DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN KEMENTERIAN KEUANGAN
KEBIJAKAN PENGALOKASIAN, PENYETORAN, DAN PENGGUNAAN PAJAK ROKOK
Surabaya, 6 Mei 2018
Direktorat Pendapatan dan Kapasitas Keuangan Daerah Dalam Acara “Workshop: Peluang Pemanfaatan Pajak Rokok Daerah unt uk Program Pengendalian Tembakau yang Berkelanjutan”
LATAR BELAKANG PAJAK ROKOK Perlunya Peningkatan kekuatan perpajakan daerah (local taxing power) guna meningkatkan kemampuan daerah dalam menyediakan pelayanan publik, khususnya pelayanan kesehatan.
Perlunya Penerapan piggyback taxes atau tambahan atas objek pajak yang dipungut oleh Pemerintah Pusat terhadap konsumsi barang yang perlu dikendalikan, sesuai dengan best practice yang berlaku di negara lain.
Penetapan Pajak Rokok sebagai salah satu pajak daerah didasarkan pada pertimbangan membatasi konsumsi rokok dan peredaran rokok ilegal, melindungi masyarakat atas dampak negatif rokok dan peningkatan pendanaan fungsi pelayanan kesehatan masyarakat serta untuk meningkatkan PAD. DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN
DASAR HUKUM UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. PP No. 55 Tahun 2016 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Pemungutan Pajak Daerah Pemungutan dan Penyetoran UU APBN: Penetapan target pendapatan Cukai Hasil Tembakau CHT). PMK Nomor 115/PMK.07/2013-PMK 102/PMK.07/2015- PMK 41/PMK.07/2016- PMK 11/PMK.07/2017 tentang Tata Cara Pemungutan dan Penyetoran Pajak Rokok. PMK Nomor 277/PMK.05/2014 tentang Rencana Penarikan Dana, Rencana Penerimaan Dana, dan Perencanaan Kas. Penggunaan Pelayanan Kesehatan Permenkes No. 40 Tahun 2016 –> Permenkes No. 53 Tahun 2017 tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Pajak Rokok untuk Pendanaan Pelayanan Kesehatan Masyarakat DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN
TAHAPAN PEMUNGUTAN DAN PENYETORAN PAJAK ROKOK DJBC
DJPb
DJPK
WAJIB PAJAK
PROVINSI
RKUD Provinsi
RKUN
30%
Melakukan Pembayaran Pajak Rokok menggunakan SSBP PEMBAYARAN
Wajib Pajak membayar Pajak Rokok bersamaan dengan pembelian pita cukai rokok
PEMUNGUTAN Pemungutan Pajak Rokok oleh Kantor Bea dan Cukai (KPBC) bersamaan dengan pemungutan cukai rokok
Pemungutan Pajak Rokok bersamaan dengan pemungutan cukai rokok
Pajak Rokok = 10% X cukai rokok
RKUD Kab/Kota 70%
Sesuai SKP-PR PENYETORAN
Penyetoran dari RKUN ke RKUD Provinsi oleh PA/KPA Pajak Rokok
Berdasarkan Realisasi Penerimaan Triwulanan PENYETORAN = REALISASI X PROPORSI JUMLAH PENDUDUK
PENGANGGARAN DAN TRANSFER BAGI HASIL
Penganggaran dan penyaluran bagi hasil Pajak Rokok oleh Provinsi ke Kabupaten/Kota
Membagihasilkan 70% bagian kab./kota paling lambat 7 hari kerja setelah dana diterima di RKUD Provinsi Laporan realisasi paling lambat 10 hari kerja setelah penyaluran dana bagi hasil
MONITORING DAN EVALUASI
Monev Penggunaan Dana/Bagi Hasil Pajak Rokok Kabupaten/Kota oleh Provinsi
PEMUNGUTAN PAJAK ROKOK Proses pemungutan pajak rokok dibuat sejalan/linear dengan proses pemungutan cukai DJBC
Pemungutan Pajak Rokok dilakukan oleh Kantor Bea dan Cukai (KPBC) bersamaan dengan pemungutan cukai rokok
pembayaran Pajak Rokok dengan SSBP bersamaan dengan pembayaran cukai dengan SSPCP
WP mengajukan SPPR bersamaan dengan pengajuan CK-1 (Self Assesment)
CK-1 SPPR Surat Pemberitahuan Pajak Rokok
Dalam hal Pajak Rokok kurang dibayar
SSPCP
TUNDA PELAYANAN
SSBP
PITA CUKAI
Surat Setoran Bukan Pajak
atau
Tarif Pajak Rokok Ditetapkan sebesar
10%
Dari Cukai Rokok
Pajak Rokok Terutang = Tarif x DPP
Dasar pengenaan Pajak Rokok adalah cukai rokok yang ditetapkan oleh Pemerintah
STOP PELAYANAN
Rp
Apabila WP tidak melakukan pembayaran Pajak Rokok, KPBC tidak melayani Permohonan Pemesanan Pita Cukai Hasil Tembakau
PITA CUKAI
a. Ditunda pelayanan Pita Cukai Rokok; atau b. tidak dilayani CK-1 berikutnya.
Ketentuan lebih lanjut diatur dalam PMK-115/PMK.07/2013 terakhir dengan PMK 11/PMK.07/2017
DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN
Pemungutan Pajak Rokok (1) Dasar pengenaan Pajak Rokok adalah cukai rokok yang ditetapkan oleh Pemerintah. Tarif Pajak Rokok ditetapkan sebesar 10%. Besaran pajak rokok terutang = (tarif pajak x dasar pengenaan Pajak Rokok). WP menghitung sendiri Pajak Rokok melalui Surat Pemberitahuan Pajak Rokok (SPPR). Pemungutan Pajak Rokok dilakukan oleh Kantor Bea dan Cukai (KPBC) bersamaan dengan pemungutan cukai rokok; Apabila WP tidak melakukan pembayaran Pajak Rokok, KPBC tidak melayani Permohonan Pemesanan Pita Cukai Hasil Tembakau. DJBC
DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN
Pemungutan Pajak Rokok (2) ▪ Pasal 27 ayat (5) UU 28 tahun 2009: ”Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemungutan dan penyetoran Pajak Rokok diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.” ▪ Tata Cara Pemungutan Pajak Rokok diatur dalam PMK115/PMK.07/2013 terakhir dengan PMK 11/PMK.07/2017. ▪ Proses pemungutan pajak rokok dibuat sejalan/linear dengan proses pemungutan cukai ▪ Dokumen dasar pemungutan pajak rokok adalah Surat Pemberitahuan Pajak Rokok (SPPR/PR-1). ▪ Dokumen pembayaran adalah Surat Setoran Bukan Pajak (SSBP). ▪ Pengajuan SPPR bersamaan dengan pengajuan CK-1. ▪ pembayaran Pajak Rokok dengan SSBP bersamaan dengan pembayaran cukai dengan SSPCP. DJBC
DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN
Pemungutan Pajak Rokok (3)
➢Dalam hal Pajak Rokok kurang dibayar, maka: a. Ditunda pelayanan Pita Cukai Rokok sampai dengan dilunasinya pembayaran Pajak Rokok untuk pembayaran Cukai Rokok secara tunai; atau b. tidak dilayani CK-1 berikutnya sampai dengan dilunasinya pembayaran Pajak Rokok untuk pembayaran Cukai Rokok yang mendapatkan penundaan pembayaran cukai. ➢Dalam hal Pajak Rokok belum dilunasi, maka Permohonan Penyediaan Pita Cukai (P3C) untuk kebutuhan bulan berikutnya tidak dilayani. DJBC
DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN
PENYETORAN PAJAK ROKOK
DJPK
DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN
PERIODE PELAKSANAAN PENYETORAN PAJAK ROKOK
DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN
PENGANGGARAN DAN ALOKASI PENYETORAN PROPORSI DAN ESTIMASI PAJAK ROKOK Estimasi Penerimaan Masing-masing Provinsi
= Proporsi Jumlah Penduduk Provinsi ybs X Total Pagu 1 Tahun
Jml Penduduk Prov ybs Jml Penduduk Nasional Data Jumlah Penduduk (yang digunakan dalam perhitungan dalam DAU TA yang akan datang)
10% Target Cukai Nasional – Rokok Tidak Kena Cukai
PERHITUNGAN REALISASI PAJAK ROKOK Realisasi Penerimaan Masing-masing Provinsi
= Proporsi Jumlah Penduduk Provinsi ybs X Total Realisasi
DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN
Penerimaan Periode ybs
Pembagian Porsi Pajak Rokok antara Provinsi dan Kab/Kota UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Bab III Pasal 94 ayat (1) Huruf c
ALOKASI PAJAK ROKOK PROVINSI
Bagian Provinsi
Bagian Kab/kota
30%
70%
DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN
PERAN PROVINSI - BAGI HASIL PAJAK (1) Pajak Rokok – Pasal 94 UU 28/2009 ❑ Menetapkan Perda Pajak Rokok; ❑ Menetapkan Peraturan Kepala Daerah mengenai Bagi Hasil penerimaan Pajak Rokok (30% bagian Provinsi dan sebesar 70% bagian kabupaten/kota); ❑ Bagian kab./kota ditetapkan dengan memperhatikan aspek pemerataan dan/atau potensi antar kab./kota.
DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN
PERAN PROVINSI - BAGI HASIL PAJAK (2) ❑ Membagihasilkan 70% bagian kab/kota paling lambat 7 hari kerja setelah dana diterima di RKUD Provinsi; ❑ Membuat dan menyampaikan Laporan Realisasi Penyaluran Bagi Hasil Pajak Rokok kepada Menteri Keuangan c.q. DJPK paling lambat 10 hari kerja setelah pelaksanaan penyaluran bagi hasil; ❑ Pemantauan Earmark hasil penerimaan Pajak Rokok untuk mendanai pelayanan kesehatan masyarakat dan penegakan hukum oleh aparat yang berwenang. DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN
DATA ESTIMASI, PENERIMAAN, RESTITUSI, DAN REALISASI PENYETORAN PAJAK ROKOK NO TAHUN
ESTIMASI
PENERIMAAN
RESTITUSI
1
2014
-
9.319.034.019.874
2
2015
-
* 13.953.937.087.336
298.543.038
13.953.638.544.298
3
2016
13.702.360.000.000
13.795.876.306.440
972.019.952
13.794.904.286.488
4
2017
14.688.044.000.000
14.799.182.410.730
260.335.620
14.798.922.075.110
5
2018
14.526.540.000.000
DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN
-
PENYETORAN KE RKUD PROVINSI 9.319.034.019.874
Hal-Hal Yang Mempengaruhi Realisasi Penerimaan Pajak Rokok
Menurunnya Realisasi Penerimaan
Jumlah pengembalian kelebihan pembayaran Pajak Rokok (Restitusi)
DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN
PENGGUNAAN PAJAK ROKOK
DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN
I. DASAR HUKUM UU 28/2009 dialokasikan minimal 50%, untuk: Pelayanan Kesehatan Masyarakat 1.pengadaan dan pemeliharaan sarana dan prasarana unit pelayanan kesehatan; 2.penyediaan smoking area; 3.kegiatan memasyarakatkan tentang bahaya merokok, dan 4.iklan layanan masyarakat mengenai bahaya merokok. Penegakan Hukum Sesuai dengan kewenangan Pemerintah Daerah yang dapat dikerjasamakan dengan pihak/instansi lain, antara lain : 1. pemberantasan peredaran rokok ilegal 2. penegakan aturan mengenai larangan merokok sesuai dengan peraturan perundangundangan → Penegakan Kawasan Tanpa Rokok
PP 55/2016 dialokasikan minimal 50%, untuk: 1. Pelayanan kesehatan
masyarakat sebagaimana diatur dalam UU28/2009. 2. Penegakan hukum
sesuai dengan kewenangan Pemerintah Daerah yang dapat dikerjasamakan dengan pihak/instansi lain. Ketentuan mengenai pelayanan kesehatan masyarakat yang didanai dari Pajak rokok diatur dengan Peraturan Menteri Kesehatan setelah berkoordinasi dengan Kemendagri dan Kemenkeu.
PMK 102/2015 dialokasikan minimal 50%, untuk: 1. pelayanan kesehatan
masyarakat dengan berpedoman pada petunjuk teknis yg ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. 2. penegakan hukum oleh
aparat yang berwenang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Dalam hal sampai dengan akhir tahun anggaran terdapat sisa penggunaan Pajak Rokok, maka sisa penggunaan Pajak Rokok tersebut digunakan untuk mendanai kegiatan pelayanan kesehatan masyarakat dan penegakan hukum oleh aparat yang berwenang pada tahun anggaran berikutnya.
PERMENKES 40/2016 Penggunaan pajak rokok untuk pendanaan pelayanan kesehatan masyarakat digunakan untuk kegiatan: a. penurunan faktor risiko penyakit tidak menular; b. penurunan faktor risiko penyakit menular termasuk imunisasi; c. peningkatan promosi kesehatan; d. peningkatan kesehatan keluarga; e. peningkatan gizi; f. peningkatan kesehatan lingkungan; g. peningkatan kesehatan kerja dan olah raga; h. peningkatan pengendalian konsumsi rokok dan produk tembakau lainnya; dan i. pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan tingkat pertama.
I. DASAR HUKUM UU 36/2009 Kegiatan pelayanan kesehatan secara paripurna diatur dalam Pasal 52 ayat (2) UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, yaitu : a. Pelayanan kesehatan promotif, b. Pelayanan kesehatan preventif,. c. Pelayanan kesehatan kuratif, d. Pelayanan kesehatan rehabilitatif, Pelayanan kesehatan secara umum diatur dalam Pasal 53 UU Kesehatan, yaitu: a. Pelayanan kesehatan perseorangan ditujukan untuk menyembuhkan penyakit dan memulihkan kesehatan perseorangan dan keluarga (kuratif dan rehabilitatif). b. Pelayanan kesehatan masyarakat ditujukan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah penyakit suatu kelompok dan masyarakat (promotif dan preventif).
Pajak Rokok
PERMENKES 40/2016 Penggunaan pajak rokok untuk pendanaan pelayanan kesehatan masyarakat digunakan untuk kegiatan: a. penurunan faktor risiko penyakit tidak menular; b. penurunan faktor risiko penyakit menular termasuk imunisasi; c. peningkatan promosi kesehatan; d. peningkatan kesehatan keluarga; e. peningkatan gizi; f. peningkatan kesehatan lingkungan; g. peningkatan kesehatan kerja dan olah raga; h. peningkatan pengendalian konsumsi rokok dan produk tembakau lainnya; dan i. pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan tingkat pertama.
JKN
PERMENKES 53/2017 Selain digunakan untuk kegiatan pendanaan pelayanan kesehatan masyarakat , pajak rokok digunakan untuk pendanaan program jaminan kesehatan nasional. Penggunaan pajak rokok untuk pendanaan program jaminan kesehatan nasional sebesar 75% (tujuh puluh lima persen) dari alokasi pelayanan kesehatan sesuai ketentuan peraturan perundangundangan.
Penguatan kebijakan/ regulasi dalam penggunaan pajak rokok : → PP 55/2016 KUPD → Permenkes 53/2017
II. PELAKSANAAN PEMANTAUAN PENGGUNAAN PAJAK ROKOK
Pasal 25B ayat (2) Gubernur melakukan pemantauan atas penggunaan Pajak Rokok di Provinsi dan Kabupaten/Kota di wilayahnya untuk : ❑ Pelayanan kesehatan masyarakat dan ❑ Penegakan hukum oleh aparat yang berwenang
DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN
1. Peningkatan Sosialisasi penggunaan pajak rokok di Pusat dan Daerah.
→ Masih ada daerah yang belum memahami penggunaan pajak rokok untuk pelayanan kesehatan masyarakat dan penegakan hukum. 2. Peningkatan koordinasi di tingkat provinsi, serta provinsi dengan
kabupaten/kota di wilayahnya. → Ada beberapa daerah yang belum menggunakan Pajak Rokok: - pajak rokok belum diterima kabupaten/kota. - tidak dialokasikan untuk pelayanan kesehatan dan penegakan hukum 3. Penguatan kebijakan/ regulasi dalam penggunaan pajak rokok : → PMK 41/PMK.07/2016 – lap bagi hasil sbg syarat penyetoran → PP 55/2016 KUPD → Permendagri tentang penyusunan APBD.
DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN
1. Pajak rokok meskipun dihitung sesuai dengan jumlah penduduk, merupakan
pajak atas konsumsi yang harus dikendalikan, sehingga sebagian penerimaannya digunakan untuk hal yang terkait pengendalian dan penanganan dampak, yaitu : a. Pelayanan kesehatan masyarakat baik akibat langsung atau tidak dari dampak negatif rokok. b. Penegakan hukum yang dilakukan dalam penerapan Kawasan Tanpa Rokok dan pemberantasan peredaran rokok ilegal. Dalam rangka pemberantasan peredaran rokok ilegal: Daerah bekerjasama dengan DJBC dalam menertibkan rokok ilegal, sehingga daerah juga berkontribusi dalam mendukung pencapaian target penerimaan CHT & Pajak Rokok. Produk dan konsumsi rokok selalu ditekan untuk turun, sehingga peningkatan penerimaan CHT & Pajak Rokok relatif karena adanya kenaikan tarif cukai rokok. Kondisi ini berdampak pada banyak beredarnya rokok ilegal/tanpa pita cukai resmi yang mengganggu pencapaian target penerimaan CHT & Pajak Rokok, sehingga upaya penegakan hukum sangat dibutuhkan . DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN
2. Meskipun pemungutannya dilakukan di Pusat, namun Pajak Rokok merupakan
pajak daerah-kepastian dana 100%-sesuai realisasi penerimaan, sehingga Pajak Rokok : a. Digunakan untuk mendanai kegiatan-terutama kegiatan yang ditentukan/earmark-sesuai kebutuhan daerah. b. Kegiatan earmark dikelola oleh unit terkait sesuai kewenangannya. c. Kegiatan earmark tidak tumpang tindih dengan sumber pendanaan lain. ❑ Penggunaan untuk kegiatan pelayanan kesehatan masyarakat sesuai dengan kebutuhan daerah apabila belum didanai dari APBN, DAK, Dana Dekon & Tugas
Perbantuan, DBHCHT, Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) dan sumber pembiayaan kesehatan lainnya di masing-masing daerah. ❑ Namun Pajak Rokok dapat juga merupakan tambahan dana APBD untuk kesehatan atau bersifat “On Top” (tidak mengurangi alokasi APBD untuk kesehatan yang telah ada selama ini). ❑ Sehingga perlu dibuatkan road map untuk kegiatan pelayanan kesehatan dari berbagai sumber pendanaan di masing-masing prov/kab/kota. DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN
Penggunaan Earmarked Pajak Rokok
50% Pelayanan kesehatan masyarakat untuk kegiatan: a. penurunan faktor risiko penyakit tidak menular; b. penurunan faktor risiko penyakit menular termasuk imunisasi; c. peningkatan promosi kesehatan; d. peningkatan kesehatan keluarga; e. peningkatan gizi; f. peningkatan kesehatan lingkungan; g. peningkatan kesehatan kerja dan olah raga; h. peningkatan pengendalian konsumsi rokok dan produk tembakau lainnya; i. pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan tingkat pertama; dan j. pendanaan program jaminan kesehatan nasional sebesar 75% (tujuh puluh lima persen) dari alokasi pelayanan kesehatan sesuai ketentuan peraturan perundangundangan.
Penegakan disiplin oleh aparat yang berwenang DJBC
Kawasan bebas asap rokok
Peredaran rokok ilegal
PEMDA
Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Direktorat Pendapatan dan Kapasitas Keuangan Daerah Gedung Radius Prawiro LT. 11 - Jalan Dr Wahidin No. 1 Jakarta Pusat 10710 Telp/ Fax 021 3511486
D
J
P
K
DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN
Email:
[email protected] [email protected]