p value sebesat 0,560 (p value >0,05). Sehingga dapat disimpulkan tidak terdapat perbedaan bermakna antara pre test kelompok 1 dan post test kelompok 2. Berdasarkan tabel 4.6 menunjukkan post test gejala asma pada kelompok 1 nilai Median (Min-Maks) sebesar 4,00 (3-6) dan pada kelompok 2 sebesar 7,00 (5-8), didapatkan hasil uji Mann-Whitney dengan p value sebesar <0,001 (p value <0,05). Sehingga dapat disimpulkan terdapat perbedaan bermakna antara post test kelompok 1 dan post test kelompok 2. Berdasarkan tabel 4.6 menunjukkan selisih gejala asma pada kelompok 1 nilai Median (Min-Maks) sebesar 3,00 (2-4) dan pada
55
kelompok 2 sebesar 0,00 (0-2), didapatkan hasil uji Mann-Whitney dengan p value sebesat <0,001 (p value <0,05). Sehingga dapat disimpulkan terdapat perbedaan bermakna antara selisih kelompok 1 dan selisih kelompok 2. C. Pembahasan 1. Karakteristik Responden a. Jenis Kelamin Hasil penelitian menunjukan bahwa jenis kelamin pada kelompok 1 (intervensi) dan kelompok 2 (kontrol) sebagian besar berjenis kelamin perempuan dengan persentase 62,5% dan kurang dari setengah berjenis kelamin laki-laki dengan presentase 37,5%. Secara teori, jenis kelamin adalah perbedaan antara perempuan dengan lakilaki secara biologis sejak seseorang lahir. Perbedaan biologis dan fungsi biologis laki-laki dan perempuan tidak dapat dipertukarkan diantara keduanya, dan fungsinya tetap dengan laki-laki dan perempuan pada segala ras yang ada di muka bumi (Hungu, 2007). Secara klinis, kejadian asma pada penelitian ini banyak terjadi pada perempuan daripada laki-laki. Hal ini sejalan dengan penelitian Ungaran (2016) yang menyatakan bahwa prevalensi asma bronkial yang tinggi pada perempuan disebabkan oleh kadar hormon estrogen yang beredar dalam tubuh dapat menimbulkan degranulasi eosinofil sehingga memudahkan terjadinya serangan asma. Kadar estrogen yang tinggi
dapat
berperan
sebagai
substansi
proinflamasi
56
(membantu/memicu inflamasi) terutama mempengaruhi sel mast, dimana sel mast merupakan sel yang berperan dalam memicu reaksi hipersensitivitas dengan melepaskan histamin dan mediator inflamasi lainnya, sehingga memperberat morbiditas asma bronkial pada pasien perempuan. Penelitian ini juga didukung oleh Duyen F (2013) di beberapa rumah sakit dan BBKPM juga didapatkan penderita asma perempuan (66,67%) lebih banyak dibandingkan laki-laki (33,3%). Angka kejadian asma lebih sering terjadi pada perempuan setelah purbertas disebabkan kaliber jalan napas lebih kecil dan berhubungan dengan hormon estrogen. Hasil yang diperoleh berkaitan dengan jenis kelamin dan kejadian asma menunjukkan adanya kesesuaian antara teori dan hasil penelitian sebelumnya, yaitu perempuan lebih sering terkena serangan asma daripada laki-laki. Menurut asumsi peneliti pada penelitian ini adalah perempuan lebih sering terkena serangan asma bukan hanya pengaruh hormon estrogen yang berada dalam tubuh, tetapi faktor stress yang merupakan masalah psikologis dimana stress bisa berasal dari masalah soialekonomi, kehidupan rumah tangga, atau perkerjaan. b. Usia Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa usia pada kelompok 1 (intervensi) dan kelompok 2 (kontrol) setengahnya
adalah berusia
57
antara 46-55 sebesar 50,0%. Secara teori usia adalah umur individu yang terhitung mulai dari dilahirkan sampai saat berulang tahun (Notoatmodjo, 2010). Menurut (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2013) ada kecenderungan prevalensi penyakit asma meningkat dengan bertambahnya umur disertai salah satu atau lebih gejala: mengi dan sesak napas berkurang atau menghilang dengan pengobatan, sesak napas berkurang atau menghilang tanpa pengobatan dan sesak napas lebih berat dirasakan pada malam hari atau menjelang pagi dan jika pertama kali merasakan sesak napas saat berumur <40 tahun. Usia serangan asma terbanyak berada pada rentang umur 25-34 tahun sejumlah 5,7 per mil. Disamping itu terjadi penurunan fungsi paruparu dan peradangan jalan nafas seiring dengan peningkatan usia (Aini, 2008). Hasil yang diperoleh berkaitan dengan usia dan kejadian asma menunjukkan adanya kesesuaian antara teori dan hasil penelitian sebelumnya, yaitu semakin meningkatnya usia semakin sering terkena serangan asma. Menurut asumsi peneliti pada penelitian ini adalah semakin meningkatnya usia maka akan terjadi penurunan fungsi tubuh salah satunya
paru-paru
dimana
mempengaruhi kejadian asma.
hal
ini
merupakan
faktor
yang
58
c. Tingkat Pendidikan Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa usia pada kedua kelompok (1 dan 2) sebagian besar adalah SMA yaitu sebesar 58,34% dan sebagian kcil adalah SMP yaitu sebesar 8,3 %. Secara teori tingkat pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai dan kemauan yang dikembangkan. Tingkat pendidikan berpengaruh terhadap perubahan sikap dan perilaku hidup sehat. Tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan memudahkan sesorang atau masyarakat untuk menyerap informasi dan mengimplementasikannya dalam perilaku dan gaya hidup sehari-hari, khususnya dalam hal kesehatan. Pendidikan formal membentuk nilai bagi seseorang terutama dalam menerima hal baru (Suhardjo, 2007). Penelitian yang dilakukan oleh Aini (2008) yang menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka akan semakin mampu mereka untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada dilingkungan sekitarnya. Seseorang dengan pendidikan formal yang lebih tinggi akan mempunyai pengetahuan yang lebih tinggi dibanding dengan tingkat pendidikan formal yang lebih rendah, mereka akan lebih mampu serta mudah memahami pentingnya kesehatan dan memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada. Hasil yang diperoleh berkaitan dengan tingkat pendidikan dan kejadian asma menunjukkan adanya kesesuaian antara teori dan hasil
59
penelitian sebelumnya, yaitu semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin rendah kejadian gejala asma. Menurut asumsi peneliti pada penelitian ini adalah semakin tinggi tingkat pendidikan maka seseorang akan sadar akan kesehatan mereka dan memanfatkan fasilitas kesehatan yang ada. 2. Gejala Asma Responden Kelompok 1 (Intervensi) Pada analisa univariat didapatkan bahwa pada kelompok 1 (intervensi) terdapat perubahan pada nilai gejala asma pre test dan post test intervensi pada selisih mean dan standar deviasi yaitu 3,00±0,739. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat selisih rerata gejala asma antara pre test dan post test diberikan intervensi pursed lips breathing dengan modifikasi tiup balon. Uji Beda Rerata pre test dan post test pengaruh intervensi pursed lips breathing dengan modifikasi tiup balon pada kelompok 1 dengan menggunakan Paired T-Test didapatkan p value tingkat kontrol asma <0,001, hal ini menunjukkan p value <0,005 yang berarti ada perubahan gejala asma. Secara teori pursed lips breathing dengan modifikasi tiup balon merupakan suatu aktivitas yang memerlukan inhalasi lambat dan dalam untuk mendapatkan efek terbaik. Teknik relaksasi dengan meniup balon dapat membantu otot intercosta mengelevasikan otot diafragma dan costa. Hal ini memungkinkan untuk menyerap oksigen, mengubah bahan yang masih ada dalam paru dan mengeluarkan karbondioksida dalam paru.
60
meniup balon sangat efektif untuk membantu ekpansi paru sehingga mampu mensuplay oksigen dan mengeluarkan karbondioksida yang terjebak dalam paru (Tunik, 2017). Hasil penelitian dilakukan oleh Natalia (2015) di Bayumas, menyatakan terdapat pengaruh pada pursed lips breathing terhadap aliran puncak ekspirasi klien dengan asma bronkial dan sebagai salah satu bentuk penatalaksanaan non farmakologi dalam mengatasi masalah keperawatan yaitu ketidakefektifan bersihan jalan napas dengan melatih klien asma mengontrol pola napasnya. Saat melakukan pursed lips breathing maka akan terjadi peningkatan tahanan udara dan kepatenan jalan nafas. Proses ini membantu menurunkan pengeluaran air trapping, sehingga dapat mengontrol ekspirasi dan memfasilitasi pengosongan alveoli secara maksimal (Aini, 2008). Adanya fasilitas pengosongan alveoli secara maksimal akan meningkatkan peluang masuknya oksigen kedalam ruang alveolus, sehingga proses difusi dan perfusi berjalan dengan baik. Meningkatnya transfer oksigen ke jaringan dan otot-otot pernafasan akan menimbulkan suatu metabolisme aerob yang akan menghasilkan suatu energi (ATP). Energi ini dapat meningkatkan kekuatan otot-otot pernafasan sehingga proses pernafasan dapat berjalan dengan baik, dengan proses pernafasan yang baik akan mempengaruhi terhadap arus puncak ekpirasi yang meningkat pula (Guyton & Hall, 2007).
61
Latihan pernapasan pada klien asma sebaiknya dilakukan dengan teratur karena dapat meningkatkan ventilasi paru pada klien asma sehingga gejala asma dapat dikurangi (Nurdiansyah 2013). Menurut penelitian dilakukan oleh Ciptarini (2015), bahwa semakin sering melakukan olah pernapasan maka frekuensi serangan asma akan semakin jarang terjadi. Menurut asumsi peneliti banyak faktor yang mempengaruhi penurunan gejala asma dalam penelitian ini salah satunya adalah para penderita asma mampu melakukan kontrol penyakitnya di palayanan kesehatan terdekat (misalnya Puskesmas) dan rajin meminum obat-obatan serta menghindari pencetus serangan asma, dimana ini merupakan salah satu bentuk pengontrolan diri terhadap frekuensi serangan asma dan merupakan bentuk penatalaksanaan non farmakologi yang mudah dilakukan sehingga dapat meminimalisir serangan asmanya sendiri. 3. Gejala Asma Responden Kelompok 2 (Kontrol) Pada analisa
univariat didapatkan bahwa pada kelompok 2
(kontrol) terdapat perubahan pada nilai gejala asma pre test dan post test pada selisih mean dan standar deviasi yaitu 0,50±0,674. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat selisih rerata gejala asma antara pre test dan post test pada kelompok 2. Uji Beda Rerata pre test dan post pada kelompok 2 (kontrol) dengan menggunakan Paired T-Test didapatkan p value tingkat kontrol asma 0,034, hal ini menunjukkan p value <0,005 yang berarti ada perubahan gejala asma.
62
Kelompok
2 (kontrol) tidak dilakukan intervensi pursed lips
breathing dengan modifikasi tiup balon, kelompok kontrol hanya mendapatkan terapi standar pengobatan dari pelayanan kesehatan berupa pemberian bronkodilator. Hal ini merupakan pengobatan utama dalam mengatasi serangan asma. Selain itu penggunaan dosis atau frekuensi konsumsi bronkodilator ataupun kortikosteroid termasuk salam domain Asthma Control Test (ACT). Hal ini di dukung oleh Fm, M, Greenstone, dan Tj, (2010) yang menyebutkan bahwa penatalaksanaan asma bronkial dengan pemberian terapi farmakologi dapat membantu mengurangi atau meredakan serangan asma, seperti terapi bronkodilator dan kortikosteroid. Kombinasi kedua obat tersebut (Long acting ß2 agonist+inhaled kortikosteroid) terbukti efektif untuk menangani penyakit asma bronkial karena kedua obat ini dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki fungsi paru. Selain itu kombinasi ICS/long acting ß2 agonis lebih banyak disukai orang dewasa. Hasil penelitian Higashi, Zhu, Stafford, dan Alexander (2011), terjadi
peningkatan
penggunaan
steroid
inhalasi
dan
kombinasi
steroid/long acting β2-agonis digunakan bertepatan dengan penurunan morbiditas dan mortalitas asma. Selain itu menurut Bedouch, Marra, FitzGerald, Lynd, & Sadatsafavi, (2012) bahwa pemberian farmakologi seperti kombinasi terapi inhalasi kortikosteroid/long acting beta-agonist telah menjadi komponen penting dari biaya asma.
63
Menurut asumsi peneliti walaupun dengan konsumsi obat, gajala asma dapat tetap meningkat karena beberapa faktor diantaranya adalah faktor lingkungan serta faktor aktivitas yang berlebih hal ini dapat menyebabkan peningkatan gejela asma meski sudah mengkonsumsi obat.
4. Perbedaan Gejala Asma antara Kelompok 1 (intervensi) dan Kelompok 2 (kontrol) Berdasarkan pada tabel 4.6 yaitu uji beda rerata selisih gejala asma pada kelompok 1 dan kelompok 2 diuji dengan menggunakan Independent T-test. Pada selisih gejala asma pada kelompok 1 nilai Median (MinMaks) sebesar 3,00 (2-4) lebih kecil daripada kelompok 2 sebesar 0,00 (02) dengan p value <0,001 (p value <0,05). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitan Kim et al. (2012) yang menunjukan bahwa pola bernafas pursed lips breating signifikan meningkatkan tidal volum (TV) dan menurunkan pernafasan dibandingkan bernafas biasa. Penelitian Natalia (2007) efektifitas pursed lips breathing dan tiup balon pada pasien asma dilakukan 4x sehari (dengan jarak 4-5 jam), masing masing 10 menit, selama 4 hari, hasil riset pursed lips breathing dan tiup balon efektif untuk meningkatkan peak expiratory flow rate pada pasien asma bronchiale . Penelitian Dewi (2015) dengan intrvensi pursed lips breathing yang dilakukan pengulangan 6 kali dengan jeda 2 detik setiap pengulangan, latihan ini dilakukan selama 3 hari di dapatkan hasil terdapat
64
pengaruh pursed lips breathing (PLB) terhadap nilai forced expiratory volume in one second (FEV1) pada penderita penyakit paru obstruksi kronis (PPOK). Penelitian Alfanji & Harry, (2011) bahwa pursed lips breating yang dilakukan sebanyak 4 kali dalam sehari sebelum makan dan sebelum tidur selama 30 menit dan dilakukan secara teratur maka setelah 3 minggu didapatkan hasil SaO2 secara signifikan meningkat, PaCO2 menurun dan frekuensi bernafas secara signifikan menurun. Menurut asumsi peneliti bahwa dengan dilakukan pursed lips breathing dengan modifikasi tiup balon untuk mengurangi mengi, sesak napas, sesak dada, dan batuk. Reponden yang melakukan PLB akan menyebabkan ekspirasi secara paksa tentunya akan meningkatkan kekuatan kontraksi otot intra abdomen sehingga tekanan intra abdomen akan meningkat melebihi pada saat ekspirasi pasif. Tekanan intra abdomen yang meningkat lebih kuat lagi tentunya akan meningkatkan pergerakan diafragma ke atas membuat rongga torak semakin mengecil. Rongga toraks yang semakin mengecil ini menyebabkan tekanan intra alveolus semakin meningkat sehinga melebihi tekanan udara atmosfir. Kondisi tersebut akan menyebabkan udara mengalir keluar dari paru-paru ke atmosfir. Ekspirasi yang dipaksa pada bernafas pursed lips breating juga akan menyebabkan obstruksi jalan nafas dihilangkan sehingga resistensi pernafasan menurun. Penurunan resistensi pernafasan akan memperlancar udara yang dihembuskan dan yang dihirup. Ekspirasi yang lebih lama dari inspirasi ini (prolonged expiration) akan meningkatkan waktu difusi dan
65
keseimbangan oksigen dikapiler darah paru dan alveolus (pada kondisi normal istirahat, berlangsung 0.25 detik dari total waktu kontak selama 0.75 detik,). Prolonged ekspirasi ini juga akan menurunkan frekuensi pernafasan dan membantu mengeluarkan jebakan udara dalam paru sehingga memungkinkan udara bersih dapat masuk kedalam paru-paru. Hasil penelitian yang didapatkan ada perbedaan bermakna gejala asma sebelum dan sesudah diberikan intervensi teknik pursed lips breathing dengan modifikasi tiup balon. D. Keterbatasan penelitian Keterbatasan dalam penelitian ini antara lain : 1. Jumlah Responden. Pada penelitian ini, jumlah responden untuk setiap kelompok hanya 12 orang sehingga dikhawatir kurang menggambarkan karakteristik pada populasi. 2. Pada saat pelaksanaan penelitian, peneliti tidak didamping oleh perawat/tenaga
kesehatan
yang
bersertifikat/kompeten,
sehingga
dikhawatirkan intervensi yang diberikan tidak optimal karena hanya diobservasi oleh peneliti.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Karakteristik responden sebagian besar perempuan sebesar 62,5% pada kedua kelompok dengan usia terbanyak 45-55 tahun pada kedua kelompok sebesar 50,0% dan pendidikan sebagian besar SMA sebesar 58,34% pada kedua kelompok. 2. Rerata gejala asma pre test pada kelompok 1 dengan nilai Mean±SD 7,08±0,996 dan pada kelompok 2 dengan nilai Mean±SD 7,33±1,073. Sedangkan gejala asma post test pada kelompok 1 dengan nilai Mean±SD 4,08±0,996 dan pada kelompok 2 dengan nilai Mean±SD 6,83±1,193. 3. Pada penelitian ini didapatkan nilai p value = 0,001 dengan uji paired ttest sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh teknik pursed lips breathing dengan modifikasi tiup balon terhadap gejala asma. 4. Berdasarkan uji statistik peneliti menemukan perbedaan yang bermakna antara selisih gejala asma pada kedua kelompok, artinya kelompok 1 dengan intervensi teknik pursed lips breathing dengan modifikasi tiup balon lebih besar pengaruhnya terhadap penurunan gejala asma (p value = <0,001) dibandingkan dengan kelompok 2 atau kelompok kontrol. B. Saran 1. Ilmu Keperawatan Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan rujukan dalam mengembangkan
ilmu
pengetahuan 66
khususnya
di
bidang
ilmu
67
keperawatan komunitas dalam melakukan asuhan keperawatan pada penderita Asma. 2. Institusi Teknik Pursed Lips Breathing dengan Modifikasi Tiup Balon merupakan penatalaksanaan non farmakologi untuk penderita Asma. Intervensi Teknik Pursed Lips Breathing dengan Modifikasi Tiup Balon terbukti efektif dalam menurunkan gejala asma, diharapkan pemerintah dinas kesehatan kota Samarinda dapat menjadikan latihan pernapasan ini menjadi program di seluruh Puskesmas di kota Samarinda. Dan khususnya diwilayah kerja Puskesmas Palaran diharapkan intervensi ini dapat menjadi salah satu alternatif terapi yang dapat digunakan dalam melakukan intervensi kepada penderita Asma. 3. Masyarakat Kepada masyarakat, khususnya penderita Asma disarankan untuk menggunakan Teknik Pursed Lips Breathing dengan Modifikasi Tiup Balon sebagai alternatif pencegahan dan pengobatan non farmakologis untuk menurunkan gejala asma. 4. Penelitian Selanjutnya Bagi penelitian selanjutnya diharapkan dapat membandingkan teknik Pursed Lips Breathing dengan beberapa penatalaksanaan asma lainnya seperti senam asma, renang dan lainya.
LAMPIRAN
Lampiran 1 LEMBAR INFORMASI DAN KESEDIAAN (Information and Consent Form) Saya, Fitri Rahmawati, mahasiswa Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Kalimantan Timur. Saya ingin mengajak Anda untuk berpartisipasi dalam penelitian saya yang berjudul “pengaruh teknik pursed lips breathing dengan modifikasi tiup balon terhadap gejala asma pada pasien asma di Wilayah Kerja Puskesmas Palaran Samarinda”. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh teknik pursed lips breathing dengan modifikasi tiup balon terhadap gejala asma pada pasien asma. Partisipasi Anda dalam penelitian ini adalah sukarela tanpa paksaan. Anda berhak untuk menolak keikutsertaan dan berhak pula untuk mengundurkan diri dari penelitian ini, meskipun Anda sudah menyatakan kesediaan untuk berpartisipasi. Tidak akan ada kerugian atau sanksi apapun (termasuk kehilangan perawatan kesehatan maupun terapi yang seharusnya Anda terima) yang akan Anda alami akibat penolakan atau pengunduran diri Anda. Jika Anda memutuskan untuk tidak berpartisipasi atau mengundurkan diri dari penelitian ini, Anda dapat melakukannya kapanpun.
Prosedur yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah pemberian intevensi teknik pursed lips breathing dengan modifikasi tiup balon. Partisipasi Anda dalam penelitian ini dapat memberikan manfaat untuk menambah pengetahuan, wawasan, dan sebagai bahan perkembangan ilmu pengetahuan di bidang kesehatan khususnya di bidang ilmu keperawatan dalam melakukan asuhan keperawatan. Kami menjamin kerahasiaan seluruh data dan tidak akan mengeluarkan atau mempublikasikan informasi tentang data diri Anda tanpa izin langsung dari Anda sebagai partisipan. Jika Anda memiliki pertanyaan apapun terkait prosedur penelitian, atau membutuhkan klarifikasi serta tambahan informasi tentang penelitian ini, Anda dapat menghubungi saya; Fitri Rahmawati. No. Hp: 082199326446. Jika Anda bersedia untuk berpartisipasi, maka Anda akan mendapatkan satu salinan dari lembar informasi dan kesediaan ini. Tandatangan Anda pada lembar ini menunjukkan kesediaan Anda untuk menjadi partisipan dalam penelitian.
Samarinda,
April 2018
Tandatangan Partisipan,
(........................................)
Lampiran 2 LEMBAR OBSERVASI PENELITIAN A. Data Karakteristik Responden Nama
:
Tgl lahir/Umur
:
Jenis Kelamin
:
Pekerjaan
:
Tingkat Pendidikan
:
Penyakit penyerta
: Tidak ada / Ada
Sebutkan.................................................... B. Lembar Observasi Gejala Asma Hari/tanggal pemeriksaan : Gejala
Tingkatan
Tanda centang (√)
Batuk
Tidak pernah batuk (0) Kadang-kadang batuk tapi tidak mengganggu aktivitas (1) Sering batuk dan mengganggu aktivitas (2)
Sesak napas/
Tidak pernah sesak napas/susah
susah bernapas
bernapas (0) Sedikit mengalami sesak napas/susah bernapas tapi tidak mengganggu aktivitas (1) Sangat sesak napas/susah bernapas dan mengganggu aktivitas (2)
Bernapas dengan
Tidak pernah bernapas dengan suara
suara wheeze
wheeze (0)
(ngik....ngik....)
Kadang-kadang bernapas dengan suara wheeze tapi tidak mengganggu aktivitas (1) Sering bernapas dengan suara wheeze dan mengganggu aktivitas (2)
Rasa tertekan di
Tidak ada rasa tertekan di dada (0)
dada
Sedikit ada rasa tertekan di dada (1) Dada sangat tertekan (2)
Gangguan tidur
Tidak pernah menalami gangguan
karena batuk,
tidur (0)
sesak
Pernah 1 kali terbangun dari tidur
napas/susah
dengan batuk atau sesak napas/susah
bernapas
bernapas (1) 2-3 atau lebih terbangun dari tidur dengan batuk atau sesak napas/susah bernapas (2)
Lampiran 3 Standar Operasional Prosedur Pursed Lips Breathing dengan Modifikasi Tiup Balon Definisi
Pursed lips breathing dengan modifikasi tiup balon merupakan bernapas dalam dengan ekshalasi
melalui
mulut yang dimonyongkan atau mencucu dan dikerutkan sehingga
balon
yang
tadinya
mengempes
menjadi
mengembang karena terisi udara Tujuan
1. Memberitahu informasi kepada pasien yang mengalami asma untuk melakukan pernapasan pursed lips breathing 2. Membantu
pasien
asma
mencegah
terjadinya
perburukan penyakit Manfaat
1. Meningkatkan volume ekspirasi maksimal 2. Menguatkan otot pernapasan 3. Memperbaiki transport oksigen 4. Menginduksi
pola
napas
lambat
dan
dalam
Memperpanjang ekshalasi dan meningkatkan tekanan jalan napas selama ekspirasi 5. Mengurangi jumlah udara yang terjebak dalam paruuparu 6. Mencegah terjadinya kolaps paru Persiapan Alat
1. 3 buah balon 2. Jam 3. Lembar observasi
Persiapan Pasien
Memberitahu pasien mengenai tindakan yang akan dilakukan
Pelaksanaan
1. Mengatur posisi pasien senyaman mungkin 2. Rilekskan tubuh, tangan dan kaki (motivasi dan anjurkan pasien rileks)
3. Siapkan balon/pegang balon dengan kedua tangan, atau satu tangan memegang balon tangan yang lain rileks disamping kepala 4. Tarik napas secara maksimal melalui hidung (3-4 detik) 5. Tiupkan ke dalam balon dengan mulut dimonyongkan atau mencucur dan dikerutkan selama 5-7 detik (balon mengembang) 6. Tutup balon dengan jari-jari 7. Tarik napas sekali lagi secara maksimal dan tiupkan lagi kedalam balon (ulangi prosedur nomor 6) 8. Lakukan terus menerus sebanyak 30 kali dalam rentang 10-15 menit dan diselingi dengan istirahat (napas biasa) 9. Hentikan latihan jika terjadi pusing atau nyeri dada Evaluasi
1. Pasien mampu mengembangkan balon 2. Pasien merasakan otot-otot pernapasan rileks 3. Pasien rilek, tenang dan dapat mengatur pernapasan 4. Pertukaran gas dalam paru baik dengan penurunan gejala asma
Sumber: (Brunner & Suddarth, 2013)
Lampiran 4 Surat Pemohonan Izin Penelitian Ke Dinas Kesehatan Kota Samarinda
Lampiran 5 Lembar disposisi pemohonan penelitian
Lampiran 7 Kartu Bimbingan
Lampiran 8 Jadwal Penelitian No
Nama Kegiatan
Januari 1
1.
Pengajuan proposal penelitian
2.
Pengambilan data
3.
Pengolahan data
4.
Penyusunan hasil dan pembahasan
5.
Seminar/ujian skripsi
2
3
Februari 4
1
2
3
Maret 4
1
2
3
April 4
1
2
3
Mei 4
1
2
3
4
Lampiran 9 Master Table Kode
Jenis Kelamin
Usia
Tingkat Pendidikan
Pre Test
Post Test
Selisih
A.1
P
48
SMA
8
5
3
A.2
L
51
SMA
8
4
4
A.3
P
23
SMA
7
6
1
A.4
L
47
SMA
7
7
0
A.5
P
43
SMA
6
3
3
A.6
L
46
SMP
9
5
4
A.7
L
56
SMA
9
8
1
A.8
L
53
SMP
8
8
0
A.9
P
34
SMA
7
4
3
A.10
P
49
D3
8
6
2
A.11
P
54
SMA
7
5
2
A.12
L
45
SD
8
8
0
A.13
P
49
S1
7
5
2
A.14
P
33
SMA
6
3
3
A.15
P
40
S1
8
7
1
A.16
L
49
SD
5
5
0
A.17
P
28
S1
6
3
3
A.18
P
21
SMA
7
4
3
A.19
P
53
SD
8
8
0
A.20
P
54
SMA
6
6
0
A.21
P
53
SMA
6
4
2
A.22
L
35
SMA
7
3
4
A.23
P
25
S1
8
8
0
A.24
L
35
SMA
7
6
1
Output SPSS 1. ANALISIS UNIVARIAT a. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Usia, Jenis Kelamin dan Tingkat Pendidikan Kelompok 1 (Intervensi) Statistics JK
Usia
Tingkat_pendidi kan
Valid
12
12
12
0
0
0
N Missing
JK Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Valid
Laki-laki
3
25,0
25,0
25,0
Perempuan
9
75,0
75,0
100,0
12
100,0
100,0
Total
Usia Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Valid
17-25 th
1
8,3
8,3
8,3
26-35 th
4
33,3
33,3
41,7
36-45 th
1
8,3
8,3
50,0
46-55 th
6
50,0
50,0
100,0
12
100,0
100,0
Total
Tingkat_pendidikan Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
SD
1
8,3
8,3
8,3
SMP
1
8,3
8,3
16,7
SMA
8
66,7
66,7
83,3
D3
1
8,3
8,3
91,7
S1
1
8,3
8,3
100,0
12
100,0
100,0
Valid
Total
b. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Usia, Jenis Kelamin dan Tingkat Pendidikan Kelompok 2 (kontrol)
Statistics JK
Usia
Tingkat_pendidi kan
Valid
12
12
12
0
0
0
N Missing
JK Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Valid
Laki-laki
6
50,0
50,0
50,0
Perempuan
6
50,0
50,0
100,0
12
100,0
100,0
Total
Usia Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
17-25 th
2
16,7
16,7
16,7
26-35 th
1
8,3
8,3
25,0
36-45 th
2
16,7
16,7
41,7
46-55 th
6
50,0
50,0
91,7
56-65 th
1
8,3
8,3
100,0
12
100,0
100,0
Valid
Total
Tingkat_pendidikan Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Valid
SD
3
25,0
25,0
25,0
SMP
1
8,3
8,3
33,3
SMA
6
50,0
50,0
83,3
S1
2
16,7
16,7
100,0
12
100,0
100,0
Total
Distribusi frekuensi Gejala Asma Kelompok 1 (intervensi) dan Kelompok (kontrol) Statistics PreTest Valid
PostTest
Kelompok
24
24
24
0
0
0
Mean
7,21
5,46
1,50
Median
7,00
5,00
1,50
7a
5a
1a
1,021
1,769
,511
Minimum
5
3
1
Maximum
9
8
2
N Missing
Mode Std. Deviation
a. Multiple modes exist. The smallest value is shown PreTest Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
5
1
4,2
4,2
4,2
6
5
20,8
20,8
25,0
7
8
33,3
33,3
8
8
33,3
33,3
91,7
9
2
8,3
8,3
100,0
24
100,0
100,0
58,3
Valid
Total
PostTest Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Valid
3
4
16,7
16,7
16,7
4
4
16,7
16,7
33,3
5
5
20,8
20,8
54,2
6
4
16,7
16,7
70,8
7
2
8,3
8,3
79,2
8
5
20,8
20,8
100,0
24
100,0
100,0
Total
Kelompok Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Valid
Intervensi
12
50,0
50,0
50,0
Kontrol
12
50,0
50,0
100,0
Total
24
100,0
100,0
2. ANALISIS BIVARIAT a. Uji normalitas kelompok 1 (intervensi) dan kelompok 2 (kontrol) Case Processing Summary Cases Kelompok
Valid N
Missing
Percent
N
Total
Percent
N
Percent
Intervensi
12
100,0%
0
0,0%
12
100,0%
Kontrol
12
100,0%
0
0,0%
12
100,0%
Intervensi
12
100,0%
0
0,0%
12
100,0%
Kontrol
12
100,0%
0
0,0%
12
100,0%
Intervensi
12
100,0%
0
0,0%
12
100,0%
Kontrol
12
100,0%
0
0,0%
12
100,0%
PreTest
PostTest
selisih
Descriptives Kelompok
Statistic
Mean
PreTest
Intervensi
Std. Error
7,08
95% Confidence Interval for
Lower Bound
6,45
Mean
Upper Bound
7,72
5% Trimmed Mean
7,04
Median
7,00
Variance
,992
Std. Deviation
,996
Minimum
6
Maximum
9
Range
3
Interquartile Range
2
Skewness Kurtosis
,288
,470
,637
-,654
1,232
Mean
Kontrol
7,33
95% Confidence Interval for
Lower Bound
6,65
Mean
Upper Bound
8,02
5% Trimmed Mean
7,37
Median
7,50
Variance
1,152
Std. Deviation
1,073
Minimum
5
Maximum
9
Range
4
Interquartile Range
1
Skewness
Intervensi
-,804
,637
Kurtosis
,905
1,232
Mean
4,08
,288
95% Confidence Interval for
Lower Bound
3,45
Mean
Upper Bound
4,72
5% Trimmed Mean
4,04
Median
4,00
Variance
,992
Std. Deviation
,996
Minimum
3
Maximum
6
Range
3
Interquartile Range
2
Skewness PostTest
Kurtosis Mean
Kontrol
,310
,470
,637
-,654
1,232
6,83
,345
95% Confidence Interval for
Lower Bound
6,08
Mean
Upper Bound
7,59
5% Trimmed Mean
6,87
Median
7,00
Variance
1,424
Std. Deviation
1,193
Minimum
5
Maximum
8
Range
3
Interquartile Range
2
Skewness
-,392
,637
Kurtosis Mean
Intervensi
-1,446
1,232
3,00
,213
95% Confidence Interval for
Lower Bound
2,53
Mean
Upper Bound
3,47
5% Trimmed Mean
3,00
Median
3,00
Variance
,545
Std. Deviation
,739
Minimum
2
Maximum
4
Range
2
Interquartile Range
2
Skewness Kurtosis
,000
,637
-,856
1,232
,50
,195
Selisih Mean
Kontrol
95% Confidence Interval for
Lower Bound
,07
Mean
Upper Bound
,93
5% Trimmed Mean
,44
Median
,00
Variance
,455
Std. Deviation
,674
Minimum
0
Maximum
2
Range
2
Interquartile Range
1
Skewness Kurtosis
1,068
,637
,352
1,232
Tests of Normality Kolmogorov-Smirnova
Shapiro-Wilk
Kelompok Statistic
df
Sig.
Statistic
df
Sig.
Intervensi
,200
12
,200*
,877
12
,080
Kontrol
,233
12
,072
,897
12
,146
,877
12
,080
PreTest
PostTest
Intervensi
,200
12
,200*
Kontrol
,253
12
,033
,833
12
,023
Intervensi
,250
12
,037
,828
12
,020
Kontrol
,354
12
,000
,732
12
,002
Selisih *. This is a lower bound of the true significance. a. Lilliefors Significance Correction
b. Uji Paired Sampel T-Test pada kelompok 1 (intervensi) Paired Samples Statistics Mean
N
Std. Deviation
Std. Error Mean
PreTest
7,08
12
,996
,288
PostTest
4,08
12
,996
,288
Pair 1
Paired Samples Correlations N Pair 1
PreTest & PostTest
Correlation 12
Sig.
,725
,008
Paired Samples Test Paired Differences Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
t
df
Sig. (2-tailed)
95% Confidence Interval of the Difference Lower
Pair 1
PreTest - PostTest
3,000
,739
,213
Upper 2,531
3,469
14,071
11
,000
c. Uji Wilcoxon pada kelompok 2 (kontrol) Ranks N 5a
3,00
15,00
Positive Ranks
0b
,00
,00
Ties
7c
Total
12
a. PostTest < PreTest b. PostTest > PreTest c. PostTest = PreTest Test Statisticsa PostTest PreTest
Asymp. Sig. (2-tailed)
Sum of Ranks
Negative Ranks PostTest - PreTest
Z
Mean Rank
-2,121b ,034
d. Uji Independent T-Test Group Statistics Kelompok
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
Intervensi
12
7,08
,996
,288
Kontrol
12
7,33
1,073
,310
PreTest
Independent Samples Test Levene's Test for Equality of
t-test for Equality of Means
Variances F
Sig.
t
df
Sig. (2-tailed)
Mean Difference
Std. Error Difference
95% Confidence Interval of the Difference Lower
Equal variances assumed
,051
,823
Upper
-,591
22
,560
-,250
,423
-1,127
,627
-,591
21,880
,560
-,250
,423
-1,127
,627
PreTest Equal variances not assumed
e. Uji Mann-Whitney Ranks Kelompok
PostTest
selisih
N
Mean Rank
Sum of Ranks
Intervensi
12
7,04
84,50
Kontrol
12
17,96
215,50
Total
24
Intervensi
12
18,38
220,50
Kontrol
12
6,63
79,50
Total
24 Test Statisticsa PostTest
Mann-Whitney U
selisih
6,500
1,500
Wilcoxon W
84,500
79,500
Z
-3,841
-4,176
,000
,000
,000b
,000b
Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] a. Grouping Variable: Kelompok b. Not corrected for ties.
Lampiran 10 Dokumentasi Kegiatan Penelitian
Lampiran 11
DAFTAR PUSTAKA
Aini, F. (2008). Pengaruh Breathing Retraining terhadap Peningkatan Fungsi Ventilasi Paru Pada Asuhan Keperawatan Pasien PPOK. Alfanji, F.S.I. Harry, M.A. (2011). Effects of Pursed Lip Breathing on Ventilation and Activities of Daily Living in Patients with COPD. Astuti, L. W. (2014). Pengaruh Pursed Lips Breathing Terhadap Pola Pernapasan Pada Pasien Dengan Emfisema. Laily Widya Astuti, 1–10. Atmoko, W., Hana, K. P., Evans, T. B., Masbimoro, W. A., & Faisal, Y. (2011). Prevalens Asma Tidak Terkontrol dan Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Tingkat Kontrol Asma di Poliklinik Asma Rumah Sakit Persahabatan. J Respir Indo, 31(2), 53–60. Bedouch, P., Marra, C. A., FitzGerald, J. M., Lynd, L. D., & Sadatsafavi, M. (2012). Trends in Asthma-Related Direct Medical Costs from 2002 to 2007 in British Columbia, Canada: A Population Based-Cohort Study. PLoS ONE, 7(12). https://doi.org/10.1371/journal.pone.0050949 Brunner & Suddarth. (2013). Keperawatan Medikal-Bedah Edisi 20. Jakarta: EGC. Ciptarini, S. T. (2015). Pengaruh Senam Asma Indonesia Terhadap Frekuensi Kekambuhan Asma Pada Penderita Asma di Balai Kesehatan Masyarakat (BKPM) Semarang Dewi, S, K. (2015). Pengaruh Pursed Lips Breathing (Plb) terhadap Nilai Forced Exiratory Volume In One Second (FEV1) pada Penderita PPOK Di Rs Paru Dr Ario Wirawan Salatiga. Dharma, K. K. (2015). Metodologi Penelitian Keperawatan : Panduan Melaksanakan dan Menerapkan Hasil Penelitian. Trans Info Media. Duyen, F. (2013). Peran Stres Pada Serangan Asma di RSUD. Dr. Moewardi Surakarta Firdaus, M. I. (2011). Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku Pasien Asma Dalam Melakukan Senam Asma Indonesia di Rs Persahabatan. Fm, D., M, N. C., Greenstone, I., & Tj, L. (2010). Addition of long-acting beta2agonists to inhaled steroids versus higher dose inhaled steroids in adults and children with persistent asthma ( Review ) Addition of long-acting beta2agonists to inhaled steroids versus higher dose inhaled steroids in adult. The Cochrane. http://doi.org/10.1002/14651858.CD005533.pub2. Guyton, A. C And J. E. Hal. (2007). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9.
Jakarta : EGC Global Initiative for Asthma (GINA). (2016). Global Strategy for Asthma Management and Prevention. Gina. https://doi.org/10.1183/09031936.00138707 Higashi, A., Zhu, S., Stafford, R. S., & Alexander, G. C. (2011). National Trends in Ambulatory Asthma Treatment , 1997 – 2009, 1465–1471. https://doi.org/10.1007/s11606- 011-1796-4 Hungu, G. (2007). Demografi Kesehatan Indonesia. Jakarta : Grasindo Imania, D. R. (2014). Breathing Exercise Sama Baiknya Dalam Meningkatkan Kapasitas Vital (Kv) Dan Volume Ekspirasi Paksa Detik Pertama (Vep1) Pada Tenaga Sortasi Yangmengalami Gangguan Paru Di Pabrik Teh Pt. Candi Loka Jamus Ngawi. Infodatin Kemenkes RI. (2013). Pusat Data Dan Informasi Kementerian Kesehatan Ri. Jayanto, K. D. (2017). Perbedaan Fungsi Paru Sebelum Dan Setelah Dilakukan Terapi Pursed Lips Breathing : Meniup Balon Pada Anak Usia Prasekolah Dengan Asma Di Rsud Salatiga. Kusumawati, E. (2010). Kefektifan Self Hypnosis Terhadap Perbaikan Tingkat Kontrol Asma Di Rsud Dr Moewardi Surakarta. Tesis. Mardhiah. (2009). Efektivitas Olahraga Pernapasan Terhadap Penurunan Gejala Asma Pada Penderita Asma Di Lembaga Seni Pernapasan Satria Nusantara Cabang Medan. Natalia, D. (2007). Efektifitas pursed lips breathing dan tiup balon dalam peningkatan arus puncak ekspirasi (ape) pasien asma bronchiale di rsud banyumas, 3(1), 52–58. National Heart Lung and Blood Institute (NHLBI). (2007). Expert Panel Report 3 (EPR-3): Guidelines for the Diagnosis and Management of AsthmaSummary Report 2007. J Allergy Clin Immunol, 120(5 Suppl), S94-138. https://doi.org/10.1016/j.jaci.2007.09.043 Notoatmodjo, S. (2010). Metologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta Nugroho, S. (2015). Terapi Pernapasan Pada Penderita Asma. Jurnal Keperawatan, 1–12. Nurdiansyah. (2013). Pengaruh teknik pernapasan buteyko terhadap penurunan gejala pasien asma kota tangerang selatan. PDPI. (2006). Asma. Pedoman Diagnosis Dan Penatalaksaan Asma Di Indonesia, 105.
Potter & Perry. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatran (4th ed.). Jakarta: EGC. Pradnyawati, K. Y. (2014). Skripsi pengaruh teknik pernapasan buteyko terhadap skor kontrol asma di poliklinik paru rsud wangaya. Ramadhian, E. A. (2012). Hubungan Stres Dengan Frekuensi Serangan Pada Pasien Asma Di Rsud Dr. Moewardi. Rengganis, I. (2008). Diagnosis dan Tatalaksana Asma Bronkial. Majalah Kedokteran Indonesia Vol. 58 No. 11. Riyadi, T. (2016). Hubungan peran keluarga dengan tingkat kekambuhan pada pasien asma di rsud kota surakarta. Smeltzer & Bare. (2007). Buku Ajar Keperawatan Medikal Medah. Volume 1. Edisi 8. Jakarta: EGC. Sutini, T. (2011). Pengaruh Aktivitas Bermain Meniup Tiupan Lidah Terhadap Status Oksigenasi Pada Anak Usia Prasekolah Dengan Pneumonia Di Rumah Sakit Islam Jakarta. Tunik. (2017). Pengaruh Breathing Relaxation Dengan Teknik Balloon Blowing Terhadap Saturasi Oksigen Dan Perubahan Fisiologis Kecemasan Pasien Dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (Ppok) Di Rsud Dr. Soedomo Trenggalek. Widiyani, C. T. C. (2015). Pengaruh Pursed Lips Breathing Exercise Terhadap Arus Puncak Ekspirasi (Ape) Pada Pasien Bronkitis Kronis Di Poli Spesialis Paru B Rumah Sakit Paru Kabupaten Jember.