Vol.2-no.8

  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Vol.2-no.8 as PDF for free.

More details

  • Words: 8,574
  • Pages: 40
Redaksi



PIMPINAN: Pdt. Dr. S. Tandiassa, M.A. REDAKSI: Sianny Irawati, S.Pd.,M.A. Salam dalam kasih Yesus,

PENERBIT: EL-Asah MINISTRY PERCETAKAN: Semesta Kreatif Printama DISTRIBUSI:  M. KABANGA-08124159088-MAKALE  PDT. P. LIMUS-08525592319-LUWU TIMUR-SULSEL  PDT. PAMILANGAN-081342281432-MAMASASULBAR  PDT. S. GERADUS-081367634067-BENGKULU  PDT. Y. TANDIASSA-081355384317-LUWU UTARA-SULSEL  PDT. F. BATAN-081342760741-RANTEPAOSULSEL  PDT. S.PALESE-081349030409PANGKALANBUN-KALTENG  PDT. D.A. UNJUNG-081521629540PULANGPISAU-KALTENG  YOHAN BAKA-081354865538-PALOPO  S. PATABANG-085299482278-MAKASSAR  LINA PAOTONAN-085242442249-MAKASSAR  A. SALU-081343650565-LUWU UTARA  Dr. S. HUTABARAT 08117302871-BENGKULU UTARA  GPdI MATARAM- LOMBOK  GPdI EL-Asah - JOGJAKARTA

Edisi SUARA EL-Asah nomor ini merupakan edisi pertama di th 2008. Kami merencanakan bahwa edisi ini terbit sekitar Paskah tetapi rencana ini agak tertunda namun Anda masih bisa menikmati renungan Paskah. Kami sering kali menerima sms/telpon yang meminta edisi-edisi SUARA ELAsah sebelumnya. Dengan penuh penyesalan, kami selalu menjawab bahwa kami sudah tidak memiliki SUARA EL-Asah nomor-nomor lama kecuali untuk arsip kami saja. Tetapi sekarang Anda bisa mendapatkan artikel-artikel dan juga khotbah yang pernah dimuat dalam SUARA EL-Asah melalui website kami yang bisa Anda akses melalui internet.

ALAMAT REDAKSI: EL-ASAH MINISTRY JL. CANDI GEBANG 52 CONDONG CATUR JOGJAKARTA 55283 TEL/FAX 0274 880868 E-MAIL: [email protected]

Kami menyadari bahwa SUARA ELAsah masih terbatas jangkauannya sehingga kami berharap melalui website, akan semakin banyak orang yang bisa menikmati pelayanan dari EL-Asah Ministry untuk mencerdaskan, mendewasakan dan mencerahkan wawaswan dan pelayanan Anda. Dukung dan doakan kami.

WEBSITE: www.el-asah.com

Akhirnya, selamat menikmati edisi ini. Tuhan memberkati. Suara EL-Asah Tahun II No. 8



Mimbar El-Asah

Renungan Paskah:

DARAH YESUS

Oleh: Dr. S. Tandiassa, M.A

S

alam sejahtera bagi Anda sekalian dan selamat berjumpa kembali melalui mimbar EL-Asah ini. Apa kabar? Dan bagaimana keadaan Anda sekeluarga selama memasuki tahun 2008 ini? Saya berharap dan selalu berdoa semoga Tuhan melimpahkan berkat kesehatan, berkat damai sejahtera, dan berkat rejeki bagi Anda sekalian. Haleluyah ! Waktu begitu cepat berlalu. Suasana perayaan-perayaan Natal masih terasa hangat, alunan lagu-lagu Natal masih terngiang-ngiang di telingan kita, dan khotbah-khotbah Natal juga masih segar dalam kenangan kita. Sebagian anak- anak Tuhan, dan mungkin termasuk beberapa orang di antara kita, yang belum sempat melepaskan hiasan-hiasan natal yang dipajang di rumah-rumah kita. Natal terasa seolah-olah baru kemarin. Tanpa terasa, kini kita menyambut lagi suatu momen yang sangat penting dalam sejarah kekristenan, bahkan dalam sejarah Suara EL-Asah Tahun II No. 8



Mimbar El-Asah



dunia, yaitu perayaan Paskah atau peringatan akan peristiwa penyaliban dan kebangkitan Yesus Kristus. Di dalam konteks teologia soteria, kematian dan kebangkitan Yesus dilihat sebagai satu peristiwa saja, dengan menggunakan istilah “Perisitwa Salib” atau “Paskah”. Saudara-saudara sekalian! Pada perayaan Paskah 2008 ini saya ingin mengajak Anda sekalian untuk merenungkan, menghayati, dan menemukan kembali kebenaran atau misteri dari peristiwa salib, sehingga perayaan Paskah tahun ini tidak hanya sebatas seremonial-seremonial yang liturgis belaka, tetapi dapat memberikan pengalaman-pengalaman dan prinsip-prinsip spiritual yang baru di dalam hidup kekristenan kita. Renungan Paskah atau firman Tuhan yang saya akan sampaikan dalam rangka perayaan paskah saat ini adalah tentang: DARAH YESUS, dengan berangkat dari kitab Wah­yu 7:9-16. Dari perikop ini saya ingin mengajak Anda se­kalian untuk menggali, melihat, dan memformulasikan kembali prin­­sip-prinsip iman alkitabiah ter­hadap peran yang secara terus-menerus dilakukan oleh darah Yesus sepanjang kehidupan orang-orang beriman. Saudara-saudara! Sangat pen­ ting untuk selalu diingat, disadari, dan diimani bahwa peristiwa salib tidak hanya untuk mengadakan penebusan atau peran darah Yesus tidak hanya untuk mengampuni dosa-dosa kita. Sebab kuasa yang terkandung di dalam darah Yesus bersifat dinamis, aktif, dan konsisten. Artinya, kuasa darah

Suara EL-Asah Tahun II No. 8



Mimbar El-Asah

Yesus berkarya secara terus menerus dengan bobot, kualitas, dan intensitas yang tidak pernah berubah dari dulu sampai pada hari ini, dan akan tetap sama sampai selama-lamanya. Minimal terdapat tiga kebenaran penting tentang peran kuasa darah Yesus secara obyektif dalam hidup orang-orang beriman yang diungkapkan oleh malaikat melalui perikop bacaan kita ini:

I. MEMBUAT HIDUP BERMUTU TINGGI Tadi saya sudah mengatakan bahwa kuasa yang ada di dalam darah Yesus itu bersifat dinamis, aktif, dan konsisten. Kuasa yang dinamis aktif itu memiliki kekuatan atau kemampuan untuk memproses hidup manusia yang sudah dalam kondisi rusak dan tak berharga menjadi hidup yang lebih berkualitas, atau hidup yang bermutu tinggi. Perhatikan ungkapan di dalam perikop bacaan, yang menunjukkan bagaimana darah Yesus membuat hidup manusia dari segala bangsa, suku dan kaum dan bahasa menjadi hidup berkualitas atau bermutu tinggi. Di dalam ayat. 14 diungkapkan demikian: Ungkapan ‘membuatnya putih di dalam Darah Anak Domba’ menunjukkan bahwa sebelumnya kondisi jubah – hidup - mereka kotor, hina, rusak, fana, dan tak berharga. Kondisi ini diakui oleh Yesaya dengan menyatakan bahwa: “Kami sekalian seperti seorang najis dan segala kesalehan kami seperti kain kotor; kami sekalian menjadi layu seperti daun dan kami lenyap oleh kejahatan kami seperti daun dilenyapkan oleh angin (Yesaya 64:6).

Suara EL-Asah Tahun II No. 8



Mimbar El-Asah



Rasul Petrus pun menyatakan betapa tidak berharganya hidup manusia karena tidak berkualitas. Hidup yang kita warisi dari nenek moyang adalah hidup yang sia-sia, atau hidup yang tak bernilai (1 Petrus 1:18). Akan tetapi ketika Yesaya melihat dan menghayati kekuatan dan kuasa yang terkandung di dalam darah Yesus, ia pun menyatakan bahwa kondisi kain atau jubah yang kotor dan tak berharga itu dapat diproses menjadi mulia dan berkualitas melalui dan oleh Darah Anak Domba. Perhatikan pernyataan Yesaya ini: Marilah, baiklah kita berperkara! --firman TUHAN--Sekalipun dosamu merah seperti kirmizi, akan menjadi putih seperti salju; sekalipun berwarna merah seperti kain kesumba, akan menjadi putih seperti bulu domba (Yesaya 1:18). Pada satu sisi, Yesaya mengakui fakta bahwa sebelum ada proses dari Darah Anak Domba, kondisi hidup manusia sia-sia, rusak, kotor, dan tak berharga. Akan tetapi pada sisi yang lain Yesaya melihat dan sekaligus menyatakan bahwa hanya Darah Anak Domba yang mampu meningkatkan kualitas hidup manusia. Dari sini tampak dengan jelas bahwa keyakinan akan adanya kuasa di dalam Darah Anak Domba, bukan sikap orang-orang Kristen yang dianggap ‘memitoskan’ Yesus, tetapi sudah ada jauh sebelum Yesus disalibkan. Saudara-saudara sekalian! Berangkat dari ayat-ayat Firman Allah ini, saya ingin menegaskan bahwa adalah kuasa darah Yesus yang membuat putih jubah-jubah para kudus yang dilihat oleh Yohanes. Dan adalah darah Yesus juga yang memiliki kekuatan, kuasa, dan khasiat yang tidak terbatas, sehingga mampu meningkatkan mutu hidup kita, menjadi hidup yang bersih, indah, baik, dan mulia. Allah menghargai hidup Anda bukan karena Ia melihat pada apa yang melekat pada diri Anda – harta, status, pangkat, atau Suara EL-Asah Tahun II No. 8



Mimbar El-Asah

potensi-potensi intelektual. Allah menghargai hidup Anda juga bukan karena Allah melihat karya-karya serta jasa-jasa Anda di dalam gereja, tetapi karena Allah melihat Darah Anak-Nya yang tunggal, yang telah menyucikan hidup Anda. Oleh karena darah Yesus, hidup Anda sekarang berharga di mata Allah.

II. MEMBERI DAYA TAHAN Kebenaran kedua yang diungkapkan melalui Kitab Wahyu yaitu bahwa darah Yesus mengandung kekuatan dan kuasa yang membuat seseorang berdaya tahan dalam menghadapi berbagai situasi dan kondisi hidup yang sulit. Pembacaan kita tadi menyebutkan bahwa orang banyak yang berjubah putih itu keluar dari kesusahan besar. Ung­kapan keluar dari kesusahan besar menunjukkan bahwa orang-orang kudus itu telah melewati ber­bagaibagai situasi hidup yang sulit: masa-masa yang penuh pencobaan dan penderitaan, masa-masa penindasan dan peng­aniayaan. Yesus memberitahu jemaat Smirna bahwa mereka sedang dan akan meng­ alami situasi hidup yang sulit. Aku tahu kesusahanmu dan kemiskinanmu-namun engkau kaya dan fitnah mereka, yang menyebut dirinya orang Yahudi, tetapi yang sebenarnya tidak demikian: sebaliknya mereka adalah jemaah Iblis. Jangan takut terhadap apa yang harus engkau derita! Sesungguhnya Iblis akan melemparkan beberapa orang dari antaramu ke dalam penjara supaya kamu dicobai dan kamu akan beroleh kesusahan selama sepuluh hari. Hendaklah engkau setia sampai mati, dan Aku akan mengaruniakan kepadamu mahkota kehidupan (Wahyu 2:9-10). Rasul Petrus menginformasikan kepada kita bahawa ketika itu – orang-orang beriman kepada Yesus sangat menderita, bahkan kalaupun mereka sudah berbuat baik; Tetapi jika kamu berbuat baik dan karena itu kamu harus menderita, maka itu adalah kasih karunia pada Allah (1 Petrus 2:20). Mereka menderita karena meSuara EL-Asah Tahun II No. 8



Mimbar El-Asah



nyadang nama Kristen – peng­ikut Yesus (1Petrus 4:16). Kemudian, Rasul Paulus mengungkapkan bahwa orang-orang beriman selalu bergumul dengan segala peng­ hulu dan kekuatan gelap (Efesus 6:12). Sudah barang tentu bahwa semua pergumulan itu menyebabkan orang-orang beriman meng­ alami kesusahan, penderitaan, dan berbagai macam situasi hidup yang sangat sulit. Sementara itu, Rasul Yakobus – gembala jemaat di kota Yerusalem – mengatakan bahwa orang-orang beriman akan jatuh ke dalam berbagai-bagai pencobaan (Yakobus 1:2-4). Pencobaan-pencobaan yang dimaksud Yakub adalah berbagai situasi sulit dan berat, yang sedang dihadapi jemaat ketika itu seperti: penganiayaan, penindasan, dan berbagai perlakuan yang tidak adil. Lalu dengan apa orang-orang beriman dapat bertahan serta mampu melewati masa-masa yang sukar itu? Perikop pembacaan kita tadi mengatakan bahwa mereka keluar dari kesusahan besar oleh karena darah Yesus. Ungkapan ini menjelaskan bahwa peran darah Yesus dalam hidup orang-orang beriman selama mengalami masa kesusahan, selain membuat hidup mereka berkualitas, juga memberi mereka kekuatan, daya tahan, dan kemampuan yang luar biasa, sehingga mereka bisa tetap bertahan dan setia sampai mereka keluar dari kesukaran besar. Saudara-saudara sekalian! Saya ingin Anda mengetahui bahwa Kitab Wahyu bersifat netral, artinya isinya tidak hanya menunjuk pada peristiwa-peristiwa yang sudah terjadi, atau peristiwaperistiwa yang akan terjadi di kemudian hari, tetapi menunjuk pada pengalaman hidup orang-orang beriman sepanjang sejarah. Suara EL-Asah Tahun II No. 8



Mimbar El-Asah

Kesusahan besar yang disebutkan di atas mengacu kepada seluruh rangkaian penderitaan, kesusahan, pencobaan, dan berbagai-bagai pengalaman pahit yang kita alami sepanjang kehidupan kekristenan kita. Saudara-saudara! Jika Anda pernah berhasil melewati ber­ bagai kesusahan, pencobaan dan penderitaan yang pernah me­ nerpa hidup Anda, jika Anda berhasil keluar dari berbagai-bagai kesulitan hidup yang pernah mencengkram hidup Anda, dan jika Anda masih bisa bertahan serta masih mampu menanggung berbagai beban-beban hidup sampai pada hari ini, semua itu terjadi hanya karena darah Yesus memberi kemampuan kepada Anda. Dan jika besok lusa Anda menghadapi kesusahan, pencobaan, dan harus menanggung lagi berbagai beban hidup yang berat, jangan mengandalkan doa Anda atau pun doa seorang hamba Tuhan, jangan mengandalkan iman Anda atau pun iman orang lain. Saya sarankan Anda untuk mengandalkan hanya darah Yesus! Sekali lagi, hanya darah Yesus…..

III. MEMPROTEKSI Haleluya! Darah Yesus sungguh-sunguh ajaib! O haleluyah! Darah Yesus mengandung kekuatan dan kuasa yang dahsyat. Saudara-saudara sekalian! Darah Yesus tidak hanya mampu meningkatkan kualitas hidup kita, juga tidak hanya sebatas memberi daya tahan, tetapi lebih dari pada itu, darah Yesus juga mampu memproteksi atau melindungi seluruh aspek dalam hidup kita. Coba kita kembali melihat pembacaan kita tadi, yaitu ayat 14. Disebutkan bahwa kumpulan orang banyak yang berjubah putih itu keluar dari kesusahan besar. Ungkapan keluar dari kesusahan besar menunjukkan bahwa kumpulan jemaat itu telah melewati hari-hari yang dibayang-bayangi maut. Bahaya-bahaya maut itu berupa: peperangan yang sangat sadis, kelaparan, bencana-bencana alam, dan berbagai macam bala sampar (penyakit menular) yang mematikan – silahkan Anda baca dan renungkan Wahyu 6:1-11. Suara EL-Asah Tahun II No. 8



Mimbar El-Asah



Dapatkah saudara membayangkan bagaimana mereka bisa selamat melewati semua bahaya dan bencana maut itu? Apakah Anda bisa membayangkan, dengan apa mereka melindungi diri sehingga maut tidak merenggut nyawa mereka? Siapakah yang cukup tangguh untuk melindungi selama mereka mengarungi masa-masa kesusahan besar itu? Sebaliknya, adakah sesuatu yang Anda bayangkan mungkin lebih kuat, lebih besar, dan lebih menjamin melindungi selain dari pada darah Yesus? Perhatikan pernyataan malaikat: mereka keluar dari kesusahan besar dengan jubah-jubah yang dipercik oleh Darah Anak Domba. Atau dengan pengertian lain, mereka berhasil dan selamat melewati atau keluar dari kesusahan besar, karena pada jubah mereka ada tanda-tanda Darah Anak Domba. Darah Anak Domba itulah yang melindungi, yang memelihara, yang membungkus, dan yang menyelamatkan mereka dari bahaya maut. Apakah saudara masih ingat peristiwa eksodus, atau pembebasan Israel dari tanah Mesir? Penulis Kitab Keluaran memberitahukan kepada kita bahwa pada malam sebelum bangsa Israel keluar dari Mesir, ada sebuah bencana maut melanda Mesir, sehingga semua anak sulung, mulai dari istana sampai rakyat jelata, bahkan sampai anak-anak sulung hewan pun ditelan maut. Tetapi rumah-rumah yang dipercik darah domba, diproteksi, dilindungi, dan dipelihara sehingga maut tidak menyentuhnya – Keluaran 12:23. Daud menggambarkan betapa dekatnya hidup kita pada bahaya-bahaya maut: Sesungguhnya gelora-gelora maut telah mengelilingi aku, banjirbanjir jahanam telah menimpa aku, tali-tali dunia orang mati telah membelit aku, perangkap-perangkap maut terpasang di depanku – 2 Samuel 22:5-6. Suara EL-Asah Tahun II No. 8

10

Mimbar El-Asah

Barangkali saat ini saudara sedang berada dalam situasi terancam oleh bahaya-bahaya maut. Bahaya-bahaya itu bisa datang dari orang-orang yang memusuhi saudara. Wajah -wajah maut bisa muncul sewaktu-waktu dari kecelakaan, dari bencana-bencana alam, dari bencana-bencana kelaparan. Ancaman-ancaman maut bisa datang dari penyakit yang sedang mendera hidup Anda. Kalau hidup Anda berada dalam situasi-situasi seperti ini, izinkan saya mengatakan dengan tulus kepada Anda: Tanpa darah Yesus, atau di luar darah Yesus, hidup Anda tidak punya harapan dan tidak punya peluang lagi. Dan jika Anda berpikir ada perlindungan lain, lalu Anda mencari perlindungan itu di luar darah Yesus, maaf kalau saya berkata dengan jujur, Anda pasti kehilangan hidup Anda. O kawan! Jangan ambil resiko, hanya darah Yesus yang mampu memproteksi hidup Anda. Bapak, ibu, dan saudara-saudara sekalian! Saya akan mengakhiri renungan Firman Tuhan ini. Tetapi izinkan saya untuk mengulangi bahwa ada kuasa yang ajaib, kuasa yang dahsyat di dalam darah Yesus. Dengan darah Yesus, hidupmu bisa berubah menjadi hidup yang bermutu tinggi. Oleh darah Yesus, Anda dapat memiliki daya tahan untuk menghadapi semua kesusahan. Dan di dalam darah Yesus hidupmu akan aman terlindungi….. Halleluya…… Kalau Anda tergerak untuk berdoa, coba Anda menyanyikan lagu klasik ini: Ada kuasa dalam Darah-Nya……..

Suara EL-Asah Tahun II No. 8



Teologia

11

TEOLOGIA:

SOTERIOLOGI OLEH: DR. S. TANDIASSA, M.A.

Bab VI PROSES PENYELAMATAN

P

ada edisi yang no 7, telah dijelaskan proses penyelamatan dari sisi Allah. Ada tiga hal yang telah Allah lakukan yaitu: memilih, menentukan, dan mengadopsi. Pada edisi ini akan dijelaskan proses penyelamatan dari sisi manusia:

DARI SISI MANUSIA Karya keselamatan yang dikerjakan oleh Allah sesungguhnya sudah selesai. Klimaks dari seluruh rencana dan karya tersebut terjadi pada peristiwa salib. Kebenaran ini diungkapkan oleh Yesus Suara EL-Asah Tahun II No. 8

12

Teologia

melalui sebuah pernyataan yang tegas dari kayu salib: “sudah selesai” (Yohanes 19:30). Apa yang telah diselesaikan di bukit Golgota tidak lain adalah seluruh rencana dan proses yang harus dilakukan baik oleh Bapa maupun oleh Anak untuk merealisasikan dan menerapkan keselamatan pada orang-orang berdosa. Dengan pengertian lain, dari sisi Allah semua proses dan penyediaan saranasarana penyelamatan sudah selesai dengan adanya peristiwa salib. Akan tetapi penerapan keselamatan yang sudah dikerjakan Allah melalui peristiwa penyaliban belum direalisasikan karena keselamatan belum menjadi pengalaman dalam hidup manusia secara eksistensial. Atau dengan pengertian lain, karya keselamatan yang sudah selesai di kayu salib, tidak secara otomatis menyelamatkan orang-orang berdosa atau tidak dengan sendirinya menerapkan keselamatan dalam hidup manusia. Penerapan anugerah keselamatan di dalam hidup manusia masih membutuhkan proses dari sisi manusia. Sebagai penerima anugerah keselamatan, orang-orang yang telah dipilih dan ditentukan, harus merespon anugerah keselamatan tersebut secara aktif, dan menjalani ketentuan atau proses yang telah disediakan dan ditetapkan oleh Allah. Penting untuk digaris-bawahi di sini bahwa proses untuk penerapan keselamatan yang dimaksud tidak berperan atau berfungsi sebagai syarat untuk menerima keselamatan, melainkan sebagai cara untuk menerima anugerah Allah itu. Sebab keselamatan bersifat anugerah, dan bukan imbalan atas jasa dan usaha manusia (Efesus 2: 8-9). Disebut anugerah karena keselamatan sudah dikerjakan dan sudah tersedia dan manusia tinggal menerimanya. Hanya saja, untuk menerima anugerah keselamatan tersebut, diperlukan proses. Selanjutnya, Alkitab menjelaskan beberapa tindakan yang perlu dan harus dilakukan manusia sebagai proses dalam rangka menerima anugerah keselamatan dari Allah. Suara EL-Asah Tahun II No. 8



Teologia

13

1. Bertobat dan Percaya Hal bertobat dan percaya merupakan tema sentral dalam pewartaan Yesus, saat pertama kali tampil di depan umum untuk memberitakan Injil (Markus 1:15). Tema tersebut dilanjutkan oleh Rasul Paulus. Ia me­negaskan bahwa orang yang mau menerima dan mengalami anugerah keselamatan dari Tuhan dituntut untuk bertobat dan percaya atau beriman kepada Yesus (Kisah Para Rasul 20:21). Bertobat merupakan tindakan berbalik dari jalan hidup yang lama, dari perilaku hidup yang berdosa untuk mengarahkan diri kepada Tuhan dan mengakui segala dosa dan kesalahan. Barangkali contoh yang paling tepat dan lengkap mengenai gambaran pertobatan dapat dilihat pada penduduk Niniwe yang bertobat setelah mendengarkan Firman Allah dari dan melalui Nabi Yunus (Yunus 3:5-10). Mereka berbalik dari segala tingkah laku yang jahat, lalu merendahkan diri dan mengakui semua dosa mereka. Gambaran yang lain ditunjukkan oleh masyarakat Yerusalem yang bertobat saat mendengar Injil dari Yohanes Pembaptis (Matius 3:56). Selanjutnya, Yohanes Pembaptis menjelaskan bahwa orang yang bertobat harus mengubah perilaku atau kebiasaan masa lalu yang jahat (Lukas 3:10-14). Sedangkan percaya atau beriman adalah sikap terbuka untuk menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat, dan percaya kepada Injil sebagai kebenaran Allah. Cerita tentang Zakheus memberi contoh yang baik tentang menerima Yesus untuk memperoleh keselamatan (Lukas 19:1-10). Di dalam Amanat Agung, Yesus menyatakan bahwa orang yang percaya kepada Injil akan diselamatkan (Markus 16:15). Rasul Paulus mengungkapkan

Suara EL-Asah Tahun II No. 8

14

Teologia

bahwa Injil adalah kebenaran Allah yang mampu menyelamatkan setiap orang yang mengimaninya (Roma 1:19-17). Dalam pengertian lain, bertobat adalah pembaharuan, per­ ubah­an perilaku hidup, sedangkan percaya adalah sikap keter­buka­ an kepada Tuhan. Rasul Paulus menyatakan bahwa orang-orang yang beriman kepada Yesus ditandai dengan tindakan berbalik arah, yaitu berbalik dari beribadah dan melayani dewa-dewi, untuk beribadah dan melayani Allah yang hidup (1 Tesalonika 1:9). Beberapa orang berusaha membuat urutan dalam proses penerimaan keselamatan. Sebagian beranggapan bahwa bertobat dulu baru percaya, tetapi sebagian lagi beranggapan sebaliknya, percaya dulu baru bertobat. Akan tetapi jika kita melihat pengalaman orang-orang beriman di dalam Alkitab, sangat sulit untuk membedakan mana yang terjadi lebih dahulu, bertobat baru percaya, atau percaya baru bertobat. Namun yang pasti bahwa orang yang bertobat dan yang percaya sudah barang tentu adalah orang yang telah mendengar dan menerima Injil. Sehingga yang penting di dalam per­tobatan atau di dalam beriman adalah Injil. Artinya, seseorang bertobat dan percaya kepada Yesus karena mendengar Injil. 2. Percaya dan Dibaptis Adalah Yesus yang memberi amanat kepada murid-muridNya untuk membaptis orang yang menanggapi dan percaya pada berita Injil (Markus 16:16). Jika percaya adalah sikap keterbukaan hati untuk menerima Yesus dan Injil, maka hal dibaptis merupakan suatu bukti yang kelihatan dari iman yang tidak kelihatan, dan merupakan kesaksian Suara EL-Asah Tahun II No. 8



Teologia

15

dari pertobatan atau berbalik kepada Tuhan (Matius 3:5-6). Iman atau kepercayaan dalam hubungannya dengan konsep keselamatan, perlu disertai dengan tindakan-tindakan nyata. Melalui tindakantindakan nyata tersebut, salah satunya adalah memberi diri untuk dibaptis, seseorang mengungkapkan respon imannya kepada anugerah Allah, dan dengan demikian ia disebut sebagai orang yang beriman. Yakobus menegaskan bahwa iman kepada anugerah Allah harus disertai dengan tindakan-tindakan yang nyata, dan tidak cukup hanya sebatas keyakinan batin (Yakobus 2:17,22,26). Yohanes Pembaptis menyatakan dengan tegas bahwa baptisan merupakan tanda dari pertobatan, atau bukti dari iman (Matius 3:11). Atau dengan pengertian lain, baptisan tidak identik dengan pertobatan, dan berbeda dari iman, akan tetapi tidak dapat dipisahkan dari pertobatan dan dari iman atau keyakinan. Sebaliknya, baptisan air – apapun bentuknya - tanpa iman atau tanpa pertobatan, tidak memiliki nilai keselamatan, karena baptisan bukan alat keselamatan, juga bukan sakramen pengampunan dosa atau sakramen penyelamatan. Baptisan air baru memiliki nilai-nilai keselamatan dan pengampunan jika didasarkan atas pertobatan dan kepercayaan kepada Yesus atau Injil. Dan sesungguhnya prinsip itulah yang termuat di dalam Amanat Agung; siapa yang percaya dan dibaptis akan selamat (Markus 16:16). Tegasnya, baptisan air hanya berfungsi sebagai kesaksian bahwa seseorang telah bertobat dan beriman kepada Yesus. Baptisan hanya berperan sebagai tanda, atau bukti yang kelihatan dari pertobatan dan kepercayaan yang tidak kelihatan dari seseorang. Meskipun demikian, tidak berarti bahwa baptisan tidak penting. Justru penting karena merupakan bukti dari kepercayaan dan pertobatan, serta menjadi wujud dari ketaatan kepada kebenaran atau kepada kehendak Allah (Matius 3:15, 7:21). David Hocking, 8 ibid

16 17

Suara EL-Asah Tahun II No. 8

16

Teologia

3. Percaya dan Mengaku Mengakui sama dengan menyaksikan. Beriman atau percaya kepada Yesus mengharuskan seseorang untuk membuat pengakuan (Roma 10:9). Apa yang harus diakui atau disaksikan, tidak lain adalah tentang apa yang sudah diimani atau yang sudah dipercayai. Pengakuan atau kesaksian orang beriman dipandang oleh Yesus sangat penting, sehingga Ia menuntut setiap orang yang beriman supaya mengakui atau bersaksi di depan manusia tentang Anak Manusia atau tentang Kristus. Begitu pentingngnya pengakuan atau kesaksian iman itu sehingga Yesus menjadikannya sebagai salah satu syarat bagi seseorang untuk diterima di hadapan Bapa. Yesus mengatakan bahwa siapa yang tidak malu mengakui Anak Manusia di depan manusia, Yesus juga tidak akan malu mengakui orang tersebut di depan Bapa dan para malaikat-Nya (Markus 8:38; Lukas 9:26). Pengakuan merupakan suatu bukti dari kepercayaan seseorang kepada Tuhan. Yakobus melihat bukti-bukti iman sebagai unsur yang membuat iman menjadi efektif dalam menyelamatkan (Yakobus 2:14-17). Rasul Paulus mengatakan bahwa pengakuan iman terhadap ketuhanan Yesus sangatlah penting karena Yesus telah ditinggikan dan kepada-Nya telah diserahkan seluruh otoritas atas segala makhluk, serta nama-Nya menjadi jaminan keselamatan bagi semua orang yang mempercayai-Nya (Filipi 2:8-11). Nabi Yoel sudah menegaskan sebelumnya bahwa barang siapa yang memanggil nama-Nya akan diselamatkan (Yoel 2:32). Dari penjelasan-penjelasan tersebut di atas terlihat secara jelas semua proses yang harus dilalui orang-orang yang menerima anugerah keselamatan dari Allah. Prinsip-prinsip beriman tersebut sesungguhnya sudah diberlakukan sejak dari masa Perjanjian Lama, atau jauh sebelum peristiwa salib. Penulis Surat Ibrani mencatat Suara EL-Asah Tahun II No. 8



Teologia

17

nama orang-orang yang mendapatkan anugerah keselamatan melalui iman, mulai dari Habel, generasi kedua dari manusia pertama, sampai kepada orang-orang beriman di masa sesudah Perjanjian Baru (Ibrani 11). Akan tetapi iman yang dimaksud Alkitab, bukan hanya sekedar keyakinan batin yang bersifat mistis, melainkan suatu bentuk iman atau kepercayaan yang ditandai atau disertai dengan tindakan atau respon aktif seperti; bertobat, dibaptis, mengakui, dan tindakan-tindakan lain yang belum sempat tercatat di sini. Semua tindakan dan respon tersebut merupakan ekspresi langsung dari iman yang tidak kelihatan, ekspresi yang membuat iman menjadi hidup, efektif, dan menyelamatkan. Sejarah keselamatan menunjukkan bahwa cara Allah memberi wahyu penyelamatan kepada manusia memang berbeda-beda di dalam setiap zaman. Wahyu penyelamatan kepada Nuh berbeda dari wahyu penyelamatan bagi Israel, dan wahyu penyelamatan yang diberikan kepada Israel berbeda dari yang diberikan kepada gereja. Walaupun demikian, tuntutan Allah kepada manusia sepanjang zaman untuk merespon anugerah keselamatan tetap sama yaitu beriman atau percaya. Kebenaran Allah mengenai beriman, bersifat konsisten, atau sama baik dalam Perjanjian Lama maupun di dalam Perjanjian Baru. Atas dasar itulah, penulis Surat Ibrani menekankan bahwa tanpa iman, tidak ada seorang pun yang berkenan kepada Allah (Ibrani 11:6). (bersambung ke edisi mendatang)

Suara EL-Asah Tahun II No. 8

18

Leadership

Pemimpin Kristen DR. S. TANDIASSA M.A

Para Pemimpin dalam Alkitab, dipersiapkan

D

i dalam Suara El-Asah Edisi no. 6, penulis telah menampilkan dua pemimpin dari Perjanjian Lama yang harus melalui proses persiapan, atau pembekalan diri sebelum Tuhan mengangkat mereka menjadi pemimpin umat. Kedua pemimpin yang dimaksud adalah Musa dan Daud. Keduanya menjadi pemimpin bangsa Israel dalam kurun waktu yang cukup lama, yaitu masing-masing 40 tahun. Selanjutnya di dalam edisi ini, penulis akan menampilkan dua figur pemimpin dari Perjanjian Baru yang juga harus melalui proses persiapan-persiapan atau pembekalan diri sebelum keduanya tampil sebagai pemimpin umat. Catatan: Harap diperhatikan bahwa dalam menganalisa kedua tokoh Perjanjian baru tersebut, penulis menggunakan prinsip-prinsip tinjauan ilmiah secara murni.

YESUS Para penulis Perjanjian Baru menyebut Yesus sebagai seorang pemimpin. Matius menyebut-Nya sebagai Pemimpin yang akan menggembalakan umat Allah (Matius 2:6), sementara Petrus menyebut-Nya sebagai pemimpin kepada hidup atau pemimpin dan Juruselamat (Kisah Para Rasul 3:15; 5:31). Dalam pengertian Suara EL-Asah Tahun II No. 8



Leadership

19

lain, dilihat dalam perspektif iman, Yesus adalah Tuhan dan Juruselamat, tetapi dari perspektif ilmu kepemimpinan, Yesus adalah seorang pemimpin atau seorang manajer. Bila dilihat dari perspektif leadership, Yesus adalah seorang pemimpin yang paling efektif. Akan tetapi perlu diingat bahwa sebelum Yesus tampil sebagai pemimpin yang efektif, terlebih dahulu Ia melewati suatu jangka waktu yang relatif lama untuk mempersiapkan diri-Nya. Mengenai masa persiapan Yesus tersebut, Bob Briner menjelaskan demikian: Dalam pengertian kosmis, persiapan Yesus tanpa awal. Per­siapanNya adalah selamanya. Bahkan dalam pengertian duniawi, Yesus mempersiapkan diri selama tiga puluh tahun sebelum memulai melaksanakan rencananya.1 Setelah melewati masa persiapan selama tiga puluh tahun, ke­mudian Yesus tampil sebagai pemimpin umat, Yesus juga menggunakan waktu lebih dari tiga tahun untuk mempersiapkan dan melatih murid-murid-Nya melalui berbagai macam proses dan cara untuk menjadi pemimpin-pemimpin gereja. Pertama-tama, proses atau bentuk persiapan dan pelatihan yang dilakukan Yesus terhadap murid-murid-Nya, adalah bersifat formal yaitu dalam bentuk pengajaran. Mengenai persiapan dan pelatihan dalam bentuk peng­ ajaran tersebut, dijelaskan oleh Gottfried Osei-Mensah demikian: ‘Yesus mengajar murid-murid-Nya kepemimpinan yang bagaimana yang harus menjadi ciri mereka kelak kalau mereka menjadi pemimpin’. 2 Yesus menjelaskan konsep kepemimpinan-Nya melalui khotbah-khotbah dan pengajaran-Nya, misalnya; Ia mengajarkan kepada mereka bahwa orang yang mau menjadi pemimpin, terlebih dahulu ia harus menjadi pelayan. Bob Briner, Metode Manajemen Yesus (Jakarta: Professional Books, 1977), 13. G. O. Mensah, 9.

1 2

Suara EL-Asah Tahun II No. 8

20

Leadership

‘Tetapi kamu tidaklah demikian, melainkan yang terbesar di antara kamu hendaklah menjadi sebagai yang paling muda dan pemimpin sebagai pelayan’. 3 Selanjutnya, Yesus mengajar murid-murid-Nya tentang bagaimana menjalankan tugas-tugas memimpin. Ia memberi mereka contoh yang praktis, yaitu membasuh kaki murid-muridNya, dan melalui contoh dan cara itu Ia mengajarkan kepada mereka bagaimana sepatutnya seorang pemimpin bersikap terhadap bawahannya. Jadi jikalau Aku membasuh kakimu, Aku yang adalah Tuhan dan Gurumu, maka kamu pun wajib saling membasuh kakimu; sebab Aku telah memberikan suatu teladan kepada kamu, supaya kamu juga berbuat sama seperti yang telah Kuperbuat kepadamu. 4 Melalui pembasuhan kaki tersebut Yesus mengajarkan tentang nilai-nilai dan prinsip-prinsip kepemimpinan, yaitu bahwa menjadi pemimpin mengandung konsekuensi melayani, atau dalam pengertian lain, jabatan kepemimpinan adalah jabatan pelayanan, sehingga memimpin berarti melayani. Gottfried Osei-Mensah menjelaskan pembasuhan kaki yang dilakukan oleh Yesus dalam hubungannya dengan jabatan kepemimpinan demikian: Ketika Yesus membasuh kaki para murid, Ia gamblang menunjukkan prinsip bahwa pelayanan dengan rendah hati sekali-kali tidak bertentang­ an dengan harkat martabat suatu jabatan. Dan melalui perbuatan-Nya

Lukas 22:26. Yohanes 11:14-15

3 4

Suara EL-Asah Tahun II No. 8



Leadership

21

itu, Ia juga menunjukkan peranan yang diperuntukkan Tuhan bagi kita dalam gereja. 5 Laurie Beth Jones, dalam bukunya ‘Jesus, Chief Executive Officer’ melihat posisi Yesus sebagai manajer dan murid-muridNya sebagai staf. Menurut Jones, sebagai Chief Executive Officer, Yesus mempersiapkan murid-murid-Nya untuk menggantikanNya di kemudian hari. Jones menjelaskan hal ini demikian: Yesus adalah CEO yang dengan penuh semangat mempekerjakan orang-orang yang Ia rasakan akan mampu menggantikan-Nya kelak. “Kamu akan mengerjakan hal-hal yang lebih besar dari yang Kukerjakan,” janji-Nya. Yesus tidak menguasai sendiri kekuasaan dan jabatan-Nya. Ia terus mengajar dan berbagi dan mendemonstrasikan kekuasaan-Nya sedemikian rupa agar tim bisa mempelajarinya, sehingga merekapun memiliki kekuasaan untuk melakukan apa yang Ia kerjakan. 6 Dalam kaitannya dengan mengajar untuk melatih dan mempersiapkan murid-murid-Nya menjadi pemimpin-pemimpin di kemudian hari, Jones mengartikan masa pelayanan Yesus di bumi bersama murid-murid-Nya sebagai masa pelaksanaan dan pelatih­ an. Jones menguraikan demikian: Barangkali tindakan beriman terbesar yang dilakukan Yesus bukannya mendatangi bumi ini, melainkan meninggalkannya. Setelah melakukan persiapan selama umur hidup, dan masa pelaksanaan dan pelatihan yang hanya tiga tahun, Ia harus mengamati misi-Nya, dan kemudian memutuskan untuk meninggalkannya, “Selesai”, katanya sambil menghembuskan nafas terakhir. 7 Sistem pelatihan kepemimpinan yang dilakukan oleh Yesus sangat efektif untuk menanamkan prinsip-prisip kepemimpinan, G. O. Mensah, 10. Laurie Beth Jones, Yesus Chief Executive Officer (Jakarta: Mitra Utama, 1997), 140. 7 Laurie Beth Jones, 145. 5 6

Suara EL-Asah Tahun II No. 8

22

Leadership

dan berhasil membawa perubahan-perubahan nyata khususnya dalam lingkup murid-murid. Perubahan tersebut dimulai dari perubahan pola berpikir sampai kepada pola pelayanan. Kemudian, perubahan itu juga berlanjut kepada jemaat yang merupakan hasil dari pelayanan para murid. Bill Perkins menyatakan bahwa pelatihan Yesus mempengaruhi hidup milyaran manusia selama dua puluh abad. Hanya dalam waktu tiga setengah tahun Yesus berhasil membangun gerakan yang berlangsung dua puluh abad dan menginspirasi miliaran orang. Ia melakukan hal ini tanpa harus beranjak jauh dari tempat tinggalnya, menulis buku, memimpin pasukan perang atau memimpin markas politik. 8 Keberhasilan pelatihan Yesus tentu saja tidak boleh dilihat hanya dari sisi pesona dan otoritas yang melekat pada diri Yesus, bahwa karena Dia bersifat Ilahi maka otomatis konsep-konsep atau pelajaran-Nya mengenai kepemimpinan yang disampaikan-Nya berhasil. Penulis Injil Yohanes melaporkan secara jujur bahwa ada sebagian pengajaran Yesus yang ditolak oleh sebagian murid-muridNya karena sukar untuk diterima secara logika. Reaksi penolakan terhadap pengajaran Yesus tersebut ditunjukkan mereka dengan cara mereka meninggalkan Yesus. Yohanes melaporkan peristiwa tersebut demikian: Sesudah mendengar semuanya itu banyak dari murid-murid Yesus yang berkata: “Perkataan ini keras, siapakah yang sanggup mendengarkannya?” Yesus yang di dalam hati-Nya tahu, bahwa murid-murid-Nya bersungut-sungut tentang hal itu, berkata kepada mereka: “Adakah perkataan itu menggoncangkan imanmu? Dan bagaimanakah, jikalau kamu melihat Anak Manusia naik ke tempat di mana Ia sebelumnya berada? Rohlah yang memberi hidup, daging sama sekali tidak berguna. Perkataan-perkataan yang Kukatakan Bill Perkins, Membangkitkan Kepemimpinan dalam Diri Anda (Batam: Interaksara, 2005), 11.

8

Suara EL-Asah Tahun II No. 8



Leadership

23

kepadamu adalah roh dan hidup. Tetapi di antaramu ada yang tidak percaya.” Sebab Yesus tahu dari semula, siapa yang tidak percaya dan siapa yang akan menyerahkan Dia. Lalu Ia berkata: “Sebab itu telah Kukatakan kepadamu: Tidak ada seorang pun dapat datang kepada-Ku, kalau Bapa tidak mengaruniakannya kepadanya.”Mulai dari waktu itu banyak murid-murid-Nya mengundurkan diri dan tidak lagi mengikut Dia. 9 Tanpa mengurangi pengakuan akan peran otoritas Ilahi yang melekat pada diri Yesus, kita juga harus jujur mengakui bahwa pola atau sistem pelatihan yang diterapkan Yesus, yaitu memberi teladan, dan bukan hanya memberi konsep atau teori, juga merupakan salah satu kunci keberhasilan-Nya dalam mempersiapkan dan memperlengkapi para penerus pelayanan-Nya di bumi ini. Bill Perkins mengakui prinsip ini dengan mengatakan: Bagaimana seorang pribadi bisa sedemikian mempengaruhi dunia? Ia melakukan-Nya dengan melatih secara langsung setiap orang dan menggunakan teknik-teknik yang bisa kita pelajari, latih, dan pada akhirnya kita kuasai. Starategi-Nya bukanlah merupakan hasil dari keberuntungan lempar dadu tetapi dari sebuah rencana yang dipikirkan dengan baik oleh seorang manusia yang memiliki karakter kuat dan keterampilan kepemimpinan yang terasah dengan baik. 10 Sesungguhnya Yesus adalah Tuhan, yang oleh sifat kemahakuasaan-Nya, Ia dapat mengangkat siapa saja yang Dia kehendaki untuk menjadi pemimpin, lalu memperlengkapi secara langsung dengan kemampuan-kemampuan Ilahi tanpa harus bersusah payah melatih mereka terlebih dahulu. Namun kenyataannya Yesus justru menekankan pentingnya suatu proses pembelajaran atau pelatihan bagi murid-muri-Nya. Yesus menggunakan waktu tiga setengah tahun untuk mengajar dan 9 Yohanes 6:10-66 10 Bill Perkins, 11.

Suara EL-Asah Tahun II No. 8

24

Leadership

melatih murid-murid-Nya dengan menggunakan dua pola yaitu memaparkan konsep atau pengajaran dan memberikan contoh dengan cara mempraktikkan konsep atau pengajaran yang telah diberikan sebelumnya.

PAULUS Rasul Paulus, dalam kapasitasnya sebagai gembala senior, mengangkat dan menempatkan gembala-gembala sebagai pemimpin-pemimpin di jemaat-jemaat lokal. Tetapi sebelum ia memberi mereka tanggung jawab untuk memimpin jemaat lokal, terlebih dahulu ia mempersiapkan dan memperlengkapi serta melatih mereka. Gottfried Osei-Mensah berpendapat, Paulus adalah pemimpin teladan dalam hal melatih pemimpin-pemimpin muda. Rasul Paulus adalah teladan yang baik dari seorang pemimpin yang, sambil melayani dengan rendah hati, terus-menerus membina pemimpin-pemimpin baru yang lebih muda. Surat-suratnya penuh dengan hunjukan kepada mereka yang disebutnya ‘teman sekerjaku’, ‘teman sepelayananku’ dan teman prajuritku’. 11 Bentuk atau metode pelatihan yang digunakan Paulus mirip dengan yang digunakan oleh Yesus, yaitu melalui peng­ ajaran formal dan melalui pengalamanpengalaman praktis dan keteladanan. Di dalam suratnya kepada Timotius mengenai petunjuk pelaksanaan peng­ angkatan pemimpin-pemimpin jemaat, terdapat kesan mengenai adanya proses persiapan atau pembelajaran sebelum se­ seorang diangkat menjadi penilik jemaat atau diaken. Beberapa pernyataan di antaranya dapat dikemukakan di sini yaitu; untuk posisi sebagai penilik jemaat Paulus mensyaratkan demikian: G. O. Mensah, 77.

11

Suara EL-Asah Tahun II No. 8



Leadership

25

Jikalau seorang tidak tahu mengepalai keluarganya sendiri, bagaimanakah ia dapat mengurus jemaat Allah? Janganlah ia seorang yang baru bertobat, agar jangan ia menjadi sombong dan kena hukuman Iblis. Hendaklah ia juga mempunyai nama baik di luar jemaat, agar jangan ia digugat orang dan jatuh ke dalam jerat Iblis. 12 Untuk para diaken rasul Paulus membuat ketetapan sebagai berikut: Demikian juga diaken-diaken haruslah orang terhormat, jangan bercabang lidah, jangan penggemar anggur, jangan serakah, melainkan orang yang memelihara rahasia iman dalam hati nurani yang suci. Mereka juga harus diuji dahulu, baru ditetapkan dalam pelayanan itu setelah ternyata mereka tak bercacat. 13 Para pemimpin jemaat lokal harus diuji lebih dahulu sebelum mereka dilantik sebagai penilik jemaat atau sebagai diaken. Mereka harus memiliki kemampuan dalam mengepalai atau memimpin rumah tangganya, dan harus memiliki kemampuan dalam mengelola atau memimpin diri sendiri. Jika ada proses pengujian, itu berarti ada proses pembelajaran atau persiapan sebelumnya. Artinya, Paulus mengharuskan adanya suatu proses pembekalan, pembelajaran, atau pelatihan sebagai persiapan, sebelum seseorang melakukan tugas-tugas kepemimpinan dalam jemaat. Warren W. Wiersbe dan Howard F. Sugden mengungkapkan secara tepat asumsi adanya pelatihan ini dengan menggunakan istilah pemuridan: Rasul Paulus dan rekannya yang muda, Timotius, menggunakan proses pemuridan yang mirip dengan sistem magang (2 Timotius 2:2). Sistem itu masih tetap berguna hingga kini. Pilihlah seorang I Timotius 3:5-7 I Timotius 3:8-10.

12 13

Suara EL-Asah Tahun II No. 8

26

Leadership

pemuda dari para anggota gereja, dan ajaklah dia terjun ke dalam kehidupan dan pelayanan Saudara. Binalah dia dengan cara pemuridan. Jika ia sudah mahir, ia pun akan dapat membina orang lain. 14 Selanjutnya, Warren W. Wiersbe dan Howard, F. Sugden menjelaskan bahwa mewartakan firman Allah dengan setia adalah salah satu cara untuk memperlengkapi pemimpin jemaat. Pada waktu menjawab sebuah pertanyaan tentang bagaimana menemukan dan menatar calon-calon pemimpin gereja, Warren W. Wiersbe dan Howard F. Sugden menjawab demikian: Mula-mula sampaikanlah firman Allah dengan setia. Firman Allah itulah yang memperlengkapi orang-orang kudus bagi pekerjaan pelayanan (Efesus 4:11-12), sehingga mereka “diperlengkapi untuk setiap perbuatan baik” (2 Timotius 3:16-17). Firman Allah yang disampaikan dengan setia itupun akan menyisihkan anggotaanggota gereja yang tidak bersungguh-sungguh, yang hanya mau bermalas-malasan saja. 15 Rasul Paulus juga mempersiapkan dan melengkapi para calon pemimpin jemaat dengan cara memberi keteladan dari hidupnya sendiri sebagai pemimpin. Ia menasehati mereka supaya belajar dan mengikuti jejak dan cara hidupnya. David Hocking merujuk secara khusus pada nasehat kepada pemimpin-pemimpin jemaat di Efesus sebagai salah satu contoh teladan kepemimpinan Rasul Paulus. Dijelaskan demikian: Sebuah contoh klasik nasihat Paulus kepada para pemimpin dapat ditemukan di dalam Kisah Pada Rasul 20. Ia memanggil para penatua gereja di Efesus untuk bertemu dengan dia di sebuah tempat di Miletus. Dalam pembicaraan yang menarik itu, ia selalu

Warren W. Wiersbe & Howard F. Sugden, Memimpin Gereja Secara Mantap (Bandung: Lembaga Literatur Baptis, 2003), 61. 15 Warren W. Wiersbe & Howard F. Sugden, 60. 14

Suara EL-Asah Tahun II No. 8



Leadership

27

mengingatkan mereka tentang contoh kepemimpinannya sendiri. Ia menginginkan mereka supaya mengikuti jejak-jejaknya, supaya melakukan dan hidup seperti yang telah dicontohkannya di tengah mereka. Itulah rahasia kepemimpianan yang baik, mengilhami orang lain supaya mengikuti contoh Anda. 16 Mempersiapkan dan melatih para calon pemimpin jemaat dengan cara memberikan keteladanan atau contoh-contoh secara konkrit, merupakan bagian terpenting dalam program persiapan bagi para pemimpin jemaat yang dilakukan oleh Rasul Paulus. Dengan mengacu kepada Surat Paulus untuk jemaat di Filipi, David Hocking menjelaskan pentingnya prinsip keteladanan dalam pola pelatihan kepemimpinan Paulus; Rasul Paulus menyadari pentingnya keteladanan pemimpin. Ia mengatakan, “Dan apa yang telah kamu pelajari dan apa yang telah kamu terima, dan apa yang telah kamu dengar dan apa yang telah kamu lihat padaku, lakukanlah itu. Maka Allah sumber damai sejahtera akan menyertai kamu” (Filipi.4:9). Dan dalam Surat Ibrani 3:7, ditulis: “Ingatlah akan pemimpin-pemimpin kamu, yang telah menyampaikan firman Allah kepadamu. Perhatikanlah akhir hidup mereka dan contohlah iman mereka”. 17 Rasul Paulus tidak hanya sebatas menyadari pentingnya membina dan mempersiapkan pemimpin-pemimpin yang akan membantunya, tetapi juga mendesak anak binaannya untuk juga melakukan pembinaan atau pelatihan kepada orang lain. Tentu dengan pertimbangan agar proses peralihan kepemimpinan jemaat dari satu periode ke periode berikutnya tidak terkendala hanya oleh karena tidak adanya pemimpin yang dipersiapkan. Menurut Gottfried Osei-Mensah, Rasul Paulus menulis surat kepada Timotius untuk menyuruh dia mengkuti pola Paulus dalam

Suara EL-Asah Tahun II No. 8

28

Leadership

membina dan mempersiapkan pemimpin-pemimpin baru. Hal ini dijelaskan secara terperinci demikian: Di kemudian hari Paulus dapat menulis kepada Timotius, ‘Engkau telah mengikuti ajaranku, cara hidupku, pendirianku, imanku, kesabaranku, kasihku dan ketekunanku. Apa yang telah engkau dengar daripadaku di depan banyak saksi, percayakanlah itu kepada orang-orang yang dapat dipercaya, yang juga cakap mengajar orang lain, (2 Tim.3:10;2:2). Bagi Paulus begitulah caranya melatih caloncalon pemimpin untuk gereja Yesus Kristus.Pemimpin-pemimpin yang berpengalaman melakukan pengkaderan atas mereka yang lebih muda, dengan cara membangkitkan semangat mereka, mempercayakan kepada mereka tanggung jawab, memberikan penyuluhan kepada mereka, mengunjungi mereka, dan menyurati mereka. 18 Baik Tuhan Yesus maupun Rasul Paulus, sama-sama melakukan program pelatihan dengan cara memaparkan konsep kepemimpinan dan memberikan keteladanan dari cara hidup masing-masing. Keduanya juga menganjurkan kepada para pengikut mereka untuk mengikuti jejak dan contoh kepemimpinan mereka. Dari penelusuran Alkitab tersebut di atas, muncul fakta dan contoh yang menunjukkan adanya berbagai proses persiapan dan pelatihan yang harus dilalui sebelum seseorang menjadi pemimpin. Bentuk-bentuk proses tersebut sangat bervariasi seperti; pendidikan formal, pendidikan praktikal yaitu; pengalaman berbagai situasi dan kondisi serta peristiwa, dan belajar dari pola kepemimpinan orang lain. Apapun bentuk dan metodenya, tetapi pada prinsipnya semua proses tersebut mengandung tujuan serta makna yang sama yaitu untuk mempersiapkan, melatih, dan membekali yang bersangkutan menjadi pemimpin umat Allah yang berkualitas. Selain dari pada

18

Gottfried Osei-Mensah, 78

Suara EL-Asah Tahun II No. 8



Leadership

29

itu, penjelasan Alkitab tersebut di atas juga menunjukkan bahwa Alkitab mengajarkan dan memberikan contoh-contoh historis tentang adanya serta pentingnya proses persiapan, proses pelatihan, atau proses pendidikan dan pembekalan bagi para calon pemimpin umat Allah, bahkan ketika mereka sudah dalam posisi sebagai pemimpin.

KESIMPULAN Berangkat dari penjelasan-penjelasan di atas, baik yang berdasarkan Alkitab maupun yang berupa kajian-kajian ilmiah, kita menemukan fakta-fakta yang berbentuk konsep yang menunjukkan adanya hubungan yang sangat erat antara keberhasilan dalam kepemimpinan dengan proses pelatihan atau pendidikan. Dan idealnya konsep tersebut menjadi suatu prinsip yang diberlakukan di dalam semua bidang kepemimpinan, baik kepemimpinan spiritual, maupun dalam kepemimpinan sekuler. Atau dengan pengertian lain, pernyataan dan prinsip bahwa pelatihan, pendidikan, persiapan, dan pembekalan diri adalah unsur yang sangat menentukan keberhasilan bagi seorang pemimpin, tidak hanya bersifat asumsi, juga tidak sekedar hipotesa ilmiah, tetapi sudah merupakan pengalaman empiris dan fakta historis sepanjang sejarah kepemimpinan Seseorang atau beberapa orang mungkin saja bisa atau berhasil meraih posisi kepemimpinan dalam sebuah organisasi tanpa melalui proses persiapan atau pembekalan diri, dan memang ada banyak pemimpin yang demikian. Akan tetapi ada banyak fakta yang menunjukkan bahwa seseorang yang menjadi pemimpin tanpa didukung oleh pengetahuan tentang leadership dan manejemen, biasanya – dan pada umumnya demikian – cenderung bersifat otoriter, diktator, memaksakan kehendak, dan sulit untuk menerima pendapat orang lain. Dan karena kurang atau tidak memiliki pengetahuan ideal tentang teknik-teknik memimpin dan metode-metode solusi dalam masalah-masalah yang muncul, maka Suara EL-Asah Tahun II No. 8

30

Leadership

pemimpin yang demikian pada umumnya akan menggunakan kekuasaan dan jabatannya dangan sewenang-wenang. Pemimpin tanpa pembekalan pengetahuan pada umumnya menjadikan jabatan dan otoritasnya sebagai alat untuk mengintimidasi bawahannya. Akibatnya, bawahan melakukan perintah atau instruksi dalam keadaan terpaksa, yaitu hanya karena merasa takut untuk disanksi. Secara ekstrim dapat dikatakan bahwa pemimpin yang demikian lebih tepat disebut sebagai penjajah dan bukan pemimpin. Akan sangat berbeda dalam banyak aspek, jika seseorang menjadi pemimpin karena ia memang telah mempersiapkan atau membekali diri dengan pengetahuan tentang berbagai ilmu, konsep, metode, atau karakteristik kepemimpinan. Pemimpin-pemimpin yang dipersiapkan pada umumnya akan memimpin dengan berorientasi pada manusia, artinya, ia lebih mengutamakan kebutuhan atau kesejahteraan bawahannya atau umatnya dari pada kebutuhan dirinya sendiri. Ia akan mengukur keberhasilan kepemimpinannya bukan dari seberapa besar keuntungan atau hasil yang dia capai untuk dirinya, tetapi seberapa banyak manfaat, keuntungan yang diperoleh atau dinikmati orang lain (umat) melalui kepemimpin­ annya. Singkatnya, pemimpin yang dipersiapkan biasanya tidak berorientasi pada dirinya, tetapi pada orang-orang yang dipimpinnya. Perhatikanlah prinsip dan komitmen kepemimpinan Musa ketika umatnya sedang mengalami situasi yang sulit. Ia rela kehilangan hak dan posisi di dalam surga demi membela dan memperjuangkan keselamatan dan kesejahteraan Israel: Lalu kembalilah Musa menghadap TUHAN dan berkata: “Ah, bangsa ini telah berbuat dosa besar, sebab mereka telah membuat allah emas bagi mereka. Tetapi sekarang, kiranya Engkau mengampuni dosa mereka itu--dan jika tidak, hapuskanlah kiranya namaku dari dalam kitab yang telah Kautulis.” ( Keluaran 32:31-32)

Suara EL-Asah Tahun II No. 8



Leadership

31

Paulus rela melepaskan keselamatannya, terbuang, dan bahkan terkutuk jika hal itu bisa menyelamatkan bangsanya: Aku mengatakan kebenaran dalam Kristus, aku tidak berdusta. Suara hatiku turut bersaksi dalam Roh Kudus, bahwa aku sangat berdukacita dan selalu bersedih hati. Bahkan, aku mau terkutuk dan terpisah dari Kristus demi saudara-saudaraku, kaum sebangsaku secara jasmani (Roma 9:1-3) Singkatnya, pemimpin yang memiliki pengetahuan yang memadai tentang kepemimpinan, akan mengelola organisasi, dan menjalankan kepemimpinan bukan untuk kepentingan dirinya – mendapatkan keuntungan-keuntungan pribadi – juga bukan untuk membangun kekuatan demi mempertahankan posisinya, tetapi sebagai suatu pengabdian dan pelayanan untuk meningkatkan kesejahteraan dan mangangkat nilai martabat umat atau bawahan. Secara khusus dalam hal ini, para pemimpin Kristen seharusnya sudah menyadari bahwa ketika ia menjadi pemimpin, ia juga siap untuk berkorban dan membayar harganya, persis sama seperti yang dikatakan dan dilakukan oleh Yesus: Karena Anak Manusia juga datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang. (Markus 10:45) : Tidak ada jalan pintas! Persiapkan diri anda dari se­ karang! Gagal mempersiapkan diri adalah persiapan untuk kegagalan yang lebih besar. Renungkan : Begitu anda berhenti belajar, Anda tidak lagi memimpin (John Maxwell) Ingat

(Bersambung ke edisi mendatang)

Suara EL-Asah Tahun II No. 8

32

Tips untuk Pelayanan Anda

MENJENGUK SESEORANG DI RUMAH SAKIT

A

nda berencana menjenguk seorang teman di rumah sakit. Sesudah terjebak ke­ macetan, membeli rangkaian bunga, dan bergegas menuju elevator, akhir­ nya Anda menemukan ruangan teman Anda itu…’ namun ternyata si pasien sudah tidak ada lagi di situ. Apa yang akan Anda lakukan? Bob Treichler, yang telah 22 tahun menjabat sebagai Direktur Unit Sosial Klinik di Rumah Sakit Rhode Island, memberikan beberapa tips sederhana namun berguna untuk kita perhatikan. Pertama-tama. Teleponlah orang yang akan dijenguk atau pihak rumah sakit. Mungkin hal ini biasa kita lakukan bila kita hendak berkunjung ke rumah seseorang, namun seringkali kita abaikan bila kita ingin menjenguk seseorang di rumah sakit Bila Anda menelepon, selain memberikan kepastian kepada Anda, juga hal itu akan memberikan “kekuatan baru” kepada si pasien, yang mungkin merasa terlalu lemah atau lelah di hari itu. Atau mungkin mereka tidak tahu berapa lama mereka harus dirawat di rumah sakit, maka Anda pun tidak akan melewati waktu dengan sia-sia. Hal lain mengapa penting bagi Anda untuk menelepon terlebih dahulu, adalah untuk menyiapkan si pasien Suara EL-Asah Tahun II No. 8



Tips untuk Pelayanan Anda

33

dalam menyambut Anda, mungkin dengan mengenakan mantel hangat, atau sekedar selimut. Dan berikut ini sesuatu yang tidak pernah terpikir oleh kebanyakan orang. Bila Anda tiba di rumah sakit, datangilah sebentar ruang informasi. Staf medis biasanya tahu kapan pasien boleh dikunjungi, kapan ia tidur, atau kapan akan dilakukan terapi. Mungkin Anda akan mendapati teman Anda itu tertidur, jangan ganggu dia! Ini adalah rumah sakit, bukan hotel, dan orang dibawa ke situ untuk disembuhkan dan beristirahat. Tinggalkanlah catatan yang memberitahukan bahwa tadi Anda ada di situ (baik ketika ia sedang tertidur ataupun ketika sedang menjalani cek medis). Jangan lupa tuliskan juga kata-kata yang hangat misalnya, “Aku akan terus mendoakanmu.” Dr. Bob juga memberikan jawaban praktis untuk pertanyaanpertanyaan lain yang seringkali kita tanyakan.  Bila pintu tertutup, apakah saya boleh masuk? Periksalah tanda “Jam Kunjungan”. Jika waktu kunjungan tidak dibatasi, ketuklah pintu dan tunggulah si pasien untuk mempersilakan Anda masuk. Bila kebiasaan ini berlaku di tempat lain, tentu juga berlaku di rumah sakit.  Berapa lama saya boleh berada di kamar pasien? Tergantung pada situasi dan hubungan. Namun pada umumnya, waktu yang disediakan singkat saja. Sayangnya, banyak pasien merasa bahwa mereka harus memberikan yang terbaik kepada orang-orang yang mengunjungi mereka. Jadi, sebaiknya Anda sudah membuat rencana untuk berada di situ hanya beberapa menit, kecuali si pasien memaksa Anda untuk tinggal. Kemudian perhatikan juga tanda kepenatan dari wajah si pasien. Bila Anda melihat tanda itu, itu artinya Anda harus segera permisi pulang.

Suara EL-Asah Tahun II No. 8

34

Tips untuk Pelayanan Anda

 Di mana sebaiknya saya duduk bila tidak tersedia kursi? Bila kamar si pasien memiliki bangku ekstra, Anda dapat meminjamnya untuk sementara waktu. Tetapi jangan lupa mengembalikan setelah Anda selesai, atau bila ada tamu lain. Satu hal yang perlu diingat: jangan duduk di tempat tidur pasien.  Bagaimana bila ada yang menelepon atau mengunjungi si pasien? Anda harus mempersilakannya. Apalagi bila yang muncul adalah dokter, maka Anda harus segera memberi tempat.  Dan bila makanan tiba, tanyakanlah kepada si pasien apakah ia ingin makan saat itu, dan mintalah agar ia menjawab dengan jujur. Seringkali orang merasa enggan untuk makan di depan tamunya, sehingga ia akan menunda sampai semua orang pulang. Ingatlah bahwa nutrisi sangat penting dalam proses penyembuhan, dan makanan akan lebih mengundang selera manakala disantap dalam keadaan hangat. Jadi, Anda harus peka terhadap tanda-tanda si pasien. Anda bisa pergi sebentar dan kembali lagi bila waktu makan sudah habis.  Apa yang sebaiknya saya bicarakan? Jangan bercerita tentang operasi yang pernah Anda alami! Biarkanlah si pasien menetapkan agendanya sendiri. Tanyakanlah kepada si pasien apa yang dapat Anda lakukan, atau tawarkanlah bantuan yang Anda tahu akan bermanfaat. Seorang sahabat akan bertanya apa yang sedang dirasakan sahabatnya, namun dengan kepekaan dan berdasarkan pimpinan Roh Kudus.  Apakah saya boleh merangkul? Boleh tidaknya kontak fisik bergantung pada tingkat kenyamanan Anda dan si pasien, namun berhati-hatilah terhadap infeksi dan kuman. Sangat baik bila kita mencuci tangan sebelum memasuki rumah sakit dan juga sesudah meninggalkannya. Sayang sekali sedikit saja orang yang mempraktikkan hal yang baik ini.  Apakah saya harus membawa bingkisan? Mungkin ada batasanbatasan tentang makanan yang dapat diberikan, namun untuk bunga, buku dan bingkisan lainnya dapat membantu pasien Suara EL-Asah Tahun II No. 8



Tips untuk Pelayanan Anda

35

untuk mengobati kejenuhan, selain juga untuk mengingatkannya akan kunjungan Anda. Bacaan rohani mungkin baik untuk diberikan, selama hal itu diberikan dengan cara yang tidak memaksa, misalnya, “Mungkin kau ingin membacanya nanti.”

 Bila saya melihat suatu kebutuhan bagi si pasien, dapatkah saya mendoakan kebutuhan itu bersama anggota gereja saya? Yang terbaik adalah menanyakan kesediaan si pasien sebelum membagikan permohonan doa di depan umum. Jagalah setiap rahasia dengan penuh tanggung jawab, supaya jangan berkembang menjadi gosip. Bila Anda agak sungkan berkunjung sendirian, ajaklah orang lain. Yang penting Anda merasa lebih nyaman. Jangan biarkan ketidaknyamanan menahan Anda untuk tidak pergi. Yesus sangat menghargai pelayanan Anda bagi orang sakit, bahkan menyamakannya dengan pelayanan kepada-Nya (Matius 25:25-40). -Sandy Feit (www.intouch.com)

Suara EL-Asah Tahun II No. 8

36

Keluarga

SARANG YANG KOSONG

D

i dalam bukunya, ‘Turning Hearts Toward Home’ sebuah biografi tentang kehidupan dan pelayanan Dr. James Dobson, Rolf Zettersten menuliskan perjumpaannya dengan Dr. Dobson di kantornya pada 1989. Dia menemukan Dr. Dobson sedang terduduk dengan mata merah dan pipi yang basah dengan air mata. Sehari sebelumnya, Dr. Dobson baru saja melepas putra bungsunya, Ryan, untuk kuliah di negara bagian lain sehingga kepergian anaknya ini mengawali fase ‘sarang yang kosong’ dalam keluarga Dr. Dobson. Di dalam surat yang ditulisnya sendiri untuk melukiskan perasaan kehilangannya itu, Dr. Dobson menggambarkan rumahnya setelah ditinggal oleh putra-putrinya sepeti sebuah biara yang sepi dan sepeti sebuah kuburan. Dr. Dobson menggambarkan masa ‘sarang yang kosong’ itu sebagai waktu di mana ban sepeda anaknya akan kempes dan dibiarkan demikian saja, skateboard menjadi bengkok dan tergeletak begitu saja di garasi, serta ayunan yang kosong dihembus angin, dan ranjang yang kosong karena ditinggal penghuninya. Sarang yang kosong merupakan istilah yang melukiskan periode di mana orangtua akan tinggal sendiri lagi tanpa anak yang telah akil balig. Ibarat induk burung yang membesarkan anaknya dalam sarang, pada suatu ketika ia harus membiarkan anaknya terbang meninggalkan sarang untuk selamanya. Saya

Suara EL-Asah Tahun II No. 8



Keluarga

37

belum memasuki fase itu dan tidak bisa berkata banyak tentang masa yang belum saya lalui. Namun, dalam kurun 3 tahun, jika Tuhan kehendaki, saya dan istri saya akan mulai harus melepas anak pertama kami. Kadang, meski belum mengalaminya secara langsung, pemikiran bahwa saya akan berpisah dengan anak-anak sudah cukup meresahkan dan membawa kesedihan yang dalam. Seperti keluarga lainnya, setiap hari kami melakukan halhal yang rutin: bangun tidur, menyediakan air untuk anak mandi, istri saya menyiapkan sarapan untuk kami semua, anak-anak pergi ke sekolah dan akhirnya pulang dari sekolah, menonton kartun, belajar, latihan piano, menonton televisi lagi, saat teduh, dan tidur. Namun dalam kerutinan itulah terletak ikatan batiniah dan tradisi kebersamaan dalam keluarga. Gordon Allport mengemukakan bahwa diri manusia terbangun dari kepingan-kepingan psikofisik yang disatukan oleh tujuan atau arah hidup. Psikofisik menandakan bahwa pribadi manusia merupakan kombinasi dari pengalaman atau bentukan yang bersifat psikologis dan bawaan yang berkodrat biologis. Semua itu bercampur menjadi diri dan diri itu menjadi utuh oleh karena adanya tujuan hidup yang mengarah ke masa depan. Kehadiran anak dan pengalaman hidup bersamanya hari lepas hari sudah tentu merupakan kontribusi terhadap diri kita dan membentuk diri kita. Keberadaan anak juga merupakan bagian dari arah hidup yang membuat kita melangkah ke depan dalam kepastian. Kepergian anak menuntut kita untuk menciptakan arah hidup yang baru. Anak-anak yang telah menjadi bagian diri kita sekarang akan memiliki arah hidup mereka sendiri setelah mereka terbang meninggalkan sarangnya dan sesuatu pada diri kita akan turut terbang pula bersamanya. Ikatan itu akan lepas, segalanya yang begitu dikenal dan terbiasa akan berubah menjadi asing.

Suara EL-Asah Tahun II No. 8

38

Keluarga

Saya tidak sedang membicarakan pengalaman pribadi melewati sarang yang kosong karena saya belum mencapainya. Tetapi sekarang ini saya ingin membagikan pengalaman yang dibayangbayangi oleh gambaran terbangnya anak kami satu per satu. Buat sebagian saudara, saya mungkin terlalu sentimental; buat saya sendiri, saya hancur dan sedih melewati batas sentimental. Belasan tahun saya membagi hidup dengan mereka dan sekarang kepergian yang tadinya nun jauh di sana mulai tampak. Bagaimanakah saya dapat hidup tanpa mendengar derai tawa anak-anak, memegang tangan mereka, mengecup pipi mereka sebelum tidur, dan memeluk mereka. Beberapa waktu yang lalu di tengah malam buta, kami dikejutkan oleh suara panggilan salah seorang anak kami. Rupanya ia terjaga karena sakit kepala dan saya langsung memapahnya ke kamar mandi serta menolongnya untuk muntah. Setelah itu istri saya membawakan minyak kayu putih yang langsung saya oleskan pada tubuhnya. Dalam waktu sekejap, ia pun terlelap kembali. Malam itu saya tidur di sampingnya dan untuk sejenak saya merenungkan peristiwa yang baru saja terjadi. Saya hanya bisa bersyukur masih memiliki sedikit waktu untuk kebersamaan yang masih kami miliki sebelum ia meninggalkan kami sebagai orang-orang dewasa. Saya ingin bersamanya sewaktu ia muntah, sebuah permintaan yang musykil dan lebih merupakan sebuah protes terhadap kodrat alamiah yang telah Tuhan tetapkan. Kepingan itu harus lepas dengan bebas; tatapan ke masa depan itu mesti berganti arah walau dengan berat hati. Saya tidak boleh turut terbang meninggalkan sarang yang kosong itu. Sarang yang kosong itu untuk saya. Sayup-sayup saya mendengar, Ada waktu untuk memeluk, ada waktu untuk menahan diri dari memeluk. Betapa susahnya! (Sumber: Parakaleo Penulis: Pdt. Dr. Paul Gunadi)

Suara EL-Asah Tahun II No. 8

40

Dari Anda untuk Anda

Dari Anda Untuk Anda Pemabaca yang terhormat! Kami merasa sangat berbahagia mendapatkan kesempatan untuk melayani Anda melalui buletin Suara El-Asah. Kami akan ber­usaha semaksimal mungkin untuk selalu menyajikan yang terbaik demi meningkatkan kapasitas pengetahuan teologia dan mutu spiritualitas Anda. Misi Suara EL-Asah adalah: Mencerahkan, Mencerdaskan, dan Membebaskan. Dengan misi tesebut, kami ingin meningkatkan daya kritis jemaat terhadap berbagai fenomena zaman yang muncul dengan mengatasnamakan Kristen dan Tuhan, tetapi tidak alkitabiah. Suara EL-Asah tidak dijual! Kami berharap Anda menilai Suara El-Asah tidak dari bahan materialnya, tetapi dari bobot isinya. Dan jika anda mendapatkan berkat dari isinya, kami yakin anda tidak akan keberatan memberi persembahan untuk biaya pengiriman edisi berikutnya. Anda dapat mengirimkan Persembahan lewat:

 BRI, Cik Ditiro, Yogyakarta No. Rek. 0029-01-066220-50-7 a. n. Samuel Tandiassa. (bebas biaya pengiriman)  BNI UGM Yogya, No. Rek. 0038671590, a.n. Samuel Tandiassa. (ada biaya pengiriman)  Bank Mandiri Sudirman, Yogyakarta No. Rek. 137-00-0005211-4, a.n. Siany Irawati. (ada biaya pengiriman) Persembahan Anda akan kami gunakan kembali untuk mengirim Suara El-Asah kepada Anda! Dari Anda untuk Anda!. NB: Kami sangat menghargai bila Anda bersedia memberi informasi melalui SMS ke no 0813 280 27900, setelah Anda mengirimkan Persembahan, dengan mencantumkan nama, alamat, tanggal, dan jumlah.

Terima kasih, Tuhan memberkati. Doa kami mengiringi Anda.

Suara EL-Asah Tahun II No. 8