0_psg_tugas Besar_gol. A_g42170460_athiyatul Karimah.docx

  • Uploaded by: Tea
  • 0
  • 0
  • July 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View 0_psg_tugas Besar_gol. A_g42170460_athiyatul Karimah.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,683
  • Pages: 15
TUGAS BESAR PENILAIAN STATUS GIZI “Stunting”

Dosen Pengampu : Puspito Arum, S.Gz. M.Gizi

OLEH: ATHIYATUL KARIMAH G42170460 GOLONGAN A

PROGRAM STUDI GIZI KLINIK JURUSAN KESEHATAN POLITEKNIK NEGERI JEMBER 2018

KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur tidak henti – hentinya kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, nikmat dan anugerah – Nya sehingga Makalah ini dapat diselesaikan dengan baik, meskipun jauh dari kata sempurna. Demikianlah laporan praktikum kami buat dengan sepenuh hati. Tidak lupa kritik dan saran kami harapkan agar Makalah ini dapat menjadi lebih baik lagi. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua. Terimakasih

Jember, 19 Desember 2018

Penulis

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah anak pendek (stunting) merupakan salah satu permasalahan gizi yang dihadapi di dunia, khususnya di negara – negara miskin dan berkembang (UNICEF, 2013). Stunting menjadi permasalahan karena berhubungan dengan meningkatnya resiko terjadinya kesakitan dan kematian, perkembangan otak subobtimal sehingga perkembangan motorik terlambat dan terhambatanya pertumbuhan mental (Lewit, 1997: Kusharisupeni, 2002: UNICEF, 2013). Beberapa studi menunjukkan resiko yang diakibatkan stunting yaitu meningkatkan resiko obesitas (Hoffman et., al, 2000: Timaus, 2012) Lebih rentan terhadap penyakit tidak menular (UNICEF indonesia, 2013) dan peningkatan penyakit degeneratif (Picauly dan Toy, 2013, WHO, 2013, Crookston., et al, 2013). Stunting merupakan prediktor buruknya kualitas sumber daya manusia yang selanjutnya berpengaruh pada pengembangan potensi bangsa (UNICEF, 2013: UNICEF indonesia, 2013). Stunting merupakan bentuk kegagalan pertumbuhan (Growth Faltering) akibat akumulasi ketidak cukupan nutrisi yang berlangsung lama mulai dari kehamilan sampai usia 24 bulan (Hoffman et al, 2000: Bloem et al, 2013). Keadaan ini diperparah dengan tidak terimbanginya kejar tumbuh (catch up growth) yang memadai (Kusharisupeni, 2002: Hoffman et al, 2000). Indikator yang digunakan untuk mengidentifikasi balita stunting adalah berdasarkan indeks tinggi badan menurut umur (TB/U) Menurut standart WHO child growth standart jika nilai Z-score TB/U < -2 standart deviasi (SD) (picauly dan toy, 2013: Mucha, 2013). Periode 0 – 24 bulan merupakan periode yang menentukaan kualitas kehidupan, sehingga disebutkan periode emas. Periopde ini merupakan periode yang sensitif karena akibat hyang ditimbulkan terhadap bayi pada masa ini akanbersifat permanen dan tidak dapat dikoreksi. Untuk itu diperlukan pemenuhan gizi yang adekuat pada usia ini (Mucha, 2013). 1.2 Rumusan Masalah 1. Apakah stunting itu ? 2. Faktor apa saja yang menyebabkan stunting ? 3. Bagaimaana cara mengatasi masalh stunting ? 1.3 Tujuan 1. Untuk mengetahui apa itu stunting 2. Untuk mengetahui apa saja faktor yang menyebabkan stuntig 3. Untuk mengetahui bagaimana cara menanggulangi masalah stunting 1.4 Manfaat Kita dapat mengetahu apakah itu stunting, faktor yang menyebabkan terjadinya stunting, dan baggaimana cara mengatasi masalah tersebut.

BAB II PEMBAHASAN Balita pendek (stunting) merupakan keadaan tubuh yang pendek dan sangat pendek hingga melampaui defisit -2 SD dibawah median panjang atau tinggi badan. Stunting dapat di diagnosis melalui indeks antropometri tinggi badan menurut umur yang mencerminkan pertumbuhan linier yang dicapai pada pra dan pasca persalinan dengan indikasi kekurangan gizi jangka panjang, akibat dari gizi yang tidak memadai. Stunting merupakan pertumbuhan linear yang gagal untuk mencapai potensi genetik sebagai akibat dari pola makan yang buruk dan penyakit infeksi (ACC/SCN, 2000). Stunting adalah masalah gizi utama yang akan berdampak pada kehidupan sosial dan ekonomi dalam masyarakat. Ada bukti jelas bahwa individu yang stunting memiliki tingkat kematian lebih tinggi dari berbagai penyebab dan terjadinya peningkatan penyakit. Stunting akan mempengaruhi kinerja pekerjaan fisik dan fungsi mental dan intelektual akan terganggu (Mann dan Truswell, 2002). Hal ini juga didukung oleh Jackson dan Calder (2004) yang menyatakan bahwa stunting berhubungan dengan gangguan fungsi

kekebalan dan

meningkatkan risiko kematian. Di Indonesia,

diperkirakan 7,8 juta anak mengalami stunting, data ini berdasarkan laporan yang dikeluarkan oleh UNICEF dan memposisikan Indonesia masuk ke dalam 5 besar negara dengan jumlah anak yang mengalami stunting tinggi (UNICEF, 2007). Hasil Riskesdas 2010, secara nasional prevalensi kependekan pada anak umur 2-5 tahun di Indonesia adalah 35,6 % yang terdiri dari 15,1 % sangat pendek dan 20 % pendek.

A.

Tanda dan gejala stunting 1.

Berat badan dan panjang badan lahir bisa normal,atau BBLR(berat bayi lahir rendah) pada keterlambatan tumbuh intra uterine, umumnya tumbuh kelenjarnya tidak sempurna.

2.

Pertumbuhan melambat, batas bawah kecepatan tumbuh adalah 5cm/tahun desimal.

3.

Pada kecepatan tumbuh tinggi badan < 4cm/ tahun kemungkinan ada kelainan hormonal.

4.

Umur tulang (bone age) bisa normal atau terlambat untuk umurnya.

5.

Pertumbuhan tanda tanda pubertas terlambat.

B.

Patofisiologi stunting Terjadinya stunting pada balita seringkali tidak disadari, dan setelah dua tahun baru terlihat ternyata balita tersebut pendek Masalah gizi yang kronis pada balita disebabkan oleh asupan gizi yang kurang dalam waktu yang cukup lama akibat orang tua/keluarga tidak tahu atau belum sadar untuk memberikan makanan yang sesuai dengan kebutuhan gizi anaknya. Riskesdas 2010 menemukan bahwa ada 21,5% balita usia 2-4 tahun yang mengonsumsi energi di bawah kebutuhan minimal dan 16% yang mengonsumsi protein di bawah kebutuhan minimal. Dan bila ini berlangsung dalam waktu lama, maka akan mengganggu pertumbuhan berat dan tinggi badan. Pada ibu hamil juga terdapat 44,4% yang mengonsumsi energi di bawah kebutuhan minimal dan 49,5% wanita hamil yang mengonsumsi protein di bawah kebutuhan minimal yang berdampak pada terhambatnya pertumbuhan janin yang dikandungnya. Selain asupan yang kurang, seringnya anak sakit juga menjadi penyebab terjadinya gangguan pertumbuhan. Sanitasi lingkungan mempengaruhi tumbuh kembang anak melalui peningkatan kerawanan anak terhadap penyakit infeksi. Anak yang sering sakit akibat rendahnya perilaku hidup bersih dan sehat dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan kronis dan berdampak anak menjadi pendek. Dari hasil Riskesdas, 2010 lebih dari setengah (54,9%) masyarakat kita memiliki akses sumber air minum tidak terlindung. Hanya 55,5% masyarakat yang terakses dengan sanitasi, di perkotaan 71,4% dan pedesaan 38,5%. Penanganan sampah di masyarakat 52% dibakar dan penggunaan bahan bakar arang dan kayu bakar 40,0%. Selain itu juga ternyata Dua dari 3 perokok kita (76,7%) merokok di rumah dan dampak dari semua ini berpotensi menyebabkan penyakit diare dan gangguan pernapasan pada balita.

C.

Penyebab Stunting Menurut beberapa penelitian, kejadian stunted pada anak merupakan suatu proses kumulatif yang terjadi sejak kehamilan, masa kanak-kanak dan sepanjang siklus kehidupan. Pada masa ini merupakan proses terjadinya stunted pada anak dan peluang peningkatan stunted terjadi dalam 2 tahun pertama kehidupan. Faktor gizi ibu sebelum dan selama kehamilan merupakan penyebab tidak langsung yang memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan dan perkembangan janin. Ibu hamil dengan gizi kurang akan menyebabkan janin mengalami intrauterine growth

retardation (IUGR), sehingga bayi akan lahir dengan kurang gizi, dan mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan. Anak-anak yang mengalami hambatan dalam pertumbuhan disebabkan kurangnya asupan makanan yang memadai dan penyakit infeksi yang berulang, dan meningkatnya kebutuhan metabolic serta mengurangi nafsu makan, sehingga meningkatnya kekurangan gizi pada anak. Keadaan ini semakin mempersulit untuk mengatasi gangguan pertumbuhan yang akhirnya berpeluang terjadinya stunted (Allen and Gillespie, 2001). Gizi buruk kronis (stunting) tidak hanya disebabkan oleh satu faktor saja seperti yang telah dijelaskan diatas, tetapi disebabkan oleh banyak faktor, dimana faktor-faktor tersebut saling berhubungan satu sama lainnnya. Terdapat tiga faktor utama penyebab stunting yaitu sebagai berikut : 1. Asupan makanan tidak seimbang (berkaitan dengan kandungan zat

gizi dalam

makanan yaitu karbohidrat, protein,lemak, mineral, vitamin, dan air) 2. Riwayat berat badan lahir rendah (BBLR) 3.

D.

Riwayat penyakit.

Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Stunting Beberapa faktor yang terkait dengan kejadian stunted antara lain kekurangan energi dan protein, sering mengalami penyakit kronis, praktek pemberian makan yang tidak sesuai dan faktor kemiskinan. Prevalensi stunted meningkat dengan bertambahnya usia, peningkatan terjadi dalam dua tahun pertama kehidupan, proses pertumbuhan anak masa lalu mencerminkan standar gizi dan kesehatan. Menurut laporan UNICEF (1998) beberapa fakta terkait stunted dan pengaruhnya antara lain sebagai berikut : 1. Anak-anak yang mengalami stunted lebih awal yaitu sebelum usia enam bulan, akan mengalami stunted lebih berat menjelang usia dua tahun. Stunted yang parah pada anak-anak akan terjadi deficit jangka panjang dalam perkembangan fisik dan mental sehingga tidak

mampu untuk belajar secara optimal di sekolah,

dibandingkan anak- anak dengan tinggi badan normal. Anak-anak dengan stunted cenderung lebih lama masuk sekolah dan lebih sering absen dari sekolah dibandingkan anak-anak dengan status gizi baik. Hal ini memberikan konsekuensi terhadap kesuksesan anak dalam kehidupannya dimasa yang akan datang.

2. Stunted akan sangat mempengaruhi kesehatan dan perkembanangan anak. Faktor dasar yang menyebabkan stunted dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan intelektual. Penyebab dari stunted adalah bayi berat lahir rendah, ASI yang tidak memadai, makanan tambahan yang tidak sesuai, diare berulang, dan infeksi pernapasan. Berdasarkan penelitian sebagian besar anak-anak dengan stunted mengkonsumsi makanan yang berada di bawah ketentuan rekomendasi kadar gizi, berasal dari keluarga miskin dengan jumlah keluarga banyak, bertempat tinggal di wilayah pinggiran kota dan komunitas pedesaan. 3. Pengaruh gizi pada anak usia dini yang mengalami stunted dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan kognitif yang kurang. Anak stunted pada usia lima tahun cenderung menetapsepanjang hidup, kegagalan pertumbuhan anak usia dini berlanjut pada masa remaja dan kemudian tumbuh menjadi wanita dewasa yang stunted dan mempengaruhi secara langsung pada kesehatan dan produktivitas, sehingga meningkatkan peluang melahirkan anak dengan BBLR. Stunted

terutama

berbahaya

pada

perempuan,

karena

lebih

cenderung

menghambat dalam proses pertumbuhan dan berisiko lebih besar meninggal saat melahirkan.

E. . Penilaian Stunting secara Antropometri Untuk menentukan stunted pada anak dilakukan dengan cara pengukuran. Pengukuran tinggi badan menurut umur dilakukan pada anak usia di atas 2 tahun. Antropometri merupakan

ukuran dari tubuh, sedangkan antropometri gizi adalah

jenis pengukuran dari beberapa bentuk tubuh dan komposisi tubuh menurut umur dan tingkatan gizi, yang digunakan untuk mengetahui ketidakseimbangan protein dan energi. Antropometri dilakukan untuk pengukuran pertumbuhan tinggi badan dan berat badan (Gibson, 2005). 1. Standar digunakan untuk standarisasi pengukuran berdasarkan rekomendasi NCHS dan WHO. Standarisasi pengukuran ini membandingkan pengukuran anak dengan median, dan standar deviasi atau Z-score untuk usia dan jenis kelamin yang sama pada anak- anak. Z-score adalah unit standar deviasi untuk mengetahui perbedaan antara nilai individu dan nilai tengah (median) populasi referent untuk usia/tinggi yang sama, dibagi dengan standar deviasi dari nilai populasi rujukan. Beberapa keuntungan penggunaan Z-score antara lain untuk

mengiidentifikasi nilai yang tepat dalam distribusi perbedaan indeks dan perbedaan usia, juga memberikan manfaat untuk menarik kesimpulan secara statistik dari pengukuran antropometri. 2. Indikator antropometrik seperti tinggi badan menurut umur (stunted) adalah penting dalam mengevaluasi kesehatan dan status gizi anak-anak pada wilayah dengan banyak masalah gizi buruk. Dalam menentukan klasifikasi gizi kurang dengan stunted sesuai dengan ”Cut off point”, dengan penilaian Z-score, dan pengukuran pada anak balita berdasarkan tinggi badan menurut Umur (TB/U) Standar baku WHO-NCHS berikut (Sumber WHO 2006)

F. . Dampak Stunting Stunting dapat mengakibatkan penurunan intelegensia (IQ), sehingga prestasi belajar menjadi rendah dan tidak dapat melanjutkan sekolah. Bila mencari pekerjaan, peluang gagal tes wawancara pekerjaan menjadi besar dan tidak mendapat pekerjaan yang baik, yang berakibat penghasilan rendah (economic productivity hypothesis) dan tidak dapat mencukupi kebutuhan pangan. Karena itu anak yang menderita stunting berdampak tidak hanya pada fisik yang lebih pendek saja, tetapi juga pada kecerdasan, produktivitas dan prestasinya kelak setelah dewasa, sehingga akan menjadi beban negara. Selain itu dari aspek estetika, seseorang yang tumbuh proporsional akan kelihatan lebih menarik dari yang tubuhnya pendek. Stunting yang terjadi pada masa anak merupakan faktor risiko meningkatnya angka kematian, kemampuan kognitif, dan perkembangan motorik yang rendah serta fungsifungsi tubuh yang tidak seimbang (Allen & Gillespie, 2001). Gagal tumbuh yang terjadi akibat kurang gizi pada masa-masa emas ini akan berakibat buruk pada kehidupan berikutnya dan sulit diperbaiki. Masalah stunting menunjukkan ketidakcukupan gizi dalam jangka waktu panjang, yaitu kurang energi dan protein, juga beberapa zat gizi mikro.

H. Cara Mencegah Stunting 1. Mencegah Stunting pada Balita Berbagai upaya telah kita lakukan dalam mencegah dan menangani masalah gizi di masyarakat. Memang ada hasilnya, tetapi kita masih harus bekerja keras untuk menurunkan prevalensi balita pendek sebesar 2,9% agar target MD’s tahun 2014 tercapai yang berdampak pada turunnya prevalensi gizi kurang pada balita kita.

Dalam keadaan normal, tinggi badan tumbuh bersamaan dengan bertambahnya umur, namun pertambahan tinggi badan relatif kurang sensitif terhadap kurang gizi dalam waktu singkat. Jika terjadi gangguan pertumbuhan tinggi badan pada balita, maka untuk mengejar pertumbuhan tinggi badan optimalnya masih bisa diupayakan, sedangkan anak usia sekolah sampai remaja relatif kecil kemungkinannya. Maka peluang besar untuk mencegah stunting dilakukan sedini mungkin. dengan mencegah faktor resiko gizi kurang baik pada remaja putri, wanita usia subur (WUS), ibu hamil maupun pada balita. Selain itu, menangani balita yang dengan tinggi dan berat badan rendah yang beresiko terjadi stunting, serta terhadap balita yang telah stunting agar tidak semakin berat. Kejadian balita stunting dapat diputus mata rantainya sejak janin dalam kandungan dengan cara melakukan pemenuhan kebutuhan zat gizi bagi ibu hamil, artinya setiap ibu hamil harus mendapatkan makanan yang cukup gizi, mendapatkan suplementasi zat gizi (tablet Fe), dan terpantau kesehatannya. Selain itu setiap bayi baru lahir hanya mendapat ASI saja sampai umur 6 bulan (eksklusif) dan setelah umur 6 bulan diberi makanan pendamping ASI (MPASI) yang cukup jumlah dan kualitasnya. Ibu nifas selain mendapat makanan cukup gizi, juga diberi suplementasi zat gizi berupa kapsul vitamin A. Kejadian stunting pada balita yang bersifat kronis seharusnya dapat dipantau dan dicegah apabila pemantauan pertumbuhan balita dilaksanakan secara rutin dan benar. Memantau pertumbuhan balita di posyandu merupakan upaya yang sangat strategis untuk mendeteksi dini terjadinya gangguan pertumbuhan, sehingga dapat dilakukan pencegahan terjadinya balita stunting. Bersama dengan sektor lain meningkatkan kualitas sanitasi lingkungan dan penyediaan sarana prasarana dan akses keluarga terhadap sumber air terlindung, serta pemukiman yang layak. Juga meningkatkan akses keluarga terhadap daya beli pangan dan biaya berobat bila sakit melalui penyediaan lapangan kerja dan peningkatan pendapatan. Peningkatan pendidikan ayah dan ibu yang berdampak pada pengetahuan dan kemampuan dalam penerapan kesehatan dan gizi keluarganya, sehingga anak berada dalam keadaan status gizi yang baik. Mempermudah akses keluarga terhadap informasi dan penyediaan informasi tentang kesehatan dan gizi anak yang mudah dimengerti dan dilaksanakan oleh setiap keluarga juga merupakan cara yang efektif dalam mencegah terjadinya balita stunting.

I. Penanggulangan dan pencegahan Stunting pada Bayi 1. Penanggulangan stunting pada pertumbuhan bayi Penanggulangan stunting yang paling efektif dilakukan pada seribu hari pertama kehidupan, yaitu: a. Pada ibu hamil Memperbaiki gizi dan kesehatan Ibu hamil merupakan cara terbaik dalam mengatasi stunting. Ibu hamil perlu mendapat makanan yang baik, sehingga apabila ibu hamil dalam keadaan sangat kurus atau telah mengalami KurangEnergiKronis (KEK), maka perlu diberikan makanan tambahan kepada ibu hamil tersebut. Setiap ibu hamil perlu mendapat tablet tambah darah, minimal 90 tablet selama kehamilan. Kesehatan ibu harus tetap dijaga agar ibu tidak mengalami sakit. b. Pada saat bayi lahir Persalinan ditolong oleh bidan atau dokter terlatih dan begitu bayi lahir melakukan Inisiasi Menyusu Dini (IMD). Bayi sampai dengan usia 6 bulan diberi Air Susu Ibu (ASI) saja (ASI Eksklusif). c. Bayi berusia 6 bulan sampai dengan 2 tahun Mulai usia 6 bulan, selain ASI bayi diberi Makanan Pendamping ASI (MPASI). Pemberian ASI terus dilakukan sampai bayi berumur 2 tahun atau lebih. Bayi dan anak memperoleh kapsul vitamin A, taburia, imunisasi dasar lengkap. 2. Pencegahan stunting pada pertumbuhan bayi a. Kebutuhan gizi masa hamil Pada Seorang wanita dewasa yang sedang hamil, kebutuhan gizinya dipergunakan untuk kegiatan rutin dalam proses metabolisme tubuh, aktivitas fisik, serta menjaga keseimbangan segala proses dalam tubuh. Di samping proses yang rutin juga diperlukan energi dan gizi tambahan untuk pembentukan jaringan baru, yaitu janin, plasenta, uterus serta kelenjar mamae. Ibu hamil dianjurkan makan secukupnya saja, bervariasi sehingga kebutuhan akan aneka macam zat gizi bisa terpenuhi. Makanan yang diperlukan untuk pertumbuhan adalah makanan yang mengandung zat pertumbuhan atau pembangun yaitu protein, selama itu juga perlu tambahan vitamin dan mineral untuk membantu proses pertumbuhan itu.

b. Kebutuhan Gizi Ibu saat Menyusui Jumlah makanan untuk ibu yang sedang menyusui lebih besar dibanding dengan ibu hamil, akan tetapi kualitasnya tetap sama. Pada ibu menyusui diharapkan mengkonsumsi makanan yang bergizi dan berenergi tinggi, seperti diisarankan untuk minum susu sapi, yang bermanfaat untuk mencegah kerusakan gigi serta tulang. Susu untuk memenuhi kebutuhan kalsium dan flour dalam ASI. Jika kekurangan unsur ini maka terjadi pembongkaran dari jaringan (deposit) dalam tubuh tadi, akibatnya ibu akan mengalami kerusakan gigi. Kadar air dalam ASI sekitr 88 gr %. Maka ibu yang sedang menyusui dianjurkan untuk minum sebanyak 2–2,5 liter (8-10 gelas) air sehari, di samping bisa juga ditambah dengan minum air buah. 1) Kebutuhan Gizi Bayi 0 – 12 bulan Pada usia 0 – 6 bulan sebaiknya bayi cukup diberi Air Susu Ibu (ASI). ASI adalah makanan terbaik bagi bayi mulai dari lahir sampai kurang lebih umur 6 bulan. Menyusui sebaiknya dilakukan sesegara mungkin setelah melahirkan. Pada usia ini sebaiknya bayi disusui selama minimal 20 menit pada masing-masing payudara hingga payudara benar-benar kosong. Apabila hal ini dilakukan tanpa membatasi waktu dan frekuensi menyusui,maka payudara akan memproduksi ASI sebanyak 800 ml bahkan hingga 1,5 – 2 liter perhari. 2) Kebutuhan Gizi Anak 1 – 2 tahun Ketika memasuki usia 1 tahun, laju pertumbuhan mulai melambat tetapi perkembangan motorik meningkat, anak mulai mengeksplorasi lingkungan sekitar dengan cara berjalan kesana kemari, lompat, lari dan sebagainya. Namun pada usia ini anak juga mulai sering mengalami gangguan kesehatan dan rentan terhadap penyakit infeks seperti ISPA dan diare sehingga anak butuh zat gizi tinggi dan gizi seimbang agar tumbuh kembangnya optimal. Pada usia ini ASI tetap diberikan. Pada masa ini berikan juga makanan keluarga secara bertahap sesuai kemampuan anak. Variasi makanan harus diperhatikan. Makanan yang diberikan tidak menggunakan penyedap, bumbu yang tajam, zat pengawet dan pewarna. dari asi karena saat ini hanya asi yang terbaik untuk buah hati anda tanpa efek samping. J.

Penatalaksaan Pengobatan pada stunting antara lain : 1. Kalsium

Kalsium berfungsi dalam pembentukan tulang serta gigi, pembekuan darah dan kontraksi otot. Bahan makanan sumber kalsium antara lain : ikan teri kering, belut, susu, keju, kacang-kacangan. 2. Yodium Yodium sangat berguna bagi hormon tiroid dimana hormon tiroid mengatur metabolisme, pertumbuhan dan perkembangan tubuh. Yodium juga penting untuk mencegah gondok dan kekerdilan. Bahan makanan sumber yodium : ikan laut, udang, dan kerang. 3. Zink Zink berfungsi dalam metabolisme tulang, penyembuhan luka, fungsi kekebalan dan pengembangan fungsi reproduksi laki-laki. Bahan makanan sumber zink : hati, kerang, telur dan kacang-kacangan. 4. Zat Besi Zat besi berfungsi dalam sistem kekebalan tubuh, pertumbuhan otak, dan metabolisme energi. Sumber zat besi antara lain: hati, telur, ikan, kacangkacangan, sayuran hijau dan buah-buahan. 5. Asam Folat Asam folat terutama berfungsi pada periode pembelahan dan pertumbuhan sel, memproduksi sel darah merah dan mencegah anemia. Sumber asam folat antara lain : bayam, lobak, kacang-kacangan, serealia dan sayur-sayuran. K. Kebijakan Penanggulangan Stunting Upaya percepatan perbaikan gizi merupakan upaya Global, tidak saja untuk indonesia, melainkan semua negara yang memiliki masalah gizi stunting. Upaya ini di inisiasi oleh World Health Assembly, 2012. Undang – undang tentang pangan nomer 18 tahun 2012 yng menetapkan kebijakan di bidang pangan untuk perbaikan status gizi maasyarakat. Pemerintah dan pemerindah daerah menyusun rencana aksi pangan dan gizi setiap 5 tahun. Peraturan presiden nomor 42/2013 tentang Gerakan Nasional Perbaikan Gizi diterbitkan untuk mendukung upaya penggalangan partisipasi dan kepedulian pemangku kepentingan secara terencana dan terkoordinir untuk mempercepat perbaikan gizi dalam 1000 hari pertama kehidupan (1000 HPK).

BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Stunting adalah masalah gizi utama yang akan berdampak pada kehidupan sosial dan ekonomi dalam masyarakat. Ada bukti jelas bahwa individu yang stunting memiliki tingkat kematian lebih tinggi dari berbagai penyebab dan terjadinya peningkatan penyakit. Stunting akan mempengaruhi kinerja pekerjaan fisik dan fungsi mental dan intelektual akan terganggu. Balita pendek (stunting) merupakan keadaan tubuh yang pendek dan sangat pendek hingga melampaui defisit -2 SD dibawah median panjang atau tinggi badan. Stunting dapat di diagnosis melalui indeks antropometri tinggi badan menurut umur yang mencerminkan pertumbuhan linier yang dicapai pada pra dan pasca persalinan dengan indikasi kekurangan gizi jangka panjang, akibat dari gizi yang tidak memadai. Faktor gizi ibu sebelum dan selama kehamilan merupakan penyebab tidak langsung yang memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan dan perkembangan janin. Ibu hamil dengan gizi kurang akan menyebabkan janin mengalami intrauterine growth retardation (IUGR), sehingga bayi akan lahir dengan kurang gizi, dan mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan. Beberapa faktor yang terkait dengan kejadian stunted antara lain kekurangan energi dan protein, sering mengalami penyakit kronis, praktek pemberian makan yang tidak sesuai dan faktor kemiskinan. Untuk menentukan stunted pada anak dilakukan dengan cara pengukuran. Pengukuran tinggi badan menurut umur dilakukan pada anak usia di atas 2 tahun. 3.2 Saran Stunting harus dicegah sedini mungkin dengan meningkatkan pelayanan kesehatan kepada ibu sejak kehamilan 3 bulan berupa ANC berupa gizi ibu hamil, imunisasi TT, dan pemeriksaan kehamilan secara teratur. Bayi harus di berikan ASI sampai umur 6 bulan. Setelah 6 bulan bayi harus diberikan makan pendamping ASI(M-ASI). Anak harus di bawa ke posyandu secara rutin untuk mendapat pelayanan secara lengkap. Bagi balita stunting segera di berikan pelayanan kesehatan.

DAFTAR PUSTAKA ACC/SCN & International Food Policy Research Institute (IFPR), 2000, “4th Report on The World Nutrition Situation Throughout The Life Cycle”, Geneva:ACC/SCN in Collaboratin with IFPR. Allen and Gillespie, 2001, Prinsip Dasar Ilmu Gizi . PT. Gramedia Pustaka Ilmu: Jakarta Bloem MW, Pee SD, Hop LT, Khan NC, Laillou A, Minarto, Pfanner RM, Soekarjo D, Soekirman, Solon JA, Theary C, Wasantwisut E, 2013.Key strategies to further reduce stunting in Southeast Asia: Lessons from the ASEAN countries workshop. Food and Nutrition Bulletin: 34:2 Crookston B, Penny M, Alder SC, Dickerson T, Merrill RM, Stanford J , Porucznik CA, Dearden KA, 2010.Children Who Recover from Early Stunting and Children Who Are Not Stunted Demonstrate Similar Levels of Cognition. American Society for Nutrition. 2010; doi:10.3945/ jn.109.118927. Gibson, R.S, 2005. Priciples of Nutritional Assesment. Second Edition. Oxford University Press, Inc: New York. Hoffman DJ, Sawaya AL, Verreschi I, Tucker KL, Roberts SB, 2000. Why are nutritionally stunted children at increased risk of obesity? Studies of metabolic rate and fat oxidation in shantytown children from São Paulo, Brazil. Am J Clin Nutrition 72:7027 Kusharisupeni, 2002. Peran status kelahiran terhadap stunting pada bayi : sebuah studi prospektif, Jurnal Kedokteran Trisakti, 2002,23 : 73-80 Kusharisupeni, 2002.Growth Faltering pada Bayi di Kabupaten Indramayu Jawa Barat. Makara Kesehatan, 2002, 6:1-5 Lewit EM, Kerrebrock N. 1997Population-Based Growth Stunting, The Future Of Children Children And Poverty 7:2 MuchaN,

2012.Implementing

Consensus.briefing

Nutrition-Sensitive

Development:

Reaching

paper,Akses:www.bread.org/institute/papers/n

utrition-sensitive-interventions.pdf

tanggal 26 Desember 2013 Mann, J. Dan Truswell, A, S. 2002. Essentials of Human Nutrition. Oxfod University Pres. New York Timæus, IM, 2012. Stunting and obesity in childhood: are assessment using longitudinal data

from

South

Africa,

International

Journal

of

Epidemiology;1–9

doi:10.1093/ije/dys026. Unicef, 2013. Improving Child Nutrition The achievable imperative for global progress. Diakses:www.unicef.org/media/files/nutrition_report_2013.pdftanggal 24 Desember 2013 Unicef Indonesia, 2013. Ringkasan Kajian Gizi Ibu dan Anak, Oktober 2012. Akses www.unicef.org Tanggal 16 Desember 2013. UNICEF, 1998. The State on the World Childern. Oxford Unive. Press. WHO, 2006. WHO Child Growth Standads: Lengh/High – fpr – Age, Wheight-for-age: Metdhos and Developmant. Departement. Geneva.

More Documents from "Tea"

October 2019 292
One.pdf
May 2020 11
Layar Maxtype.docx
December 2019 27