03 Tugas Materi - Delik2 Dalam Kodifikasi.docx

  • Uploaded by: Oktavianus Supardi
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View 03 Tugas Materi - Delik2 Dalam Kodifikasi.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,563
  • Pages: 10
NAMA STAMBUK FAKULTAS SEMESTER

: : : :

OKTAVIANUS SUPARDI 601120053 HUKUM III

JAWABAN : 1. Sifat melanggar hukum Dalam beberapa pasal ketentuan hukum pidana (strafbepaling) disebutkan sebagai salah satu unsur khusus dari suatu tindak pidana tertentu: wederrechtelijkheid atau sifat-melanggar-hukum. Ada kalanya dengan penyebutan ini ditekankah bahwa sifat melanggar hukum ini terutama mengenai satu bagian dari suatu tindak pidana. Misalnya dalam tindak pidana "pencurian" oleh pasal 362 KUHP disebutkan bahwa pengambilan barang milik orang lain ini harus dengan tujuan (oogmerk) untuk memiliki barang itu dengan "melanggar hukum". Dalam tindak pidana "penggelapan barang" dari pasal 372 KUHP perbuatannya dirumuskan sebagai "memiliki barang dengan melanggar hukum" (wederrechtelijk zich toe-eigenen). Tindak pidana dari pasal 522 KUHP dirumuskan sebagai "dengan melanggar hukum tidak memenuhi panggilan sah untuk datang selaku saksi". Penyebutan "sifat melanggar hukum" dalam pasal-pasal tertentu ini menimbulkan tiga pendapat tentang arti dari "melanggar hukum" ini, yaitu diartikan: ke-1: bertentangan dengan hukum (objektif), ke-2: bertentangan dengan hak (subjektif) orang lain, ke-3: tanpa hak. 2.

a.

b.

3.

EIGEN RICHTING (Menghakimi Sendiri) adalah merupakan tindakan untuk melaksanakan hak menurut kehendak sendiri yang bersifat sewenang-wenang, tanpa persetujuan pihak lain yang berkepentingan, hal ini merupakan pelaksanaan sanksi oleh perorangan atau kelompok tanpa melalui proses hukum yang berlaku. EIGEN RICHTING ini tidak dikenakan sanksi karena diperbolehkan atau mempunyai dasar pembenaran (rechtvaardigingsground) apabila perbuatan ini dilakukan dalam: - Keadaan darurat - Pembelaan terpaksa - Ketentuan Undang-Undang - Perintah jabatan

Klasifikasi Titel dalam Buku II dan Buku III KUHP menurut kepentingannya. a. Kepentingan Individu Dalam Buku II terdapat 16 (enam belas) titel yang berhubungan dengan kepentingan individu yakni : - Titel XIII Tentang Kejahatan terhadap asal-usul dan perkawinan - Titel XIV Tentang Kejahatan terhadap Kesusilaan - Titel XV Tentang Meninggalkan Orang yang Perlu Ditolong - Titel XVI Tentang Penghinaan - Titel XVII Tentang Membuka Rahasia - Titel XVIII Tentang Kejahatan terhadap Kemerdekaan Orang - Titel XIX Tentang Kejahatan terhadap Nyawa

- Titel XX Tentang Penganiayaan - Titel XXI Tentang Menyebabkan Mati atau Luka-luka karena Kealpaan - Titel XXII Tentang Pencurian - Titel XXIII Tentang Pemerasan dan Pengancaman - Titel XXIV Tentang Penggelapan - Titel XXV Tentang Perbuatan Curang - Titel XXVI Tentang Merugikan pemiutang atau orang yang mempunyai hak - Titel XXVII Tentang Menghancurkan atau Merusakkan Barang - Titel XXX Tentang Pemudahan (begunstiging) Sementara dalam Buku III terdapat 4 (empat) titel yang berhubungan dengan kepentingan individu yakni : - Titel IV Tentang Pelanggaran mengenai Asal-usul dan Perkawinan - Titel V Tentang Pelanggaran Terhadap Orang Yang Memerlukan Pertolongan - Titel VI Tentang Pelanggaran Kesusilaan - Titel VII Tentang Pelanggaran Mengenai Tanah, Tanaman dan Pekarangan b. Kepentingan Masyarakat Dalam Buku II terdapat 8 (delapan) titel yang berhubungan dengan kepentingan masyarakat yakni : - Titel V Tentang Kejahatan Terhadap Ketertiban Umum - Titel VI Tentang Perkelahian Tanding - Titel VII Tentang Kejahatan Yang Membahayakan Keamanan Umum bagi Orang atau Barang - Titel IX Tentang Sumpah Palsu dan Keterangan Palsu - Titel X Tentang Pemalsuan Mata Uang dan Uang Kertas - Titel XI Tentang Pemalsuan Materai dan Merek - Titel XII Tentang Pemalsuan Surat - Titel XXIX Tentang Kejahatan Pelayaran Sementara dalam Buku III terdapat 3 (tiga) titel yang berhubungan dengan kepentingan masyarakat yakni : - Titel I Tentang Pelanggaran Keamanan Umum bagi Orang atau Barang dan Kesehatan - Titel II Tentang Pelanggaran Ketertiban Umum - Titel IX Tentang Pelanggaran Pelayaran c. Kepentingan Negara Dalam Buku II terdapat 6 (enam) titel yang berhubungan dengan kepentingan masyarakat, yakni : - Titel I Tentang Kejahatan Terhadap Keamanan Negara - Titel II Tentang Kejahatan-Kejahatan Terhadap Martabat Presiden dan Wakil Presiden - Titel III Tentang Kejahatan-Kejahatan Terhadap Negara Sahabat dan Terhadap Kepala Negara Sahabat Serta Wakilnya - Titel IV Tentang Kejahatan Terhadap Melakukan Kewajiban dan Hak Kenegaraan - Titel VIII Tentang Kejahatan Terhadap Penguasa Umum - Titel XXVIII Tentang Kejahatan Jabatan Sementara dalam Buku III terdapat 3 (tiga) titel yang berhubungan dengan kepentingan masyarakat, yakni : - Titel III Tentang Pelanggaran Terhadap Penguasa Umum - Titel VIII Tentang Pelanggaran Jabatan - Titel X Tentang Pelanggaran Terhadap Keamanan Negara

4.

Hubungan Hukum Perdata dengan Hukum Pidana Hukum perdata disebut pula hukum privat atau hukum sipil sebagai lawan dari hukum pidana yang disebut juga hukum publik. Jika hukum pidana mengatur hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan individu, kepentingan masyarakat dan kepentingan negara yang berhubungan dengan kejahatan dan pelanggaran, maka hukum perdata mengatur hubungan antara penduduk atau warga negara sehari-hari, seperti misalnya kedewasaan seseorang, perkawinan, perceraian, kematian, pewarisan, harta benda, kegiatan usaha dan tindakan-tindakan yang bersifat perdata lainnya.

5.

Unsur-unsur khas dari masing-masing tindak pidana terhadap kekayaan orang adalah : a. Pencurian : mengambil barang orang lain untuk memilikinya. b. Pemerasan : memaksa orang lain dengan kekerasan untuk memberikan sesuatu c. Pengancaman : memaksa orang lain dengan ancaman untuk memberikan sesuatu. d. Penipuan : membujuk orang lain dengan tipu muslihat untuk memberikan sesuatu e. Penggelapan barang : memiliki barang yang sudah ada di tangannya. f. Merugikan orang-berpiutang : sebagai orang berhutang berbuat sesuatu terhadap kekayaannya sendiri, dengan merugikan si berhutang. g. Penghancuran atau perusakan barang : melakukan perbuatan terhadap barang orang lain secara merugikan tanpa mengambil barang itu. h. Penadahan : menerima atau memperlakukan barang, yang diperoleh orang lain secara tindak pidana

6.

Batasan antara pencurian dan penggelapan barang a. Pencurian Dalam rumusan KUHP, pencurian adalah tindakan kejahatan yang meliputi unsurunsur: Barang siapa, Mengambil, Suatu benda, Sebagian / seluruhnya kepunyaan orang lain, dan Memiliki benda tersebut dengan melawan hukum. Delik tentang Pencurian diatur dalam Pasal 362 sampai dengan Pasal 367 KUHP. b. Penggelapan Dalam rumusan KUHP, Penggelapan adalah tindak kejahatan yang meliputi unsurunsur: Dengan sengaja, Barang siapa, Mengambil, Suatu benda, Sebagian/seluruhnya kepunyaan orang lain, Menguasai benda tersebut dengan melawan hokum, dan Benda Yang ada dalam kekuasaannya tidak karena kejahatan. Delik tentang Penggelapan diatur dalam Pasal 372 sampai dengan Pasal 377 KUHP. c. Adapun hal yang membedakan antara pencurian dan penggelapan adalah : 1) Penggelapan dalam KUHP dengan jelas disebutkan sebagai delik kesengajaan, sedangkan pencurian tidak 2) Benda penggelapan berada pada kewenangan atau penguasaan pelaku, sedangkan barang pencurian berada di luar kewenangan pelaku

7.

GEQUALIFICEERDE DIEFSTAL Istilah gequalificeerde apabila diterjemahkan dalam bahasa indonesia menjadi “pencurian khusus”. Khusus disini dimaksudkan suatu pencurian dengan cara-cara tertentu atau dalam keadaan tertentu sehingga bersifat lebih berat. Oleh karena itu, diancam dengan hukuman yang maksimumnya lebih tinggi, yaitu lebih dari hukuman penjara lima tahun dari pasal 362 KUHP. Hal ini diatur dalam pasal 363 dan pasal 365 KUHP.

8.

Pengertian penggelapan Menurut KUHP BAB XXIV pasal 327 yang berbunyi “Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan diancam karena penggelapan, dengan pidana pajara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah” a. Penggelapan Khusus Maksud dari Penggelapan Khusus ini tercantum didalam Pasal 372, Pasal 374 dan Pasal 375. Dikatakan penggelapan khusus karena subjek hukum (petindak) penggelapan ini adalah orang-orang tertentu menguasai benda dalam kekuasaannya disebabkan oleh kedudukannya yang menunjukkan adanya kepercayaan lebih besar yang diberikan kepadanya. Sifat diperberatnya penggelapan ini, diletakkan pada kepercayaan yang sangat besar itu. Selain itu, ancaman hukuman yang dikenakan dalam penggelapan khusus ini lebih besar dibandingkan ancaman hukuman dalam penggelapan ringan. b. penggelapan Ringan Pada Pasal 373 KUHP tentang penggelapan yang dikualifikasikan sebagai penggelapan ringan (GEPRIVILIGEERDE VERDUISTERING) dirumuskan dalam Pasal 373 yang berbunyi: “Perbuatan yang dirumuskan dalam Pasal 372 apabila yang digelapkan bukan ternak dan harganya tidak lebih dari Rp.250,00 (dua ratus lima puluh rupiah) dikenai sebagai penggelapan ringan dengan pidana penjara paling lama 3 bulan atau denda paling banyak Rp.900,-“ Dikatakan penggelapan ringan karena tertelak pada objek kejahatan, bukan dari hewan atau benda itu berharga tidak lebih dari Rp.250,00 (dua ratus lima puluh rupiah), tentunya harga itu tidak sesuai lagi dengan keadaan sekarang ini. Namun demikian dalam praktek disesuikan dengan keadaan sekarang ini dan tergantung pada pertimbangan hakim

9.

Kejahatan dan Pelanggaran terhadap nyawa dan tubuh orang a. Kejahatan terhadap nyawa orang (pembunuhan) adalah penyerangan terhadap nyawa orang lain. Kepentingan hukum yang dilindungi dan yang merupakan obyek kejahatan ini adalah nyawa (LEVEN) manusia. Hal ini termuat dalam KUHP bab XIX dengan judul “kejahatan terhadap nyawa” yang diatur dalam pasal 338-350. Kejahatan terhadap nyawa dalam KUHP dapat dibedakan atau dikelompokkan atas 2 dasar, yakni : 1) Atas Dasar Unsur Kesalahannya Berkenaan dengan tindak pidana terhadap nyawa tersebut pada hakikatnya dapat dibedakan sebagai berikut: - Dilakukan dengan sengaja yang diatur dalam pasal Bab XIX KUHP - Dilakukan karena kelalaian atau kealpaan yang diatur Bab XIX - Karena tindak pidana lain yang mengakibatkan kematian yang diatur dalam pasal 170, 351 ayat 3, dan lain-lain 2) Atas Dasar Obyeknya (Nyawa) Atas dasar obyeknya (kepentingan hukum yang dilindungi), maka kejahatan terhadap nyawa dengan sengaja dibedakan dalam 3 macam, yaitu: - Kejahatan terhadap nyawa orang pada umumnya, dimuat dalam pasal 338, 339, 340, 344, 345.

- Kejahatan terhadap nyawa bayi pada saat atau tidak lama setelah dilahirkan, dimuat dalam pasal 341, 342, dan 343. - Kejahatan terhadap nyawa bayi yang masih ada dalam kandungan ibu (janin), dimuat dalam pasal 346, 347, 348, dan 349 Tindak pidana kejahatan terhadap nyawa yang dilakukan dapat dikategorikan sebagai pembunuhan, yang terdiri dari: - Pembunuhan biasa dalam bentuk pokok; - Pembunuhan yang diikuti, disertai atau didahului oleh tindak pidana lain; - Pembunuhan berencana (moord); - Pembunuhan bayi oleh ibunya; - Pembunuhan bayi oleh ibunya secara perencana; - Pembunuhan atas permintaan korban; - Penganjuran agar bunuh diri; dan - Pengguguran kandungan. b. Kejahatan dan Pelanggaran terhadap tubuh orang pada KUHP secara umum disebut “penganiayaan”. Dibentuknya kejahatan terhadap tubuh manusia (MISDRIJVEN TEGEN HET LIJF) ini ditujukan bagi perlindungan kepentingan hukum atas tubuh dari perbuatan-perbuatan berupa penyerangan atas tubuh atau bagian dari tubuh yang mengakibatkan rasa sakit atau luka, bahkan karena luka yang sedemikian rupa pada tubuh dapat menimbulkan kematian. Menurut Yurisprudensi, maka yang diartikan dengan penganiayaan (MISHANDELING) yaitu sengaja menyebabkan perasaan tidak enak (penderitaan), rasa sakit (PIJN), atau luka. Masuk pula dalam pengertian penganiayaan ialah “sengaja merusak kesehatan orang” Atas dasar unsur kesalahannya, kejahatan terhadap tubuh terdiri dari dua macam bentuk, yaitu: 1) Kejahatan terhadap tubuh yang dilakukan dengan sengaja. Kejahatan yang dimaksudkan ini diberi kualifikasi sebagai penganiayaan, dimuat dalam Bab XX buku II pasal 351 s/d 358. Kejahatan terhadap tubuh yang dilakukan dengan sengaja (penganiayaan) dapat dibedakan menjadi 6 macam yakni : - Penganiayaan Biasa (351 KUHP) Penganiayaan biasa (gewone mishandeling) yang dapat juga disebut dengan penganiayaan pokok atau bentuk standar terhadap ketentuan pasal 351. Yaitu pada hakikatnya semua penganiayaan yang bukan penganiayaan berat dan bukan penganiayaan ringan. - Penganiayaan Ringan Penganiayaan tersebut dalam pasal 352 (1) KUHP yaitu suatu penganiayaan yang tidak menjadikan sakit (ziek) atau menjadikan terhalang untuk melakukan jabatan atau pekerjaan sehari-hari. - Penganiayaan Berencana Ada 3 macam penganiayaan berencana: 1) Penganiayaan berencana yang tidak berakibat luka berat atau kematian. 2) Penganiayaan berencana yang berakibat luka berat. 3) Penganiayaan berencana yang berakibat kematian. Unsur penganiayaan berencana adalah direncanakan terlebih dahulu (mete voorbedachte rade) sebelum perbuatan dilakukan - Penganiayaan Berat Dibandingkan dengan penganiayaan biasa yang berakibat luka berat, maka penganiayaan berat yang mengakibatkan luka berat ini dilakukan dengan sengaja (memang dikehendaki) oleh orang yang menganiaya.

- Penganiayaan Berat Berencana Kejahatan ini merupakan gabungan antara penganiayaan berat (354 ayat 1) dan penganiayaan berencana (353 ayat 2). Kedua bentuk penganiayaan ini harus terjadi secara serentak/bersama. Oleh karena itu harus terpenuhi baik unsur penganiayaan berat maupun unsur penganiayaan berencana. Kematian dalam penganiayaan berat berencana bukanlah menjadi tujuan. Dalam hal akibat, kesengajaannya ditujukan pada akibat luka beratnya saja dan tidak pada kematian korban. Sebab, jika kesengajaan terhadap matinya korban, maka disebut pembunuhan berencana - Penganiayaan Terhadap Orang-Orang Berkualitas Tertentu atau dengan Cara Tertentu yang Memberatkan Bagi bentuk khusus dari penganiayaan tersebut di atas sifat yang memberatkan pidana terletak pada dua hal, yakni : Pada kualitas pribadi korban sebagai: ibu, bapak yang sah, istri, anak, dan pegawai negeri ketika atau menjalankan tugasnya yang sah, dan Pada cara melakukan penganiayaan dengan memberikan bahan untuk dimakan atau diminum yang berbahaya bagi nyawa atau kesehatan. 2) Kejahatan terhadap tubuh karena kelalaian, dimuat dalam pasal 360 Bab XXI yang dikenal dengan kualifikasi karena lalai menyebabkan orang lain luka Perbuatan yang dimaksud di sini adalah perbuatan yang sama dalam penganiayaan, tidak dicantumkan secara konkret dalam rumusan-rumusan tindak pidana. Namun perbuatan ini harus benar-benar terwujud agar kejahatan ini benar-benar terjadi. Misalnya, mengemudi kurang hati-hati menabrak pejalan kaki, menembak babi hutan kurang hati-hati mengenai orang, dan lain-lain. Kejahatan ini merupakan kejahatan culpa, yakni kejahatan karena kesalahan atau kealpaannya. Unsur-unsur kejahatan ini adalah: - Ada perbuatan. - Karena kesalahan. - Menimbulkan akibat orang luka-luka berat, luka yang menimbulkan penyakit, atau halangan menjalankan pekerjaan jabatan atau pencaharian selama waktu tertentu 10. Kejahatan dan pelanggaran terhadap kehormatan orang Menurut KUHP bahwa tindak pidana terhadap kehormatan dan nama baik ini dibagi menjadi 6 macam yaitu: a. Menista secara lisan (Smaad) Menista (smaad) dalam Pasal 310 ayat (1) KUHP disebutkan bahwa “Barangsiapa dengan sengaja merusak kehormatan atau nama baik orang dengan jalan menuduh dia melakukan sesuatu perbuatan dengan maksud yang nyata akan tersiarnya tuduhan itu, dihukum karena menista, dengan hukuman penjara selama-lamanya sembilan bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 4.500,-“ Dari rumusan Pasal 310 ayat (1) KUHP tersebut di atas maka dapat dijabarkan unsur-unsurnya sebagai berikut : - Dengan sengaja : Di dalam ilmu pengetahuan sebagai suatu doktrin maka kata “sengaja” dikatagorikan sebagai unsur yang “subyektif” yaitu ditujukan pada “suatu perbuatan”, halmana “pelaku” mengetahui perbuatannya, “pelaku”

menyadari bahwa pengucapan kata-katanya itu mengandung pelanggaran terhadap kehormatan atau nama baik orang lain. - Menyerang kehormatan atau nama baik orang lain : Yang dimaksud dengan kata “menyerang” adalah dalam arti “melanggar”, sedangkan kata “nama baik” yang dimaksud adalah sutau bentuk kehormatan yang diberikan oleh masyarakat umum kepada seseorang baik karena perbuatannya atau kedudukannya. - Menuduh melakukan sesuatu perbuatan tertentu : Yang dimaksud dengan kata “perbuatan tertentu” adalah bahwa “perbuatan yang dituduhkan” tersebut oleh “pelaku” dinyatakan dengan jelas, baik mengenai tempat maupun waktunya, misalnya: “si A telah mencuri uang di rumah si B pada hari minggu kemarin”. Namun jika tidak jelas disebutkan waktu dan tempat perbuatan tersebut maka perbuatan pelaku tersebut dapat dikatagorikan sebagai penghinaan biasa (ringan) - Dengan maksud yang nyata supaya diketahui oleh umum : Pada unsur ini, penerapannya memerlukan adanya suatu kecermatan dan ketelitian karena harus dapat dibuktikan “maksud yang nyata supaya diketahui oleh umum”, misalnya : diberitakan kepada si A di hadapan umum, dengan suara yang dapat didengar oleh orang lainnya”. b. Menista secara tertulis (smaadschrift) : Menista secara tertulis (smaadschrift) diatur di dalam Pasal 310 ayat (2) KUHP, yaitu menyebutkan bahwa “Kalau hal ini dilakukan dengan tulisan atau gambar yang disiarkan, dipertunjukkan pada umum atau ditempelkan, maka yang berbuat itu dihukum karena menista dengan tulisan dengan hukuman penjara selama-lamanya satu tahun empat bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp.4.500,-“ Dari rumusan Pasal 310 ayat (2) KUHP tersebut di atas maka dapat dijabarkan unsur-unsurnya sebagai berikut : - Disiarkan / disebarkan yang artinya bahwa “tulisan” atau “gambar” tersebut ada lebih dari satu lembar - Dipertunjukkan atau ditempelkan adalah dengan pengertian agar dapat dibaca atau dilihat oleh orang lain c. Memfitnah (Laster) Memfitnah (laster) diatur dalam Pasal 311 ayat (1) KUHP, yaitu menyebutkan bahwa “Barangsiapa melakukan kejahatan menista atau menista dengan tulisan, dalam hal ia diijinkan untuk membuktikan tuduhannya itu, jika ia tiada dapat membuktikan dan jika tuduhan itu dilakukannya sedang diketahuinya tidak benar, dihukum karena salah memfitnah dengan hukuman penjara selama-lamanya empat tahun”. Dari rumusan Pasal 311 ayat (1) KUHP tersebut di atas maka yang perlu digaris bawahi adalah makna “diijinkan untuk membuktikan tuduhannya” dan “tidak dapat membuktikan tuduhannya” Penerapan Pasal 311 KUHP ini diatur dalam Pasal 312 KUHP disebutkan bahwa “Membuktikan kebenaran tuduhan itu hanya diijinkan dalam hal : 1e. Kalau hakim menganggap perlu akan memeriksa kebenaran itu, supaya dapat menimbang perkataan siterdakwa, bahwa ia telah melakukan perbuatan itu untuk kepentingan umum atau karena untuk mempertahankan dirinya sendiri. 2e. Kalau seorang pegawai negeri yang dituduh melakukan perbuatan dalam menjalankan pekerjaannya (jabatannya). Selain itu Penerapan Pasal 311 KUHP ini juga diatur di dalam Pasal 314 KUHP yang menyebutkan sebagai berikut :

(1) Kalau orang yang dihinakan, dengan keputusan hakim yang sudah tetap, telah dipersalahkan melakukan perbuatan yang dituduhkan itu, maka tidak boleh dijatuhkan hukuman karena memfitnah ; (2) Kalau ia, dengan keputusan hakim yang sudah tetap, telah dibebaskan dari perbuatan yang dituduhkan, maka keputusan hakim itu dipandang menjadi bukti yang cukup terang akan menolak kebenaran tuduhan itu ; (3) Kalau terhadap yang dihinakan telah dimulai penuntutan hukuman karna perbuatan yang dituduhkan padanya, maka penuntutan karena memfitnah dipertangguhkan dulu sampai perbuatan yang dituduhkan itu dapat ekputusan hakim yang tetap”. Rumusan Pasal 314 KUHP adalah sesuatu hal yang tepat guna untuk menciptakan adanya kepestian hukum sebab dengan memisahkan penanganan perkara “memfitnah” dengan “perbuatan yang dituduhkan” dapat menimbulkan keraguan atas kepastian hukum itu sendiri. Oleh karenanya dengan adanya rumusan Pasal 34 KUHP maka keraguan tersebut dapat diantisipasi. Disisi lain ada kesulitan untuk memahaminya yaitu sebagaimana yang dirumuskan dalam Pasal 313 KUHP yang menyebutkan bahwa “Tentang bukti sebagai yang dimaksud dalam Pasal 312 tidak diijinkan, jika perbuatan yang dituduhkan itu hanya dapat dituntut atas pengaduan dan pengaduan tidak dilakukan“ d. Penghinaan ringan (EENVOUDIGE BELEDIGING) : Penghinaan ringan diatur dalam Pasal 315 KUHP, yaitu menyebutkan bahwa “Tiaptiap penghinaan dengan sengaja yang tidak bersifat menista atau menista dengan tulisan, yang dilakukan kepada seseorang baik ditempat umum dengan lisan, atau dengan tulisan, maupun dihadapan orang itu sendiri dengan lisan atau dengan perbuatan, begitupun dengan tulisan yang dikirimkan atau diterimakan kepadanya, dihukum karena penghinaan ringan, dengan hukuman penjara selama-lamanya empat bulan dua minggu atau denda sebanyak-banyaknya Rp.4.500,-“. Dari rumusan Pasal 315 KUHP tersebut di atas maka dapat dijabarkan unsurunsurnya sebagai berikut : 1) Penghinaan : Pengertian “penghinaan” disini yang dimaksud adalah perbuatan dengan sengaja menyerang kehormatan dan nama baik seseorang, bukan menista dan menista dengan surat sebagaimana dimaksud di dalam Pasal 310 KUHP 2) Sengaja : Unsur “sengaja” dikategorikan sebagai unsur yang “subyektif” yaitu ditujukan pada “suatu perbuatan”, hal mana “pelaku” mengetahui perbuatannya, “pelaku” menyadari bahwa pengucapan kata-katanya itu mengandung pelanggaran terhadap kehormatan atau nama baik orang lain. 3) Tidak bersifat menista atau menista dengan surat ; 4) Di muka umum : Memahami unsur “di muka umum” hendaklah tidak dimaknai dalam arti yang sempit, melainkan harus dimaknai dalam arti yang luas, artinya tidak saja diartikan sebagai suatu tempat dimana setiap orang dapat hadir atau suatu tempat dimana setiap orang dapat melihat dari tempat umum tetapi juga suatu tempat dimana setiap orang dari tempat umum dapat mendengarnya, misalnya : pemancar radio, pemancar TV. 5) Dihadapan orang itu sendiri dengan lisan atau dengan perbuatan : Artinya orang yang dihina itu harus berada di tempat itu dan melihat serta mendengarnya sendiri

6) Dengan tulisan yang dikirimkan atau diterimakan kepadanya: Artinya surat itu harus dialamatkan (disampaikan) kepada yang dihina e. Mengadu Secara Memfitnah (LASTERLIJKE AANKLACHT) : Mengadu secara memfitnah diatur dalam Pasal 317 ayat (1) KUHP, yaitu menyebutkan bahwa “Barang siapa dengan sengaja memasukkan atau menyuruh menuliskan surat pengaduan atas pemberitahuan yang palsu kepada pembesar negeri tentang seseorang sehingga kehormatan atau nama baik orang itu jadi tersinggung, maka dihukum karena mengadu dengan memfitnah, dengan hukuman penjara selama-lamanya empat tahun”. Dari rumusan Pasal 317 ayat (1) KUHP tersebut di atas maka dapat dijabarkan unsur-unsurnya sebagai berikut : 1) Dengan sengaja : Unsur “sengaja” dikatagorikan sebagai unsur yang “subyektif” yaitu ditujukan pada “suatu perbuatan”, halmana “pelaku” mengetahui perbuatannya, “pelaku” menyadari bahwa menyampaikan laporan/pengaduan tertulis palsu itu supaya diketahui oleh umum, mengandung pelanggaran terhadap kehormatan atau nama baik orang lain. 2) Menyampaikan laporan/pengaduan tertulis palsu : Unsur “menyampaikan laporan/pengaduan tertulis palsu” dapat diartikan pula bahwa disampaikan dengan lisan yang kemudian ditulis oleh penerima laporan atau pengaduan 3) Disampaikan kepada penguasa : Unsur “penguasa” yang dimaksud adalah tidak hanya polisi atau aparat kehakiman tetapi bisa juga diartikan pejabat negara 4) Tentang orang tertentu : Unsur “orang tertentu” dapat diartikan bahwa laporan/pengaduan tersebut mengenai orang tertentu yaitu individu dalam makna yang mempunai nama atau yang merasa memiliki kehormatan dan nama baik sehingga tidak dapat diperlakukan terhadap badan hukum meskipun badan hukum dapat memiliki nama baik. 5) Isinya menyerang kehormatan/nama baik orang tersebut : Unsur “isinya menyerang kehormatan/nama baik orang tersebut”, dapat diartikan bahwa ungkapan atau kata-kata pada laporan atau pengaduan tersebut dirasakan benar-benar menyerang kehormatan atau nama baik orang tertentu itu. f. Tuduhan Secara Memfitnah (LASTERLIJKE VERDACHTMAKING) : Tuduhan secara memfitnah diatur dalam Pasal 318 ayat (1) KUHP, yaitu menyebutkan bahwa “Barang siapa dengan sengaja dengan melakukan sesuatu perbuatan, menyebabkan orang lain dengan palsu tersangka melakukan sesuatu perbuatan yang dapat dihukum, maka dihukum karena tuduhan memfitnah, dengan hukuman penjara selama-lamanya empat tahun” Dari rumusan Pasal 318 ayat (1) KUHP tersebut di atas maka dapat dijabarkan unsur-unsurnya sebagai berikut : 1) Dengan sengaja : Unsur “sengaja” dikatagorikan sebagai unsur yang “subyektif” yaitu ditujukan pada dilakukannya “suatu perbuatan”, 2) Melakukan suatu perbuatan 3) Menyebabkan sangkaan palsu terhadap seseorang. 4) Seolah-olah orang tersebut telah melakukan tindak pidana

SOAL : 1. 2.

Apa yang dimaksud dengan sifat melanggar hukum, jelaskan dan berikan contoh. a. Apa yang dimaksud dengan EIGEN RICHTING (Menghakimi sendiri) b. Dalam keadaan bagaimana EIGEN RICHTING ini diperbolehkan 3. Tindak pidana yang dirumuskan dalam Buku II dan Buku III KUH Pidana terdapat 3 jenis kepentingan antara lain : a. Kepentingan Individu b. Kepentingan Masyarakat c. Kepentingan Negara Klasifikasikan mana titel yang masuk dalam 3 kepentingan tersebut. 4. Uraikan hubungan Hukum Perdata dengan Hukum Pidana 5. Sebutkan unsur-unsur khas dari masing-masing tindak pidana terhadap kekayaan orang 6. Jelaskan batasan antara pencurian dan penggelapan barang 7. Jelaskan apa yang dimaksud dengan GEQUALIFICEERDE DIEFSTAL (Pencurian Khusus) 8. Jelaskan tentang Penggelapan Khusus dan Penggelapan Ringan 9. Sebutkan dan jelaskan kejahatan dan pelanggaran terhadap nyawa dan tubuh orang 10. Sebutkan dan jelaskan kejahatan dan pelanggaran terhadap kehormatan orang

Related Documents


More Documents from "Ridho Sitompul"