07-pola Peledakan.pdf

  • Uploaded by: Muhammad Suckri
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View 07-pola Peledakan.pdf as PDF for free.

More details

  • Words: 16,209
  • Pages: 81
BLE – 07 = POLA PELEDAKAN

PELATIHAN AHLI PELEDAKAN PEKERJAAN KONSTRUKSI

DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI DAN SUMBER DAYA MANUSIA PUSAT PEMBINAAN KOMPETENSI DAN PELATIHAN KONSTRUKSI

Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi

Pola Peledakan

KATA PENGANTAR

Pelaksanaan pekerjaan konstruksi dengan berbagai macam kegiatan selalu berhadapan dengan kenyataan yang harus diatasi dan diselesaikan dengan baik di lapangan, misalnya pekerjaan konstruksi bendungan memerlukan batuan pengguruk pembentuk bendungan yang sangat banyak, konstruksi saluran irigasi terpaksa harus melintasi gunung yang perlu terowongan, pekerjaan konstruksi jalan harus melintasi gunung yang perlu penanganan khusus dan dipotong. Menghadapi kenyataan medan lokasi dan kondisi yang ada sedemikian rupa, kiranya perlu suatu upaya penyelesaian konstruksi yang melibatkan para ahli, antara lain Ahli peledakan yang dimanfaatkan untuk memotong gunung atau membuat terowongan dibawah gunung atau dibawah dataran tinggi untuk saluran irigasi saluran pengelak dari bendungan atau untuk jalan. Modul BLE – 07 = Pola Peledakan, merupakan salah satu modul/ materi pelatihan untuk melatih atau membentuk ahli peledakan yang bermutu, mampu dan mau melakukan pekerjaan peledakan secara efektif, efisien dan aman dalam lingkungan kerjanya yang cukup penting untuk dipahami dan dipraktekkan.

Dimaklumi bahwa modul ini masih banyak kekurangan dan perlu koreksi dan sumbang saran untuk penyempurnaan, maka bagi semua pihak yang berkepentingan dengan penuh harapan berkenan menyampaikan saran dan pendapatnya untuk penyempurnaan.

Terima kasih.

ii

Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi

Pola Peledakan

LEMBAR TUJUAN

JUDUL PELATIHAN : AHLI PELEDAKAN

TUJUAN PELATIHAN : A. Tujuan Umum Pelatihan Setelah mengikuti peserta diharapkan mampu : Merencanakan, menyiapkan, melaksanakan dan mengevaluasi peledakan pada lokasi peledakan yang mengacu kepada teknologi dan peraturan perundang-undangan yang berwawasan keselamatan, kesehatan, keamanan dan pelestarian lingkungan hidup sesuai dengan tujuan yang ditetapkan.

B. Tujuan Khusus Pelatihan Setelah mengikuti pelatihan peserta mampu : 1. Menerapkan peraturan perundang-undangan / ketentuan-ketentuan yang berkaitan peledakan 2. Menguasai lokasi medan peledakan 3. Merencanakan pola pengeboran dan peledakan 4. Menyiapkan dan mengawasi pelaksanaan kegiatan pengeboran 5. Menyiapkan, mengawasi dan melakukan pelaksanaan peledakan 6. Mengevaluasi setiap hasil peledakan dan membuat laporan

Seri / Judul Modul = BLE – 07 : Pola Peledakan TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU) Setelah selesai mengikuti modul ini, peserta mampu melakukan persiapan mendistribusikan dan pengisian bahan peledak, merangkai jaringan penyala sampai melakukan peledakan sesuai desain pola peledakan yang ditentukan dan menerapkan ketentuan keselamatan, kesehatan kerja dan keamanan lingkungan peledakan.

TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS (TIK) Setelah modul diajarkan peserta mampu : 1. Melakukan penyiapan dan mendistribusikan bahan peledak dan perlengkapannya sesuai pola peledakan 2. Melakukan pengisian muatan dan merangkai jaringan penyala dan pengecekan jaringan penyala dan pengamanan lingkungan 3. Melakukan peledakan primer dengan coyote hole 4. melakukan peledakan primer dengan Bench Mark (peledakan jenjang) iii

Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi

Pola Peledakan

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................................... i LEMBAR TUJUAN ........................................................................................................ii DAFTAR ISI ................................................................................................................. iii DESKRIPSI SINGKAT DAN DAFTAR MODUL ............................................................ iv DAFTAR GAMBAR ...................................................................................................... v PANDUAN PEMBELAJARAN ...................................................................................... vi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Pengertian Dasar Ledakan ......................................................................... 1-1 1.2 Gelombang Tekanan ................................................................................. 1-1 1.3 Pengaruh Gas Ledakan ............................................................................... 1-1 1.4 Penggunaan Tenaga Ledakan ................................................................... 1-2

BAB 2 MEMPERSIAPKAN PELEDAKAN SESUAI POLA PELEDAKAN 2.1 Desain Pola Peledakan .............................................................................. 2-1 2.1.1

Pola Peledakan ............................................................................... 2-1

2.1.2

Pola Peledakan pada Areal Terbuka .............................................. 2-1

2.1.3

Pola Peledakan pada Areal Bawah Tanah ..................................... 2-5

2.2 Mempersiapkan Peledakan Primer ............................................................. 2-9 2.3 Coyote Hole ............................................................................................... 2-10 2.4 Distribusi Muatan ........................................................................................ 2-11 2.4.1 Perpanjangan Lubang ................................................................... 2-11 2.4.2 Muatan Bertingkat............................................................................ 2-11 2.4.3 Snake Hole ...................................................................................... 2-12 2.5 Perlengkapan Peledakan............................................................................ 2-13 2.5.1 Detonator ....................................................................................... 2-13 2.5.2 Penggunaan Perlengkapan Peledakan yang Benar ......................... 2-18

BAB 3 PENGISIAN MUATAN DAN JARINGAN PENYALA 3.1

Mempersiapkan Muatan ............................................................................ 3-1

3.2

Pengisian Muatan ...................................................................................... 3-1

3.3

Pengisian Muatan dengan ANFO ............................................................... 3-2 3.3.1

Pencampuran dan persiapan untuk pengisian ................................ 3-3

3.3.2

Alat Pencampur Bahan Peledak .................................................... 3-3

3.3.3

Alat Pengisi Lubang Ledak .......................................................... 3-15 iv

Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi

3.3.4

Pola Peledakan

Muatan Primer ANFO..................................................................... 3-11

3.4

Jaringan Penyala ...................................................................................... 3-13

3.5

Pemeriksaan Kabel Penyala .................................................................... 3-18

3.6

Menyalakan Muatan ................................................................................. 3-18

3.7

Pemeriksaan Hasil Peledakan .................................................................. 3-19

3.8

Perlakuan terhadap Peledakan yang tidak meledak .................................. 3-19

3.9

Peledakan Sekunder ................................................................................ 3-21

BAB 4 PELEDAKAN PRIMER DENGAN SISTEM COYOTE HOLE 4.1 Pengeboran Coyote Hole ........................................................................... 4-1 4.2 Perhitungan Jumlah Bahan Peledak ............................................................ 4-3 4.3 Pengisian dan Penutupan Coyote Hole ....................................................... 4-6 4.4 Peledakan Coyote ...................................................................................... 4-8 BAB 5 PELEDAKAN PRIMER DENGAN BENCH – CUT (PELEDAKAN JENJANG) 5.1

Pengeboran ............................................................................................... 5-1

5.2

Pengisian Muatan Lubang ......................................................................... 5-2 5.2.1

Cara Pengisian Biasa ..................................................................... 5-2

5.2.2

Cara Pengisian Bench Cut dengan Dua Step ................................. 5-3

5.2.3

Cara Pengisian Bench Cut dengan Detonating Card (cord tex)....... 5-3

RANGKUMAN DAFTAR PUSTAKA

v

Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi

Pola Peledakan

DESKRIPSI SINGKAT PENGEMBANGAN MODUL PELATIHAN 1. Kompetensi kerja yang disyaratkan untuk jabatan kerja „Ahli Peledakan“ dibakukan dalam SKKNI (Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia) yang didalamnya sudah dirumuskan uraian jabatan, unit-unit kompetensi yang harus dikuasai, elemen kompetensi lengkap dengan kriteria unjuk kerja (performance criteria) dan batasanbatasan penilaian serta variabel-variabelnya.

2. Mengacu kepada SKKNI, disusun SLK (Standar Latihan Kerja) dimana uraian jabatan dirumuskan sebagai Tujuan Umum Pelatihan dan unit-unit kompetensi dirumuskan sebagai Tujuan Khusus Pelatihan, kemudian elemen kompetensi yang dilengkapi dengan Kriteria Unjuk Kerja (KUK) dikaji dan dianalisis kompetensinya yaitu kebutuhan : pengetahuan, keterampilan dan sikap perilaku kerja, selanjutnya dirangkum dan dituangkan dalam suatu susunan kurikulum dan silabus pelatihan yang diperlukan.

3. Untuk mendukung tercapainya tujuan pelatihan tersebut, berdasarkan rumusan kurikulum dan silabus yang ditetapkan dalam SLK, disusunlah seperangkat modul-modul pelatihan seperti tercantum dalam „DAFTAR MODUL“ dibawah ini yang dipergunakan sebagai bahan pembelajaran dalam pelatihan „Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi“.

DAFTAR MODUL No.

Kode

Judul Modul

1.

BLE – 01

Etos Kerja dan Etika Profesi

2.

BLE – 02

Peraturan Perundang-Undangan Terkait Peledakan

3.

BLE – 03

Manajerial Dalam Kegiatan Peledakan

4.

BLE – 04

Karakteristik Material yang akan Diledakan

5.

BLE – 05

Perencanaan Peledakan

6.

BLE – 06

Pola Pengeboran

7.

BLE – 07

Pola Peledakan

8.

BLE – 08

Evaluasi Peledakan dan Pelaporan

vi

Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi

Pola Peledakan

DAFTAR GAMBAR No.

No. Gambar

Judul Gambar

1.

Gb. 2-1

Pola peledakan pojok dengan orientasi retakan 900.

2.

Gb. 2-2

Pola peledakan pojok dengan orientasi retakan 600.

3.

Gb. 2-3

Pola peledakan pojok dengan pola bujur sangkar

4.

Gb. 2-4

Peledakan pojok antar baris dengan pola staggered

5.

Gb. 2-5

Peledakan pada bidang bebas memanjang

6.

Gb. 2-6

Peledakan pada bidang memanjang dengan pola v-cut

7.

Gb. 2-7

Kelompok lubang pada permukaan kerja terowongan

8.

Gb. 2-8

Pola peledakan burn cut pada terowongan

9.

Gb. 2-9

Pola peledakan dengan wedge cut terowongan

10.

Gb. 2-10

Peledakan dengan drug cut

11.

Gb. 2-11

Terminologi dan simbol geometri peledakan

12.

Gb. 2-12

Denah coyote hole

13.

Gb. 2-13

Perpanjangan lubang

14.

Gb. 2-14

Muatan bertingkat

15.

Gb. 2-15

Snake hole

16.

Gb. 2-16

Sumbu pengaman

17.

Gb. 2-17

Bagian-bagian sumbu peledak

18.

Gb. 2-18

Seri sumbu ledak buatan ICI – explosive

19.

Gb. 2-19

Detonator listrik tunda

20.

Gb. 2-20

Pemasangan sumbu pengaman

21.

Gb. 2-21

Pemasangan detonator listrik

22.

Gb. 2-22

Pembuatan muatan primer dengan detonator listrik

23.

Gb. 2-23

Pembuatan muatan primer dengan menggunakan sumbu ledak

24.

Gb. 2-24

Detonator listrik seismeik dan bawah air

25.

Gb. 2-25

Bagian-bagian sumbu nonel

vii

Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi

Pola Peledakan

26.

Gb. 2-26

Bagian dalam detonator nonel

27.

Gb. 2-27

”J”Look dan tabel tunda pada detonator nonel

28.

Gb. 3-1

Pencampur ANFO Coxan

29.

Gb. 3-2

Alat bantu pengisian pneumatik

30.

Gb. 3-3

Tipikal pengisian secara manual

31.

Gb. 3-4 dan 3-5

32.

Gb. 3-6

Mobil mixer unit (MMU) pada pengisian muatan di areal terbuka

33.

Gb. 3-7

MMU sedang mengisi lubang ledak di bawah tanah

34.

Gb. 3-8

Bagian-bagian penting MMU

35.

Gb. 3-9

Muatan primer dengan Cord tex

36.

Gb. 3-10

Pengisian muatan dengan detonasi listrik

37.

Gb. 3-11

Jaringan penyala dengan sumbu pengaman

38.

Gb. 3-12

Sambungan pada cord tex

39.

Gb. 3-13

Jaringan seri dengan penyala listrik

40.

Gb. 3-14

Jaringan paralel

41.

Gb. 3-15

Tembakan letup

42.

Gb. 3-16

Tembakan plester

43.

Gb. 4-1

Sketsa dasar center cut

44.

Gb. 4-2

Rentetan pengeboran coyote hole

45.

Gb. 4-3

Hasil pengeboran coyote hole

46.

Gb. 4-4

Pola keseluruhan pengeboran coyote hole

47.

Gb. 4-5

Jaringan primer coyote hole

48.

Gb. 4-6

Jaringan penyala coyote hole

49.

Gb. 5-1

Pengeboran untuk peledakan jenjang

Pengisian secara manual pada terowongan

viii

Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi

Pola Peledakan

PANDUAN PEMBELAJARAN

A. BATASAN No.

Item Batasan

Uraian

1.

Seri / Judul

BLE – 07 = Pola Peledakan

2.

Deskripsi

Materi ini dikembangkan untuk membekali

Keterangan

peserta pelatihan tentang „ Pola Peledakan“ yang merupakan mata pelatihan „Inti Keahlian“ yang harus dikuasai untuk dipraktekkan dalam pelaksanaan tugas sebagai ahli peledakan, sehingga tingkat kompetensinya dapat diukur secara jelas dan lugas yaitu : mampu dan mau melakukan peledakan sesuai peledakan volumenya, kualitasnya dan dapat selesai dalam tempo yang ditentukan. Selain modul BLE-07 : Pola Peledakan ini, masih ada modul-modul lainnya yang merupakan unsur-unsur dalam satu kesatuan paket pelatihan yang juga harus dikuasai dan diterapkan dalam pelaksanaan tugas.

3.

Tempat kegiatan

Didalam ruang kelas lengkap dengan fasilitasnya

4.

Waktu pembelajaran

4 jam pembelajaran (1 jp = 45 menit) atau sampai tercapainya minimal kompetensi yang telah ditentukan khususnya untuk domain kognitif (pengetahuan)

ix

Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi

Pola Peledakan

B. PROSES PEMBELAJARAN Kegiatan Instruktur 1. Ceramah pembukaan : • Menjelaskan/ pengantar modul • Menjelaskan TIK dan TIU, pokok/ sub pokok

Kegiatan Peserta

Pendukung

• Mengikuti penjelasan pengantar TIU, TIK dan pokok/ sub pokok bahasan • Mengajukan pertanyaan, apabila kurang jelas

bahasan

OHT1

• Merangsang motivasi dan minat peserta untuk mengerti dan dapat membandingkan pengalamannya • Waktu = 10 menit

2. Penjelasan Bab I Pendahuluan • Pengertian dasar peledakan

• Mengikuti penjelasan dan terangsang untuk berdiskusi

• Gelombang tekanan

• Mencatat hal-hal penting

• Pengaruh gas ledakan

• Mengajukan pertanyaan bila

• Penggunaan tenaga

OHT2

perlu

ledakan • Waktu = 10 menit

3. Penjelasan Bab 2 Mempersiapkan peledakan • Desain pola peledakan • Mempersiapkan peledakan primer • Coyote hole • Distribusi muatan

• Mengikuti penjelasan dan terangsang untuk berdiskusi • Mencatat hal-hal penting

OHT3

• Mengajukan pertanyaan bila perlu

• Perpanjangan lubang • Muatan bertingkat

x

Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi

Pola Peledakan

• Snak hole • Perlengkapan peledakan • Detonator • Penggunaan perlengkapan yang benar • Waktu = 60 menit

4. Penjelasan Bab 3 Pengisian Muatan • Mempersiapkan muatan • Pengisian muatan • Pengisian muatan dengan ANFO • Alat pengisian lubang

• Mengikuti penjelasan dan terangsang untuk berdiskusi • Mencatat hal-hal penting • Mengajukan pertanyaan bila perlu

ledak OHT4

• Jaringan penyala • Pemeriksaan kabel penyala • Menyalakan muatan primer • Pemeriksaan hasil peledakan • Peledakan sekunder • Waktu = 75 menit 5. Penjelasan Bab 4 Peledakan primer dengan sistem coyote hole • Pengeboran coyote hole • Perhitungan jumlah bahan peledak • Pengisian dan penutupan coyote hole

• Mengikuti penjelasan dan terangsang untuk berdiskusi • Mencatat hal-hal penting

OHT 5

• Mengajukan pertanyaan bila perlu

• Peledakan coyote hole

Waktu : 25 menit xi

Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi

Pola Peledakan

6. Penjelasan : Bab 5 Peledakan Primer dengan benah cut (peledakan jenjang) • Pengeboran • Pengisian lubang bor Waktu : 20 menit

• Mengikuti penjelasan dan terangsang untuk berdiskusi

OHT 6

• Mencatat hal-hal penting • Mengajukan pertanyaan bila perlu

7. Penjelasan Bab 6 Rangkuman / Penutup • Rangkuman

Peserta diberi kesempatan

• Diskusikan

bertanya jawab/ diskusi dan

• Penjajakan, penyerapan,

ditanya oleh instruktur secara lisan

pembelajaran

OHT 7

maupun tertulis

• Penutup • Waktu = 25 menit

xii

Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi

Pola Peledakan

MATERI SERAHAN

xiii

Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi

Pola Peledakan

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Pengertian Dasar Ledakan Pekerjaan utama didalam peledakan dimana semua usaha pelaksanaanya tergantung dan bersumber pada efisiensi produksi yang ditentukan oleh hasiol peledakan. Tujuan peledakan adalah meledakan material, menajdi ukuran-ukuran yang dapat diterima oleh peralatan yang ada pada proses selanjutnya . mekanisme pemecahan material akibat peledakan terdiri dari tiga proses yaitu : a.

Gelombang tekanan

b.

Pengaruh gas ledakan dan

c.

Penggunaan tenaga ledakan

1.2 Gelombang Tekanan Pada waktu peledakan didalam lubang, material disekelilingnya dipengaruhi oleh gas bersuhu dan bertekanan tinggi yang menghasilkan suatu system gelombang tekaan didal;am batu. Pada mulanya sdiostem tekanan ini melebihi kekuatan tekanan (tegangan tekan) dari batu, misalnya batu kapur 10.000 - 38.000 psi dan suatu daerah pecahan batu terbentuk didekat lubang peledakan. Daerah pecahan batu ini sangat kecil sebab kecepatan gelombang tekanan ini sangat cepat dan dibawah harga kekuatan tekan batu yang akibatnya komunikasi terhenti. Gelombang getaran dijalankan dengan kecepatan suara melalui batu tanpa menimbulkan pecahan sampau mencapai permukaan tegangan dalam batu. Karena udara, kemudian dipantulkan sebagai ge;ombang dari kekuatan gelombang tekanan, maka keretakan akan terjadi dari batu. Kehebatan dari gelombang tekanan adalah fngsi dasar dari “tekanan meledak” dan berhubungan langsung dengan kecepatan meledak.

1.3 Pengaruh Gas Ledakan Sekali keretakan terjadi, pecahan-pecahan mulai bergerak keluar, sesudah itu gas-gas ledakan mempercepat pecahan-pecahan kemuka dan ketika keluar dari celah-celah retakan, memberikan gerakan adukan yang menambah derajat pemecahan. Tenaga yang diberikan pada batu oleh gas-gas yang mengembang setelah terjadinya gelombang tekanan, merupakan fungsi dari „tekanan lubang bor“ yang berhubungan langsung dengan tenaga dan jumlah peledak yang dipakai dalam lubang bor.

1-1

Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi

Pola Peledakan

1.4 Penggunaan Tenaga Ledakan Jumlah tenaga yang dipindahkan dari peledak ke batu dibagi antara : • yang dipakai oleh sistem gelombang tekanan • yang dibutuhkan untuk menggerakkan batu dari tempatnya • yang digunakan untuk membua „batu terbang“ dan • yang digunakan untuk ledakan udara dan suara Maka dengan itu bahan peledak berkecepatan dan berkepadatan tinggi dibutuhkan untuk meyakinkan „pemecahan“ yang efisien dan memberikan tekanan peledakan yang besar yang merupakan syarat dasar untuk pemecahan material.

1-2

Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi

Pola Peledakan

BAB 2 MEMPERSIAPKAN PELEDAKAN SESUAI POLA PELEDAKAN

2.1

Desain Pola Peledakan 2.1.1

Pola Peledakan Mengingatkan kembali secara umum pola peledakan menunjukkan urutan atau sekuensial ledakan dari sejumlah lubang ledak. Pola peledakan pada tambang terbuka dan bukaan di terowongan atau bawah tanah berbeda. Banyak faktor yang menentukan perbedaan tersebut, yaitu faktor yang mempengaruhi pola pengeboran. Adanya urutan peledakan berarti terdapat jeda waktu ledakan diantara lubang-lubang ledak yang disebut dengan waktu tunda atau delay time. Beberapa keuntungan yang diperoleh dengan menerapkan waktu tunda pada sistem peledakan antara lain adalah: 1) Mengurangi getaran 2) Mengurangi overbreak dan batu terbang (fly rock) 3) Mengurangi gegaran akibat airblast dan suara (noise). 4) Dapat mengarahkan lemparan fragmentasi batuan 5) Dapat memperbaiki ukuran fragmentasi batuan hasil peledakan Apabila pola peledakan tidak tepat atau seluruh lubang diledakkan sekaligus, maka akan terjadi sebaliknya yang merugikan, yaitu peledakan yang mengganggu lingkungan dan hasilnya tidak efektif dan tidak efisien.

2.1.2

Pola Peledakan pada Areal Terbuka Mengingat area peledakan pada areal antara lain tambang terbuka atau quarry cukup luas, maka peranan pola peledakan menjadi penting jangan sampai urutan peledakannya tidak logis. Urutan peledakan yang tidak logis bisa disebabkan oleh:  penentuan waktu tunda yang terlalu dekat,  penentuan urutan ledakannya yang salah,  dimensi geometri peledakan tidak tepat,  bahan peledaknya kurang atau tidak sesuai dengan perhitungan. Terdapat beberapa kemungkinan sebagai acuan dasar penentuan pola peledakan pada tambang terbuka, yaitu sebagai berikut : a. Peledakan tunda antar baris. b. Peledakan tunda antar beberapa lubang. 2-1

Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi

Pola Peledakan

c. Peledakan tunda antar lubang. Orientasi retakan cukup besar pengaruhnya terhadap penentuan pola pemboran dan peledakan yang pelaksanaannya diatur melalui perbandingan spasi (S) dan burden (B). Beberapa contoh kemungkinan perbedaan kondisi di lapangan dan pola peledakannya sebagai berikut: 1) Bila orientasi antar retakan hampir tegak lurus, sebaiknya S = 1,41 B seperti pada Gambar 2.1 dibawah ini. Arah lemparan batuan w B 4

3

2

1

B

y 5

4

3

2

B 6

5

4

3

SEBELUM PELEDAKAN 1,4 B

3

4

1,4 B

2

5

1,4 B

1

4 6

1,4 B

2

3 5

4

3

SETELAH PELEDAKAN

Gambar 2.1 Peledakan pojok dengan pola staggered dan sistem inisiasi echelon serta orientasi antar retakan 90 2) Bila orientasi antar retakan mendekati 60 sebaiknya S = 1,15 B dan menerap-kan interval waktu long-delay dan pola peledakannya terlihat Gambar 2.2. 3) Bila peledakan dilakukan serentak antar baris, maka ratio spasi dan burden (S/B) dirancang seperti pada Gambar 2.3 dan 2.4 dengan pola bujursangkar (square pattern). 4) Bila peledakan dilakukan pada bidang bebas yang memanjang, maka sistem inisiasi dan S/B dapat diatur seperti pada Gambar 2.5 dan 2.6.

2-2

Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi

Pola Peledakan

Arah lemparan batuan w B 4

3

2

1

B 5

4

3

y

2

B 6

5

SEBELUM PELEDAKAN

1,15B

4

3

4 1,15B B

2

5

1,15B B

1,15B B

1

4 6

3

3

2

5

4

3

SESUDAH PELEDAKAN

Gambar 2.2 Peledakan pojok dengan pola staggered dan sistem inisiasi echelon serta orientasi antar retakan 60

Arah lemparan batuan

w B

4

3

2

1

4

3

2

1

2B

4

3

2

B

1.4B

y

1.4B SEBELUM PELEDAKAN

1,4 B

4

3

1,4 B

2

1 1,4 B

1,4 B

1

SETELAH PELEDAKAN

Gambar 2.3. Peledakan pojok antar baris dengan pola bujursangkar dan sistem inisiasi echelon

2-3

Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi

Pola Peledakan

Arah lemparan batuan

w B 1

1

1

1

B

B 2

2

2

y

2

1,4B

B

3

3

3

2B

3

2B

2B

2B

SEBELUM PELEDAKAN

1 2 3 SETELAH PELEDAKAN

Gambar 2.4. Peledakan pojok antar baris dengan pola staggered

Arah lemparan batuan

w B 4

3

2

1

2

B

1.4B

3

4

y

2B

5

4

3

2

3

4

5

6

5

4

3

4

5

6

1.4B SEBELUM PELEDAKAN 1,4 B

1,4 B

1,4 B 1,4 B

1,4 B

1,4 B

1 2 3 SETELAH PELEDAKAN

4 5 6

2 3 4 5 6

Gambar 2.5. Peledakan pada bidang bebas memanjang dengan pola V-cut bujursangkar dan waktu tunda close-interval

2-4

Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi

Pola Peledakan

Arah lemparan batuan

w B 4

3

2

1

2

3

4

6

5

4

3

4

5

6

8

7

6

5

6

7

8

y

B

B

SEBELUM PELEDAKAN

4 SETELAH PELEDAKAN

1,4 B

B

6 8

B

1,4 B 1,4 B

1,4 B

2

1

5

4

3

4

5

7

6

5

6

7

3

2

3

4 6 8

Gambar 2.6. Peledakan pada bidang bebas memanjang dengan pola V-cut persegi panjang dan waktu tunda bebas 2.1.3

Pola peledakan pada areal bawah tanah Prinsip pola peledakan di bawah tanah adalah sama dengan di areal terbuka, yaitu membuat sekuensial ledakan antar lubang. Peledakan pembuatan cut merupakan urutan pertama peledakan di bawah tanah agar terbentuk bidang bebas baru disusul lubang-lubang lainnya, sehingga lemparan batuan akan terarah. Urutan paling akhir peledakan terjadi pada sekeliling sisi lubang bukaan, yaitu bagian atap dan dinding. Pada bagian tersebut pengontrolan menjadi penting agar bentuk bukaan menjadi rata, artinya tidak banyak tonjolan atau backbreak pada bagian dinding dan atap.

Permuka kerja suatu bukaan bawah tanah, misalnya pada pembuatan terowong-an, dibagi ke dalam beberapa kelompok lubang yang sesuai dengan fungsinya (lihat Gambar 2.7), yaitu cut hole, cut spreader hole, stoping hole, roof hole, wall hole dan floor hole. Bentuk suatu terowongan terdiri bagian bawah yang disebut abutment dan bagian atas dinamakan busur (arc). Gambar 2.8, 2.9, dan 2.10 memperlihatkan pola peledakan untuk membuat terowongan dengan bentuk cut yang berbeda masing-masing burn cut, wedge cut, dan drag cut.

2-5

Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi

Pola Peledakan

Roof holes atau back holes Stoping holes atau helper holes atau reliever holes

Tinggi busur

Wall holes atau rib holes

Cut holes Tinggi abutment

Cut spreader holes atau raker holes Floor holes atau lifter holes

Gambar 2.7. Kelompok lubang pada pemuka kerja suatu terowongan

18

16

18

18

18 19 18

16

17 15

18 18

18

15

16

14

18 17

18 19

14

15

16

11

13

15

18

12 17

17 15

11

13

9

14

12

10

10

12

14 16

16 17 18

5,2 m 16

16

15

13

11

9

11

13

15

17

16

14

12

14

16

17

17 18

7,5 m

5

7 2 3

4 1

8

6

Gambar 2.8. Pola peledakan dengan burn cut pada suatu terowongan

2-6

Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi

11

11

11

10

9

10

9

8

7

9

7 6 5 4 3 2 1 0

0 1 2 3 4 5 6 7

9

9

9

9

10

0 1 2 3 4 5 6 7

7 6 5 4 3 2 1 0

8

10

11

8

7

8

10

11 10

7 6 5 4 3 2 1 0

10

11

11

9

7

12

11

11

11 11

Pola Peledakan

7

9

7

6

6,4 m 9

7

2

4

6

8

8

6

1

3

5

7

9

7

2

4

6

8

11

12

2,8 m

0 1 2 3 4 5 6 7 9

9

9

9

9

10

9,4 m

TAMPAK DEPAN

12

11

10

2,5 m TAMPAK DEPAN

5,6 m 1,0 m

TAMPAK ATAS

TAMPAK ATAS

Gambar 2.9.

Gambar 2.10

Pola peledakan dengan wedge cut pada

Pola peledakan dengan drag cut pada

suatu terowongan

suatu terowongan

Geometri Peledakan Jenjang Kondisi batuan dari suatu tempat ketempat yang lain akan berbeda walaupun mungkin jenisnya sama. Hal ini disebabkan oleh proses genesa batuan yang akan mempengaruhi karakteristik massa batuan secara fisik maupun mekanik. Perlu diamati pula kenampakan struktur geologi, misalnya retakan atau rekahan, sisipan (fissure) dari lempung, bidang diskontinuitas dan sebagainya. Kondisi geologi semacam itu akan mempengaruhi kemampuledakan (blastability). Tentunya pada batuan yang relatif kompak dan tanpa didominasi struktur geologi seperti tersebut di atas, jumlah bahan peledak yang diperlukan akan lebih banyak untuk jumlah produksi tertentu dibanding batuan yang sudah ada rekahannya. Jumlah bahan peledak tersebut dinamakan specific charge atau Powder Factor (PF) yaitu jumlah bahan peledak yang dipakai untuk setiap hasil peledakan (kg/m3 atau kg/ton).

2-7

Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi

Pola Peledakan

Terdapat beberapa cara untuk menghitung geometri peledakan yang telah diperkenalkan oleh para akhli, antara lain: Anderson (1952), Pearse (1955), R.L. Ash (1963), Langefors (1978), Konya (1972), Foldesi (1980), Olofsson (1990), Rustan (1990) dan lainnya. Cara-cara tersebut menyajikan batasan konstanta untuk menentukan dan menghitung geometri peledakan, terutama menentukan ukuran burden berdasarkan diameter lubang tembak, kondisi batuan setempat dan jenis bahan peledak. Disamping itu produsen bahan peledak memberikan cara coba-coba (rule of thumb) untuk menentukan geometri peledakan, diantaranya ICI Explosive, Dyno Wesfarmer Explosives, Atlas Powder Company, Sasol SMX Explosives Engineers Field Guide dan lain-lain. Dengan memahami sejumlah rumus baik yang diberikan oleh para akhli maupun cara coba-coba akan menambah keyakinan bahwa percobaan untuk mendapatkan geometri peledakan yang tepat pada suatu lokasi perlu dilakukan. Karena berbagai rumus yang diperkenalkan oleh para akhli tersebut merupakan rumus empiris yang berdasarkan pendekatan suatu model.

ANG JENJ ) H CAK C N N U P BE (TOP

KOLOM LUBANG LEDAK ( L )

S

B

CREST

T

H

AS BEB ) G N CE A BID EE FA R (F

PC

TOE G NJAN AI JE NCH) T N E LA OR B (FLO

J

Gambar 2.11. Terminologi dan simbul geometri peledakan Terminologi dan simbul yang digunakan pada geometri peledakan seperti terlihat pada Gambar 2.2 yang artinya sebagai berikut: B =

burden

;L

=

kedalaman kolom lubang ledak

S =

spasi

;T

=

penyumbat (stemming)

H =

tinggi jenjang ; PC

=

isian utama (primary charge atau powder column)

J

subdrilling

=

2-8

Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi

Pola Peledakan

Lubang ledak tidak hanya vertikal, tetapi dapat juga dibuat miring, sehingga terdapat parameter kemiringan lubang ledak. Kemiringan lubang ledak akan memberikan hasil berbeda, baik dilihat dari ukuran fragmentasi maupun arah lemparannya. Untuk memperoleh kecermatan perhitungan perlu ditinjau adanya tambahan parameter geometri pada lubang ledak miring.

2.2

Mempersiapkan Peledakan Primer Peledakan primer dapat dirumuskan sebagai pemecahan batu atau material dari masa induknya dengan tenaga ledakan. Tujuan dan maksud dari peledakan batu dalam kegiatan konstruksi atau quarry adalah untuk memecahkan dan mengungkitnya sedemikian rupa, sehingga kebanyakan akan menjadi cukup kecil utnuk dimasukkan kedalam mesin-mesin pemuat, dump truck dan pemecah primer stone crusher dengan efisien dan ongkos minimum. Pemecahan dari batu dengan ukuran yang tepat untuk pengerjaan adalah tujuan utama. Ledakan primer yang efisien harus menghasilkan : •

Permukaan ledakan atau quarry yang bersih dan aman, serta memuaskan



Pemecahan yang baik digabung dengan timbunan material atau batu dengan ketinggian dan bentuk yang cukup untuk pemuatan mekanis



Permukaan lokasi peledakan atau quarry yang rapat tanpa retakan terbuka dibelakang garis lubang ledakan



Getaran tanah, ledakan udara dan suara yang minimum

Kebanyakan quarry di Indonesia dikerjakan untuk beberapa tahun menjadi tebing, sehingga tinggi permukaannya diluar batas-batas untuk keamanan dan ekonomis pengerjaan. Yang seharusnya tinggi dibatasi sesuai kemampuan jangkauan peralatan. Panjang jenjang peledak mempunyai pengaruh besar pada pemecahan dari hasil profil permukaan batu. Hasil peledakan yang baik diperoleh dengan menggunakan susunan seimbang dari bahan peledak, dimana pada dasarnya pengisian lubang pengeboran dapat dengan peledak yang kuat dan ringan. Hasil pecahan yang baik akan dipersulit dengan adanya patahan pada permukaan batu dan peledak dengan daya ledak yang tinggi (dinamit gelatin) kadang-kadang dapat mengatasinya. Dahulu perbandingan muatan peledak 5-6 ton batu per pounds peledak sangat umum, lalu ada perkembangan 3,5-2,5 ton per pounds biasa digunakan dan perbaikan derajat pemecahan telah terlihat, tetapi akan lebih baik bila diperhitungkan dan selalu diselidiki serta disesuaikan dari hasil ledakan dengan yang dikehendaki. Disamping itu timbunan batu dengan profil yang baik dapat diperoleh dengan perbandingan muatan yang berat ini. Dan timbunan dalam jangkauan bak pengangkut maupun kemungkinan runtuhnya 2-9

Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi

Pola Peledakan

batu berkurang. Peledakan kadang-kadang menyebabkan lendutan, patahan dibalik barisan lubang ledakan. Pengaruh ini diperkuat dimana gerakan kemuka dari permukaan dihalangi oleh adanya „tumit“ atau dimana dipakai burden yang berlebihlebihan. Akibatnya pecahan yang jelek, disamping barisan-barisan lubang selanjutnya harus digali dengan burden tetap dilakukan untuk memperlancar gerakan kemuka dari batu yang diledakan maka :

2.3



Dipakai delay detonator dan memperpendek burden serta spasi



Pemakaian lubang miring + 200 dari vertikal yaitu untuk mengurangi burden tumit



Pemakaian snake hole

Coyote Hole Peledakan primer bisa juga dilaksanakan dengan sistem coyote hole. Coyote hole merupakan suatu peledakan primer yang direncanakan satu kali ledakan bisa menghasilkan batu-batu pecah yang berjumlah cukup besar. Metode ini terutama dipakai pada quarry besar dan pemotongan permukaan gunung yang besar. Biasanya metode pengeboran ini kurang praktis sebab terlalu tinggi pembiayaannya. Dan metode coyote hole ini umumnya hanya terbatas pada suatu usaha dengan kondisi tetap dan dengan maksud untuk mencapi derajat pemecahan dan pemindahan masa yang besar daripada bahan.

Gb. 2.12 Peledakan Primer dengan Coyote Hole

Dalam banyak hal pengerjaan coyote ini bisa dianggap cukup ideal untuk memproduksi batu-batu besar, batu untuk pengisi tebing-tebing, tanggul-tanggul, bendunganbendungan, pelabuhan dan lainnya. Selain itu bisa juga untuk pemotongan gunung pada pembuatan jalan baru. Lubang-lubang coyote hole biasanya dibuat horizontal dan

2-10

Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi

Pola Peledakan

besarnya lubang coyote hole ini kira-kira 4 feet (120 cm) atau 5 feet (150 cm), sehingga lubang yang cukup besar ini bisa untuk tempat melakukan pekerjaan. Dalam hal pengerjaan peledakan dengan coyote hole perlu pengalaman cukup matang dan tidak sembarangan melakukannya.

2.4

Distribusi Muatan Bilamana patahan atau pecahan yang terletak pada suatu tingkatan dimana akan dibentuk lantai quary, keseragaman dari bahan peledak akan dapat membentuk lantai yang diharapkan. Namun pada kebanyakan quarry tingkatan-tingkatan demikian sukar dapat dilaksanakan karena keadaan batu tidak homogen. Dalam keadaan demikian maka muatan yang kuat dikaki lubang dibutuhkan untuk menolong pemecahan dalam bentuk lain. Tuga metod dasar tesdia untuk keperluan membentuk lantai quarry yang baik dan rata yaitu : 2.4.1

Perpanjangan Lubang Untuk mendapatkan ruangan untuk tambahan peledak, lubang dapat dibor dibawah muka lantai quarry, kira-kira 60 cm untuk lubang 10 cm dan 150-180 cm untuk lubang 4 cm atau kurang lebih 30% dari jarak antara tiap-tiap baris pengeboran. Lantai Kerja Permukaan

Snake Hole

Perpanjangan

Gb. 2.13 Perpanjangan Lubang

2.4.2

Muatan Bertingkat Muatan dapat dibuat dari dua macam kualitas peledak. Muatan dibawah 3-4,5m dari dalamnya lubang diisi dinamit kualitas tinggi dengan muatan primer

2-11

Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi

Pola Peledakan

terpisah. Sisa lubang diisi dengan peledak macam lain juga dengan muatan pimer terpisah. Kemudian kedua muatan diledakan bersama-sama.

Gb. 2.14 Muatan Bertingkat

Untuk satu macam kualitas peledak, muatan bertingkat diperoleh dengan menggunakan penutup pendek (+ 60-90 cm) diantara muatan-muatan dengan menyiapkan dahulu muatan primer didalam muatan dasar bersumbu „cordtex“ (detonating cord) atau sumbu detonasi serupa. Tali „cordtex“ (detonating cord) akan melalui seluruh panjang lubang meledakan setiap pelor dinamit secara secara beruntun. Dalam masalah ini ukuran pelor dinamit yang tepat untuk lubang bor perlu diperhatikan.

2.4.3

Snake Hole Ini adalah cara umum yang berguna untuk membantu peledakan primer. Lubang-lubang dibor mendatar pada permukaan batu sedekat mungkin pada lantai kerja. Lubang-lubang ini biasanya miring terhadap permukaan untuk mendapatkan panjang yang cukup untuk penutupan yang efektif. Lubang ini harus menembus permukaan batu sampai garis lubang vertical dan terletak ditengah-tengah. Lubang diisi tidak lebih dari separuh panjangnya, lalu ditutup dengan penutup. Penyalaan biasanya dilakukan dengan delay detonator sehingga muatan snake hole mempunyai efek angkatan setelah pecahan pertama yang dibentuk oleh lubang vertikal.

2-12

Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi

Pola Peledakan

Lantai Kerja Permukaan

Snake Hole

Gb. 2.15 Lubang Ular (Snake Hole)

2.5

Perlengkapan Peledakan Sebelum mengadakan peledakan haruslah mengetahui dan mengenal dahulu perlengkapan peledakan antara lain : 2.5.1

Detonator Detonator merupakan tabung kecil berisi high explosives yang kuat sebagai dasar pengisian yang mana dinamit bisa diledakan ; ada beberapa macam detonator antara lain : a. Detonator biasa dan sumbu pengaman (plain detonator and safety fuse) Detonator biasa dapat dipakai dengan sumbu pengaman yang biasanya berkekuatan no. 6. Karena kebanyakan pemakaian detonator no. 6 sudah mencukupi tetapi untuk tenaga yang lebih kuat dibutuhkan detonator yang lebih kuat lagi seperti no. 6 star yang berguna dalam peledakan plester. Detonator ini dapat dinyalakan dengan menggunakan geretan sumbu (fuse lighter) atau dapat dihubungkan bersama dengan tali plastik ini dihubungkan bersama dengan tali plastik (plastic igniter cord) dimana tali penyala plastik ini dihubungkan dengan sumbu pengaman memakai penghubung khusus.

2-13

Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi

Pola Peledakan

Gb. 2.16 Sumbu Pengaman

Jenis sumbu yang disarankan untuk pekerjaan quarry adalah : •

Sumbu “blue sump” untuk kondisi kering dan basah



Sumbu kedap air tak berasap untuk kondisi basah

b. Sumbu Detonasi cordtex (detonating cord) “Cordtex” atau dikenal juga dengan nama detonating cord, terdiri dari inti PETN (Pentaerythrite Tetranitrat) terbungkus oleh pita yang mengandung benang tekstil. Sumbu ini kemudian dibungkus lagi oleh lapisab yang terbuat dari bahan plastik. Sehingga ini kemudian dibungkus lagi oleh lapisan yang terbuat dari bahan plastik. Sehingga bungkusan ini bisa membuat sumbu kuat menahan tegangan lentur, kedap air, ringan serta terpercaya. Detonating cord juga tidak mudah dan tetap baik walaupun disimpan beberapa tahun. Struktur daripada “detonating cord” memungkinkan penggunaan yang efisien. Mempunyai kecepatan detonasi yang tinggi (6.500 meter per detik) dan sifat menjalarnya pembakaran meyakinkan untuk memulai meledakan dinamit. Walaupun „detonating cord“ merupakan sumbu, namun merupakan perlengkapan peledakan yang paling aman untuk dikerjakan, asalkan tidak pecah dan petn yang tertumpah tidak ditumbuk, serta terbakarnya atau meledaknya

cordtex akibat

benturan tidak

mungkin terjadi.

Untuk

menyalakan detonating cord dapat dipasang detonator listrik yang diikatkan pada ujung detonating cord, lalu dinyalakan dengan tenaga listrik. 2-14

Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi

Pola Peledakan

Detonating cord sangat berguna terutama dalam lubang peledakan primer (coyote).

Dalam

peledakan

yang

menggunakan

detonating

cord

memungkinkan pengisian bertingkat dan penempatan muatan primer ditempat yang paling menguntungkan, serta bisa memberikan cara efisien dan mudah untuk meledakan pengisian muatan yang terpisah-pisah di satu lubang. Berbagai nama untuk sumbu ledak yang dikenal di lapangan antara lain detonating cord, detonating fuse, atau cordtex. Sumbu ledak adalah sumbu yang pada bagian intinya terdapat bahan peledak PETN, yaitu salah satu jenis bahan peledak kuat dengan kecepatan rambat sekitar 6000 – 7000 m/s. Komposisi PETN di dalam tersebut bervariasi dari 3,6 – 70 gr/m. Namun, yang sering digunakan adalah sumbu ledak dengan isian PETN 3,6 gr/m atau 5 gr/m karena akan mengurangi kerusakan stemming dan bahan peledak serta pengaruh air blast. Bagian-bagian dari sumbu ledak terdiri dari lapisan pembungkus dan pelindung PETN berupa serat nylon, plastic, dan anyaman paraffin atau plastik seperti terlihat pada Gambar 2.6. Serat nylon dan plastik akan meningkatkan ketahanan terhadap air, tarik, abrasi, dan memudahkan pengikatan.

Anyaman tekstil sintetis

Selubung plastik

Serat nylon

PETN

Inti katun

Gambar 2.17 Bagian-bagian sumbu ledak

Walaupun sumbu ledak dirancang relatif tidak sensitif terhadap gesekan, benturan, arus liar, dan listrik statis, tetap saja harus diperlakukan sesuai dengan perlakuan terhadap bahan peledak, diantaranya jangan dibanting, dilempar, atau dibakar.

Sumbu ledak juga diproduksi untuk keperluan khusus oleh beberapa pabrik, diantaranya ICI Explosives memproduksi seri sumbu ledak dengan merk dagang sebagai berikut (lihat Gambar 2.7):

2-15

Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi



Pola Peledakan

Sliderline 3,5 gr/m, digunakan didalam lubang ledak bersama sistem primer sliderdeck.



Trunkcord 5 gr/m, dapat digunakan di permukaan atau di dalam lubang ledak pada bahan galian yang relative tidak keras.



Powercord 5 gr/m, dapat digunakan di permukaan atau di dalam lubang ledak pada bahan galian yang keras.



Redcord 10 gr/m, dapat digunakan pada tambang terbuka maupun bawah tanah.



Flexicord 10 gr/m, digunakan pada tambang terbuka dan bawah tanah bila stabilitas diprioritaskan.



Tuffcord 10 gr/m, untuk operasi pada batuan yang abrasif dimana kuat tarik yang tinggi diperlukan.



Geoflex 20 gr/m dan 40 gr/m, untuk survey seismic baik di darat maupun di laut.



Shearcord 70 gr/m, khusus untuk pengisian pada

presplitting,

smoothblasting dan pekerjaan demolisi.

SHEARCORD 70 gr/m GEOFLEX 40 gr/m GEOFLEX 20 gr/m FLEXICORD 10 gr/m

TUFFCORD 10 gr/m POWERCORD 5 gr/m

SLIDERLINE 2,5 gr/m

REDCORD 10 gr/m

TRUNKCORD 5 gr/m

Gambar 2.18 Seri sumbu ledak buatan ICI Explosive (1988)

c. Detonator Listrik (Electric Detonators) Detonator listrik terdiri dari susunan kepala sumbu dilengkapi dengan kabel penghubung dan ditutup oleh sumbat neopren yang merupakan pembantu 2-16

Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi

Pola Peledakan

untuk menyalakan ramuan detonasi. Detonator ini cocok untuk menyalakan peledakan tunggal atau beberapa peledakan beruntun dalam satu ronde. Detonator-detonator listrik dibuat dengan kekuatan 10.66 atau no. 6 „star“ dengan jenis-jenis utama sebagai berikut : •

Standard : yaitu untuk pemakaian kondisi normal. Dilengapi dengan penghubung kuningan berlapis timah berisolasi plastik ukuran SWG25



Lambat dan lambat pendek dapat digunakan pada tekanan air dengan kedalaman cukup yang dilengkapi dengan kabel penghubung SWG23.



„Hydrostar“ untuk digunakan dalam air lebih dalam, dilengkapi dengan kabel penghubung SWG23.

Untuk penggunaan dalam praktek detonator listrik ini dibedakan menjadi 3 macam : a. Detonator Instantonius : yaitu detonator listrik yang bila dinyalakan akan meledak seketika itu juga b. Detonator Delay Second (DS) atau detonator tunda yaitu detonator yang bila dinyalakan bisa meledak dengan jarak waktu tertentu sesuai dengan nomor delaynya. Biasanya nomor delay yang ada pada detonator delay second ini terdiri dari periode …………………………. sampai periode nomor 14 dengan selisih waktu (delay time) nominal 25 mili second. Detonator delay second ini dibuat dari tabung alumunium dengan variasi panjang sesuai dengan periode nomor delay yaitu untuk periode 0 panjangnya 8 inci dan sampai pada periode 14 mencapai panjang 5 inchi. c. Detonator delay milli second atau biasa disebut delay lambat jarak waktu tertentu sesuai dengan nomor delaynya. Untuk detonator delay milli second ini dibuat sampai 19 periode dengan selisih waktu untuk periode terpanjang sampai kira-kira 1 second. Adapun nomor delay dari detonator ini dibagi dengan urutan periode nomor 1 sampai 19. dimana nomor periode Adapun nomor delay dari detonator ini dibagi dengan urutan periode nomor 1 sampai 19. Dimana nomor periode ini juga ditunjukkan selisih waktu (delay time) nominal dalam milli seconds yaitu periode 1 : MS 25, periode 2 = MS.50, Periode 3 = MS. 75 dan lainnya, MS 100, MS. 125, MS.150, MS. 175, MS. 200, MS.250, MS.300, MS.350, MS.400, MS.450, MS. 500, MS. 600, MS. 700, MS. 800, MS. 900 dan MS. 1000.

2-17

Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi

Pola Peledakan

Biasanya nomor periode delay ini juga ditempatkan pada kawat yang merupakan tanda pengenalnya.

Panjang-pendek elemen tunda menentukan harga waktu tundanya dan sekaligus memberi kenampakan fisik detonator secara menyeluruh, yaitu ada detonator yang lebih panjang atau lebih pendek dari lainnya.

Gb. 2.19. Detonator listrik tunda (Ireco)

Terdapat tiga macam waktu tunda dalam detonator listrik, yaitu halfsecond, quartersecond dan millisecond. Tabel 4.1 pada modul BLE–05 : Perencanaan Peledakan adalah contoh interval waktu tersebut dan interval waktu terkecil dalam peledakan adalah 25 ms, sehingga selang waktu menjadi 25, 50, 75, 100, 125 ms, dan seterusnya. Setiap produsen memberikan ciri khusus untuk membedakan masingmasing sistem waktu tundanya, misalnya dengan warna, nama seri, atau nama khusus. Demikian juga dengan interval harga waktu tunda dari tiap sistem tersebut, biasanya hanya dibedakan menggunakan warna label penunjuk waktu tunda (delay tag color) dan pemberian strip atau garis dengan warna berbeda pada detonatornya.

2.5.2

Penggunaan Perlengkapan Peledakan yang benar Efisiensi maksimum dalam peledakan tergantung dari dua hal yaitu : -

pemilihan bahan peledak yang benar

-

penggunaan yang benar dari bahan peledak dan perlengkapannya yang dibutuhkan dengan menggunakan teknik yang baik. 2-18

Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi

Pola Peledakan

Untuk mendapatkan hasil yang baik pelor dinamit yang digunakan harus berukuan

sebesar

mungkin,

tanpa

menimbulkan

kesulitan

dalam

penempatannya. Untuk memulai peledakan sebuah pelor dinamit pada setiap muatan harus dilengkapi dengan detonator dan sumbu pengaman atau detonator listrik atau “cordtex” (detonating cord), muatan ini dinamakan muatan primer yang diletakkan berimpit dengan muatan lainnya perlu dilakukan karena mengurangi resiko timbulnya pengisian muatan tidak meledak. a. Penyiapan muatan primer dengan sumbu pengaman Sumbu pengaman dapat dipergunakan bila ujungnya dipasang detonator biasa dalam ukuran cocok untuk pekerjaan quarry. Pemasangan detonator dapat dilakukan dengan memotog sumbu pengaman melintang, memakai pemotong sumbu yang tajam dan bersih. Ujung yang baru dipotong ini dimasukan kedalam detonator sehingga ramuan dan sumbu berimpit. Sumbu ditahan tertekan sedikit pada ramuan tanpa pemuatan dan detonator dijepit dengan penjepit yang sesuai. Ujung dari sumbu dijaga agar tidak terkena air, minyak atau pelumas. Setelah selesai pemasangan detonator, maka dengan ujung detonator itu sumbu pengaman dimasukan kedalam pelor dinamit sebagai muatan primer, lalu sumbu pengaman bisa diikat dengan isolasi pada pelor dinamit.

Gb. 2.20 Pemasangan Sumbu Pengaman

2-19

Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi

Pola Peledakan

b. Penyiapan muatan primer dengan detonator listrik Detonator listrik merupakan detonator yang dibentuk sedemikian rupa sehingga langsung bisa dipergunakan. Adapun cara penyimpan muatan primer dengan detonator listrik adalah sebagai berikut : mula-mula ujung pelor dinamit dilubangi dengan pasak kayu, lalu detonator dimasukan sampai terbenam oleh bahan peledak. Kawat penghubung diikatkan disekeliling pelor dinamit untuk mencegah terlepasnya detonator pada waktu pengisian.

Gb. 2.21 Pemasangan Detonator Listrik

Terdapat dua cara yang disajikan untuk membuat primer dengan detonator listrik, yaitu cara ke 1 dan ke 2 seperti terlihat pada Gambar 2.10. Langkah-langkah cara ke 1 adalah sebagai berikut (Gambar 2.10.a): 1) Ambil cartridge bahan peledak kuat atau bahan peledak peka detonator, kemudian buatlah lubang kira-kira sedalam 6 cm ditengah-tengah

cartridge

dengan

atau

tanpa

dibuka

pembungkusnya memakai penusuk kayu 2) Sisipkan detonator listrik ke dalam lubang sedemikian rupa sehingga detonator terbenam seluruhnya ke dalam cartridge 3) Lingkarkan legwire sekali atau dua kali ke sekitar cartridge, lalu kencangkan dan siap dimasukkan ke dalam lubang ledak. 4) Kedua ujung kawat detonator yang mengarah ke atas harus digabungkan untuk menghindari pengaruh arus listrik liar atau listrik statis.

2-20

Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi

Pola Peledakan

b. Cara ke 2 a. Cara ke 1 Gb. 2.22. Pembuatan muatan primer menggunakan detonator listrik

Untuk cara ke 2, pada prinsipnya sama dengan cara ke 1, perbedaannya terletak pada lubang tembus yang dibuat pada bagian samping cartridge. Melalui lubang ini disisipkan legwire, kemudian dilingkarkan ke badan cartridge dan dikencangkan oleh bagian legwire yang menuju ke atas (lihat Gambar 2.10.b). Setelah kencang primer siap dimasukkan ke dalam lubang ledak dan jangan lupa menggabungkan kedua ujung legwire yang mengarah ke atas. c. Penyiapan muatan primer dengan “cordtex” (detonating cord) Penyalaan

untuk

peledakan

yang

efisien

dan

berhasil

dengan

menggunakan “cordtex” tergantung pada berimpitnya sambungan sumbu cordtex dengan pelor dinamit dari muatan primer maupun muatan lainnya. Dua cara yang dapat dipergunakan untuk menyiapkan muatan primer dengan “cordtex” ialah : •

Untuk pelor dinamit berdiameter kecil lubang dibuat dari ujung pelor dinamit keujung lainnya, lalu cordtex dimasukan melalui lubang ini dan ujungnya diikatkan agar tidak lepas.



Untuk pelor dinamit yang berdiameter besar lubang dapat dibuat dari sisi-sisi pelor dinamit, lalu cordtex dimasukan dan diikatkan biasa.

d. Pembuatan primer menggunakan sumbu ledak Membuat primer dengan sumbu ledak tidak diperlukan detonator sama sekali karena sumbu ledak bermuatan bahan peledak kuat, yaitu PETN. Sumbu ledak yang sering digunakan untuk keperluan peledakan pada penambangan bahan galian mengandung PETN 3,6 gr/m atau 5 gr/m. 2-21

Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi

Pola Peledakan

Terdapat dua cara yang umum digunakan untuk membuat primer dengan sumbu ledak, yaitu seperti terlihat pada Gambar 2.11. Cara ke 1 sebagai berikut (Gambar 2.11.a): 1) Ambil cartridge bahan peledak kuat atau bahan peledak peka detonator, kemudian buatlah lubang tembus di bagian samping cartridge memakai penusuk kayu 2) Sisipkan sumbu ledak ke dalam lubang, kemudian ikatlah dengan cara pengikatan bunga cengkeh atau dapat pula diikat kuat menggunakan selotip dan siap dimasukkan ke dalam lubang ledak.

Cara ke 2 adalah sebagai berikut (Gambar 2.11.b): 1) Ambil cartridge bahan peledak kuat atau bahan peledak peka detonator, kemudian buatlah lubang tembus sepanjang badan cartridge dari atas ke bawah memakai penusuk kayu yang agak panjang 2) Sisipkan sumbu ledak ke dalam lubang, kemudian buatlah tali simpul di bagian bawah cartridge untuk menahan cartridge tidak jatuh. Primer siap dimasukkan ke dalam lubang ledak.

b. Cara ke 2 a. Cara ke 1 Gb. 2.23. Pembuatan muatan primer menggunakan sumbu ledak

e. Detonator listrik seismic Mempunyai spesifikasi detonator nomor 8 bintang (8*) yang kekuatannya hampir dua kali nomor 8 (lihat halaman 6). Tabung detonator terbuat dari aluminium dan fusehead terbentuk dari zat kimia styphnate sebagai ramuan pembakar. Tanda yang penting dari detonator seismik adalah bahwa jeda waktu antara saat mulai listrik dikontak dengan peledakan detonator dibuat sependek mungkin. Caranya adalah dengan menggunakan alat pemicu 2-22

Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi

Pola Peledakan

ledak (exploder shot atau blasting machine) berkapasitas atau voltage tinggi. Untuk melindungi adanya “arus liar” dan listrik statis ujung kedua kawat utama (leadwires) harus dihubungkan dan diisolasi. Kawat utama dibuat ekstra kuat terhadap tarikan, yaitu dari bahan pembuat PVC. Untuk jarak yang pendek, yaitu kurang dari 20 m, kemasannya digulung; sedangkan untuk jarak yang jauh sekitar 20 m lebih menggunakan rol (lihat Gambar 2.12).

Detonator listrik bawah air: Disebut juga submarine detonator dengan spesifikasi mirip dengan detonator seismik. Diameter kawatnya lebih besar dari pada

detonator

seismic. Ujung atas detonator di press ganda oleh alat crimper (double circular crimp), sehingga tahan berada dalam air sedalam 90 m selama 2 minggu.

Gb. 2.24. Detonator listrik seismik dan bawah air (ICI Explosives, 1988)

f.

Detonator nonel Detonator nonel (non-electric) dirancang untuk mengatasi kelemahan yang ada pada detonator listrik, yaitu dipengaruhi oleh arus listrik liar, statis, dan kilat serta air. Akhirnya diketemukan suatu proses transmisi signal energi rendah gelombang kejut menuju detonator tanpa mempengaruhi bahan peledak yang digunakan. Transmisi signal terjadi di dalam suatu sumbu (tube) berdiameter 2 – 3 mm terbuat dari semacam lapisan plastik yang pada bagian dalamnya dilapisi dengan material reaktif yang sangat tipis. Ketika

inisiasi

dilakukan,

signal

energi

rendah

tersebut

bergerak

disepanjang sumbu yang kecepatan propagasinya enam kali kecepatan suara (2000 m/s). Fenomena gelombang kejut tersebut, yang sama dengan ledakan debu pada tambang batubara bawah tanah, merupakan rambatan 2-23

Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi

Pola Peledakan

gelombang kesegala arah, saling membentur dan menikung di bagian dalam sumbu. Bagian luar sumbu tidak rusak oleh gerakan gelombang kejut yang tidak beraturan tadi karena jumlah reaktif material didalamnya hanya sedikit (satu lapis). 1. Cara menginisiasi sumbu nonel Satu ruas “sumbu nonel” (nonel tube) disebut juga “sumbu signal” terinisiasi secara langsung (instantaneous), kecuali sudah dipasang detonator tunda oleh pabrik pembuatnya. Terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menginisiasi atau menyulut sumbu nonel, yaitu: 1) menggunakan satu detonator, baik detonator biasa atau listrik, 2) menggunakan sumbu ledak (detonating cord), atau 3) menggunakan starter non-electric yang dinamakan shotgun atau shotfirer.

2. Komponen utama satu set detonator nonel Detonator nonel diterima konsumen sudah dengan sumbu signalnya yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Komponen utama satu set detonator nonel adalah sebagai berikut: 1) Sumbu nonel, berfungsi sebagai saluran signal energi menuju detonator tunda. Sumbu ini mempunyai panjang yang berbeda, sehingga pemilihannya harus disesuaikan dengan kedalaman lubang ledak. Pada bagian ujung sumbu dipres atau ditutup yang disebut dengan ultrasonic seal. Jangan coba-coba memotong ultrasonic seal ini karena uap air akan masuk kedalam sumbu dan dapat menyebabkan gagal ledak. Sumbu nonel terdiri dari tiga lapisan, yaitu lapisan luar, lapisan tengah, dan lapisan dalam yang masing-masing berfungsi sebagai berikut (lihat Gambar 2.13):



Lapisan

luar:

untuk

ketahanan

terhadap

goresan

dan

perlindungan terhadap ultra violet



Lapisan tengah: untuk daya regang dan ketahanan terhadap zat kimia



Lapisan dalam: menahan bahan kimia reaktif, yaitu jenis HMX atau

octahydrotetranitrotetrazine

dan

aluminium,

pada

tempatnya. HMX ber-suhu stabil dan memiliki densitas serta kecepatan detonasi yang tinggi.

2-24

Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi

Pola Peledakan

Lapisan luar Lapisan tengah

Lapisan dalam

HMX satu layer

Gb. 2.25. Bagian-bagian sumbu nonel (Dyno Nobel)

Secara keseluruhan sumbu nonel terbuat dari plastik dengan kualitas terseleksi, sehingga: •

tidak sensitif terhadap energi listrik dan transmisi radio,



tidak terinisiasi oleh api, pukulan atau gesekan,



gelombang kejut dengan gas yang panas diperlukan untuk inisiasi,



sumbu dapat saling menyilang tanpa menginisiasi atau merusak sumbu lainnya

2) Detonator nonel, yang berkekuatan nomor 8. Komponen utama dalam detonator nonel sama dengan detonator listrik yang membedakannya hanya pada mekanisme pembentukan energi panasnya (lihat Gambar 2.14). 3) Label tunda, yaitu label dengan warna tertentu yang menandakan tipe priode tunda halfsecond, quartersecond, atau millisecond dan waktu nominal ledaknya (lihat Gambar 2.15). 4) “J” hook, adalah alat untuk menyisipkan detonating cord. Fasilitas ini tidak selalu ada atau modelnya yang berbeda (lihat Gambar 4.7).

2-25

Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi

tabung alumunium

elemen transisi

Pola Peledakan

penyumbat anti-statis

pelapis baja

isian dasar

sumbu nonel

isian utama

elemen tunda

plug penutup tidak tembus air

Gb. 2.26. Bagian dalam detonator nonel

sumbu nonel

label tunda

“J” hook

Gb. 2.27. “J” hook dan label tunda pada detonator nonel (ICI Explosives, 1988)

2-26

Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi

Pola Peledakan

BAB 3 PENGISIAN MUATAN DAN JARINGAN PENYALA

3.1

Mempersiapkan Muatan Apabila muatan telah direncanakan maka yang diperlukan yaitu : jumlah peledak yang dibutuhkan, detonating cord, detonator dan sumbu pengaman atau detonator listrik, delay detonator dan lain-lainnya diambil dari penyimpanan dan dibawa dengan hati-hati ke tempat persiapan. Tempat ini harus berwujud meja kayu yang besar dan kekar tanpa paku atau skrup pada bagian atasnya. Meja persiapan harus diletakan diruang terbuka dekat dengan perlindungan petugas peledakan. Meja harus terlindung dari sinar matahari langsung. Penyiapan muatan crimer Muatan primer dapat dibuat dari sebuah paket dinamit yang direncanakan yang dimasuki : a. Satu detonator biasa standard no. 6 dan sumbu pengaman dengan panjang secukupnya atau b. Seutas cordtex (detonating cord) yang diikatkan pada pelor dinamit atau c. Satu detonator listrik atau delay detonator yang juga dimasukan pada pelor dinamit.

3.2

Pengisian Muatan Sebelum pengisian dimulai, permukaan lantai kerja yang sudah dibor dan akan diisi harus dibersihkan dari pekerjaan lain dan mesin-mesin, terkecuali pengisi muatan. Muatan peledak dan muatan primer dengan hati-hati dibawa ke atas permukaan dimana lubang-lubang siap untuk diisi. Pada akhir pengeboran, mulut lubang ditutup dengan sumbat, jika ada pergunakan kertas gulung. Semua pecahan batu dibersihkan dari lubang dilakukan dengan tongkat pemadat berdiameter lebih kecil dari lubang bor dengan panjang yang mencapai dasar lubang. Bambu dapat digunakan untuk keperluan ini, ujung bambu yang robek-robek harus dibuang atau diganti dengan karet atau kain. Logam tidak boleh digunakan sama sekali. Dengan hati-hati tongkat dimasukan untuk memeriksa adanya lengkungan mungkin tersumbat pecahan batu atau pengerongan yang mempengaruhi pengisian.

Setelah muatan primer disiapkan, lalu muatan primer itu dapat dimasukan kedalam lubang dahulu dan perlahan-lahan didorong keposisinya. 3-1

Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi

Pola Peledakan

Bagian sumbu atau leg wire yang bebas harus ditahan atau diikatkan pada patok agar tidak jatuh kedalam lubang. Dinamit lainnya kemudian dilepas perlahan-lahan kedalam lubang dua atau tiga buah sekaligus. Petugas pengisi harus mendengarkan setiap dinamit yang meluncur kedalam lubang sebelum melepaskan yang lain. Apabila dinamit macet ditengah lubang, harus diturunkan secara hati-hati denga tongkat. Setiap dua atau tigas dinamit harus dipadatkan perlahan-lahan dengan menekan mantap-mantap memakai tongkat pada lubang isian dinamit. Untuk tongkat pemadat bertanda feet, tiga buah pelor dinamit berukuran 8 inchi akan menunjukkan pembacaan 2 feet pada tongkat, sehingga kontinuitas muatan dapat dijaga. Adanya celah udara dimana „detonating cord“ digunakan tidak akan mengganggu, karena seluruh panjang detonating cord dapat memulai peledakan. Untuk detonator-detonator listrik dan detonator biasa, pelor dinamit harus lekat satu sama lainnya. Bilamana muatan primer digunakan detonator listrik, muatan primer ini dapat diletakan dimana saja, namun disarankan supaya diletakan sedekat mungkin pada dasar lubang. Bila digunakan muatan primer dengan detonator biasa dan sumbu pengaman, muatan primer harus diisikan kedalam lubang paling akhir. Setelah semua muatan diisikan, sisa lubang harus diisi penutup. Semua bahan penutup harus digunakan dalam keadaan lembab dan tidak dapat terbakar. Menurut pemilihannya, bahan-bahan penutup adalah : •

campuran dua bagian pasir dan satu bagian lempung



lempung



pasir



tanah napal

Debu pengeboran dapat digunakan untuk mengganti pasir tetapi pecahan tajam harus dibuang, karena dapat memotong sumbu pada waktu pemadatan. Bahan penutup harus dipadatkan setao 1 -2 feet (30-60 cm) dengan tongkat pemadat. Selama pengerjaan pengisian dan pemadatan, sumbu detonating cord atau kabelkabel listrik (leg wire) dipegang betul-betul dan dijaga lurus tanpa terjadi tegangan.

3.3

Pengisian Muatan dengan AN-FO Ammonium Nitrat (AN) adalah bahan pupuk, namun dapat dirubah menjadi bahan peledak dengan penambahan Fuel Oil (FO) atau minyak bakar, selanjutnya campuran kedua bahan inilah disebut AN-FO yang dapat dipergunakan sebagai bahan peledak. 3.3.1

Pencampuran dan Persiapan untuk Pengisian Walaupun AN-FO mempunyai kepadatan yang rendah, tetapi kepadatan yang sesuai dapat diperoleh sewaktu campuran lepas mengisi lubang bor.

3-2

Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi

Pola Peledakan

Kepadatan yang sesuai tersebut dapat diperoleh dengan menggunakan alat pengisi mekanis pnematik. AN-FO dengan 5,6% berat minyak bakar dianggap memberikan : •

susunan yang tepat dan kecepatan detonasi terbaik



ketahanan air yang baik dalam lubang-lubang basah



volume karbon monoksida dan gasnitrous (gas dan asap) yang kecil

Minyak bakar yang dipergunakan adalah “solar”. Biasanya ammonium nitrat yang dipersiapkan sebagai bahan peledak dibungkus rapat dengan kantong yang tahan air, tahan tembusan udara dan tahan terhadap pengerjaan kasar. Untuk memperoleh ukuran minyak bakar yang tepat dilapangan, cara yang termudah adalah dengan menempatkan ammonium nitrat dalam drum terbuka. Kaleng pengukur minyak dibuat tepat untuk ukuran satu kantong ammonium nitrat.

Walaupun

kebanyakan

mesin

pengisi

dalam

mesin

dengan

menggunakan semburan (jet udara), proses ini masih dianggap terlalu perlahan sehingga akan mengurangi kapasitas pengisian. Dalam praktek drum bekas yang dibelah dua dapat digunakan untuk tempat pencampuran satu kantong ammonium nitrat. Setelah tukang campur mengisikan ammonium nitrat. Setelah tukang campur mengisikan ammonium nitrat kedalam drum, pengawas menuangkan minyak dipermukaan ammonium nitrat, sedangkan tukang campur mengaduknya

dengan

dayung

kayu.

Campuran

yang

memuaskan

membutuhkan waktu 30 detik sampai 1 menit untuk penyelesaiannya. Dengan menyediakan dua drum dan dua tukang campur untuk sebuah mesin pengisi muatan pelaksanaan pengisian pada lubang-lubang dapat berlangsung cukup lancar kecuali pada waktu pengosongan drum.

3.3.2

Alat Pencampur Bahan Peledak Bahan yang dicampur biasanya agen peledakan. Bila ANFO dipergunakan sebagai agen peledakan, maka diperlukan alat untuk mencampur AN dan FO. Alat yang paling sederhana adalah penakar kedua bahan tersebut dan tempat untuk mengaduk bahan-bahan tersebut menjadi campuran yang homogen. Ada yang menggunakan alat pencampur bahan cor (semen, pasir dan air), yaitu concrete mixer atau “molen”, sebagai alat untuk mencampur AN dan FO. Alat tersebut cukup baik untuk menghasilkan campuran yang homogen, namun pelaksanaannya harus penuh kehati-hatian, sebab “molen” tidak dirancang untuk mengaduk bahan peledak. Alat pencampur bahan peledak harus memenuhi beberapa persyaratan, sebab hasilnya berupa bahan peledak kuat yang berbahaya bagi keselamatan kerja. Persyaratan tersebut yaitu: 3-3

Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi

Pola Peledakan

 Bahan yang kontak dengan AN terbuat dari stainless-steel atau diberi lapisan epoxy.  Pada waktu bekerja tidak menimbulkan panas yang berlebih atau listrik statis.

Gambar 2.1 memperlihatkan alat pencampur bahan peledak ANFO yang dinama-kan Coxan ANFO Mixer. Alat ini dirancang untuk mencampur AN dan FO dengan perbandingan 94%:6% dengan cara kerja sebagai berikut: 1) Butiran AN dimasukkan ke corong (hopper) yang dilengkapi dengan saringan. Saringan ini diperlukan karena kadang-kadang terdapat AN yang menggumpal, sehingga gumpalan dan butiran AN dapat dipisahkan. Gumpalan AN yang tertinggal di atas saringan dikeluarkan atau kalau memungkinkan dapat dipukul-pukul di atas saringan agar hancur menjadi butiran dan langsung masuk kedalam corong. Kapasitas corong butiran AN sekitar 70 kg. 2) Fluida FO (solar) dialirkan melalui pipa yang tersedia dibagian bawah alat dan mengalir dengan kecepatan konstan. 3) Butiran AN turun dengan kecepatan konstan dan FO mengalir dengan kecepatan konstan pula; dengan demikian, maka ANFO yang keluar melalui pipa saluran pengeluaran (extruder) pun akan mempunyai kecepatan konstan juga. Perbandingan 94% AN dan 6% FO diperoleh melalui perbedaan kecepatan konstan antara turunnya AN dan aliran FO.

Poros tempat engkol bila alat dioperasikan tangan Corong untuk butiran AN

Pipa saluran pengeluaran ANFO (extruder) sistem auger Inlet untuk Fuel Oil Gb. 3.1. Pencampur ANFO Coxan (ICI Explosives)

3-4

Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi

Pola Peledakan

Alat Coxan ANFO Mixer dapat dioperasikan tangan atau tenaga listrik. Bila dioperasikan tangan, maka dipasang engkol di bagian ujung pipa pengeluaran produk ANFO dan laju pengeluaran ANFO bisa mencapai 1000 kg/jam. Sedangkan bila dioperasikan oleh tenaga listrik, diperlukan energi 1100 watt, dan laju produk ANFO antara 40 – 100 kg/menit.

3.3.3

Alat Pengisi Lubang Ledak Pengisian lubang ledak dapat dilakukan secara manual atau menggunakan alat bantu mekanis. Cara pengisian dibedakan berdasarkan diameter lubang ledak dan untuk alasan tersebut lubang ledak dikelompokkan menjadi:  Diameter “Kecil”

: < 50 mm (2”)

 Diameter “Sedang” : 50 – 100 mm (2” – 4”)  Diameter “Besar”

: > 100 mm (4”)

Cara pengisian manual maksudnya bila dilaksanakan langsung dengan cara dicurah ke dalam lubang ledak. Untuk membantu pemadatan digunakan tongkat panjang terbuat dari bambu atau bahan non-konduktor lainnya yang disebut tamping rod. Sedangkan cara mekanis bila menggunakan alat bantu pengisian pneumatik, misalnya pneumatic cartridge charger dan ANFO loader, yang biasanya diterapkan pada pengisian lubang miring atau ke arah atas. Sedangkan alat mekanis untuk lubang ledak berdiameter “besar” digunakan Mobile Mixer/ Manufacturing Unit (MMU) yang multi-guna, karena dapat berfungsi sebagai pengangkut, pencampur dan sekaligus pengisi. a. Pengisian lubang berdiameter “kecil” Lubang ledak berdiameter “kecil” biasanya mempunyai kedalaman terbatas yang umumnya diterapkan pada penambangan skala kecil. Pengisian dilaksanakan dengan cara manual, bila menggunakan agen peledakan ANFO langsung dicurah dan bila berbentuk cartridge langsung dimasukkan satu per satu ke dalam lubang ledak. Pemadatan bahan peledak digunakan alat tamping rod. Untuk lubang miring atau mengarah ke atas (stopper), pada tambang bawah tanah, biasanya dibantu alat pengisian pneumatik (lihat Gambar 2.2).

ANFO loader pada Gambar 2.2.a adalah salah satu jenis pengisi lubang ledak dengan bahan peledak ANFO. Alat ini terdiri dari tangki konis terbuat dari baja dan bertekanan serta klep bola yang mengatur tekanan menuju selang pengisi berdiameter antara 50 – 75 mm. Tekanan udara tambahan (secondary air pressure) dapat dimasukkan melalui pipa di bagian bawah 3-5

Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi

Pola Peledakan

alat untuk menambah tekanan ke selang pengisi. Cara kerja alat ini adalah sebagai berikut: 1) ANFO dicurah melalui corong di bagian atas ke tangki konis. 2) Corong ditutup rapat dan kuat. 3) Klep bola dibuka perlahan-lahan sampai tekanan untuk mengeluarkan ANFO melalui selang pengisi memuaskan. Besar tekanan akan sangat tergantung pada densitas ANFO. Alat ini dirancang untuk ANFO dengan densitas sampai 0,95 gr/cm³.

Laju pengisian disamping tergantung pada densitas ANFO juga pada panjang selang yang dipasang dan besar tekanan tambahan. Untuk pemakaian normal, tekanan di dalam corong sekitar 175 – 200 kPa (2 – 3 atm). Dalam kondisi tersebut laju pengisian bisa mencapai 45 kg/menit untuk panjang selang sampai 50 m. Alat ini dirancang untuk kapasitas ANFO mulai 17 kg, 25 kg, 45 kg, 100 kg, 200 kg dan 250 kg.

Pneumatic cartridge charger pada Gambar 2.2.b adalah alat pengisi lubang ledak dengan bahan peledak cartridge, khususnya cartridge berbasis emulsi, misalnya powergel. Alat ini sangat efektif bila digunakan pada lubang ledak kecil yang berukuran antara 57 – 76 mm (2” – 3”) dengan kedalaman 58 m untuk lubang kering dan 15 m bila lubang berair. Sangat cocok digunakan untuk pengisian lubang ledak ke arah miring atau ke atas pada tambang bawah tanah. Tekanan udara yang dialirkan melalui selang mampu memberikan pemadatan, sehingga densitas bahan peledak di dalam lubang ledak bertambah antara 20% - 40% dibanding dengan pemadatan secara manual (dengan tangan biasa). Besarnya tambahan densitas tersebut tergantung pula pada besar tekanan udara yang dialirkan. Alat ini dirancang untuk bahan peledak cartridge berbasis emulsi, namun dengan memperhatikan segala kemungkinan yang berkaitan dengan keselamatan kerja dapat pula digunakan untuk bahan peledak cartridge berbasis nitroglyserin.

3-6

Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi

a. ANFO loader

Pola Peledakan

b. Pneumatic cartridge charger Gb. 3.2. Alat bantu pengisian pneumatik

b. Pengisian lubang berdiameter “sedang” Pengisian lubang ledak berdiameter “sedang” dapat dilakukan secara manual menggunakan tempat yang ukuran volumenya tertentu, misalnya menggunakan ember plastik, agar dapat mengisi lubang ledak dengan tepat sesuai perhitungan (lihat Gambar 2.3). Pada proses ini diperlukan selang (hose) berskala untuk mengukur batas kedalaman bahan peledak agar tidak melewati batas kedalaman penyumbat (stemming). Disamping itu, yang perlu diperhatikan adalah legwire atau sumbu nonel atau sumbu ledak harus ditahan agar jangan sampai jatuh dan ke dalam lubang dan terkubur bahan peledak. Pemadatan dilakukan dengan memakai tamping rod yang biasanya dilakukan bersamaan dengan proses pengisian agen peledakan.

Pada tambang bawah tanah, baik pembuatan terowongan atau pekerjaan penambangan, pengisian lubang ledak secara manual hanya dapat dilakukan ke arah samping (drifter) atau bawah (sinker), sedangkan ke miring (inclined) atau atas (stopper) harus menggunakan alat bantu seperti pada Gambar 2.2.a.atau 2.2.b. Apabila masih memungkinkan pemadatan manual ke arah samping dapat digunakan tongkat pendorong nonkonduktor seperti terlihat pada Gambar 2.4 dan 2.5. Karena dengan alat 3-7

Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi

Pola Peledakan

sederhana ini pelaksanaan peledakan menjadi lebih cepat dan biaya pun dapat dikurangi.

Seseorang memegang legwire

Hose pengukur kedalaman bahan peledak

ANFO dituang ke lubang ledak

Gb. 3.3 Tipikal pengisian manual lubang ledak di quarry atau tambang terbuka

c. Pengisian lubang berdiameter “besar” Pengisian lubang ledak berdiameter besar biasanya dilakukan oleh perusahaan penambangan skala besar dengan jumlah produksi mencapai ratusan ribu ton atau m³, sehingga memerlukan bahan peledak cukup banyak. Untuk itu diperlukan lubang ledak yang banyak pula. Apabila pengisian lubang ledaknya dilakukan secara manual tentu tidak akan efektif dan efisien, sehingga diperlukan sentuhan teknologi pengisian lubang ledak. Saat

ini

pengisian

lubang

secara

mekanis

menggunakan

Mobile

Mixer/Manufacturing Unit (MMU) pada penambangan skala besar sudah banyak dilakukan. Walaupun biaya pengisian lubang ledak secara mekanis cukup tinggi, namun jumlah produksi yang besar sudah diperhitungkan mampu mengatasi biaya tersebut. Dengan demikian untuk penambangan skala besar, pengisian lubang ledak secara mekanis cukup ekonomis ditinjau dari aspek produksi maupun biaya.

3-8

Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi

Pola Peledakan

Cartridge Tongkat pendorong dan pemadat

Gb. 3.4. Tipikal pengisian manual lubang ledak pada pembuatan terowongan (Flam-Gudvangen Tunnel, Norwegia, Nitro Nobel, 1992)

Primer

Tongkat pendorong Gb. 3.5 Pengisian manual lubang ledak pada terowongan

Hampir semua perusahaan jasa peledakan memiliki MMU dan salah satunya seperti terlihat pada Gambar 2.6 dan 2.7. Setiap MMU umumnya terdiri dari tiga kompartemen yang bermuatan butiran ammonium nitrat (AN), bahan bakar (solar), dan emulsi. Emulsi telah dibuat di pabrik pembuatan emulsi yang biasanya berlokasi dekat dengan gudang bahan peledak. Melalui tiga komparteman tersebut dapat diramu beberapa jenis bahan peledak sesuai dengan kondisi batuan dan terlebih dahulu dibuat kesepakatan antara pemberi jasa peledakan dengan konsumen. Diantara jenis bahan peledak yang dapat diramu adalah ANFO dan heavy-ANFO (campuran ANFO dengan emulsi). Bahan peledak ANFO diramu dengan mengeluarkan AN dan solar dari kompartemennya secara otomatis dengan perbandingan 94,5% AN dan solar 5,5% berat. Demikian juga halnya dengan

heavy-ANFO

dikeluarkan

dari

kompartemennya

dengan 3-9

Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi

Pola Peledakan

perbandingan tertentu pula (lihat Modul 1, Pengenalan Bahan Peledak, tentang bahan peledak heavy-ANFO). Cara pengeluaran jenis bahan peledak dari MMU tergantung pada viskositasnya. Berikut ini adalah jenis bahan peledak dan cara pengeluarannya:  ANFO dikeluarkan menggunakan sistem ulir (auger)  Heavy-ANFO dengan emulsi kurang dari 60% dapat mengunakan auger  Heavy-ANFO dengan emulsi lebih dari 60% mengunakan pompa.

Gb. 3.6. MMU sedang beroperasi mengisi lubang ledak di tambang terbuka (PT. Dahana, Indonesia)

Oleh sebab itu, setiap MMU harus dilengkapi dengan alat pengeluaran yang mampu mengalirkan bahan peledak sesuai dengan viskositasnya ke dalam lubang ledak dengan kecepatan yang terukur. Gambar 2.8 menunjukkan sketsa MMU buatan Dyno Westfarmers yang menunjukkan susunan kompartemen dan bagian-bagian penting lainnya.

3-10

Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi

Pola Peledakan

Gb. 3.7. MMU sedang beroperasi mengisi lubang ledak di tambang bawah tanah (Ireco, Amerika Utara)

Gb. 3.8. MMU dan bagian-bagian pentingnya (Dyno Westfarmers Ltd.)

3.3.4

Muatan Primer AN-FO Untuk mendapatkan efek ledakan maksimum dari pengisian AN-FO, maka isian AN-FO supaya muatan primer dari peledak kuat (misal dinamit Dahana) yang dilengkapi dengan detonator listrik atau detonatoring cord atau detonator biasa dan sumbu pengaman. Untuk lubang dangkal berdiameter kecil, AN-FO dapat diledakan oleh detonator no. 6 atau no. 8 atau cord tex tanpa muatan primer. Sudah tentu cara ini tidak memberikan efek peledakan maksimum, tetapi dilain pihak untuk lubang dangkal cukup memuaskan, perbandingan muatan primer dengan AN-FO tidak ditentukan dengan teliti namun dalam prakteknya tidak 3-11

Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi

Pola Peledakan

banyak kesulitan. Untuk lubang-lubang berdiameter besar muatan primer (misalnya pelor dinamit) bisa digunakan dalam jumlah 5-10 % berat muatan total. a. Muatan primer lengkap dengan jaringan penyala 1. Untuk lubang-lubang yang akan diledakan dengan muatan primer dihubungkan dengan jaringan penyala diturunkan kedasar lubang. Lubang kemudian diisi dengan AN-FO dan sebaiknya beberapa pelor dinamit atau booster yang peka terkena inisiasi peledakan disulamkan pada cordtex sepanjang pengisian lubang. Pelor dinamit atau booster dapat ditempatkan pada posisi seperti gambar dibawah ini.

Dari detonator bisa berupa: - Kabel listrik ; - Sumbu Ledak atau Cordtex - Sumbu nonel ; - Sumbu Api Penyumbat (Stemming) Kolom lubang ledak Bahan peledak utama (ANFO)

DECK (MIDDLE) PRIMING

TOP (COLLAR) PRIMING

BOTTOM PRIMING

Gb. 3.9 Posisi primer didalam kolom lubang ledak

2. Pada lubang-lubang patah dimana detonator dan jaringan penyala sulit untuk ditempatkan sampai didasar lubang, seluruh muatan primer dapat ditempatkan ditengah lubang atau kalau terpaksa diatas muatan AN-FO. Pada umumnya AN-FO mudah diisikan dalam lubang patah dari pada peledak biasa, karena selang yang sesuai dapat dipilih sehingga dasar lubang dapat mengisi celah-celah kecil dan retakan-retakan sehingga terdapat tambahan peledak untuk kompensasi kehilangan efek peledakan dari gas-gas yang dikeluarkan kedalam celah-celah dan retakan-retakan. Apabila muatan primer harus diletakkan dekat pada puncak lubang, maka AN-FO harus didikan sepadat dan seragam mungkin yang berarti harus menggunakan pengisi pneumatik. 3-12

Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi

Pola Peledakan

b. Detonasi Listrik Dengan penggunaan detonator listrik, muatan primer dapat diletakan didasar atau ditengah lubang, namun harus terletak disatu tempat sehingga apabila terjadi sebagian tidak meledak, bahaya tertinggalnya muatan primer dalam lubang dapat dikurangi seminimum mungkin. Asalkan muatan primer serta detonatornya telah melemah, maka AN-FO bisa dikeluarkan lagi tanpa ada bahaya meledak. Apabila detonator ditempatkan didalam lubang sebelum pengisian AN-FO, kabel massa mesin pemuat dan leg wire detonator harus ditanam dalam tanah dan selang pengisi anti arus listrik (selang karet harus digunakan). Hal ini untuk menghidarkan detonaso akibat selang pengisi.

Gb. 3.10 Pengisian Muatan dengan Detonasi Listrik

3.4 Jaringan Penyala Usaha melakukan jaringan penyala suatu pekerjaan yang membutuhkan suatu ketelitian dan harus dijaga agar jangan sampai ada suatu pengisian lubang yang tertinggal tidak dihubungkan dengan jaringan penyala. Cara membuat jaringan penyala ada beberapa macam yaitu : a. Jaringan penyala dengan sumbu pengaman Penggunaan jaringan penyala dengan sumbu pengaman, sekarang ini kurang begitu tepat, karena memerlukan tukang ledak yang cukup berani dan bisa bergerak cepat, sebab biasanya penyalaan dilakukan satu per satu untuk tiap-tiap sumbu pengaman. Tetapi bilamana menghendaki penyalaan bersama bisa dihubungkan dengan tali penyala plastik yang ditunjukkan seperti gambar.

3-13

Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi

Pola Peledakan

Gb. 3.11 Jaringan Penyala dengan Sumbu Pengaman

b. 1. Jaringan Penyala “cordtex” (detonating cord) Jaringan penyala “cordtex” dapat dimulai dengan detonator listrik maupun detonator biasa dengan sumbu pengaman. Detonator harus dikaitkan baik-baik pada ujung tali penghubung “cordtex” dengan pita adhesip, kawat penyambung atau isolasi, sehingga detonator betul-betul berimpit dengan isi “cordtex” menuju muatan peledak. Untuk ini harus dijaga terhadap penetrasi air dan ujung yang bebas dapat ditutup dengan pita isolasi atau dengan tabung detonator yang kosong. 2. Sambungan pada “cordtex” Apabila beberapa muatan peleak harus diledakan, cordtex dari setiap muatan disambung dengan cordtex penghubung. Dimana sambungan ini minimum 2 inchi (5 cm) dari sumbu muatan primer harus berimpit dengan sumbu cordtex penghubung dan diikat rapat-rapat dengan kawat kecil atau tali pita adhesip. Dalam penyambungan ini arah gelombang ledakan pada sambungan perlu diperhitungkan. Apabila sumbu penghubung adalah cordtex yang dimulai dari satu ujung (satu arah) sambungan bentuk didapat digunakan asalkan sambungan harus menuju karena yang sama dengan arah gelombang ledakan. Dan apabila sumbu penghubung dinyalakan dari dua ujung (dua arah) sambungan T dapat digunakan.

Gb. 3.12 Sambungan Pada Cordtex 3-14

Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi

Pola Peledakan

Penutup yang menghalangi sambungan harus dihindarkan. Juga sambungan „cordtex“ pada lubang bor tidak baik karena ada kemungkinan terlepas.

3. Relay Detonasi Didalam penambangan batu pada areal terbuka, relay detonasi yang menggunakan “cord tex” dalam peledakan pada umumnya memberikan cara yang baik, sebab waktu peledakan dapat diperlambat. Untuk pemasangan relay detonasi ini biasanya ada peralatan khusus yang dilengkapi dengan delay detonator yang tertutup pipa alumunium kekar dan kedua ujungnya terbuka untuk menerima „cordetx“. Jangka pelambatan untuk setiap relay umumnya tergantung dari nomor delay detonatornya. Dalam pemakaianya,

tali

„cordtex“

dipotong

pada

tempat

pelambatan

yang

dikehendaki dan relay detonasi diantara kedua potongan tali. Dengan pemilihan titik-titik penyisipan relay detonasi, urutan peledakan yang dikehendaki dapat diatur.

c. 1.

Jaringan Penyala Listrik Beberapa jaringan penyala listrik telah dikembangkan untuk detonator listrik, termasuk jaringan paralel, jaringan sari paralel dan jaringan seri. Apabila penyala listrik dipergunakan, kabel penyala listrik harus panjang untuk menempatkan alat peledak (blasting machine) ditempat perlindungan dan tiaptiap sambungan harus diperiksa dengan ohm tester.

2. Peledakan listrik beruntun dengan jaringan seri Apabila beberapa peledakan akan dinyalakan beruntun, sebaiknya digunakan delay detonator listrik yang dihubungkan dalam jaringan seri. Jaringan dibuat dengan menghubungkan sebuah kabel penghubung dari setiap detonator berikutnya sampai jaringan jaringan kontinu terbentuk. Dua kabel penghubung yang tersisa kemudian dihubungkan dengan kabel penyala. Kesalahan pada sambungan dapat ditemukan dengan alat pemeriksa (ohm tester). Alat peledak harus mempunyai kapasitas melebihi jumlah tahanan yang akan dinyalakan dan semua sambungan listrik harus baik. Dalam keadaan lembab sambungan telanjang dapat menyebabkan kebusungan karena bocornya arus ketanah dan harus diisolasi.

3-15

Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi

Pola Peledakan

Gb. 3.13 Jaringan Seri dengan Penyala Listrik Perhitungan-perhitungan kapasitas alat peledak (blasting machine) yang akan dipergunakan perlu dilakukan, supaya alat peledak itu mampu menyalakan semua detonator yang dipasang pada muatan primer maupun tahanan pada kabel penyala. Biasanya tiap-tiap detonator listrik mempunyai tahanan 2 ohm (tetapi lebih tepatnya harus diteliti tahanan yang sebenarnya pada detonator yang akan dipergunakan). Dan untuk menentukan tahanan oleh kawat-kawat aliran (leading wire) dan lainlainnya dapat dipergunakan tabel sebagai berikut :

Standard gauge no.

Diameter (inchi)

Tahanan (ohm) tiap 1000 feet panjang

10 12 14 16 18 20

0,10 0,08 0,06 0,05 0,04 0,03

1,0 1,6 2,5 4,0 6,4 10,2

Keterangan

Standard gauge adalah menurut A.W.G

Sebagai contoh dapat dikemukakan perhitungan dibawah ini. Jumlah lubang bor diisi muatan primer yang dilengkapi dengan detonator listrik sebanyak 50 buah yang masing-masing dihubungkan secara seri. Jumlah panjang kabel penyala adalah 2x1000 ft, standar no. 14. Seterusnya pergunakan ketentuan-ketentuan sebagai berikut : •

Jumlah ampere yang diperlukank untuk mengatasi tahanan detonator listrik yang sejenis dalam hubungan seri 1,5 amp (tidak perduli berapa jumlah detonator). Bila digunakan bermacam-macam jenis, menurut pengalaman aliran 2 amp dapat memberikan hasil yang cukup memuaskan (tetapi disarankan selalalu menggunakan satu jenis dalam satu jaringan).



Tahanan yang diperhitungkan adalah jumlah dari tahanan-tahanan (ohm) dari detonator dan kabel penyala. 3-16

Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi

Pola Peledakan



Tegangan (volt) dihitung menurut hukum ohm (E=I.R)



Tenaga listrik (watt) yang diperlukan dari sumber tenaga minimal adalah W=EI yang dapat ditemukan dengan perhitungan-perhitungan.

Dengan memperhatikan ketentuan tersebut diatas, maka bisa dihitung : Jumlah tahanan (ohm) detonator

=

(standar no. 14 panjang 2 x 1000 ft)=

50 x 2 = 100

2000 x 2,5  5 ohm 1000 = 105 ohm

Jumlah volt = 105 ohm x 1,5 amp. = 166 volt Untuk ini bisa digunakan alat peledak ..................... volt Jumlah watt = 1666 x 1,5 = 250 watt Dalam menggunakan jaringan peledakan dengan jaringan seri ini, disarankan agar membatasi banyaknya penggunaan detonator pada pengisian lubang bor sebanyak maksimum = 50 buah, biarpun tersedia tenaga listrik yang besar untuk menyalakan. Hal ini perlu diperhatikan untuk menghindari timbulnya sebagian tidak meledak, karena adanya gangguan seluruhnya, terutama bila yang dihadapi adalah lubanglubang dalam (banyak kemungkinan terjadi hubungan kabel/ leg wire kortsluiting dalam lubang bor yang sukar dibetulkan). Bilamana jaringan peledakan dihubungkan dengan jaringan paralel atau seri paralel supaya diperhitungkan juga tenaga listrik yang diperlukan.

Gb. 3.14 Jaringan Paralel

3-17

Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi

3.5

Pola Peledakan

Pemeriksaan kabel penyala Kabel dapat rusak akibat putus atau hubungan singkat yang mencegah mengalirnya arus menuju ke detonator. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan meter pengukur tahanan (ohm detonator). a. Pemeriksaan detonator listrik Kadang-kadang pemeriksaan kontinuitas jaringan dalam detonator listrik perlu dilakukan dan ini dapat dilakukan dengan ohm tester yang dibuat untuk keperluan ini. Detonator yang diperiksa harus ditempatkan dalam tabung logam dan kabel penghubungnya disambungkan ke ohm tester yang harus menunjukkan 1,5 – 3,0 ohm tergantung dari panjang kabel penghubungnya. Arus yang mengalir dalam pengukuran ini jauh dibawah yang dibutuhkan untuk peledakan, namun pemeriksaan harus dilindungi dari kemungkinan adanya ledakan.

b. Pemeriksaan jaringan peledakan listrik Setelah pengisian dan detonator serta kabel penyala telah dihubungkan pada jaringan, maka jaringan itu harus diperiksa untuk kontinuitas. Alat pemeriksa yang sesuai harus dipakai dan pemeriksaan harus dilakukan dari titik penyalaan setelah semua pegawai berada ditempat yang aman. Jaringan detonator dalam segala keadaan tidak boleh diperiksa di permukaan quarry. Apabila jaringan peledakan rusak dapat dilakukan pemeriksaan sebagai berikut : Lepaskan alat pemeriksa dari titik peledakan dan periksa semua sambungan. Apabila tidak ada kesalahan, lepaskan kabel penyala. Jaringan peledakan dipermukaan dibagi dua dan kabel penyala dihubungkan dengan salah satu bagian jaringan lalu diperiksa kembali dari titik peledakan. Dengan membagi dua terus menerus, letak kesalahan ditemukan. Kalau kerusakan ternyata itu dinyatakan sebagai kerusakan, leg wire detonator dilepaskan dari jaringan peledakan lalu kawat penghubung disambung lagi dengan melewati lubang detonator yang rusak tadi, hal ini dilakukan mengingat sukar sekali untuk membongkar lubang yang sudah diisi. Perhatian : sewaktu melakukan pemeriksaan jaringan penyala, mesin peledak (blasting machine) digendong (dibawa). 3.6

Menyalakan Muatan Sebelum muatan dinyalakan, sempritan atau sirine harus dibunyikan dan bendera merah dinaikkan di semua jalan masuk ke daerah quarry yang diperkenankan tinggal hanyalah tukang ledak dan pembantunya. Dalam pelaksanaan menyalakan muatan ini sebelumnya harus memperhatikan : 3-18

Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi

Pola Peledakan

1. Sumbu harus cukup panjang Untuk memberikan kesempatan tukang ledak berjalan ketempat perlindungan. Dalam penyalaan ini harus diperhatikan bahwa sumbu betul-betul telah menyala. 2. Pada penyalaan dengan listrik Semua jaringan harus sudah diperiksa dengan ohm tester yang sesuai dan hasil baik.

3.7

Pemeriksaan Hasil Ledakan Setelah ledakan, tukang ledak harus diam dahulu didalam perlindungan sampai semua asap lenyap dari permukaan. Tukang ledak kemudian memeriksa permukaan dari bawah dan atas untuk meyakinkan semua lubang sudah meledak dengan sempurna. Apabila tidak ada salah ledak atau tidak ada kerusakan, tanda aman dapat dibunyikan dan bendera merah diturunkan. Penilaian Hasil Ledakan Begitu daerah peledakan dinyatakan aman, kepala quarry harus memeriksa hasil ledakan untuk menilai timbunan batu. Pemeriksaan meliputi pemecahan, derajat lemparan dan derajat „pemecahan kembali“ pada permukaan. Pemeriksaan terakhir dari kualitas pecahan, tumit dan prosentasi dari peledakan sekunder belum dapat dipastikan sampai eskavator (shovel) telah mengeluarkan sebagian besar timbunan batu. Kepala harus pula memperhitungkan ketinggian timbunan batu terhadap alat pengangkutan yang ada. Dari pemeriksaan ini keterangan-keterangan yang berharga dapat diperoleh yang akan menjadi dasar dari perencanaan pola pengeboran lanjutan, pola pengisian, penyertaan lubang snake, delay detonator dan sebagainya.

3.8

Perlakukan Terhadap Peledakan yang tidak Meledak Kadang-kadang peledakan yang tidak meledak bisa terjadi yang disebabkan oleh berbagai hal dan tidak mungkin diadakan aturan-aturan yang pasti. Semua kejadian tersebut diperlakukan dengan hati-hati dan diserahkan penanggulangannya hanya kepada

beberapa

orang

yang

berpengalaman,

sabar

dan

berhati-hati.

Penanggulangan baru boleh dilakukan sedikitnya 30 menit sesudah peledakan. Sebab utama dari peledakan yang tidak meledak pada penggunaan sumbu pengaman adalah: •

penggunaan sumbu yang ceroboh



sumbu yang lembab

3-19

Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi



Pola Peledakan

melupakan pembuangan serbuk gergaji atau pembungkus detonator sebelum penopian sumbu



penggunaan pisau tumpul yang memberikan ujung sumbu tidak rata yang menghalangi pembakaran detonator



pencatokan yang jelek, lembab masuk melalui catokan antara sumbu dan detonator



penggunaan peledak atau detonator yang rusak



kelupaan menyalakan sumbu pengaman



sumbu putus akibat batu yang terlempar dari ledakan didekatnya

Apabila digunakan sumbu pengaman, bagian sumbu yang terbuka harus diperiksa setelah jangka waktu yang aman. Peledakan yang tidak meledak dapat ditangani dengan jalan : •

mengeluarkan penutup dan memasang muatan primer yang baru



atau mengebor lubang sejajar dengan lubang ledak berjarak sedikitnya 30 cm, mengisi dan meledakkannya lagi

Dalam segala keadaan muatan peledak yang tidak meledak tidak boleh dikeluarkan dari lubang ledak dan sedapat mungkin digunakan muatan primer yang baru untuk meledakannya lagi. Penutup dapat dibuang dengan jalan meniupnya dengan udara tekan atau semprotan air melalui selang karet atau selang bukan besi yang kaku. Penggalian penutup adalah suatu hal yang berbahaya dan tidak boleh dilakukan „putusan“ atau lubang ledak yang meledak sebagian harus diperlakukan sebagai peledakan tidak meledak penuh. Peledakan yang tidak meledak dengan detonator listrik seharusnya tidak terjadi. Namun apabila ada, hal ini disebabkan oleh : • jaringan putus • kebocoran arus • ada lubang yang tidak dihubungkan • peledak atau detonator yang rusak • atau penggunaan alat peledak (blasting machine) dibawah kapasitas yang akan diledakan Setelah jangka waktu aman, pemeriksaan visual jaringan peledakan dapat dilakukan dan apabila kelihatan kesalahannya bisa diperiksa dengan alat pemeriksa (missal ohm tester).

3-20

Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi

3.9

Pola Peledakan

Peledakan Sekunder Brangkal-brangkal besar harus dipecahkan lagi dan pada zaman pengangkutan tangan, “tembakan letup” merupakan cara umum. Pada waktu ini dimana mekanis digunakan, “tembakan-plester” lebih terkenal. 1. Tembakan letup (pop shooting) Untuk keperluan ini, lubang ledakan sedalam 12 inchi cukup untuk memecahkan brangkal yang besar. Muatan tergantung dari ukuran batu dan untuk brangkal berukuran 3 ft x 3 ft x 2 ft membutuhkan kira-kira 1 ½ ons pelor dinamit. Tembakan dapat diledakan oleh sumbu pengaman dan detonator biasa atau listrik. Bila digunakan sumbu pengaman dapat dinyalakan oleh sumbu penyala atau tali penyala plastik. Apabila tali penyala plastik digunakan, tembakan yang banyak dapat diledakan dengan satu penyalaan pada jaringan. Serta bila penyalaan listrik dipakai, detonator listrik dihubungkan seri dan tembakan diledakan berurutan. Keberatan bor terus menerus dan pemindahan alat mekanis ketempat yang aman, karena terjadi penebaran batu.

Gb. 3.15 Tembakan Letup

2. Tembakan Plester (plester shooting) Tembakan plester memberikan cara pemecahan batu dalam keadaan dimana pengeboran sulit dilakukan. Muatan satu atau dua pelor dinamit primer, detonator dan sumbu pengaman atau detonator listrik diletakan pada permukaan brangkal. Kemudian muatan ditutup dengan lempung yang ditekan keposisinya dengan tangan. Sebelum diplester sebaiknya permukaan batu dibasahi dahulu. Muatan yang digunakan adalah gelatin plester atau macam lain dan tali penyala

lastic

dapat digunakan untuk menyalakan beberapa tembakan-tembakan dalam satu waktu.

3-21

Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi

Pola Peledakan

Gb. 3.16 Tembakan Plester

Penggunaan muatan yang tergantung dari ukuran brangkal adalah sebagai berikut : Ukuran brangkal (ft.)

Muatan (ons)

1- 1 ½ 1½-2 2–1½ 2½-3 3–3½

4 6 8 10 -12 12 – 16

Tembakan plester mempunyai keuntungan-keuntungan sebagai berikut : a. Tidak diperlukan pengeboran, suatu hal penting dalam menghadapi batu keras dan serat yang sulit untuk dibor b. Persiapannya lebih cepat dibandingkan dengan tembakan letup c. Batu dipecahkan pada tempatnya, tidak terjadi hamburan d. Kerusakan akibat lemparan batu berkurang Hal ini menguntungkan juga dimana penggunaan alat mekanis dipraktekkan, karena peralatan tidak perlu dipindahkan terlalu jauh, berarti penghematan waktu pengangkutan.

3-22

Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi

Pola Peledakan

BAB 4 PELEDAKAN PRIMER DENGAN SISTEM COYOTE HOLE

4.1

Pengeboran Coyote Hole Setelah diadakan pembuatan jenjang (precutting) dan batu-batu ledak hasil precutting sudah disingkirkan, maka bisa dipersiapkan penggalian lubang-lubang coyote untuk peledakan primer dengan sistem coyote hole. Sebelum dilakukan penggalian coyote hole lebih dahulu dicari dan direncanakan tempat yang tepat dan baik untuk penempatan coyote hole. Untuk ini perlu pengukuran guna menentukan letak dasar cyote hole dipermukaan jenjang. Setelah bisa menentukan dasar coyote hole, lalu kembali harus mengetahui besar lubang coyote yang direncanakan dan dengan mengetahui besar lubang coyote akan bisa diketahui as lubang coyote. Dengan ditentukan as lubang coyote maka bisa direcanakan titik-titik pengeboran pertama (lihat gambar).

Gb. 4.1 Sketsa dasar center cut

Untuk selanjutnya bisa dipersiapkan alat-alat antara lain : 1. leg drill/ jack hammer lengkap 2. compressor udara 3. pipa  ¾“ panjang + 80 m 4. tangki air 5. penerangan (generator) 6. kereta dorong 7. dan alat-alat lain yang diperlukan

4-1

Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi

Pola Peledakan

Setelah peralatan sudah siap semua, maka dapatlah dimulai pelaksanaan pengeboran pertama pada titik-titik yang telah ditentukan seperti gambar dimuka. Pengeboran cukup dengan leg drill (jackhammer) sedalam 1,5 m dan setelah pengeboran untuk semua lubang yang direncanakan sudah selesai, baru bahan peledak bisa diisikan secukupnya. Dalam pengisian bahan peledak jangan lupa pada setiap lubang diisikan muatan primer lengkap dengan delay detonator yang mempuyai nomor delay berlainan (lihat gambar) lalu ditutup dan disumbat dengan tanah liat atau lainnya sampai rapat.

Setelah itu, semua detonator dihubungkan dengan leg wire secara seri (disini contoh peledakan dengan detonator listrik). Didalaml menghubungkan leg wire dengan seri harus ditest dahulu baik tidaknya sambungan dengan ohm tester. Baru setelah sambungan baik dihubungkan langsung dengan blasting machine untuk peledakan. Sesudah diadakan peledakan maka hasil peledakan pertama maupun kedua dapat dibersihkan dengan bulldozer dan untuk peledakan selanjutnya bisa dipakai kereta dorong, dimana setiap kali setelah peledakan ditunggu beberapa saat agar supaya gas dinamit habis. Biasanya untuk mempercepat menghilangkan gas dinamit bisa digunakan angin dari compresor dengan memasukan pipanya (air hose) kedalam lubang coyote. Bila sudah nyata gas dinamit yaitu untuk mendapatkan bidang yang rata lagi. Untuk memulai pengeboran lagi terlebih dahulu diperiksa oleh ahli ukur untuk menetapkan dan meluruskan lubang sesuai as yang ditentukan.

PENGEBORAN COYOTE

Gb. 4.2 Rentetan Pengeboran Coyote Hole

4-2

Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi

Pengeboran untuk

Pola Peledakan

penggalian coyote selanjutnya bisa dilaksanakan dengan

menempatkan titik lubang seperti pengeboran pertama maupun kedua. Untuk pengisian maupun pemasangan detonator tetap sesuai seperti yang pertama, serta cara menempatkan nomor delay detonator juga sama (lihat gambar) sehingga mendapat bentuk lubang coyote yang tetap. Dalam waktu penggalian, pengeboran, pengisian dan pengambilan hasil peledakan haruslah diadakan penerangan secukupnya.

4.2

Perhitungan Jumlah Bahan Peledak Hasil penggalian coyote yang telah direncanakan misalnya seperti gambar dibawah ini.

Gb. 4.3 Hasil Pengeboran Coyote Hole

Sebelum pelaksanaan pengisian bahan peledak dari suatu coyote, terlebih dahulu direncanakan dan diperhitungkan jumlah bahan peledak pada tiap-tiap kamar (tempat bahan peledak). Selain itu bisa menyiapkan material maupun peralatan yang akan dipergunakan untuk penutupan yaitu batu-batu, tanah liat, pasir dan bahan lain yang diperlukan dimuka lubang coyote sebagai bahan penutupnya. Adapun perhitungan bahan peledak yang akan dipergunakan dapat dihitung sebagai berikut. Sebelum diperhitungkan banyaknya bahan peledak di setiap kamarnya, lebih dahulu harus mengetahui situasi, denah dan potongan-potongan lubang coyote yang akan diledakan (lihat gambar). Dalam menghitung jumlah bahan peledak ini harga W dan H dicari dalam gambar potongan denah. Dengan rumus-rumus yang ada banyaknya bahan peledak tiap kamar dihitung dan pada kamar-kamar ujung coyote perlu ditambahkan bahan peledak 10% sampai 30% yang tergantung apakah dikiri atau kanan coyote hole ada bidang batu yang 4-3

Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi

Pola Peledakan

menahan atau bidng bebas. Jika dipergunakan AN-FO sebagai bahan peledak, jumlah yang diperlukan dipisahkan yaitu : 90% sampai 95% AN-FO dan 5% sampai 10% dinamit untuk meledakan (sebagai muatan primer)

Potongan 1

Potongan 2

4-4

Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi

Pola Peledakan

Potongan 3

Potongan 4

Gb. 4.4 Pola Keseluruhan Pengeboran Coyote

Pada penggalian coyote seperti contoh terdapat 4 kamar bahan peledak dimana panjang sayap 19 m = D. Untuk potongan : 1. H = 11,90 m W=9m 2. H = 12,50 m W = 8,20 m 3. H = 12,80 m W = 9,40 m 4. H = 11,30 m W = 7,10 m

Dimana : H = tinggi dari as dasar sampai bidang atas W = titik singgung dari as dasar sampai dengan bidang muka terdekat.

4-5

Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi

Pola Peledakan

Tinggi dari as dasar sampai bidang atas H, disarankan setinggi 150 feet (45 meter), jika ternyata H lebih dari 70 feet (20 meter) kamar peledak bisa direncanakan / dibuat lebih dari satu sayap dan untuk mengukur W sayap belakang diambil dari as kamar peledak sayap belakang sampai dengan garis tepi sayap dimukanya. Selain itu peledakan sistem coyote hole satu baris lubang vertikal yang dibor dari permukaan bidang atas dan sejajar sayap coyote. Letak baris lubang vertikal ini kurang lebih 6 meter dibelakang sayap coyote hole paling belakang.

Dalam perhitungan harus ditentukan koefisien batu, misalnya telah dihitung dan ditentukan yaitu : C1 = C2 = 0,50 dan C3 = C4 = 0,45 dengan demikian dapat dihitung kebutuhan bahan peledak pada tiap kamar dengan ketentuan sebagai berikut :

Lq 

CW x (1  D / W ) 4 kamar

Lq = banyaknya bahan peledak

Untuk kamar : No. 1 -------- Lq1 

0,50 x 9 x (1  19 / 9)  295  20%  355 kg 4

No. 2 -------- Lq 2 

0,50 x 8,2 3 x (1  19 / 8,2)  255 kg 4

No. 3 -------- Lq3 

0,45 x 9,43 x (1  19 / 9,4)  130,50 kg 4

No. 4 -------- Lq 4 

0,45 x 7,13 x (1  19 / 7,1)  130,50  10%  145 kg 4

Jadi bahan peledak keseluruhan untuk coyote = Lq1 sampai dengan Lq4 = 1.027,5 kg. Begitulah cara-cara perhitungan bahan peledak setiap coyote di tiap kamar. Adapun pelaksanaan pengisian sebagai berikut :

4.3

Pengisian dan Penutupan Coyote Hole Pengisian coyote hole selalu dimulai dari kamar paling ujung. Dari perhitungan banyaknya bahan peledak pada tiap-tiap kamar akan diketahui jumlah bahan peledak yang akan diisikan. Bahan peledak di angkut dari gudang disusun dan dipisahkan menurut isi masing-masing kamar. Bilamana yang akan dipergunakan bahan peledak AN-FO, maka AN-FO itu dimasukan / dibungkus dalam kantong masing-masing a 20 4-6

Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi

Pola Peledakan

kg. Sebelum bahan peledak dimasukan dalam lubang coyote, terlebih dahulu diperiksa. Selanjutnya dimasukan papan-papan yang telah disediakan bahan peledak untuk mencegah kelembaban bahan peledak. Sesudah penyusunan papan-papan tersebut selesai, maka bahan peledak dapat dimasukan dengan kereta dorong sesuai dengan perhitungan yang telah ditentukan oleh perencana coyote. Untuk setiap kamarnya disusunlah bahan peledak dengan baik (lihat gambar) sedangkan tenaga yang menyusun + 3 orang dalam kamar itu, seterusnya dipasang suatu muatan primer dengan sumbu dari detonating cord, yaitu terdiri dari satu bungkus bahan peledak (misalnya dinamit dahana) + 10 kg diikat erat-erat dengan detonating cord rangkap dua yang diperkirakan panjang dari ikatan disesuaikan dengan banyaknya dinamit.

Gb. 4.5 Muatan Primer

Dalam melakukan pengisian ikatan dinamit ini harus ditengah-tengah susunan bahan peledak dalam kamar tersebut, selanjutnya ikatan dinamit tersebut disambungkan dengan detonating cord penghubung sumbu utamanya. Hubungan antar ikatan dinamit dan detonating cord minimum 50 cm dan panjang sumbu utama ini sepanjang sayap coyote dengan rangkap dua. Untuk menjaga agar detonating cord tidak putus, dapat dilindungi dengan bambu dibelah dua dan ruas-ruas didalamnya dihilangkan lalu ditangkupkan, selanjutnya diikat dengan kawat tali (bindrat). Penempatan dari detonating cord sebagai sumbu utama tidak boleh dibawah/ berdekatan dengan kabel penerangan, setelah itu dimasukan angko/ tanah liat, batubatu kecil dan maupun batu besar untuk penutup, cara memasukan angko/ tanah liat, batu-batu kecil dan batu besar dapat memakai kereta dorong dengan dua tenaga orang, orang kesatu menarik dan orang kedua mendorongnya dari belakang . Dalam 4-7

Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi

Pola Peledakan

pelaksanaan ini ada beberapa tenaga (+ 3 sampai dengan 4 orang) yang berada didalam coyote untuk mengatur dan menyusun bahan peledak, sambungansambungan detonating cord, penutup dengan angko/ tanah liat dan batu-batu kecil yang ditutup lagi dengan batu besar. Jadi susunan penutup tiap-tiap kamar peledak terdiri dari : -

Tanah liat campur pasir setebal + 0,50 meter

-

Susunan batu-batu kecil setebal + 1 meter

-

Susunan batu besar sampai susunan batu kecil pada kamar berikutnya.

Ditempat pertemuan sayap coyote dan lubang masuk ditutup juga dengan batu-batu kecil dicampur tanah liat dan pasir setebal + 1 meter. Setelah itu dilanjutkan penutupan lagi dengan batu-batu besar sampai mulut lubang coyote. Dalam penyusunan penutup ini harus diusahakan serapat mungkin, karena penutupan yang kurang rapat dapat mengakibatkan peledakan tidak menghasilkan sesuatu yang diharapkan.

4.4

Peledakan Coyote Untuk peledakan suatu coyote perlu dilaksanakan pembuatan lubang vertical dan snake holes yang mana lubang vertical tersebut berfungsi sebagai peledakan sekunder dan memperkecil hasil peledakan bagian atas, adapun snake hole berfungsi sebagai pembantu majunya batu kemuka dari peledakan coyote tersebut. Untuk pengeboran snake holes dapat digunakan leg drill dengan dalam lubang kira-kira 2 ½ m, adapun cara pengisian dan perhitungan seperti halnya pelaksanaan precutting, setelah pengisian snake hole dan lubang vertical selesai yang diikuti oleh selesainya penutupan coyote, maka leg wire dari detonator yang dipakai dalam snake hole maupun lubang vertikal dihubungkan secara seri (misalnya menggunakan detonator listrik).

Gb. 4.6 Jaringan Penyala 4-8

Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi

Pola Peledakan

Lalu ujung dari detonating cord yang merupakan sumbu utama coyote, dipasang detonator (bisa dipakai detonator delay) seterusnya dihubungkan dengan leg wire snake hole secara seri juga lalu dichek ohm tester. Bila sambungan sudah baik leg wire tersebut dihubungkan ke alat blasting machine, biasanya kabel penyala yang dipakai untuk peledakan coyote  1,20 mm. Sebelum terjadinya peledakan coyote pada tempat-tempat yang tertentu biasanya batas rencana peledakan coyote diberi tanda bendera merah dan selanjutnya perlu juga menjauhkan alat-alat dari bahaya pelemparan batu ketempat-tempat yang sekiranya aman dan menjaga agar orangorang yang tidak berkepentingan tidak mendekati tempat coyote. Dalam memberikan tanda bendera ini perlu juga dipasang diatas ujung coyote dan mulut coyote. Karena coyote hole merupakan peledakan besar, maka satu jam sebelum peledaka dimulai dibunyikan tanda pertama berupa sirine + 40 detik, lalu dimatikan 20 detik dan diulang 3 kali. Bersamaan dengan bunyi sirine tersebut petugas-petugas disebarkan disekitar coyote hole dan harus melarang orang-orang / kendaraan yang akan masuk kedaerah peledakan.

4-9

Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi

Pola Peledakan

BAB 5 PELEDAKAN PRIMER DENGAN BENCH CUT (PELEDAKAN JENJANG)

5.1

Pengeboran Peledakan jenjang atau bisa juga disebut dengan Bench Cut adalah suatu peledakan primer yang umum dan biasa dilaksanakan di quarry-quarry. Adapun cara pengeboran biasanya tegak lurus di permukaan lantai kerja. Dalam lubang pengeboran biasanya tegak lurus dipermukaan lantai kerja. Dalam lubang pengeboran untuk peledakan jenjang atau peledakan primer ini adalah bisa setinggi jenjang yang dibuat dan akan lebih baik bilamana lubang ini ditambahkan kedalamannya lebih dari 30% kali jarak batas-batas pengeboran bench cut itu. Lantai Kerja Permukaan

Snake hole

Snake hole

Gb. 5.1 Pengeboran untuk Peledakan Jenjang

Untuk jarak antara baris ke baris lainnya W dan jarak lubang satu dengan lubang lainnya pada satu baris D (dapat diambil + 2 ½ m sampai 3 m). Ini adalah usaha untuk mencapai hasil peledakan agar bisa mendapatkan batu pecah berukuran kecil sehingga peledakan sekunder akan berkurang. Sebelum dilaksanakan pengisian lubang bor bench cut, terlebih dahulu dihitung dan direncanakan jumlah bahan peledak yang akan digunakan pada setiap lubangnya. Adapun perhitungan pengisian bench cut ini sama seperti pembentukan jenjang. Data-data yang diperlukan untuk memperhitungkan banyaknya bahan peledak dapat diikuti contoh sebagai berikut : D = 2 ½ m (jarak lubang-lubang dalam satu baris) W = 2 ½ m (jarak antara baris ke baris) H = 8 m (dalamnya lubang) 5-1

Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi

Pola Peledakan

C = 0,5 m (koefisien batu)

Banyaknya bahan peledak Lq = D x W x H x C Jadi ; Lq = D x W x H x C = 2 ½ x 2 ½ x 8 x 0,5 = 22,50 kg = 22,50 kg/tiap-tiap lubang Biasanya pada satu lapisan atau satu gunung batu berbeda kekerasannya yang mana hal ini bisa diketahui dengan laju bor atau serbuk pengeboran dengan berbedanya kekerasan dan komposisi batu tersebut dapat direncanakan koefisien C berbeda-beda pula, misalnya dihitung dan diambil besarnya 0,45 sampai dengan 0,55. Setelah dihitung dan didapatkan jumlah bahan peledak pada tiap-tiap lubang, selanjutnya direncanakan pemasangan detonator untuk tiap-tiap lubang dalam baris-baris tertentu. Untuk pemasangan detonator ini, misalnya dipergunakan delay detonator, dimana delay detonator dapat dipasangkan sesuai nomor-nomornya dan baris lubang bor paling depan dipasangkan nomor delay detonator paling kecil. Lalu baris lubang dibelakangnya agak besar dan baris yang paling belakang adalah yang paling besar.

5.2

Pengisian Muatan Lubang Bor Pengisian bahan peledak dapat dilaksanakan dengan beberapa macam cara antara lain : 1. Pengisian biasa 2. Pengisian dua step 3. Pengisian menggunakan detonating cord (cordtex)

Cara-cara tersebut diatas dapat diuraikan sebagai berikut : 5.2.1

Cara Pengisian Biasa Cara pengisian ini segera bisa dilaksanakan setelah bahan peledak dibagibagikan disetiap lubang sesuai dengan jumlah perhitungan bahan peledak yang telah direncanakan. Setelah itu melaksanakan pengecekan lubangnya dengan tongkat (bamboo bergaris tengah lebih kecil dari lubang bor). Kalau lubang ternyata baik, maka bahan peledak dapat dimasukan, pelaksanaan pengisian yang baik yaitu = + 2/3 H terisi bahan peledak (lihat gambar) dan yang 1/3 H untuk penutupan. Setiap saat memasukan bahan peledak selalu dikontrol agar dapat mencapai pengisian yang dikehendaki. Dalam pengisian ini jangan lupa memasang muatan primer yaitu pelor dinamit yang diberi detonator lengkap dengan sumbu pembakarannya.

5-2

Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi

Pola Peledakan

Selanjutnya ditutup dengan penutup dan sedikit dipadatkan. Dengan selesainya pengisian ditiap-tiap lubang-lubang, leg wire atau sumbu detonator-detonator dapat dihubungkan dengan sumbu utama yang menghubungkan ke alat peledak. Bilamana menggunakan detonator listrik maka leg wire bisa dihubungkan dengan seri atau macam hubungan lain. Didalam pelaksanaan peledakan primer dengan bench cut ini perlu juga pengeboran snake holes yang berfungsi untuk mendorong maju batu-batu pada peledakan bench cut ini perlu juga pengeboran snake holes yang berfungsi untuk mendorong maju batu-batu pada peledakan bench cut tersebut, selanjutnya diperiksa lagi dengan ohm tester. Setelah selesai semua dapat dipersiapkan kabel-kabel penyala sebagai penghubung ke blasting machine. Kemudian bila keadaan sekitarnya betul-betul aman dari peralatan maupun tenaga kerja, maka bisa dimulai ledakan. Dengan membunyikan sirine, blasting machine bisa dikontak sehingga bench cut meledak.

5.2.2

Cara Pengisian Bench Cut dengan dua step Cara ini sama halnya dengan cara biasa, hanya dapat dilaksanakan apabila lapisan batu tidak sama, misalnya lapisan atas keras dan lapisan bawah tegak lunak atau lubang pengisian terlalu dalam (lihat gambar).

Didalam melakukan pengisian semacam ini harus menggunakan ketelitian agar supaya leg wire dari detonator tidak mengalami putus diwaktu penyumbatan. Adapun maksud dari cara ini terutama untuk menghindari adanya hasil peleakan yang tidak berhasil, batu banyak yang besar-besar karena dari pengisian atau keadaan batunya.

5.2.3

Cara Pengisian Bench Cut dengan Detonating Cord (Cordtex) Cara pengisian ini sebetulnya sama saja didalam pelaksanaannya, hanya dalam pemakaian sumbu pembakaran bukan detonator akan tetapi memakai detonating cord (cordtex) (lihat gambar). Didalam pelaksanaannya juga menggunakan ketelitian sewaktu pengisian dinamit, pengecekan maupun penutupan untuk menhindarkan terputusnya detonating cord (cordtex). Adapun keuntungan menggunakan detonating cord antara lain : 1. Dalam pengisian tidak ada kesukaran sebab lubang dapat dicek sedalam lubangya. 2. Tidak mungkin terjadi detonating cord putus didalam lubang 3. Tidak berbahaya jika ada petir/ kilat 5-3

Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi

Pola Peledakan

4. Pembakaran bisa merata sampai bagian bawah 5. Biaya pelaksanaan lebih murah sedikit dibandingkan dengan menggunakan detonator listrik Didalam pelaksanaan seterusnya setelah tiap lubang diisi lengkap dengan sumbu detonating cord, selanjutnya dapat dipasang detonating cord penyambung sebagai penghubung tiap-tiap lubang dalam satu baris, sehingga pada tiap lubang ada sambungan antara sumbu detonating cord dan penghubungnya, panjang sambungan kurang lebih 5 cm. Selain itu pada ujung dari detonating cord penghubung diberi detonator sebagai sumbu pembakaran, biasanya digunakan delay detonator dengan nomor delay menurut banyaknya baris dan nomor delay yang terkecil pada baris yang terdepan. Untuk seterusnya delay detonator tersebut dihubungkan sebagai jaringan peledak dan diperiksa dengan ohm tester, bilamana pemeriksaan baik lalu dihubungkan dengan blasting machine untuk diledakan.

5-4

Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi

Pola Peledakan

RANGKUMAN

Bab 1 : 1. Pelaksanaan peledakan supaya mengacu kepada desain peledakan yang sudah disetujui. 2. Proses peledakan terjadi karena : •

Gelombang tekanan



Pengaruh gas ledakan dan



Penggunaan tenaga ledakan

Bab 2 : 1. Pola peledakan pada areal terbuka dan areal bawah tanah berbeda. Adapun yang membedakan yaitu : •

Faktor pengeboran



Urutan peledakan yang ditentukan jeda waktu (delay time) yang memberikan keuntungan : 1. Mengurangi getaran 2. Mengurangi over break atau batu terbang 3. Mengurangi getaran akibat air blast dan suara. 4. Dapat mengarakan lemparan material ledakan 5. Memperbaiki ukuran bongkahan hasil ledakan

2. Penentuan pola peledakan pada tambang terbuka sangat ditentukan oleh : •

Peledakan tunda antar baris



Peledakan tunda antar beberapa lubang



Peledakan tunda antar lubang



Arah lemparan hasil ledakan

3. Penentuan pola peledakan pada bawah tanah selalu diawali dengan pembuatan cut untuk membentuk/ mendapatkan bidang bebas lebih satu permukaan sehingga lemparan material ledakan akan terarah. 4. Para bukaan bawah tanah (terowongan) dibagi kedalam beberapa kelompok lubang sesuai fungsinya yaitu : •

Cut hole



Cut spreader hole



Stoping hole



Wall hole

Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi



Pola Peledakan

Floar hole

5. Bentuk cut hole terdiri ; •

Burn cut



Wedge cut



Drag cut

Bab 3 : 1. Perlengkapan peledakan antara lain : a. Detonator biasa dan sumbu pengaman 1. Detonator biasa dan sumbu pengaman 2. Sumbu detonator cord tex 3. Detonator listrik 2. Detonator listrik dibedakan menjadi 3 macam yaitu : 1. Detonator instantonius yaitu : detonator listrik yang bila dinyalakan akan meledak seketika itu. 2. Detonator delay (tunda) second yaitu bila dinyalakan bisa meledak dengan jarak waktu tertentu sesuai nomor delaynya. 3. Detonator delay milli secara atau biasa disebut delay lambat jarak waktu tertentu sesuai dengan nomor delaynya. 3. Penyiapan muatan primer dengan detonator listrik sebagai berikut : 1. Ambil cartridge bahan peledak kuat atau bahan peledak peka detonator, kemudian buatlah lubang kira-kira sedalam 6 cm ditengah-tengah atau dari samping cartridge dengan atau tanpa dibuka pembungkusnya memakai penusuk kayu. 2. Sisipkan detonator listrik kedalam lubang sedemikian rupa sehingga detonator terbenam seluruhnya kedalam cartridge 3. Lingkaran legwire sekali atau dua kali ke sekitar cartridge, lalu kencangkan dan siap dimasukan kedalam lubang kedak. 4. Kedua ujung kawat detonator yang mengarah keatas harus digabungkan untuk menghindari pengaruh arus listrik liar atau listrik statis. 4. Penyiapan muatan primer dengan ”cordtex” (detonating cord) ada 2 cara yaitu : 1. Untuk pelor dinamit berdiameter kecil lubang dibuat dari ujung pelor dinamit keujung lainnya, lalu cordtex dimasukan melalui lubang ini dan ujungnya diikatkan agar tidak lepas. 2. Untuk pelor dinamit yang berdiameter besar lubang dapat dibuar dari sisi-sisi pelor dinamit, lalu cordtex dimasukan dan diikatkan biasa. 5. Terdapat dua cara yang umum digunakan untuk membuat primer dengan sumbu ledak yaitu sebagai berikut :

Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi

Pola Peledakan

1. Ambil cartridge bahan peledak kuat atau bahan peledak peka detonator, kemudian buatlah lubang tembus di bagian samping cartridge memakai penusuk kayu. 2. Sisipkan sumbu ledak kedalam lubang, kemudian ikatlah dengan cara pengikatan bunga cengkeh atau dapat pula diikat kuat menggunakan selotip dan siap dimasukan kedalam lubang ledak.

Cara ke 2 adalah sebagai berikut (gambar 2.11.b) 1) Ambil cartridge bahan peledak kuat atau bahan peledak peka detonator, kemudian buatlah lubang tembus sepanjang badan cartridge dari atas ke bawah memakai penusuk kayu yang agak panjang. 2) Sisipkan sumbu ledak kedalam lubang, kemudian buatlah tali simpul di bagian bawah cartiridge untuk menahan cartridge tidak jatuh. Primer siap dimasukan kedaam lubang ledak. 6. Pengisian muatan bahan peledak dalam lubang pengeboran dapat dilakukan sebagai berikut : 1. Bersihkan permukaan lantai kerja dari segala peralatan maupun perlengkapan 2. Masing-masing lubang pengeboran diperiksa secara teliti dan cermat dengan tongkat kayu atau bambu 3. Muatan primer dimasukan kedalam lubang dahulu dan perlahan-lahan didorong sampai pada posisinya. 4. Setelah semua muatan diisikan sisa lubang harus ditutup. 7. Pengisian muatan dengan ANFO dapat dilakukan sebagai berikut : 1. Melakukan pencampuran dengan alat pencampur 2. Pengisian kedalam lubang berdiameter kecil, sedang dan besar dapat dilakukan dengan peralatan bantu yang sesuai. 8. Pemasangan jaringan penyala harus dilakukan secara teliti, cermat dan hati-hati dan jangan sampai terjadi ada 1 lubang pun yang tertinggal tidak dihubungkan dengan jaringan penyala. 9. Sebelum muatan dan jaringan penyala diledakan harus dilakukan : 1. Pemeriksaan kabel penyala secara teliti dan cermat 2. Pemeriksaan pengamanan secara disiplin dan menyeluruh. 10. Hasil ledakan yang menghasilkan bongkahan material/ batu yang masih besar-besar dapat dilakukan peledakan sekunder.

Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi

Pola Peledakan

Bab 4 : 1. Peledakan primer dengan sistem coyote hole dapat dilakukan dengan perhitungan matang dan dilakukan oleh tenaga yang berpengalaman.

Bab 5 : 1. Peledakan primer dengan Bench Cut (jenjang) adalah suatu kegiatan peledakan yang umumnya dilaksanakan diQuarry/ pertambangan.

Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi

Pola Peledakan

DAFTAR PUSTAKA

1.

Modul-modul Pelatihan : Juru Ledak Penambangan Bahan Galian, PUSDIKLAT Teknologi Mineral dan Batubara, Badan Diklat Energi dan Sumber Daya Mineral, Departemen ESDM (Energi dan Sumber Daya Mineral)

2.

Sugiri : Penambangan Batu dari Gunung, Proyek Diklat Bina Marga Ditjend Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta, 1976

3.

Anon, 1988, ANFO Type Blasting Agents, ICI Australia Operation, Pty. Ltd. Explosive Division.

4.

Anon., 1980, Blasters’ Handbook, Du Pont, 16th ed, Sales Development Section, Explosives Products Division, E.I. du Pont de Nemours & Co.(Inc), Wilmington, Delaware.

5.

Anon, 1988, Blasting Explosives and Accessories, ICI Australia Operation, Pty. Ltd. Explosive Division, pp. 1 – 17.

6.

Anon, 2001, Technical Information, Dyno Nobel.

7.

Anon, 1988, Technical Information, Dyno Westfarmer.

8.

Anon, 2004, Technical Information, PT. Dahana, Indonesia.

9.

Gustafsson, Rune, Blasting Technique, Dynamit Nobel Wien, Austrian Edition, 1981

10.

Gutafsson, R, 1973, Swedish Blasting Technique, Gothenburg. Sweden.

11.

Jimeno, C.L., Jimeno, E.L., and Carcedo, F.J.A 1995, Drilling and Blasting of Rocks, A.A. Balkema, Rotterdam, Brookfield, Netherlands.

12.

Manon, J.J., 1978, Explosives: their classification and characteristics. E/MJ Operating Handbook of Underground Mining, New York, USA.

13.

White, T. E and Robinson, P, 1988, Modern Commercial Explosives & Accessories, “Explosives Engineering Handbook”, Institute of Explosives Engineers.

More Documents from "Muhammad Suckri"