Vol.1-no.6

  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Vol.1-no.6 as PDF for free.

More details

  • Words: 10,500
  • Pages: 40
Khotbah



Salam sejahtera dalam kasih Yesus, Dalam khasanah buku rohani di dunia atau di Indonesia akhirakhir ini kita bisa melihat begitu banyak buku dengan judul-judul yang bombastis. Dan kalau kita meluangkan waktu untuk membaca bukubuku tersebut akan ada banyak hal yang membuat kita bertanya-tanya dan kita bisa mulai meragukan iman kita dan Tuhan kita. Demikian pula dengan aktivitas-aktivitas kerohanian yang diberi label sedemikian rupa sehingga akan menarik minat banyak orang untuk turut ambil bagian. Tetapi, apakah semuanya itu sudah sungguh-sungguh sesuai dengan firman Tuhan? Saudara, penting bagi kita untuk bertumbuh dengan baik dan benar dalam arti sesuai dengan firman Tuhan. Perkaya wawasan kita akan firman Tuhan, perdalam iman kita dengan menggali Alkitab kita. Jangan sampai kita terperosok akan hal-hal yang bombastis atau sensasional. Ingat, Anda sudah ditebus dengan darah Yesus yang tak ternilai. Selamat membaca, Tuhan memberkati.

Suara EL-Asah Diterbitkan oleh: EL-ASAH MINISTRY Jl. Candi Gebang 52 Condong Catur Yogyakarta 55283 Telp./Fax 0274 880 868 Mobile Telp: 0274 7187900 e-mail: [email protected]

Suara EL-Asah Tahun I No. 6



Khotbah

Khotbah:

Sensasi-sensasi Doa

Oleh: DR. S. TANDIASSA, M.A.

S

elamat berjumpa kembali, dan salam sejahtera kepada saudara-saudara sekalian. Apa kabar? Saya berharap saudara-saurdara semua berada dalam keadaan sehat, diberkati, dan dalam suasana damai sejahtera. Saya kembali menjumpai Anda sekalian melalui renungan Firman Allah ini. Saya sudah menyajikan kepada Anda empat topik tentang doa, yaitu: Mitos-mitos Doa, Ritual-ritual Doa, Arogansi-arogansi dalam Doa, dan Hambatan-hambatan Doa. Saya tentu berharap khotbah-khotbah tersebut telah memberi wawasan yang baru demi pendewasaan rohani Anda. Kali ini saya akan berbicara mengenai sensasi-sensasi doa. Sebagai ayat renungan kita kali ini, saya mengajak Anda membaca Matius 6:5 “Dan apabila kamu berdoa, janganlah berdoa seperti orang munafik. Mereka suka mengucapkan doanya dengan berdiri dalam rumah-rumah ibadat dan pada tikungan-tikungan jalan raya, supaya mereka dilihat orang. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya mereka sudah mendapat upahnya. Jika Anda melihat secara kritis aktivitas-aktivitas berdoa masa kini, Anda pasti akan terkejut menemukan kenyataan-kenyataan, yaitu sebagian besar dari aktivitas-aktivitas berdoa yang dilakukan oleh kelompok-kelompok atau oknum-oknum yang menamakan diri barisan pendoa, tidak lagi bersifat permohonan dengan kerendahan hati, tetapi sudah berubah menjadi demonstrasi kepiawaian dalam berdoa. Berdoa tidak Suara EL-Asah Tahun I No. 6



Khotbah



lagi berupa ungkapan-ungkapan dari kepasrahan dan kebergantungan kepada kehendak dan kuasa Tuhan, dan tidak lagi berupa seruan-seruan permohonan dan jeritan dari hati yang mendambakan tangan kemurahan Allah, tetapi sudah berubah menjadi kegiatan-kegiatan untuk unjuk kekuatan iman, menjadi ajang untuk unjuk keunggulan-keunggulan spiritual, berdoa tidak lagi sebagai suatu ibadah yang dilakukan secara khusuk untuk memuja, menyembah, dan meninggikan Tuhan, tetapi sudah berubah menjadi arena dan kesempatan untuk mengkultuskan, mengagungkan sang pendoa itu sendiri. Saudara-saudara sekalian! Kalau saja Anda mau meluangkan waktu sejenak untuk merenungkan, dan membayangkan situasi, isi, dan makna dari ayat tersebut di atas, Anda akan tersadar bahwa cara-cara, modelmodel, dan situasi atau suasana berdoa kaum munafik, atau kaum Farisi pada zaman Tuhan Yesus, terulang atau muncul kembali di depan mata kita sekarang. Fenomena sensasi-sensasi doa dari kelompok-kelompok atau oknum-oknum yang menamakan diri barisan pendoa atau pasukan pendoa, sudah menjadi pertunjukan di mana-mana. Saudara-saudara sekalian! Coba renungkan perkataan Yesus di dalam ayat tadi: Mereka suka mengucapkan doanya dengan berdiri dalam rumah-rumah ibadat dan pada tikungan-tikungan jalan raya, supaya mereka dilihat orang. Dapatkah Anda mebayangkan bagaimana model ritual doa dan seperti apa bahasa atau kata-kata yang digunakan para pendoa tersebut? Hanya satu istilah yang tepat: Sensasional! Mereka mengadakan demonstrasi dan atraksi doa yang sensasional! Mereka menyelenggarakan pertunjukkan dan aksi doa yang sensasional! Mereka mengucapkan kata-kata dan bahasa-bahasa doa yang sensasional! Mereka membangkitkan semangat emosional doa yang sensasional! Dan akhirnya mereka berbicara, bersaksi secara sensasional tentang hasilhasil dari atraksi, demontrasi, dan aksi-aksi doa. Sungguh semuanya sensasional!

KONSER DOA Pernahkan Anda men­dengar kata konser? Ada banyak jenis dan kelas konser: ada berbagai macam konser paduan suara, ada bermacammacam konser musik, dan konser-konser kesenian lainnya. Tetapi yang pasti, makna konser itu adalah pertunjukan di dunia kesenian yang Suara EL-Asah Tahun I No. 6



Khotbah

pada umumnya dipentaskan di atas panggung, dan dipertontonkankan di depan umum. Tujuannya bermacam-macam di antaranya: untuk mendemonstrasikan keahlian atau kebolehan seseorang atau suatu grup; untuk mempromosikan sebuah produk; untuk mencari dana; dan seterusnya... Saudara-saudara sekalian! Apakah Anda juga sudah pernah mendengar, membaca istilah Konser Doa?, atau mungkin justru sudah mengikutinya? Coba Anda renungkan pertanyaan ini: mengapa harus menggunakan istilah Konser Doa? Atau dalam istilah padanan: pertunjukan Doa? Demonstrasi Doa? Dengan menggunakan istilah konser – yang jelas-jelas tidak pernah digunakan dalam Alkitab – para pendoa, atau kelompok pendoa, atau penyelenggara doa sudah menciptakan sensasi-sensasi doa. Akibatnya, aktivitas-aktivitas berdoa sudah berubah menjadi ajang kompetisi di antara kelompok-kelompok atau oknum-oknum pendoa, penyelenggaraan doa menjadi arena pertunjukan dan demonstrasi dari oknum-oknum dan kelompok-kelompok yang merasa memiliki kecakapankecakapan khusus sebagai pendoa, kebaktian-kebaktian doa menjelma menjadi panggung-pangung atraksi dan aksi individu-individu dan grupgrup ‘pendoa’ tertentu untuk mencari populeritas, atau mempromosikan diri dan kelompok demi mencari keuntungan-keuntungan. Dan akibatnya selanjutnya, ialah bahwa oknum-oknum, kelompokkelompok pendoa tersebut, biasanya menciptakan gaya-gaya berdoa, metode-metode berdoa, ritual-ritual doa, atau konsep-konsep doa yang berbeda dari yang dilakukan di dalam gereja-gereja, bahkan juga berbeda dari contoh-contoh yang ada di dalam Alkitab. Sebab bagi mereka: yang penting tampil beda, tampil mempesona, menarik perhatian, serta memuaskan. Saudara-saudara sekalian! Saya mengajak Anda sekalian untuk merenungkan hal ini: jika doa dilakukan secara bersama-sama, bukankah itu merupakan suatu persekutuan umat yang seharusnya dilakukan seSuara EL-Asah Tahun I No. 6



Khotbah



cara khusuk karena merupakan ibadah yang kudus kepada Allah yang Mahakudus? Begitulah yang dilakukan oleh 120 murid Yesus: Setelah mereka tiba di kota, naiklah mereka ke ruang atas, tempat mereka menumpang… Mereka semua bertekun dengan sehati dalam doa bersama-sama, dengan beberapa perempuan serta Maria, ibu Yesus, dan dengan saudara-saudara Yesus (Kisah Para Rasul 1:13-14). Begitulah juga yang dilakukan gereja perdana yang berjumlah 3000-an orang, berdoa di bait Allah dan di rumah-rumah (Kisah Para Rasul 2:42-46). Dan jika doa dilakukan secara pribadi, atau dalam kelompok-kelompok kecil, bukankah seharusnya dilakukan dalam kesunyian, dan dalam keterpisahan dari khalayak ramai? Itulah yang diajarkan juga oleh Yesus; Tetapi jika engkau berdoa, masuklah ke dalam kamarmu, tutuplah pintu dan berdoalah kepada Bapamu yang ada di tempat tersembunyi. Maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu (Matius 6:6). Itulah cara berdoa yang dilakukan oleh Yesus dan murid-murid-Nya. Maka sampailah Yesus bersama-sama murid-murid-Nya ke suatu tempat yang bernama Getsemani. Lalu Ia berkata kepada murid-murid-Nya: “Duduklah di sini, sementara Aku pergi ke sana untuk berdoa” (Mat. 26:36). Dan demikianlah juga yang dilakukan oleh Nehemia. Ketika kudengar berita ini, duduklah aku menangis dan berkabung selama beberapa hari. Aku berpuasa dan berdoa ke hadirat Allah semesta langit (Nehemia 1:4). Coba Anda perhatikan baik-baik; pendoa-pendoa yang ditulis dalam Alkitab ini, melakukan doa-doa, atau berdoa tidak dalam bentuk konser, tidak berupa pertunjukan atau atraksi di depan umum, tidak untuk mendemonstrasikan kecakapan berdoa, tidak untuk menampilkan ritual-ritual doa yang mempesona, dan juga tidak untuk mencari nama atau popularitas. Dan coba juga Anda simak baik-baik; betapa berbedanya dari pendoa-pendoa keliling di sekitar Anda sekarang ini, dan betapa kontrasnya dengan bentuk-bentuk penyelenggaraan doa yang terjadi di era kita sekarang. Kini kegiatan-kegiatan doa telah menjadi konser, penyenggaraan doa-doa sudah berubah menjadi atraksi, ibadah-ibadah doa telah menjelma menjadi pertunjukan, tak ubahnya dengan barang komersial. Tepat seperti kata Yesus tentang doa-doa kaum munafik; Mereka suka mengucapkan doanya dengan berdiri dalam rumah-rumah ibadat dan pada tikungan-tikungan jalan raya, supaya mereka dilihat orang. Dan itulah yang disebut sensasi-sensasi doa. Suara EL-Asah Tahun I No. 6



Khotbah

DOA PEPERANGAN Kini muncul satu model doa yang cukup sensasional, yaitu Doa Peperangan. Apakah Anda sudah mendegar ceritanya? Pernahkan Anda melihat demonstrasi, atraksi, atau pertunjukan doa peperangan? Silahkan simak dan kritisi cerita mereka di bawah ini: Suatu saat tim pendoa dari rumah doa X mendapat hikmat dari Tuhan bahwa di daerah X banyak terjadi pertikaian, perpecahan keluarga, kami membentuk tim pengintai untuk melakukan pemetaan, dan kami mendapat data bahwa pemerintahan iblis di gunung merapi mengirim roh penghancur jiwa, dan roh mamon kepada keluarga-keluarg di daerah X tersebut, yang letaknya tepat di kaki gunung Merapi. Akibatnya, penduduk menjadi materialistis, individualistis, emosional, dan stres. Kami menyusun strategi, mengadakan perjamuan kudus, mengadakan doa syafaat, dan mengadakan doa peperangan, doa keliling dengan pujian penyembahan dan profetik. Seminggu kemudian kami mendapat data bahwa daerah tersebut menjadi tenang, damai dan situasi berubah, dari yang tadinya cukup mencekam namun akhirnya ada kemenangan (Cerita ini diambil dari sebuah buku). Saudara-saudara sekalian! Kalau Anda mengikuti dan memahami dengan cermat apa yang dilakukan pendoa peperangan ini, Anda akan menemukan beberapa hal yang hanya merupakan khayalan atau fantasi, dan ada yang bercorak kepercayaan mistik. Ada beberapa pernyataan di dalam cerita ini yang perlu dipersoalkan: 1) Pernyataan: Kami mendapat hikmat dari Tuhan bahwa di daerah X banyak terjadi pertikaian, perpecahan keluarga; penduduk menjadi materialistis, individualistis, emosional, dan stres. Kondisi masyarakat seperti ini bukan sesuatu yang baru. Artinya Anda tidak harus atau tanpa melakukan doa peperangan pun setiap orang sudah mengetahui bahwa ada pertikaian, perceraian, atau masyarakat menjadi materialistis, individualistis, emosional, dan stres, karena semua itu sudah merupakan realitas dalam hidup masyarakat sepanjang sejarah hidup manusia. 2) Pernyataan: Kami mendapat data bahwa pemerintahan iblis di gunung merapi mengirim roh penghancur jiwa. Hal ini sama dengan kepercayaan mistik masyarakat lokal. Masyarakat lokal mempercayai bahwa di Suara EL-Asah Tahun I No. 6



Khotbah



gunung Merapi ada ‘roh yang menjaga’ sama seperti di Laut Selatan ada Nyai Loro Kidul. Pernyataan pendoa peperangan ini menimbulkan banyak masalah atau implikasi yaitu: Pertama, jika data bahwa pemerintahan iblis di gunung Merapi, sungguh-sungguh berasal dari Tuhan, berati Tuhan telah menggiring umat-Nya kepada kepercayaan animisme dan mistikisme – kepercayaan pada roh-roh. Pada hal Firman Allah sudah memperingatkan: Hati-hatilah, supaya jangan ada yang menawan kamu dengan filsafatnya yang kosong dan palsu menurut ajaran turun-temurun dan roh-roh dunia, tetapi tidak menurut Kristus (Kolose 2:8). Kedua, jika benar bahwa ada pemerintahan iblis di gunung Merapi, maka peristiwa salib – kematian Yesus - menjadi sia-sia, atau Firman Allah telah salah, sebab di Alkitab disebut: Yesus menghapuskan surat hutang, yang oleh ketentuan-ketentuan hukum mendakwa dan mengancam kita. Dan itu ditiadakan-Nya dengan memakukannya pada kayu salib: Ia telah melucuti pemerintah-pemerintah dan penguasa-penguasa dan menjadikan mereka tontonan umum dalam kemenangan-Nya atas mereka (Kolose 2:14-15). Ketiga, dengan menyatakan pemerintahan iblis di gunung Merapi, para pendoa itu telah menyetujui dan turut dalam kepercayaan mistik, serta memberi posisi dan otoritas tinggi pada iblis, padahal Yesus sudah melucutinya melalui peristiwa salib. Saudara-saudara sekalian! Saya berharap Anda sekalian tidak mudah terpesona, dan terlibat dalam gerakan-gerakan doa yang cenderung melakukan atraksi-atraksi, atau pertunjukan-pertunjukan doa-doa yang sensasional. Sesuatu yang kelihatan baik, kelihatan rohani, kelihatan suci, belum tentu benar secara Alkitabiah. Selanjutnya, perhatikan pernyataan-pernyataan dalam cerita pendoa peperangan. 3) Pernyataan: Kami menyusun strategi, mengadakan perjamuan kudus, mengadakan doa syafaat, dan mengadakan doa peperangan, doa keliling dengan pujian penyembahan dan profetik. Tahukah Anda, bahwa dengan pernyataan ini, tim doa peperangan ini telah merekayasa dalam pikiran (berfantasi), iblis seperti pasukan militer yang sedang menduduki daerah X, lalu pasukan doa peperangan bergerak dari markasnya Suara EL-Asah Tahun I No. 6



Khotbah

berkeliling seolah-olah mengambil posisi perang, lalu mengadakan konfrontasi langsung – face to face – dengan iblis. Selanjutnya, secara mendadak dan serempak, pendoa menyerang iblis dengan senjata ‘kata-kata doa, kata-kata pujian, dan kata-kata profetik’. Dalam fantasi pasukan pendoa peperangan, mereka membayangkan pasukan iblis merasa ketakutan, terdesak, tak berdaya, kalah, dan akhirnya mundur dari daerah X. Dan masih dalam fantasi tim pendoa, mereka membayangkan mereka telah merebut dan menguasai sepenuhnya daerah X itu. Mereka menang, lalu pulang ke markas bersyukur,.. dan katanya..? Beberapa minggu kemudian mereka mendengar berita bahwa daerah X sudah damai. Tapi apa buktinya? Hanya dari kata orang? Ya itulah Sensasi-sensasi doa. Bapak ibu, dan saudara-saudara sekalian! apakah Anda masih ingat acara ‘Pemburu Hantu’ di TV? Sang pemburu mengejar hantuhantu, entah di rumah-rumah, di dapur, di kamar-kamar tidur, di pohon-pohon, di gua-gua, dan di tempat-tempat yang dianggap kramat (mistikisme). Si pemburu menangkap hantu-hantu (iblis) di sana dengan tangannya, lalu memasukkan hantu-hantu itu ke dalam botol. Wah sungguh suatu atraksi yang sansasional bukan? Tetapi apakah bedanya antara apa yang dilakukan pendoa peperangan dengan yang dilakukan pemburu hantu?. Yang berbeda hanyalah kata-kata, pendoa peperangan menggunakan kata-kata rohani, dan pemburu hantu menggunakan kata-kata mantra, tetapi keyakinan, cara berfantasi – membayangkan keberadaan setan - dan cara mengusirnya tidak jauh berbeda. Saurada-saudara! Coba Anda renungkan dan analisa baik-baik kenyataan tersebut....dan bandingkanlah dengan Firman Allah ini; Janganlah kamu biarkan kemenanganmu digagalkan oleh orang yang purapura merendahkan diri dan beribadah kepada malaikat, serta berkanjang pada penglihatan-penglihatan dan tanpa alasan membesar-besarkan diri oleh pikirannya yang duniawi (Kolose 2:18). 4) Pernyataan: Seminggu kemudian kami mendapat data bahwa daerah tersebut menjadi tenang, damai dan situasi berubah, dari yang tadinya cukup mencekam namun akhirnya ada kemenangan.. Data ini tentu saja sulit untuk dibuktikan, sama sulitnya membuktikan bahwa iblis telah diusir dari daerah X. Tetapi yang pasti bahwa sampai sekarang Suara EL-Asah Tahun I No. 6



Khotbah



Gunung Merapi masih terus membara dan menelan korban. Banyak rumah penduduk yang tertimbun lahar panas, bahkan memakan korban jiwa dan harta benda yang tidak sedikit. Demikian pula kenyataan di daerah X yang dimaksud, yang kebetulan daerah wisata, sampai sekarang sulit untuk dipisahkan dari masalah narkoba, masalah moral atau sex komersial, dan tindakan-tindakan kejahatan lainnya. So, apa yang terjadi dengan doa peperangan? Apa yang sesungguhnya diperangi? Iblis yang sesungguhnya? Atau Iblis yang dibayangkan dalam fantasi? Iblis yang direkayasa dalam pikiran? Atau roh-roh kepercayaan mistik masyarakat lokal?

IBLIS atau ROH JAHAT Saudara-saudara, Firman Allah menyatakan bahwa iblis berkeliaran seperti singa yang mengaum-aum: Sadarlah dan berjaga-jagalah! Lawanmu, si Iblis, berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya (1 Petrus 5:8). Iblis mengelilingi dan menjelajah dunia: “Dari mana engkau?” Lalu jawab Iblis kepada TUHAN: “Dari perjalanan mengelilingi dan menjelajah bumi (Ayub 1:7). Iblis adalah roh-roh jahat di udara (bukan di langit lho?) karena perjuangan kita bukanlah melawan darah dan daging, tetapi melawan pemerintahpemerintah, melawan penguasa-penguasa, melawan penghulu-penghulu dunia yang gelap ini, melawan roh-roh jahat di udara (Efesus 6:12). Semua ayat ini menyatakan bahwa iblis tidak membangun pemerintahannya di gunung, di laut, di suatu daerah atau kota, di gua, di lembah, di hulu atau muara sungai, bahkan juga tidak di tempattempat yang dikeramatkan masyarakat. Ayat-ayat ini juga menyatakan bahwa iblis tidak mengkavling-kavling dunia ini untuk membangun teritorial atau daerah kekuasaannya. Lalu siapa yang mangajarkan bahwa kerajaan iblis di gunung, atau di lembah, di pantai atau di mauara sungai? dan bahwa iblis mengkavling-kavling dunia ini menjadi territorial kekuasaannya? Jelas itu semua adalah mistikisme, animisme. Saudara! Suara EL-Asah Tahun I No. 6

10

Khotbah

Waspadai mistikisme yang memakai label Kristen. Serigala yang berbulu domba...... Jika kita mau mencari tempat iblis bertakhta, Alkitab menyatakan bahwa tempat itu adalah di tubuh, hati dan pikiran manusia. Perhatikan pernyataan-pernyataan Firman Allah ini: Tetapi Petrus berkata: “Ananias, mengapa hatimu dikuasai Iblis, sehingga engkau mendustai Roh Kudus dan menahan sebagian dari hasil penjualan tanah itu (Kisah Para Rasul 5:3). Ironis? Daerah kekuasaan iblis justru di hati orang beriman. “Hai anak Iblis, engkau penuh dengan rupa-rupa tipu muslihat dan kejahatan, engkau musuh segala kebenaran, tidakkah engkau akan berhenti membelokkan Jalan Tuhan yang lurus itu? (Kisah Para Rasul 13:10). Luput dari pengamatan? Roh-roh jahat justru mengalir dari dalam hati dan pikiran manusia. Maka Yesus berpaling dan berkata kepada Petrus: “Enyahlah Iblis. Engkau suatu batu sandungan bagi-Ku, sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia.” (Matius 16:23). Surprise? Seorang rasul (hamba Tuhan) pada suatu saat bisa berubah menjadi iblis di mata Yesus. Demikianlah aku dapati hukum ini: jika aku menghendaki berbuat apa yang baik, yang jahat itu ada padaku. Sebab di dalam batinku aku suka akan hukum Allah, tetapi di dalam anggota-anggota tubuhku aku melihat hukum lain yang berjuang melawan hukum akal budiku dan membuat aku menjadi tawanan hukum dosa yang ada di dalam anggota-anggota tubuhku (Roma 7:21-23). Tak terduga? Paulus melihat dan mengakui bahwa ada potensi atau kekuatan roh maut di dalam tubuhnya, yang membuat ia sering tidak berdaya. Saudara-saudara! Jangan tertipu oleh iblis. Ketika Anda memiliki gagasan untuk mengadakan doa peperangan ke suatu lokasi atau daerah, kemungkinan besar bahwa justru roh-roh jahat itu sedang menguasai pikiran Anda. Iblis sengaja memunculkan gagasan tersebut di dalam pikiran Anda untuk membelokkan perhatian Anda ke tempat lain, agar Anda tidak sadar bahwa ia ada di dalam gagasan dan pikiran Anda. Akan tetapi Anda mungkin akan bertanya pada saya; jika Firman Allah secara kasat mata sudah menunjukkan fakta dan kebenarannya demikian, lalu mengapa, bagaimana, untuk apa melakukan gerakan-gerakan, atraksi, atau aksi doa-doa peperangan? Inilah yang disebut sensasiSuara EL-Asah Tahun I No. 6



Khotbah

11

sensasi doa. Paling tidak, seperti yang disebut di dalam Firman Allah tadi; untuk memuaskan daging mereka.

IBLIS HARUS LAWAN Firman Allah mengajar kita bahwa iblis harus dilawan. Yesus memberikan Nama-Nya untuk digunakan mengusir setan-setan: Tandatanda ini akan menyertai orang-orang yang percaya: mereka akan mengusir setan-setan demi nama-Ku, mereka akan berbicara dalam bahasa-bahasa yang baru bagi mereka, (Markus 16:17). Allah menyediakan perlengkapan untuk melawan si jahat: Sebab itu ambillah seluruh perlengkapan senjata Allah, supaya kamu dapat mengadakan perlawanan pada hari yang jahat itu dan tetap berdiri, sesudah kamu menyelesaikan segala sesuatu (Efesus 6:13). Dengan kata lain, Firman Allah memang memerintahkan kita untuk melawan iblis. Akan tetapi Firman Allah juga menegaskan bahwa peperangan ini tidak dalam alam fisik tapi di alam roh: karena perjuangan kita bukanlah melawan darah dan daging, tetapi melawan pemerintah-pemerintah, melawan penguasapenguasa, melawan penghulu-penghulu dunia yang gelap ini, melawan roh-roh jahat di udara (Efesus 6:12), kita harus menggunakan iman: Lawanlah dia dengan iman yang teguh, sebab kamu tahu, bahwa semua saudaramu di seluruh dunia menanggung penderitaan yang sama (1 Petrus 5:9). Saudara-saudara! Perhatikan baik-baik perintah atau pengajaran Firman Allah tentang melawan iblis dengan iman, atau peperangan di alam rohani. Pertama; dengan iman, maksudnya, saat kita mengadakan perlawanan terhadap roh-roh jahat, kita harus mengimani apa yang dikatakan Firman Allah bahwa: Yesus sudah mengalahkan iblis, dan sudah melucuti semua kekuatan dan otoritasnya (Kolose 2:15), bahwa kita sudah menang (Roma 8:37). Kedua; dengan iman, maksudnya, dalam peperangan melawan iblis kita harus merendahkan diri dan berserah pada kehendak Allah, karena Ia yang akan bertindak (1Petrus 5:6-7). Ketiga; dengan iman, maksudnya, peperangan yang dilakukan, tidak dan jangan berbentuk aksi-aksi, demontrasi-demonstrasi, gerakangerakan fisik, dengan cara melakukan pemetaan teritorial, pengintaian, Suara EL-Asah Tahun I No. 6

12

Khotbah

pemburuan, penyerangan ke lokasi-lokasi yang sudah dipetakan. Sebab tugas kita dalam melawan roh-roh jahat adalah berdoa kepada Tuhan, sedangkan yang akan bergerak, beraksi, dan bertindak adalah Allah, bukan kita. Perhatikan Firman ini: TUHAN akan berperang untuk kamu, dan kamu akan diam saja; TUHAN itu pahlawan perang (Keluaran 14:14;15:3). Saudara, jika doa-doa peperangan dilakukan dalam bentuk aksiaksi, demontrasi-demonstrasi, gerakan-gerakan, dan mobilisasi secara fisik, dan dengan cara melakukan pemetaan teritorial, pengintaian, pemburuan, penyerangan ke lokasi-lokasi yang dianggap bersetan, tanpa mereka sadar, mereka telah menggantikan dan mengambil alih peran Tuhan. Saudara, gerakan memobilisasi doa-doa peperangan ke suatu wilayah tertentu, adalah tindakan yang secara langsung membalik Firman Tuhan yang berkata: TUHAN akan berperang untuk kamu, dan kamu akan diam saja, menjadi: kami akan berperang untuk Tuhan, Tuhan akan diam saja. Saudara, gerakan doa peperangan adalah demontrasi dari orang-orang yang menganggap Tuhan terlalu kecil, sangat terbatas, tidak berdaya, sehingga mereka perlu membantu atau menolong Tuhan. Oh, sensasai-sensasi doa yang luar biasa!

KONKLUSI Kalau saja Anda mau menerima pernyataan-pernyataan Alkitab ini sebagai suatu kebenaran, kalau saja Anda mau mengimani Alkitab sebagai Firman Allah yang hidup, dan tidak berubah, dan kalau Anda sungguh-sungguh meyakini bahwa apa yang difirmankan Allah pasti terjadi, seharusnya Anda tidak perlu membuang-buang energi untuk melakukan doa-doa peperangan, seharusnya Anda tidak perlu membuang-buang waktu untuk membantu atau menolong Tuhan. Sayangnya ada kelompok-kelompok kristiani yang menganggap Tuhan terlalu lemah dan tak berdaya menghadapi roh-roh jahat, sehingga kelompok-kelompok tersebut merasa perlu membantu Tuhan melalui doa peperangan. Oh sensasional.

Suara EL-Asah Tahun I No. 6



Teologia

13

TEOLOGIA:

SOTERIOLOGI OLEH: DR. S. TANDIASSA, M.A.

Bab V TRINITAS DAN KARYA PENYELAMATAN

K

eselamatan adalah karya agung dan besar dari Trinitas Ilahi. Karya agung ini kemudian diaugerahkan kepada umat orang-orang berdosa. Dalam melaksanakan karya penyelamatan, setiap pribadi di dalam Trinitas Ilahi mempunyai tugas-tugas spesifik. Akan tetapi perlu dikemukakan terlebih dahulu di sini bahwa spesifikasi tugas penyelamatan di dalam Trinitas Ilahi tidak menunjukkan keterpisahan antar pribadi dari Trinitas. Spesifikasi ini juga tidak mengandung maksud bahwa Oknum yang satu lebih unggul dari pada yang lain, atau yang satu superior, dan yang lain inferior. Sebaliknya, pembagian tugas dan peran di antara Oknum-Oknum Ilahi tersebut justru menunjukkan prinsip dan sifat kooperatif dan dependensi antara satu Oknum dengan Oknum yang lain. Suara EL-Asah Tahun I No. 6

14

Teologia

Maksudnya, karya keselamatan dapat terwujud secara sempurna, dan mencapai sasarannya secara tepat karena dilakukan oleh seluruh Oknum Trinitas Ilahi. Jika Alkitab mengatakan bahwa keselamatan adalah karya dan anugerah Allah, maka yang dimaksukan adalah Allah dalam pengertian Trinitas, dan bukan dalam pengertian Bapa yang terpisah dari Anak dan Roh Kudus, atau sebaliknya.

BAPA Bapa sudah merencanakan dan menetapkan proses keselamatan sebelum dunia diciptakan. Kebenaran ini diungkapkan rasul Paulus sebagai; rencana kerelaan-Nya yang telah ditetapkan dari semula (Efesus 1:9). Dalam hal ini paling tidak ada dua unsur penting yang telah direncanakan dan juga telah ditetapkan secara tegas dan mantap sebelum segala Allah menciptakan alam semesta ini yaitu: 1. Menetapkan Anak Bapa telah menetapkan Anak-Nya untuk menjadi Penebus atau Penyelamat orang berdosa sebelum dunia dijadikan (1 Petrus 1:20). Pernyataan di dalam ayat ini menyanggah anggapan bahwa Allah baru membuat keputusan untuk menyelamatkan manusia setelah Adam jatuh ke dalam dosa. Sebab jika anggapan ini benar, maka keselamatan dipandang hanya sebagai suatu penyelesaian atas suatu situasi darurat. Dan jika Bapa baru membuat rencana atau keputusan untuk menyelamatkan kembali manusia, sesudah manusia jatuh ke dalam dosa, maka hal ini berarti bahwa Allah sama sekali tidak tahu apa yang akan terjadi dengan manusia, dan juga berarti Allah lengah sehingga Ia kebobolan. Namun hal-hal seperti itu tidak mungkin terjadi pada Allah. Ini hanyalah anggapan yang tidak logis dan pengandaian yang logis. Allah Bapa telah menetapkan Kristus sebagai Pendamai (Roma 3:25). Selain menetapkan Anak-Nya sebagai Penyelamat, Bapa juga telah menetapkan cara yang akan dilakukan Anak-Nya untuk menyelamatkan, Suara EL-Asah Tahun I No. 6



Teologia

15

yaitu melalui sebuah pengorbanan, dalam hal ini Anak-Nya sendiri yang akan dikorbankan sebagai pengganti atau penanggung dosa manusia (Roma 8:3; Galatia 4:4-5). Proses penyelamatan dalam bentuk pengorbanan mengharuskan adanya inkarnasi (Yohanes 1:1-3, 14; 3:16). 2. Menetapkan Sasaran Bapa juga telah menetapkan siapa yang menjadi sasaran atau obyek rencana penyelamatan. Kebenaran ini diungkapkan dengan sangat tegas dan terbuka oleh Paulus. Orang-orang yang menerima keselamatan adalah mereka yang memang telah ditentukan sejak semula. Selanjutnya, mereka yang telah ditentukan itu dipanggil untuk menerima anugerah keselamatan, lalu mereka oleh dibenarkan oleh darah Yesus, dan akhirnya akan dimuliakan (Roma 8:29-30). Rasul Paulus mempertegas kebenaran ini di dalam suratnya kepada jemaat di Efesus, bahwa Allah telah memilih dan menentukan kita sebelum dunia dijadikan, untuk menjadi anak-anak-Nya. Bahkan Bapa juga telah menetapkan bagian yang akan diterima oleh orang-orang kudus (Efesus 1:4-5,11).

ANAK Diasumsikan bahwa Oknum-oknum Trinitas Ilahi memiliki kesepakatan dalam melaksanakan rencana penyelamatan umat manusia. Kesepakatan tersebut berisi pembagian tugas masing-masing Oknum dalam rangka melaksanakan rencana agung Allah yaitu penyelamatan dunia. Di atas telah disebutkan tentang tugas-tugas dan tangggung jawab Bapa. Selanjutnya, Yesus dalam posisi sebagai Anak Allah, bertanggung jawab untuk melaksanakan semua proses yang memungkinkan atau yang melaluinya keselamatan bisa datang ke dalam dunia dan menjangkau manusia berdosa. Bahkan jika proses tersebut mengharuskan Yesus untuk dikorbankan. 1. Inkarnasi Tugas dan tanggung jawab pertama yang harus direalisasikan oleh Anak adalah menjelma menjadi daging atau menjadi manusia. Anak harus menjelma menjadi daging (manusia) karena ia harus menjadi sebuah korban (Ibrani 10:5-9). Dalam hal ini inkarnasi menjadi suatu Suara EL-Asah Tahun I No. 6

16

Teologia

keharusan bagi Anak. Paling tidak ada dua alasan mendasar yang mengharuskan Anak menjadi manusia; Pertama, karena hanya dengan menjelma menjadi daging, Anak Allah dapat menjadi atau dijadikan suatu korban penghapus dosa (Yohanes 1:29; Galatia 4:4-5). Kedua, karena hanya jika Anak sendiri yang menjadi korban, baru ada korban yang sempurna, yang memungkinkan orang-orang berdosa dapat ditebus (Ibrani 7:26-28). 2. Mati Anak harus mati untuk dosa. Sama seperti inkarnasi, hal kematian Anak pun merupakan suatu keharusan, sebab upah dosa adalah maut (Roma 3:26). Anak harus mati, karena Ia datang untuk menanggung dosa dan kejahatan manusia (Yesaya 53:2-7, Yohanes 1:29). Anak harus mati karena Ia harus menggantikan posisi manusia dalam menerima akibatakibat dosa, atau sebagai harga tebusan dosa (Markus 10:45; 1 Korintus 15:3). 3. Memelihara Bahwa Anak akan memelihara orang-orang yang menjadi milik Bapa sehingga tidak ada satupun yang akan binasa (Yohanes 17:12). Tugas pemeliharaan ini sangat penting, karena belum dunia dijadikan, Bapa telah membuat rencana, keputusan atas siapa dari antara umat manusia yang diselamatkan. Bapa telah memilih, dan telah menentukan orang-orang yang akan menjadi anak-anak-Nya, dan kini orang-orang tersebut sudah dipanggil dan dibenarkan setelah mereka percaya kepada Yesus. Yesus sendiri juga telah melakukan tugas-tugas yang menjadi tanggung jawab-Nya dalam rencana penyelamatan. Ia telah telah turun menjadi manusia, menjalani hidup sebagai hamba yang menderita, sampai akhirnya Ia harus mengorbankan hidupnya untuk menebus orang-orang berdosa itu. Oleh karena itu Paulus mengaskan bahwa orang-orang yang telah dipilih dan ditebus oleh Allah akan dipelihara sampai pada kesudahan (1 Korintus 1:8-9).

ROH KUDUS Tugas Roh Kudus, selain untuk menyatakan atau mengungkapkan rencana keselamatan kepada manusia, juga untuk mempersiapkan hati Suara EL-Asah Tahun I No. 6



Teologia

17

manusia sehingga dapat menerima keselamatan. Bapa telah menentukan dan memiilih orang-orang yang akan menerima anugerah keselamatan, dan Yesus telah mati untuk menebus mereka dari dosa-dosanya, selanjutnya karya Bapa dan Anak itu perlu diefektifkan di dalam diri manusia. Tugas ini dikerjakan oleh Roh Kudus. Beberapa bentuk tugas atau karya Roh Kudus dalam rangka mengefektifkan penerapan keselamatan dalam hidup manusia, dapat disebut di sini yaitu: 1. Menyadarkan Kerusakan total yang dialami manusia akibat dosa, tidak hanya kerusakan hubungan manusia dengan Penciptanya, tetapi juga kerusakan potensi manusia untuk bernisiatif menanggapi kasih Allah. Hati nurani manusia dibutakan oleh dosa, sehingga manusia tidak mampu melihat ataupun menyadari akan kesalahan-kesalahan dan dosa-dosanya, dan juga tidak mampu mengenal siapa Penciptanya (Yesaya 1:3; 2 Korintus 4:3-4). Tingkat kerusakan nurani tersebut sedemikian parah, sehingga manusia tidak mampu membedakan tangan kanan dan tangan kiri (Yunus 4:11) Roh Kudus berkarya dalam rencana penyelamatan dengan cara menyadarkan serta membuka mata hati manusia untuk melihat keberdosaannya. Roh Kudus memberikan potensi kesadaran di dalam batin, dan potensi pengenalan di dalam rasio seseorang sehingga orang yang bersangkutan dibawa kepada pertobatan. Adalah Roh Allah yang telah berkarya di dalam diri Nuh, sehingga ia mampu membedakan antara yang baik dan yang jahat, dan dapat mengenal akan Allah, serta mampu menjalani hidup yang benar, untuk kemudian menerima keselamatan dari Allah (Kejadian 6:3, 8-9). Roh Kudus diutus oleh Bapa ke dalam dunia untuk membuat hati manusia sadar akan dosa, penghakiman, dan kebenaran (Yohanes 16:7-11). Malalui karya Roh Kudus, Allah menarik orang-orang pilihan-Nya untuk datang kepada Yesus (Yohanes 6:44). Inisiatif untuk bertobat, dan datang kepada Yesus untuk menerima keselamatan, tidak muncul dari keinginan manusia semata, tetapi dari Roh Kudus. Roh Kuduslah yang berkarya di dalam hati seseorang, sehingga ia bertindak untuk bertobat. Suara EL-Asah Tahun I No. 6

18

Teologia

2. Memeteraikan Selanjutnya, orang-orang yang ditarik kepada Yesus, dan telah menerima anugerah keselamatan, perlu memiliki sebuah tanda sebagai milik Allah. Allah memeteraikan – memberi tanda – dengan cara menaruh Roh Kudus-Nya pada diri seseorang tepat atau bersamaan ketika orang tersebut percaya atau menerima Yesus. Meterai Roh Kudus tersebut adalah tanda kepemilikan Allah atas hidup orang-orang beriman (Efesus 1:13). Ada beberapa prinsip dan maksud yang terkandung dalam penggunaan meterai: Pertama, sebagai tanda milik yang sah secara hukum atas sesuatu, dan kepemilikan tersebut dilindungi oleh hukum. Kedua; sebagai jaminan kepastian atas suatu perjanjian. Maksudnya, jika ada dua orang yang membuat perjanjian tertulis, dan perjanjian tersebut menggunakan meterai, maka isi perjanjian tersebut pasti dilaksanakan. Jika salah seorang mengingkari isi perjanjian tersebut, ia akan mendapat sanksi secara hukum. Ketiga; sebagai segel, artinya sesuatu yang telah dimeteraikan, itu berarti disegel, dan tidak seorang pun berhak membuka, atau mengubah segel tersebut tanpa diberi kuasa oleh negara melalui lembaga-lembaga hukum. Rasul Paulus menggunakan istilah meterai tidak dalam pengertian simbol, tetapi sebagai bahasa hukum dan dalam pengertian hukum, sebagaimana ia menggunakan juga istilah-istilah hukum untuk hal-hal lainnya yaitu: ‘pembenaran, penebusan, adopsi’ dan lain-lain. Atas dasar pengertian hukum itulah, kemudian Paulus menyatakan dengan yakin bahwa meterai Roh Kudus itu merupakan jaminan kepastian atas dari Allah untuk memberikan kepada kita segala sesuatu yang pernah dijanjikan-Nya (2 Korintus 1:21-22; Efesus 1:14). Selain itu, Yesus sendiri menegaskan bahwa orang-orang yang percaya kepada-Nya sudah menjadi milik-Nya dan milik Bapa. Bapa dan Anak tidak akan membiarkan mereka untuk binasa selama-lamanya, dan juga tidak ada satu pun kekuatan yang bisa mengambilnya dari tangan Allah (Yohanes 10:28-30).

Suara EL-Asah Tahun I No. 6



Teologia

19

3. Menguduskan Keselamatan adala kelepasan dari dosa dan segala akibatnya. Roh Kudus memberi kemampuan kepada orang-orang yang telah diselamatkan untuk tetap hidup dalam kemenangan atas dosa. Ia menguduskan orang-orang yang telah dipilih sejak semula (2 Tesalonika 2:13; 1 Petrus 1:2), Ia dapat menguduskan setiap orang dari segala golongan, sehingga menjadi persembahan yang harum bagi Tuhan (Roma 15:16). Sekarang menjadi jelas bahwa karya penyelamatan bagi umat manusia merupakan suatu proyek agung yang melibatkan setiap Oknum Trinitas Ilahi. Bapa, Anak, dan Roh Kudus membuat penerapan karya penyelamatan menjadi efektivitas di dalam hidup orang berdosa. Faktafakta tersebut di atas memberi kita kesimpulan yaitu: Pertama, bahwa semua orang yang telah mengalami karya dari Trinitas Ilahi, yaitu dengan menerima Yesus sebagai Juru Selamat, sesungguhnya telah mendapatkan anugerah keselamatan. Kedua, jika Bapa dan Anak telah bekerja di dalam seseorang, sehingga yang bersangkutan telah menerima keselamatan, maka tidak ada alasan untuk mengatakan bahwa Roh Kudus belum atau tidak hadir di dalam diri orang tersebut. Karena keselamatan adalah karya Trinitas Ilahi. (Bersambung ke edisi mendatang)

Suara EL-Asah Tahun I No. 6

20

Leadership

Pemimpin Kristen

” DR. S. TANDIASSA M.A

Pengantar

P

ada edisi yang lalu saya menjelaskan bahwa secara umum ada dua golongan pendapat tentang bagaimana seseorang dapat menjadi pemimpin yang efektif. Pertama, bahwa kemampuan leadership seseorang merupakan bawaan sejak lahir. Atau dengan istilah lain, ketika seseorang dilahirkan, ia memamg sudah membawa kemampuan untuk menjadi seorang pemimpin. Kedua, bahwa seseorang dapat membangun kemampuan dan keahlian kepemimpinan melalui proses pedidikan, baik pendidikan formal, maupun non formal. Kedua pendapat tersebut di atas sama-sama memiliki dasar secara ilmiah dan fakta empris. Dan secara teologis, kebenaran dari kedua dua pendapat yang kontradiktif tersebut memang tidak dapat disangkali. Di dalam Alkitab kita dapat menemukan beberapa orang yang menjadi pemimpin karena alasan keturunan, tetapi di dalam Alkitab yang sama kita juga dapat menemukan banyak pemimpin yang berhasil karena mereka telah dipersiapkan atau mempersiapkan diri dalam jangka waktu yang cukup lama melalui berbagai proses pendidikan, atau pelatihan. Tulisan ini tidak punya tendensi untuk memihak pada salah satu pendapat tersebut di atas, karena kedua-duanya memiliki dasar yang tidak terbantahkan. Tujuan penulis manyajikan tulisan ini adalah untuk menyatakan bahwa seorang pemimpin yang sesungguhnya – the real leader – akan selalu, dan pasti, menyadari keterbatasan atau kekurangannya, dan pada saat yang sama, ia juga akan sangat menyadari betapa pentingnya untuk memperlengkapi diri dengan cara selalu belajar. Bahkan untuk seseorang yang dilahirkan dengan bakat pemimpin sekalipun, jika ia ingin Suara EL-Asah Tahun I No. 6



Leadership

21

menjadi pemimpin yang bijaksana, ia seharusnya juga selalu mengenali kekurangan-kekurangannya, dan berusaha untuk belajar. Proses belajar kepemimpinan itu sendiri tidak terbatas pada belajar ilmu dalam bentuk konsep atau teori saja, tetapi juga belajar ilmu dalam bentuk praktikal.

Pemimpin Perlu dipersiapkan Terdapat sejumlah pemimpin Kristen yang harus melewati berbagai proses sebelum mereka mendapatkan kepercayaan untuk menjadi pemimpin. Berbagai proses yang dimaksud adalah berupa pengalamanpengalaman dalam berbagai situasi dan kondisi, dan pengalamanpengalaman akan berbagai peristiwa. Semua proses itu memberi kontribusi yang sangat berarti dalam membentuk mentalitas kepemimpinan bagi yang bersangkutan, dan berfungsi sebagai bagian dari proses pelatihan dan persiapan untuk menjadi pemimpin yang berhasil. Bill Crowder, direktur Church Ministries RBC USA, salah satu dari pemimpin Kristen masa kini, melihat seluruh pengalamannya akan berbagai peristiwa pada masa lalu sebagai proses pelatihan yang Allah lakukan di dalam dirinya, yang akhirnya membawanya ke posisi sebagai seorang pemimpin gereja. Hal tersebut diungkapkannya di dalam buku pastoralnya ‘Serial Terang Ilahi’ yang berjudul “Mengapa Hidup Begitu Tidak Adil?” : ‘Dengan memandang ke belakang, saya dapat melihat bahwa kedisiplinan dan tantangan-tantangan saat saya kuliah selama beberapa tahun merupakan kamp pelatihan yang penting untuk dua puluh tahun yang saya habiskan dalam pelayanan pastoral, kerap kali dalam cara yang tidak pernah saya bayangkan. Begitu juga saat merenungkan kembali suka duka dalam pelayanan saya, saya dapat melihat sekarang bahwa beberapa waktu lalu Allah meletakkan dasar untuk apa yang saya lakukan sekarang1. Proses pelatihan atau persiapan kepemimpinan tentu tidak hanya dalam bentuk pendidikan formal, yang berorientasi pada konsep atau teori kepemimpinan saja, akan tetapi juga proses pendidikan yang non formal atau yang berbentuk praktikal.



1

Bill Crowder, Mengapa Hidup Begitu Tidak Adil? (Jakarta: RBC Indonesia, 2006),6.

Suara EL-Asah Tahun I No. 6

22

Leadership

Para Pemimpin dalam Alkitab Dipersiapkan Di dalam Alkitab kita menemukan beberapa pemimpin yang memperoleh pengetahuan tentang kepemimpinan serta mimiliki keterampilan dalam memimpin tidak hanya melalui pendidikan formal tetapi melalui berbagai proses pengalaman praktis. Pengalaman-pengalaman praktis yang dimaksud bisa dalam bentuk berbagai situasi dan kondisi atau berbagai peristiwa yang pernah dialami secara individual, dan juga bisa berupa pengalaman-pengalaman dalam kebersamaan dengan seorang pemimpin. Dalam pengertian lain, para calon pemimpin ataupun para pemimpin mendapatkan pengetahuan baik melalui pendidikan formal maupun melalui pengalaman-pengalaman hidup secara individual pada masa-masa yang lalu. Alkitab menunjukkan fakta atau contoh-contoh yang relevan dengan pernyataan tersebut di atas. Di dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru kita menemukan beberapa tokoh penting atau pemimpin umat Allah, yang harus mengalami berbagai situasi dan kondisi sulit, serta melewati berbagai peristiwa yang cukup berat sebelum mereka diposisikan sebagai pemimpin umat Allah. Semua pengalaman masa lalu tersebut merupakan bagian yang sangat penting, yang bereperan sebagai proses pelatihan dan pembekalan untuk menjadi pemimpin yang baik. 1. MUSA Musa adalah salah seorang pemimpin besar dan terhormat di kalangan bangsa Israel. Disebut demikian oleh karena sejarah Alkitab menampilkannya sebagai tokoh yang memimpim pembebasan bangsa Israel dari penjajahan Kerajaan Mesir. Tetapi sebelum Musa tampil sebagai pemimpin yang berwibawa dan disegani oleh masyarakat dan para penguasa Mesir, terlebih dahulu Musa mengalami berbagai macam peristiwa, bermacam-macam situasi dan kondisi, baik yang menyenangkan maupun yang menakutkan. Ketika Musa menghadapi semua keadaan tersebut, tentu ia belum memahami maksud dan tujuannya, selain ia manghayatinya hanya sebagai keterpaksaan Suara EL-Asah Tahun I No. 6



Leadership

23

karena keadaan tidak memberinya pilihan lain. Akan tetapi dari perspektif teologia kepemimpinan dapat dipahami bahwa semua peristiwa yang dialami Musa sebelumnya, memberikan kontribusi pada pembentukan karakter atau mentalitas pemimpin di dalam diri Musa. Selain itu, pengalaman-pengalaman masa lalu dalam mengatasi setiap persoalan juga merupakan proses pendidikan bagi Musa untuk meningkatkan keterampilannya dalam menangani berbagai masalah. Proses pelatihan Musa dimulai dengan pendidikan secara formal di Mesir. Stefanus berpendapat bahwa pengetahuan, kewibawaan, kemampuan, dan keterampilan Musa dalam memimpin umat Israel merupakan hasil dari proses pendidikan yang dilalui Musa di Mesir. Stefanus adalah salah satu dari tujuh orang yang dilantik oleh rasul-rasul sebagai tua-tua untuk membantu pelayanan para rasul dalam bidang sosial. Dengan tegas Stefanus menjelaskan tentang pendidikan Musa di Mesir demikian: Dan Musa dididik dalam segala hikmat orang Mesir, dan ia berkuasa dalam perkataan dan perbuatannya ’(Kisah Para Rasul 7:22). Akan tetapi pendidikan formal Musa di Mesir dipandang Stefanus belum cukup untuk membekali Musa menjadi pemimpin yang efektif bagi umat Allah. Selanjutnya – karena suatu peristiwa – Musa pergi (lari) ke padang gurun. Hal itu dijelaskan Stefanus demikian: Tetapi orang yang berbuat salah kepada temannya itu menolak Musa dan berkata: Siapakah yang mengangkat engkau menjadi pemimpin dan hakim atas kami? Mendengar perkataan itu, larilah Musa dan hidup sebagai pendatang di Tanah Midian. Di situ ia memperanakkan dua orang anak laki-laki (Kisah Para Rasul 7:27,29). Pengalaman Musa akan situasi dan kondisi padang gurun selama empat puluh tahun yang mencapai klimaksnya pada perjumpaan dengan Allah melalui nyala api dari semak duri di pandang gurun, juga dimaknai Stefanus sebagai suatu bagian dari masa dan proses pelatihan yang meberikan andil yang sangat besar dalam kepemimpinan Musa. Hal ini diungkapkan Stefanus demikian: Dan sesudah empat puluh tahun tampaklah kepadanya seorang malaikat di padang gurun gunung Sinai di dalam nyala api yang keluar dari semak duri. Dialah yang membawa mereka keluar dengan mengadakan mujizat-mujizat dan tanda-tanda di tanah Mesir, di Laut Merah dan di padang gurun, empat puluh tahun lamanya’ (Kisah Para Rasul 7:30). Akan tetapi setelah Musa berada pada posisi sebagai pemimpin bangsa Israel, ternyata pola kepemimpinannya belum cukup efektif. Suara EL-Asah Tahun I No. 6

24

Leadership

Dengan kata lain, proses pendidikan yang telah dilalui, baik secara formal maupun secara praktikal di Mesir dan di padang belum cukup untuk membuat Musa menjadi seorang pemimpin yang berhasil. Dalam situasi memimpin perjalanan umat Israel di padang gurun, Musa masih harus mempelajari pola kepemimpinan yang sesuai dengan kebutuhan di lapangan. Yitro mengkritik dengan nada yang cukup keras terhadap sistem kepemimpinan Musa. Tetapi tentu saja kritik Yitro tersebut harus dilihat sebagai bagian penting dari proses pelatihan untuk meningkatkan kualitas dan efektivitas kepemimpinan Musa, mengingat bahwa hubungan Yitro dengan Musa adalah hubungan antara orang tua dan anak, atau hubungan pendidik dan anak didik. Ketika mertua Musa melihat segala yang dilakukannya kepada bangsa itu, berkatalah ia: “Apakah ini yang kaulakukan kepada bangsa itu? Mengapakah engkau seorang diri saja yang duduk, sedang seluruh bangsa itu berdiri di depanmu dari pagi sampai petang?” Tetapi mertua Musa menjawabnya: “Tidak baik seperti yang kaulakukan itu. Engkau akan menjadi sangat lelah, baik engkau baik bangsa yang beserta engkau ini; sebab pekerjaan ini terlalu berat bagimu, takkan sanggup engkau melakukannya seorang diri saja (Keuaran 18:14,17-18) Yitro mengoreksi pola kepemimpinan Musa dan selanjutnya mengajarkan konsep kepemimpinan baru kepadanya. Konsep atau pola kepemimpinan yang ditawarkan Yitro tersebut ternyata berhasil membuat kepemimpinan Musa menjadi lebih efektif karena semua umat dapat dilayani, dan juga lebih dinamis karena pola yang diajarkan Yitro bisa melibatkan lebih banyak orang di dalam melaksanakan tugas-tugas pelayanan. Pola kepemimpinan baru yang diajarkan Yitro kepada Musa adalah demikian: Jadi sekarang dengarkanlah perkataanku, aku akan memberi nasihat kepadamu dan Allah akan menyertai engkau. Adapun engkau, wakililah bangsa itu di hadapan Allah dan kauhadapkanlah perkara-perkara mereka kepada Allah. Kemudian haruslah engkau mengajarkan kepada mereka ketetapan-ketetapan dan keputusan-keputusan, dan memberitahukan kepada mereka jalan yang harus dijalani, dan pekerjaan yang harus dilakukan. Di samping itu kaucarilah dari seluruh bangsa itu orang-orang yang cakap dan takut akan Allah, orang-orang yang dapat dipercaya, dan yang benci kepada pengejaran suap; tempatkanlah mereka di antara bangsa itu menjadi pemimpin seribu orang, pemimpin seratus orang, pemimpin lima puluh orang dan pemimpin sepuluh orang (Keluaran 18:19-20). Suara EL-Asah Tahun I No. 6



Leadership

25

Damazio berpendapat bahwa pendidikan formal Musa di Mesir belum cukup untuk mengatasi berbagai problema dalam kepemimpinan atau penggembalaan Musa. Hal ini diungkapkan Damazio demikian: ‘Betapa berharganya sebuah pikiran sehat sekecil apapun! Inilah Musa, yang telah dilatih dan dididik di Mesir, seorang yang memiliki semua persyaratan selaku penerima mandat dan kepercayaan. Namun, untuk dapat mengatasi setiap problem penggembalaan yang dihadapinya, ia harus menerima nasihat yang benar-benar jitu dari seorang yang biasa dan tinggal di padang gurun, ayah mertuanya sendiri2. Konsep baru tetang pola kepemimpinan yang disampaikan Yitro kepada Musa memiliki nilai yang sangat tinggi baik dari dilihat dari sudut rohani, maupun dari sudut praktis. Frank Damazio menilai konsep atau pola kepemimpinan yang diajarkan Yitro kepada Musa sebagai konsep yang bersumber dari hikmat Allah. Dari mengamati peristiwa Musa tersebut, Damazio berpendapat betapa pentingnya pengalaman kepemimpinan Musa untuk dijadikan sebagai bahan acuan dan pelajaran bagi kepemimpinan Kristen masa kini. Frank Damazio memberikan penekanan pada hal tersebut sebagai berikut: ‘Pengalaman Musa mengajarkan kita bahwa seorang yang tidak mau menyerahkan otoritasnya akan melumpuhkan para calon pemimpin masa depan, orang-orang yang dapat menolong pemimpin itu, dan juga seluruh jemaat lainnya. Hal tersebut menyia-nyiakan kemampuan sejumlah besar laki-laki dan perempuan yang sebenarnya dapat melakukan tugas yang sama dan mengerjakan pekerjaan yang ada. Jemaat umum memiliki banyak kemampuan yang tidak terduga3. Penjelasan-penjelasan tersebut di atas membangun dan meletakkan suatu dasar asumsi bahwa kualitas kepemimpinan Musa, serta kemampuannya di dalam membebaskan Israel dari perbudakan, dan selanjutnya memimpin mereka ke gerbang Tanah Perjanjian, adalah hasil dari berbagai macam proses dan bentuk pelatihan atau pendidikan – baik yang bersifat formal maupun yang bersifat praktikal – yang pernah dilalui oleh Musa. Dan proses pelatihan tersebut berlangsung dalam waktu yang cukup lama. Frank Damazio, Memimpin dengan ROH (Jogjakarta: Andi,1993),66 Ibid

2 3

Suara EL-Asah Tahun I No. 6

26

Leadership

2. DAUD Daud adalah pemimpin (raja) bangsa Israel yang sangat populer dan juga sangat disegani oleh kerajaan-kerajaan tetangga karena keahliannya dalam berperang. Ia mengalahkan lebih banyak musuh dari pada Raja Saul. Tetapi sebelum Daud menerima posisi sebagai pemimpin atas bangsanya, terlebih dahulu ia mengalami berbagai situasi dan kondisi hidup, baik yang menyenangkan maupun yang menakutkan. Semua pengalaman tersebut digunakan oleh Allah sebagai bagian dari proses pendidikan atau pelatihan untuk membentuk karakter kepemimpinan Daud. David Hocking memberi komentar yang singkat mengenai kepemimpinan Daud demikian: ‘Allah memilih Daud sebagai seorang pemimpin sebab ia memiliki kekuatan dalam. Menurut Allah sendiri, hal yang terpenting adalah bagian dalam, di hati, bukan penampilan luar4. Sebenarnya pekerjaan Daud sebagai penggembala domba pada masa remaja merupakan hal yang biasa dalam kalangan masyarakat Israel ketika itu. Akan tetapi kalau kita melihatnya secara kritis dari perspektif pelatihan kepemimpinan, kita tidak dapat menghindari asumsi bahwa sebagian dari pengalaman masa lalu Daud sebagai gembala juga memberi kontribusi dalam membangun jiwa kepemimpinan Daud. Berbagai pengalaman dalam menggembalakan domba juga telah mengilhami Daud untuk tampil sebagai pemimpin dan pahlawan perang ketika Israel sedang dalam keadaan tidak berdaya terhadap musuh mereka yaitu bangsa Filistin. Fakta itu diungkapkan oleh Daud dalam beberapa ayat Alkitab demikian: Tetapi Daud berkata kepada Saul: “Hambamu ini biasa menggembalakan kambing domba ayahnya. Apabila datang singa atau beruang, yang menerkam seekor domba dari kawanannya, maka aku mengejarnya, menghajarnya dan melepaskan domba itu dari mulutnya. Kemudian apabila ia berdiri menyerang aku, maka aku menangkap janggutnya lalu menghajarnya dan membunuhnya. Baik singa maupun beruang telah dihajar oleh David Hocking, Rahasia Keberhasilan Seorang Pemimpin (Jogjakarta: Andi, 1993),5,6

4

Suara EL-Asah Tahun I No. 6



Leadership

27

hambamu ini. Dan orang Filistin yang tidak bersunat itu, ia akan sama seperti salah satu dari pada binatang itu, karena ia telah mencemooh barisan dari pada Allah yang hidup.” Pula kata Daud: “TUHAN yang telah melepaskan aku dari cakar singa dan dari cakar beruang, Dia juga akan melepaskan aku dari tangan orang Filistin itu.” Kata Saul kepada Daud: “Pergilah! TUHAN menyertai engkau (I Samuel 17:34-37). Di sini tampak jelas bagaimana Daud menjadikan pengalamanpengalamannya akan berbagai situasi dan kondisi dalam menggembala­ kan domba-dombanya sebagai dasar atau acuan untuk mengalahkan Goliat. Di samping itu pula, pengalaman-pengalaman itu menumbuhkan kepercayaan dalam diri Daud untuk berhasil, serta membentuk karakter kepemimpinannya khususnya dalam hal membuat suatu keputusan dalam situasi yang kristis untuk melakukan suatu tindakan cepat dan tepat menyangkut masalah orang banyak. Selanjutnya, dengan belajar dari pengalaman-pengalaman masa lalunya, Daud memiliki rasa tanggung jawab atas bangsanya, sehingga ia bangkit dan tampil untuk membela dan menyelamatkan. Ia merasa bertanggung jawab atas keamanan dan kesejahteraan, serta kelangsungan sejarah Israel. Hal ini diungkapkan oleh Daud demikian: Lalu berkatalah Daud kepada orang-orang yang berdiri di dekatnya: “Apakah yang akan dilakukan kepada orang yang mengalahkan orang Filistin itu dan yang menghindarkan cemooh dari Israel? Siapakah orang Filistin yang tak bersunat ini, sampai ia berani mencemoohkan barisan dari pada Allah yang hidup?” Rakyat itu pun menjawabnya dengan perkataan tadi: “Begitulah akan dilakukan kepada orang yang mengalahkan dia (I Samuel 17:26-27) . Dengan pengertian lain, semua pengalaman akan situasi dan kondisi yang dilalui Daud sebagai seorang gembala domba, berperan sebagai bagian dari proses pelatihan dan persiapan bagi kepemimpinan Daud sebagai raja Israel, meskipun semua itu tidak disadari oleh Daud sebelumnya. Selain dari pada itu, pengalaman-pengalaman masa lalu itu juga sudah tentu menjadi sumber pengetahuan praktis yang memberi kontribusi untuk meningkatkan kapabilitas dan kualitas, serta keterampilan Daud dalam menjalankan tugas-tugas kepemimpinan di kemudian hari. Setelah Daud dilantik menjadi raja Israel, ternyata ia tidak secara otomatis naik tahkta untuk duduk sebagai raja atau pemimpin Israel. De jure, Daud sesungguhnya sudah menjadi raja, karena Daud telah dilanSuara EL-Asah Tahun I No. 6

28

Leadership

tik menjadi raja menggantikan Raja Saul, sesuai dengan perintah Allah kepada Nabi Samuel: Samuel mengambil tabung tanduk yang berisi minyak itu dan mengurapi Daud di tengah-tengah saudara-saudaranya. Sejak hari itu dan seterusnya berkuasalah Roh TUHAN atas Daud. Lalu berangkatlah Samuel menuju Rama (1 Samuel 16:13). Akan tetapi de fakto ketika Daud pergi ke istana ia justru menjadi seorang hamba atau pelayan bagi Raja Saul yang sesungguhnya sudah ditolak oleh Allah. Demikianlah Daud sampai kepada Saul dan menjadi pelayannya. Raja Saul sangat mengasihinya, dan ia menjadi pembawa senjatanya. Sebab itu Saul menyuruh orang kepada Isai mengatakan: “Biarkanlah Daud tetap menjadi pelayanku, sebab aku suka kepadanya” (I Samuel 16: 21-23). Bagi Daud pengalaman-pengalaman akan situasi di istana selama menjadi pelayan Saul, sudah pasti menjadi perlengkapan dan persiapan yang sangat berharga baginya di kemudian hari saat ia duduk sebagai raja atau pemimpin bangsa Israel. Selama mendampingi Raja Saul melaksanakan tugas-tugas kerajaan di segala bidang, Daud sudah tentu belajar banyak hal baru yang berkaitan dengan tugas dan peran seorang raja. Dari pengalaman bersama Raja Saul tersebut, Daud memperoleh banyak pengetahuan yang sangat berharga, yang akhirnya sangat berguna ketika ia sendiri telah menjadi raja dan harus melakukan tugas-tugas kerajaan. Bersambung ke edisi berikut.

Suara EL-Asah Tahun I No. 6



Sikap dan Tindakan Kristiani

29

GOSIP, SRIGALA BERBULU DOMBA

A

da dua macam sikap buruk yang sering ditunjukkan orang Kristen. Yang pertama, kita suka memilah-milah dosa. Ada yang kita sebut sebagai dosa besar, dan ada yang kita anggap tidak terlalu berbahaya. Kedua, kita mudah menghakimi orang lain untuk selumbar dosa yang diperbuatnya, sementara kita membiarkan pelanggaran kita yang seukuran balok mengaburkan pandangan rohani kita. Gosip merupakan salah satu dosa yang seringkali tidak tertangkap radar rohani kita. Kita dapat berbicara dengan teman kita tentang perbuatan buruk orang lain, tanpa menyadari bahwa dengan melakukan hal itu, kita sendiri sedang melakukan dosa serius. Kita dengan entengnya menganggap kecil pelanggaran kita, dan seringkali kita bersembunyi di tempat yang disebut dengan pertemuan doa. Kita beralasan, semua hal harus diungkapkan secara jujur dan terbuka. Namun kita lupa bahwa dengan melakukan gosip, kita bukan hanya merusak diri sendiri, melainkan juga kehidupan orang lain. Dari definisi kamus, kita tahu bahwa gosip adalah membicarakan orang lain tanpa sepengetahuan orang itu. Biasanya gosip berisi rincian pembicaraan yang bersifat pribadi dan negatif, yang menempatkan orang yang menjadi obyek gosip dalam posisi yang buruk. “Ah, kami tidak sedang membicarakan skandal orang lain, kok!” begitu sanggah kita. Namun tetap saja kata-kata kita yang sia-sia dapat menimbulkan luka di hati orang lain.

Suara EL-Asah Tahun I No. 6

30

Sikap dan Tindakan Kristiani

Hal yang Sangat Buruk Tentang Gosip Alkitab menyebutkan pembicaraan yang sia-sia ini sederhana saja: dosa. Bila Anda masih menganggap gosip sebagai dosa kecil, coba Anda lihat teman-temannya: Roma 1:29-30 menyatakan gosip sebagai pelanggaran, dengan kategori yang sama seperti “kelaliman, kejahatan, keserakahan dan kebusukan, kedengkian, pembunuhan, perselisihan, tipu muslihat dan kefasikan.” Apapun yang setingkat dengan pembunuhan dan kedengkian pastilah memiliki kuasa merusak yang serius! Gosip sangat merusak hubungan. Gosip “menceraikan sahabat yang karib” (Amsal 16:28), menimbulkan permusuhan, kemarahan, dan kepahitan. Tunjukkanlah kepada saya suatu komunitas Kristen yang dipenuhi dengan gosip, maka saya pasti dapat menunjukkan kepada Anda keluarga-keluarga yang berantakan, penuh dengan masalah dan saling curiga satu dengan yang lain.

Semakin Rinci Isinya, Semakin Buruk Jadinya Membicarakan orang lain pasti akan mendorong sikap membenarkan diri sendiri. Gosip itu ibarat anggur beracun, di balik kulit luar yang menggoda berupa perhatian kepada sesama, di dalamnya terdapat racun egoisme. Dengan atau tanpa kita sadari, kita sering membocorkan rahasia atau kesalahan orang lain untuk keuntungan kita sendiri, meskipun kita bersikeras bahwa kita melakukannya untuk menolong orang itu. Dengan bergosip, kita bukan hanya mencoba menggelembungkan harga diri kita dengan menunjukkan bahwa kita “tahu segalanya”, namun kita juga menyatakan secara tidak langsung bahwa kita lebih baik ketimbang orang lain yang kita gosipkan itu. Di sinilah kita melihat godaan yang kuat untuk bergosip: Ketika kita bergosip, kita merasa lebih tinggi, lebih hebat daripada orang lain. Apalagi bila kita membungkusnya dalam rupa suatu pertemuan doa, di mana kita terdorong untuk “memberi perhatian yang lebih dalam terhadap seorang saudara”, kita merasa mendapatkan kepuasan sebagai Suara EL-Asah Tahun I No. 6



Sikap dan Tindakan Kristiani

31

orang yang “lebih rohani” daripada orang lain, padahal kepuasan sesaat seperti itu sungguh merupakan sikap yang buruk bagi diri kita sendiri maupun bagi gereja.

Tips Menghindari Gosip Dengan bergosip, kita sebenarnya sedang menunjukkan bahwa kita adalah orang berdosa yang sedang menipu diri sendiri dan tidak cukup dewasa untuk dapat dipercaya dalam menjaga kerahasiaan orang lain. Kita tidak menaati firman Allah dan merusak tubuh-Nya. Saudaraku, kita tidak perlu terjerat ke dalam pencobaan ini. Berikut adalah tips yang mudah-mudahan dapat membantu Anda. 1. Kenalilah gosip sebagaimana adanya. Kita harus setuju dengan apa yang dikatakan Alkitab tentang gosip, yakni sebagai dosa. Ketika kita membicarakan hal-hal yang buruk tentang orang lain, dapat dipastikan bahwa tindakan kita itu salah. Kecuali bila hal itu memang diperlukan guna membeberkan semuanya, misalnya dalam melaporkan suatu kejahatan atau memberitahu orangtua tentang perilaku buruk anaknya. Bila selama ini Anda selalu tergoda untuk bergosip, berhentilah mencari pembenaran. Izinkanlah Roh Kudus menyadarkan dan membawa Anda kepada pertobatan. 2. Pahamilah betapa luasnya kerusakan yang ditimbulkan oleh gosip. “Demikian juga lidah, walaupun suatu anggota kecil dari tubuh, namun dapat memegahkan perkara-perkara yang besar… sebagai sesuatu yang dapat menodai seluruh tubuh dan menyalakan roda kehidupan kita, sedang ia sendiri dinyalakan oleh api neraka.” Demikian peringatan dari Yakobus kepada gereja Tuhan (Yakobus 3:5-6). Sesuatu yang pada awalnya tampak tidak berbahaya itu, sebenarnya merupakan virus mematikan yang membahayakan kesehatan tubuh Kristus. Bila kita peduli tentang kesatuan di dalam gereja sebagaimana yang dilakukan Tuhan (Yohanes 17:20-21), maka kita akan selalu berusaha menghindari diri kita dari membicarakan hal yang sia-sia. Suara EL-Asah Tahun I No. 6

32

Sikap dan Tindakan Kristiani

3. Dapatkan kembali kuasa perkataan Anda untuk menguatkan dan membangun orang lain. Yakobus 3:2-4 mengajar kita bahwa ibarat kemudi kapal, lidah yang kecil dapat mengarahkan keseluruhan hidup kita kepada kehidupan atau kematian. Bila kita menyadari bahwa perkataan kita memiliki kuasa yang besar untuk melakukan hal yang baik maupun yang jahat, tentu kita tidak lagi akan meremehkan bahaya gosip, dan kita akan mulai memakai kata-kata kita hanya untuk membangun orang lain. 4. Bila Anda sedang mendengarkan gosip dari lawan bicara Anda, maka gantikanlah gosipnya itu dengan pujian yang baik. Gantikanlah kata-kata yang menyakitkan dengan simpati yang murni. Gantikanlah laporan jahat yang Anda terima dengan suatu pesan positif tentang orang yang sedang digosipkan itu. Dengan begitu, Anda sedang menelanjangi dosa gosip, dan hal itu dapat meluruskan motivasi si penggosip dan membawanya kepada pertobatan dan pendamaian. I Petrus 4:8 mengingatkan kita, “Kasih menutupi banyak sekali dosa.” Dengan menghindari dosa gosip, berarti kita sedang membangun diri sendiri dan orang lain, dan kita akan menemukan bahwa hanya Allah yang dapat memuaskan kebutuhan kita, bukan dengan menjadi manusia super, yang merasa lebih baik dibandingkan orang lain. Juga, kita akan menemukan sukacita dalam menggunakan kata-kata yang membawa kehidupan bagi tubuh Kristus. (Mark D. Roberts, InTouch.com)

Suara EL-Asah Tahun I No. 6



Kesaksian

33

Ibu Anny Suryani:

Paling Benci Kalau Ditanya, “Kamu Gereja Mana?” Oleh: Drs. Y. Poerwadi

J

ulukan yang melekat pada Ibu Anny Suryani adalah “Jemaat Gereja TV.” Mengapa? Karena ia tidak pernah ke gereja namun kesukaannya menonton acara khotbah di Indovision channel 69, VCD/DVD, dan mendengar khotbah dari kaset, serta membaca Alkitab dan bukubuku rohani. Ibu Anny, setelah menikah tinggal di Jogjakarta dan sejak itu ia tidak pernah ke gereja (selama 43 th) meskipun ia tetap percaya kepada Yesus sehingga ia paling benci bila ditanya oleh seseorang, “Kamu ke gereja mana?” Ia ke gereja kalau diajak oleh anakanaknya. Itu pun setahun hanya beberapa kali saja. Dan baru setahun terakhir ini Ibu Anny bergabung dengan jemaat Gereja Pantekosta EL-Asah Condong Catur, Jogjakarta. Ibu Anny lahir di Kutoharjo tahun 1946 sebagai anak bungsu dari enam bersaudara. Ayahnya meninggal dunia 1,5 bulan sebelum ia lahir. Ia dibesarkan di Jakarta di rumah kakak tertua, namun ibunya masih tetap tinggal di desa. Di Jakartalah Ibu Anny mengenal Tuhan Yesus dan dibaptis pada usia 17 th di Gereja Pantekosta Sidang Jemaat Allah di jl Makaliwe Grogol, tanpa ijin dan persetujuan keluarga. Setelah dibaptis tiba-tiba muncul di hatinya keinginan untuk pergi ke Israel dan setiap ada kesempatan ia selalu berdoa agar sebelum ia mati ia bisa pergi ke Israel. Perjalanan hidupnya tidaklah begitu mulus. Pencobaan demi pencobaan silih berganti dan ia selalu berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Namun ia selalu ingat Yesus dan selalu berdoa kepada-Nya. Suara EL-Asah Tahun I No. 6

34

Kesaksian

Salah satu masa sulit yang pernah ia alami adalah saat ia meninggalkan Jogjakarta dan pindah ke Jepara. Ia sedang hamil tua. Di kota Jepara ia dan keluarganya dikontrakkan sebuah rumah oleh kakak suaminya. Sebuah rumah joglo kuno. Malam pertama ia tidur di situ ia bermimpi dan didatangi seorang tua yang berkata kepadanya, “Anny, kalau kamu mau menjaga rumah ini dengan baik-baik serta merawatnya, kamu akan aku beri kekayaan yang luar biasa,” Paginya, Ibu Anny bercerita kepada di pemilik rumah. Ternyata orang tua yang hadir dalam mimpinya adalah seseorang yang dikeramatkan oleh penduduk daerah itu. Ibu Anny didesak agar ia mau mentaati perintah orang tua itu karena secara supra natural ia dapat memberikan apapun. Bu Anny memang secara manusia membutuhkan banyak keperluaan dan ia memang sedang menghadapi masa sulit tetapi rasa takutnya kepada Tuhan akhirnya membuat ia justru menerima amarah dan mdiusir dari rumah itu. Ibu Anny bersama anak-anaknya keluar dari rumah itu dan pergi ke arah desa Mayong di mana ia bertemu dengan seseorang dan diberi tumpangan di rumahnya. Tidak seberapa lama kemudian, ia melahirkan anaknya. Semua biaya rumah sakit dicukupkan oleh Tuhan. Ada saja cara Tuhan memakai orang lain untuk menolongnya. Pada tahun 2002, Ibu Anny mendapat berkat dari anaknya, berziarah ke Israel. Ketika ia mendapat tiket ke Israel, ia menyadari bahwa doa yang tidak berkeputusan pasti dijawab oleh Tuhan walaupun selama kurang lebih 40 tahun ia berdoa. Selama di Israel, ada pengalaman yang mengerikannya ketika ia naik unta menutju ke Gunung Sinai. Tiba-tiba dalam suasana yang gelap gulita tanpa saudara dan sahabat dan hanya terdengar suara kaki unta ia merasakan ketakutan yang luar biasa. Perasaan yang memang selalu menghantui dirinya kembali menyerangnya yaitu perasaan takut akan kematian yang sepertinya akan segera dialaminya. Ia merasa seumur hidupnya ia menjadi seorang yang paling berdosa di hadapan Yesus yang Mahasuci. Ia teringat bahwa perjalanannya waktu itu merupakan jawaban Tuhan adas doanya sehingga ia semakin merasa bahwa dirinya tidak lama lagi akan dipanggil Tuhan. Ia kemudian berdoa, “Ampunilah dosaku, ya Bapa. Selamatkanlah jiwaku, ya Bapa. Kehendak-Mu yang terjadi ya, Bapa. Dalam nama Yesus, aku memohonnya. Amin.” Setelah ia menaikkan doanya, hatinya dilingkupi dnegan damai sejahtera. Suara EL-Asah Tahun I No. 6



Kesaksian

35

Kebiasaannya mendengar khotbah di TV tetap dilakukannya secara rutin. Pada suatu saat ketika ia sendang memperhatikan khotbah di TV, ia mendengar, “Umat manusia penuh dosa, perlu pengampunan dari Tuhan. Sebagai orang berdosa kita yang harus mencari Tuhan. Namun Tuhan yang mencari kita. Ia datang kedunia.” Saat ia mendengar ucapan itu, tiba-tiba ada gerakan roh melalui suara hatinya yang berkata, “Anny, jangan di rumah saja. Keluar!” Kalimat ini didengarnya berkali-kali. Ia bingung dan tidak tahu apa maksudnya. Selama berhari-hari ia mencari apa maksud Tuhan ini dan terjawab ketika ia bertemu dengan Ibu William, tetangganya, mengajaknya pergi ke gereja. Ia sadar, bahwa perintah Tuhan ini adalah agar ia pergi ke gereja, tidak di rumah saja. Dan sejak itu, ketika ia ditanya, “Ibu pergi ke gereja mana?” maka ia akan menjawab dengan penuh sukacita, “EL-Asah.” Ia sangat menikmati beribadah kepada Tuhan dan ia sungguh merasakan berkat-berkat-Nya luar biasa. Ia ingat ketika ia pergi kebaktian gabungan komisi wanita di EL-Asah Cokrodipuran, Jogjakarta ia naik mobil Ibu Nani yang harus diisi sepuluh orang. Sangat sesak. Ia berkata dalam hatinya, “Tuhan, seandainya aku punya mobil, tentu tidak perlu berdesakan lagi.” Beberapa hari setelah ibadah tersebut, rukonya yang sudah diiklankan untuk dikontrakkan sejak dua tahun lalu dikontrak oleh seseroang. Uang hasil kontrak itu ia belikan sebuah mobil untuk membantu pekerjaan Tuhan. Ibu Anny mengatakan bahwa ada satu doanya yang tak putusputusnya ia sampaikan kepada Tuhan: “Tuhan, tolong saya dan anakanak dan juga cucuku, jangan sampai kami meninggalkan Tuhan Yesus. Ambillah jiwa kami sebelum kami meninggalkan Yesus, karena apa;lah gunanya umur panjang, kalau jiwa ini binasa. Lebih baik umur pendek, tetapi jiwaku ada di dalam Yesus.” Puji Tuhan, keluarga Ibu Anny semua sampai sekarang ada di dalam Tuhan bahkan dua anaknya sekolah teologia. Ia menyadari bahwa semua karena kebaikan dan kemurahan Tuhan.

Suara EL-Asah Tahun I No. 6

36

Moralitas Kristen

JANGAN TINGGALKAN RUMAH TUHAN

B

aru-baru ini seorang teman memutuskan untuk meninggalkan gereja. Ia merasa sangat kecewa dan dilukai oleh seseorang di sana. Ia tidak dapat lagi menahan diri untuk tidak pergi. Meski begitu, saya rasa ia tidak sampai meninggalkan imannya. Data statistik menunjukkan kebanyakan orang Kristen yang meninggalkan gereja akhirnya bergabung dengan “gereja maya” atau “gereja media”, melalui radio, televisi, Internet, buku dan CD. Gereja seolaholah berubah menjadi komoditas menarik: pengajaran yang bagus diiringi musik sesuai selera, menjadi alternatif untuk menghindari gereja nyata yangu, dan menyakitkan hati. Gereja maya adalah gereja yang kendalinya dipegang oleh Anda: nyaman, menghibur, menjaga perasaan dan (barangkali yang paling penting), tidak menimbulkan konfrontasi. Tinggal tekan satu tombol, maka Anda dapat menghapus pembicara, pesan, atau apapun yang tidak Anda sukai. Tidak ada orang yang tahu apakah Anda hadir atau tidak. Sebaliknya, di “gereja nyata”, hampir mustahil Anda dapat menghindari “tabrakan” dengan orang lain yang tidak sepikir atau sejalan dengan Anda atau orang lain yang tidak setuju dengan tindakan atau usul Anda. Kemunafikan, kecemburuan, permusuhan atau kepicikan dari sesama anggota gereja akan Anda hadapi setiap saat. Tak heran makin banyak orang Kristen meninggalkan gereja lokal demi mencari ketenangan, kenikmatan dan kemudahan yang ditawarkan di tempat lain. Suara EL-Asah Tahun I No. 6



Moralitas Kristen

37

Saya pernah menjadi salah seorang penggemar “gereja maya”. Banyak penulis dan pembicara Kristen di radio memotivasi dan mengubah kehidupan saya. Sebagai salah satu cara bagi orang Kristen untuk bertumbuh, dan jalan raya baru untuk menjangkau yang terhilang masuk ke dalam keluarga Allah, “gereja maya” menyumbang peranan yang tak ternilai. Namun bila Anda hanya mengandalkan “gereja maya”, ini akan membawa Anda pada ibadah yang miskin, karena ketiadaan bahan kunci yang diperlukan untuk kesehatan rohani sejati.

BENGKEL PENGUDUSAN Banyak orang Kristen meninggalkan gereja dengan alasan yang sama seperti mereka meninggalkan pernikahan. Mereka melakukan sakramen pernikahan tanpa mengerti arti pernikahan Kristen. Secara teori kita setuju pernikahan adalah suatu hubungan yang sakral, yang harus menyerupai kasih Kristus nan penuh pengorbanan. Kenyataannya, kita tidak tahu bagaimana menerapkannya. Ketika muncul konflik, kita menjadi sama pintarnya dengan para tetangga yang bukan Kristen, dalam hal menunjuk dan melempar kesalahan kepada pasangan. Pernikahan dimaksudkan sebagai sarana pemuridan dari Allah yang di dalamnya Tuhan memakai pasangan Anda untuk membantu Anda bertumbuh semakin serupa dengan Kristus. Prosesnya seringkali menyakitkan dan membuat frustrasi, namun sesungguhnya di situlah transformasi dan pengudusan sedang berlangsung dalam rumah tangga. Jadi, yang menjadi masalah bukanlah pernikahan itu sendiri, melainkan penolakan kita untuk berubah melalui hubungan sebagaimana yang dikehdnaki Tuhan. Seperti itu juga, Tuhan ingin mengajar kita tentang belas kasihan, pengampunan, dan pelayanan, melalui gereja yang merupakan tubuh-Nya sendiri. Seorang pengkotbah terkenal asal Skotlandia, Alexander MacLaren, dengan tepat mengatakan bahwa gereja adalah “sebuah bengkel, bukan asrama.” Gereja yang tidak sempurna justru menjadi tempat sempurna bagi kita untuk mempraktikkan pelajaran kasih. Dalam Suara EL-Asah Tahun I No. 6

38

Moralitas Kristen

lingkungan orang-orang tidak sempurnalah kita belajar untuk sejalan dan meninggalkan kehidupan lama. Kita tengah menjalani proses transformasi. Namun perubahan tidak terjadi dengan cepat, dan kita semua tidak serta-merta dapat diubahkan menjadi seperti Yesus. Kita seringkali tidak konsisten dengan iman. Kita terlalu mudah mengatakan hal yang benar, namun sulit melakukannya. Tiap-tiap kita dalam proses, itulah sebabnya kita saling membutuhkan. Meninggalkan gereja tidak akan menyelesaikan persoalan sama sekali. Segala kelemahan dan sikap negatif akan tetap tertanam dengan kuat jika kita menolak proses transformasi yang dirancangkan Yesus.

SENDIRIAN TANPA PERLINDUNGAN Kita tidak dapat menghindari orang lain yang akan menyakiti hati. Namun jika kita melarikan diri dari konflik, kita tidak akan belajar bagaimana caranya mengampuni atau diampuni. Tahukah Anda berapa banyak orang percaya dalam gereja memerlukan jamahan anugerah Allah melalui Anda? Mereka tahu bahwa mereka pernah menyakiti perasaan orang lain, atau membuat pernyataan-pernyataan yang bodoh. Namun ketika Anda menjangkau mereka dalam nama Yesus dan menyatakannya melalui ucapan dan tindakan, “Aku masih mengasihimu,” saat itulah mereka mengalami anugerah Allah yang lebih kuat dibanding kotbah apapun. Interaksi seperti ini (yang seringkali berusaha untuk kita hindari) akan menguatkan dan mendewasakan Anda dalam pertumbuhan semakin serupa dengan Kristus. Ketika kita berusaha menjalani kehidupan Kristen dengan kekuatan sendiri, saat itulah kita mudah mendapat serangan setan; itulah sebabnya Salomo menulis, “Orang yang menyendiri, mencari keinginannya, amarahnya meledak terhadap setiap pertimbangan.” (Amsal 18:1).

PROSES TRANSFORMASI Bila kita sendirian, sisi-sisi kepribadian yang kasar tidak akan tertangani. Ketika kanak-kanak, saya selalu kagum dengan batu-batu licin dan berkilauan yang saya lihat di toko suvenir di dekat rumah. Saya berusaha mencarinya sendirian di sebuah bukit, hasilnya nihil. Ketika saya beranjak dewasa, saya menyadari bahwa batu-batu itu tidak begitu saja menjadi mengkilap, melainkan diproses sedemikian rupa dengan Suara EL-Asah Tahun I No. 6



Moralitas Kristen

39

beberapa alat. Pasir dan kerikil serta batu-batu lainnya saling menggosok dan beradu. Sedikit demi sedikit, gesekan yang timbul membuat licin permukaan batu dan menghasilkan kilauan alami nan indah. Allah dengan segala rancangan-Nya menaruh kita di tengah-tengah orang yang sama seperti kita, yakni orang-orang dengan sisi-sisi yang masih kasar. Sementara kita berjalan bersama melalui konflik, pengujian, tantangan dan pasir-pasir kesulitan lainnya, maka sisi-sisi kasar itu berangsur-angsur sirna, digantikan dengan kilauan. Yang penting adalah bagaimana tetap bertahan. Orang-orang yang mengecewakan Anda di satu waktu, dapat juga mendorong, menghibur dan memberkati Anda, dengan cara pribadi yang tidak dapat dilakukan oleh sebuah buku. Orang-orang adalah kumpulan kekuatan dan kelemahan. Kita membutuhkan keanekaragaman seperti ini! Ketika kita belajar menunjukkan anugerah kepada orang lain yang lemah, kita mendapatkan kesabaran; ketika orang lain mengangkat kita dalam kekurangan, kita belajar tentang kerendahan hati. Bukankah semuanya menggambarkan hikmat Allah? Kita tidak pernah dapat menggenapi rencana Allah bila mengambil jalan sendiri dan memisahkan diri dari gereja, mengapa? Karena kita diciptakan untuk persekutuan. Kita dirancang untuk berfungsi dalam keluarga Allah yang kadang-kadang canggung, tidak nyaman, dan penuh persoalan. Gereja merupakan satu-satunya tempat di mana kita menjadi bagian dari umat yang telah ditentukan Kristus sebagai penghuni surga kelak. - Dan Schaeffer (InTouch.com)

Suara EL-Asah Tahun I No. 6

40

Dari Anda untuk Anda

Dari Anda Untuk Anda Pemabaca yang terhormat! Kami merasa sangat berbahagia mendapatkan kesempatan untuk melayani Anda melalui buletin Suara El-Asah. Kami akan ber­ usaha semaksimal mungkin untuk selalu menyajikan yang terbaik demi meningkatkan kapasitas pengetahuan teologia dan mutu spiritualitas Anda. MisiSuaraEL-Asahadalah:Mencerahkan,Mencerdaskan, dan Membebaskan. Dengan misi tesebut, kami ingin meningkatkan daya kritis jemaat terhadap berbagai fenomena zaman yang muncul dengan mengatasnamakan Kristen dan Tuhan, tetapi tidak alkitabiah. SuaraEL-Asahtidakdijual! KamiberharapAndamenilai Suara El-Asah tidak dari bahan materialnya, tetapi dari bobot isinya. Dan jika anda mendapatkan berkat dari isinya, kami yakin anda tidak akan keberatan memberi persembahan untuk biaya pengiriman edisi berikutnya. Anda dapat mengirimkan Persembahan lewat:

• • •

BRI, Cik Ditiro, Yogyakarta No. Rek. 0029-01-066220-50-7 a. n. Samuel Tandiassa. (bebas biaya pengiriman) BNI UGM Yogya, No. Rek. 0038671590, a.n. Samuel Tandiassa. (ada biaya pengiriman) Bank Mandiri Sudirman, Yogyakarta No. Rek. 137-00-0005211-4, a.n. Siany Irawati. (ada biaya pengiriman)

Persembahan Anda akan kami gunakan kembali untuk mengirim Suara El-Asah kepada Anda! Dari Anda untuk Anda!. NB: Kami sangat menghargai bila Anda bersedia memberi informasi melalui SMS ke no 0813 280 27900, setelah Anda mengirimkan Persembahan, dengan mencantumkan nama, alamat, tanggal, dan jumlah.

Terima kasih, Tuhan memberkati. Doa kami mengiringi Anda.

Suara EL-Asah Tahun I No. 6

Related Documents