SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PAJAK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN
BAB I KETENTUAN UMUM
BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini, yang dimaksud dengan :
Dalam Undang-undang ini, yang dimaksud dengan : 1.
Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
1
Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan 2. perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan, termasuk pemungut pajak atau pemotong pajak tertentu.
Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
2
Badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan baik yang 3. melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik Negara atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap, dan bentuk badan lainnya.
Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.
3
Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apapun yang dalam kegiatan 4. usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar Daerah Pabean, melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar Daerah Pabean.
Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apa pun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar daerah pabean, melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar daerah pabean.
4
Pengusaha Kena Pajak adalah Pengusaha sebagaimana dimaksud pada angka 3 yang 5. melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya, tidak termasuk Pengusaha Kecil yang batasannya ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan, kecuali Pengusaha Kecil yang memilih untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak
Pengusaha Kena Pajak adalah Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan UndangUndang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya.
5
Nomor Pokok Wajib Pajak adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai 6. sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
Nomor Pokok Wajib Pajak adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
6
Masa Pajak adalah jangka waktu yang lamanya sama dengan 1 (satu) bulan takwim atau 7. jangka waktu lain yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan paling lama 3 (tiga) bulan takwim.
Masa Pajak adalah jangka waktu yang menjadi dasar bagi Wajib Pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang dalam suatu jangka waktu tertentu sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang ini.
7
Tahun Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun takwim kecuali bila Wajib Pajak 8. menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun takwim.
Tahun Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun kalender kecuali bila Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender.
8
Bagian Tahun Pajak adalah bagian dari jangka waktu 1 (satu) Tahun Pajak.
Bagian Tahun Pajak adalah bagian dari jangka waktu 1 (satu) Tahun Pajak.
9
Pajak yang terutang adalah pajak yang harus dibayar pada suatu saat, dalam Masa 10 Pajak, dalam Tahun Pajak atau dalam Bagian Tahun Pajak menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Pajak yang terutang adalah pajak yang harus dibayar pada suatu saat, dalam Masa Pajak, dalam Tahun Pajak, atau dalam Bagian Tahun Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
10
Surat Pemberitahuan adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan 11 penghitungan dan atau pembayaran pajak, objek pajak dan atau bukan objek pajak dan atau harta dan kewajiban, menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Surat Pemberitahuan adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
11
Surat Pemberitahuan Masa adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Masa Pajak.
Surat Pemberitahuan Masa adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Masa Pajak.
12
Surat Pemberitahuan Tahunan adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Tahun Pajak 13 atau Bagian Tahun Pajak.
9.
12
Surat Pemberitahuan Tahunan adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak.
13
Surat Setoran Pajak adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melakukan 14 pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke kas negara melalui Kantor Pos dan atau bank badan usaha milik Negara atau bank badan usaha milik Daerah atau tempat pembayaran lain yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.
Surat Setoran Pajak adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas negara melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.
14
Surat ketetapan pajak adalah surat ketetapan yang meliputi Surat Ketetapan Pajak 15 Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan atau Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Nihil.
Surat ketetapan pajak adalah surat ketetapan yang meliputi Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Nihil, atau Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar.
15
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar adalah surat ketetapan pajak yang menentukan 16 besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah yang masih harus dibayar.
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah pajak yang masih harus dibayar.
16
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan adalah surat ketetapan pajak yang 17 menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan.
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan adalah surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan.
18
Surat Ketetapan Pajak Nihil adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah pokok 18 pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.
Surat Ketetapan Pajak Nihil adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.
17
Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar adalah surat ketetapan pajak yang menentukan 19 jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar daripada pajak yang terutang atau tidak seharusnya terutang.
Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar daripada pajak yang terutang atau seharusnya tidak terutang.
19
Surat Tagihan Pajak adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan atau sanksi 20 administrasi berupa bunga dan atau denda.
Surat Tagihan Pajak adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda.
20
Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak.
Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak.
22
Kredit pajak untuk Pajak Penghasilan adalah pajak yang dibayar sendiri oleh Wajib Pajak 22 ditambah dengan pokok pajak yang terutang dalam Surat Tagihan Pajak karena Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar, ditambah dengan pajak yang dipotong atau dipungut, ditambah dengan pajak atas penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri, dikurangi dengan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak, yang dikurangkan dari pajak yang terutang.
21
Kredit Pajak untuk Pajak Penghasilan adalah pajak yang dibayar sendiri oleh Wajib Pajak ditambah dengan pokok pajak yang terutang dalam Surat Tagihan Pajak karena Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar, ditambah dengan pajak yang dipotong atau dipungut, ditambah dengan pajak atas penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri, dikurangi dengan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak, yang dikurangkan dari pajak yang terutang.
21
Kredit pajak untuk Pajak Pertambahan Nilai adalah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan 23 setelah dikurangi dengan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak atau setelah dikurangi dengan pajak yang telah dikompensasikan, yang dikurangkan dari pajak yang terutang.
Kredit Pajak untuk Pajak Pertambahan Nilai adalah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan setelah dikurangi dengan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak atau setelah dikurangi dengan pajak yang telah dikompensasikan, yang dikurangkan dari pajak yang terutang.
23
Pekerjaan bebas adalah pekerjaan yang dilakukan oleh orang pribadi yang mempunyai 24 keahlian khusus sebagai usaha untuk memperoleh penghasilan yang tidak terikat oleh suatu hubungan kerja.
Pekerjaan bebas adalah pekerjaan yang dilakukan oleh orang pribadi yang mempunyai keahlian khusus sebagai usaha untuk memperoleh penghasilan yang tidak terikat oleh suatu hubungan kerja.
24
Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, mengolah data 25 dan atau keterangan lainnya untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan.
Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan.
26
Bukti Permulaan adalah keadaan, perbuatan, dan/atau bukti berupa keterangan, tulisan, atau benda yang dapat memberikan petunjuk adanya dugaan kuat bahwa sedang atau telah terjadi suatu tindak pidana di bidang perpajakan yang dilakukan oleh siapa saja yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara.
27
Pemeriksaan Bukti Permulaan adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk mendapatkan bukti permulaan tentang adanya dugaan telah terjadi tindak pidana di bidang perpajakan.
25
Penanggung Pajak adalah orang pribadi atau badan yang bertanggung jawab atas 28 pembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak dan memenuhi kewajiban Wajib Pajak menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Penanggung Pajak adalah orang pribadi atau badan yang bertanggung jawab atas pembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak dan memenuhi kewajiban Wajib Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
26
Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk 29 mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi pada setiap Tahun Pajak berakhir.
Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca, dan laporan laba rugi untuk periode Tahun Pajak tersebut.
27
Penelitian adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk menilai kelengkapan 30 pengisian Surat Pemberitahuan dan lampiran-lampirannya termasuk penilaian tentang kebenaran penulisan dan penghitungannya.
Penelitian adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk menilai kelengkapan pengisian Surat Pemberitahuan dan lampiran-lampirannya termasuk penilaian tentang kebenaran penulisan dan penghitungannya.
28
Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan adalah serangkaian tindakan yang 31 dilakukan oleh Penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana di bidang perpajakan yang terjadi serta menemukan tersangkanya.
Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana di bidang perpajakan yang terjadi serta menemukan tersangkanya.
32
Penyidik adalah pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
29
Surat Keputusan Pembetulan adalah surat keputusan yang membetulkan kesalahan tulis, 33 kesalahan hitung, dan atau kekeliruan penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan perpajakan yang terdapat dalam surat ketetapan pajak, Surat Tagihan Pajak, Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi, Surat Keputusan Pengurangan atau Pembatalan Ketetapan Pajak yang tidak benar, atau Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak.
Surat Keputusan Pembetulan adalah surat keputusan yang membetulkan kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan/atau kekeliruan penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan perpajakan yang terdapat dalam surat ketetapan pajak, Surat Tagihan Pajak, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi, Surat Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi, Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak, atau Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga.
30
Surat Keputusan Keberatan adalah surat keputusan atas keberatan terhadap surat 34 ketetapan pajak atau terhadap pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga yang diajukan oleh Wajib Pajak.
Surat Keputusan Keberatan adalah surat keputusan atas keberatan terhadap surat ketetapan pajak atau terhadap pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga yang diajukan oleh Wajib Pajak.
31
Putusan Banding adalah putusan badan peradilan pajak atas banding terhadap Surat 35 Keputusan Keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak.
Putusan Banding adalah putusan badan peradilan pajak atas banding terhadap Surat Keputusan Keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak.
36
Putusan Gugatan adalah putusan badan peradilan pajak atas gugatan terhadap halhal yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dapat diajukan gugatan.
37
Putusan Peninjauan Kembali adalah putusan Mahkamah Agung atas permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh Wajib Pajak atau oleh Direktur Jenderal Pajak terhadap Putusan Banding atau Putusan Gugatan dari badan peradilan pajak.
Putusan Peninjauan Kembali adalah putusan Mahkamah Agung atas permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh Wajib Pajak atau oleh Direktur Jenderal Pajak terhadap Putusan Banding atau Putusan Gugatan dari badan peradilan pajak.
32
Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak adalah surat keputusan 38 yang menentukan jumlah pengembalian pendahuluan kelebihan pajak untuk Wajib Pajak tertentu.
Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak adalah surat keputusan yang menentukan jumlah pengembalian pendahuluan kelebihan pajak untuk Wajib Pajak tertentu.
39
Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga adalah surat keputusan yang menentukan jumlah imbalan bunga yang diberikan kepada Wajib Pajak.
40
Tanggal dikirim adalah tanggal stempel pos pengiriman, tanggal faksimili, atau dalam hal disampaikan secara langsung adalah tanggal pada saat surat, keputusan, atau putusan disampaikan secara langsung.
41
Tanggal diterima adalah tanggal stempel pos pengiriman, tanggal faksimili, atau dalam hal diterima secara langsung adalah tanggal pada saat surat, keputusan, atau putusan diterima secara langsung.
Penjelasan
Penjelasan
Cukup jelas
Cukup jelas
BAB II NOMOR POKOK WAJIB PAJAK, PENGUKUHAN PENGUSAHA KENA PAJAK, SURAT PEMBERITAHUAN, DAN TATA CARA PEMBAYARAN PAJAK
BAB II NOMOR POKOK WAJIB PAJAK, PENGUKUHAN PENGUSAHA KENA PAJAK, SURAT PEMBERITAHUAN, DAN TATA CARA PEMBAYARAN PAJAK
Pasal 2
Pasal 2
(1) Setiap Wajib Pajak wajib mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang (1) wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak dan kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak.
Setiap Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan wajib mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak dan kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak.
Penjelasan
Penjelasan
Ayat (1) Ayat (1) Semua Wajib Pajak berdasarkan sistem "self assessment" wajib mendaftarkan diri pada Semua Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai kantor Direktorat Jenderal Pajak untuk dicatat sebagai Wajib Pajak dan sekaligus untuk dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan berdasarkan sistem self mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak. assessment, wajib mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak untuk dicatat sebagai Wajib Pajak dan sekaligus untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak.
Persyaratan subjektif adalah persyaratan yang sesuai dengan ketentuan mengenai subjek pajak dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan 1984 dan perubahannya. Persyaratan objektif adalah persyaratan bagi subjek pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan atau diwajibkan untuk melakukan pemotongan/ pemungutan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Pajak Penghasilan 1984 dan perubahannya.
Kewajiban mendaftarkan diri tersebut berlaku pula terhadap wanita kawin yang dikenakan pajak secara terpisah karena hidup terpisah berdasarkan keputusan hakim atau dikehendaki secara tertulis berdasarkan perjanjian pemisahan penghasilan dan harta.
Kewajiban mendaftarkan diri tersebut berlaku pula terhadap wanita kawin yang dikenai pajak secara terpisah karena hidup terpisah berdasarkan keputusan hakim atau dikehendaki secara tertulis berdasarkan perjanjian pemisahan penghasilan dan harta.
Wanita kawin selain tersebut di atas dapat mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak atas namanya sendiri agar wanita kawin tersebut dapat melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya terpisah dari hak dan kewajiban perpajakan suaminya.
Nomor Pokok Wajib Pajak tersebut adalah suatu sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak, oleh karena itu kepada setiap Wajib Pajak hanya diberikan satu Nomor Pokok Wajib Pajak. Selain daripada itu, Nomor Pokok Wajib Pajak juga dipergunakan untuk menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan dalam pengawasan administrasi perpajakan. Dalam hal berhubungan dengan dokumen perpajakan, Wajib Pajak diwajibkan mencantumkan Nomor Pokok Wajib Pajak yang dimilikinya. Terhadap Wajib Pajak yang tidak mendaftarkan diri untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak dikenakan sanksi sesuai peraturan perundang-undangan perpajakan.
Nomor Pokok Wajib Pajak tersebut merupakan suatu sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak. Oleh karena itu, kepada setiap Wajib Pajak hanya diberikan satu Nomor Pokok Wajib Pajak. Selain itu, Nomor Pokok Wajib Pajak juga dipergunakan untuk menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan dalam pengawasan administrasi perpajakan. Dalam hal berhubungan dengan dokumen perpajakan, Wajib Pajak diwajibkan mencantumkan Nomor Pokok Wajib Pajak yang dimilikinya. Terhadap Wajib Pajak yang tidak mendaftarkan diri untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
(2) Setiap Wajib Pajak sebagai Pengusaha yang dikenakan pajak berdasarkan Undang- (2) undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya, wajib melaporkan usahanya pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Pengusaha, dan tempat kegiatan usaha dilakukan untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak.
Penjelasan
Setiap Wajib Pajak sebagai Pengusaha yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya, wajib melaporkan usahanya pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Pengusaha, dan tempat kegiatan usaha dilakukan untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak.
Penjelasan
Ayat (2) Ayat (2) Setiap Wajib Pajak sebagai Pengusaha yang dikenakan Pajak Pertambahan Nilai Setiap Wajib Pajak sebagai Pengusaha yang dikenai Pajak Pertambahan Nilai berdasarkan Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya, wajib berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. Pengusaha orang pribadi berkewajiban melaporkan usahanya pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal Pengusaha dan tempat kegiatan usaha dilakukan. Sedangkan bagi Pengusaha badan, kewajiban melaporkan usahanya tersebut adalah pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat kedudukan Pengusaha dan tempat kegiatan usaha dilakukan.
Pengusaha orang pribadi berkewajiban melaporkan usahanya pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal Pengusaha dan tempat kegiatan usaha dilakukan, sedangkan bagi Pengusaha badan berkewajiban melaporkan usahanya tersebut pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat kedudukan Pengusaha dan tempat kegiatan usaha dilakukan.
Dengan demikian Pengusaha orang pribadi atau badan yang mempunyai tempat kegiatan usaha di wilayah beberapa kantor Direktorat Jenderal Pajak wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak baik di kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Pengusaha maupun di kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat kegiatan usaha dilakukan.
Dengan demikian, Pengusaha orang pribadi atau badan yang mempunyai tempat kegiatan usaha di wilayah beberapa kantor Direktorat Jenderal Pajak wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak baik di kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Pengusaha maupun di kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat kegiatan usaha dilakukan.
Fungsi pengukuhan Pengusaha Kena Pajak selain dipergunakan untuk mengetahui identitas Pengusaha Kena Pajak yang sebenarnya, juga berguna untuk melaksanakan hak dan kewajiban di bidang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah serta untuk pengawasan administrasi perpajakan.
Fungsi pengukuhan Pengusaha Kena Pajak selain dipergunakan untuk mengetahui identitas Pengusaha Kena Pajak yang sebenarnya juga berguna untuk melaksanakan hak dan kewajiban di bidang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah serta untuk pengawasan administrasi perpajakan.
Terhadap Pengusaha yang telah memenuhi syarat sebagai Pengusaha Kena Pajak tetapi tidak melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dikenakan sanksi sesuai peraturan perundang-undangan perpajakan.
Terhadap Pengusaha yang telah memenuhi syarat sebagai Pengusaha Kena Pajak, tetapi tidak melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
(3) Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan :
(3)
Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan:
a.
tempat pendaftaran dan atau tempat pelaporan usaha selain yang ditetapkan dalam ayat (1) dan ayat (2);
a. tempat pendaftaran dan/atau tempat pelaporan usaha selain yang ditetapkan pada ayat (1) dan ayat (2); dan/atau
b.
tempat pendaftaran pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat kegiatan usaha dilakukan, di samping tempat mendaftarkan diri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), bagi Wajib Pajak orang pribadi pengusaha tertentu.
b. tempat pendaftaran pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal dan kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat kegiatan usaha dilakukan, bagi Wajib Pajak orang pribadi pengusaha tertentu.
Penjelasan
Penjelasan
Ayat (3) Ayat (3) Terhadap Wajib Pajak maupun Pengusaha Kena Pajak tertentu, Direktur Jenderal Pajak Terhadap Wajib Pajak maupun Pengusaha Kena Pajak tertentu, Direktur Jenderal Pajak dapat menentukan kantor Direktorat Jenderal Pajak selain yang ditentukan dalam ayat (1) dapat menentukan kantor Direktorat Jenderal Pajak selain yang ditentukan pada ayat (1) dan ayat (2), sebagai tempat pendaftaran untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak dan ayat (2), sebagai tempat pendaftaran untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak dan atau Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak. dan/atau Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.
Selain itu bagi Wajib Pajak orang pribadi pengusaha tertentu yaitu Wajib Pajak orang pribadi yang mempunyai tempat usaha tersebar di beberapa tempat, misalnya pedagang elektronik yang mempunyai toko di beberapa pusat perbelanjaan, di samping wajib mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal Wajib Pajak, juga diwajibkan mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat kegiatan usaha Wajib Pajak dilakukan.
Selain itu, bagi Wajib Pajak orang pribadi pengusaha tertentu, yaitu Wajib Pajak orang pribadi yang mempunyai tempat usaha tersebar di beberapa tempat, misalnya pedagang elektronik yang mempunyai toko di beberapa pusat perbelanjaan, di samping wajib mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal Wajib Pajak, juga diwajibkan mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat kegiatan usaha Wajib Pajak dilakukan.
(4) Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak dan atau mengukuhkan (4) Pengusaha Kena Pajak secara jabatan, apabila Wajib Pajak atau Pengusaha Kena Pajak tidak melaksanakan kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan atau ayat (2).
Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau mengukuhkan Pengusaha Kena Pajak secara jabatan apabila Wajib Pajak atau Pengusaha Kena Pajak tidak melaksanakan kewajibannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atau ayat (2).
Penjelasan
Penjelasan
Ayat (4) Ayat (4) Terhadap Wajib Pajak atau Pengusaha Kena Pajak yang tidak memenuhi kewajiban untuk Terhadap Wajib Pajak atau Pengusaha Kena Pajak yang tidak memenuhi kewajiban mendaftarkan diri dan atau melaporkan usahanya dapat diterbitkan Nomor Pokok Wajib untuk mendaftarkan diri dan/atau melaporkan usahanya dapat diterbitkan Nomor Pokok Pajak dan atau pengukuhan Pengusaha Kena Pajak secara jabatan. Hal ini dapat Wajib Pajak dan/atau pengukuhan Pengusaha Kena Pajak secara jabatan. Hal ini dapat dilakukan apabila berdasarkan data yang diperoleh atau dimiliki oleh Direktorat Jenderal dilakukan apabila berdasarkan data yang diperoleh atau dimiliki oleh Direktorat Jenderal Pajak ternyata orang pribadi atau badan atau Pengusaha tersebut telah memenuhi syarat Pajak ternyata orang pribadi atau badan atau Pengusaha tersebut telah memenuhi syarat untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak dan atau dikukuhkan sebagai Pengusaha untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. Kena Pajak.
(4a) Kewajiban perpajakan bagi Wajib Pajak yang diterbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau yang dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak secara jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dimulai sejak saat Wajib Pajak memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan, paling lama 5 (lima) tahun sebelum diterbitkannya Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau dikukuhkannya sebagai Pengusaha Kena Pajak.
Penjelasan Ayat (4a) Ayat ini mengatur bahwa dalam penerbitan Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau pengukuhan sebagai Pengusaha Kena Pajak secara jabatan harus memperhatikan saat terpenuhinya persyaratan subjektif dan objektif dari Wajib Pajak yang bersangkutan. Selanjutnya terhadap Wajib Pajak tersebut tidak dikecualikan dari pemenuhan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum kepada Wajib Pajak maupun Pemerintah berkaitan dengan kewajiban Wajib Pajak untuk mendaftarkan diri dan hak untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, misalnya terhadap Wajib Pajak diterbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak secara jabatan pada tahun 2008 dan ternyata Wajib Pajak telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan terhitung sejak tahun 2005, kewajiban perpajakannya timbul terhitung sejak tahun 2005.
(5) Jangka waktu pendaftaran dan pelaporan serta tata cara pendaftaran dan pengukuhan (5) sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) termasuk penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak dan atau pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak diatur dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak.
Penjelasan
Jangka waktu pendaftaran dan pelaporan serta tata cara pendaftaran dan pengukuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) termasuk penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
Penjelasan
Ayat (5) Ayat (5) Kewajiban mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak dan kewajiban Kewajiban mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak dan kewajiban melaporkan usaha untuk memperoleh pengukuhan Pengusaha Kena Pajak dibatasi melaporkan usaha untuk memperoleh pengukuhan Pengusaha Kena Pajak dibatasi jangka waktunya, karena hal ini berkaitan dengan saat pajak terutang dan kewajiban jangka waktunya karena hal ini berkaitan dengan saat pajak terutang dan kewajiban mengenakan pajak terutang. Permohonan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak dan mengenakan pajak terutang. Pengaturan tentang jangka waktu pendaftaran dan atau pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak harus diselesaikan dalam jangka pelaporan tersebut, tata cara pemberian dan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak waktu 12 (dua belas) bulan sejak tanggal diterimanya permohonan secara lengkap. serta pengukuhan dan pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
Pengaturan tentang jangka waktu pendaftaran dan pelaporan tersebut, tata cara pemberian dan pencabutan Nomor Pokok Wajib Pajak serta pengukuhan dan pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak.
(6)
Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak dilakukan oleh Direktur Jenderal Pajak apabila: a. diajukan permohonan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak oleh Wajib Pajak dan/atau ahli warisnya apabila Wajib Pajak sudah tidak memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan; b. Wajib Pajak badan dilikuidasi karena penghentian atau penggabungan usaha; c. Wajib Pajak bentuk usaha tetap menghentikan kegiatan usahanya di Indonesia; atau d. dianggap perlu oleh Direktur Jenderal Pajak untuk menghapuskan Nomor Pokok Wajib Pajak dari Wajib Pajak yang sudah tidak memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan.
Penjelasan Ayat (6) Cukup jelas. (7)
Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan harus memberikan keputusan atas permohonan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak dalam jangka waktu 6 (enam) bulan untuk Wajib Pajak orang pribadi atau 12 (dua belas) bulan untuk Wajib Pajak badan, sejak tanggal permohonan diterima secara lengkap.
Ayat (7) Cukup jelas. (8)
Direktur Jenderal Pajak karena jabatan atau atas permohonan Wajib Pajak dapat melakukan pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.
Penjelasan Ayat (8) Cukup jelas. (9)
Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan harus memberikan keputusan atas permohonan pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal permohonan diterima secara lengkap.
Penjelasan Ayat (9) Cukup jelas. Pasal 2A Masa Pajak sama dengan 1 (satu) bulan kalender atau jangka waktu lain yang diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan paling lama 3 (tiga) bulan kalender.
Masa Pajak sama dengan 1 (satu) bulan kalender atau jangka waktu lain yang diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan paling lama 3 (tiga) bulan kalender.
Penjelasan Pasal 2A Cukup jelas. Pasal 3
Pasal 3
(1) Setiap Wajib Pajak wajib mengisi Surat Pemberitahuan dalam bahasa Indonesia dengan (1) menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan menandatangani serta menyampaikannya ke kantor Direktorat Jenderal Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau dikukuhkan.
Penjelasan
Setiap Wajib Pajak wajib mengisi Surat Pemberitahuan dengan benar, lengkap, dan jelas, dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan menandatangani serta menyampaikannya ke kantor Direktorat Jenderal Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
Penjelasan
Ayat (1) Ayat (1) Fungsi Surat Pemberitahuan bagi Wajib Pajak Pajak Penghasilan adalah sebagai sarana Fungsi Surat Pemberitahuan bagi Wajib Pajak Pajak Penghasilan adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah pajak yang untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang : sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang: -
pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri dan atau melalui pemotongan atau pemungutan pihak lain dalam 1 (satu) Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak;
a. pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri dan/atau melalui pemotongan atau pemungutan pihak lain dalam 1 (satu) Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak;
-
penghasilan yang merupakan objek pajak dan atau bukan objek pajak; harta dan kewajiban; pembayaran dari pemotong atau pemungut tentang pemotongan atau pemungutan pajak orang pribadi atau badan lain dalam 1 (satu) Masa Pajak, yang ditentukan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
b. penghasilan yang merupakan objek pajak dan/atau bukan objek pajak; c. harta dan kewajiban; dan/atau d. pembayaran dari pemotong atau pemungut tentang pemotongan atau pemungutan pajak orang pribadi atau badan lain dalam 1 (satu) Masa Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Bagi Pengusaha Kena Pajak fungsi Surat Pemberitahuan adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang :
Bagi Pengusaha Kena Pajak, fungsi Surat Pemberitahuan adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang:
-
a. pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran; dan b. pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri oleh Pengusaha Kena Pajak dan/atau melalui pihak lain dalam satu Masa Pajak, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran; pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri oleh Pengusaha Kena Pajak dan atau melalui pihak lain dalam satu Masa Pajak, yang ditentukan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku;
-
bagi pemotong atau pemungut pajak, fungsi Surat Pemberitahuan adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan pajak yang dipotong atau dipungut dan disetorkannya.
Bagi pemotong atau pemungut pajak, fungsi Surat Pemberitahuan adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan pajak yang dipotong atau dipungut dan disetorkannya.
Yang dimaksud dengan mengisi Surat Pemberitahuan adalah mengisi formulir Surat Pemberitahuan dengan benar, jelas, dan lengkap sesuai dengan petunjuk yang diberikan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
Yang dimaksud dengan mengisi Surat Pemberitahuan adalah mengisi formulir Surat Pemberitahuan, dalam bentuk kertas dan/atau dalam bentuk elektronik, dengan benar, lengkap, dan jelas sesuai dengan petunjuk pengisian yang diberikan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Pengisian Surat Pemberitahuan yang tidak benar yang mengakibatkan pajak yang terutang kurang dibayar, akan dikenakan sanksi sesuai peraturan perundang-undangan Perpajakan.
Sementara itu, yang dimaksud dengan benar, lengkap, dan jelas dalam mengisi Surat Pemberitahuan adalah: a. benar adalah benar dalam perhitungan, termasuk benar dalam penerapan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, dalam penulisan, dan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya; b. lengkap adalah memuat semua unsur-unsur yang berkaitan dengan objek pajak dan unsur-unsur lain yang harus dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan; dan c. jelas adalah melaporkan asal-usul atau sumber dari objek pajak dan unsur-unsur lain yang harus dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan. Surat Pemberitahuan yang telah diisi dengan benar, lengkap, dan jelas tersebut wajib disampaikan ke kantor Direktorat Jenderal Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak. Kewajiban penyampaian Surat Pemberitahuan oleh pemotong atau pemungut pajak dilakukan untuk setiap Masa Pajak.
(1a) Bagi Wajib Pajak yang telah mendapat izin Menteri Keuangan untuk menyelenggarakan (1a) Wajib Pajak yang telah mendapat izin Menteri Keuangan untuk menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan mata uang selain Rupiah, wajib pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan mata uang selain Rupiah, wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan dalam bahasa Indonesia dan mata uang selain menyampaikan Surat Pemberitahuan dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan Rupiah yang diizinkan, yang pelaksanaannya diatur dengan Keputusan Menteri satuan mata uang selain Rupiah yang diizinkan, yang pelaksanaannya diatur dengan Keuangan. atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
Penjelasan
Penjelasan
Ayat (1a) Cukup jelas
Ayat (1a) Cukup jelas.
(1b) Penandatanganan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara biasa, dengan tanda tangan stempel, atau tanda tangan elektronik atau digital, yang semuanya mempunyai kekuatan hukum yang sama, yang tata cara pelaksanaannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
Penjelasan Ayat (1b) Cukup jelas.
(2) Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (1a) harus mengambil (2) sendiri Surat Pemberitahuan di tempat yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
Penjelasan
Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (1a) mengambil sendiri Surat Pemberitahuan di tempat yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak atau mengambil dengan cara lain yang tata cara pelaksanaannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
Penjelasan
Ayat (2) Ayat (2) Dalam rangka pelayanan dan kemudahan bagi Wajib Pajak, formulir Surat Pemberitahuan Dalam rangka memberikan pelayanan dan kemudahan kepada Wajib Pajak, formulir disediakan pada kantor-kantor di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak dan tempat-tempat Surat Pemberitahuan disediakan pada kantor-kantor Direktorat Jenderal Pajak dan lain yang ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak yang diperkirakan mudah terjangkau tempat-tempat lain yang ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak yang diperkirakan oleh Wajib Pajak. mudah terjangkau oleh Wajib Pajak. Di samping itu, Wajib Pajak juga dapat mengambil Surat Pemberitahuan dengan cara lain, misalnya dengan mengakses situs Direktorat Jenderal Pajak untuk memperoleh formulir Surat Pemberitahuan tersebut.
Namun, untuk memberikan pelayanan yang lebih baik, Direktur Jenderal Pajak dapat mengirimkan Surat Pemberitahuan kepada Wajib Pajak. (3) Batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan adalah :
(3)
Batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan adalah:
a.
untuk Surat Pemberitahuan Masa, paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah akhir Masa Pajak;
a. untuk Surat Pemberitahuan Masa, paling lama 20 (dua puluh) hari setelah akhir Masa Pajak;
b.
untuk Surat Pemberitahuan Tahunan, paling lambat 3 (tiga) bulan setelah akhir Tahun Pajak.
b. untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak orang pribadi, paling lama 3 (tiga) bulan setelah akhir Tahun Pajak; atau
c. untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak badan, paling lama 4 (empat) bulan setelah akhir Tahun Pajak. Penjelasan
Penjelasan
Ayat (3) Ayat (3) Ayat ini mengatur tentang batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan yang dianggap Ayat ini mengatur tentang batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan yang cukup memadai bagi Wajib Pajak untuk mempersiapkan segala sesuatu yang dianggap cukup memadai bagi Wajib Pajak untuk mempersiapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan pembayaran pajak maupun penyelesaian pembukuannya. berhubungan dengan pembayaran pajak dan penyelesaian pembukuannya.
Bagi Wajib Pajak tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan, diperkenankan untuk melaporkan beberapa Masa Pajak dalam satu Surat Pemberitahuan Masa. (3a) Wajib Pajak dengan kriteria tertentu dapat melaporkan beberapa Masa Pajak dalam 1 (satu) Surat Pemberitahuan Masa. Penjelasan Ayat (3a) Wajib Pajak dengan kriteria tertentu, antara lain Wajib Pajak usaha kecil, dapat:
a. menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk beberapa Masa Pajak sekaligus dengan syarat pembayaran seluruh pajak yang wajib dilunasi menurut Surat Pemberitahuan Masa tersebut dilakukan sekaligus paling lama dalam Masa Pajak yang terakhir; dan/atau
b. menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa selain yang disebut pada huruf a untuk beberapa Masa Pajak sekaligus dengan syarat pembayaran untuk masing-masing Masa Pajak dilakukan sesuai batas waktu untuk Masa Pajak yang bersangkutan.
(3b) Wajib Pajak dengan kriteria tertentu dan tata cara pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (3a) diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. Penjelasan Ayat (3b) Cukup jelas. (3c) Batas waktu dan tata cara pelaporan atas pemotongan dan pemungutan pajak yang dilakukan oleh bendahara pemerintah dan badan tertentu diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. Penjelasan Ayat (3c) Cukup jelas.
(4) Direktur Jenderal Pajak atas permohonan Wajib Pajak dapat memperpanjang jangka (4) waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) huruf b untuk paling lama 6 (enam) bulan.
Penjelasan
Wajib Pajak dapat memperpanjang jangka waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) untuk paling lama 2 (dua) bulan dengan cara menyampaikan pemberitahuan secara tertulis atau dengan cara lain kepada Direktur Jenderal Pajak yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
Penjelasan
Ayat (4) Ayat (4) Apabila Wajib Pajak baik orang pribadi atau badan ternyata tidak dapat menyampaikan Apabila Wajib Pajak baik orang pribadi maupun badan ternyata tidak dapat atau menyiapkan laporan keuangan tahunan atau neraca perusahaan beserta laporan menyampaikan Surat Pemberitahuan dalam jangka waktu yang telah ditetapkan pada laba rugi dalam jangka waktu yang telah ditetapkan dalam ayat (3) huruf b karena luasnya ayat (3) huruf b, atau huruf c karena luasnya kegiatan usaha dan masalah-masalah teknis kegiatan usaha dan masalah-masalah teknis penyusunan laporan keuangan, sulit untuk penyusunan laporan keuangan, atau sebab lainnya sehingga sulit untuk memenuhi batas memenuhi batas waktu penyelesaian dan memerlukan kelonggaran dari batas waktu yang waktu penyelesaian dan memerlukan kelonggaran dari batas waktu yang telah telah ditentukan, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan agar memperoleh ditentukan, Wajib Pajak dapat memperpanjang penyampaian Surat Pemberitahuan perpanjangan waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan. Tahunan Pajak Penghasilan dengan cara menyampaikan pemberitahuan secara tertulis Perpanjangan jangka waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak atau dengan cara lain misalnya dengan pemberitahuan secara elektronik kepada Direktur Penghasilan hanya dapat diberikan paling lama 6 (enam) bulan. Jenderal Pajak.
Apabila Wajib Pajak baik orang pribadi atau badan ternyata tidak dapat menyampaikan atau menyiapkan laporan keuangan tahunan atau neraca perusahaan beserta laporan laba rugi dalam jangka waktu yang telah ditetapkan dalam ayat (3) huruf b karena luasnya kegiatan usaha dan masalah-masalah teknis penyusunan laporan keuangan, sulit untuk memenuhi batas waktu penyelesaian dan memerlukan kelonggaran dari batas waktu yang telah ditentukan, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan agar memperoleh perpanjangan waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan. Perpanjangan jangka waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan hanya dapat diberikan paling lama 6 (enam) bulan.
(5) Permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) diajukan secara tertulis disertai Surat (5) Pernyataan mengenai penghitungan sementara pajak terutang dalam 1 (satu) Tahun Pajak dan bukti pelunasan kekurangan pembayaran pajak yang terutang.
Penjelasan
Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) harus disertai dengan penghitungan sementara pajak yang terutang dalam 1 (satu) Tahun Pajak dan Surat Setoran Pajak sebagai bukti pelunasan kekurangan pembayaran pajak yang terutang, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
Penjelasan
Ayat (5) Ayat (5) Untuk mencegah usaha penghindaran diri dan atau perpanjangan waktu pembayaran Untuk mencegah usaha penghindaran dan/atau perpanjangan waktu pembayaran pajak pajak yang terutang dalam satu Tahun Pajak yang harus dibayar sebelum batas waktu yang terutang dalam 1 (satu) Tahun Pajak yang harus dibayar sebelum batas waktu pemasukan Surat Pemberitahuan Tahunan, perlu ditetapkan persyaratan yang berakibat penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan, perlu ditetapkan persyaratan yang pengenaan sanksi administrasi berupa bunga bagi Wajib Pajak yang ingin berakibat pengenaan sanksi administrasi berupa bunga bagi Wajib Pajak yang ingin memperpanjang waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan. memperpanjang waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan.
Persyaratan tersebut berupa keharusan memberikan pernyataan tertulis tentang besarnya pajak yang harus dibayar berdasarkan penghitungan sementara dalam satu Tahun Pajak, sebagai lampiran surat permohonan penundaan kewajiban penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan.
Persyaratan tersebut berupa keharusan menyampaikan pemberitahuan sementara dengan menyebutkan besarnya pajak yang harus dibayar berdasarkan penghitungan sementara pajak yang terutang dalam 1 (satu) Tahun Pajak dan Surat Setoran Pajak sebagai bukti pelunasan, sebagai lampiran pemberitahuan perpanjangan jangka waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan.
(5a) Apabila Surat Pemberitahuan tidak disampaikan sesuai batas waktu sebagaimana (5a) Apabila Surat Pemberitahuan tidak disampaikan sesuai batas waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) atau batas waktu perpanjangan penyampaian Surat dimaksud pada ayat (3) atau batas waktu perpanjangan penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (4), diterbitkan Surat Pemberitahuan Tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dapat diterbitkan Surat Teguran. Teguran.
Penjelasan
Penjelasan
Ayat (5a) Ayat (5a) Dalam rangka pembinaan terhadap Wajib Pajak yang sampai dengan batas waktu yang Dalam rangka pembinaan terhadap Wajib Pajak yang sampai dengan batas waktu yang telah ditentukan ternyata tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan, maka terhadap telah ditentukan ternyata tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan, terhadap Wajib Wajib Pajak yang bersangkutan diberikan Surat Teguran. Pajak yang bersangkutan dapat diberikan Surat Teguran. (6) Bentuk dan isi Surat Pemberitahuan serta keterangan dan atau dokumen yang harus (6) dilampirkan ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.
Bentuk dan isi Surat Pemberitahuan serta keterangan dan/atau dokumen yang harus dilampirkan, dan cara yang digunakan untuk menyampaikan Surat Pemberitahuan diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
Bentuk dan isi Surat Pemberitahuan serta keterangan dan/atau dokumen yang harus dilampirkan, dan cara yang digunakan untuk menyampaikan Surat Pemberitahuan diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. Penjelasan
Penjelasan
Ayat (6) Ayat (6) Mengingat fungsi Surat Pemberitahuan merupakan sarana Wajib Pajak antara lain untuk Mengingat fungsi Surat Pemberitahuan merupakan sarana Wajib Pajak, antara lain untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah pajak dan melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah pajak dan pembayarannya, maka dalam rangka keseragaman dan mempermudah pengisian serta pembayarannya, dalam rangka keseragaman dan mempermudah pengisian serta pengadministrasiannya, bentuk dan isi Surat Pemberitahuan ditetapkan dengan pengadministrasiannya, bentuk dan isi Surat Pemberitahuan, keterangan, dokumen yang Keputusan Menteri Keuangan. harus dilampirkan dan cara yang digunakan untuk menyampaikan Surat Pemberitahuan diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sekurang-kurangnya memuat jumlah peredaran, jumlah penghasilan, jumlah Penghasilan Kena Pajak, jumlah pajak yang terutang, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan atau kelebihan pajak, serta harta dan kewajiban di luar kegiatan usaha atau pekerjaan bebas bagi Wajib Pajak orang pribadi.
Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sekurang-kurangnya memuat jumlah peredaran, jumlah penghasilan, jumlah Penghasilan Kena Pajak, jumlah pajak yang terutang, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan atau kelebihan pajak, serta harta dan kewajiban di luar kegiatan usaha atau pekerjaan bebas bagi Wajib Pajak orang pribadi.
Untuk Wajib Pajak yang wajib melakukan pembukuan harus dilengkapi dengan laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi serta keterangan-keterangan lain yang diperlukan untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak.
Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak yang wajib menyelenggarakan pembukuan harus dilengkapi dengan laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi serta keterangan lain yang diperlukan untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak.
Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai sekurang-kurangnya memuat jumlah Dasar Pengenaan Pajak, jumlah Pajak Keluaran, jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan, dan jumlah kekurangan atau kelebihan pajak.
Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai sekurang-kurangnya memuat jumlah Dasar Pengenaan Pajak, jumlah Pajak Keluaran, jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan, dan jumlah kekurangan atau kelebihan pajak.
Surat Pemberitahuan harus dilampiri dengan keterangan dan dokumen yang dapat berupa antara lain surat kuasa, surat keterangan tentang perkawinan dengan pisah harta dan penghasilan, dokumen yang berkenaan dengan impor atau ekspor dan Surat Setoran Pajak.
(7) Surat Pemberitahuan dianggap tidak disampaikan apabila tidak ditandatangani (7) sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) atau tidak sepenuhnya dilampiri keterangan dan atau dokumen sebagaimana dimaksud dalam ayat (6).
Surat Pemberitahuan dianggap tidak disampaikan apabila: a. Surat Pemberitahuan tidak ditandatangani sebagaimana dimaksud pada ayat (1);
b. Surat Pemberitahuan tidak sepenuhnya dilampiri keterangan dan/atau dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (6);
c. Surat Pemberitahuan yang menyatakan lebih bayar disampaikan setelah 3 (tiga) tahun sesudah berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak, dan Wajib Pajak telah ditegur secara tertulis; atau d. Surat Pemberitahuan disampaikan setelah Direktur Jenderal Pajak melakukan pemeriksaan atau menerbitkan surat ketetapan pajak. Penjelasan
Penjelasan
Ayat (7) Ayat (7) Surat Pemberitahuan yang ditandatangani beserta lampirannya adalah satu kesatuan Surat Pemberitahuan yang ditandatangani beserta lampirannya adalah satu kesatuan yang merupakan unsur keabsahan Surat Pemberitahuan. Dengan demikian apabila Surat yang merupakan unsur keabsahan Surat Pemberitahuan. Oleh karena itu, Surat Pemberitahuan disampaikan tetapi tidak atau tidak sepenuhnya memenuhi ketentuan Pemberitahuan dari Wajib Pajak yang disampaikan, tetapi tidak dilengkapi dengan yang diharuskan, maka Surat Pemberitahuan tersebut dianggap tidak disampaikan. lampiran yang dipersyaratkan, tidak dianggap sebagai Surat Pemberitahuan dalam administrasi Direktorat Jenderal Pajak. Dalam hal demikian, Surat Pemberitahuan tersebut dianggap sebagai data perpajakan.
Demikian juga apabila penyampaian Surat Pemberitahuan yang menyatakan lebih bayar telah melewati 3 (tiga) tahun sesudah berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak dan Wajib Pajak telah ditegur secara tertulis, atau apabila Surat Pemberitahuan disampaikan setelah Direktur Jenderal Pajak melakukan pemeriksaan atau menerbitkan surat ketetapan pajak, Surat Pemberitahuan tersebut dianggap sebagai data perpajakan.
(7a) Apabila Surat Pemberitahuan dianggap tidak disampaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (7), Direktur Jenderal Pajak wajib memberitahukan kepada Wajib Pajak.
Penjelasan Ayat (7a) Cukup jelas.
(8) Dikecualikan dari kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah Wajib Pajak (8) Pajak Penghasilan tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.
Penjelasan
Dikecualikan dari kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Wajib Pajak Pajak Penghasilan tertentu yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
Penjelasan
Ayat (8) Ayat (8) Pada prinsipnya setiap Wajib Pajak Pajak Penghasilan diwajibkan menyampaikan Surat Pada prinsipnya setiap Wajib Pajak Pajak Penghasilan diwajibkan menyampaikan Surat Pemberitahuan. Dengan pertimbangan efisiensi atau pertimbangan lainnya, Menteri Pemberitahuan. Dengan pertimbangan efisiensi atau pertimbangan lainnya, Menteri Keuangan dapat menetapkan Wajib Pajak Pajak Penghasilan yang dikecualikan dari Keuangan dapat menetapkan Wajib Pajak Pajak Penghasilan yang dikecualikan dari kewajiban menyampaikan Surat Pemberitahuan, misalnya Wajib Pajak orang pribadi yang kewajiban menyampaikan Surat Pemberitahuan, misalnya Wajib Pajak orang pribadi menerima atau memperoleh penghasilan di bawah Penghasilan Tidak Kena Pajak namun yang menerima atau memperoleh penghasilan di bawah Penghasilan Tidak Kena Pajak, karena kepentingan tertentu diwajibkan memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak. tetapi karena kepentingan tertentu diwajibkan memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak.
Pasal 4
Pasal 4
(1) Wajib Pajak wajib mengisi dan menyampaikan Surat Pemberitahuan dengan benar, (1) lengkap, jelas, dan menandatanganinya.
Wajib Pajak wajib mengisi dan menyampaikan Surat Pemberitahuan dengan benar, lengkap, jelas, dan menandatanganinya.
Penjelasan
Penjelasan
Ayat (1) Cukup jelas
Ayat (1) Cukup jelas
(2) Dalam hal Wajib Pajak adalah badan, Surat Pemberitahuan harus ditandatangani oleh (2) pengurus atau direksi.
Surat Pemberitahuan Wajib Pajak badan harus ditandatangani oleh pengurus atau direksi.
Penjelasan
Penjelasan
Ayat (2) Cukup jelas
Ayat (2) Cukup jelas
(3) Dalam hal Surat Pemberitahuan diisi dan ditandatangani oleh orang lain bukan Wajib (3) Pajak, harus dilampiri surat kuasa khusus.
Dalam hal Wajib Pajak menunjuk seorang kuasa dengan surat kuasa khusus untuk mengisi dan menandatangani Surat Pemberitahuan, surat kuasa khusus tersebut harus dilampirkan pada Surat Pemberitahuan.
Penjelasan
Penjelasan
Ayat (3) Cukup jelas
Ayat (3) Cukup jelas
(4) Pengisian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan oleh Wajib Pajak yang wajib (4) melakukan pembukuan harus dilengkapi dengan laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi serta keterangan-keterangan lain yang diperlukan untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak.
Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak yang wajib menyelenggarakan pembukuan harus dilampiri dengan laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi serta keterangan lain yang diperlukan untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak.
Penjelasan
Penjelasan
Ayat (4) Cukup jelas
Ayat (4) Cukup jelas (4a) Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) adalah laporan keuangan dari masing-masing Wajib Pajak. Penjelasan Ayat (4a) Yang dimaksud dengan Laporan Keuangan masing-masing Wajib Pajak adalah laporan keuangan hasil kegiatan usaha masing-masing Wajib Pajak. Contoh: PT A memiliki saham pada PT B dan PT C. Dalam contoh tersebut, PT A mempunyai kewajiban melampirkan laporan keuangan konsolidasi PT A dan anak perusahaan, juga melampirkan laporan keuangan atas usaha PT A (sebelum dikonsolidasi), sedangkan PT B dan PT C wajib melampirkan laporan keuangan masing-masing, bukan laporan keuangan konsolidasi.
(4b) Dalam hal laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4a) diaudit oleh Akuntan Publik tetapi tidak dilampirkan pada Surat Pemberitahuan, Surat Pemberitahuan dianggap tidak lengkap dan tidak jelas, sehingga Surat Pemberitahuan dianggap tidak disampaikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (7) huruf b.
Penjelasan Ayat (4b) Cukup jelas. (5) Tata cara penerimaan dan pengolahan Surat Pemberitahuan diatur dengan Keputusan (5) Menteri Keuangan. Penjelasan
Tata cara penerimaan dan pengolahan Surat Pemberitahuan diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
Penjelasan
Ayat (5) Ayat (5) Tata cara penerimaan dan pengolahan Surat Pemberitahuan memuat hal-hal mengenai Tata cara penerimaan dan pengolahan Surat Pemberitahuan memuat hal-hal mengenai, antara lain penelitian kelengkapan, pemberian tanda terima, pengelompokan Surat antara lain, penelitian kelengkapan, pemberian tanda terima, pengelompokan Surat Pemberitahuan Lebih Bayar, Kurang Bayar dan Nihil, prosedur perekaman dan tindak Pemberitahuan Lebih Bayar, Kurang Bayar, dan Nihil, prosedur perekaman dan tindak lanjut pengelolaannya, yang diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan. lanjut pengelolaannya, yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
Pasal 5
Pasal 5
Untuk menyampaikan Surat Pemberitahuan, Direktur Jenderal Pajak dalam hal-hal tertentu Untuk menyampaikan Surat Pemberitahuan, Direktur Jenderal Pajak dalam hal-hal tertentu dapat menentukan tempat lain bukan tempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1). dapat menentukan tempat lain bukan tempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1).
Penjelasan
Penjelasan
Pasal 5 Cukup jelas.
Pasal 5 Cukup jelas.
Pasal 6 (1) Surat Pemberitahuan yang disampaikan langsung oleh Wajib Pajak ke kantor Direktorat (1) Jenderal Pajak harus diberi tanggal penerimaan oleh pejabat yang ditunjuk untuk itu, sedangkan untuk Surat Pemberitahuan Tahunan harus diberikan juga bukti penerimaan.
Pasal 6 Surat Pemberitahuan yang disampaikan langsung oleh Wajib Pajak ke kantor Direktorat Jenderal Pajak harus diberi tanggal penerimaan oleh pejabat yang ditunjuk dan kepada Wajib Pajak diberikan bukti penerimaan.
Surat Pemberitahuan yang disampaikan langsung oleh Wajib Pajak ke kantor Direktorat Jenderal Pajak harus diberi tanggal penerimaan oleh pejabat yang ditunjuk untuk itu, sedangkan untuk Surat Pemberitahuan Tahunan harus diberikan juga bukti penerimaan.
Surat Pemberitahuan yang disampaikan langsung oleh Wajib Pajak ke kantor Direktorat Jenderal Pajak harus diberi tanggal penerimaan oleh pejabat yang ditunjuk dan kepada Wajib Pajak diberikan bukti penerimaan.
Penjelasan
Penjelasan
Ayat (1) Cukup jelas
Ayat (1) Cukup jelas
(2) Penyampaian Surat Pemberitahuan dapat dikirimkan melalui Kantor Pos secara tercatat (2) atau dengan cara lain yang diatur dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak.
Penjelasan
Penyampaian Surat Pemberitahuan dapat dikirimkan melalui pos dengan tanda bukti pengiriman surat atau dengan cara lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
Penjelasan
Ayat (2) Ayat (2) Dalam rangka peningkatan pelayanan kepada Wajib Pajak dan sejalan dengan Dalam rangka peningkatan pelayanan kepada Wajib Pajak dan sejalan dengan perkembangan teknologi informasi, maka perlu cara lain bagi Wajib Pajak untuk perkembangan teknologi informasi, perlu cara lain bagi Wajib Pajak untuk memenuhi memenuhi kewajiban menyampaikan Surat Pemberitahuannya selain melalui Kantor Pos kewajiban menyampaikan Surat Pemberitahuannya, misalnya disampaikan secara secara tercatat. Oleh karena itu, cara lain perlu diatur dengan Keputusan Direktur elektronik. Jenderal Pajak.
(3) Tanda bukti dan tanggal pengiriman untuk penyampaian Surat Pemberitahuan (3) sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) sepanjang Surat Pemberitahuan tersebut telah lengkap dianggap sebagai tanda bukti dan tanggal penerimaan. Penjelasan
Tanda bukti dan tanggal pengiriman surat untuk penyampaian Surat Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dianggap sebagai tanda bukti dan tanggal penerimaan sepanjang Surat Pemberitahuan tersebut telah lengkap.
Penjelasan
Ayat (3) Ayat (3) Tanda bukti dan tanggal pengiriman penyampaian Surat Pemberitahuan melalui Kantor Tanda bukti dan tanggal pengiriman surat untuk penyampaian Surat Pemberitahuan Pos merupakan bukti penerimaan, sepanjang Surat Pemberitahuan dimaksud telah melalui pos atau dengan cara lain merupakan bukti penerimaan, apabila Surat lengkap yaitu memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1), ayat Pemberitahuan dimaksud telah lengkap, yaitu memenuhi persyaratan sebagaimana (1a), dan ayat (6). dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1), ayat (1a), dan ayat (6).
Pasal 7
Pasal 7
(1) Apabila Surat Pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktu sebagaimana (1) dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) atau batas waktu perpanjangan penyampaian Surat Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4), dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp 50.000,00 (lima puluh ribu rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Masa dan sebesar Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Tahunan.
Penjelasan
Apabila Surat Pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) atau batas waktu perpanjangan penyampaian Surat Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4), dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai, Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Masa lainnya, dan sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak badan serta sebesar Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak orang pribadi.
Penjelasan
Ayat (1) Ayat (1) Untuk kepentingan tertib administrasi perpajakan dan untuk menjaga disiplin Wajib Pajak, Maksud pengenaan sanksi administrasi berupa denda sebagaimana diatur pada ayat ini bagi Wajib Pajak yang dalam batas waktu yang ditentukan tidak menyampaikan Surat adalah untuk kepentingan tertib administrasi perpajakan dan meningkatkan kepatuhan Pemberitahuan, maka dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp 50.000,00 Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban menyampaikan Surat Pemberitahuan. (lima puluh ribu rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Masa dan sebesar Rp 100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Tahunan.
(2) Pengenaan sanksi administrasi berupa denda sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) (2) tidak dilakukan terhadap Wajib Pajak tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.
Pengenaan sanksi administrasi berupa denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan terhadap: a. Wajib Pajak orang pribadi yang telah meninggal dunia; b. Wajib Pajak orang pribadi yang sudah tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas; c. Wajib Pajak orang pribadi yang berstatus sebagai warga negara asing yang tidak tinggal lagi di Indonesia; d. Bentuk Usaha Tetap yang tidak melakukan kegiatan lagi di Indonesia; e. Wajib Pajak badan yang tidak melakukan kegiatan usaha lagi tetapi belum dibubarkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
f. Bendahara yang tidak melakukan pembayaran lagi; g. Wajib Pajak yang terkena bencana, yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan; atau h. Wajib Pajak lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. Penjelasan
Penjelasan
Ayat (2) Ayat (2) Menteri Keuangan berwenang menetapkan Wajib Pajak tertentu untuk tidak dikenakan Bencana adalah bencana nasional atau bencana yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan. sanksi administrasi berupa denda sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), misalnya Wajib Pajak Non Efektif dan Wajib Pajak orang pribadi yang penghasilan netonya di bawah jumlah Penghasilan Tidak Kena Pajak.
Pasal 8
Pasal 8
(1) Wajib Pajak dengan kemauan sendiri dapat membetulkan Surat Pemberitahuan yang (1) telah disampaikan dengan menyampaikan pernyataan tertulis dalam jangka waktu 2 (dua) tahun sesudah berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum melakukan tindakan pemeriksaan.
Penjelasan
Wajib Pajak dengan kemauan sendiri dapat membetulkan Surat Pemberitahuan yang telah disampaikan dengan menyampaikan pernyataan tertulis, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum melakukan tindakan pemeriksaan.
Penjelasan
Ayat (1) Ayat (1) Terhadap kekeliruan dalam pengisian Surat Pemberitahuan yang dibuat oleh Wajib Pajak, Terhadap kekeliruan dalam pengisian Surat Pemberitahuan yang dibuat oleh Wajib masih terbuka baginya hak untuk melakukan pembetulan atas kemauan sendiri dalam Pajak, Wajib Pajak masih berhak untuk melakukan pembetulan atas kemauan sendiri, jangka waktu 2 (dua) tahun sesudah berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum mulai melakukan tindakan pemeriksaan. Tahun Pajak, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum mulai melakukan tindakan Yang dimaksud dengan “mulai melakukan tindakan pemeriksaan” adalah pada saat Surat pemeriksaan. Yang dimaksud dengan mulai melakukan tindakan pemeriksaan adalah Pemberitahuan Pemeriksaan Pajak disampaikan kepada Wajib Pajak, wakil, kuasa, pada saat Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Pajak disampaikan kepada Wajib Pajak, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak. atau wakil, atau kuasa, atau pegawai, atau diterima oleh anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak.
Terhadap kekeliruan dalam pengisian Surat Pemberitahuan yang dibuat oleh Wajib Pajak, masih terbuka baginya hak untuk melakukan pembetulan atas kemauan sendiri dalam jangka waktu 2 (dua) tahun sesudah berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum mulai melakukan tindakan pemeriksaan. Yang dimaksud dengan mulai melakukan tindakan pemeriksaan adalah pada saat Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Pajak disampaikan kepada Wajib Pajak, atau wakil, atau kuasa, atau pegawai, atau diterima oleh anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak.
Penetapan batas waktu pembetulan tersebut, di satu pihak dipandang cukup waktu bagi Wajib Pajak untuk meneliti dan membetulkan Surat Pemberitahuannya apabila terdapat kesalahan, di lain pihak masih tersedia cukup waktu bagi Direktur Jenderal Pajak untuk memberikan pelayanan dan melakukan pengawasan terhadap pembetulan yang dilakukan Wajib Pajak sebelum batas waktu daluwarsa terlampaui.
(1a) Dalam hal pembetulan Surat Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyatakan rugi atau lebih bayar, pembetulan Surat Pemberitahuan harus disampaikan paling lama 2 (dua) tahun sebelum daluwarsa penetapan. Penjelasan Ayat (1a) Yang dimaksud dengan daluwarsa penetapan adalah jangka waktu 5 (lima) tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1). (2) Dalam hal Wajib Pajak membetulkan sendiri Surat Pemberitahuan yang mengakibatkan (2) utang pajak menjadi lebih besar, maka kepadanya dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan atas jumlah pajak yang kurang dibayar, dihitung sejak saat penyampaian Surat Pemberitahuan berakhir sampai dengan tanggal pembayaran karena pembetulan Surat Pemberitahuan itu.
Penjelasan
Dalam hal Wajib Pajak membetulkan sendiri Surat Pemberitahuan Tahunan yang mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar, kepadanya dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan atas jumlah pajak yang kurang dibayar, dihitung sejak saat penyampaian Surat Pemberitahuan berakhir sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.
Penjelasan
Ayat (2) Ayat (2) Dengan adanya pembetulan Surat Pemberitahuan atas kemauan sendiri membawa akibat Dengan adanya pembetulan Surat Pemberitahuan Tahunan atas kemauan sendiri penghitungan jumlah pajak yang terutang dan jumlah penghitungan pembayaran pajak membawa akibat penghitungan jumlah pajak yang terutang dan jumlah penghitungan menjadi berubah dari jumlah semula. pembayaran pajak menjadi berubah dari jumlah semula. Atas kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat pembetulan tersebut dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan.
Atas kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat pembetulan tersebut dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan.
Bunga yang terutang atas kekurangan pembayaran pajak tersebut, dihitung mulai dari berakhirnya batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan sampai dengan tanggal pembayaran karena adanya pembetulan Surat Pemberitahuan tersebut.
Bunga yang terutang atas kekurangan pembayaran pajak tersebut, dihitung mulai dari berakhirnya batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan. Yang dimaksud dengan “1 (satu) bulan” adalah jumlah hari dalam bulan kalender yang bersangkutan, misalnya mulai dari tanggal 22 Juni sampai dengan 21 Juli, sedangkan yang dimaksud dengan “bagian dari bulan” adalah jumlah hari yang tidak mencapai 1 (satu) bulan penuh, misalnya 22 Juni sampai dengan 5 Juli.
(2a) Dalam hal Wajib Pajak membetulkan sendiri Surat Pemberitahuan Masa yang mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar, kepadanya dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan atas jumlah pajak yang kurang dibayar, dihitung sejak jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.
Penjelasan Ayat (2a) Cukup jelas. (3) Sekalipun telah dilakukan tindakan pemeriksaan, tetapi sepanjang belum dilakukan (3) tindakan penyidikan mengenai adanya ketidakbenaran yang dilakukan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38, terhadap ketidakbenaran perbuatan Wajib Pajak tersebut tidak akan dilakukan penyidikan, apabila Wajib Pajak dengan kemauan sendiri mengungkapkan ketidakbenaran perbuatannya tersebut dengan disertai pelunasan kekurangan pembayaran jumlah pajak yang sebenarnya terutang beserta sanksi administrasi berupa denda sebesar 2 (dua) kali jumlah pajak yang kurang dibayar.
Penjelasan
Walaupun telah dilakukan tindakan pemeriksaan, tetapi belum dilakukan tindakan penyidikan mengenai adanya ketidakbenaran yang dilakukan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38, terhadap ketidakbenaran perbuatan Wajib Pajak tersebut tidak akan dilakukan penyidikan, apabila Wajib Pajak dengan kemauan sendiri mengungkapkan ketidakbenaran perbuatannya tersebut dengan disertai pelunasan kekurangan pembayaran jumlah pajak yang sebenarnya terutang beserta sanksi administrasi berupa denda sebesar 150% (seratus lima puluh persen) dari jumlah pajak yang kurang dibayar.
Penjelasan
Ayat (3) Ayat (3) Wajib Pajak yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 selama Wajib Pajak yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 selama belum dilakukan penyidikan, sekalipun telah dilakukan pemeriksaan dan Wajib Pajak telah belum dilakukan penyidikan, sekalipun telah dilakukan pemeriksaan dan Wajib Pajak mengungkapkan kesalahannya dan sekaligus melunasi jumlah pajak yang sebenarnya telah mengungkapkan kesalahannya dan sekaligus melunasi jumlah pajak yang terutang beserta sanksi administrasi berupa denda sebesar 2 (dua) kali dari jumlah pajak sebenarnya terutang beserta sanksi administrasi berupa denda sebesar 150% (seratus yang kurang dibayar, maka terhadapnya tidak akan dilakukan penyidikan. lima puluh persen) dari jumlah pajak yang kurang dibayar, terhadapnya tidak akan dilakukan penyidikan.
Wajib Pajak yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 selama belum dilakukan penyidikan, sekalipun telah dilakukan pemeriksaan dan Wajib Pajak telah mengungkapkan kesalahannya dan sekaligus melunasi jumlah pajak yang sebenarnya terutang beserta sanksi administrasi berupa denda sebesar 2 (dua) kali dari jumlah pajak yang kurang dibayar, maka terhadapnya tidak akan dilakukan penyidikan.
Wajib Pajak yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 selama belum dilakukan penyidikan, sekalipun telah dilakukan pemeriksaan dan Wajib Pajak telah mengungkapkan kesalahannya dan sekaligus melunasi jumlah pajak yang sebenarnya terutang beserta sanksi administrasi berupa denda sebesar 150% (seratus lima puluh persen) dari jumlah pajak yang kurang dibayar, terhadapnya tidak akan dilakukan penyidikan.
Namun bilamana telah dilakukan tindakan penyidikan dan mulainya penyidikan tersebut diberitahukan kepada Penuntut Umum, maka kesempatan untuk membetulkan sendiri sudah tertutup bagi Wajib Pajak yang bersangkutan.
Namun, apabila telah dilakukan tindakan penyidikan dan mulainya penyidikan tersebut diberitahukan kepada Penuntut Umum, kesempatan untuk membetulkan sendiri sudah tertutup bagi Wajib Pajak yang bersangkutan.
(4) Sekalipun jangka waktu pembetulan Surat Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam (4) ayat (1) telah berakhir, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum menerbitkan surat ketetapan pajak, Wajib Pajak dengan kesadaran sendiri dapat mengungkapkan dalam laporan tersendiri tentang ketidakbenaran pengisian Surat Pemberitahuan yang telah disampaikan, yang mengakibatkan :
Walaupun Direktur Jenderal Pajak telah melakukan pemeriksaan, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum menerbitkan surat ketetapan pajak, Wajib Pajak dengan kesadaran sendiri dapat mengungkapkan dalam laporan tersendiri tentang ketidakbenaran pengisian Surat Pemberitahuan yang telah disampaikan sesuai keadaan yang sebenarnya, yang dapat mengakibatkan:
a.
pajak-pajak yang masih harus dibayar menjadi lebih besar; atau
a. pajak-pajak yang masih harus dibayar menjadi lebih besar atau lebih kecil;
b.
rugi berdasarkan ketentuan perpajakan menjadi lebih kecil; atau
b. rugi berdasarkan ketentuan perpajakan menjadi lebih kecil atau lebih besar;
c.
jumlah harta menjadi lebih besar; atau
c. jumlah harta menjadi lebih besar atau lebih kecil; atau
d.
jumlah modal menjadi lebih besar.
d. jumlah modal menjadi lebih besar atau lebih kecil dan proses pemeriksaan tetap dilanjutkan.
Penjelasan
Penjelasan
Ayat (4) Ayat (4) Walaupun jangka waktu dua tahun sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) telah berakhir Walaupun Direktur Jenderal Pajak telah melakukan pemeriksaan tetapi belum dan Direktur Jenderal Pajak belum menerbitkan surat ketetapan pajak, kepada Wajib menerbitkan surat ketetapan pajak, kepada Wajib Pajak baik yang telah maupun yang Pajak baik yang telah maupun yang belum membetulkan Surat Pemberitahuan masih belum membetulkan Surat Pemberitahuan masih diberikan kesempatan untuk diberikan kesempatan untuk mengungkapkan ketidakbenaran pengisian Surat mengungkapkan ketidakbenaran pengisian Surat Pemberitahuan yang telah Pemberitahuan yang telah disampaikan, yang dapat berupa Surat Pemberitahuan disampaikan, yang dapat berupa Surat Pemberitahuan Tahunan atau Surat Tahunan atau Surat Pemberitahuan Masa untuk tahun-tahun atau masa-masa Pemberitahuan Masa untuk tahun atau masa yang diperiksa. Pengungkapan sebelumnya. Pengungkapan ketidakbenaran pengisian Surat Pemberitahuan tersebut ketidakbenaran pengisian Surat Pemberitahuan tersebut dilakukan dalam laporan terbatas pada hal-hal sebagai berikut : tersendiri dan harus mencerminkan keadaan yang sebenarnya sehingga dapat diketahui jumlah pajak yang sesungguhnya terutang. Namun, untuk membuktikan kebenaran laporan Wajib Pajak tersebut, proses pemeriksaan tetap dilanjutkan sampai selesai. a. b. c.
pajak-pajak yang masih harus dibayar menjadi lebih besar; atau rugi berdasarkan ketentuan perpajakan menjadi lebih kecil; atau jumlah harta menjadi lebih besar; atau
d.
jumlah modal menjadi lebih besar.
(5) Pajak yang kurang dibayar yang timbul sebagai akibat dari pengungkapan ketidakbenaran (5) pengisian Surat Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) beserta sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 50% (lima puluh persen) dari pajak yang kurang dibayar, harus dilunasi sendiri oleh Wajib Pajak sebelum laporan tersendiri dimaksud disampaikan.
Pajak yang kurang dibayar yang timbul sebagai akibat dari pengungkapan ketidakbenaran pengisian Surat Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) beserta sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 50% (lima puluh persen) dari pajak yang kurang dibayar, harus dilunasi oleh Wajib Pajak sebelum laporan tersendiri dimaksud disampaikan.
Penjelasan
Penjelasan
Ayat (5) Cukup jelas
Ayat (5) Atas kekurangan pajak sebagai akibat adanya pengungkapan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dikenai sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 50% (lima puluh persen) dari pajak yang kurang dibayar, dan harus dilunasi oleh Wajib Pajak sebelum laporan pengungkapan tersendiri disampaikan. Namun, pemeriksaan tetap dilanjutkan. Apabila dari hasil pemeriksaan terbukti bahwa laporan pengungkapan ternyata tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, atas ketidakbenaran pengungkapan tersebut dapat diterbitkan surat ketetapan pajak.
(6) Sekalipun jangka waktu pembetulan Surat Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam (6) ayat (1) telah berakhir, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum melakukan tindakan pemeriksaan, Wajib Pajak dapat membetulkan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan yang telah disampaikan, dalam hal Wajib Pajak menerima Keputusan Keberatan atau Putusan Banding mengenai surat ketetapan pajak tahun pajak sebelumnya, yang menyatakan rugi fiskal yang berbeda dari ketetapan pajak yang diajukan keberatan atau Keputusan Keberatan yang diajukan banding, dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan setelah menerima Keputusan Keberatan atau Putusan Banding tersebut.
Wajib Pajak dapat membetulkan Surat Pemberitahuan Tahunan yang telah disampaikan, dalam hal Wajib Pajak menerima surat ketetapan pajak, Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pembetulan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali Tahun Pajak sebelumnya atau beberapa Tahun Pajak sebelumnya, yang menyatakan rugi fiskal yang berbeda dengan rugi fiskal yang telah dikompensasikan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan yang akan dibetulkan tersebut, dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan setelah menerima surat ketetapan pajak, Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pembetulan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum melakukan tindakan pemeriksaan.
Penjelasan
Penjelasan
Ayat (6) Ayat (6) Terhadap Keputusan Keberatan atau Putusan Banding yang mengakibatkan rugi fiskal Sehubungan dengan diterbitkannya surat ketetapan pajak, Surat Keputusan Keberatan, berbeda dengan ketetapan pajak yang diajukan keberatan atau Keputusan Keberatan Surat Keputusan Pembetulan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali atas yang diajukan banding, masih terbuka kesempatan bagi Wajib Pajak untuk melakukan suatu Tahun Pajak yang mengakibatkan rugi fiskal yang berbeda dengan rugi fiskal yang pembetulan atas Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun berikutnya telah dikompensasikan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan tahun berikutnya atau walaupun telah melewati jangka waktu 2 (dua) tahun sesudah berakhirnya Tahun Pajak tahun-tahun berikutnya, akan dilakukan penyesuaian rugi fiskal sesuai dengan surat atau Bagian Tahun Pajak dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum melakukan ketetapan pajak, Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pembetulan, Putusan tindakan pemeriksaan terhadap Wajib Pajak sehubungan dengan Surat Pemberitahuan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali dalam penghitungan Pajak Penghasilan tersebut. tahun-tahun berikutnya, pembatasan jangka waktu 3 (tiga) bulan tersebut dimaksudkan untuk tertib administrasi tanpa menghilangkan hak Wajib Pajak atas kompensasi kerugian.
Dalam hal Wajib Pajak membetulkan Surat Pemberitahuan lewat jangka waktu 3 (tiga) bulan atau Wajib Pajak tidak mengajukan pembetulan sebagai akibat adanya surat ketetapan pajak, Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pembetulan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali Tahun Pajak sebelumnya atau beberapa Tahun Pajak sebelumnya, yang menyatakan rugi fiskal yang berbeda dengan rugi fiskal yang telah dikompensasikan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan, Direktur Jenderal Pajak akan memperhitungkannya dalam menetapkan kewajiban perpajakan Wajib Pajak.
Untuk jelasnya diberikan contoh sebagai berikut :
Untuk jelasnya diberikan contoh sebagai berikut:
a.
Contoh 1: PT A menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun 2008 yang menyatakan:
PT A menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun 2002 pada tanggal 31 Maret 2003 yang menyatakan rugi fiskal, tetapi tidak lebih bayar, sebesar Rp100.000.000,00.
Terhadap Surat Pemberitahuan tersebut dilakukan pemeriksaan, dan pada tanggal 16 Januari 2006 diterbitkan surat ketetapan pajak yang menyatakan rugi fiskal sebesar Rp50.000.000,00. Atas surat ketetapan pajak tersebut Wajib Pajak mengajukan keberatan pada tanggal 16 Maret 2006. Pada tanggal 10 November 2006 diterbitkan Keputusan Keberatan yang menetapkan rugi fiskal PT A tahun 2002 menjadi Rp 110.000.000,00.
PT A menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun 2003 pada tanggal 26 Maret 2004 yang menyatakan : Penghasilan Neto sebesar Kompensasi kerugian berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Tahun 2002 Penghasilan Kena Pajak
Rp 200.000.000,00
Rp 100.000.000,00 Rp 100.000.000,00
Tanggal 21 November 2006 Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Tahun 2003 tersebut dilakukan pembetulan menurut Pasal 8 ayat (6), sehingga menjadi : Penghasilan Neto sebesar Rugi menurut Keputusan Keberatan Penghasilan Kena Pajak
Rp 200.000.000,00 Rp 110.000.000,00 Rp 90.000.000,00
Penghasilan Neto sebesar Kompensasi kerugian berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Tahun 2007 Penghasilan Kena Pajak
Rp 200.000.000,00
Rp 150.000.000,00 Rp 50.000.000,00
Terhadap Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun 2007 dilakukan pemeriksaan, dan pada tanggal 6 Januari 2010 diterbitkan surat ketetapan pajak yang menyatakan rugi fiskal sebesar Rp70.000.000,00. Berdasarkan surat ketetapan pajak tersebut Direktur Jenderal Pajak akan mengubah perhitungan Penghasilan Kena Pajak tahun 2008 menjadi sebagai berikut:
Penghasilan Neto sebesar Rugi menurut Keputusan Keberatan Penghasilan Kena Pajak
Rp 200.000.000,00 Rp 70.000.000,00 Rp 130.000.000,00
Dengan demikian penghasilan kena pajak dari Surat Pemberitahuan yang semula Rp50.000.000,00 (Rp200.000.000,00-Rp150.000.000,00) setelah pembetulan menjadi Rp130.000.000,00 (Rp200.000.000,00-Rp70.000.000,00)
b.
PT B menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun 2002 pada tanggal 31 Maret 2003 yang menyatakan rugi fiskal, tetapi tidak lebih bayar, sebesar Rp 150.000.000,00.
Contoh 2: PT B menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun 2008 yang menyatakan:
Atas Surat Pemberitahuan tersebut dilakukan pemeriksaan, dan pada tanggal 16 Januari 2006 diterbitkan surat ketetapan pajak yang menyatakan rugi fiskal sebesar Rp100.000.000,00.
Penghasilan Neto sebesar Kompensasi kerugian berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Tahun 2007 Penghasilan Kena Pajak
Atas surat ketetapan pajak tersebut Wajib Pajak mengajukan keberatan pada tanggal 16 Maret 2006. Pada tanggal 10 November 2006 diterbitkan Surat Keputusan Keberatan yang menolak keberatan Wajib Pajak. Terhadap Keputusan Keberatan tersebut Wajib Pajak mengajukan banding pada tanggal 22 Desember 2006. Pada tanggal 18 Mei 2007 diterbitkan Putusan Banding yang menambah rugi Wajib Pajak menjadi Rp.160.000.000,00.
PT B menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun 2003 pada tanggal 26 Maret 2004 yang menyatakan : Penghasilan Neto sebesar Kompensasi kerugian menurut Surat Pemberitahuan
Rp 250.000.000,00
Tahunan Pajak Penghasilan tahun 2002 Penghasilan Kena Pajak
Rp 150.000.000,00 Rp 100.000.000,00
Tanggal 21 Juli 2007 Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun 2003 tersebut dilakukan pembetulan menurut Pasal 8 ayat (6), sehingga menjadi : Penghasilan Neto sebesar Rugi menurut Putusan Banding Penghasilan Kena Pajak
Rp 250.000.000,00 Rp 160.000.000,00 Rp 90.000.000,00
Rp 300.000.000,00
Rp 200.000.000,00 Rp 100.000.000,00
Terhadap Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun 2007 dilakukan pemeriksaan dan pada tanggal 6 Januari 2010 diterbitkan surat ketetapan pajak yang menyatakan rugi fiskal sebesar Rp250.000.000,00. Berdasarkan surat ketetapan pajak tersebut Direktur Jenderal Pajak akan mengubah perhitungan Penghasilan Kena Pajak tahun 2008 menjadi sebagai berikut:
Penghasilan Neto sebesar Rugi menurut Keputusan Keberatan Penghasilan Kena Pajak
Rp 300.000.000,00 Rp 250.000.000,00 Rp 50.000.000,00
Dengan demikian penghasilan kena pajak dari Surat Pemberitahuan yang semula Rp100.000.000,00 (Rp300.000.000,00 - Rp200.000.000,00) setelah pembetulan menjadi Rp50.000.000,00 (Rp300.000.000,00 - Rp250.000.000,00).
Pasal 9
Pasal 9
(1) Menteri Keuangan menentukan tanggal jatuh tempo pembayaran dan penyetoran pajak (1) yang terutang untuk suatu saat atau Masa Pajak bagi masing-masing jenis pajak, paling lambat 15 (lima belas) hari setelah saat terutangnya pajak atau Masa Pajak berakhir.
Penjelasan
Menteri Keuangan menentukan tanggal jatuh tempo pembayaran dan penyetoran pajak yang terutang untuk suatu saat atau Masa Pajak bagi masing-masing jenis pajak, paling lama 15 (lima belas) hari setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak.
Penjelasan
Ayat (1) Ayat (1) Batas waktu pembayaran dan penyetoran pajak yang terutang untuk suatu saat atau Batas waktu pembayaran dan penyetoran pajak yang terutang untuk suatu saat atau Masa Pajak ditetapkan oleh Menteri Keuangan dengan batas waktu tidak melewati 15 Masa Pajak ditetapkan oleh Menteri Keuangan dengan batas waktu tidak melampaui 15 (lima belas) hari setelah saat terutangnya pajak atau Masa Pajak berakhir. Keterlambatan (lima belas) hari setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak. dalam pembayaran dan penyetoran tersebut berakibat dikenakannya sanksi administrasi Keterlambatan dalam pembayaran dan penyetoran tersebut berakibat dikenai sanksi sesuai ketentuan yang berlaku. administrasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
(2) Kekurangan pembayaran pajak yang terutang berdasarkan Surat Pemberitahuan (2) Tahunan harus dibayar lunas paling lambat tanggal dua puluh lima bulan ketiga setelah Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak berakhir, sebelum Surat Pemberitahuan itu disampaikan.
Penjelasan
Kekurangan pembayaran pajak yang terutang berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan harus dibayar lunas sebelum Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan disampaikan.
Penjelasan
Ayat (2) Ayat (2) Apabila pada waktu pengisian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan ternyata Cukup jelas masih terdapat kekurangan pembayaran pajak yang terutang, maka kekurangan pembayaran pajak tersebut harus dibayar lunas paling lambat tanggal dua puluh lima bulan ketiga setelah Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak berakhir sebelum Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan itu disampaikan.
Misalnya Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan harus disampaikan pada tanggal 31 Maret, kekurangan pembayaran pajak yang terutang atau setoran akhir harus sudah dilunasi paling lambat tanggal 25 Maret, sebelum Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan disampaikan.
(2a) Apabila pembayaran atau penyetoran pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), atau (2a) Pembayaran atau penyetoran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yang ayat (2) dilakukan setelah tanggal jatuh tempo pembayaran atau penyetoran pajak, dilakukan setelah tanggal jatuh tempo pembayaran atau penyetoran pajak, dikenai sanksi dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan yang administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan yang dihitung dari tanggal dihitung dari jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan. dihitung penuh 1 (satu) bulan.
Penjelasan
Penjelasan
Ayat (2a) Ayat (2a) Ayat ini mengatur pengenaan bunga atas keterlambatan pembayaran atau penyetoran Ayat ini mengatur pengenaan bunga atas keterlambatan pembayaran atau penyetoran pajak. Untuk jelasnya cara penghitungan bunga tersebut diberikan contoh sebagai pajak. Untuk jelasnya cara penghitungan bunga tersebut diberikan contoh sebagai berikut : berikut: -
Angsuran masa Pajak Penghasilan Pasal 25 Tahun 2002 sejumlah Rp10.000.000,00 sebulan
-
Angsuran Masa Pajak Mei Tahun 2002 dibayar tanggal 18 Juni 2002 dan dilaporkan tanggal 19 Juni 2002
-
Tanggal 15 Juli 2002 diterbitkan Surat Tagihan Pajak
-
Sanksi bunga dalam Surat Tagihan Pajak dihitung 1 (satu) bulan = 1 x 2% x Rp10.000.000,00 = Rp200.000,00
Angsuran masa Pajak Penghasilan Pasal 25 PT A tahun 2008 sejumlah Rp10.000.000,00 per bulan. Angsuran masa Mei tahun 2008 dibayar tanggal 18 Juni 2008 dan dilaporkan tanggal 19 Juni 2008. Apabila pada tanggal 15 Juli 2008 diterbitkan Surat Tagihan Pajak, sanksi bunga dalam Surat Tagihan Pajak dihitung 1 (satu) bulan sebagai berikut:
1 x 2% x Rp10.000.000,00 = Rp200.000,00.
(2b) Atas pembayaran atau penyetoran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang dilakukan setelah tanggal jatuh tempo penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan, dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan yang dihitung mulai dari berakhirnya batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.
Penjelasan
Penjelasan Ayat (2b) Cukup jelas
(3) Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak (3) Kurang Bayar Tambahan, dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, harus dilunasi dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal diterbitkan.
Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, serta Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pembetulan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, harus dilunasi dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal diterbitkan.
Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, harus dilunasi dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal diterbitkan.
Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, serta Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pembetulan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, harus dilunasi dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal diterbitkan.
Penjelasan
Penjelasan
Ayat (3) Cukup jelas
Ayat (3) Cukup jelas (3a) Bagi Wajib Pajak usaha kecil dan Wajib Pajak di daerah tertentu, jangka waktu pelunasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diperpanjang paling lama menjadi 2 (dua) bulan yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
Penjelasan
Penjelasan Ayat (3a) Cukup jelas
(4) Direktur Jenderal Pajak atas permohonan Wajib Pajak dapat memberikan persetujuan (4) untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak termasuk kekurangan pembayaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) paling lama 12 (dua belas) bulan, yang pelaksanaannya ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak.
Penjelasan
Direktur Jenderal Pajak atas permohonan Wajib Pajak dapat memberikan persetujuan untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak termasuk kekurangan pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling lama 12 (dua belas) bulan, yang pelaksanaannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
Penjelasan
Ayat (4) Ayat (4) Atas permohonan Wajib Pajak, Direktur Jenderal Pajak dapat memberikan persetujuan Atas permohonan Wajib Pajak, Direktur Jenderal Pajak dapat memberikan persetujuan untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak yang terutang termasuk kekurangan untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak yang terutang termasuk kekurangan pembayaran Pajak Penghasilan yang masih harus dibayar dalam Surat Pemberitahuan pembayaran Pajak Penghasilan yang masih harus dibayar dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan, meskipun tanggal jatuh tempo pembayaran telah ditentukan. Tahunan Pajak Penghasilan meskipun tanggal jatuh tempo pembayaran telah ditentukan.
Kelonggaran tersebut diberikan dengan hati-hati untuk paling lama 12 (dua belas) bulan dan terbatas kepada Wajib Pajak yang benar-benar sedang mengalami kesulitan likuiditas.
Kelonggaran tersebut diberikan dengan hati-hati untuk paling lama 12 (dua belas) bulan dan terbatas kepada Wajib Pajak yang benar-benar sedang mengalami kesulitan likuiditas.
Pasal 10
Pasal 10
(1) Wajib Pajak wajib membayar atau menyetor pajak yang terutang di kas negara melalui (1) Kantor Pos dan atau bank badan usaha milik Negara atau bank badan usaha milik Daerah atau tempat pembayaran lain yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan. Penjelasan
Wajib Pajak wajib membayar atau menyetor pajak yang terutang dengan menggunakan Surat Setoran Pajak ke kas negara melalui tempat pembayaran yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
Penjelasan
Ayat (1) Ayat (1) Direktorat Jenderal Pajak tidak diperbolehkan menerima setoran pajak dari Wajib Pajak. Cukup jelas Semua penyetoran pajak-pajak negara, harus disetorkan ke kas negara melalui tempattempat pembayaran yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, seperti Kantor Pos dan atau bank badan usaha milik Negara atau bank badan usaha milik Daerah atau tempat pembayaran lain yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
Dengan usaha memperluas tempat pembayaran pajak yang mudah dijangkau oleh Wajib Pajak, dimaksudkan untuk mempermudah Wajib Pajak dalam memenuhi kewajibannya sekaligus menghindarkan adanya rasa keengganan dalam melaksanakan pembayaran pajak.
(1a) Surat Setoran Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi sebagai bukti pembayaran pajak apabila telah disahkan oleh Pejabat kantor penerima pembayaran yang berwenang atau apabila telah mendapatkan validasi, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
Penjelasan Ayat (1a) Cukup jelas (2) Tata cara pembayaran, penyetoran pajak, dan pelaporannya serta tata cara mengangsur (2) dan menunda pembayaran pajak diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan.
Tata cara pembayaran, penyetoran pajak, dan pelaporannya serta tata cara mengangsur dan menunda pembayaran pajak diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
Penjelasan
Penjelasan
Ayat (2) Ayat (2) Dengan adanya penentuan tata cara pembayaran pajak, penyetoran pajak, dan Adanya tata cara pembayaran pajak, penyetoran pajak, dan pelaporannya, serta tata pelaporannya yang diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan demikian juga mengenai cara mengangsur dan menunda pembayaran pajak yang diatur dengan atau berdasarkan tata cara mengangsur dan menunda pembayaran pajak, diharapkan akan dapat Peraturan Menteri Keuangan diharapkan dapat mempermudah pelaksanaan pembayaran mempermudah pelaksanaan pembayaran pajak dan administrasinya. pajak dan administrasinya.
Pasal 11
Pasal 11
(1) Atas permohonan Wajib Pajak, kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud (1) dalam Pasal 17, Pasal 17B, atau Pasal 17C dikembalikan, namun apabila ternyata Wajib Pajak mempunyai utang pajak, langsung diperhitungkan untuk melunasi terlebih dahulu utang pajak tersebut.
Penjelasan
Atas permohonan Wajib Pajak, kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, Pasal 17B, Pasal 17C, atau Pasal 17D dikembalikan, dengan ketentuan bahwa apabila ternyata Wajib Pajak mempunyai utang pajak, langsung diperhitungkan untuk melunasi terlebih dahulu utang pajak tersebut.
Penjelasan
Ayat (1) Ayat (1) Jika setelah diadakan penghitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang dengan Jika setelah diadakan penghitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang dengan jumlah kredit pajak menunjukkan jumlah selisih lebih (jumlah kredit pajak lebih besar dari jumlah kredit pajak menunjukkan jumlah selisih lebih (jumlah kredit pajak lebih besar jumlah pajak yang terutang) atau telah dilakukan pembayaran pajak yang tidak daripada jumlah pajak yang terutang) atau telah dilakukan pembayaran pajak yang seharusnya terutang, Wajib Pajak berhak untuk meminta kembali kelebihan pembayaran seharusnya tidak terutang, Wajib Pajak berhak untuk meminta kembali kelebihan pajak, dengan catatan Wajib Pajak tersebut tidak mempunyai utang pajak. pembayaran pajak, dengan catatan Wajib Pajak tersebut tidak mempunyai utang pajak.
Dalam hal Wajib Pajak masih mempunyai utang pajak yang meliputi semua jenis pajak baik di pusat maupun cabang-cabangnya, kelebihan pembayaran tersebut harus diperhitungkan lebih dahulu dengan utang pajak tersebut dan bilamana masih terdapat sisa lebih, baru dapat dikembalikan kepada Wajib Pajak.
Dalam hal Wajib Pajak masih mempunyai utang pajak yang meliputi semua jenis pajak baik di pusat maupun cabang-cabangnya, kelebihan pembayaran tersebut harus diperhitungkan lebih dahulu dengan utang pajak tersebut dan jika masih terdapat sisa lebih, dikembalikan kepada Wajib Pajak.
(1a) Kelebihan pembayaran pajak sebagai akibat adanya Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi, Surat Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi, Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak, dan Putusan Banding atau Putusan Peninjauan Kembali, serta Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga dikembalikan kepada Wajib Pajak dengan ketentuan jika ternyata Wajib Pajak mempunyai utang pajak, langsung diperhitungkan untuk melunasi terlebih dahulu utang pajak tersebut.
Penjelasan
Penjelasan Ayat (1a) Cukup jelas
(2) Pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) (2) dilakukan paling lama 1 (satu) bulan sejak diterimanya permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sehubungan diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, atau sejak diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B, atau sejak diterbitkannya Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17C.
Penjelasan
Pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (1a) dilakukan paling lama 1 (satu) bulan sejak permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak diterima sehubungan dengan diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1), atau sejak diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) dan Pasal 17B, atau sejak diterbitkannya Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17C atau Pasal 17D, atau sejak diterbitkannya Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi, Surat Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi, Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak atau Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga, atau sejak diterimanya Putusan Banding atau Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan kelebihan pembayaran pajak.
Penjelasan
Ayat (2) Ayat (2) Untuk menjamin adanya kepastian hukum bagi Wajib Pajak dan menjamin ketertiban Untuk menjamin kepastian hukum bagi Wajib Pajak dan ketertiban administrasi, batas administrasi, batas waktu pengembalian oleh Direktur Jenderal Pajak ditetapkan paling waktu pengembalian kelebihan pembayaran pajak ditetapkan paling lama 1 (satu) bulan: lama 1 (satu) bulan : a.
untuk Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, dihitung sejak tanggal diterimanya permohonan tertulis tentang pengembalian kelebihan pembayaran pajak;
a. untuk Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1), dihitung sejak tanggal diterimanya permohonan tertulis tentang pengembalian kelebihan pembayaran pajak;
untuk Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, dihitung sejak tanggal diterimanya permohonan tertulis tentang pengembalian kelebihan pembayaran pajak;
untuk Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1), dihitung sejak tanggal diterimanya permohonan tertulis tentang pengembalian kelebihan pembayaran pajak;
b.
untuk Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B, dihitung sejak tanggal penerbitan;
b. untuk Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) dan Pasal 17B, dihitung sejak tanggal penerbitan;
c.
untuk Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17C, dihitung sejak tanggal penerbitan;
c. untuk Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17C dan Pasal 17D, dihitung sejak tanggal penerbitan;
sampai dengan saat Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak diterbitkan. d. untuk Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi, Surat Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi, Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak, atau Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga, dihitung sejak tanggal penerbitan; e. untuk Putusan Banding dihitung sejak diterimanya Putusan Banding oleh Kantor Direktorat Jenderal Pajak yang berwenang melaksanakan putusan pengadilan; atau f.
untuk Putusan Peninjauan Kembali dihitung sejak diterimanya Putusan Peninjauan Kembali oleh Kantor Direktorat Jenderal Pajak yang berwenang melaksanakan putusan pengadilan
sampai dengan saat diterbitkan Surat Keputusan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak. (3) Apabila pengembalian kelebihan pembayaran pajak dilakukan setelah jangka waktu 1 (3) (satu) bulan, Pemerintah memberikan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan atas kelambatan pembayaran kelebihan pembayaran pajak, dihitung dari saat berlakunya batas waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) sampai dengan saat dilakukan pembayaran kelebihan.
Penjelasan
Apabila pengembalian kelebihan pembayaran pajak dilakukan setelah jangka waktu 1 (satu) bulan, Pemerintah memberikan imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan atas keterlambatan pengembalian kelebihan pembayaran pajak, dihitung sejak batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berakhir sampai dengan saat dilakukan pengembalian kelebihan.
Penjelasan
Ayat (3) Ayat (3) Untuk terciptanya keseimbangan hak dan kewajiban bagi Wajib Pajak dengan kecepatan Untuk menciptakan keseimbangan hak dan kewajiban bagi Wajib Pajak melalui pelayanan oleh Direktorat Jenderal Pajak, ayat ini menentukan bahwa atas setiap pelayanan yang lebih baik, diatur bahwa setiap keterlambatan dalam pengembalian kelambatan dalam pengembalian kelebihan pembayaran pajak dari jangka waktu seperti kelebihan pembayaran pajak dari jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tersebut dalam ayat (2), kepada Wajib Pajak yang bersangkutan diberikan imbalan oleh kepada Wajib Pajak yang bersangkutan diberikan imbalan bunga sebesar 2% (dua Pemerintah berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan dihitung sejak berakhirnya persen) per bulan dihitung sejak berakhirnya jangka waktu 1 (satu) bulan sampai dengan jangka waktu 1 (satu) bulan sampai dengan saat dilakukan pembayaran, yaitu saat Surat saat diterbitkan Surat Keputusan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak. Perintah Membayar Kelebihan Pajak diterbitkan.
(4) Tata cara penghitungan dan pengembalian kelebihan pembayaran pajak diatur dengan (4) Keputusan Menteri Keuangan.
Tata cara penghitungan dan pengembalian kelebihan pembayaran pajak diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
Penjelasan
Penjelasan
Ayat (4) Cukup jelas
Ayat (4) Cukup jelas
BAB III PENETAPAN DAN KETETAPAN PAJAK
BAB III PENETAPAN DAN KETETAPAN PAJAK
Pasal 12
Pasal 12
(1) Setiap Wajib Pajak wajib membayar pajak yang terutang berdasarkan ketentuan (1) peraturan perundang-undangan perpajakan, dengan tidak menggantungkan pada adanya surat ketetapan pajak. Penjelasan
Setiap Wajib Pajak wajib membayar pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, dengan tidak menggantungkan pada adanya surat ketetapan pajak.
Penjelasan
Ayat (1) Ayat (1) Pada prinsipnya pajak terutang pada saat timbulnya objek pajak yang dapat dikenakan Pajak pada prinsipnya terutang pada saat timbulnya objek pajak yang dapat dikenai pajak, namun untuk kepentingan administrasi perpajakan saat terutangnya pajak tersebut pajak, tetapi untuk kepentingan administrasi perpajakan saat terutangnya pajak tersebut adalah : adalah: a. b.
pada suatu saat, untuk Pajak Penghasilan yang dipotong oleh pihak ketiga; pada akhir masa, untuk Pajak Penghasilan karyawan yang dipotong oleh pemberi kerja, atau yang dipungut oleh pihak lain atas kegiatan usaha, atau oleh Pengusaha Kena Pajak atas pemungutan Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah;
a. pada suatu saat, untuk Pajak Penghasilan yang dipotong oleh pihak ketiga; b. pada akhir masa, untuk Pajak Penghasilan yang dipotong oleh pemberi kerja, atau yang dipungut oleh pihak lain atas kegiatan usaha, atau oleh Pengusaha Kena Pajak atas pemungutan Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah; atau
c.
pada akhir Tahun Pajak, untuk Pajak Penghasilan.
c. pada akhir Tahun Pajak, untuk Pajak Penghasilan.
Jumlah pajak terutang yang telah dipotong, dipungut, ataupun yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak setelah tiba saat atau masa pelunasan pembayaran sebagaimana ditentukan dalam Pasal 9 dan Pasal 10 ayat (2), oleh Wajib Pajak harus disetorkan ke kas negara melalui Kantor Pos dan atau bank badan usaha milik Negara atau bank badan usaha milik Daerah atau tempat pembayaran lain yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
Jumlah pajak yang terutang yang telah dipotong, dipungut, atau pun yang harus dibayar oleh Wajib Pajak setelah tiba saat atau masa pelunasan pembayaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dan Pasal 10 ayat (2), oleh Wajib Pajak harus disetorkan ke kas negara melalui tempat pembayaran yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1).
Jumlah pajak terutang yang telah dipotong, dipungut, ataupun yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak setelah tiba saat atau masa pelunasan pembayaran sebagaimana ditentukan dalam Pasal 9 dan Pasal 10 ayat (2), oleh Wajib Pajak harus disetorkan ke kas negara melalui Kantor Pos dan atau bank badan usaha milik Negara atau bank badan usaha milik Daerah atau tempat pembayaran lain yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
Jumlah pajak yang terutang yang telah dipotong, dipungut, atau pun yang harus dibayar oleh Wajib Pajak setelah tiba saat atau masa pelunasan pembayaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dan Pasal 10 ayat (2), oleh Wajib Pajak harus disetorkan ke kas negara melalui tempat pembayaran yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1).
Berdasarkan Undang-undang ini Direktorat Jenderal Pajak tidak berkewajiban untuk menerbitkan surat ketetapan pajak atas semua Surat Pemberitahuan yang disampaikan Wajib Pajak. Penerbitan suatu surat ketetapan pajak hanya terbatas pada Wajib Pajak tertentu yang disebabkan oleh ketidakbenaran dalam pengisian Surat Pemberitahuan atau karena ditemukannya data fiskal yang tidak dilaporkan oleh Wajib Pajak.
Berdasarkan Undang-Undang ini Direktorat Jenderal Pajak tidak berkewajiban untuk menerbitkan surat ketetapan pajak atas semua Surat Pemberitahuan yang disampaikan Wajib Pajak. Penerbitan suatu surat ketetapan pajak hanya terbatas pada Wajib Pajak tertentu yang disebabkan oleh ketidakbenaran dalam pengisian Surat Pemberitahuan atau karena ditemukannya data fiskal yang tidak dilaporkan oleh Wajib Pajak.
(2) Jumlah pajak yang terutang menurut Surat Pemberitahuan yang disampaikan oleh Wajib (2) Pajak adalah jumlah pajak yang terutang menurut ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan.
Jumlah Pajak yang terutang menurut Surat Pemberitahuan yang disampaikan oleh Wajib Pajak adalah jumlah pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan.
Penjelasan
Penjelasan
Ayat (2) Ayat (2) Dengan ketentuan ini dimaksudkan, bahwa Wajib Pajak yang telah menghitung dan Ketentuan ini mengatur bahwa kepada Wajib Pajak yang telah menghitung dan membayar besarnya pajak yang terutang secara benar berdasarkan ketentuan peraturan membayar besarnya pajak yang terutang secara benar sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan, serta melaporkan dalam Surat Pemberitahuan, peraturan perundang-undangan perpajakan, serta melaporkan dalam Surat kepadanya tidak perlu diberikan surat ketetapan pajak ataupun surat keputusan dari Pemberitahuan, tidak perlu diberikan surat ketetapan pajak atau pun Surat Tagihan administrasi perpajakan. Pajak.
(3) Apabila Direktur Jenderal Pajak mendapatkan bukti bahwa jumlah pajak yang terutang (3) menurut Surat Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak benar, maka Direktur Jenderal Pajak menetapkan jumlah pajak terutang yang semestinya.
Penjelasan
Apabila Direktur Jenderal Pajak mendapatkan bukti jumlah pajak yang terutang menurut Surat Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak benar, Direktur Jenderal Pajak menetapkan jumlah pajak yang terutang.
Penjelasan
Ayat (3) Ayat (3) Apabila diketahui kemudian, berdasarkan hasil pemeriksaan atau berdasarkan keterangan Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain, pajak yang dihitung dan lain, bahwa pajak yang dihitung dan dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan yang dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan yang bersangkutan tidak benar, misalnya bersangkutan tidak benar, misalnya pembebanan biaya ternyata melebihi yang pembebanan biaya ternyata melebihi yang sebenarnya, Direktur Jenderal Pajak sebenarnya, maka Direktur Jenderal Pajak menetapkan besarnya pajak yang terutang menetapkan besarnya pajak yang terutang sebagaimana mestinya sesuai dengan sebagaimana mestinya menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Pasal 13 (1) Dalam jangka waktu sepuluh tahun sesudah saat terutangnya pajak, atau berakhirnya (1) Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak, Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar dalam hal-hal sebagai berikut :
Pasal 13 Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak, Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar dalam hal-hal sebagai berikut:
a.
apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar;
a. apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar;
b.
apabila Surat Pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran;
b. apabila Surat Pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran;
c.
apabila berdasarkan hasil pemeriksaan mengenai Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah ternyata tidak seharusnya dikompensasikan selisih lebih pajak atau tidak seharusnya dikenakan tarif 0% (nol persen);
c. apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain mengenai Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah ternyata tidak seharusnya dikompensasikan selisih lebih pajak atau tidak seharusnya dikenai tarif 0% (nol persen);
d.
apabila kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 dan Pasal 29 tidak dipenuhi, sehingga tidak dapat diketahui besarnya pajak yang terutang.
d. apabila kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 atau Pasal 29 tidak dipenuhi sehingga tidak dapat diketahui besarnya pajak yang terutang; atau e. apabila kepada Wajib Pajak diterbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak secara jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4a).
Penjelasan
Penjelasan
Ayat (1) Ayat (1) Ketentuan ayat ini memberikan wewenang kepada Direktur Jenderal Pajak untuk dapat Ketentuan ayat ini memberi wewenang kepada Direktur Jenderal Pajak untuk dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, yang pada hakekatnya hanya terhadap menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, yang pada hakikatnya hanya terhadap kasus-kasus tertentu seperti tersebut dalam ayat ini, dengan perkataan lain hanya kasus-kasus tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat ini. Dengan demikian, hanya terhadap Wajib Pajak tertentu yang nyata-nyata atau berdasarkan hasil pemeriksaan tidak terhadap Wajib Pajak yang berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain tidak memenuhi kewajiban formal dan/atau kewajiban materiil. Wewenang yang diberikan oleh memenuhi kewajiban formal dan/atau kewajiban material. Keterangan lain tersebut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan kepada Direktur Jenderal Pajak adalah data konkret yang diperoleh atau dimiliki oleh Direktur Jenderal Pajak, antara lain untuk melakukan koreksi fiskal tersebut dibatasi sampai dengan kurun waktu sepuluh berupa hasil konfirmasi faktur pajak dan bukti pemotongan Pajak Penghasilan. tahun. Wewenang yang diberikan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan kepada Direktur Jenderal Pajak untuk melakukan koreksi fiskal tersebut dibatasi sampai dengan kurun waktu 5 (lima) tahun.
Menurut ketentuan ayat (1) huruf a, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan baru diterbitkan bilamana Wajib Pajak tidak membayar pajak sebagaimana mestinya menurut peraturan perundang-undangan perpajakan.
Menurut ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar baru diterbitkan jika Wajib Pajak tidak membayar pajak sebagaimana mestinya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Diketahuinya bahwa Wajib Pajak tidak atau kurang membayar pajak, adalah karena dilakukan pemeriksaan terhadap Wajib Pajak yang bersangkutan dan dari hasil pemeriksaan itu diketahui bahwa Wajib Pajak tidak atau kurang membayar dari jumlah yang seharusnya terutang.
Diketahuinya Wajib Pajak tidak atau kurang membayar pajak karena dilakukan pemeriksaan terhadap Wajib Pajak yang bersangkutan dan dari hasil pemeriksaan itu diketahui bahwa Wajib Pajak tidak atau kurang membayar dari jumlah pajak yang seharusnya terutang.
Pemeriksaan dapat dilakukan di tempat tinggal, tempat kedudukan dan/atau tempat kegiatan usaha Wajib Pajak. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar dapat juga diterbitkan dalam hal Direktur Jenderal Pajak memiliki data lain di luar data yang disampaikan oleh Wajib Pajak sendiri, dari data tersebut dapat dipastikan bahwa Wajib Pajak tidak memenuhi kewajiban pajak sebagaimana mestinya. Untuk memastikan kebenaran data itu, terhadap Wajib Pajak dapat dilakukan pemeriksaan.
Pemeriksaan dapat dilakukan di tempat tinggal, tempat kedudukan, dan/atau tempat kegiatan usaha Wajib Pajak. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar dapat juga diterbitkan dalam hal Direktur Jenderal Pajak memiliki data lain di luar data yang disampaikan oleh Wajib Pajak sendiri, dari data tersebut dapat dipastikan bahwa Wajib Pajak tidak memenuhi kewajiban pajak sebagaimana mestinya. Untuk memastikan kebenaran data itu, terhadap Wajib Pajak dapat dilakukan pemeriksaan.
Surat Pemberitahuan yang tidak disampaikan pada waktunya, walaupun telah ditegur secara tertulis dan tidak juga disampaikan dalam jangka waktu yang ditentukan dalam Surat Teguran itu, menurut ketentuan ayat (1) huruf b membawa akibat, bahwa Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar secara jabatan.
Surat Pemberitahuan yang tidak disampaikan pada waktunya walaupun telah ditegur secara tertulis dan tidak juga disampaikan dalam jangka waktu yang ditentukan dalam Surat Teguran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b membawa akibat Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar secara jabatan. Terhadap ketetapan seperti ini dikenai sanksi administrasi berupa kenaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
Terhadap ketetapan seperti ini dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan sebagaimana diatur pada ayat (3). Teguran antara lain dimaksudkan pula untuk memberi kesempatan kepada Wajib Pajak yang beritikad baik, untuk menyampaikan alasan atau sebab-sebab tidak dapatnya Surat Pemberitahuan disampaikan karena sesuatu hal di luar kemampuannya (force mayeur).
Teguran, antara lain, dimaksudkan untuk memberi kesempatan kepada Wajib Pajak yang beriktikad baik untuk menyampaikan alasan atau sebab-sebab tidak dapat disampaikannya Surat Pemberitahuan karena sesuatu hal di luar kemampuannya (force majeur).
Bagi Wajib Pajak yang tidak melaksanakan kewajiban perpajakan di bidang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, yang mengakibatkan pajak terutang tidak atau kurang dibayar sebagaimana tersebut pada ayat (1) huruf c, dikenakan sanksi administrasi dengan menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar ditambah kenaikan sebesar 100% (seratus persen).
Bagi Wajib Pajak yang tidak melaksanakan kewajiban perpajakan di bidang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, yang mengakibatkan pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, dikenai sanksi administrasi dengan menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar ditambah dengan kenaikan sebesar 100% (seratus persen).
Bagi Wajib Pajak yang tidak menyelenggarakan pembukuan menurut ketentuan Pasal 28 atau pada saat diperiksa tidak memenuhi permintaan menurut Pasal 29, sehingga Direktur Jenderal Pajak tidak dapat menghitung jumlah pajak yang seharusnya terutang sebagaimana tersebut pada ayat (1) huruf d, maka Direktur Jenderal Pajak berwenang menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar dengan penghitungan secara jabatan yaitu penghitungan pajak didasarkan pada data yang tidak hanya diperoleh dari Wajib Pajak saja.
Bagi Wajib Pajak yang tidak menyelenggarakan pembukuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 atau pada saat diperiksa tidak memenuhi permintaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 sehingga Direktur Jenderal Pajak tidak dapat menghitung jumlah pajak yang seharusnya terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, Direktur Jenderal Pajak berwenang menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar dengan penghitungan secara jabatan, yaitu penghitungan pajak didasarkan pada data yang tidak hanya diperoleh dari Wajib Pajak saja.
Pembuktian atas uraian penghitungan yang dijadikan dasar penghitungan secara jabatan oleh Direktur Jenderal Pajak diletakkan pada Wajib Pajak. Sebagai contoh diberikan antara lain :
Pembuktian atas uraian penghitungan yang dijadikan dasar penghitungan secara jabatan oleh Direktur Jenderal Pajak dibebankan kepada Wajib Pajak. Sebagai contoh:
1.
1. pembukuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 tidak lengkap sehingga penghitungan laba rugi atau peredaran tidak jelas;
pembukuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 tidak lengkap, sehingga penghitungan rugi laba atau peredaran tidak jelas;
2.
dokumen-dokumen pembukuan pembukuan tidak dapat diuji;
tidak
lengkap sehingga angka-angka dalam
2. dokumen-dokumen pembukuan tidak pembukuan tidak dapat diuji; atau
lengkap
sehingga
angka-angka
dalam
3.
dari rangkaian pemeriksaan dan/atau fakta-fakta yang diketahui besar dugaan disembunyikannya dokumen atau data pendukung lain di suatu tempat tertentu, sehingga dari sikap demikian jelas Wajib Pajak telah tidak menunjukkan itikad baiknya untuk membantu kelancaran jalannya pemeriksaan.
3. dari rangkaian pemeriksaan dan/atau fakta-fakta yang diketahui besar dugaan disembunyikannya dokumen atau data pendukung lain di suatu tempat tertentu sehingga dari sikap demikian jelas Wajib Pajak telah tidak menunjukkan iktikad baiknya untuk membantu kelancaran jalannya pemeriksaan.
Beban pembuktian tersebut berlaku juga bagi ketetapan yang diterbitkan berdasarkan ketentuan ayat (1) huruf b.
Beban pembuktian tersebut berlaku juga bagi ketetapan yang diterbitkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b.
(2) Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (2) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan untuk selama-lamanya dua puluh empat bulan, dihitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak sampai dengan diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar.
Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf e ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, dihitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sampai dengan diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar.
Penjelasan
Penjelasan
Ayat (2) Ayat (2) Ayat ini mengatur sanksi administrasi perpajakan yang dikenakan kepada Wajib Pajak Ayat ini mengatur sanksi administrasi perpajakan yang dikenakan kepada Wajib Pajak karena melanggar kewajiban perpajakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a. karena melanggar kewajiban perpajakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a Sanksi administrasi perpajakan tersebut berupa bunga sebesar 2% (dua persen) dan huruf e. Sanksi administrasi perpajakan tersebut berupa bunga sebesar 2% (dua dituangkan dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar. persen) per bulan yang dicantumkan dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar.
Sanksi administrasi berupa bunga, dihitung dari jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar dan bagian dari bulan dihitung satu bulan.
Sanksi administrasi berupa bunga, dihitung dari jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar dan bagian dari bulan dihitung 1 (satu) bulan. Walaupun Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar tersebut diterbitkan lebih dari 2 (dua) tahun sejak berakhirnya Tahun Pajak, bunga dikenakan atas kekurangan tersebut hanya untuk masa 2 (dua) tahun.
Contoh : Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan.
Contoh: Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan.
Seorang Wajib Pajak Pajak Penghasilan yang mempunyai tahun buku sama dengan tahun takwim memasukkan Surat Pemberitahuan Tahunan untuk tahun 1995 tepat pada waktunya yang disertai dengan setoran akhir.
Wajib Pajak PT A mempunyai penghasilan kena pajak selama Tahun Pajak 2006 sebesar Rp100.000.000,00 dan menyampaikan Surat Pemberitahuan tepat waktu.
Pada bulan April 1998 dikeluarkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar yang menunjukkan kekurangan pajak yang terutang sebesar Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah). Berdasarkan ketentuan ayat ini maka atas kekurangan tersebut ditambah sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan.
Walaupun Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar tersebut diterbitkan lebih dari dua tahun sejak berakhirnya Tahun Pajak, bunga dikenakan atas kekurangan tersebut hanya untuk masa dua tahun dengan penghitungan sebagai berikut :
1. 2.
3. 4. 5.
Pajak yang terutang Kredit Pajak : a. Pajak yang dipotong oleh Pemberi Kerja Rp 150.000,00 b. Pajak yang dibayar sendiri (Setoran Masa) Rp 400.000,00 c. Pajak yang ditagih dalam STP (tidak termasuk bunga dan denda) Rp 75.000,00 d. Pajak yang ditagih di luar negeri Rp 100.000,00 Jumlah pajak yang dikreditkan Pajak yang kurang dibayar Bunga 2 tahun = 2% X 2 X 12 X Rp 1.000.000,00 Pajak yang masih harus dibayar
Rp 1.725.000,00
Pada bulan April 2009 berdasarkan hasil pemeriksaan diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar maka sanksi bunga dihitung sebagai berikut: 1 2 3 4 5 6
Penghasilan Kena Pajak Pajak yang terutang (30% x Rp100.000.000,00) Kredit pajak Pajak yang kurang dibayar Bunga 24 bulan (24 x 2% x Rp20.000.000,00) Jumlah pajak yang masih harus dibayar
Rp100.000.000,00 Rp 30.000.000,00 Rp 10.000.000,00(-) Rp 20.000.000,00 Rp 9.600.000,00(+) Rp 29.600.000,00
Dalam hal pengusaha tidak melaporkan kegiatan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, selain harus menyetor pajak yang terutang, pengusaha tersebut juga dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan dari pajak yang kurang dibayar yang dihitung sejak berakhirnya Masa Pajak untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.
Rp 725.000,00 Rp 1.000.000,00 Rp 480.000,00 Rp 1.480.000,00
Seandainya Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar tersebut diterbitkan bulan Mei 1997, maka penghitungannya sebagai berikut : 1. 2. 3.
Pajak yang kurang dibayar Bunga 17 bulan = 2% X 17 X Rp 1.000.000,00 Pajak yang masih harus dibayar
Rp 1.000.000,00 Rp 340.000,00 Rp 1.340.000,00
(3) Jumlah pajak dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar sebagaimana dimaksud pada (3) ayat (1) huruf b, huruf c, dan huruf d ditambah dengan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar : a.
50% (lima puluh persen) dari Pajak Penghasilan yang tidak atau kurang dibayar dalam satu Tahun Pajak;
Jumlah pajak dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf c, dan huruf d ditambah dengan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar: a. 50% (lima puluh persen) dari Pajak Penghasilan yang tidak atau kurang dibayar dalam satu Tahun Pajak;
b.
100% (seratus persen) dari Pajak Penghasilan yang tidak atau kurang dipotong, tidak atau kurang dipungut, tidak atau kurang disetor, dan dipotong atau dipungut tetapi tidak atau kurang disetorkan;
b. 100% (seratus persen) dari Pajak Penghasilan yang tidak atau kurang dipotong, tidak atau kurang dipungut, tidak atau kurang disetor, dan dipotong atau dipungut tetapi tidak atau kurang disetor; atau
c.
100% (seratus persen) dari Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang tidak atau kurang dibayar.
c. 100% (seratus persen) dari Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang tidak atau kurang dibayar.
Penjelasan
Penjelasan
Ayat (3) Ayat (3) Ayat ini mengatur sanksi administrasi dari suatu ketetapan pajak, karena melanggar Ayat ini mengatur sanksi administrasi dari suatu ketetapan pajak karena melanggar kewajiban perpajakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf c, dan huruf d. kewajiban perpajakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf c, dan huruf d. Sanksi administrasi demikian berupa kenaikan, yaitu suatu jumlah proporsional yang Sanksi administrasi berupa kenaikan merupakan suatu jumlah proporsional yang harus harus ditambahkan pada jumlah pajak yang harus ditagih. ditambahkan pada pokok pajak yang kurang dibayar.
Besarnya sanksi administrasi berupa kenaikan berbeda-beda menurut jenis pajaknya yaitu untuk jenis Pajak Penghasilan yang dibayar sendiri oleh Wajib Pajak sanksi kenaikan sebesar 50% (lima puluh persen), untuk jenis Pajak Penghasilan yang dipotong oleh orang atau badan lain sanksi kenaikan sebesar 100% (seratus persen), sedangkan untuk jenis Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sanksi kenaikan sebesar 100% (seratus persen).
Besarnya sanksi administrasi berupa kenaikan berbeda-beda menurut jenis pajaknya, yaitu untuk jenis Pajak Penghasilan yang dibayar oleh Wajib Pajak sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 50% (lima puluh persen), untuk jenis Pajak Penghasilan yang dipotong oleh orang atau badan lain sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100% (seratus persen), sedangkan untuk jenis Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100% (seratus persen).
(4) Besarnya pajak yang terutang yang diberitahukan oleh Wajib Pajak dalam Surat (4) Pemberitahuan menjadi pasti menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku, apabila dalam jangka waktu sepuluh tahun sesudah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak, tidak diterbitkan surat ketetapan pajak.
Besarnya pajak yang terutang yang diberitahukan oleh Wajib Pajak dalam Surat Pemberitahuan menjadi pasti sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan apabila dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (1), setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak tidak diterbitkan surat ketetapan pajak.
Penjelasan
Penjelasan
Ayat (4) Ayat (4) Untuk memberikan kepastian dan jaminan hukum bagi para Wajib Pajak, berkenaan Untuk memberikan kepastian hukum bagi Wajib Pajak berkenaan dengan pelaksanaan dengan pelaksanaan pemungutan pajak dengan sistem "self assessment", maka apabila pemungutan pajak dengan sistem self assessment, apabila dalam jangka waktu 5 (lima) dalam waktu sepuluh tahun sejak saat terutangnya pajak, berakhirnya Masa Pajak, tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sejak saat terutangnya pajak, berakhirnya Bagian Tahun Pajak atau berakhirnya Tahun Pajak, Direktur Jenderal Pajak tidak juga Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau berakhirnya Tahun Pajak, Direktur Jenderal Pajak menerbitkan ketetapan pajak, maka jumlah pembayaran pajak yang diberitahukan dalam tidak menerbitkan surat ketetapan pajak, jumlah pembayaran pajak yang diberitahukan Surat Pemberitahuan Masa atau Surat Pemberitahuan Tahunan pada hakekatnya telah dalam Surat Pemberitahuan Masa atau Surat Pemberitahuan Tahunan pada hakikatnya menjadi tetap dengan sendirinya atau telah menjadi pasti karena hukum menurut telah menjadi tetap dengan sendirinya atau telah menjadi pasti karena hukum sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Dengan demikian, Surat Pemberitahuan Wajib Pajak yang bersangkutan telah merupakan ketetapan yang tetap dan tidak akan diubah (rampung). (5) Apabila jangka waktu sepuluh tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah lewat, (5) Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar tetap dapat diterbitkan ditambah sanksi administrasi berupa bunga sebesar 48% (empat puluh delapan persen) dari jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar, dalam hal Wajib Pajak setelah jangka waktu sepuluh tahun tersebut dipidana, karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan berdasarkan putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Penjelasan
Walaupun jangka waktu 5 (lima) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah lewat, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar tetap dapat diterbitkan ditambah sanksi administrasi berupa bunga sebesar 48% (empat puluh delapan persen) dari jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar, apabila Wajib Pajak setelah jangka waktu tersebut dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan atau tindak pidana lainnya yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
Penjelasan
Ayat (5) Ayat (5) Dalam hal Wajib Pajak dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan Apabila terhadap Wajib Pajak dilakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan, berdasarkan putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, Surat untuk menentukan kerugian pada pendapatan negara, atas jumlah pajak yang terutang Ketetapan Pajak Kurang Bayar masih dibenarkan untuk diterbitkan, ditambah sanksi belum dikeluarkan surat ketetapan pajak. administrasi berupa bunga sebesar 48% (empat puluh delapan persen) dari jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar meskipun jangka waktu sepuluh tahun sebagaimana ditentukan pada ayat (1) dilampaui. Dengan adanya putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap tersebut, terungkap adanya data fiskal yang selama itu sengaja tidak dilaporkan oleh Wajib Pajak.
Untuk mengetahui bahwa Wajib Pajak memang benar-benar melakukan tindak pidana di bidang perpajakan, harus dibuktikan melalui proses pengadilan yang dapat membutuhkan waktu lebih dari 5 (lima) tahun. Kemungkinan dapat terjadi bahwa Wajib Pajak yang disidik oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil, tetapi oleh penuntut umum tidak dituntut berdasarkan sanksi pidana perpajakan, misalnya Wajib Pajak yang dijatuhi pidana oleh pengadilan karena melakukan penyelundupan yang dalam putusan pengadilan tersebut menunjukkan adanya suatu jumlah objek pajak yang belum dikenai pajak.
Oleh karena itu, dalam rangka memperoleh kembali pajak yang terutang tersebut, dalam hal Wajib Pajak dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan atau tindak pidana lainnya yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara berdasarkan putusan Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar masih dibenarkan untuk diterbitkan, ditambah sanksi administrasi berupa bunga sebesar 48% (empat puluh delapan persen) dari jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar meskipun jangka waktu 5 (lima) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampaui.
(6)
Penjelasan
Tata cara penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
Penjelasan Ayat (6) Cukup jelas
Pasal 13A Wajib Pajak yang karena kealpaannya tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan atau menyampaikan Surat Pemberitahuan, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, tidak dikenai sanksi pidana apabila kealpaan tersebut pertama kali dilakukan oleh Wajib Pajak dan Wajib Pajak tersebut wajib melunasi kekurangan pembayaran jumlah pajak yang terutang beserta sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 200% (dua ratus persen) dari jumlah pajak yang kurang dibayar yang ditetapkan melalui penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar.
Penjelasan Pasal 13A Pengenaan sanksi pidana merupakan upaya terakhir untuk meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak. Namun, bagi Wajib Pajak yang melanggar pertama kali ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini tidak dikenai sanksi pidana, tetapi dikenai sanksi administrasi.
Oleh karena itu, Wajib Pajak yang karena kealpaannya tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan atau menyampaikan Surat Pemberitahuan, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara tidak dikenai sanksi pidana apabila kealpaan tersebut pertama kali dilakukan Wajib Pajak. Dalam hal ini, Wajib Pajak tersebut wajib melunasi kekurangan pembayaran jumlah pajak yang terutang beserta sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 200% (dua ratus persen) dari jumlah pajak yang kurang dibayar.
Pasal 14 (1) Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Tagihan Pajak apabila :
Pasal 14 (1)
Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Tagihan Pajak apabila:
a.
Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar;
a. Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar;
b.
Dari hasil penelitian Surat Pemberitahuan terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis dan atau salah hitung;
b. dari hasil penelitian terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis dan/atau salah hitung;
Dari hasil penelitian Surat Pemberitahuan terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis dan atau salah hitung;
dari hasil penelitian terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis dan/atau salah hitung;
c.
Wajib Pajak dikenakan sanksi administrasi berupa denda dan atau bunga;
c. Wajib Pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda dan/atau bunga;
d.
Pengusaha yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya tetapi tidak melaporkan kegiatan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak;
d. pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, tetapi tidak membuat faktur pajak atau membuat faktur pajak, tetapi tidak tepat waktu;
e.
Pengusaha yang tidak dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak tetapi membuat Faktur Pajak;
e. pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak yang tidak mengisi faktur pajak secara lengkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya, selain:
1. identitas pembeli sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) huruf b Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya; atau 2. identitas pembeli serta nama dan tandatangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) huruf b dan huruf g Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya, dalam hal penyerahan dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak pedagang eceran;
f.
Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak tidak membuat atau membuat Faktur Pajak tetapi tidak tepat waktu atau tidak mengisi selengkapnya Faktur Pajak.
f. Pengusaha Kena Pajak melaporkan faktur pajak tidak sesuai dengan masa penerbitan faktur pajak; atau g. Pengusaha Kena Pajak yang gagal berproduksi dan telah diberikan pengembalian Pajak Masukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (6a) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya.
Penjelasan
Penjelasan
Ayat (1) Cukup jelas
Ayat (1) Cukup jelas
(2) Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) mempunyai kekuatan hukum (2) yang sama dengan surat ketetapan pajak.
Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan surat ketetapan pajak.
Penjelasan
Penjelasan
Ayat (2) Ayat (2) Surat Tagihan Pajak menurut ayat ini dipersamakan kekuatan hukumnya dengan surat Surat Tagihan Pajak menurut ayat ini disamakan kekuatan hukumnya dengan surat ketetapan pajak, sehingga dalam hal penagihannya dapat juga dilakukan dengan Surat ketetapan pajak sehingga dalam hal penagihannya dapat juga dilakukan dengan Surat Paksa. Paksa. (3) Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam Surat Tagihan Pajak sebagaimana (3) dimaksud dalam ayat (1) huruf a dan huruf b ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, dihitung sejak saat terutangnya pajak atau Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak sampai dengan diterbitkannya Surat Tagihan Pajak.
Penjelasan
Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, dihitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sampai dengan diterbitkannya Surat Tagihan Pajak.
Penjelasan
Ayat (3) Ayat (3) Ayat ini mengatur pengenaan sanksi administrasi berupa bunga atas Surat Tagihan Pajak Ayat ini mengatur pengenaan sanksi administrasi berupa bunga atas Surat Tagihan Pajak yang diterbitkan karena : yang diterbitkan karena: -
penelitian Surat Pemberitahuan yang menghasilkan pajak kurang dibayar karena terdapat salah tulis dan atau salah hitung;
-
Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar.
a. Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar; atau b. penelitian Surat Pemberitahuan yang menghasilkan pajak kurang dibayar karena terdapat salah tulis dan/atau salah hitung.
Untuk jelasnya cara penghitungannya diberikan contoh sebagai berikut :
Untuk jelasnya diberikan contoh cara penghitungan sebagai berikut:
1.
1. Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar.
Hasil penelitian Surat Pemberitahuan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun 2002 yang disampaikan pada tanggal 31 Maret 2003 setelah dilakukan penelitian ternyata terdapat salah hitung yang menyebabkan Pajak Penghasilan kurang bayar sebesar Rp1.000.000,00. Atas kekurangan Pajak Penghasilan tersebut diterbitkan Surat Tagihan Pajak pada tanggal 13 Juni 2003 dengan penghitungan sebagai berikut :
Pajak Penghasilan Pasal 25 tahun 2008 setiap bulan sebesar Rp100.000.000,00 jatuh tempo misalnya tiap tanggal 15. Pajak Penghasilan Pasal 25 bulan Juni 2008 dibayar tepat waktu sebesar Rp40.000.000,00.
-
-
Kekurangan bayar Pajak Penghasilan Bunga = 3 x 2% x Rp.1.000.000,00 Jumlah yang harus dibayar
Rp 1.000.000,00 Rp 60.000,00 Rp 1.060.000,00
Atas kekurangan Pajak Penghasilan Pasal 25 tersebut diterbitkan Surat Tagihan Pajak pada tanggal 18 September 2008 dengan penghitungan sebagai berikut:
(+) -
Kekurangan bayar Pajak Penghasilan Pasal 25 bulan Juni 2008 (Rp100.000.000,00 – Rp40.000.000,00) Bunga = 3 x 2% x Rp60.000.000,00
Rp 60.000.000,00 Rp 3.600.000,00
2.
Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar :
-
Pajak Penghasilan Pasal 25 tahun 2002 setiap bulan sebesar Rp100.000.000,00 jatuh tempo misalnya tiap tanggal 15. Bulan Juni 2002, dibayar tepat waktu sebesar Rp 40.000.000,00. Atas kekurangan Pajak Penghasilan Pasal 25 tersebut diterbitkan Surat Tagihan Pajak pada tanggal 18 September 2002 dengan penghitungan sebagai berikut : -
Kekurangan bayar Pajak Penghasilan Pasal 25 bulan Juni 2002 Bunga = 3 x 2% x Rp60.000.000,00 Jumlah yang harus dibayar
Rp 63.600.000,00
2. Hasil penelitian Surat Pemberitahuan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun 2008 yang disampaikan pada tanggal 31 Maret 2009 setelah dilakukan penelitian ternyata terdapat salah hitung yang menyebabkan Pajak Penghasilan kurang bayar sebesar Rp1.000.000,00. Atas kekurangan Pajak Penghasilan tersebut diterbitkan Surat Tagihan Pajak pada tanggal 12 Juni 2009 dengan penghitungan sebagai berikut:
Rp 60.000.000,00 Rp 3.600.000,00 Rp 63.600.000,00
(4) Terhadap Pengusaha atau Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) (1) huruf d, huruf e, dan huruf f, masing-masing dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% (dua persen) dari Dasar Pengenaan Pajak.
Penjelasan
Jumlah yang harus dibayar
Kekurangan bayar Pajak Penghasilan Bunga = 3 x 2% x Rp1.000.000,00 Jumlah yang harus dibayar
Rp 1.000.000,00 Rp 60.000,00 Rp 1.060.000,00
Terhadap pengusaha atau Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, huruf e, atau huruf f masing-masing, selain wajib menyetor pajak yang terutang, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% (dua persen) dari Dasar Pengenaan Pajak.
Penjelasan
Ayat (4) Ayat (4) Apabila Pengusaha Kena Pajak tidak melaporkan kegiatan usahanya untuk dikukuhkan Pengusaha Kena Pajak yang tidak membuat faktur pajak maupun Pengusaha Kena sebagai Pengusaha Kena Pajak, maka ia telah melanggar kewajibannya dengan itikad Pajak yang membuat faktur pajak, tetapi tidak tepat waktu atau tidak selengkapnya tidak baik dan melalaikan kepercayaan yang telah diberikan kepadanya. Oleh karena itu mengisi faktur pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% (dua persen) selain harus menyetor pajak terutang dengan tidak diperkenankan memperhitungkan dari Dasar Pengenaan Pajak. Pajak Masukan, Pengusaha Kena Pajak juga dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% (dua persen) dari Dasar Pengenaan Pajak yang timbul sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. Di samping itu berdasarkan ketentuan Demikian pula bagi Pengusaha Kena Pajak yang membuat faktur pajak, tetapi peraturan perundang-undangan perpajakan ditetapkan bahwa Faktur Pajak hanya boleh melaporkannya tidak tepat waktu, dikenai sanksi yang sama. dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak. Larangan membuat Faktur Pajak oleh bukan Pengusaha Kena Pajak dimaksudkan untuk melindungi pembeli dari pemungutan pajak yang tidak semestinya, dan oleh karena itu terhadapnya dikenakan sanksi berupa denda Sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% (dua persen) dari Dasar Pengenaan Pajak administrasi. Demikian pula terhadap Pengusaha Kena Pajak yang wajib membuat Faktur ditagih dengan Surat Tagihan Pajak, sedangkan pajak yang terutang ditagih dengan surat Pajak tetapi tidak melaksanakan, tidak selengkapnya mengisi Faktur Pajak, atau membuat ketetapan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13. Faktur Pajak tetapi tidak tepat waktu, dikenakan sanksi yang sama.
Pengusaha Kena Pajak dimaksudkan untuk melindungi pembeli dari pemungutan pajak yang tidak semestinya, dan oleh karena itu terhadapnya dikenakan sanksi berupa denda administrasi. Demikian pula terhadap Pengusaha Kena Pajak yang wajib membuat Faktur Pajak tetapi tidak melaksanakan, tidak selengkapnya mengisi Faktur Pajak, atau membuat Faktur Pajak tetapi tidak tepat waktu, dikenakan sanksi yang sama.
(5)
Penjelasan
Terhadap Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan dari jumlah pajak yang ditagih kembali, dihitung dari tanggal penerbitan Surat Keputusan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak sampai dengan tanggal penerbitan Surat Tagihan Pajak, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.
Penjelasan Ayat (5) Cukup jelas (6)
Penjelasan
Tata cara penerbitan Surat Tagihan Pajak diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
Penjelasan Ayat (6) Cukup jelas
Pasal 15 (1) Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (1) Tambahan dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun sesudah saat pajak terutang, berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak, apabila ditemukan data baru dan atau data yang semula belum terungkap yang mengakibatkan penambahan jumlah pajak yang terutang.
Pasal 15 Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak apabila ditemukan data baru yang mengakibatkan penambahan jumlah pajak yang terutang setelah dilakukan tindakan pemeriksaan dalam rangka penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan.
Penjelasan
Penjelasan
Ayat (1) Ayat (1) Untuk menampung kemungkinan terjadinya suatu Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Untuk menampung kemungkinan terjadinya suatu Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar yang ternyata telah ditetapkan lebih rendah atau telah dilakukan pengembalian pajak yang yang ternyata telah ditetapkan lebih rendah atau pajak yang terutang dalam suatu Surat tidak seharusnya sebagaimana telah ditetapkan dalam Surat Ketetapan Pajak Lebih Ketetapan Pajak Nihil ditetapkan lebih rendah atau telah dilakukan pengembalian pajak Bayar, atau pajak yang terutang dalam suatu Surat Ketetapan Pajak Nihil ditetapkan lebih yang tidak seharusnya sebagaimana telah ditetapkan dalam Surat Ketetapan Pajak Lebih rendah, Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Bayar, Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun sesudah saat Kurang Bayar Tambahan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun setelah saat terutangnya terutangnya pajak, berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak. pajak atau berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak.
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan merupakan koreksi atas ketetapan pajak sebelumnya. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan baru diterbitkan apabila telah pernah diterbitkan ketetapan pajak.
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan merupakan koreksi atas surat ketetapan pajak sebelumnya. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan baru diterbitkan apabila sudah pernah diterbitkan surat ketetapan pajak. Pada prinsipnya untuk menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan perlu dilakukan pemeriksaan. Jika surat ketetapan pajak sebelumnya diterbitkan berdasarkan pemeriksaan, perlu dilakukan pemeriksaan ulang sebelum menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan. Dalam hal surat ketetapan pajak sebelumnya diterbitkan berdasarkan keterangan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) huruf a, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan juga harus diterbitkan berdasarkan pemeriksaan, tetapi bukan pemeriksaan ulang.
Dengan perkataan lain Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan tidak akan mungkin diterbitkan sebelum didahului dengan penerbitan ketetapan pajak. Penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan dilakukan dengan syarat adanya data baru (novum) dan atau data yang semula belum terungkap yang menyebabkan penambahan pajak yang terutang dalam surat ketetapan pajak sebelumnya.
Dengan demikian, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan tidak akan mungkin diterbitkan sebelum didahului dengan penerbitan surat ketetapan pajak. Penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan dilakukan dengan syarat adanya data baru termasuk data yang semula belum terungkap yang menyebabkan penambahan pajak yang terutang dalam surat ketetapan pajak sebelumnya.
Sejalan dengan itu maka setelah Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar diterbitkan sebagai akibat telah lewat waktu 12 (dua belas) bulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan diterbitkan hanya dalam hal ditemukan data baru dan atau data yang semula belum terungkap.
Sejalan dengan itu, setelah Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar diterbitkan sebagai akibat telah lewat waktu 12 (dua belas) bulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan diterbitkan hanya dalam hal ditemukan data baru termasuk data yang semula belum terungkap.
Dalam hal masih ditemukan lagi data yang semula belum terungkap pada saat diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan atau data baru yang diketahui kemudian oleh Direktur Jenderal Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan masih dapat diterbitkan lagi.
Dalam hal masih ditemukan lagi data baru termasuk data yang semula belum terungkap pada saat diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan/atau data baru termasuk data yang semula belum terungkap yang diketahui kemudian oleh Direktur Jenderal Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan masih dapat diterbitkan lagi.
Yang dimaksud dengan data baru adalah data atau keterangan mengenai segala sesuatu yang diperlukan untuk menghitung besarnya jumlah pajak yang terutang yang oleh Wajib Pajak belum diberitahukan pada waktu penetapan semula, baik dalam Surat Pemberitahuan dan lampiran-lampirannya maupun dalam pembukuan perusahaan yang diserahkan pada waktu pemeriksaan. Sedangkan yang dimaksud dengan data yang semula belum terungkap adalah data atau keterangan lain mengenai segala sesuatu yang diperlukan untuk menghitung besarnya jumlah pajak yang terutang, yang :
Yang dimaksud dengan “data baru” adalah data atau keterangan mengenai segala sesuatu yang diperlukan untuk menghitung besarnya jumlah pajak yang terutang yang oleh Wajib Pajak belum diberitahukan pada waktu penetapan semula, baik dalam Surat Pemberitahuan dan lampiran-lampirannya maupun dalam pembukuan perusahaan yang diserahkan pada waktu pemeriksaan.
Selain itu, yang termasuk dalam data baru adalah data yang semula belum terungkap, yaitu data yang: a.
tidak diungkapkan oleh Wajib Pajak dalam Surat Pemberitahuan beserta lampirannya (termasuk laporan keuangan); dan atau
a. tidak diungkapkan oleh Wajib Pajak dalam Surat Pemberitahuan beserta lampirannya (termasuk laporan keuangan); dan/atau
b.
pada waktu pemeriksaan untuk penetapan semula Wajib Pajak tidak mengungkapkan data dan atau memberikan keterangan lain secara benar, lengkap, dan terinci sehingga tidak memungkinkan fiskus dapat menerapkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dengan benar dalam menghitung jumlah pajak yang terutang.
b. pada waktu pemeriksaan untuk penetapan semula Wajib Pajak tidak mengungkapkan data dan/atau memberikan keterangan lain secara benar, lengkap, dan terinci sehingga tidak memungkinkan fiskus dapat menerapkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dengan benar dalam menghitung jumlah pajak yang terutang.
Walaupun Wajib Pajak telah memberitahukan dalam Surat Pemberitahuan atau mengungkapkan pada waktu pemeriksaan, akan tetapi apabila memberitahukannya atau mengungkapkannya dengan cara sedemikian rupa sehingga membuat fiskus tidak mungkin menghitung besarnya jumlah pajak yang terutang secara benar sehingga jumlah pajak yang terutang ditetapkan kurang dari yang seharusnya, maka hal tersebut termasuk dalam pengertian data yang semula belum terungkap, misalnya :
Walaupun Wajib Pajak telah memberitahukan data dalam Surat Pemberitahuan atau mengungkapkannya pada waktu pemeriksaan, tetapi apabila memberitahukannya atau mengungkapkannya dengan cara sedemikian rupa sehingga membuat fiskus tidak mungkin menghitung besarnya jumlah pajak yang terutang secara benar sehingga jumlah pajak yang terutang ditetapkan kurang dari yang seharusnya, hal tersebut termasuk dalam pengertian data yang semula belum terungkap.
1.
Dalam Surat Pemberitahuan dan atau laporan keuangan tertulis adanya biaya iklan Rp10.000.000,00 sedangkan sesungguhnya biaya tersebut terdiri dari Rp5.000.000,00 biaya iklan di media masa dan Rp5.000.000,00 sisanya adalah sumbangan atau hadiah.
Contoh: 1. Dalam Surat Pemberitahuan dan/atau laporan keuangan tertulis adanya biaya iklan Rp10.000.000,00, sedangkan sesungguhnya biaya tersebut terdiri atas Rp5.000.000,00 biaya iklan di media massa dan Rp5.000.000,00 sisanya adalah sumbangan atau hadiah yang tidak boleh dibebankan sebagai biaya.
2.
Apabila pada saat penetapan semula Wajib Pajak tidak mengungkapkan perincian tersebut sehingga fiskus tidak melakukan koreksi atas pengeluaran berupa sumbangan atau hadiah, sehingga pajak yang terutang tidak dapat dihitung secara benar, maka data mengenai pengeluaran berupa sumbangan atau hadiah tersebut adalah tergolong data yang semula belum terungkap.
Apabila pada saat penetapan semula Wajib Pajak tidak mengungkapkan perincian tersebut sehingga fiskus tidak melakukan koreksi atas pengeluaran berupa sumbangan atau hadiah sehingga pajak yang terutang tidak dapat dihitung secara benar, data mengenai pengeluaran berupa sumbangan atau hadiah tersebut tergolong data yang semula belum terungkap.
Dalam Surat Pemberitahuan dan atau laporan keuangan disebutkan pengelompokan harta tetap yang disusutkan tanpa disertai dengan perincian harta pada setiap kelompok yang dimaksud, demikian pula pada saat pemeriksaan untuk penetapan semula Wajib Pajak tidak mengungkapkan perincian tersebut, sehingga fiskus tidak dapat meneliti kebenaran pengelompokan dimaksud.
2. Dalam Surat Pemberitahuan dan/atau laporan keuangan disebutkan pengelompokan harta tetap yang disusutkan tanpa disertai dengan perincian harta pada setiap kelompok yang dimaksud, demikian pula pada saat pemeriksaan untuk penetapan semula Wajib Pajak tidak mengungkapkan perincian tersebut sehingga fiskus tidak dapat meneliti kebenaran pengelompokan dimaksud, misalnya harta yang seharusnya termasuk dalam kelompok harta berwujud bukan bangunan kelompok 3, tetapi dikelompokkan ke dalam kelompok 2. Akibatnya, atas kesalahan pengelompokan harta tersebut tidak dilakukan koreksi, sehingga pajak yang terutang tidak dapat dihitung secara benar. Apabila setelah itu diketahui adanya data yang menyatakan bahwa pengelompokan harta tersebut tidak benar, maka data tersebut termasuk data yang semula belum terungkap.
Dalam pengelompokan tersebut sesungguhnya terdapat kesalahan, misalnya harta yang seharusnya termasuk dalam kelompok harta berwujud bukan bangunan kelompok 3 namun dikelompokkan ke dalam kelompok 2. Oleh karena pada saat penetapan semula Wajib Pajak tidak mengungkapkan perincian yang dimaksud maka tidak dilakukan koreksi atas kesalahan pengelompokan harta tersebut, dan sebagai akibatnya pajak yang terutang tidak dapat dihitung secara benar. Apabila kemudian diketahui adanya kesalahan, maka data pengelompokan harta tersebut adalah data yang semula belum terungkap.
3.
Pengusaha Kena Pajak melakukan pembelian sejumlah barang dari Pengusaha Kena Pajak lain dan atas pembelian tersebut oleh Pengusaha Kena Pajak penjual diterbitkan Faktur Pajak. Barang-barang tersebut sebagian digunakan untuk kegiatan yang mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usahanya dan sebagian yang lain tidak mempunyai hubungan langsung. Seluruh Faktur Pajak tersebut dikreditkan sebagai Pajak Masukan oleh Pengusaha Kena Pajak pembeli.
3. Pengusaha Kena Pajak melakukan pembelian sejumlah barang dari Pengusaha Kena Pajak lain dan atas pembelian tersebut oleh Pengusaha Kena Pajak penjual diterbitkan faktur pajak. Barang-barang tersebut sebagian digunakan untuk kegiatan yang mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usahanya, seperti pengeluaran untuk kegiatan produksi, distribusi, pemasaran, dan manajemen, dan sebagian lainnya tidak mempunyai hubungan langsung. Seluruh faktur pajak tersebut dikreditkan sebagai Pajak Masukan oleh Pengusaha Kena Pajak pembeli.
Apabila pada saat penetapan semula Pengusaha Kena Pajak tidak mengungkapkan perincian penggunaan barang tersebut dengan benar sehingga tidak dilakukan koreksi atas pengkreditan Pajak Masukan tersebut, dan sebagai akibatnya Pajak Pertambahan Nilai yang terutang tidak dapat dihitung secara benar, maka apabila kemudian diketahui adanya data atau keterangan tentang kesalahan mengkreditkan Pajak Masukan yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha dimaksud, data atau keterangan tersebut merupakan data yang semula belum terungkap.
Apabila pada saat penetapan semula Pengusaha Kena Pajak tidak mengungkapkan rincian penggunaan barang tersebut dengan benar sehingga tidak dilakukan koreksi atas pengkreditan Pajak Masukan tersebut oleh fiskus, sebagai akibatnya Pajak Pertambahan Nilai yang terutang tidak dapat dihitung secara benar. Apabila setelah itu diketahui adanya data atau keterangan tentang kesalahan mengkreditkan Pajak Masukan yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha dimaksud, data atau keterangan tersebut merupakan data yang semula belum terungkap.
(2) Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (2) Tambahan, ditambah dengan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah kekurangan pajak tersebut. Penjelasan
Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan ditambah dengan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah kekurangan pajak tersebut.
Penjelasan
Ayat (2) Ayat (2) Dalam hal setelah diterbitkan ketetapan pajak ternyata masih ditemukan data baru dan Dalam hal setelah diterbitkan surat ketetapan pajak ternyata masih ditemukan data baru atau data yang belum terungkap yang belum diperhitungkan sebagai dasar penetapan termasuk data yang belum terungkap yang belum diperhitungkan sebagai dasar tersebut, maka atas pajak yang kurang dibayar ditagih dengan Surat Ketetapan Pajak penetapan tersebut, atas pajak yang kurang dibayar ditagih dengan Surat Ketetapan Kurang Bayar Tambahan ditambah sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100% Pajak Kurang Bayar Tambahan ditambah sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar (seratus persen) dari pajak yang kurang dibayar. 100% (seratus persen) dari pajak yang kurang dibayar.
(3) Kenaikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak dikenakan apabila Surat Ketetapan (3) Pajak Kurang Bayar Tambahan itu diterbitkan berdasarkan keterangan tertulis dari Wajib Pajak atas kehendak sendiri, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum mulai melakukan tindakan pemeriksaan.
Kenaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dikenakan apabila Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan itu diterbitkan berdasarkan keterangan tertulis dari Wajib Pajak atas kehendak sendiri, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum mulai melakukan tindakan pemeriksaan dalam rangka penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan.
Penjelasan
Penjelasan
Ayat (3) Cukup jelas
Ayat (3) Cukup jelas
(4) Apabila jangka waktu 10 (sepuluh) tahun sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) telah (4) lewat, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan tetap dapat diterbitkan ditambah sanksi administrasi berupa bunga sebesar 48% (empat puluh delapan persen) dari jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar, dalam hal Wajib Pajak setelah jangka waktu 10 (sepuluh) tahun tersebut dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan berdasarkan putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Penjelasan
Apabila jangka waktu 5 (lima) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah lewat, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan tetap dapat diterbitkan ditambah sanksi administrasi berupa bunga sebesar 48% (empat puluh delapan persen) dari jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar, dalam hal Wajib Pajak setelah jangka waktu 5 (lima) tahun tersebut dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan atau tindak pidana lainnya yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
Penjelasan
Ayat (4) Ayat (4) Dalam hal Wajib Pajak dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan Dalam hal Wajib Pajak dipidana karena melakukan tindak pidana yang dapat berdasarkan putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, Surat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara berupa pajak berdasarkan putusan Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan tetap dapat diterbitkan, ditambah sanksi pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, Surat Ketetapan Pajak Kurang administrasi berupa bunga sebesar 48% (empat puluh delapan persen) dari jumlah pajak Bayar Tambahan tetap dapat diterbitkan, ditambah sanksi administrasi berupa bunga yang tidak atau kurang dibayar, meskipun jangka waktu sepuluh tahun sebagaimana sebesar 48% (empat puluh delapan persen) dari jumlah pajak yang tidak atau kurang ditentukan dalam ayat (1) dilampaui. dibayar meskipun jangka waktu 5 (lima) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampaui.
(5)
Penjelasan
Tata cara penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
Penjelasan Ayat (5) Cukup jelas
Pasal 16
Pasal 16
(1) Direktur Jenderal Pajak karena jabatan atau atas permohonan Wajib Pajak dapat (1) membetulkan surat ketetapan pajak, Surat Tagihan Pajak, Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi, Surat Keputusan Pengurangan atau Pembatalan Ketetapan Pajak yang tidak benar, atau Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak, yang dalam penerbitannya terdapat kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan atau kekeliruan penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan perpajakan.
Penjelasan
Atas permohonan Wajib Pajak atau karena jabatannya, Direktur Jenderal Pajak dapat membetulkan surat ketetapan pajak, Surat Tagihan Pajak, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi, Surat Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi, Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak, atau Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga, yang dalam penerbitannya terdapat kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan/atau kekeliruan penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan perpajakan.
Penjelasan
Ayat (1) Ayat (1) Pembetulan ketetapan pajak menurut ayat ini dilaksanakan dalam rangka menjalankan Pembetulan menurut ayat ini dilaksanakan dalam rangka menjalankan tugas tugas pemerintahan yang baik, sehingga apabila terdapat kesalahan atau kekeliruan yang pemerintahan yang baik sehingga apabila terdapat kesalahan atau kekeliruan yang bersifat manusiawi dalam suatu ketetapan pajak perlu dibetulkan sebagaimana mestinya. bersifat manusiawi perlu dibetulkan sebagaimana mestinya. Sifat kesalahan atau Sifat kesalahan atau kekeliruan tersebut tidak mengandung persengketaan antara fiskus kekeliruan tersebut tidak mengandung persengketaan antara fiskus dan Wajib Pajak. dengan Wajib Pajak.
Apabila kesalahan atau kekeliruan ditemukan baik oleh fiskus atau berdasarkan permohonan Wajib Pajak maka kesalahan atau kekeliruan tersebut harus dibetulkan. Yang dapat dibetulkan karena kesalahan atau kekeliruan adalah :
Apabila ditemukan kesalahan atau kekeliruan baik oleh fiskus maupun berdasarkan permohonan Wajib Pajak, kesalahan atau kekeliruan tersebut harus dibetulkan. Yang dapat dibetulkan karena kesalahan atau kekeliruan adalah sebagai berikut:
-
surat ketetapan pajak, antara lain Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar, dan Surat Ketetapan Pajak Nihil;
a. surat ketetapan pajak, yang meliputi Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Nihil, dan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar;
-
Surat Tagihan Pajak; Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak; Surat Keputusan Keberatan; Surat Keputusan Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi; Surat Keputusan Pengurangan atau Pembatalan Ketetapan Pajak yang tidak benar.
b. c. d. e. f. g. h. i.
Surat Tagihan Pajak; Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak; Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga; Surat Keputusan Pembetulan; Surat Keputusan Keberatan; Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi; Surat Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi; Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak; atau
j.
Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak.
Ruang lingkup pembetulan yang diatur dalam ayat ini terbatas pada kesalahan atau kekeliruan sebagai akibat dari :
Ruang lingkup pembetulan yang diatur pada ayat ini terbatas pada kesalahan atau kekeliruan sebagai akibat dari:
a.
Kesalahan tulis, yaitu antara lain kesalahan yang dapat berupa nama, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak, nomor surat ketetapan pajak, Jenis Pajak, Masa atau Tahun Pajak, dan tanggal jatuh tempo;
a. kesalahan tulis, antara lain kesalahan yang dapat berupa nama, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak, nomor surat ketetapan pajak, jenis pajak, Masa Pajak atau Tahun Pajak, dan tanggal jatuh tempo;
b.
Kesalahan hitung yaitu kesalahan yang berasal dari penjumlahan dan atau pengurangan dan atau perkalian dan atau pembagian suatu bilangan;
b. kesalahan hitung, antara lain kesalahan yang berasal dari penjumlahan dan/atau pengurangan dan/atau perkalian dan/atau pembagian suatu bilangan; atau
c.
Kekeliruan dalam penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundangundangan perpajakan, yaitu kekeliruan dalam penerapan tarif, kekeliruan penerapan persentase Norma Penghitungan Penghasilan Neto, kekeliruan penerapan sanksi administrasi, kekeliruan Penghasilan Tidak Kena Pajak, kekeliruan penghitungan Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan, dan kekeliruan dalam pengkreditan.
c. kekeliruan dalam penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundangundangan perpajakan, yaitu kekeliruan dalam penerapan tarif, kekeliruan penerapan persentase Norma Penghitungan Penghasilan Neto, kekeliruan penerapan sanksi administrasi, kekeliruan Penghasilan Tidak Kena Pajak, kekeliruan penghitungan Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan, dan kekeliruan dalam pengkreditan pajak.
Pengertian membetulkan dalam ayat ini dapat berarti menambah atau mengurangkan atau menghapuskan, tergantung pada sifat kesalahan dan kekeliruannya.
Pengertian ”membetulkan” pada ayat ini, antara lain, menambahkan, mengurangkan, atau menghapuskan, tergantung pada sifat kesalahan dan kekeliruannya.
Apabila masih terdapat kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan atau kekeliruan dalam penerapan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dalam Surat Keputusan Pembetulan tersebut, Wajib Pajak dapat mengajukan lagi permohonan pembetulan kepada Direktur Jenderal Pajak, atau Direktur Jenderal Pajak dapat melakukan pembetulan lagi karena jabatan.
Jika masih terdapat kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan/atau kekeliruan penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan perpajakan, Wajib Pajak dapat mengajukan lagi permohonan pembetulan kepada Direktur Jenderal Pajak, atau Direktur Jenderal Pajak dapat melakukan pembetulan lagi karena jabatan.
(2) Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan sejak tanggal (2) permohonan diterima, harus memberi keputusan atas permohonan pembetulan yang diajukan.
Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal surat permohonan pembetulan diterima, harus memberi keputusan atas permohonan pembetulan yang diajukan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Penjelasan
Penjelasan
Ayat (2) Ayat (2) Guna memberikan kepastian hukum, terhadap permohonan pembetulan yang diajukan Untuk memberikan kepastian hukum, permohonan pembetulan yang diajukan oleh Wajib oleh Wajib Pajak harus diputuskan dalam batas waktu 12 (dua belas) bulan sejak Pajak harus diputuskan dalam batas waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak permohonan diterima. permohonan diterima.
Guna memberikan kepastian hukum, terhadap permohonan pembetulan yang diajukan oleh Wajib Pajak harus diputuskan dalam batas waktu 12 (dua belas) bulan sejak permohonan diterima.
Untuk memberikan kepastian hukum, permohonan pembetulan yang diajukan oleh Wajib Pajak harus diputuskan dalam batas waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak permohonan diterima.
(3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) telah lewat, Direktur (3) Jenderal Pajak tidak memberi suatu keputusan, maka permohonan pembetulan yang diajukan tersebut dianggap diterima. Penjelasan
Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah lewat, tetapi Direktur Jenderal Pajak tidak memberi suatu keputusan, permohonan pembetulan yang diajukan tersebut dianggap dikabulkan.
Penjelasan
Ayat (3) Ayat (3) Dalam hal batas waktu 12 (dua belas) bulan terlewati dan Direktur Jenderal Pajak belum Dalam hal batas waktu 6 (enam) bulan terlampaui, tetapi Direktur Jenderal Pajak belum memberikan keputusannya, permohonan Wajib Pajak dianggap dikabulkan untuk hal-hal memberikan keputusan, permohonan Wajib Pajak dianggap dikabulkan. yang dimohonkannya. Dengan dianggap dikabulkannya permohonan Wajib Pajak, Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Keputusan Pembetulan sesuai dengan permohonan Wajib Pajak. Atas hal-hal yang dianggap dikabulkan tidak dapat lagi dimohonkan pembetulan.
Dengan dianggap dikabulkannya permohonan Wajib Pajak, Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Keputusan Pembetulan sesuai dengan permohonan Wajib Pajak.
(4)
Apabila diminta oleh Wajib Pajak, Direktur Jenderal Pajak wajib memberikan keterangan secara tertulis mengenai hal-hal yang menjadi dasar untuk menolak atau mengabulkan sebagian permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Penjelasan Ayat (4) Cukup jelas.
Pasal 17 Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan, menerbitkan Surat Ketetapan Pajak (1) Lebih Bayar apabila jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang atau telah dilakukan pembayaran pajak yang tidak seharusnya terutang.
Pasal 17 Direktur Jenderal Pajak, setelah melakukan pemeriksaan, menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar apabila jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang.
Penjelasan
Penjelasan
Menurut ketentuan pasal ini Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar diterbitkan, apabila: a.
Ayat (1) Menurut ketentuan ayat ini Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar diterbitkan untuk: untuk Pajak Penghasilan, jumlah kredit pajak lebih besar dari jumlah pajak yang a. Pajak Penghasilan apabila jumlah kredit pajak lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang, atau telah dilakukan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang; terutang;
b.
untuk Pajak Pertambahan Nilai, jumlah kredit pajak lebih besar dari jumlah pajak yang terutang, atau telah dilakukan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang. Apabila terdapat pajak terutang yang dipungut oleh Pemungut Pajak Pertambahan Nilai, maka yang dimaksud dengan jumlah yang terutang adalah jumlah Pajak Keluaran setelah dikurangi pajak yang dipungut oleh Pemungut Pajak Pertambahan Nilai tersebut;
b. Pajak Pertambahan Nilai apabila jumlah kredit pajak lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang. Jika terdapat pajak yang dipungut oleh Pemungut Pajak Pertambahan Nilai, jumlah pajak yang terutang dihitung dengan cara jumlah Pajak Keluaran dikurangi dengan pajak yang dipungut oleh Pemungut Pajak Pertambahan Nilai tersebut; atau
c.
untuk Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, jumlah pajak yang dibayar lebih besar dari jumlah pajak yang terutang atau telah dilakukan pembayaran pajak yang tidak seharusnya terutang.
c. Pajak Penjualan Atas Barang Mewah apabila jumlah pajak yang dibayar lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang.
Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar tersebut diterbitkan setelah dilakukan pemeriksaan atas Surat Pemberitahuan yang disampaikan Wajib Pajak yang menyatakan kurang bayar, nihil, atau lebih bayar yang tidak disertai dengan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak (permohonan restitusi).
Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar tersebut diterbitkan setelah dilakukan pemeriksaan atas Surat Pemberitahuan yang disampaikan Wajib Pajak yang menyatakan kurang bayar, nihil, atau lebih bayar yang tidak disertai dengan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak.
Apabila Wajib Pajak setelah menerima Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar dan menghendaki pengembalian kelebihan pembayaran pajak (restitusi), maka wajib mengajukan permohonan tertulis sebagaimana diatur dalam Pasal 11 ayat (2).
Apabila Wajib Pajak setelah menerima Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar dan menghendaki pengembalian kelebihan pembayaran pajak, wajib mengajukan permohonan tertulis sebagaimana diatur dalam Pasal 11 ayat (2).
Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar masih dapat diterbitkan lagi apabila berdasarkan hasil pemeriksaan ternyata pajak yang lebih dibayar jumlahnya lebih besar dari kelebihan pembayaran pajak yang telah ditetapkan. (2)
Berdasarkan permohonan Wajib Pajak, Direktur Jenderal Pajak, setelah meneliti kebenaran pembayaran pajak, menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar apabila terdapat pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
Penjelasan Ayat (2)
Cukup jelas.
(3)
Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar masih dapat diterbitkan lagi apabila berdasarkan hasil pemeriksaan dan/atau data baru ternyata pajak yang lebih dibayar jumlahnya lebih besar daripada kelebihan pembayaran pajak yang telah ditetapkan.
Penjelasan Ayat (3) Cukup jelas.
Pasal 17A
Pasal 17A
Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan, menerbitkan Surat Ketetapan Pajak (1) Nihil apabila jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar sama dengan jumlah pajak yang terutang, atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak atau tidak ada pembayaran pajak.
Penjelasan
Direktur Jenderal Pajak, setelah melakukan pemeriksaan, menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Nihil apabila jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar sama dengan jumlah pajak yang terutang, atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak atau tidak ada pembayaran pajak.
Penjelasan
Ayat (1) Ayat (1) Menurut ketentuan pasal ini Surat Ketetapan Pajak Nihil diterbitkan apabila : Menurut ketentuan ayat ini, Surat Ketetapan Pajak Nihil diterbitkan untuk: a. untuk Pajak Penghasilan, jumlah kredit pajak sama dengan jumlah pajak yang a. Pajak Penghasilan apabila jumlah kredit pajak sama dengan pajak yang terutang atau terutang atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak; pajak yang tidak terutang dan tidak ada kredit pajak; b.
untuk Pajak Pertambahan Nilai, jumlah kredit pajak sama dengan jumlah pajak yang terutang, atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak. Apabila terdapat pajak terutang yang dipungut oleh Pemungut Pajak Pertambahan Nilai, maka yang dimaksud dengan jumlah pajak yang terutang adalah jumlah Pajak Keluaran setelah dikurangi dengan pajak yang dipungut oleh Pemungut Pajak Pertambahan Nilai tersebut;
b. Pajak Pertambahan Nilai apabila jumlah kredit pajak sama dengan jumlah pajak yang terutang, atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak. Jika terdapat pajak yang dipungut oleh Pemungut Pajak Pertambahan Nilai, jumlah pajak yang terutang dihitung dengan cara jumlah Pajak Keluaran dikurangi dengan pajak yang dipungut oleh Pemungut Pajak Pertambahan Nilai tersebut; atau
c.
untuk Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, jumlah pajak yang dibayar sama dengan jumlah pajak yang terutang atau pajak tidak terutang dan tidak ada pembayaran pajak.
c. Pajak Penjualan Atas Barang Mewah apabila jumlah pajak yang dibayar sama dengan jumlah pajak yang terutang atau pajak tidak terutang dan tidak ada pembayaran pajak. (2)
Tata cara penerbitan Surat Ketetapan Pajak Nihil diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
Tata cara penerbitan Surat Ketetapan Pajak Nihil diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
Penjelasan Ayat (2) Cukup jelas.
Pasal 17B
Pasal 17B
(1) Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan atas permohonan pengembalian (1) kelebihan pembayaran pajak selain permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dari Wajib Pajak dengan kriteria tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17C harus menerbitkan surat ketetapan pajak paling lambat 12 (dua belas) bulan sejak surat permohonan diterima, kecuali untuk kegiatan tertentu ditetapkan lain dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak.
Penjelasan
Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan atas permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak, selain permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dari Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17C dan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17D, harus menerbitkan surat ketetapan pajak paling lama 12 (dua belas) bulan sejak surat permohonan diterima secara lengkap.
Penjelasan
Ayat (1) Ayat (1) Terhadap permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak selain permohonan Yang dimaksud dengan “surat permohonan telah diterima secara lengkap” adalah Surat pengembalian kelebihan pembayaran pajak dari Wajib Pajak dengan kriteria tertentu Pemberitahuan yang telah diisi lengkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3. sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17C harus diterbitkan surat ketetapan pajak paling lambat 12 (dua belas) bulan sejak surat permohonan diterima secara lengkap, dalam arti bahwa Surat Pemberitahuan telah diisi lengkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3.
Untuk kegiatan tertentu yaitu ekspor dan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak kepada Pemungut Pajak Pertambahan Nilai, jangka waktu tersebut dapat dipersingkat dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak. Permohonan dapat disampaikan dengan cara mengisi kolom dalam Surat Pemberitahuan atau dengan surat tersendiri.
Surat ketetapan pajak yang diterbitkan berdasarkan hasil pemeriksaan atas permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dapat berupa Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Nihil atau Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar.
Surat ketetapan pajak tersebut dapat berupa Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Nihil. (1a) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku terhadap Wajib Pajak yang sedang dilakukan pemeriksaan bukti permulaan tindak pidana di bidang perpajakan, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku terhadap Wajib Pajak yang sedang dilakukan pemeriksaan bukti permulaan tindak pidana di bidang perpajakan, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
Penjelasan Ayat (1a) Yang dimaksud dengan “sedang dilakukan pemeriksaan bukti permulaan” adalah dimulai sejak surat pemberitahuan pemeriksaan bukti permulaan disampaikan kepada Wajib Pajak, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak.
(2) Apabila setelah lewat jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Direktur (2) Jenderal Pajak tidak memberi suatu keputusan, permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dianggap dikabulkan dan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar harus diterbitkan dalam waktu paling lambat 1 (satu) bulan setelah jangka waktu tersebut berakhir.
Penjelasan
Apabila setelah melampaui jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Direktur Jenderal Pajak tidak memberi suatu keputusan, permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dianggap dikabulkan dan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar harus diterbitkan paling lama 1 (satu) bulan setelah jangka waktu tersebut berakhir.
Penjelasan
Ayat (2) Ayat (2) Dengan batas waktu tersebut dalam ayat (1) dimaksudkan untuk memberikan kepastian Batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimaksudkan untuk memberikan hukum terhadap permohonan Wajib Pajak atau Pengusaha Kena Pajak, sehingga bila kepastian hukum terhadap permohonan Wajib Pajak atau Pengusaha Kena Pajak batas waktu tersebut dilewati dan Direktur Jenderal Pajak tidak memberikan suatu sehingga bila batas waktu tersebut dilampaui dan Direktur Jenderal Pajak tidak keputusan, maka permohonan tersebut dianggap dikabulkan. Selain itu, batas waktu memberikan suatu keputusan, permohonan tersebut dianggap dikabulkan. Selain itu, tersebut dimaksudkan pula untuk kepentingan tertib administrasi perpajakan. batas waktu tersebut dimaksudkan pula untuk kepentingan tertib administrasi perpajakan.
(3) Apabila Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar terlambat diterbitkan dalam jangka waktu (3) sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), maka kepada Wajib Pajak diberikan imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan dihitung sejak berakhirnya jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) sampai dengan saat diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar.
Penjelasan
Apabila Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar terlambat diterbitkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), kepada Wajib Pajak diberikan imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan dihitung sejak berakhirnya jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sampai dengan saat diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar.
Penjelasan
Ayat (3) Ayat (3) Dalam hal Direktur Jenderal Pajak terlambat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Jika Direktur Jenderal Pajak terlambat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar, Bayar, maka kepada Wajib Pajak diberikan imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) per kepada Wajib Pajak diberikan imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan, bulan, dihitung sejak berakhirnya jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dihitung sejak berakhirnya jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sampai sampai dengan saat Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar diterbitkan, bagian dari bulan dengan saat Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar diterbitkan, dan bagian dari bulan dihitung satu bulan. dihitung 1 (satu) bulan.
Dalam hal Direktur Jenderal Pajak terlambat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar, maka kepada Wajib Pajak diberikan imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan, dihitung sejak berakhirnya jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) sampai dengan saat Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar diterbitkan, bagian dari bulan dihitung satu bulan.
Jika Direktur Jenderal Pajak terlambat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar, kepada Wajib Pajak diberikan imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan, dihitung sejak berakhirnya jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sampai dengan saat Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar diterbitkan, dan bagian dari bulan dihitung 1 (satu) bulan.
(4)
Apabila pemeriksaan bukti permulaan tindak pidana di bidang perpajakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1a) tidak dilanjutkan dengan penyidikan; dilanjutkan dengan penyidikan, tetapi tidak dilanjutkan dengan penuntutan tindak pidana di bidang perpajakan; atau dilanjutkan dengan penyidikan dan penuntutan tindak pidana di bidang perpajakan, tetapi diputus bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, dan dalam hal kepada Wajib Pajak diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar, kepada Wajib Pajak diberikan imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, dihitung sejak berakhirnya jangka waktu 12 (dua belas) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan saat diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.
Penjelasan Ayat (4) Cukup jelas.
Pasal 17C
Pasal 17C
(1) Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan penelitian atas permohonan pengembalian (1) kelebihan pembayaran pajak dari Wajib Pajak dengan kriteria tertentu, menerbitkan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak paling lambat 3 (tiga) bulan sejak permohonan diterima untuk Pajak Penghasilan dan paling lambat 1 (satu) bulan sejak permohonan diterima untuk Pajak Pertambahan Nilai.
Penjelasan
Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan penelitian atas permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dari Wajib Pajak dengan kriteria tertentu, menerbitkan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak paling lama 3 (tiga) bulan sejak permohonan diterima secara lengkap untuk Pajak Penghasilan, dan paling lama 1 (satu) bulan sejak permohonan diterima secara lengkap untuk Pajak Pertambahan Nilai.
Penjelasan
Ayat (1) Ayat (1) Terhadap permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak untuk Wajib Pajak Terhadap permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak untuk Wajib Pajak dengan kriteria tertentu setelah dilakukan penelitian harus diterbitkan Surat Keputusan dengan kriteria tertentu setelah dilakukan penelitian harus diterbitkan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak paling lambat : Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak paling lama:
Terhadap permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak untuk Wajib Pajak dengan kriteria tertentu setelah dilakukan penelitian harus diterbitkan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak paling lambat :
Terhadap permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak untuk Wajib Pajak dengan kriteria tertentu setelah dilakukan penelitian harus diterbitkan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak paling lama:
a. b.
a. 3 (tiga) bulan untuk Pajak Penghasilan b. 1 (satu) bulan untuk Pajak Pertambahan Nilai
3 (tiga) bulan untuk Pajak Penghasilan; 1 (satu) bulan untuk Pajak Pertambahan Nilai;
sejak permohonan diterima secara lengkap, dalam arti bahwa Surat Pemberitahuan telah diisi lengkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1), ayat (1a), dan ayat (6). Permohonan dapat disampaikan dengan cara mengisi kolom dalam Surat Pemberitahuan atau dengan surat tersendiri.
sejak permohonan diterima secara lengkap, dalam arti bahwa Surat Pemberitahuan telah diisi lengkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1), ayat (1a), dan ayat (6). Permohonan dapat disampaikan dengan cara mengisi kolom dalam Surat Pemberitahuan atau dengan surat tersendiri. Pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak dapat diberikan setelah Direktur Jenderal Pajak melakukan konfirmasi kebenaran kredit pajak.
(2) Kriteria tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan (2) Menteri Keuangan.
Kriteria tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan; b. tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali tunggakan pajak yang telah memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak; c. Laporan Keuangan diaudit oleh Akuntan Publik atau lembaga pengawasan keuangan pemerintah dengan pendapat Wajar Tanpa Pengecualian selama 3 (tiga) tahun berturut-turut; dan d. tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terakhir.
Penjelasan
Penjelasan
Ayat (2) Ayat (2) Yang dimaksud dengan kriteria tertentu antara lain : Termasuk dalam pengertian kepatuhan penyampaian Surat Pemberitahuan adalah: 1. Kepatuhan Wajib Pajak yang meliputi penyampaian Surat Pemberitahuan, tidak a. tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan dalam 3 (tiga) mempunyai tunggakan pajak; tahun terakhir; 2.
Laporan keuangan diaudit oleh Akuntan Publik dengan pendapat wajar tanpa pengecualian;
b. dalam Tahun Pajak terakhir, penyampaian Surat Pemberitahuan Masa untuk Masa Pajak Januari sampai dengan November yang terlambat tidak lebih dari 3 (tiga) Masa Pajak untuk setiap jenis pajak dan tidak berturut-turut; dan
3.
Penghitungan jumlah peredaran usaha dan pajaknya mudah diketahui karena berkaitan dengan aturan Pemerintah lainnya, seperti peredaran usaha dan Pajak Pertambahan Nilai atas produsen rokok diketahui dari pelaksanaan cukai.
c. Surat Pemberitahuan Masa yang terlambat sebagaimana dimaksud dalam huruf b telah disampaikan tidak lewat dari batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Masa Pajak berikutnya. Bahwa Wajib Pajak tidak mempunyai tunggakan pajak adalah keadaan pada tanggal 31 Desember. Utang pajak yang belum melewati batas akhir pelunasan tidak termasuk dalam pengertian tunggakan pajak.
Bahwa Wajib Pajak tidak mempunyai tunggakan pajak adalah keadaan pada tanggal 31 Desember. Utang pajak yang belum melewati batas akhir pelunasan tidak termasuk dalam pengertian tunggakan pajak. (3) Wajib Pajak dengan kriteria tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan (3) dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak.
Wajib Pajak dengan kriteria tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak.
Penjelasan
Penjelasan
Ayat (3) Cukup jelas
Ayat (3) Cukup jelas.
(4) Direktur Jenderal Pajak dapat melakukan pemeriksaan terhadap Wajib Pajak (4) sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dan menerbitkan surat ketetapan pajak, setelah melakukan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak. Penjelasan
Direktur Jenderal Pajak dapat melakukan pemeriksaan terhadap Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dan menerbitkan surat ketetapan pajak, setelah melakukan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak.
Penjelasan
Ayat (4) Ayat (4) Direktur Jenderal Pajak menerbitkan surat ketetapan pajak dalam jangka waktu 10 Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan surat ketetapan pajak dalam jangka waktu 5 (sepuluh) tahun setelah melakukan pemeriksaan terhadap Wajib Pajak yang telah (lima) tahun setelah melakukan pemeriksaan terhadap Wajib Pajak yang telah memperoleh pengembalian pendahuluan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). Surat memperoleh pengembalian pendahuluan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Surat ketetapan pajak tersebut dapat berupa Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, atau Surat ketetapan pajak tersebut dapat berupa Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, atau Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar, atau Surat Ketetapan Pajak Nihil. Ketetapan Pajak Nihil, atau Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar.
(5) Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (4), Direktur (5) Jenderal Pajak menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, jumlah kekurangan pajak ditambah dengan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah kekurangan pembayaran pajak.
Penjelasan
Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, jumlah kekurangan pajak ditambah dengan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah kekurangan pembayaran pajak.
Penjelasan
Ayat (5) Ayat (5) Untuk mendorong Wajib Pajak dalam melaporkan jumlah pajak yang terutang sesuai Untuk mendorong Wajib Pajak dalam melaporkan jumlah pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku, maka dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku, maka apabila dari hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) diterbitkan Surat apabila dari hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar ditambah dengan sanksi administrasi berupa kenaikan Ketetapan Pajak Kurang Bayar ditambah dengan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah kekurangan pembayaran pajak. sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah kekurangan pembayaran pajak.
Untuk mendorong Wajib Pajak dalam melaporkan jumlah pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku, maka apabila dari hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar ditambah dengan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah kekurangan pembayaran pajak.
Untuk mendorong Wajib Pajak dalam melaporkan jumlah pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku, maka apabila dari hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar ditambah dengan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah kekurangan pembayaran pajak.
Untuk jelasnya cara penghitungan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar dan pengenaan sanksi administrasi berupa kenaikan tersebut diberikan contoh sebagai berikut :
Untuk jelasnya cara penghitungan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar dan pengenaan sanksi administrasi berupa kenaikan tersebut diberikan contoh sebagai berikut:
1)
1) Pajak Penghasilan
Pajak Penghasilan -
Wajib Pajak telah memperoleh pengembalian pendahuluan kelebihan pajak sebesar Rp 80.000.000,00.
-
Wajib Pajak telah memperoleh pengembalian pendahuluan kelebihan pajak sebesar Rp80.000.000,00.
-
Dari pemeriksaan diperoleh hasil sebagai berikut : a. Pajak Penghasilan yang terutang sebesar Rp 100.000.000,00 b. Kredit pajak, yaitu : - Pajak Penghasilan Pasal 22 Rp 20.000.000,00 - Pajak Penghasilan Pasal 23 Rp 40.000.000,00 - Pajak Penghasilan Pasal 25 Rp 90.000.000,00
-
Dari pemeriksaan diperoleh hasil sebagai berikut: a. Pajak Penghasilan yang terutang sebesar Rp100.000.000,00 b. Kredit pajak, yaitu: - Pajak Penghasilan Pasal 22 Rp20.000.000,00 - Pajak Penghasilan Pasal 23 Rp40.000.000,00 - Pajak Penghasilan Pasal 25 Rp90.000.000,00
Berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar dengan penghitungan sebagai berikut :
Berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar dengan penghitungan sebagai berikut:
Pajak Penghasilan yang terutang sebesar Rp 100.000.000,00 Kredit Pajak : - Pajak Penghasilan Pasal 22 Rp 20.000.000,00 - Pajak Penghasilan Pasal 23 Rp 40.000.000,00 - Pajak Penghasilan Pasal 25 Rp 90.000.000,00 (+) Rp150.000.000,00 - Jumlah Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak Rp 80.000.000,00 (-) Jumlah pajak yang dapat dikreditkan Rp 70.000.000,00 Pajak yang tidak/kurang dibayar Rp 30.000.000,00 Sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100% Rp 30.000.000,00 (+) Jumlah yang masih harus dibayar Rp 60.000.000,00
-
-
Pajak Penghasilan yang terutang sebesar Rp 100.000.000,00 Kredit Pajak: - Pajak Penghasilan Pasal 22 Rp 20.000.000,00 - Pajak Penghasilan Pasal 23 Rp 40.000.000,00 - Pajak Penghasilan Pasal 25 Rp 90.000.000,00 Rp150.000.000,00 Jumlah Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak Rp 80.000.000,00 Jumlah pajak yang dapat dikreditkan Rp 70.000.000,00 Pajak yang tidak/kurang dibayar Rp 30.000.000,00 Sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100% Rp 30.000.000,00 Jumlah yang masih harus dibayar Rp 60.000.000,00
2)
Pajak Pertambahan Nilai -
Pengusaha Kena Pajak telah memperoleh pengembalian pendahuluan kelebihan pajak sebesar Rp 60.000.000,00.
2) Pajak Pertambahan Nilai -
Pengusaha Kena Pajak telah memperoleh pengembalian pendahuluan kelebihan pajak sebesar Rp60.000.000,00.
-
Dari pemeriksaan diperoleh hasil sebagai berikut : a. Pajak Keluaran b. Kredit pajak, yaitu : Pajak Masukan
Rp 100.000.000,00 Rp 150.000.000,00
Dari pemeriksaan diperoleh hasil sebagai berikut: a. Pajak Keluaran b. Kredit pajak, yaitu Pajak Masukan
Rp 100.000.000,00 Rp 150.000.000,00
-
Berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar dengan penghitungan sebagai berikut :
Berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar dengan penghitungan sebagai berikut:
-
Pajak Keluaran Kredit Pajak : - Pajak Masukan Jumlah Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak Jumlah pajak yang dapat dikreditkan Pajak yang tidak/kurang dibayar Sanksi administrasi kenaikan 100% Jumlah yang masih harus dibayar
-
-
Pajak Keluaran Kredit Pajak: - Pajak Masukan - Jumlah Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak Jumlah Pajak yang dapat dikreditkan Pajak yang kurang dibayar Sanksi administrasi kenaikan 100% Jumlah yang masih harus dibayar
Rp 100.000.000,00 Rp 150.000.000,00 Rp 60.000.000,00 Rp Rp Rp Rp
90.000.000,00 10.000.000,00 10.000.000,00 20.000.000,00
(6)
Rp 100.000.000,00 Rp 150.000.000,00 Rp 60.000.000,00 Rp Rp Rp Rp
90.000.000,00 10.000.000,00 10.000.000,00 20.000.000,00
Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak apabila: a. terhadap Wajib Pajak tersebut dilakukan tindakan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan; b. terlambat menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa untuk suatu jenis pajak tertentu 2 (dua) Masa Pajak berturut-turut; c. terlambat menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa untuk suatu jenis pajak tertentu 3 (tiga) Masa Pajak dalam 1 (satu) tahun kalender; atau d. terlambat menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan.
Penjelasan Ayat (6) Cukup jelas.
(7)
Tata cara penetapan Wajib Pajak dengan kriteria tertentu diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
Penjelasan Ayat (7) Cukup jelas.
(1)
Pasal 17D Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan penelitian atas permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dari Wajib Pajak yang memenuhi persyaratan tertentu, menerbitkan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak paling lama 3 (tiga) bulan sejak permohonan diterima secara lengkap untuk Pajak Penghasilan, dan paling lama 1 (satu) bulan sejak permohonan diterima secara lengkap untuk Pajak Pertambahan Nilai.
Penjelasan Ayat (1) Cukup jelas. (2)
Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dapat diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak adalah: a. Wajib Pajak orang pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas; b. Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dengan jumlah peredaran usaha dan jumlah lebih bayar sampai dengan jumlah tertentu; c. Wajib Pajak badan dengan jumlah peredaran usaha dan jumlah lebih bayar sampai dengan jumlah tertentu; atau d. Pengusaha Kena Pajak yang menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai dengan jumlah penyerahan dan jumlah lebih bayar sampai dengan jumlah tertentu.
Penjelasan Ayat (2)
Cukup jelas. (3)
Batasan jumlah peredaran usaha, jumlah penyerahan, dan jumlah lebih bayar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
Penjelasan Ayat (3) Cukup jelas. (4)
Direktur Jenderal Pajak dapat melakukan pemeriksaan terhadap Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan menerbitkan surat ketetapan pajak setelah melakukan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak.
Penjelasan Ayat (4) Untuk mengurangi penyalahgunaan pemberian kemudahan percepatan pengembalian kelebihan pembayaran pajak, Direktur Jenderal Pajak dapat melakukan pemeriksaan setelah memberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(5)
Jika berdasarkan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, jumlah pajak yang kurang dibayar ditambah dengan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100% (seratus persen).
Penjelasan Ayat (5) Untuk memotivasi Wajib Pajak agar melaporkan jumlah pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, apabila dari hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, jumlah pajak yang kurang dibayar ditambah dengan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah kekurangan pembayaran pajak.
Pasal 17E Orang pribadi yang bukan subjek pajak dalam negeri yang melakukan pembelian Barang Kena Pajak di dalam daerah pabean yang tidak dikonsumsi di daerah pabean dapat diberikan pengembalian Pajak Pertambahan Nilai yang telah dibayar, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
Penjelasan Pasal 17E Cukup jelas.
BAB IV PENAGIHAN PAJAK
BAB IV PENAGIHAN PAJAK
Pasal 18
Pasal 18
(1) Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak (1) Kurang Bayar Tambahan, dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, merupakan dasar penagihan pajak.
Penjelasan
Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, serta Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah, merupakan dasar penagihan pajak.
Penjelasan
Ayat (1) Ayat (1) Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Cukup jelas. Kurang Bayar Tambahan, dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, merupakan sarana administrasi bagi Direktur Jenderal Pajak untuk melakukan penagihan pajak.
(2) Dihapus.
(2)
Dihapus.
Penjelasan
Penjelasan
Ayat (2) Dihapus.
Ayat (2) Dihapus.
Pasal 19
Pasal 19
(1) Apabila atas pajak yang terutang menurut Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, atau (1) Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan tambahan jumlah pajak yang harus dibayar berdasarkan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, atau Putusan Banding, pada saat jatuh tempo pembayaran tidak atau kurang dibayar, maka atas jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar itu, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan untuk seluruh masa, yang dihitung dari tanggal jatuh tempo sampai dengan tanggal pembayaran atau tanggal diterbitkannya Surat Tagihan Pajak, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.
Penjelasan
Apabila Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, serta Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding atau Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah, pada saat jatuh tempo pelunasan tidak atau kurang dibayar, atas jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar itu dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan untuk seluruh masa, yang dihitung dari tanggal jatuh tempo sampai dengan tanggal pelunasan atau tanggal diterbitkannya Surat Tagihan Pajak, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.
Penjelasan
Ayat (1) Ayat (1) Ayat ini mengatur pengenaan bunga penagihan atas jumlah yang masih harus dibayar Ayat ini mengatur pengenaan sanksi administrasi berupa bunga berdasarkan jumlah menurut Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar pajak yang masih harus dibayar yang tidak atau kurang dibayar pada saat jatuh tempo Tambahan, dan tambahan jumlah pajak yang harus dibayar berdasarkan Surat Keputusan pelunasan atau terlambat dibayar. Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, atau Putusan Banding, yang tidak atau kurang dibayar pada saat jatuh tempo pembayaran atau terlambat dibayar. Untuk jelasnya cara penghitungan bunga tersebut diberikan contoh sebagai berikut :
1.
Atas jumlah pajak yang kurang dibayar.
Contoh:
Surat Ketetapan Pajak Pajak Penghasilan.
a. Jumlah pajak yang masih harus dibayar berdasarkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar sebesar Rp10.000.000,00 yang diterbitkan tanggal 7 Oktober 2008, dengan batas akhir pelunasan tanggal 6 November 2008. Jumlah pembayaran sampai dengan tanggal 6 November 2008 Rp 6.000.000,00. Pada tanggal 1 Desember 2008 diterbitkan Surat Tagihan Pajak dengan perhitungan sebagai berikut:
Pajak terutang atau ditagih (dianggap tidak ada jumlah pajak yang dikreditkan) Rp 100.000,00. Surat ketetapan pajak diterbitkan tanggal 10 Oktober 2002. Harus dilunasi paling lambat tanggal 9 November 2002, tetapi baru dibayar sejumlah Rp 60.000,00 pada tanggal 1 November 2002. Sampai pada tanggal batas waktu pembayaran terakhir (9 November 2002) sisa tagihan tidak dibayar lagi oleh Wajib Pajak.
Pajak terutang atau ditagih (dianggap tidak ada jumlah pajak yang dikreditkan) Rp 100.000,00. Surat ketetapan pajak diterbitkan tanggal 10 Oktober 2002. Harus dilunasi paling lambat tanggal 9 November 2002, tetapi baru dibayar sejumlah Rp 60.000,00 pada tanggal 1 November 2002. Sampai pada tanggal batas waktu pembayaran terakhir (9 November 2002) sisa tagihan tidak dibayar lagi oleh Wajib Pajak.
Pada tanggal 18 November 2002 diterbitkan Surat Tagihan Pajak oleh Direktur Jenderal Pajak dengan penghitungan sebagai berikut : Pajak terutang Dibayar pada waktunya Kurang dibayar Bunga dihitung satu bulan = 1 x 2% x Rp 40.000,00 = Bunga tersebut ditagih dengan Surat Tagihan Pajak. 2.
Rp 100.000,00 Rp 60.000,00 Rp 40.000,00 Rp 800,00
Pajak yang masih harus dibayar Dibayar sampai dengan jatuh tempo pelunasan Kurang dibayar Bunga 1 (satu) bulan (1 x 2% x Rp 4.000.000,00)
Atas jumlah pajak yang terlambat dibayar.
b. Dalam hal terhadap Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar sebagaimana tersebut pada huruf a, Wajib Pajak membayar Rp10.000.000,00 pada tanggal 3 Desember 2008 dan pada tanggal 5 Desember 2008 diterbitkan Surat Tagihan Pajak, sanksi administrasi berupa bunga dihitung sebagai berikut:
Dasarnya sama dengan contoh nomor 1. Dibayar penuh tetapi terlambat, misalnya dibayar tanggal 20 November 2002. Tanggal 25 November 2002 diterbitkan Surat Tagihan Pajak. Bunga terutang dalam Surat Tagihan Pajak dihitung satu bulan = 1 x 2% x Rp.100.000,00 = Rp2.000,00.
3.
Rp 10.000.000,00 Rp 6.000.000,00 Rp 4.000.000,00 Rp 80.000,00
Pajak yang masih harus dibayar Dibayar setelah jatuh tempo pelunasan Kurang dibayar Bunga 1 (satu) bulan (1 x 2% x Rp10.000.000,00)
Rp10.000.000,00 Rp10.000.000,00 Rp 0.00 Rp 200.000,00
Atas jumlah pajak yang kurang dan terlambat dibayar. Dasarnya sama dengan contoh nomor 1. Dibayar sejumlah Rp 60.000,00 pada tanggal 20 November 2002. Tanggal 25 November 2002 diterbitkan Surat Tagihan Pajak. Bunga terutang dihitung satu bulan = 1 x 2% x Rp 100.000,00 = Rp2.000,00.
(2) Dalam hal Wajib Pajak diperbolehkan mengangsur atau menunda pembayaran pajak, (2) juga dikenakan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.
Penjelasan
Dalam hal Wajib Pajak diperbolehkan mengangsur atau menunda pembayaran pajak juga dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan dari jumlah pajak yang masih harus dibayar dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.
Penjelasan
Ayat (2) Cukup jelas
Ayat (2) Ayat ini mengatur pengenaan sanksi administrasi berupa bunga dalam hal Wajib Pajak diperbolehkan mengangsur atau menunda pembayaran pajak. Contoh: a. Wajib Pajak menerima Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar sebesar Rp1.120.000,00 yang diterbitkan pada tanggal 2 Januari 2009 dengan batas akhir pelunasan tanggal 1 Februari 2009. Wajib Pajak tersebut diperbolehkan untuk mengangsur pembayaran pajak dalam jangka waktu 5 (lima) bulan dengan jumlah yang tetap sebesar Rp224.000,00. Sanksi administrasi berupa bunga untuk setiap angsuran dihitung sebagai berikut:
angsuran ke-1 : 2% x Rp1.120.000,00 = Rp22.400,00. angsuran ke-2 : 2% x Rp 896.000,00 = Rp17.920,00. angsuran ke-3 : 2% x Rp 672.000,00 = Rp13.440,00. angsuran ke-4 : 2% x Rp 448.000,00 = Rp 8.960,00. angsuran ke-5 : 2% x Rp 224.000,00 = Rp 4.480,00.
b. Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam huruf a diperbolehkan untuk menunda pembayaran pajak sampai dengan tanggal 30 Juni 2009. Sanksi administrasi berupa bunga atas penundaan pembayaran Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar tersebut sebesar 5 x 2% x Rp1.120.000,00 = Rp112.000,00.
(3) Dalam hal Wajib Pajak diperbolehkan menunda penyampaian Surat Pemberitahuan dan (3) ternyata penghitungan sementara pajak yang terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (5) kurang dari jumlah pajak yang sebenarnya terutang, maka atas kekurangan pembayaran pajak tersebut, dikenakan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan yang dihitung dari saat berakhirnya kewajiban menyampaikan Surat Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) huruf b sampai dengan tanggal dibayarnya kekurangan pembayaran tersebut, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.
Dalam hal Wajib Pajak diperbolehkan menunda penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan dan ternyata penghitungan sementara pajak yang terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (5) kurang dari jumlah pajak yang sebenarnya terutang atas kekurangan pembayaran pajak tersebut, dikenai bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan yang dihitung dari saat berakhirnya batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) huruf b dan huruf c sampai dengan tanggal dibayarnya kekurangan pembayaran tersebut dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.
Penjelasan
Penjelasan
Ayat (3) Cukup jelas
Ayat (3) Cukup jelas
Pasal 20
Pasal 20
(1) Jumlah pajak yang terutang berdasarkan Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak (1) Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, yang tidak dibayar oleh Penanggung Pajak sesuai dengan jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3), ditagih dengan Surat Paksa.
Penjelasan
Atas jumlah pajak yang masih harus dibayar, yang berdasarkan Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, serta Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah, yang tidak dibayar oleh Penanggung Pajak sesuai dengan jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) atau ayat (3a) dilaksanakan penagihan pajak dengan Surat Paksa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Penjelasan
Ayat (1) Ayat (1) Dalam hal jumlah tagihan pajak tersebut tidak atau kurang dibayar sampai dengan tanggal Apabila jumlah utang pajak tidak atau kurang dibayar sampai dengan tanggal jatuh tempo jatuh tempo pembayaran, atau sampai dengan tanggal jatuh tempo penundaan pembayaran atau sampai dengan tanggal jatuh tempo penundaan pembayaran, atau pembayaran atau tidak memenuhi angsuran pembayaran pajak, penagihannya dilakukan Wajib Pajak tidak memenuhi angsuran pembayaran pajak, penagihannya dilaksanakan dengan Surat Paksa. Penagihan pajak dengan Surat Paksa tersebut dilaksanakan dengan Surat Paksa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan terhadap Penanggung Pajak. perpajakan. Penagihan pajak dengan Surat Paksa tersebut dilaksanakan terhadap Penanggung Pajak.
(2) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), penagihan seketika (2) dan sekaligus dilakukan dalam hal :
Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penagihan seketika dan sekaligus dilakukan apabila:
a.
Penanggung Pajak akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya atau berniat untuk itu;
a. Penanggung Pajak akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya atau berniat untuk itu;
b.
Penanggung Pajak memindahtangankan barang yang dimiliki atau yang dikuasai dalam rangka menghentikan atau mengecilkan kegiatan perusahaan, atau pekerjaan yang dilakukannya di Indonesia;
b. Penanggung Pajak memindahtangankan barang yang dimiliki atau yang dikuasai dalam rangka menghentikan atau mengecilkan kegiatan perusahaan atau pekerjaan yang dilakukannya di Indonesia;
c.
terdapat tanda-tanda bahwa Penanggung Pajak akan membubarkan badan usahanya, atau menggabungkan usahanya, atau memekarkan usahanya, atau memindahtangankan perusahaan yang dimiliki atau yang dikuasainya, atau melakukan perubahan bentuk lainnya;
c. terdapat tanda-tanda bahwa Penanggung Pajak akan membubarkan badan usaha atau menggabungkan atau memekarkan usaha, atau memindahtangankan perusahaan yang dimiliki atau yang dikuasainya, atau melakukan perubahan bentuk lainnya;
d. e.
terdapat tanda-tanda bahwa Penanggung Pajak akan membubarkan badan usahanya, atau menggabungkan usahanya, atau memekarkan usahanya, atau memindahtangankan perusahaan yang dimiliki atau yang dikuasainya, atau melakukan perubahan bentuk lainnya;
terdapat tanda-tanda bahwa Penanggung Pajak akan membubarkan badan usaha atau menggabungkan atau memekarkan usaha, atau memindahtangankan perusahaan yang dimiliki atau yang dikuasainya, atau melakukan perubahan bentuk lainnya;
badan usaha akan dibubarkan oleh Negara; atau terjadi penyitaan atas barang Penanggung Pajak oleh pihak ketiga atau terdapat tanda-tanda kepailitan.
d. badan usaha akan dibubarkan oleh negara; atau e. terjadi penyitaan atas barang Penanggung Pajak oleh pihak ketiga atau terdapat tanda-tanda kepailitan.
Penjelasan
Penjelasan
Ayat (2) Ayat (2) Yang dimaksud dengan penagihan seketika dan sekaligus adalah tindakan penagihan Yang dimaksud dengan “penagihan seketika dan sekaligus” adalah tindakan penagihan pajak yang dilaksanakan oleh Jurusita Pajak kepada Penanggung Pajak tanpa menunggu pajak yang dilaksanakan oleh Jurusita Pajak kepada Penanggung Pajak tanpa menunggu tanggal jatuh tempo pembayaran yang meliputi seluruh utang pajak dari semua jenis tanggal jatuh tempo pembayaran yang meliputi seluruh utang pajak dari semua jenis pajak, Masa Pajak, dan Tahun Pajak. pajak, Masa Pajak, dan Tahun Pajak.
(3) Penagihan pajak dengan Surat Paksa dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan (3) perundang-undangan yang berlaku.
Penagihan pajak dengan Surat Paksa dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Penjelasan
Penjelasan
Ayat (3) Cukup jelas
Ayat (3) Cukup jelas.
Pasal 21
Pasal 21
(1) Negara mempunyai hak mendahulu untuk tagihan pajak atas barang-barang milik (1) Penanggung Pajak. Penjelasan
Negara mempunyai hak mendahulu untuk utang pajak atas barang-barang milik Penanggung Pajak.
Penjelasan
Ayat (1) Ayat (1) Ayat ini menetapkan kedudukan negara sebagai kreditur preferen yang dinyatakan Ayat ini menetapkan kedudukan negara sebagai kreditur preferen yang dinyatakan mempunyai hak mendahulu atas barang-barang milik Penanggung Pajak yang akan mempunyai hak mendahulu atas barang-barang milik Penanggung Pajak yang akan dilelang di muka umum. dilelang di muka umum.
Setelah utang pajak dilunasi baru diselesaikan pembayaran kepada kreditur lain.
Pembayaran kepada kreditur lain diselesaikan setelah utang pajak dilunasi.
Maksud dari ayat ini adalah untuk memberi kesempatan kepada Pemerintah untuk mendapatkan bagian lebih dahulu dari kreditur lain atas hasil pelelangan barang-barang milik Penanggung Pajak di muka umum guna menutupi atau melunasi utang pajaknya.
(2) Ketentuan tentang hak mendahulu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), meliputi pokok (2) pajak, sanksi administrasi berupa bunga, denda, kenaikan, dan biaya penagihan pajak.
Ketentuan tentang hak mendahulu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pokok pajak, sanksi administrasi berupa bunga, denda, kenaikan, dan biaya penagihan pajak.
Penjelasan
Penjelasan
Ayat (2) Cukup jelas
Ayat (2) Cukup jelas
(3) Hak mendahulu untuk tagihan pajak melebihi segala hak mendahulu lainnya, kecuali (3) terhadap :
Hak mendahulu untuk utang pajak melebihi segala hak mendahulu lainnya, kecuali terhadap:
a.
biaya perkara yang semata-mata disebabkan suatu penghukuman untuk melelang suatu barang bergerak dan atau barang tidak bergerak;
a. biaya perkara yang hanya disebabkan oleh suatu penghukuman untuk melelang suatu barang bergerak dan/atau barang tidak bergerak;
b.
biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkan barang dimaksud;
b. biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkan barang dimaksud; dan/atau
c.
biaya perkara, yang semata-mata disebabkan pelelangan dan penyelesaian suatu warisan.
c. biaya perkara, yang hanya disebabkan oleh pelelangan dan penyelesaian suatu warisan.
Penjelasan
Penjelasan
Ayat (3) Cukup jelas
Ayat (3) Cukup jelas (3a) Dalam hal Wajib Pajak dinyatakan pailit, bubar, atau dilikuidasi maka kurator, likuidator, atau orang atau badan yang ditugasi untuk melakukan pemberesan dilarang membagikan harta Wajib Pajak dalam pailit, pembubaran atau likuidasi kepada pemegang saham atau kreditur lainnya sebelum menggunakan harta tersebut untuk membayar utang pajak Wajib Pajak tersebut.
Penjelasan Ayat (3a) Cukup jelas (4) Hak mendahulu itu hilang setelah lampau waktu 2 (dua) tahun sejak tanggal diterbitkan (4) Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, kecuali apabila dalam jangka waktu 2 (dua) tahun tersebut, Surat Paksa untuk membayar itu diberitahukan secara resmi, atau diberikan penundaan pembayaran.
Hak mendahulu hilang setelah melampaui waktu 5 (lima) tahun sejak tanggal diterbitkan Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah.
Penjelasan
Penjelasan
Ayat (4) Cukup jelas
Ayat (4) Cukup jelas
(5) Dalam hal Surat Paksa untuk membayar diberitahukan secara resmi, jangka waktu 2 (5) (dua) tahun sebagaimana dimaksud dalam ayat (4), dihitung sejak tanggal pemberitahuan Surat Paksa, atau dalam hal diberikan penundaan pembayaran jangka waktu 2 (dua) tahun tersebut ditambah dengan jangka waktu penundaan pembayaran.
Perhitungan jangka waktu hak mendahulu ditetapkan sebagai berikut: a. dalam hal Surat Paksa untuk membayar diberitahukan secara resmi maka jangka waktu 5 (lima) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dihitung sejak pemberitahuan Surat Paksa; atau b. dalam hal diberikan penundaan pembayaran atau persetujuan angsuran pembayaran maka jangka waktu 5 (lima) tahun tersebut dihitung sejak batas akhir penundaan diberikan.
Penjelasan
Penjelasan
Ayat (5) Cukup jelas
Ayat (5) Cukup jelas
Pasal 22
Pasal 22
-1
Hak untuk melakukan penagihan pajak, termasuk bunga, denda, kenaikan, dan biaya (1) penagihan pajak, daluwarsa setelah lampau waktu 10 (sepuluh) tahun terhitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak yang bersangkutan.
Penjelasan
Hak untuk melakukan penagihan pajak, termasuk bunga, denda, kenaikan, dan penagihan pajak, daluwarsa setelah melampaui waktu 5 (lima) tahun terhitung penerbitan Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, serta Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan Surat Keputusan Pembetulan, Keputusan Keberatan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali.
biaya sejak Surat Surat
Penjelasan
Ayat (1) Ayat (1) Saat daluwarsa penagihan pajak ini perlu ditetapkan untuk memberi kepastian hukum Saat daluwarsa penagihan pajak ini perlu ditetapkan untuk memberi kepastian hukum kapan utang pajak tersebut tidak dapat ditagih lagi. kapan utang pajak tersebut tidak dapat ditagih lagi. Daluwarsa penagihan pajak 5 (lima) tahun dihitung sejak Surat Tagihan Pajak dan surat ketetapan pajak diterbitkan. Dalam hal Wajib Pajak mengajukan permohonan pembetulan, keberatan, banding atau Peninjauan Kembali, daluwarsa penagihan pajak 5 (lima) tahun dihitung sejak tanggal penerbitan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali.
-2
Daluwarsa penagihan pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tertangguh apabila :
(2)
Daluwarsa penagihan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tertangguh apabila:
a. b.
diterbitkan Surat Teguran dan Surat Paksa; ada pengakuan utang pajak dari Wajib Pajak baik langsung maupun tidak langsung;
a. diterbitkan Surat Paksa; b. ada pengakuan utang pajak dari Wajib Pajak baik langsung maupun tidak langsung;
c.
diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (4).
c. diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5), atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (4); atau d. dilakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan.
Penjelasan
Penjelasan
Ayat (2) Daluwarsa penagihan pajak dapat melampaui 10 (sepuluh) tahun apabila :
Ayat (2) Daluwarsa penagihan pajak dapat melampaui 5 (lima) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) apabila:
a.
Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Teguran dan menyampaikan Surat Paksa kepada Penanggung Pajak yang tidak melakukan pembayaran utang pajak sampai dengan tanggal jatuh tempo pembayaran. Dalam hal seperti itu daluwarsa penagihan dihitung sejak tanggal penyampaian Surat Paksa tersebut.
a. Direktur Jenderal Pajak menerbitkan dan memberitahukan Surat Paksa kepada Penanggung Pajak yang tidak melakukan pembayaran utang pajak sampai dengan tanggal jatuh tempo pembayaran. Dalam hal seperti itu, daluwarsa penagihan pajak dihitung sejak tanggal pemberitahuan Surat Paksa tersebut.
b.
Wajib Pajak menyatakan pengakuan utang pajak dengan cara :
b. Wajib Pajak menyatakan pengakuan utang pajak dengan cara mengajukan permohonan angsuran atau penundaan pembayaran utang pajak sebelum tanggal jatuh tempo pembayaran. Dalam hal seperti itu, daluwarsa penagihan pajak dihitung sejak tanggal surat permohonan angsuran atau penundaan pembayaran utang pajak diterima oleh Direktur Jenderal Pajak.
-
-
Wajib Pajak mengajukan permohonan angsuran dan penundaan pembayaran utang pajak sebelum tanggal jatuh tempo pembayaran. Dalam hal seperti itu daluwarsa penagihan dihitung sejak tanggal surat permohonan angsuran atau penundaan pembayaran utang pajak diterima oleh Direktur Jenderal Pajak. Wajib Pajak mengajukan permohonan pengajuan keberatan. Dalam hal seperti itu daluwarsa penagihan dihitung sejak tanggal surat keberatan Wajib Pajak diterima Direktur Jenderal Pajak.
-
c.
Wajib Pajak melaksanakan pembayaran sebagian utang pajaknya. Dalam hal seperti itu daluwarsa penagihan dihitung sejak tanggal pembayaran sebagian utang pajak tersebut.
Terdapat Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan yang diterbitkan terhadap Wajib Pajak karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan berdasarkan putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Dalam hal seperti itu daluwarsa penagihan dihitung sejak tanggal penerbitan ketetapan pajak tersebut.
c. Terdapat Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan yang diterbitkan terhadap Wajib Pajak karena Wajib Pajak melakukan tindak pidana di bidang perpajakan dan tindak pidana lain yang dapat merugikan pendapatan negara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Dalam hal seperti itu, daluwarsa penagihan pajak dihitung sejak tanggal penerbitan surat ketetapan pajak tersebut.
d. Terhadap Wajib Pajak dilakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan, daluwarsa penagihan pajak dihitung sejak tanggal penerbitan Surat Perintah Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan.
Pasal 23
Pasal 23
(1) Dihapus.
(1)
Penjelasan
Penjelasan
Ayat (1) Dihapus
Ayat (1) Dihapus
(2) Gugatan Wajib Pajak atau Penanggung Pajak terhadap :
(2)
Surat
Perintah
Melaksanakan
Penyitaan,
atau
Dihapus.
Gugatan Wajib Pajak atau Penanggung Pajak terhadap:
a.
Pelaksanaan Surat Paksa, Pengumuman Lelang;
a. pelaksanaan Surat Paksa, Pengumuman Lelang;
Surat
Perintah
Melaksanakan
Penyitaan,
atau
b.
Keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan, selain yang ditetapkan dalam Pasal 25 ayat (1) dan Pasal 26;
b. keputusan pencegahan dalam rangka penagihan pajak;
c.
Keputusan pembetulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 yang berkaitan dengan Surat Tagihan Pajak;
c. keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan, selain yang ditetapkan dalam Pasal 25 ayat (1) dan Pasal 26; atau
d.
Keputusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 yang berkaitan dengan Surat Tagihan Pajak;
d. penerbitan surat ketetapan pajak atau Surat Keputusan Keberatan yang dalam penerbitannya tidak sesuai dengan prosedur atau tata cara yang telah diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
hanya dapat diajukan kepada badan peradilan pajak.
hanya dapat diajukan kepada badan peradilan pajak.
Penjelasan
Penjelasan
Ayat (2) Cukup jelas
Ayat (2) Cukup jelas
(3) Dihapus.
(3)
Penjelasan
Penjelasan
Ayat (3) Dihapus
Ayat (3) Dihapus
Dihapus.
Pasal 24
Pasal 24
Tata cara penghapusan piutang pajak dan penetapan besarnya penghapusan diatur dengan Tata cara penghapusan piutang pajak dan penetapan besarnya penghapusan diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan. atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. Penjelasan Menteri Keuangan akan mengatur tata cara penghapusan dan menentukan besarnya jumlah piutang pajak yang tidak dapat ditagih lagi antara lain karena Wajib Pajak telah meninggal dunia dan tidak mempunyai harta warisan atau kekayaan, Wajib Pajak badan yang telah selesai proses pailitnya, Wajib Pajak yang tidak memenuhi syarat lagi sebagai subjek pajak dan hak untuk melakukan penagihan telah daluwarsa. Melalui cara ini akan dapat diperkirakan secara efektif besarnya saldo piutang pajak yang akan dapat ditagih atau dicairkan.
Penjelasan Menteri Keuangan mengatur tata cara penghapusan dan menentukan besarnya jumlah piutang pajak yang tidak dapat ditagih lagi, antara lain karena Wajib Pajak telah meninggal dunia dan tidak mempunyai harta warisan atau kekayaan, Wajib Pajak badan yang telah selesai proses pailitnya, atau Wajib Pajak yang tidak memenuhi syarat lagi sebagai subjek pajak dan hak untuk melakukan penagihan pajak telah daluwarsa. Melalui cara ini dapat diperkirakan secara efektif besarnya saldo piutang pajak yang akan dapat ditagih atau dicairkan.
BAB V KEBERATAN DAN BANDING
BAB V KEBERATAN DAN BANDING
Pasal 25
Pasal 25
(1) Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Direktur Jenderal Pajak atas (1) suatu : a. b. c. d. e.
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar; Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan; Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar; Surat Ketetapan Pajak Nihil; Pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Penjelasan
Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Direktur Jenderal Pajak atas suatu: a. b. c. d. e.
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar; Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan; Surat Ketetapan Pajak Nihil; Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar; atau pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Penjelasan
Ayat (1) Ayat (1) Apabila Wajib Pajak berpendapat bahwa jumlah rugi, jumlah pajak, dan pemotongan atau Apabila Wajib Pajak berpendapat bahwa jumlah rugi, jumlah pajak, dan pemotongan atau pemungutan pajak tidak sebagaimana mestinya, maka Wajib Pajak dapat mengajukan pemungutan pajak tidak sebagaimana mestinya, Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Direktur Jenderal Pajak. keberatan hanya kepada Direktur Jenderal Pajak. Keberatan yang diajukan adalah terhadap materi atau isi dari ketetapan pajak yaitu jumlah rugi berdasarkan ketentuan undang-undang perpajakan, jumlah besarnya pajak, pemotongan atau pemungutan pajak. Perkataan "suatu" pada ayat ini dimaksudkan bahwa satu keberatan harus diajukan terhadap satu jenis pajak dan satu tahun pajak, misalnya : Pajak Penghasilan Tahun Pajak 1995 dan Tahun Pajak 1996 keberatannya harus diajukan masing-masing dalam satu surat keberatan tersendiri. Untuk dua tahun pajak tersebut harus diajukan dua buah surat keberatan. (2) Keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan mengemukakan (2) jumlah pajak yang terutang atau jumlah pajak yang dipotong atau dipungut atau jumlah rugi menurut penghitungan Wajib Pajak dengan disertai alasan-alasan yang jelas.
Keberatan yang diajukan adalah mengenai materi atau isi dari ketetapan pajak, yaitu jumlah rugi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, jumlah besarnya pajak, atau pemotongan atau pemungutan pajak. Yang dimaksud dengan "suatu" pada ayat ini adalah 1 (satu) keberatan harus diajukan terhadap 1 (satu) jenis pajak dan 1 (satu) Masa Pajak atau Tahun Pajak.
Contoh: Keberatan atas ketetapan Pajak Penghasilan Tahun Pajak 2008 dan Tahun Pajak 2009 harus diajukan masing-masing dalam 1 (satu) surat keberatan tersendiri. Untuk 2 (dua) Tahun Pajak tersebut harus diajukan 2 (dua) buah surat keberatan. Keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan mengemukakan jumlah pajak yang terutang, jumlah pajak yang dipotong atau dipungut, atau jumlah rugi menurut penghitungan Wajib Pajak dengan disertai alasan yang menjadi dasar penghitungan.
Penjelasan
Penjelasan
Ayat (2) Cukup jelas
Ayat (2) Yang dimaksud dengan “alasan-alasan yang menjadi dasar penghitungan” dimaksud adalah alasan-alasan yang jelas dan dilampiri dengan fotokopi surat ketetapan pajak, bukti pemungutan, atau bukti pemotongan.
(3) Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal surat, tanggal (3) pemotongan atau pemungutan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), kecuali apabila Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya.
Penjelasan
Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal dikirim surat ketetapan pajak atau sejak tanggal pemotongan atau pemungutan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kecuali apabila Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya.
Penjelasan
Ayat (3) Ayat (3) Batas waktu pengajuan surat keberatan ditentukan dalam waktu 3 (tiga) bulan sejak Batas waktu pengajuan surat keberatan ditentukan dalam waktu 3 (tiga) bulan sejak diterbitkan surat ketetapan pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dengan maksud tanggal dikirim surat ketetapan pajak atau sejak tanggal pemotongan atau pemungutan agar supaya Wajib Pajak mempunyai waktu yang cukup memadai untuk mempersiapkan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan maksud agar Wajib Pajak surat keberatan beserta alasannya. mempunyai waktu yang cukup memadai untuk mempersiapkan surat keberatan beserta alasannya.
Apabila ternyata bahwa batas waktu 3 (tiga) bulan tersebut tidak dapat dipenuhi oleh Wajib Pajak karena keadaan di luar kekuasaan Wajib Pajak (force mayeur), maka tenggang waktu selama 3 (tiga) bulan tersebut masih dapat dipertimbangkan untuk diperpanjang oleh Direktur Jenderal Pajak.
Apabila ternyata bahwa batas waktu 3 (tiga) bulan tersebut tidak dapat dipenuhi oleh Wajib Pajak karena keadaan di luar kekuasaan Wajib Pajak (force majeur), tenggang waktu selama 3 (tiga) bulan tersebut masih dapat dipertimbangkan untuk diperpanjang oleh Direktur Jenderal Pajak.
(3a) Dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan atas surat ketetapan pajak, Wajib Pajak wajib melunasi pajak yang masih harus dibayar paling sedikit sejumlah yang telah disetujui Wajib Pajak dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, sebelum surat keberatan disampaikan.
Penjelasan Ayat (3a) Ketentuan ini mengatur bahwa persyaratan pengajuan keberatan bagi Wajib Pajak adalah harus melunasi terlebih dahulu sejumlah kewajiban perpajakannya yang telah disetujui Wajib Pajak pada saat pembahasan akhir hasil pemeriksaan. Pelunasan tersebut harus dilakukan sebelum Wajib Pajak mengajukan keberatan.
(4)] Keberatan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (4) (2), dan ayat (3) tidak dianggap sebagai surat keberatan, sehingga tidak dipertimbangkan.
Keberatan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (3a) bukan merupakan surat keberatan sehingga tidak dipertimbangkan.
Penjelasan
Penjelasan
Ayat (4) Cukup jelas
Ayat (4) Permohonan keberatan yang tidak memenuhi salah satu syarat sebagaimana dimaksud dalam pasal ini bukan merupakan surat keberatan, sehingga tidak dapat dipertimbangkan dan tidak diterbitkan Surat Keputusan Keberatan.
(5) Tanda penerimaan surat keberatan yang diberikan oleh pejabat Direktorat Jenderal Pajak (5) yang ditunjuk untuk itu atau tanda pengiriman surat keberatan melalui pos tercatat menjadi tanda bukti penerimaan surat keberatan.
Penjelasan
Tanda penerimaan surat keberatan yang diberikan oleh pegawai Direktorat Jenderal Pajak yang ditunjuk untuk menerima surat keberatan atau tanda pengiriman surat keberatan melalui pos dengan bukti pengiriman surat, atau melalui cara lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan menjadi tanda bukti penerimaan surat keberatan.
Penjelasan
Ayat (5) Ayat (5) Tanda penerimaan surat yang telah diberikan oleh pejabat Direktorat Jenderal Pajak atau Tanda penerimaan surat yang telah diberikan oleh pegawai Direktorat Jenderal Pajak oleh Kantor Pos berfungsi sebagai tanda terima surat keberatan apabila surat tersebut atau oleh pos berfungsi sebagai tanda terima surat keberatan apabila surat tersebut memenuhi syarat sebagai surat keberatan. Dengan demikian batas waktu penyelesaian memenuhi syarat sebagai surat keberatan. Dengan demikian, batas waktu penyelesaian keberatan dihitung sejak tanggal penerimaan surat dimaksud. keberatan dihitung sejak tanggal penerimaan surat dimaksud.
Apabila surat Wajib Pajak tidak memenuhi syarat sebagai surat keberatan dan Wajib Pajak memperbaikinya, maka batas waktu penyelesaian keberatan dihitung sejak diterimanya surat berikutnya yang memenuhi syarat sebagai surat keberatan.
Apabila surat Wajib Pajak tidak memenuhi syarat sebagai surat keberatan dan Wajib Pajak memperbaikinya dalam batas waktu penyampaian surat keberatan, batas waktu penyelesaian keberatan dihitung sejak diterima surat berikutnya yang memenuhi syarat sebagai surat keberatan.
Apabila surat Wajib Pajak tidak memenuhi syarat sebagai surat keberatan dan Wajib Pajak memperbaikinya, maka batas waktu penyelesaian keberatan dihitung sejak diterimanya surat berikutnya yang memenuhi syarat sebagai surat keberatan.
Apabila surat Wajib Pajak tidak memenuhi syarat sebagai surat keberatan dan Wajib Pajak memperbaikinya dalam batas waktu penyampaian surat keberatan, batas waktu penyelesaian keberatan dihitung sejak diterima surat berikutnya yang memenuhi syarat sebagai surat keberatan.
(6) Apabila diminta oleh Wajib Pajak untuk keperluan pengajuan keberatan, Direktur Jenderal (6) Pajak wajib memberikan keterangan secara tertulis hal-hal yang menjadi dasar pengenaan pajak, penghitungan rugi, pemotongan atau pemungutan pajak.
Apabila diminta oleh Wajib Pajak untuk keperluan pengajuan keberatan, Direktur Jenderal Pajak wajib memberikan keterangan secara tertulis hal-hal yang menjadi dasar pengenaan pajak, penghitungan rugi, atau pemotongan atau pemungutan pajak.
Penjelasan
Penjelasan
Ayat (6) Ayat (6) Agar Wajib Pajak dapat menyusun keberatan dengan alasan-alasan yang kuat, Wajib Agar Wajib Pajak dapat menyusun keberatan dengan alasan yang kuat, Wajib Pajak Pajak diberi hak untuk meminta dasar-dasar pengenaan, pemotongan atau pemungutan diberi hak untuk meminta dasar pengenaan pajak, penghitungan rugi, atau pemotongan pajak yang telah ditetapkan, sebaliknya Direktur Jenderal Pajak berkewajiban untuk atau pemungutan pajak yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, Direktur Jenderal Pajak memenuhi permintaan tersebut di atas. berkewajiban untuk memenuhi permintaan tersebut.
(7) Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar pajak dan pelaksanaan (7) penagihan pajak.
Penjelasan
Dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan, jangka waktu pelunasan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) atau ayat (3a) atas jumlah pajak yang belum dibayar pada saat pengajuan keberatan, tertangguh sampai dengan 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan Surat Keputusan Keberatan.
Penjelasan
Ayat (7) Ayat (7) Untuk mencegah usaha penghindaran atau penundaan pembayaran pajak melalui Ayat ini mengatur bahwa jatuh tempo pembayaran yang tertera dalam surat ketetapan pengajuan surat keberatan, maka pengajuan keberatan tidak menghalangi tindakan pajak tertangguh sampai dengan 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan Surat penagihan sampai dengan pelaksanaan lelang. Keputusan Keberatan. Penangguhan jangka waktu pelunasan pajak menyebabkan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% per bulan sebagaimana diatur dalam Pasal 19 tidak diberlakukan atas jumlah pajak yang belum dibayar pada saat pengajuan Ketentuan ini perlu dicantumkan dengan maksud agar Wajib Pajak dengan dalih keberatan. mengajukan keberatan, untuk tidak melakukan kewajiban membayar pajak yang telah ditetapkan, sehingga dapat dicegah terganggunya penerimaan negara. (8)
Jumlah pajak yang belum dibayar pada saat pengajuan permohonan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) tidak termasuk sebagai utang pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) dan ayat (1a).
Penjelasan
Ayat (8) Cukup jelas.
(9)
Dalam hal keberatan Wajib Pajak ditolak atau dikabulkan sebagian, Wajib Pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 50% (lima puluh persen) dari jumlah pajak berdasarkan keputusan keberatan dikurangi dengan pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan.
Penjelasan Ayat (9) Dalam hal keberatan Wajib Pajak ditolak atau dikabulkan sebagian dan Wajib Pajak tidak mengajukan permohonan banding, jumlah pajak berdasarkan keputusan keberatan dikurangi dengan pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan harus dilunasi paling lama 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan Surat Keputusan Keberatan, dan penagihan dengan Surat Paksa akan dilaksanakan apabila Wajib Pajak tidak melunasi utang pajak tersebut. Di samping itu, Wajib Pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 50% (lima puluh persen).
Contoh: Untuk tahun pajak 2008, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) dengan jumlah pajak yang masih harus dibayar sebesar Rp1.000.000.000,00 diterbitkan terhadap PT A. Dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, Wajib Pajak hanya menyetujui pajak yang masih harus dibayar sebesar Rp200.000.000,00. Wajib Pajak telah melunasi sebagian SKPKB tersebut sebesar Rp200.000.000,00 dan kemudian mengajukan keberatan atas koreksi lainnya. Direktur Jenderal Pajak mengabulkan sebagian keberatan Wajib Pajak dengan jumlah pajak yang masih harus dibayar menjadi sebesar Rp750.000.000,00. Dalam hal ini, Wajib Pajak tidak dikenai sanksi administrasi sebagaimana diatur dalam Pasal 19, tetapi dikenai sanksi sesuai dengan ayat ini, yaitu sebesar 50% x (Rp750.000.000,00 – Rp200.000.000,00) = Rp275.000.000,00.
(10) Dalam hal Wajib Pajak mengajukan permohonan banding, sanksi administrasi berupa denda sebesar 50% (lima puluh persen) sebagaimana dimaksud pada ayat (9) tidak dikenakan. Penjelasan
Ayat (10) Cukup jelas. Pasal 26
Pasal 26
(1) Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama dua belas bulan sejak tanggal (1) Surat Keberatan diterima, harus memberi keputusan atas keberatan yang diajukan.
Penjelasan
Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak tanggal surat keberatan diterima harus memberi keputusan atas keberatan yang diajukan.
Penjelasan
Ayat (1) Ayat (1) Terhadap Surat Keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak kewenangan penyelesaian Terhadap surat keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak, kewenangan penyelesaian dalam tingkat pertama diberikan kepada Direktur Jenderal Pajak dengan ketentuan dalam tingkat pertama diberikan kepada Direktur Jenderal Pajak dengan ketentuan batasan waktu penyelesaian keputusan atas keberatan Wajib Pajak ditetapkan paling batasan waktu penyelesaian keputusan atas keberatan Wajib Pajak ditetapkan paling lama dua belas bulan sejak tanggal Surat Keberatan diterima. Dengan ditentukannya lama 12 (dua belas) bulan sejak tanggal surat keberatan diterima. batas waktu penyelesaian keputusan atas keberatan tersebut, berarti akan diperoleh suatu kepastian hukum bagi Wajib Pajak di samping terlaksananya administrasi perpajakan. Dengan ditentukannya batas waktu penyelesaian keputusan atas keberatan tersebut, berarti akan diperoleh suatu kepastian hukum bagi Wajib Pajak selain terlaksananya administrasi perpajakan. (2) Sebelum surat keputusan diterbitkan, Wajib Pajak dapat menyampaikan alasan tambahan (2) atau penjelasan tertulis.
Sebelum surat keputusan diterbitkan, Wajib Pajak dapat menyampaikan alasan tambahan atau penjelasan tertulis.
Penjelasan
Penjelasan
Ayat (2) Cukup jelas.
Ayat (2) Cukup jelas.
(3) Keputusan Direktur Jenderal Pajak atas keberatan dapat berupa menerima seluruhnya (3) atau sebagian, menolak atau menambah besarnya jumlah pajak yang terhutang.
Penjelasan
Keputusan Direktur Jenderal Pajak atas keberatan dapat berupa mengabulkan seluruhnya atau sebagian, menolak atau menambah besarnya jumlah pajak yang masih harus dibayar.
Penjelasan
Ayat (3) Cukup jelas.
Ayat (3) Cukup jelas.
(4) Dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan atas ketetapan pajak yang ditentukan (4) dalam Pasal 13 ayat (1) huruf b dan huruf d, Wajib Pajak yang bersangkutan harus dapat membuktikan ketidakbenaran ketetapan pajak tersebut.
Penjelasan
Dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan atas surat ketetapan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) huruf b dan huruf d, Wajib Pajak yang bersangkutan harus dapat membuktikan ketidakbenaran ketetapan pajak tersebut.
Penjelasan
Ayat (4) Ayat (4) Ayat ini mengharuskan Wajib Pajak membuktikan ketidakbenaran ketetapan pajak, dalam Ayat ini mengharuskan Wajib Pajak membuktikan ketidakbenaran ketetapan pajak dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan terhadap pajak-pajak yang ditetapkan secara hal Wajib Pajak mengajukan keberatan terhadap pajak-pajak yang ditetapkan secara jabatan, Surat Ketetapan Pajak secara jabatan tersebut diterbitkan karena Wajib Pajak jabatan. Surat ketetapan pajak secara jabatan tersebut diterbitkan karena Wajib Pajak tidak menyampaikan SPT Tahunan, meskipun telah ditegor secara tertulis, atau tidak tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan meskipun telah ditegur secara memenuhi kewajiban menyelenggarakan pembukuan, atau menolak untuk memberikan tertulis, tidak memenuhi kewajiban menyelenggarakan pembukuan, atau menolak untuk kesempatan kepada pejabat pemeriksa memasuki tempat-tempat tertentu yang memberikan kesempatan kepada pemeriksa memasuki tempat-tempat tertentu yang dipandang perlu, dalam rangka pemeriksaan guna menetapkan besarnya jumlah pajak dipandang perlu, dalam rangka pemeriksaan guna menetapkan besarnya jumlah pajak yang terhutang. Apabila Wajib Pajak tidak dapat membuktikan ketidakbenaran Surat yang terutang. Apabila Wajib Pajak tidak dapat membuktikan ketidakbenaran surat Ketetapan Pajak secara jabatan itu, maka keberatannya ditolak. ketetapan pajak secara jabatan, pengajuan keberatannya ditolak.
(5) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) telah lewat dan Direktur (5) Jenderal Pajak tidak memberi suatu keputusan, maka keberatan yang diajukan tersebut dianggap diterima.
Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah terlampaui dan Direktur Jenderal Pajak tidak memberi suatu keputusan, keberatan yang diajukan tersebut dianggap dikabulkan.
Penjelasan
Penjelasan
Ayat (5) Cukup jelas.
Ayat (5) Cukup jelas.
Pasal 26A (1)
Tata cara pengajuan dan penyelesaian keberatan diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
Penjelasan Ayat (1) Cukup jelas. (2)
Tata cara pengajuan dan penyelesaian keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), antara lain, mengatur tentang pemberian hak kepada Wajib Pajak untuk hadir memberikan keterangan atau memperoleh penjelasan mengenai keberatannya.
Penjelasan Ayat (2) Agar dapat memberikan kesempatan yang lebih luas kepada Wajib Pajak untuk memperoleh keadilan dalam penyelesaian keberatannya, dalam tata cara sebagaimana dimaksud pada ayat ini diatur, antara lain, Wajib Pajak dapat hadir untuk memberikan keterangan atau memperoleh penjelasan mengenai keberatannya.
(3)
Apabila Wajib Pajak tidak menggunakan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (2), proses keberatan tetap dapat diselesaikan.
Penjelasan Ayat (3) Cukup jelas. (4)
Wajib Pajak yang mengungkapkan pembukuan, catatan, data, informasi, atau keterangan lain dalam proses keberatan yang tidak diberikan pada saat pemeriksaan, selain data dan informasi yang pada saat pemeriksaan belum diperoleh Wajib Pajak dari pihak ketiga, pembukuan, catatan, data, informasi, atau keterangan lain dimaksud tidak dipertimbangkan dalam penyelesaian keberatannya.
Penjelasan
Ayat (4) Cukup jelas.
Pasal 27
Pasal 27
(1) Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada badan peradilan (1) pajak terhadap keputusan mengenai keberatannya yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada badan peradilan pajak atas Surat Keputusan Keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1).
Penjelasan
Penjelasan
Ayat (1) Cukup jelas
Ayat (1) Cukup jelas.
(2) Putusan badan peradilan pajak bukan merupakan keputusan tata usaha negara.
(2)
Penjelasan
Penjelasan
Ayat (2) Cukup jelas
Ayat (2) Cukup jelas.
(3) Permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan secara tertulis dalam (3) bahasa Indonesia, dengan alasan yang jelas dalam waktu 3 (tiga) bulan sejak keputusan diterima, dilampiri salinan dari surat keputusan tersebut.
Putusan Pengadilan Pajak merupakan putusan pengadilan khusus di lingkungan peradilan tata usaha negara.
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan alasan yang jelas paling lama 3 (tiga) bulan sejak Surat Keputusan Keberatan diterima dan dilampiri dengan salinan Surat Keputusan Keberatan tersebut.
Penjelasan
Penjelasan
Ayat (3) Cukup jelas
Ayat (3) Cukup jelas.
(4) dihapus.
(4)
Penjelasan
Penjelasan
Ayat (4) dihapus
Ayat (4) Dihapus.
Dihapus.
(4a) Apabila diminta oleh Wajib Pajak untuk keperluan pengajuan permohonan banding, Direktur Jenderal Pajak wajib memberikan keterangan secara tertulis hal-hal yang menjadi dasar Surat Keputusan Keberatan yang diterbitkan. Penjelasan Ayat (4a) Cukup jelas. (5) Pengajuan permohonan banding tidak menunda kewajiban membayar pajak dan (5) pelaksanaan penagihan pajak.
Dihapus.
Penjelasan
Penjelasan
Ayat (5) Cukup jelas
Ayat (5) Dihapus. (5a) Dalam hal Wajib Pajak mengajukan banding, jangka waktu pelunasan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3), ayat (3a), atau Pasal 25 ayat (7), atas jumlah pajak yang belum dibayar pada saat pengajuan keberatan, tertangguh sampai dengan 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan Putusan Banding.
Penjelasan Ayat (5a) Ayat ini mengatur bahwa bagi Wajib Pajak yang mengajukan banding, jangka waktu pelunasan pajak yang diajukan banding tertangguh sampai dengan 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan Putusan Banding. Penangguhan jangka waktu pelunasan pajak menyebabkan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan sebagaimana diatur dalam Pasal 19 tidak diberlakukan atas jumlah pajak yang belum dibayar pada saat pengajuan keberatan.
(5b) Jumlah pajak yang belum dibayar pada saat pengajuan permohonan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (5a) tidak termasuk sebagai utang pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) dan ayat (1a).
Penjelasan Ayat (5b) Cukup jelas. (5c) Jumlah pajak yang belum dibayar pada saat pengajuan permohonan banding belum merupakan pajak yang terutang sampai dengan Putusan Banding diterbitkan. `
Penjelasan Ayat (5c) Cukup jelas. (5d) Dalam hal permohonan banding ditolak atau dikabulkan sebagian, Wajib Pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah pajak berdasarkan Putusan Banding dikurangi dengan pembayaran pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan.
Penjelasan Ayat (5d) Dalam hal permohonan banding Wajib Pajak ditolak atau dikabulkan sebagian, jumlah pajak berdasarkan Putusan Banding dikurangi dengan pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan harus dilunasi paling lama 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan Putusan Banding, dan penagihan dengan Surat Paksa akan dilaksanakan apabila Wajib Pajak tidak melunasi utang pajak tersebut. Di samping itu, Wajib Pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 100% (seratus persen) sebagaimana dimaksud pada ayat ini.
Contoh: Untuk tahun pajak 2008, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) dengan jumlah pajak yang masih harus dibayar sebesar Rp1.000.000.000,00 diterbitkan terhadap PT A. Dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, Wajib Pajak hanya menyetujui pajak yang masih harus dibayar sebesar Rp200.000.000,00. Wajib Pajak telah melunasi sebagian SKPKB tersebut sebesar Rp200.000.000,00 dan kemudian mengajukan keberatan atas koreksi lainnya. Direktur Jenderal Pajak mengabulkan sebagian keberatan Wajib Pajak dengan jumlah pajak yang masih harus dibayar menjadi sebesar Rp750.000.000,00.
pajak yang masih harus dibayar sebesar Rp1.000.000.000,00 diterbitkan terhadap PT A. Dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, Wajib Pajak hanya menyetujui pajak yang masih harus dibayar sebesar Rp200.000.000,00. Wajib Pajak telah melunasi sebagian SKPKB tersebut sebesar Rp200.000.000,00 dan kemudian mengajukan keberatan atas koreksi lainnya. Direktur Jenderal Pajak mengabulkan sebagian keberatan Wajib Pajak dengan jumlah pajak yang masih harus dibayar menjadi sebesar Rp750.000.000,00.
Selanjutnya Wajib Pajak mengajukan permohonan banding dan oleh Pengadilan Pajak diputuskan besarnya pajak yang masih harus dibayar menjadi sebesar Rp450.000.000,00. Dalam hal ini baik sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan sebagaimana diatur dalam Pasal 19 maupun sanksi administrasi berupa denda sebagaimana diatur dalam Pasal 25 ayat (9) tidak dikenakan. Namun, Wajib Pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda sesuai dengan ayat ini, yaitu sebesar 100% x (Rp450.000.000,00 – Rp200.000.000,00) = Rp250.000.000,00.
(6) Badan peradilan pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan Pasal 23 ayat (2) diatur (6) dengan undang-undang.
Badan peradilan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan dalam Pasal 23 ayat (2) diatur dengan undang-undang.
Penjelasan
Penjelasan
Ayat (6) Cukup jelas
Ayat (6) Cukup jelas.
Pasal 27A (1) Apabila pengajuan keberatan atau permohonan banding diterima sebagian atau (1) seluruhnya, sepanjang utang pajak sebagaimana dimaksud dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar dan atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan telah dibayar yang menyebabkan kelebihan pembayaran pajak, maka kelebihan pembayaran dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak tanggal pembayaran yang menyebabkan kelebihan pembayaran pajak sampai dengan diterbitkannya Keputusan Keberatan atau Putusan Banding.
Pasal 27A Apabila pengajuan keberatan, permohonan banding, atau permohonan peninjauan kembali dikabulkan sebagian atau seluruhnya, selama pajak yang masih harus dibayar sebagaimana dimaksud dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Nihil, dan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar yang telah dibayar menyebabkan kelebihan pembayaran pajak, kelebihan pembayaran dimaksud dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. untuk Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar dan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan dihitung sejak tanggal pembayaran yang menyebabkan kelebihan pembayaran pajak sampai dengan diterbitkannya Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali; atau
b. untuk Surat Ketetapan Pajak Nihil dan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar dihitung sejak tanggal penerbitan surat ketetapan pajak sampai dengan diterbitkannya Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali.
Penjelasan
Penjelasan
Ayat (1) Ayat (1) Imbalan bunga hanya diberikan berkenaan dengan Keputusan Keberatan atau Putusan Imbalan bunga diberikan berkenaan dengan Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding yang menyangkut Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Pajak Kurang Bayar Tambahan. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Nihil atau Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar yang telah dibayar menyebabkan kelebihan pembayaran pajak.
(1a) Imbalan bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga diberikan atas Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak, atau Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak yang dikabulkan sebagian atau seluruhnya menyebabkan kelebihan pembayaran pajak dengan ketentuan sebagai berikut:
a. untuk Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar dan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan dihitung sejak tanggal pembayaran yang menyebabkan kelebihan pembayaran pajak sampai dengan diterbitkannya Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak, atau Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak;
b. untuk Surat Ketetapan Pajak Nihil dan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar dihitung sejak tanggal penerbitan surat ketetapan pajak sampai dengan diterbitkannya Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak, atau Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak; atau
c. untuk Surat Tagihan Pajak dihitung sejak tanggal pembayaran yang menyebabkan kelebihan pembayaran pajak sampai dengan diterbitkannya Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak, atau Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak.
Penjelasan Ayat (1a) Dalam hal Wajib Pajak mengajukan permohonan pembetulan, pengurangan, atau pembatalan atas surat ketetapan pajak atau Surat Tagihan Pajak yang keputusannya mengabulkan sebagian atau seluruhnya, selama jumlah pajak yang masih harus dibayar sebagaimana dimaksud dalam surat ketetapan pajak atau Surat Tagihan Pajak telah dibayar menyebabkan kelebihan pembayaran pajak, kelebihan pembayaran dimaksud dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.
(2) Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) juga diberikan atas pembayaran (2) lebih sanksi administrasi berupa denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (4) dan atau bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) berdasarkan Keputusan Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi, sebagai akibat diterbitkan Keputusan Keberatan atau Putusan Banding yang menerima sebagian atau seluruh permohonan Wajib Pajak.
Imbalan bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga diberikan atas pembayaran lebih sanksi administrasi berupa denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (4) dan/atau bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) berdasarkan Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi atau Surat Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi sebagai akibat diterbitkan Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali yang mengabulkan sebagian atau seluruh permohonan Wajib Pajak.
Penjelasan
Penjelasan
Ayat (2) Imbalan bunga juga diberikan terhadap pembayaran lebih Surat Tagihan Pajak yang telah diterbitkan berdasarkan Pasal 14 ayat (4) dan Pasal 19 ayat (1) sehubungan dengan diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, yang memperoleh pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi berupa denda atau bunga.
Ayat (2) Imbalan bunga juga diberikan terhadap pembayaran lebih Surat Tagihan Pajak yang telah diterbitkan berdasarkan Pasal 14 ayat (4) dan Pasal 19 ayat (1) sehubungan dengan diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, yang memperoleh pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi berupa denda atau bunga.
Pengurangan atau penghapusan dimaksud merupakan akibat dari adanya Keputusan Keberatan atau Putusan Banding atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan tersebut, yang menerima sebagian atau seluruh permohonan Wajib Pajak.
Pengurangan atau penghapusan yang dimaksud merupakan akibat dari adanya Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan tersebut, yang mengabulkan sebagian atau seluruh permohonan Wajib Pajak.
(3) Tata cara penghitungan pengembalian kelebihan bayar dan pemberian imbalan bunga (3) diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan.
Tata cara penghitungan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dan pemberian imbalan bunga diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
Penjelasan
Penjelasan
Ayat (3) Cukup jelas
Ayat (3) Cukup jelas.
BAB VI PEMBUKUAN DAN PEMERIKSAAN
BAB VI PEMBUKUAN DAN PEMERIKSAAN
Pasal 28
Pasal 28
(1) Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan (1) Wajib Pajak badan di Indonesia, wajib menyelenggarakan pembukuan.
Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan Wajib Pajak badan di Indonesia wajib menyelenggarakan pembukuan.
Penjelasan
Penjelasan
Ayat (1) Cukup jelas
Ayat (1) Cukup jelas
(2) Dikecualikan dari kewajiban menyelenggarakan pembukuan sebagaimana dimaksud (2) dalam ayat (1) tetapi wajib melakukan pencatatan adalah Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan diperbolehkan menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto dan Wajib Pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.
Wajib Pajak yang dikecualikan dari kewajiban menyelenggarakan pembukuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tetapi wajib melakukan pencatatan, adalah Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan diperbolehkan menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto dan Wajib Pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.
Penjelasan
Penjelasan
Ayat (2) Cukup jelas
Ayat (2) Cukup jelas
(3) Pembukuan atau pencatatan tersebut harus diselenggarakan dengan memperhatikan (3) itikad baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya.
Pembukuan atau pencatatan tersebut harus diselenggarakan dengan memperhatikan iktikad baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya.
Pembukuan atau pencatatan tersebut harus diselenggarakan dengan memperhatikan itikad baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya.
Pembukuan atau pencatatan tersebut harus diselenggarakan dengan memperhatikan iktikad baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya.
Penjelasan
Penjelasan
Ayat (3) Cukup jelas
Ayat (3) Cukup jelas
(4) Pembukuan atau pencatatan harus diselenggarakan di Indonesia dengan menggunakan (4) huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan disusun dalam bahasa Indonesia atau dalam bahasa asing yang diizinkan oleh Menteri Keuangan.
Pembukuan atau pencatatan harus diselenggarakan di Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan disusun dalam bahasa Indonesia atau dalam bahasa asing yang diizinkan oleh Menteri Keuangan.
Penjelasan
Penjelasan
Ayat (4) Cukup jelas
Ayat (4) Cukup jelas
(5) Pembukuan diselenggarakan dengan prinsip taat asas dan dengan stelsel akrual atau (5) stelsel kas. Penjelasan
Pembukuan diselenggarakan dengan prinsip taat asas dan dengan stelsel akrual atau stelsel kas.
Penjelasan
Ayat (5) Ayat (5) Prinsip taat asas adalah prinsip yang sama digunakan dalam metode pembukuan dengan Prinsip taat asas adalah prinsip yang sama digunakan dalam metode pembukuan dengan tahun-tahun sebelumnya, untuk mencegah penggeseran laba atau rugi. Prinsip taat asas tahun-tahun sebelumnya untuk mencegah penggeseran laba atau rugi. Prinsip taat asas dalam metode pembukuan misalnya dalam penerapan : dalam metode pembukuan misalnya dalam penerapan: a. b. c. d.
Stelsel pengakuan penghasilan; Tahun buku; Metode penilaian persediaan; Metode penyusutan dan amortisasi
Stelsel akrual adalah suatu metode penghitungan penghasilan dan biaya dalam arti penghasilan diakui pada waktu diperoleh dan biaya diakui pada waktu terutang. Jadi tidak tergantung kapan penghasilan itu diterima dan kapan biaya itu dibayar tunai.
a. b. c. d.
stelsel pengakuan penghasilan; tahun buku; metode penilaian persediaan; atau metode penyusutan dan amortisasi.
Stelsel akrual adalah suatu metode penghitungan penghasilan dan biaya dalam arti penghasilan diakui pada waktu diperoleh dan biaya diakui pada waktu terutang. Jadi, tidak tergantung kapan penghasilan itu diterima dan kapan biaya itu dibayar secara tunai.
Termasuk dalam pengertian stelsel akrual adalah pengakuan penghasilan berdasarkan metode persentase tingkat penyelesaian pekerjaan yang umumnya dipakai di bidang konstruksi dan metode lainnya yang dipakai di bidang usaha tertentu seperti Build Operate and Transfer (BOT), Real Estate, dan lain-lain.
Termasuk dalam pengertian stelsel akrual adalah pengakuan penghasilan berdasarkan metode persentase tingkat penyelesaian pekerjaan yang umumnya dipakai dalam bidang konstruksi dan metode lain yang dipakai dalam bidang usaha tertentu seperti build operate and transfer (BOT) dan real estat.
Stelsel kas adalah suatu metode yang penghitungannya didasarkan atas penghasilan yang diterima dan biaya yang dibayar secara tunai.
Stelsel kas adalah suatu metode yang penghitungannya didasarkan atas penghasilan yang diterima dan biaya yang dibayar secara tunai.
Menurut stelsel ini, penghasilan baru dianggap sebagai penghasilan, bila benar-benar telah diterima tunai dalam suatu periode tertentu, serta biaya baru dianggap sebagai biaya, bila benar-benar telah dibayar tunai dalam suatu periode tertentu.
Menurut stelsel kas, penghasilan baru dianggap sebagai penghasilan apabila benarbenar telah diterima secara tunai dalam suatu periode tertentu serta biaya baru dianggap sebagai biaya apabila benar-benar telah dibayar secara tunai dalam suatu periode tertentu.
Stelsel kas biasanya digunakan oleh perusahaan kecil orang pribadi atau perusahaan jasa misalnya transportasi, hiburan, restoran, yang tenggang waktu antara penyerahan jasa dan penerimaan pembayarannya tidak berlangsung lama. Dalam stelsel kas murni, penghasilan dari penyerahan barang atau jasa ditetapkan pada saat diterimanya pembayaran dari langganan, dan biaya-biaya ditetapkan pada saat dibayarnya barang, jasa, dan biaya operasi lainnya.
Stelsel kas biasanya digunakan oleh perusahaan kecil orang pribadi atau perusahaan jasa, misalnya transportasi, hiburan, dan restoran yang tenggang waktu antara penyerahan jasa dan penerimaan pembayarannya tidak berlangsung lama. Dalam stelsel kas murni, penghasilan dari penyerahan barang atau jasa ditetapkan pada saat pembayaran dari pelanggan diterima dan biaya-biaya ditetapkan pada saat barang, jasa, dan biaya operasi lain dibayar.
Dengan cara ini, pemakaian stelsel kas dapat mengakibatkan penghitungan yang mengaburkan terhadap penghasilan, yaitu besarnya penghasilan dari tahun ke tahun dapat disesuaikan dengan mengatur penerimaan kas dan pengeluaran kas. Oleh karena itu untuk penghitungan Pajak Penghasilan dalam memakai stelsel kas harus memperhatikan hal-hal antara lain sebagai berikut :
Dengan cara ini, pemakaian stelsel kas dapat mengakibatkan penghitungan yang mengaburkan terhadap penghasilan, yaitu besarnya penghasilan dari tahun ke tahun dapat disesuaikan dengan mengatur penerimaan kas dan pengeluaran kas. Oleh karena itu, untuk penghitungan Pajak Penghasilan dalam memakai stelsel kas harus memperhatikan hal-hal antara lain sebagai berikut.
1)
Penghitungan jumlah penjualan dalam suatu periode harus meliputi seluruh penjualan, baik yang tunai maupun yang bukan. Dalam menghitung harga pokok penjualan harus diperhitungkan seluruh pembelian dan persediaan.
1) Penghitungan jumlah penjualan dalam suatu periode harus meliputi seluruh penjualan, baik yang tunai maupun yang bukan. Dalam menghitung harga pokok penjualan harus diperhitungkan seluruh pembelian dan persediaan.
2)
Dalam memperoleh harta yang dapat disusutkan dan hak-hak yang dapat diamortisasi, biaya-biaya yang dikurangkan dari penghasilan hanya dapat dilakukan melalui penyusutan dan amortisasi.
2) Dalam memperoleh harta yang dapat disusutkan dan hak-hak yang dapat diamortisasi, biaya-biaya yang dikurangkan dari penghasilan hanya dapat dilakukan melalui penyusutan dan amortisasi.
3)
Pemakaian stelsel kas harus dilakukan secara taat asas (konsisten).
3) Pemakaian stelsel kas harus dilakukan secara taat asas (konsisten).
Dengan demikian penggunaan stelsel kas untuk tujuan perpajakan dapat juga dinamakan stelsel campuran.
Dengan demikian penggunaan stelsel kas untuk tujuan perpajakan dapat juga dinamakan stelsel campuran.
(6) Perubahan terhadap metode pembukuan dan atau tahun buku, harus mendapat (6) persetujuan dari Direktur Jenderal Pajak. Penjelasan
Perubahan terhadap metode pembukuan dan/atau tahun buku harus mendapat persetujuan dari Direktur Jenderal Pajak.
Penjelasan
Ayat (6) Ayat (6) Pada dasarnya metode-metode pembukuan yang dianut harus taat asas, yaitu harus Pada dasarnya metode pembukuan yang dianut harus taat asas, yaitu harus sama sama dengan tahun-tahun sebelumnya, misalnya dalam hal penggunaan metode dengan tahun-tahun sebelumnya, misalnya dalam hal penggunaan metode pengakuan pengakuan penghasilan dan biaya (metode kas atau akrual), metode penyusutan aktiva penghasilan dan biaya (metode kas atau akrual), metode penyusutan aktiva tetap, dan tetap, metode penilaian persediaan dan sebagainya. Namun demikian, perubahan metode metode penilaian persediaan. Namun, perubahan metode pembukuan masih pembukuan masih dimungkinkan dengan syarat telah mendapat persetujuan dari Direktur dimungkinkan dengan syarat telah mendapat persetujuan dari Direktur Jenderal Pajak. Jenderal Pajak. Perubahan metode pembukuan harus diajukan kepada Direktur Jenderal Perubahan metode pembukuan harus diajukan kepada Direktur Jenderal Pajak sebelum Pajak sebelum dimulainya tahun buku yang bersangkutan dengan menyampaikan alasandimulainya tahun buku yang bersangkutan dengan menyampaikan alasan yang logis dan alasan yang logis dan dapat diterima serta akibat-akibat yang mungkin timbul dari dapat diterima serta akibat yang mungkin timbul dari perubahan tersebut. perubahan tersebut.
Perubahan metode pembukuan akan mengakibatkan perubahan dalam prinsip taat asas yang dapat meliputi perubahan metode dari kas ke akrual atau sebaliknya atau perubahan penggunaan metode pengakuan penghasilan atau pengakuan biaya itu sendiri. Misalnya dalam metode pengakuan biaya yang berkenaan dengan penyusutan aktiva tetap dengan menggunakan metode penyusutan tertentu.
Perubahan metode pembukuan akan mengakibatkan perubahan dalam prinsip taat asas yang dapat meliputi perubahan metode dari kas ke akrual atau sebaliknya atau perubahan penggunaan metode pengakuan penghasilan atau pengakuan biaya itu sendiri, misalnya dalam metode pengakuan biaya yang berkenaan dengan penyusutan aktiva tetap dengan menggunakan metode penyusutan tertentu.
Contoh : Wajib Pajak dalam tahun 2002 menggunakan metode penyusutan garis lurus atau straight line method. Dalam tahun 2003 Wajib Pajak bermaksud mengubah metode penyusutan aktiva dengan menggunakan metode penyusutan saldo menurun atau declining balance method.
Contoh: Wajib Pajak dalam tahun 2008 menggunakan metode penyusutan garis lurus atau straight line method. Jika dalam tahun 2009 Wajib Pajak bermaksud mengubah metode penyusutan aktiva dengan menggunakan metode penyusutan saldo menurun atau declining balance method, Wajib Pajak harus minta persetujuan terlebih dahulu kepada Direktur Jenderal Pajak yang diajukan sebelum dimulainya tahun buku 2009 dengan menyebutkan alasan dilakukannya perubahan metode penyusutan dan akibat dari perubahan tersebut.
Untuk keperluan tersebut, Wajib Pajak harus minta persetujuan terlebih dahulu kepada Direktur Jenderal Pajak yang diajukan sebelum dimulainya tahun buku 2003 dengan menyebutkan alasan-alasan dilakukannya perubahan metode penyusutan dan akibat dari perubahan tersebut.
Selain itu, perubahan periode tahun buku juga berakibat berubahnya jumlah penghasilan atau kerugian Wajib Pajak, oleh karena itu perubahan tersebut juga harus mendapat persetujuan Direktur Jenderal Pajak.
Selain itu, perubahan periode tahun buku juga berakibat berubahnya jumlah penghasilan atau kerugian Wajib Pajak. Oleh karena itu, perubahan tersebut juga harus mendapat persetujuan Direktur Jenderal Pajak.
Tahun Pajak adalah sama dengan tahun takwim (tahun kalender) kecuali Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun takwim.
Tahun Pajak adalah sama dengan tahun kalender kecuali Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender.
Apabila Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun takwim, maka penyebutan Tahun Pajak yang bersangkutan menggunakan tahun yang di dalamnya termasuk 6 (enam) enam bulan pertama atau lebih.
Apabila Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender, penyebutan Tahun Pajak yang bersangkutan menggunakan tahun yang di dalamnya termasuk 6 (enam) bulan pertama atau lebih.
Contoh : a. Pembukuan 1 Juli 2002 sampai dengan 30 Juni 2003, tahun pajaknya adalah tahun 2002.
Contoh: a. Tahun buku 1 Juli 2008 sampai dengan 30 Juni 2009 adalah Tahun Pajak 2008.
b.
b. Tahun buku 1 Oktober 2008 sampai dengan 30 September 2009 adalah Tahun Pajak 2009.
Pembukuan 1 Oktober 2002 sampai dengan 30 September 2003, tahun pajaknya adalah tahun 2003.
(7) Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri dari catatan mengenai harta, kewajiban, modal, (7) penghasilan dan biaya, serta penjualan dan pembelian, sehingga dapat dihitung besarnya pajak yang terutang. Penjelasan
Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri atas catatan mengenai harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta penjualan dan pembelian sehingga dapat dihitung besarnya pajak yang terutang.
Penjelasan
Ayat (7) Ayat (7) Pengertian pembukuan telah diatur dalam Pasal 1 angka 26. Pengaturan dalam ayat ini Pengertian pembukuan telah diatur dalam Pasal 1 angka 29. Pengaturan dalam ayat ini dimaksudkan agar dari pembukuan tersebut dapat dihitung besarnya pajak yang terutang. dimaksudkan agar berdasarkan pembukuan tersebut dapat dihitung besarnya pajak yang terutang. Selain dapat dihitung besarnya Pajak Penghasilan, pajak-pajak lainnya juga harus dapat dihitung dari pembukuan tersebut. Agar Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dapat dihitung dengan benar maka pembukuan harus mencatat juga jumlah harga perolehan atau nilai impor, jumlah harga jual atau nilai ekspor, jumlah harga jual dari barang yang dikenakan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, jumlah pembayaran atas pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean dan atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean, jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan dan yang tidak dapat dikreditkan.
Selain dapat dihitung besarnya Pajak Penghasilan, pajak lainnya juga harus dapat dihitung dari pembukuan tersebut. Agar Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah dapat dihitung dengan benar, pembukuan harus mencatat juga jumlah harga perolehan atau nilai impor, jumlah harga jual atau nilai ekspor, jumlah harga jual dari barang yang dikenakan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, jumlah pembayaran atas pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean, jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan dan yang tidak dapat dikreditkan.
Dengan demikian pembukuan harus diselenggarakan dengan cara atau sistem yang lazim dipakai di Indonesia misalnya berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan, kecuali peraturan perundang-undangan perpajakan menentukan lain.
Dengan demikian, pembukuan harus diselenggarakan dengan cara atau sistem yang lazim dipakai di Indonesia, misalnya berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan, kecuali peraturan perundang-undangan perpajakan menentukan lain.
(8) Pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan mata uang selain Rupiah dapat (8) diselenggarakan oleh Wajib Pajak setelah mendapat izin Menteri Keuangan.
Pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan mata uang selain Rupiah dapat diselenggarakan oleh Wajib Pajak setelah mendapat izin Menteri Keuangan.
Penjelasan
Penjelasan
Ayat (8) Cukup jelas
Ayat (8) Cukup jelas
(9) Pencatatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) terdiri dari data yang dikumpulkan (9) secara teratur tentang peredaran atau penerimaan bruto dan atau penghasilan bruto sebagai dasar untuk menghitung jumlah pajak yang terutang, termasuk penghasilan yang bukan objek pajak dan atau yang dikenakan pajak yang bersifat final.
Penjelasan
Pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas data yang dikumpulkan secara teratur tentang peredaran atau penerimaan bruto dan/atau penghasilan bruto sebagai dasar untuk menghitung jumlah pajak yang terutang, termasuk penghasilan yang bukan objek pajak dan/atau yang dikenai pajak yang bersifat final.
Penjelasan
Ayat (9) Ayat (9) Pencatatan oleh Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha dan Pencatatan oleh Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha dan pekerjaan bebas meliputi peredaran atau penerimaan bruto dan penerimaan penghasilan pekerjaan bebas meliputi peredaran atau penerimaan bruto dan penerimaan penghasilan lainnya, sedangkan bagi mereka yang semata-mata menerima penghasilan dari luar lainnya, sedangkan bagi mereka yang semata-mata menerima penghasilan dari luar usaha dan pekerjaan bebas pencatatannya hanya mengenai penghasilan bruto, usaha dan pekerjaan bebas, pencatatannya hanya mengenai penghasilan bruto, pengurang, dan penghasilan neto yang merupakan objek Pajak Penghasilan. pengurang, dan penghasilan neto yang merupakan objek Pajak Penghasilan.
Di samping itu pencatatan meliputi pula penghasilan yang bukan objek pajak dan atau yang dikenakan pajak yang bersifat final.
Di samping itu, pencatatan meliputi pula penghasilan yang bukan objek pajak dan/atau yang dikenai pajak yang bersifat final.
(10) Dikecualikan dari kewajiban menyelenggarakan pembukuan dan melakukan pencatatan (10) Dihapus. adalah Wajib Pajak orang pribadi yang tidak wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan. Penjelasan
Penjelasan
Ayat (10)
Ayat (10)
Cukup jelas
Cukup jelas
(11) Buku-buku, catatan-catatan, dokumen-dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau (11) Buku, catatan, dan dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan pencatatan dan dokumen lain wajib disimpan selama 10 (sepuluh) tahun di Indonesia, dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara yaitu di tempat kegiatan atau di tempat tinggal bagi Wajib Pajak orang pribadi, atau di elektronik atau secara program aplikasi on-line wajib disimpan selama 10 (sepuluh) tahun tempat kedudukan bagi Wajib Pajak badan. di Indonesia, yaitu di tempat kegiatan atau tempat tinggal Wajib Pajak orang pribadi, atau di tempat kedudukan Wajib Pajak badan.
Penjelasan
Penjelasan
Ayat (11) Ayat (11) Buku-buku, catatan-catatan, dan dokumen-dokumen termasuk hasil pengolahan data Buku, catatan, dan dokumen termasuk yang diselenggarakan secara program aplikasi elektronik yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan harus disimpan selama 10 on-line dan hasil pengolahan data elektronik yang menjadi dasar pembukuan atau (sepuluh) tahun di Indonesia, dengan maksud agar apabila Direktur Jenderal Pajak akan pencatatan harus disimpan selama 10 (sepuluh) tahun di Indonesia. Hal itu dimaksudkan mengeluarkan surat ketetapan pajak, bahan pembukuan atau pencatatan yang diperlukan agar apabila Direktur Jenderal Pajak akan mengeluarkan surat ketetapan pajak, bahan masih tetap ada dan dapat segera disediakan. Kurun waktu 10 (sepuluh) tahun pembukuan atau pencatatan yang diperlukan masih tetap ada dan dapat segera penyimpanan buku-buku, catatan-catatan, dan dokumen-dokumen yang menjadi dasar disediakan. Kurun waktu 10 (sepuluh) tahun penyimpanan buku, catatan, dan dokumen pembukuan atau pencatatan adalah sesuai dengan ketentuan yang mengatur mengenai yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan adalah sesuai dengan ketentuan yang batas daluwarsa penetapan pajak. mengatur mengenai batas daluwarsa penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan. Penyimpanan buku, catatan, dan dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain termasuk yang diselenggarakan secara program aplikasi on-line harus dilakukan dengan memperhatikan faktor keamanan, kelayakan, dan kewajaran penyimpanan.
(12) Bentuk dan tata cara pencatatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur dengan (12) Bentuk dan tata cara pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak. atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. Penjelasan
Penjelasan
Ayat (12) Cukup jelas
Ayat (12) Cukup jelas
Pasal 29 (1) Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan (1) pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Pasal 29 Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Penjelasan
Penjelasan
Ayat (1)
Ayat (1)
Direktur Jenderal Pajak dalam rangka pengawasan berwenang melakukan pemeriksaan untuk :
Direktur Jenderal Pajak dalam rangka pengawasan kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan berwenang melakukan pemeriksaan untuk:
a. b.
menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan; tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan;
a. menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak; dan/atau b. tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
pemeriksaan dapat dilakukan di kantor (Pemeriksaan Kantor) atau di tempat Wajib Pajak (Pemeriksaan Lapangan) yang ruang lingkup pemeriksaannya dapat meliputi tahun-tahun yang lalu maupun tahun berjalan.
Pemeriksaan dapat dilakukan di kantor (Pemeriksaan Kantor) atau di tempat Wajib Pajak (Pemeriksaan Lapangan) yang ruang lingkup pemeriksaannya dapat meliputi satu jenis pajak, beberapa jenis pajak, atau seluruh jenis pajak, baik untuk tahun-tahun yang lalu maupun untuk tahun berjalan.
Pemeriksaan dapat dilakukan terhadap Wajib Pajak, termasuk terhadap instansi pemerintah dan badan lain sebagai pemungut pajak atau pemotong pajak.
Pemeriksaan dapat dilakukan terhadap Wajib Pajak, termasuk terhadap instansi pemerintah dan badan lain sebagai pemungut pajak atau pemotong pajak.
Pelaksanaan pemeriksaan dalam rangka menguji pemenuhan kewajiban perpajakan dilakukan dengan menelusuri kebenaran Surat Pemberitahuan, pembukuan atau pencatatan, dan pemenuhan kewajiban perpajakan lainnya, dibandingkan dengan keadaan atau kegiatan usaha sebenarnya dari Wajib Pajak, yang dilakukan dengan :
Pelaksanaan pemeriksaan dalam rangka menguji pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak dilakukan dengan menelusuri kebenaran Surat Pemberitahuan, pembukuan atau pencatatan, dan pemenuhan kewajiban perpajakan lainnya dibandingkan dengan keadaan atau kegiatan usaha sebenarnya dari Wajib Pajak.
a.
menerapkan teknik-teknik pemeriksaan yang lazim digunakan dalam pemeriksaan pada umumnya, yang dinamakan Pemeriksaan Lengkap;
b.
menerapkan teknik-teknik pemeriksaan dengan bobot dan kedalaman yang sederhana sesuai dengan ruang lingkup pemeriksaan baik dilakukan di kantor maupun di lapangan, yang dinamakan Pemeriksaan Sederhana.
Selain itu, Pemeriksaan Sederhana dapat juga dilakukan untuk tujuan lain diantaranya : -
menetapkan satu atau lebih tempat terutang Pajak Pertambahan Nilai dan atau Pajak Penghasilan Pasal 21;
-
mengukuhkan atau mencabut Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak;
Selain itu, pemeriksaan dapat juga dilakukan untuk tujuan lain, di antaranya: a. pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak secara jabatan; b. penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak; c. pengukuhan atau pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak; d. Wajib Pajak mengajukan keberatan;
-
memberikan Nomor Pokok Wajib Pajak dan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak secara jabatan.
e. f. g. h. i.
pengumpulan bahan guna penyusunan Norma Penghitungan Penghasilan Neto; pencocokan data dan/atau alat keterangan; penentuan Wajib Pajak berlokasi di daerah terpencil; penentuan satu atau lebih tempat terutang Pajak Pertambahan Nilai; pemeriksaan dalam rangka penagihan pajak;
j.
penentuan saat mulai berproduksi sehubungan dengan fasilitas perpajakan; dan/atau
k. pemenuhan permintaan informasi dari negara mitra Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda. (2) Untuk keperluan pemeriksaan petugas pemeriksa harus memiliki tanda pengenal (2) pemeriksa dan dilengkapi dengan Surat Perintah Pemeriksaan serta memperlihatkannya kepada Wajib Pajak yang diperiksa. Penjelasan
Untuk keperluan pemeriksaan, petugas pemeriksa harus memiliki tanda pengenal pemeriksa dan dilengkapi dengan Surat Perintah Pemeriksaan serta memperlihatkannya kepada Wajib Pajak yang diperiksa.
Penjelasan
Ayat (2) Ayat (2) Pemeriksaan dilaksanakan oleh petugas pemeriksa yang jelas identitasnya, oleh karena Pemeriksaan dilaksanakan oleh petugas pemeriksa yang jelas identitasnya. Oleh karena itu harus memiliki tanda pengenal pemeriksa dan dilengkapi dengan Surat Perintah itu, petugas pemeriksa harus memiliki tanda pengenal pemeriksa dan dilengkapi dengan Pemeriksaan, serta memperlihatkannya kepada Wajib Pajak yang diperiksa. Petugas Surat Perintah Pemeriksaan, serta memperlihatkannya kepada Wajib Pajak yang pemeriksa harus menjelaskan tujuan dilakukannya pemeriksaan kepada Wajib Pajak. diperiksa. Petugas pemeriksa harus menjelaskan tujuan dilakukannya pemeriksaan kepada Wajib Pajak.
Petugas pemeriksa harus telah mendapat pendidikan teknis yang cukup dan memiliki keterampilan sebagai pemeriksa pajak. Dalam menjalankan tugasnya petugas pemeriksa harus bekerja dengan jujur, bertanggung jawab, penuh pengertian, sopan, dan objektif serta wajib menghindarkan diri dari perbuatan tercela.
Petugas pemeriksa harus telah mendapat pendidikan teknis yang cukup dan memiliki keterampilan sebagai pemeriksa pajak. Dalam menjalankan tugasnya, petugas pemeriksa harus bekerja dengan jujur, bertanggung jawab, penuh pengertian, sopan, dan objektif serta wajib menghindarkan diri dari perbuatan tercela.
Pendapat dan kesimpulan petugas pemeriksa harus didasarkan pada bukti yang kuat dan berkaitan serta berlandaskan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Pendapat dan simpulan petugas pemeriksa harus didasarkan pada bukti yang kuat dan berkaitan serta berlandaskan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Petugas pemeriksa harus melakukan pembinaan kepada Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Petugas pemeriksa harus melakukan pembinaan kepada Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
(3) Wajib Pajak yang diperiksa wajib : a.
memperlihatkan dan atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak;
(3)
Wajib Pajak yang diperiksa wajib: a. memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya, dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak;
memperlihatkan dan atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak;
memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya, dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak;
b.
memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruang yang dipandang perlu dan memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan;
b. memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruang yang dipandang perlu dan memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan; dan/atau
c.
memberikan keterangan yang diperlukan.
c. memberikan keterangan lain yang diperlukan.
Penjelasan
Penjelasan
Ayat (3) Ayat (3) Wajib Pajak yang diperiksa dalam rangka pengujian tingkat kepatuhan pemenuhan Kewajiban yang harus dipenuhi oleh Wajib Pajak yang diperiksa sebagaimana dimaksud kewajiban perpajakannya atau untuk tujuan lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pada ayat ini disesuaikan dengan tujuan dilakukannya pemeriksaan baik dalam rangka wajib memperlihatkan dan meminjamkan buku-buku, catatan-catatan, dokumen-dokumen menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan maupun untuk tujuan lain dalam dan keterangan-keterangan lain yang diperlukan yang berkaitan dengan perolehan rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. penghasilan atau kegiatan usaha.
Bilamana buku-buku, catatan-catatan, dan dokumen-dokumen yang diperlukan tidak dapat diberikan oleh Wajib Pajak dengan dalih untuk menghindarkan diri, berdasarkan ayat ini petugas pemeriksa diperbolehkan untuk memasuki tempat atau ruangan yang menurut dugaan petugas digunakan sebagai tempat penyimpanan buku-buku, catatancatatan dan dokumen-dokumen tersebut.
Apabila Wajib Pajak menyelenggarakan pencatatan atau pembukuan dengan menggunakan proses pengolahan data secara elektronik (electronic data processing/EDP), baik yang diselenggarakan sendiri maupun yang diselenggarakan melalui pihak lain, Wajib Pajak harus memberikan akses kepada petugas pemeriksa untuk mengakses dan/atau mengunduh data dari catatan, dokumen, dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak.
Berdasarkan ayat ini Wajib Pajak yang diperiksa juga memiliki kewajiban memberikan kesempatan kepada pemeriksa untuk memasuki tempat atau ruangan yang merupakan tempat penyimpanan dokumen, uang, dan/atau barang yang dapat memberi petunjuk tentang keadaan usaha Wajib Pajak dan melakukan peminjaman dan/atau pemeriksaan di tempat-tempat tersebut.
Dalam hal petugas pemeriksa membutuhkan keterangan lain selain buku, catatan, dan dokumen lain, Wajib Pajak harus memberikan keterangan lain yang dapat berupa keterangan tertulis dan/atau keterangan lisan. Keterangan tertulis misalnya: a. surat pernyataan tidak diaudit oleh Kantor Akuntan Publik; b. keterangan bahwa fotokopi dokumen yang dipinjamkan sesuai dengan aslinya;
keterangan bahwa fotokopi dokumen yang dipinjamkan sesuai dengan aslinya; c. surat pernyataan tentang kepemilikan harta; atau d. surat pernyataan tentang perkiraan biaya hidup. Keterangan lisan misalnya: a. wawancara tentang proses pembukuan Wajib Pajak; b. wawancara tentang proses produksi Wajib Pajak; atau c. wawancara dengan manajemen tentang transaksi-transaksi yang bersifat khusus.
(3a) Buku, catatan, dan dokumen, serta data, informasi, dan keterangan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib dipenuhi oleh Wajib Pajak paling lama 1 (satu) bulan sejak permintaan disampaikan. Penjelasan Ayat (3a) Cukup jelas. (3b) Dalam hal Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sehingga tidak dapat dihitung besarnya penghasilan kena pajak, penghasilan kena pajak tersebut dapat dihitung secara jabatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Penjelasan Ayat (3b) Cukup jelas. (4) Apabila dalam mengungkapkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen serta keterangan (4) yang diminta, Wajib Pajak terikat oleh suatu kewajiban untuk merahasiakan, maka kewajiban untuk merahasiakan itu ditiadakan oleh permintaan untuk keperluan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
Penjelasan
Apabila dalam mengungkapkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen serta keterangan yang diminta, Wajib Pajak terikat oleh suatu kewajiban untuk merahasiakannya, maka kewajiban untuk merahasiakan itu ditiadakan oleh permintaan untuk keperluan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Penjelasan
Ayat (4) Ayat (4) Untuk mencegah adanya dalih terikat pada kerahasiaan sehingga pembukuan, catatan, Untuk mencegah adanya dalih bahwa Wajib Pajak yang sedang diperiksa terikat pada dokumen serta keterangan-keterangan lain yang diperlukan tidak dapat diberikan oleh kerahasiaan sehingga pembukuan, catatan, dokumen serta keterangan-keterangan lain Wajib Pajak maka ayat ini menegaskan bahwa kewajiban merahasiakan itu ditiadakan. yang diperlukan tidak dapat diberikan oleh Wajib Pajak maka ayat ini menegaskan bahwa kewajiban merahasiakan itu ditiadakan.
Pasal 29A Terhadap Wajib Pajak badan yang pernyataan pendaftaran emisi sahamnya telah dinyatakan efektif oleh badan pengawas pasar modal dan menyampaikan Surat Pemberitahuan dengan dilampiri Laporan Keuangan yang telah diaudit oleh Akuntan Publik dengan pendapat Wajar Tanpa Pengecualian yang:
a.
Surat Pemberitahuan Tahunan Wajib Pajak menyatakan lebih bayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B; atau
b.
terpilih untuk diperiksa berdasarkan analisis risiko
dapat dilakukan pemeriksaan melalui Pemeriksaan Kantor.
Penjelasan Ketentuan ini dimaksudkan untuk memberikan fasilitas kepada Wajib Pajak yang mendaftarkan sahamnya di bursa efek, yaitu dalam hal Wajib Pajak dilakukan pemeriksaan, pemeriksaannya dapat melalui Pemeriksaan Kantor. Dengan Pemeriksaan Kantor, proses pemeriksaan menjadi lebih sederhana dan cepat penyelesaiannya sehingga Wajib Pajak semakin cepat mendapatkan kepastian hukum, dibandingkan melalui Pemeriksaan Lapangan.
Mengingat pemeriksaan dapat dilakukan melalui Pemeriksaan Kantor dan jangka waktu pemeriksaannya cukup singkat, Direktur Jenderal Pajak melalui Wajib Pajak dapat meminta kertas kerja pemeriksaan yang dibuat oleh Akuntan Publik. Pasal 30
Pasal 30
Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan penyegelan tempat atau ruangan tertentu, bila (1) Wajib Pajak tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (3) huruf b. Penjelasan
Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan penyegelan tempat atau ruangan tertentu serta barang bergerak dan/atau tidak bergerak apabila Wajib Pajak tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (3) huruf b.
Penjelasan
Terhadap orang atau badan yang pada saat dilakukan pemeriksaan tidak bersedia memberi kesempatan kepada petugas pemeriksa untuk memasuki tempattempat/ruangan-ruangan tertentu yang diduga disimpan di dalamnya pembukuan, dokumen-dokumen, dan catatan-catatan, sehingga pembukuan, dokumen-dokumen, dan catatan-catatan yang diperlukan tidak dapat diperoleh, maka Wajib Pajak dianggap menghalang-halangi pelaksanaan pemungutan pajak.
Dalam pemeriksaan dapat ditemukan adanya Wajib Pajak yang tidak memenuhi ketentuan yang diatur dalam Pasal 29 ayat (3) huruf b, yakni tidak memberikan kesempatan kepada pemeriksa untuk memasuki tempat atau ruang yang dipandang perlu dan memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan. Keadaan tersebut dapat disebabkan oleh berbagai hal, misalnya, Wajib Pajak tidak berada di tempat atau sengaja tidak memberikan kesempatan kepada pemeriksa untuk memasuki tempat atau ruang yang dipandang perlu dan tidak memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan.
Dalam hal demikian Direktur Jenderal Pajak diberi wewenang untuk melakukan tindakan penyegelan tempat atau ruangan-ruangan tertentu yang diperkirakan sebagai tempat penyimpanan pembukuan, catatan-catatan, dan dokumen-dokumen guna mengamankan atau mencegah hilangnya pembukuan, catatan-catatan, dan dokumen-dokumen tersebut.
Wajib Pajak yang pada saat dilakukan pemeriksaan tidak memberi kesempatan kepada pemeriksa untuk memasuki tempat, ruang, dan barang bergerak dan/atau tidak bergerak, serta mengakses data yang dikelola secara elektronik atau tidak memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan dianggap menghalangi pelaksanaan pemeriksaan.
Dalam hal demikian, untuk memperoleh buku, catatan, dokumen termasuk data yang dikelola secara elektronik dan benda-benda lain yang dapat memberi petunjuk tentang kegiatan usaha atau pekerjaan bebas Wajib Pajak yang diperiksa dipandang perlu memberi kewenangan kepada Direktur Jenderal Pajak yang dilaksanakan oleh pemeriksa untuk melakukan penyegelan terhadap tempat, ruang, dan barang bergerak dan/atau tidak bergerak.
Penyegelan merupakan upaya terakhir pemeriksa untuk memperoleh atau mengamankan buku, catatan, dokumen termasuk data yang dikelola secara elektronik, dan benda-benda lain yang dapat memberi petunjuk tentang kegiatan usaha atau pekerjaan bebas Wajib Pajak yang diperiksa agar tidak dipindahkan, dihilangkan, dimusnahkan, diubah, dirusak, ditukar, atau dipalsukan.
Penyegelan data elektronik dilakukan sepanjang tidak menghentikan kelancaran kegiatan operasional perusahaan, khususnya yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat. (2)
Tata cara penyegelan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
Penjelasan
Ayat (2) Cukup jelas.
Pasal 31 Tata cara pemeriksaan diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan.
Pasal 31 (1)
Tata cara pemeriksaan diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
Penjelasan Ayat (1) Cukup jelas. (2)
Tata cara pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di antaranya mengatur tentang pemeriksaan ulang, jangka waktu pemeriksaan, kewajiban menyampaikan surat pemberitahuan hasil pemeriksaan kepada Wajib Pajak, dan hak Wajib Pajak untuk hadir dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan dalam batas waktu yang ditentukan.
Ayat (2) Untuk lebih memberikan keseimbangan hak kepada Wajib Pajak dalam menanggapi temuan hasil pemeriksaan, dalam tata cara pemeriksaan tersebut, antara lain, mengatur kewajiban menyampaikan surat pemberitahuan hasil pemeriksaan kepada Wajib Pajak dan memberikan hak Wajib Pajak untuk hadir dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan dalam batas waktu yang ditentukan. Dalam hal Wajib Pajak tidak hadir dalam batas waktu yang ditentukan, hasil pemeriksaan ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
(3)
Apabila dalam pelaksanaan pemeriksaan Wajib Pajak tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (3) sehingga penghitungan penghasilan kena pajak dilakukan secara jabatan, Direktur Jenderal Pajak wajib menyampaikan surat pemberitahuan hasil pemeriksaan kepada Wajib Pajak dan memberikan hak kepada Wajib Pajak untuk hadir dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan dalam batas waktu yang ditentukan.
Apabila dalam pelaksanaan pemeriksaan Wajib Pajak tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (3) sehingga penghitungan penghasilan kena pajak dilakukan secara jabatan, Direktur Jenderal Pajak wajib menyampaikan surat pemberitahuan hasil pemeriksaan kepada Wajib Pajak dan memberikan hak kepada Wajib Pajak untuk hadir dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan dalam batas waktu yang ditentukan.
Penjelasan Ayat (3) Cukup jelas.
BAB VII KETENTUAN KHUSUS
BAB VII KETENTUAN KHUSUS
Pasal 32
Pasal 32
(1) Dalam menjalankan hak dan memenuhi kewajiban menurut ketentuan peraturan (1) perundang-undangan perpajakan, Wajib Pajak diwakili, dalam hal :
Dalam menjalankan hak dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan, Wajib Pajak diwakili dalam hal:
a.
badan oleh pengurus;
a. badan oleh pengurus;
b.
badan dalam pembubaran atau pailit oleh orang atau badan yang dibebani untuk melakukan pemberesan;
b. badan yang dinyatakan pailit oleh kurator;
c.
suatu warisan yang belum terbagi oleh salah seorang ahli warisnya, pelaksana wasiatnya atau yang mengurus harta peninggalannya;
c. badan dalam pembubaran oleh orang atau badan yang ditugasi untuk melakukan pemberesan;
d.
anak yang belum dewasa atau orang yang berada dalam pengampuan oleh wali atau pengampunya.
d. badan dalam likuidasi oleh likuidator; e. suatu warisan yang belum terbagi oleh salah seorang ahli warisnya, pelaksana wasiatnya atau yang mengurus harta peninggalannya; atau f.
Penjelasan
anak yang belum dewasa atau orang yang berada dalam pengampuan oleh wali atau pengampunya.
Penjelasan
Ayat (1) Ayat (1) Dalam Undang-undang ini ditentukan siapa yang menjadi wakil untuk melaksanakan hak Dalam Undang-Undang ini ditentukan siapa yang menjadi wakil untuk melaksanakan hak dan kewajiban perpajakan Wajib Pajak terhadap badan, badan dalam pembubaran, dan kewajiban perpajakan Wajib Pajak terhadap badan, badan yang dinyatakan pailit, warisan yang belum dibagi, dan anak yang belum dewasa atau orang yang berada dalam badan dalam pembubaran, badan dalam likuidasi, warisan yang belum dibagi, dan anak pengampuan. Bagi Wajib Pajak tersebut perlu ditentukan siapa yang menjadi wakil atau yang belum dewasa atau orang yang berada dalam pengampuan. Bagi Wajib Pajak kuasanya, oleh karena mereka tidak dapat atau tidak mungkin melakukan sendiri tindakan tersebut perlu ditentukan siapa yang menjadi wakil atau kuasanya karena mereka tidak hukum tersebut. dapat atau tidak mungkin melakukan sendiri tindakan hukum tersebut.
Dalam Undang-undang ini ditentukan siapa yang menjadi wakil untuk melaksanakan hak dan kewajiban perpajakan Wajib Pajak terhadap badan, badan dalam pembubaran, warisan yang belum dibagi, dan anak yang belum dewasa atau orang yang berada dalam pengampuan. Bagi Wajib Pajak tersebut perlu ditentukan siapa yang menjadi wakil atau kuasanya, oleh karena mereka tidak dapat atau tidak mungkin melakukan sendiri tindakan hukum tersebut.
Dalam Undang-Undang ini ditentukan siapa yang menjadi wakil untuk melaksanakan hak dan kewajiban perpajakan Wajib Pajak terhadap badan, badan yang dinyatakan pailit, badan dalam pembubaran, badan dalam likuidasi, warisan yang belum dibagi, dan anak yang belum dewasa atau orang yang berada dalam pengampuan. Bagi Wajib Pajak tersebut perlu ditentukan siapa yang menjadi wakil atau kuasanya karena mereka tidak dapat atau tidak mungkin melakukan sendiri tindakan hukum tersebut.
(2) Wakil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) bertanggungjawab secara pribadi dan atau (2) secara renteng atas pembayaran pajak yang terutang, kecuali apabila dapat membuktikan dan meyakinkan Direktur Jenderal Pajak, bahwa mereka dalam kedudukannya benarbenar tidak mungkin untuk dibebani tanggung jawab atas pajak yang terutang tersebut.
Wakil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggungjawab secara pribadi dan/atau secara renteng atas pembayaran pajak yang terutang, kecuali apabila dapat membuktikan dan meyakinkan Direktur Jenderal Pajak bahwa mereka dalam kedudukannya benar-benar tidak mungkin untuk dibebani tanggung jawab atas pajak yang terutang tersebut.
Penjelasan
Penjelasan
Ayat (2) Ayat (2) Ayat ini menegaskan bahwa wakil dari Wajib Pajak yang diatur dalam Undang-undang ini Ayat ini menegaskan bahwa wakil Wajib Pajak yang diatur dalam Undang-Undang ini bertanggungjawab secara pribadi atau secara renteng atas pembayaran pajak yang bertanggung jawab secara pribadi atau secara renteng atas pembayaran pajak yang terutang. terutang. Pengecualian dapat dipertimbangkan oleh Direktur Jenderal Pajak apabila wakil Wajib Pajak dapat membuktikan dan meyakinkan bahwa dalam kedudukannya, menurut kewajaran dan kepatutan tidak mungkin dimintakan pertanggungjawaban secara pribadi atau secara renteng.
Pengecualian dapat dipertimbangkan oleh Direktur Jenderal Pajak apabila wakil Wajib Pajak dapat membuktikan dan meyakinkan bahwa dalam kedudukannya, menurut kewajaran dan kepatutan, tidak mungkin dimintai pertanggungjawaban.
(3) Orang pribadi atau badan dapat menunjuk seorang kuasa dengan surat kuasa khusus (3) untuk menjalankan hak dan memenuhi kewajiban menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Orang pribadi atau badan dapat menunjuk seorang kuasa dengan surat kuasa khusus untuk menjalankan hak dan memenuhi kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Penjelasan
Penjelasan
Ayat (3) Ayat (3) Ayat ini memberikan kelonggaran dan kesempatan bagi Wajib Pajak untuk minta bantuan Ayat ini memberikan kelonggaran dan kesempatan bagi Wajib Pajak untuk meminta pihak lain yang memahami masalah perpajakan sebagai kuasanya, untuk dan atas bantuan pihak lain yang memahami masalah perpajakan sebagai kuasanya, untuk dan namanya membantu melaksanakan hak dan kewajiban perpajakan Wajib Pajak. atas namanya, membantu melaksanakan hak dan kewajiban perpajakan Wajib Pajak.
Bantuan tersebut meliputi pelaksanaan kewajiban formal dan materiil serta pemenuhan hak Wajib Pajak yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan perpajakan.
Bantuan tersebut meliputi pelaksanaan kewajiban formal dan material serta pemenuhan hak Wajib Pajak yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan perpajakan.
Yang dimaksud dengan kuasa adalah orang yang menerima kuasa khusus dari Wajib Pajak untuk menjalankan hak dan memenuhi kewajiban perpajakan tertentu dari Wajib Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
(3a) Kuasa sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) harus memenuhi persyaratan yang (3a) Persyaratan serta pelaksanaan hak dan kewajiban kuasa sebagaimana dimaksud pada ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan (KMK-576/KMK.04/2000). ayat (3) diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. Penjelasan
Penjelasan
Ayat (3a) Cukup jelas
Ayat (3a) Cukup jelas.
(4) Termasuk dalam pengertian pengurus sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a (4) adalah orang yang nyata-nyata mempunyai wewenang ikut menentukan kebijaksanaan dan atau mengambil keputusan dalam menjalankan perusahaan. Penjelasan
Termasuk dalam pengertian pengurus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah orang yang nyata-nyata mempunyai wewenang ikut menentukan kebijaksanaan dan/atau mengambil keputusan dalam menjalankan perusahaan.
Penjelasan
Ayat (4) Ayat (4) Orang yang nyata-nyata mempunyai wewenang dalam menentukan kebijaksanaan dan Orang yang nyata-nyata mempunyai wewenang dalam menentukan kebijaksanaan atau mengambil keputusan dalam rangka menjalankan kegiatan perusahaan, misalnya dan/atau mengambil keputusan dalam rangka menjalankan kegiatan perusahaan, berwenang menandatangani kontrak dengan pihak ketiga, menandatangani cek, dan misalnya berwenang menandatangani kontrak dengan pihak ketiga, menandatangani sebagainya, walaupun orang tersebut tidak tercantum namanya dalam susunan pengurus cek, dan sebagainya walaupun orang tersebut tidak tercantum namanya dalam susunan yang tertera dalam akte pendirian maupun akte perubahan, termasuk dalam pengertian pengurus yang tertera dalam akte pendirian maupun akte perubahan, termasuk dalam pengurus. Ketentuan dalam ayat ini berlaku pula bagi Komisaris dan pemegang saham pengertian pengurus. Ketentuan dalam ayat ini berlaku pula bagi komisaris dan mayoritas atau pengendali. pemegang saham mayoritas atau pengendali.
Pasal 33 Pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Dihapus. Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya bertanggungjawab secara renteng atas pembayaran pajak, sepanjang tidak dapat menunjukkan bukti bahwa pajak telah dibayar.
Pasal 33
Pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya bertanggungjawab secara renteng atas pembayaran pajak, sepanjang tidak dapat menunjukkan bukti bahwa pajak telah dibayar.
Penjelasan
Penjelasan
Sesuai dengan prinsip beban pembayaran pajak untuk Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Dihapus. Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah adalah pada pembeli atau konsumen barang atau penerima jasa. Oleh karena itu sudah seharusnya apabila pembeli atau konsumen barang dan penerima jasa bertanggung jawab renteng atas pembayaran pajak yang terutang apabila ternyata bahwa pajak yang terutang tersebut tidak dapat ditagih kepada penjual atau pemberi jasa dan pembeli atau penerima jasa tidak dapat menunjukkan bukti telah melakukan pembayaran pajak kepada penjual atau pemberi jasa.
Pasal 34
Pasal 34
(1) Setiap pejabat dilarang memberitahukan kepada pihak lain segala sesuatu yang diketahui (1) atau diberitahukan kepadanya oleh Wajib Pajak dalam rangka jabatan atau pekerjaannya untuk menjalankan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Penjelasan
Setiap pejabat dilarang memberitahukan kepada pihak lain segala sesuatu yang diketahui atau diberitahukan kepadanya oleh Wajib Pajak dalam rangka jabatan atau pekerjaannya untuk menjalankan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Penjelasan
Ayat (1) Ayat (1) Setiap pejabat baik petugas pajak maupun mereka yang melakukan tugas di bidang Setiap pejabat, baik petugas pajak maupun mereka yang melakukan tugas di bidang perpajakan, dilarang mengungkapkan kerahasiaan Wajib Pajak yang menyangkut perpajakan dilarang mengungkapkan kerahasiaan Wajib Pajak yang menyangkut masalah perpajakan, antara lain : masalah perpajakan, antara lain: a.
Surat Pemberitahuan, laporan keuangan, dan lain-lain yang dilaporkan oleh Wajib Pajak;
a. Surat Pemberitahuan, laporan keuangan, dan lain-lain yang dilaporkan oleh Wajib Pajak;
b. c.
data yang diperoleh dalam rangka pelaksanaan pemeriksaan; dokumen dan atau data yang diperoleh dari pihak ketiga yang bersifat rahasia;
b. data yang diperoleh dalam rangka pelaksanaan pemeriksaan; c. dokumen dan/atau data yang diperoleh dari pihak ketiga yang bersifat rahasia;
d.
dokumen dan atau rahasia Wajib Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkenaan.
d. dokumen dan/atau rahasia Wajib Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkenaan.
(2) Larangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku juga terhadap tenaga ahli yang (2) ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk membantu dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku juga terhadap tenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk membantu dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Penjelasan
Penjelasan
Ayat (2) Ayat (2) Para ahli, seperti ahli bahasa, akuntan, pengacara, dan sebagainya yang ditunjuk oleh Para ahli, seperti ahli bahasa, akuntan, dan pengacara yang ditunjuk oleh Direktur Direktur Jenderal Pajak untuk membantu pelaksanaan undang-undang perpajakan, Jenderal Pajak untuk membantu pelaksanaan undang-undang perpajakan adalah sama adalah sama dengan petugas pajak yang dilarang pula untuk mengungkapkan dengan petugas pajak yang dilarang pula untuk mengungkapkan kerahasiaan Wajib kerahasiaan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (2a) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) adalah :
(2a) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) adalah:
a.
Pejabat dan tenaga ahli yang bertindak sebagai saksi atau saksi ahli dalam sidang pengadilan.
a. pejabat dan tenaga ahli yang bertindak sebagai saksi atau saksi ahli dalam sidang pengadilan; atau
b.
Pejabat dan tenaga ahli yang memberikan keterangan kepada pihak lain yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
b. pejabat dan/atau tenaga ahli yang ditetapkan Menteri Keuangan untuk memberikan keterangan kepada pejabat lembaga negara atau instansi Pemerintah yang berwenang melakukan pemeriksaan dalam bidang keuangan negara.
Penjelasan
Penjelasan
Ayat (2a) Ayat (2a) Yang dimaksud dengan pihak lain antara lain lembaga negara atau instansi pemerintah Keterangan yang dapat diberitahukan adalah identitas Wajib Pajak dan informasi yang yang berwenang melakukan pemeriksaan di bidang keuangan negara. Dalam pengertian bersifat umum tentang perpajakan. keterangan yang dapat diberitahukan, antara lain identitas Wajib Pajak dan informasi yang Identitas Wajib Pajak meliputi: bersifat umum tentang perpajakan. 1 nama Wajib Pajak; 2 Nomor Pokok Wajib Pajak; 3 alamat Wajib Pajak; 4 alamat kegiatan usaha; 5 merek usaha; dan/atau 6 kegiatan usaha Wajib Pajak. Informasi yang bersifat umum tentang perpajakan meliputi: a. penerimaan pajak secara nasional; b. penerimaan pajak per Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak dan/atau per Kantor Pelayanan Pajak; c. penerimaan pajak per jenis pajak; d. penerimaan pajak per klasifikasi lapangan usaha; e. jumlah Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak terdaftar;
f. register permohonan Wajib Pajak; g. tunggakan pajak secara nasional; dan/atau h. tunggakan pajak per Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak dan/atau per Kantor Pelayanan Pajak. (3) Untuk kepentingan negara, Menteri Keuangan berwenang memberi izin tertulis kepada (3) pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan tenaga-tenaga ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) supaya memberikan keterangan, memperlihatkan bukti tertulis dari atau tentang Wajib Pajak kepada pihak yang ditunjuknya.
Penjelasan
Untuk kepentingan negara, Menteri Keuangan berwenang memberi izin tertulis kepada pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan tenaga ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (2) supaya memberikan keterangan dan memperlihatkan bukti tertulis dari atau tentang Wajib Pajak kepada pihak yang ditunjuk.
Penjelasan
Ayat (3) Ayat (3) Untuk kepentingan negara, misalnya dalam rangka penyidikan, penuntutan atau dalam Untuk kepentingan negara, misalnya dalam rangka penyidikan, penuntutan, atau dalam rangka mengadakan kerja sama dengan instansi pemerintah lainnya, keterangan atau rangka mengadakan kerja sama dengan instansi pemerintah lain, keterangan atau bukti bukti tertulis dari atau tentang Wajib Pajak dapat diberikan atau diperlihatkan kepada tertulis dari atau tentang Wajib Pajak dapat diberikan atau diperlihatkan kepada pihak pihak tertentu yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan. tertentu yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.
Dalam surat izin yang diterbitkan oleh Menteri Keuangan harus dicantumkan nama Wajib Pajak, nama pihak yang ditunjuk dan nama pejabat atau ahli atau tenaga ahli yang diizinkan untuk memberikan keterangan atau memperlihatkan bukti tertulis dari atau tentang Wajib Pajak. Pemberian izin tersebut dilakukan secara terbatas dalam hal-hal yang dipandang perlu oleh Menteri Keuangan.
Dalam surat izin yang diterbitkan oleh Menteri Keuangan harus dicantumkan nama Wajib Pajak, nama pihak yang ditunjuk, dan nama pejabat, ahli, atau tenaga ahli yang diizinkan untuk memberikan keterangan atau memperlihatkan bukti tertulis dari atau tentang Wajib Pajak. Pemberian izin tersebut dilakukan secara terbatas dalam hal-hal yang dipandang perlu oleh Menteri Keuangan.
(4) Untuk kepentingan pemeriksaan di Pengadilan dalam perkara pidana atau perdata atas (4) permintaan Hakim sesuai dengan Hukum Acara Pidana dan Hukum Acara Perdata, Menteri Keuangan dapat memberi izin tertulis untuk meminta kepada pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan tenaga ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), bukti tertulis dan keterangan Wajib Pajak yang ada padanya.
Untuk kepentingan pemeriksaan di pengadilan dalam perkara pidana atau perdata, atas permintaan Hakim sesuai dengan Hukum Acara Pidana dan Hukum Acara Perdata, Menteri Keuangan dapat memberi izin tertulis kepada pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dan tenaga ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (2), untuk memberikan dan memperlihatkan bukti tertulis dan keterangan Wajib Pajak yang ada padanya.
Penjelasan
Penjelasan
Ayat (4) Ayat (4) Untuk melaksanakan pemeriksaan di sidang pengadilan dalam perkara pidana atau Untuk melaksanakan pemeriksaan pada sidang pengadilan dalam perkara pidana atau perdata yang berhubungan dengan masalah perpajakan, demi kepentingan peradilan perdata yang berhubungan dengan masalah perpajakan, demi kepentingan peradilan, Menteri Keuangan memberikan izin pembebasan atas kewajiban kerahasiaan kepada Menteri Keuangan memberikan izin pembebasan atas kewajiban kerahasiaan kepada pejabat pajak dan para ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2), atas pejabat pajak dan para ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) atas permintaan tertulis Hakim ketua sidang. permintaan tertulis hakim ketua sidang.
Untuk melaksanakan pemeriksaan di sidang pengadilan dalam perkara pidana atau perdata yang berhubungan dengan masalah perpajakan, demi kepentingan peradilan Menteri Keuangan memberikan izin pembebasan atas kewajiban kerahasiaan kepada pejabat pajak dan para ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2), atas permintaan tertulis Hakim ketua sidang.
Untuk melaksanakan pemeriksaan pada sidang pengadilan dalam perkara pidana atau perdata yang berhubungan dengan masalah perpajakan, demi kepentingan peradilan, Menteri Keuangan memberikan izin pembebasan atas kewajiban kerahasiaan kepada pejabat pajak dan para ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) atas permintaan tertulis hakim ketua sidang.
(5) Permintaan Hakim sebagaimana dimaksud dalam ayat (4), harus menyebutkan nama (5) tersangka atau nama tergugat, keterangan-keterangan yang diminta serta kaitan antara perkara pidana atau perdata yang bersangkutan dengan keterangan yang diminta tersebut.
Permintaan hakim sebagaimana dimaksud pada ayat (4) harus menyebutkan nama tersangka atau nama tergugat, keterangan yang diminta, serta kaitan antara perkara pidana atau perdata yang bersangkutan dengan keterangan yang diminta.
Penjelasan
Penjelasan
Ayat (5) Ayat (5) Maksud dari ayat ini adalah merupakan pembatasan dan penegasan, bahwa keterangan Ayat ini merupakan pembatasan dan penegasan bahwa keterangan perpajakan yang perpajakan yang diminta tersebut adalah hanya mengenai perkara pidana atau perdata diminta hanya mengenai perkara pidana atau perdata tentang perbuatan atau peristiwa tentang perbuatan atau peristiwa yang menyangkut bidang perpajakan dan hanya yang menyangkut bidang perpajakan dan hanya terbatas pada tersangka yang terbatas pada tersangka yang bersangkutan. bersangkutan.
Pasal 35
Pasal 35
(1) Apabila dalam menjalankan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan (1) diperlukan keterangan, atau bukti dari bank, akuntan publik, notaris, konsultan pajak, kantor administrasi, dan pihak ketiga lainnya, yang mempunyai hubungan dengan Wajib Pajak yang diperiksa atau disidik, atas permintaan tertulis dari Direktur Jenderal Pajak, pihak-pihak tersebut wajib memberikan keterangan atau bukti yang diminta.
Penjelasan
Apabila dalam menjalankan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan diperlukan keterangan atau bukti dari bank, akuntan publik, notaris, konsultan pajak, kantor administrasi, dan/atau pihak ketiga lainnya, yang mempunyai hubungan dengan Wajib Pajak yang dilakukan pemeriksaan pajak, penagihan pajak, atau penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan, atas permintaan tertulis dari Direktur Jenderal Pajak, pihakpihak tersebut wajib memberikan keterangan atau bukti yang diminta.
Penjelasan
Ayat (1) Ayat (1) Untuk menjalankan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, atas Untuk menjalankan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, atas permintaan tertulis Direktur Jenderal Pajak, pihak ketiga yaitu bank, akuntan publik, permintaan tertulis Direktur Jenderal Pajak, pihak ketiga yaitu bank, akuntan publik, notaris, konsultan pajak, kantor administrasi, dan pihak ketiga lainnya yang mempunyai notaris, konsultan pajak, kantor administrasi, dan pihak ketiga lainnya yang mempunyai hubungan dengan kegiatan usaha Wajib Pajak yang diperiksa atau disidik, harus hubungan dengan kegiatan usaha Wajib Pajak yang dilakukan pemeriksaan pajak atau memberikan keterangan atau bukti-bukti yang diminta pejabat Direktorat Jenderal Pajak. penagihan pajak atau penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan harus memberikan keterangan atau bukti-bukti yang diminta.
Untuk menjalankan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, atas permintaan tertulis Direktur Jenderal Pajak, pihak ketiga yaitu bank, akuntan publik, notaris, konsultan pajak, kantor administrasi, dan pihak ketiga lainnya yang mempunyai hubungan dengan kegiatan usaha Wajib Pajak yang diperiksa atau disidik, harus memberikan keterangan atau bukti-bukti yang diminta pejabat Direktorat Jenderal Pajak.
Untuk menjalankan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, atas permintaan tertulis Direktur Jenderal Pajak, pihak ketiga yaitu bank, akuntan publik, notaris, konsultan pajak, kantor administrasi, dan pihak ketiga lainnya yang mempunyai hubungan dengan kegiatan usaha Wajib Pajak yang dilakukan pemeriksaan pajak atau penagihan pajak atau penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan harus memberikan keterangan atau bukti-bukti yang diminta.
Yang dimaksud dengan “konsultan pajak” adalah setiap orang yang dalam lingkungan pekerjaannya secara bebas memberikan jasa konsultasi kepada Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
(2) Dalam hal pihak-pihak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terikat oleh kewajiban (2) merahasiakan, untuk keperluan pemeriksaan atau penyidikan pajak, kewajiban merahasiakan tersebut ditiadakan, kecuali untuk bank kewajiban merahasiakan ditiadakan atas perintah tertulis dari Menteri Keuangan (SE-07/PJ.7/1995).
Dalam hal pihak-pihak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terikat oleh kewajiban merahasiakan, untuk keperluan pemeriksaan, penagihan pajak, atau penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan, kewajiban merahasiakan tersebut ditiadakan, kecuali untuk bank, kewajiban merahasiakan ditiadakan atas permintaan tertulis dari Menteri Keuangan.
Penjelasan
Penjelasan
Ayat (2) Cukup jelas
Ayat (2) Untuk kepentingan perpajakan, pimpinan Bank Indonesia atas permintaan Menteri Keuangan berwenang mengeluarkan perintah tertulis kepada bank agar memberikan keterangan dan memperlihatkan bukti-bukti tertulis serta surat-surat mengenai keadaan keuangan nasabah penyimpan tertentu kepada pejabat pajak.
(3)
Tata cara permintaan keterangan atau bukti dari pihak-pihak yang terikat oleh kewajiban merahasiakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
Penjelasan Ayat (3) Cukup jelas.
Pasal 35A (1)
Setiap instansi pemerintah, lembaga, asosiasi, dan pihak lain, wajib memberikan data dan informasi yang berkaitan dengan perpajakan kepada Direktorat Jenderal Pajak yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2).
Penjelasan
Ayat (1) Dalam rangka pengawasan kepatuhan pelaksanaan kewajiban perpajakan sebagai konsekuensi penerapan sistem self assessment, data dan informasi yang berkaitan dengan perpajakan yang bersumber dari instansi pemerintah, lembaga, asosiasi, dan pihak lain sangat diperlukan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Data dan informasi dimaksud adalah data dan informasi orang pribadi atau badan yang dapat menggambarkan kegiatan atau usaha, peredaran usaha, penghasilan dan/atau kekayaan yang bersangkutan, termasuk informasi mengenai nasabah debitur, data transaksi keuangan dan lalu lintas devisa, kartu kredit, serta laporan keuangan dan/atau laporan kegiatan usaha yang disampaikan kepada instansi lain di luar Direktorat Jenderal Pajak.
Dalam rangka pelaksanaan ketentuan ini, sumber, jenis, dan tata cara penyampaian data dan informasi kepada Direktorat Jenderal Pajak diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(2)
Dalam hal data dan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mencukupi, Direktur Jenderal Pajak berwenang menghimpun data dan informasi untuk kepentingan penerimaan negara yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2).
Penjelasan Ayat (2) Apabila data dan informasi yang berkaitan dengan perpajakan yang diberikan oleh instansi pemerintah, lembaga, asosiasi, dan pihak lain belum mencukupi, untuk kepentingan penerimaan negara, Direktur Jenderal Pajak dapat menghimpun data dan informasi yang berkaitan dengan perpajakan sehubungan dengan terjadinya suatu peristiwa yang diperkirakan berkaitan dengan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak dengan memperhatikan ketentuan tentang kerahasiaan atas data dan informasi dimaksud.
Pasal 36 (1) Direktur Jenderal Pajak dapat :
Pasal 36 (1)
Direktur Jenderal Pajak karena jabatan atau atas permohonan Wajib Pajak dapat:
Direktur Jenderal Pajak karena jabatan atau atas permohonan Wajib Pajak dapat:
a.
mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan yang terutang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahannya;
a. mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahannya;
b.
mengurangkan atau membatalkan ketetapan pajak yang tidak benar.
b. mengurangkan atau membatalkan surat ketetapan pajak yang tidak benar; c. mengurangkan atau membatalkan Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 yang tidak benar; atau d. membatalkan hasil pemeriksaan pajak atau surat ketetapan pajak dari hasil pemeriksaan yang dilaksanakan tanpa: 1. penyampaian surat pemberitahuan hasil pemeriksaan; atau 2. pembahasan akhir hasil pemeriksaan dengan Wajib Pajak.
Penjelasan
Penjelasan
Ayat (1) Ayat (1) Dapat saja terjadi dalam praktek, bahwa sanksi administrasi yang dikenakan kepada Dalam praktik dapat ditemukan sanksi administrasi yang dikenakan kepada Wajib Pajak Wajib Pajak, karena ketidaktelitian petugas pajak dapat membebani Wajib Pajak yang tidak tepat karena ketidaktelitian petugas pajak yang dapat membebani Wajib Pajak yang tidak bersalah atau tidak memahami peraturan perpajakan. Dalam hal yang demikian, tidak bersalah atau tidak memahami peraturan perpajakan. Dalam hal demikian, sanksi sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan yang telah ditetapkan dapat administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan yang telah ditetapkan dapat dihapuskan dihapuskan atau dikurangkan oleh Direktur Jenderal Pajak. atau dikurangkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
Demikian juga Direktur Jenderal Pajak karena jabatannya, dan berlandaskan unsur keadilan dapat mengurangkan atau membatalkan Ketetapan Pajak yang tidak benar, misalnya Wajib Pajak yang ditolak pengajuan keberatannya karena tidak memenuhi persyaratan formal (memasukkan Surat Keberatan tidak pada waktunya) meskipun persyaratan material terpenuhi.
Selain itu, Direktur Jenderal Pajak karena jabatannya atau atas permohonan Wajib Pajak dan berlandaskan unsur keadilan dapat mengurangkan atau membatalkan surat ketetapan pajak yang tidak benar, misalnya Wajib Pajak yang ditolak pengajuan keberatannya karena tidak memenuhi persyaratan formal (memasukkan surat keberatan tidak pada waktunya) meskipun persyaratan material terpenuhi.
Demikian juga, atas Surat Tagihan Pajak yang tidak benar dapat dilakukan pengurangan atau pembatalan oleh Direktur Jenderal Pajak karena jabatannya atau atas permohonan Wajib Pajak.
Dalam rangka memberikan keadilan dan melindungi hak Wajib Pajak, Direktur Jenderal Pajak atas kewenangannya atau atas permohonan Wajib Pajak dapat membatalkan hasil pemeriksaan pajak yang dilaksanakan tanpa penyampaian surat pemberitahuan hasil pemeriksaan atau tanpa dilakukan pembahasan akhir hasil pemeriksaan dengan Wajib Pajak. Namun, dalam hal Wajib Pajak tidak hadir dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan sesuai dengan batas waktu yang ditentukan, permohonan Wajib Pajak tidak dapat dipertimbangkan.
(1a) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, dan hanya dapat diajukan oleh Wajib Pajak paling banyak 2 (dua) kali.
huruf c
Penjelasan Ayat (1a) Cukup jelas.
(1b) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d hanya dapat diajukan oleh Wajib Pajak 1 (satu) kali. Penjelasan Ayat (1b) Cukup jelas. (1c) Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterima, harus memberi keputusan atas permohonan yang diajukan. Penjelasan Ayat (1c) Cukup jelas. (1d) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1c) telah lewat tetapi Direktur Jenderal Pajak tidak memberi suatu keputusan, permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dianggap dikabulkan.
Penjelasan Ayat (1d) Cukup jelas. (1e) Apabila diminta oleh Wajib Pajak, Direktur Jenderal Pajak wajib memberikan keterangan secara tertulis hal-hal yang menjadi dasar untuk menolak atau mengabulkan sebagian permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1c).
Penjelasan Ayat (1e) Cukup jelas. (2) Tata cara pengurangan, penghapusan, atau pembatalan utang pajak sebagaimana (2) dimaksud dalam ayat (1), diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan.
Ketentuan pelaksanaan ayat (1), ayat (1a), ayat (1b), ayat (1c), ayat (1d), dan ayat (1e) diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
Penjelasan
Penjelasan
Ayat (2) Cukup jelas
Ayat (2) Cukup jelas
Pasal 36A
Pasal 36A
Apabila petugas pajak dalam menghitung atau menetapkan pajak tidak sesuai dengan (1) Undang-undang perpajakan yang berlaku sehingga merugikan negara, maka petugas pajak yang bersangkutan dapat dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku.
Penjelasan
Pegawai pajak yang karena kelalaiannya atau dengan sengaja menghitung atau menetapkan pajak tidak sesuai dengan ketentuan undang-undang perpajakan dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Penjelasan
Ayat (1) Dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada Wajib Pajak dan meningkatkan kemampuan petugas pajak maka terhadap petugas pajak yang menghitung atau menetapkan pajak yang tidak sesuai dengan Undang-undang perpajakan yang berlaku sehingga menimbulkan kerugian negara, dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Ayat (1) Dalam rangka mengamankan penerimaan negara dan meningkatkan profesionalisme pegawai pajak dalam melaksanakan ketentuan undang-undang perpajakan, terhadap pegawai pajak yang dengan sengaja menghitung atau menetapkan pajak yang tidak sesuai dengan undang-undang sehingga mengakibatkan kerugian pada pendapatan negara dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2)
Pegawai pajak yang dalam melakukan tugasnya dengan sengaja bertindak di luar kewenangannya yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, dapat diadukan ke unit internal Departemen Keuangan yang berwenang melakukan pemeriksaan dan investigasi dan apabila terbukti melakukannya dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
Penjelasan Ayat (2) Ayat ini mengatur pelanggaran yang dilakukan pegawai pajak, misalnya apabila pegawai pajak melakukan pelanggaran di bidang kepegawaian, pegawai pajak dapat diadukan karena telah melanggar peraturan perundang-undangan di bidang kepegawaian. Apabila pegawai pajak dianggap melakukan tindak pidana, pegawai pajak dapat diadukan karena telah melakukan tindak pidana. Demikian juga, apabila pegawai pajak melakukan tindak pidana korupsi, pegawai pajak dapat diadukan karena melakukan tindak pidana korupsi.
Dalam keadaan demikian, Wajib Pajak dapat mengadukan pelanggaran yang dilakukan pegawai pajak tersebut kepada unit internal Departemen Keuangan. (3)
Pegawai pajak yang dalam melakukan tugasnya terbukti melakukan pemerasan dan pengancaman kepada Wajib Pajak untuk menguntungkan diri sendiri secara melawan hukum diancam dengan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 368 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Penjelasan Ayat (3) Cukup jelas.
(4)
Pegawai pajak yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri secara melawan hukum dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang untuk memberikan sesuatu, untuk membayar atau menerima pembayaran, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri, diancam dengan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan perubahannya.
Penjelasan Ayat (4) Cukup jelas. (5)
Pegawai pajak tidak dapat dituntut, baik secara perdata maupun pidana, apabila dalam melaksanakan tugasnya didasarkan pada iktikad baik dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Penjelasan Ayat (5) Pegawai pajak dalam melaksanakan tugasnya dianggap berdasarkan iktikad baik apabila pegawai pajak tersebut dalam melaksanakan tugasnya tidak untuk mencari keuntungan bagi diri sendiri, keluarga, kelompok, dan/atau tindakan lain yang berindikasi korupsi, kolusi, dan/atau nepotisme.
Pasal 36B (1)
Menteri Keuangan berkewajiban untuk membuat kode etik pegawai Direktorat Jenderal Pajak.
Penjelasan Ayat (1) Cukup jelas. (2)
Pegawai Direktorat Jenderal Pajak wajib mematuhi kode etik pegawai Direktorat Jenderal Pajak.
Pegawai Direktorat Jenderal Pajak wajib mematuhi kode etik pegawai Direktorat Jenderal Pajak. Penjelasan Ayat (2) Cukup jelas. (3)
Pengawasan pelaksanaan dan penampungan pengaduan pelanggaran kode etik pegawai Direktorat Jenderal Pajak dilaksanakan oleh Komite Kode Etik yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
Penjelasan Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 36C Menteri Keuangan membentuk komite pengawas perpajakan, yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan. Penjelasan Cukup jelas.
Pasal 36D (1)
Direktorat Jenderal Pajak dapat diberi insentif atas dasar pencapaian kinerja tertentu.
Penjelasan Ayat (1) Cukup jelas. (2)
Pemberian insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Penjelasan
Ayat (2) Pemberian besarnya insentif dilakukan melalui pembahasan yang dilakukan oleh Pemerintah dengan alat kelengkapan Dewan Perwakilan Rakyat yang membidangi masalah keuangan. (3)
Tata cara pemberian dan pemanfaatan insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.
Penjelasan Ayat (3) Cukup jelas.
Pasal 37
Pasal 37
Perubahan besarnya imbalan bunga dan sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan Perubahan besarnya imbalan bunga dan sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan, diatur dengan Peraturan Pemerintah. kenaikan, diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Penjelasan
Penjelasan
Sesuai dengan keadaan ekonomi keuangan, nilai uang akan dapat berubah-ubah. Karena itu undang-undang memberikan wewenang kepada Pemerintah apabila diperlukan dapat mengeluarkan Peraturan Pemerintah untuk mengubah dan menyesuaikan besarnya imbalan bunga dan sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan, sesuai dengan keadaan ekonomi keuangan.
Sesuai dengan keadaan ekonomi keuangan, nilai uang akan dapat berubah-ubah. Karena itu undang-undang memberikan wewenang kepada Pemerintah apabila diperlukan dapat mengeluarkan Peraturan Pemerintah untuk mengubah dan menyesuaikan besarnya imbalan bunga dan sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan, sesuai dengan keadaan ekonomi keuangan.
Pasal 37A (1)
Wajib Pajak yang menyampaikan pembetulan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sebelum Tahun Pajak 2007, yang mengakibatkan pajak yang masih harus dibayar menjadi lebih besar dan dilakukan paling lama dalam jangka waktu 1 (satu) tahun setelah berlakunya Undang-Undang ini, dapat diberikan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi berupa bunga atas keterlambatan pelunasan kekurangan pembayaran pajak yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
Wajib Pajak yang menyampaikan pembetulan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sebelum Tahun Pajak 2007, yang mengakibatkan pajak yang masih harus dibayar menjadi lebih besar dan dilakukan paling lama dalam jangka waktu 1 (satu) tahun setelah berlakunya Undang-Undang ini, dapat diberikan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi berupa bunga atas keterlambatan pelunasan kekurangan pembayaran pajak yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
Penjelasan Ayat (1) Cukup jelas. (2)
Wajib Pajak orang pribadi yang secara sukarela mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak paling lama 1 (satu) tahun setelah berlakunya Undang-Undang ini diberikan penghapusan sanksi administrasi atas pajak yang tidak atau kurang dibayar untuk Tahun Pajak sebelum diperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak dan tidak dilakukan pemeriksaan pajak, kecuali terdapat data atau keterangan yang menyatakan bahwa Surat Pemberitahuan yang disampaikan Wajib Pajak tidak benar atau menyatakan lebih bayar.
Penjelasan Ayat (2) Cukup jelas.
BAB VIII KETENTUAN PIDANA
BAB VIII KETENTUAN PIDANA
Pasal 38
Pasal 38
Setiap orang yang karena kealpaannya :
Setiap orang yang karena kealpaannya:
a.
tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan; atau
a.
b.
menyampaikan Surat Pemberitahuan, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau b. melampirkan keterangan yang isinya tidak benar,
tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan; atau menyampaikan Surat Pemberitahuan, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar
sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, dipidana dengan pidana sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dan perbuatan tersebut kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan atau denda paling tinggi 2 (dua) kali jumlah pajak merupakan perbuatan setelah perbuatan yang pertama kali sebagaimana dimaksud dalam terutang yang tidak atau kurang dibayar. Pasal 13A, didenda paling sedikit 1 (satu) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar, atau dipidana kurungan paling singkat 3 (tiga) bulan atau paling lama 1 (satu) tahun.
sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, dipidana dengan pidana sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dan perbuatan tersebut kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan atau denda paling tinggi 2 (dua) kali jumlah pajak merupakan perbuatan setelah perbuatan yang pertama kali sebagaimana dimaksud dalam terutang yang tidak atau kurang dibayar. Pasal 13A, didenda paling sedikit 1 (satu) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar, atau dipidana kurungan paling singkat 3 (tiga) bulan atau paling lama 1 (satu) tahun.
Penjelasan
Penjelasan
Pelanggaran terhadap kewajiban perpajakan yang dilakukan oleh Wajib Pajak, sepanjang menyangkut tindakan administrasi perpajakan dikenakan sanksi administrasi, sedangkan yang menyangkut tindak pidana di bidang perpajakan, dikenakan sanksi pidana. Perbuatan atau tindakan sebagaimana dimaksud dalam pasal ini bukan merupakan pelanggaran administrasi tetapi merupakan tindak pidana.
Pelanggaran terhadap kewajiban perpajakan yang dilakukan oleh Wajib Pajak, sepanjang menyangkut tindakan administrasi perpajakan, dikenai sanksi administrasi dengan menerbitkan surat ketetapan pajak atau Surat Tagihan Pajak, sedangkan yang menyangkut tindak pidana di bidang perpajakan dikenai sanksi pidana.
Dengan adanya sanksi pidana tersebut, diharapkan tumbuhnya kesadaran Wajib Pajak untuk mematuhi kewajiban perpajakan seperti yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan perpajakan.
Perbuatan atau tindakan sebagaimana dimaksud dalam pasal ini bukan merupakan pelanggaran administrasi melainkan merupakan tindak pidana di bidang perpajakan.
Kealpaan yang dimaksud dalam Pasal ini berarti tidak sengaja, lalai, tidak hati-hati, atau kurang mengindahkan kewajibannya, sehingga perbuatan tersebut menimbulkan kerugian pada pendapatan negara.
Dengan adanya sanksi pidana tersebut, diharapkan tumbuhnya kesadaran Wajib Pajak untuk mematuhi kewajiban perpajakan seperti yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan perpajakan. Kealpaan yang dimaksud dalam pasal ini berarti tidak sengaja, lalai, tidak hati-hati, atau kurang mengindahkan kewajibannya sehingga perbuatan tersebut dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara.
Pasal 39 -1
Setiap orang yang dengan sengaja :
Pasal 39 (1)
Setiap orang yang dengan sengaja:
a.
tidak mendaftarkan diri, atau menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak Nomor Pokok Wajib Pajak atau Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2; atau
a. tidak mendaftarkan diri untuk diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak atau tidak melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak;
b.
tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan; atau
b. menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak Nomor Pokok Wajib Pajak atau Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak;
c.
menyampaikan Surat Pemberitahuan dan atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap; atau
c. tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan;
d.
menolak untuk dilakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29; atau
d. menyampaikan Surat Pemberitahuan dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap;
e.
memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain yang palsu atau dipalsukan seolah-olah benar; atau
e. menolak untuk dilakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29;
f.
tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan, tidak memperlihatkan atau tidak meminjamkan buku, catatan, atau dokumen lainnya; atau
f.
g.
tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut,
g. tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan di Indonesia, memperlihatkan atau tidak meminjamkan buku, catatan, atau dokumen lain;
memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain yang palsu atau dipalsukan seolah-olah benar, atau tidak menggambarkan keadaan yang sebenarnya;
tidak
h. tidak menyimpan buku, catatan, atau dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara elektronik atau diselenggarakan secara program aplikasi on-line di Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (11); atau
i. sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling tinggi 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.
Penjelasan
tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut
sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.
Penjelasan
Ayat (1) Ayat (1) Perbuatan atau tindakan sebagaimana dimaksud dalam ayat ini yang dilakukan dengan Perbuatan atau tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat ini yang dilakukan dengan sengaja dikenakan sanksi yang berat mengingat pentingnya peranan penerimaan pajak sengaja dikenai sanksi yang berat mengingat pentingnya peranan penerimaan pajak dalam penerimaan negara. dalam penerimaan negara. Dalam perbuatan atau tindakan ini termasuk pula setiap orang yang dengan sengaja tidak mendaftarkan diri, menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak Nomor Pokok Wajib Pajak, atau menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.
(2) Pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilipatkan 2 (dua) apabila seseorang (2) melakukan lagi tindak pidana di bidang perpajakan sebelum lewat 1 (satu) tahun, terhitung sejak selesainya menjalani pidana penjara yang dijatuhkan.
Penjelasan
Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambahkan 1 (satu) kali menjadi 2 (dua) kali sanksi pidana apabila seseorang melakukan lagi tindak pidana di bidang perpajakan sebelum lewat 1 (satu) tahun, terhitung sejak selesainya menjalani pidana penjara yang dijatuhkan.
Penjelasan
Ayat (2) Ayat (2) Untuk mencegah terjadinya pengulangan tindak pidana di bidang perpajakan, maka bagi Untuk mencegah terjadinya pengulangan tindak pidana di bidang perpajakan, bagi mereka yang melakukan lagi tindak pidana di bidang perpajakan sebelum lewat 1 (satu) mereka yang melakukan lagi tindak pidana di bidang perpajakan sebelum lewat 1 (satu) tahun sejak selesainya menjalani sebagian atau seluruh pidana penjara yang dijatuhkan, tahun sejak selesainya menjalani sebagian atau seluruh pidana penjara yang dijatuhkan, dikenakan pidana lebih berat, ialah dilipatkan 2 (dua) dari ancaman pidana yang diatur dikenai pidana lebih berat, yaitu ditambahkan 1 (satu) kali menjadi 2 (dua) kali sanksi dalam ayat (1). pidana yang diatur pada ayat (1).
(3) Setiap orang yang melakukan percobaan untuk melakukan tindak pidana (3) menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak Nomor Pokok Wajib Pajak atau Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, atau menyampaikan Surat Pemberitahuan dan atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c dalam rangka mengajukan permohonan restitusi atau melakukan kompensasi pajak, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling tinggi 4 (empat) kali jumlah restitusi yang dimohon dan atau kompensasi yang dilakukan oleh Wajib Pajak.
Penjelasan
Setiap orang yang melakukan percobaan untuk melakukan tindak pidana menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak Nomor Pokok Wajib Pajak atau Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, atau menyampaikan Surat Pemberitahuan dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, dalam rangka mengajukan permohonan restitusi atau melakukan kompensasi pajak atau pengkreditan pajak, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah restitusi yang dimohonkan dan/atau kompensasi atau pengkreditan yang dilakukan dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah restitusi yang dimohonkan dan/atau kompensasi atau pengkreditan yang dilakukan.
Penjelasan
Ayat (3) Ayat (3) Penyalahgunaan atau penggunaan tanpa hak Nomor Pokok Wajib Pajak atau Penyalahgunaan atau penggunaan tanpa hak Nomor Pokok Wajib Pajak atau Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, atau penyampaian Surat Pemberitahuan yang Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, atau penyampaian Surat Pemberitahuan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap dalam rangka mengajukan permohonan restitusi isinya tidak benar atau tidak lengkap dalam rangka mengajukan permohonan restitusi pajak dan atau kompensasi pajak yang tidak benar, sangat merugikan negara. Oleh pajak dan/atau kompensasi pajak atau pengkreditan pajak yang tidak benar sangat karena itu percobaan melakukan tindak pidana tersebut merupakan delik tersendiri. merugikan negara. Oleh karena itu, percobaan melakukan tindak pidana tersebut merupakan delik tersendiri.
Pasal 39A Setiap orang yang dengan sengaja: a.
menerbitkan dan/atau menggunakan faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran pajak yang tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya; atau
b.
menerbitkan faktur pajak tetapi belum dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 6 (enam) tahun serta denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak dalam faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran pajak dan paling banyak 6 (enam) kali jumlah pajak dalam faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran pajak.
Penjelasan Faktur pajak sebagai bukti pungutan pajak merupakan sarana administrasi yang sangat penting dalam pelaksanaan ketentuan Pajak Pertambahan Nilai. Demikian juga bukti pemotongan pajak dan bukti pemungutan pajak merupakan sarana untuk pengkreditan atau pengurangan pajak terutang sehingga setiap penyalahgunaan faktur pajak, bukti pemotongan pajak, bukti pemungutan pajak, dan/atau bukti setoran pajak dapat mengakibatkan dampak negatif dalam keberhasilan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penghasilan. Oleh karena itu, penyalahgunaan tersebut berupa penerbitan dan/atau penggunaan faktur pajak, bukti pemotongan pajak, bukti pemungutan pajak, dan/atau bukti setoran pajak yang tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya dikenai sanksi pidana.
Pasal 40
Pasal 40
Tindak pidana di bidang perpajakan tidak dapat dituntut setelah lampau waktu sepuluh tahun Tindak pidana di bidang perpajakan tidak dapat dituntut setelah lampau waktu sepuluh tahun sejak saat terhutangnya pajak, berakhirnya Masa Pajak, berakhirnya Bagian Tahun Pajak, atau sejak saat terhutangnya pajak, berakhirnya Masa Pajak, berakhirnya Bagian Tahun Pajak, berakhirnya Tahun Pajak yang bersangkutan. atau berakhirnya Tahun Pajak yang bersangkutan.
Penjelasan
Penjelasan
Tindak pidana di bidang perpajakan daluwarsa sepuluh tahun, dari sejak saat terhutangnya pajak, berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak yang bersangkutan. Hal tersebut dimaksudkan guna memberikan suatu kepastian hukum bagi Wajib Pajak, Penuntut Umum dan Hakim.
Tindak pidana di bidang perpajakan daluwarsa sepuluh tahun, dari sejak saat terhutangnya pajak, berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak yang bersangkutan. Hal tersebut dimaksudkan guna memberikan suatu kepastian hukum bagi Wajib Pajak, Penuntut Umum dan Hakim.
Jangka waktu sepuluh tahun tersebut adalah untuk menyesuaikan dengan daluwarsa penyimpanan dokumen-dokumen perpajakan yang dijadikan dasar penghitungan jumlah pajak yang terhutang, selama sepuluh tahun.
Jangka waktu sepuluh tahun tersebut adalah untuk menyesuaikan dengan daluwarsa penyimpanan dokumen-dokumen perpajakan yang dijadikan dasar penghitungan jumlah pajak yang terhutang, selama sepuluh tahun.
Pasal 41
Pasal 41
(1) Pejabat yang karena kealpaannya tidak memenuhi kewajiban merahasiakan hal (1) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp 4.000.000,00 (empat juta rupiah).
Penjelasan
Pejabat yang karena kealpaanya tidak memenuhi kewajiban merahasiakan hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah).
Penjelasan
Ayat (1) Ayat (1) Untuk menjamin bahwa kerahasiaan mengenai perpajakan tidak akan diberitahukan Untuk menjamin bahwa kerahasiaan mengenai perpajakan tidak akan diberitahukan kepada pihak lain dan supaya Wajib Pajak dalam memberikan data dan keterangan tidak kepada pihak lain dan supaya Wajib Pajak dalam memberikan data dan keterangan tidak ragu-ragu, dalam rangka pelaksanaan undang-undang perpajakan, maka perlu adanya ragu-ragu, dalam rangka pelaksanaan Undang-Undang Perpajakan, perlu adanya sanksi Pengungkapan kerahasiaan menurut ayat ini adalah dilakukan karena kealpaan dalam arti Pengungkapan kerahasiaan sebagaimana dimaksud pada ayat ini dilakukan karena sanksi pidana bagi pejabat yang bersangkutan yang menyebabkan terjadinya pidana bagi pejabat yang bersangkutan yang menyebabkan terjadinya pengungkapan lalai, tidak hati-hati, atau kurang mengindahkan, sehingga kewajiban untuk merahasiakan, kealpaan dalam arti lalai, tidak hati-hati, atau kurang mengindahkan sehingga kewajiban pengungkapan kerahasiaan tersebut. kerahasiaan tersebut. keterangan atau bukti-bukti yang ada pada Wajib Pajak yang dilindungi oleh undanguntuk merahasiakan keterangan atau bukti-bukti yang ada pada Wajib Pajak yang undang perpajakan dilanggar. Atas kealpaan tersebut dihukum dengan hukuman yang dilindungi oleh Undang-Undang Perpajakan dilanggar. Atas kealpaan tersebut, pelaku setimpal. dihukum dengan hukuman yang setimpal.
(2) Pejabat yang dengan sengaja tidak memenuhi kewajibannya atau seseorang yang (2) menyebabkan tidak dipenuhinya kewajiban pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
Pejabat yang dengan sengaja tidak memenuhi kewajibannya atau seseorang yang menyebabkan tidak dipenuhinya kewajiban pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
Penjelasan
Penjelasan
Ayat (2) Ayat (2) Perbuatan atau tindakan sebagaimana dimaksud dalam ayat ini yang dilakukan dengan Perbuatan atau tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat ini yang dilakukan dengan sengaja dikenakan sanksi yang lebih berat dibanding dengan perbuatan atau tindakan sengaja dikenai sanksi yang lebih berat dibandingkan dengan perbuatan atau tindakan yang dilakukan karena kealpaan, agar pejabat yang bersangkutan lebih berhati-hati untuk yang dilakukan karena kealpaan agar pejabat yang bersangkutan lebih berhati-hati untuk tidak melakukan perbuatan membocorkan rahasia Wajib Pajak. tidak melakukan perbuatan membocorkan rahasia Wajib Pajak.
(3) Penuntutan terhadap tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) (3) hanya dilakukan atas pengaduan orang yang kerahasiaannya dilanggar. Penjelasan
Penuntutan terhadap tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) hanya dilakukan atas pengaduan orang yang kerahasiaannya dilanggar.
Penjelasan
Ayat (3) Ayat (3) Tuntutan pidana terhadap pelanggaran kerahasiaan sebagaimana dimaksud dalam ayat Tuntutan pidana terhadap pelanggaran kerahasiaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) sesuai dengan sifatnya adalah menyangkut kepentingan pribadi (1) dan ayat (2) sesuai dengan sifatnya adalah menyangkut kepentingan pribadi seseorang atau badan selaku Wajib Pajak, karena itu dijadikan tindak pidana pengaduan. seseorang atau badan selaku Wajib Pajak.
Pasal 41A
Pasal 41A
Setiap orang yang menurut Pasal 35 Undang-undang ini wajib memberi keterangan atau bukti yang diminta tetapi dengan sengaja tidak memberi keterangan atau bukti, atau memberi keterangan atau bukti yang tidak benar, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
Setiap orang yang wajib memberikan keterangan atau bukti yang diminta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 tetapi dengan sengaja tidak memberi keterangan atau bukti, atau memberi keterangan atau bukti yang tidak benar dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah).
Penjelasan
Penjelasan
Agar pihak ketiga memenuhi permintaan Direktur Jenderal Pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 35 maka perlu adanya sanksi bagi pihak ketiga yang melakukan perbuatan atau tindakan sebagaimana dimaksud dalam pasal ini.
Agar pihak ketiga memenuhi permintaan Direktur Jenderal Pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 35 maka perlu adanya sanksi bagi pihak ketiga yang melakukan perbuatan atau tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini.
Pasal 41B
Pasal 41B
Setiap orang yang dengan sengaja menghalangi atau mempersulit penyidikan tindak pidana di Setiap orang yang dengan sengaja menghalangi atau mempersulit penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda bidang perpajakan dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah). paling banyak Rp75.000.000,00 (tujuh puluh lima juta rupiah). Penjelasan
Penjelasan
Seseorang yang melakukan perbuatan menghalangi atau mempersulit penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan misalnya menghalangi Penyidik melakukan penggeledahan, menyembunyikan bahan bukti dan sebagainya sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini, dikenakan sanksi pidana.
Seseorang yang melakukan perbuatan menghalangi atau mempersulit penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan, misalnya menghalangi penyidik melakukan penggeledahan dan/atau menyembunyikan bahan bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini dikenai sanksi pidana.
Pasal 41C (1)
Setiap orang yang dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35A ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Penjelasan Ayat (1) Cukup jelas. (2)
Setiap orang yang dengan sengaja menyebabkan tidak terpenuhinya kewajiban pejabat dan pihak lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35A ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 10 (sepuluh) bulan atau denda paling banyak Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).
Penjelasan Ayat (2) Cukup jelas. (3)
Setiap orang yang dengan sengaja tidak memberikan data dan informasi yang diminta oleh Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35A ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 10 (sepuluh) bulan atau denda paling banyak Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).
Setiap orang yang dengan sengaja tidak memberikan data dan informasi yang diminta oleh Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35A ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 10 (sepuluh) bulan atau denda paling banyak Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).
Penjelasan Ayat (3) Cukup jelas. (4)
Setiap orang yang dengan sengaja menyalahgunakan data dan informasi perpajakan sehingga menimbulkan kerugian kepada negara dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Penjelasan Ayat (4) Cukup jelas.
Pasal 42
Pasal 42
Dihapus.
Dihapus.
Penjelasan
Penjelasan
Cukup jelas
Cukup jelas
Pasal 43 (1) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 dan Pasal 39, berlaku juga bagi wakil, (1) kuasa, atau pegawai dari Wajib Pajak, yang menyuruh melakukan, yang turut serta melakukan, yang menganjurkan, atau yang membantu melakukan tindak pidana di bidang perpajakan.
Pasal 43 Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 dan Pasal 39A, berlaku juga bagi wakil, kuasa, pegawai dari Wajib Pajak, atau pihak lain yang menyuruh melakukan, yang turut serta melakukan, yang menganjurkan, atau yang membantu melakukan tindak pidana di bidang perpajakan.
Penjelasan
Penjelasan
Ayat (1) Ayat (1) Yang dipidana karena melakukan perbuatan tindak pidana di bidang perpajakan tidak Yang dipidana karena melakukan perbuatan tindak pidana di bidang perpajakan tidak terbatas pada Wajib Pajak, wakil Wajib Pajak, kuasa Wajib Pajak, atau pegawai Wajib terbatas pada Wajib Pajak, wakil Wajib Pajak, kuasa Wajib Pajak, pegawai Wajib Pajak, Pajak, namun juga terhadap mereka yang menyuruh melakukan, yang turut serta Akuntan Publik, Konsultan Pajak, atau pihak lain, tetapi juga terhadap mereka yang melakukan, yang menganjurkan, atau yang membantu melakukan tindak pidana di bidang menyuruh melakukan, yang turut serta melakukan, yang menganjurkan, atau yang perpajakan. membantu melakukan tindak pidana di bidang perpajakan.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41A dan Pasal 41B berlaku juga bagi (2) yang menyuruh melakukan, yang menganjurkan, atau yang membantu melakukan tindak pidana di bidang perpajakan.
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41A dan Pasal 41B berlaku juga bagi yang menyuruh melakukan, yang menganjurkan, atau yang membantu melakukan tindak pidana di bidang perpajakan.
Penjelasan
Penjelasan
Ayat (2) Cukup jelas
Ayat (2) Cukup jelas Pasal 43A (1)
Direktur Jenderal Pajak berdasarkan informasi, data, laporan, dan pengaduan berwenang melakukan pemeriksaan bukti permulaan sebelum dilakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan.
Penjelasan Ayat (1) Informasi, data, laporan, dan pengaduan yang diterima oleh Direktorat Jenderal Pajak akan dikembangkan dan dianalisis melalui kegiatan intelijen atau pengamatan yang hasilnya dapat ditindaklanjuti dengan Pemeriksaan, Pemeriksaan Bukti Permulaan, atau tidak ditindaklanjuti.
(2)
Dalam hal terdapat indikasi tindak pidana di bidang perpajakan yang menyangkut petugas Direktorat Jenderal Pajak, Menteri Keuangan dapat menugasi unit pemeriksa internal di lingkungan Departemen Keuangan untuk melakukan pemeriksaan bukti permulaan.
Penjelasan
Ayat (2) Cukup jelas. (3)
Apabila dari bukti permulaan ditemukan unsur tindak pidana korupsi, pegawai Direktorat Jenderal Pajak yang tersangkut wajib diproses menurut ketentuan hukum Tindak Pidana Korupsi.
Penjelasan Ayat (3) Cukup jelas. (4)
Tata cara pemeriksaan bukti permulaan tindak pidana di bidang perpajakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
Penjelasan Ayat (4) Cukup jelas.
BAB IX PENYIDIKAN
BAB IX PENYIDIKAN
Pasal 44
Pasal 44
(1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak diberi (1) wewenang khusus sebagai Penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan, sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Hukum Acara Pidana yang berlaku.
Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan hanya dapat dilakukan oleh Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang diberi wewenang khusus sebagai penyidik tindak pidana di bidang perpajakan.
Penjelasan
Penjelasan
Ayat (1) Ayat (1) Penyidik di bidang perpajakan adalah pejabat pegawai negeri tertentu di lingkungan Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang Direktorat Jenderal Pajak yang diangkat oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan diangkat sebagai penyidik tindak pidana di bidang perpajakan oleh pejabat yang ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penyidikan tindak pidana di berwenang adalah penyidik tindak pidana di bidang perpajakan. Penyidikan tindak pidana bidang perpajakan dilaksanakan menurut ketentuan yang diatur dalam Undang-undang di bidang perpajakan dilaksanakan menurut ketentuan yang diatur dalam UndangHukum Acara Pidana yang berlaku. Undang Hukum Acara Pidana yang berlaku.
(2) Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah :
(2)
Wewenang penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:
a.
menerima, mencari, mengumpulkan, dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana di bidang perpajakan agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lebih lengkap dan jelas;
a. menerima, mencari, mengumpulkan, dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana di bidang perpajakan agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lebih lengkap dan jelas;
b.
meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana di bidang perpajakan;
b. meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana di bidang perpajakan;
c.
meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana di bidang perpajakan;
c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana di bidang perpajakan;
d.
memeriksa buku-buku, catatan-catatan, dan dokumen-dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang perpajakan;
d. memeriksa buku, catatan, dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang perpajakan;
e.
melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan, dan dokumen-dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut;
e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan, dan dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut;
f.
meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan;
f.
g.
menyuruh berhenti dan atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang dan atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud pada huruf e;
g. menyuruh berhenti dan/atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang, benda, dan/atau dokumen yang dibawa;
meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan;
h.
memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana di bidang perpajakan;
h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana di bidang perpajakan;
i.
memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
i.
memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
j.
menghentikan penyidikan;
j.
menghentikan penyidikan; dan/atau
k.
melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan menurut hukum yang bertanggungjawab.
k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan menurut ketentuan peraturan perundang-undangan.
Penjelasan
Penjelasan
Ayat (2) Cukup jelas
Ayat (2) Pada ayat ini diatur wewenang Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak sebagai penyidik tindak pidana di bidang perpajakan, termasuk melakukan penyitaan. Penyitaan tersebut dapat dilakukan, baik terhadap barang bergerak maupun tidak bergerak, termasuk rekening bank, piutang, dan surat berharga milik Wajib Pajak, Penanggung Pajak, dan/atau pihak lain yang telah ditetapkan sebagai tersangka.
(3) Penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan (3) dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum melalui Penyidik pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undangundang Hukum Acara Pidana yang berlaku.
Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada penuntut umum melalui penyidik pejabat Polisi Negara Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam UndangUndang Hukum Acara Pidana.
Penjelasan
Penjelasan
Ayat (3) Cukup jelas
Ayat (3) Cukup jelas
(4)
Dalam rangka pelaksanaan kewenangan penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyidik dapat meminta bantuan aparat penegak hukum lain.
Penjelasan Ayat (4) Cukup jelas
Pasal 44A
Pasal 44A
Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1) menghentikan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (2) huruf j dalam hal tidak terdapat cukup bukti, atau peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana di bidang perpajakan, atau penyidikan dihentikan karena peristiwanya telah daluwarsa, atau tersangka meninggal dunia.
Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1) menghentikan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (2) huruf j dalam hal tidak terdapat cukup bukti, atau peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana di bidang perpajakan, atau penyidikan dihentikan karena peristiwanya telah daluwarsa, atau tersangka meninggal dunia.
Penjelasan
Penjelasan
Dalam hal penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan dihentikan kecuali karena Dalam hal penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan dihentikan kecuali karena peristiwanya telah daluwarsa, maka surat ketetapan pajak tetap dapat diterbitkan. peristiwanya telah daluwarsa, maka surat ketetapan pajak tetap dapat diterbitkan.
Pasal 44B
Pasal 44B
(1) Untuk kepentingan penerimaan negara, atas permintaan Menteri Keuangan, Jaksa Agung (1) dapat menghentikan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan.
Untuk kepentingan penerimaan negara, atas permintaan Menteri Keuangan, Jaksa Agung dapat menghentikan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan paling lama dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal surat permintaan.
Penjelasan
Penjelasan
Ayat (1) Cukup jelas
Ayat (1) Untuk kepentingan penerimaan negara, atas permintaan Menteri Keuangan, Jaksa Agung dapat menghentikan penyidikan tindak pidana perpajakan sepanjang perkara pidana tersebut belum dilimpahkan ke pengadilan.
(2) Penghentian penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan sebagaimana dimaksud pada (2) ayat (1) hanya dilakukan setelah Wajib Pajak melunasi pajak yang tidak atau kurang dibayar atau yang tidak seharusnya dikembalikan, ditambah dengan sanksi administrasi berupa denda sebesar empat kali jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar, atau yang tidak seharusnya dikembalikan.
Penjelasan
Penghentian penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dilakukan setelah Wajib Pajak melunasi utang pajak yang tidak atau kurang dibayar atau yang tidak seharusnya dikembalikan dan ditambah dengan sanksi administrasi berupa denda sebesar 4 (empat) kali jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar, atau yang tidak seharusnya dikembalikan.
Penjelasan
Ayat (2) Cukup jelas
Ayat (2) Cukup jelas BAB X KETENTUAN PERALIHAN Pasal 45
Terhadap pajak-pajak yang terhutang pada suatu saat, untuk Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak yang berakhir sebelum saat berlakunya undang-undang ini, tetap berlaku ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang lama, sampai dengan tanggal 31 Desember 1988.
Penjelasan Meskipun undang-undang perpajakan yang lama telah dicabut dengan diundangkannya Undang-undang ini, untuk menampung penyelesaian penetapan pajak-pajak terhutang pada masa atau tahun pajak sebelum berlakunya Undang-undang ini, yang pelaksanaannya masih berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan lama, maka Undangundang ini menentukan jangka waktu berlakunya peraturan perundang-undangan lama sampai dengan tanggal 31 Desember 1988. Penentuan jangka waktu lima tahun tersebut disesuaikan dengan daluwarsa penagihan pajak.
Pasal 46 Dengan berlakunya undang-undang ini semua peraturan pelaksanaan di bidang perpajakan yang lama tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang ini.
Penjelasan Cukup jelas. Pasal 47
Dihapus.
Penjelasan
Ketentuan pasal ini dihapus, karena secara substantif merupakan materi dari Undang-undang tentang Pajak Penghasilan dan telah diatur dalam Undang-undang tersebut. Pasal 47A Terhadap semua hak dan kewajiban perpajakan yang belum diselesaikan, diberlakukan ketentuan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1994.
Penjelasan Dalam rangka memberikan kepastian kepada Wajib Pajak maka mengenai hak dan kewajiban perpajakan yang belum diselesaikan untuk tahun pajak 2000 dan sebelumnya tetap diberlakukan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1994.
BAB XI KETENTUAN PENUTUP Pasal 48 Hal-hal yang belum cukup diatur dalam undang-undang ini, diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Penjelasan Untuk menampung hal-hal yang belum cukup diatur mengenai tata cara atau kelengkapan yang materinya sudah dicantumkan dalam Undang-undang ini, diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Dengan demikian akan lebih mudah mengadakan penyesuaian pelaksanaan Undang-undang ini dan tata cara yang diperlukan.
Pasal 49
Ketentuan dalam undang-undang ini berlaku pula bagi undang-undang perpajakan lainnya, kecuali apabila ditentukan lain. Penjelasan Cukup jelas.
Pasal II 1.
Terhadap semua hak dan kewajiban perpajakan Tahun Pajak 2001 sampai dengan Tahun Pajak 2007 yang belum diselesaikan, diberlakukan ketentuan UndangUndang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000.
2.
Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada angka 1, daluwarsa penetapan untuk Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak 2007 dan sebelumnya, selain penetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) atau Pasal 15 ayat (4), berakhir paling lama pada akhir Tahun Pajak 2013.
3.
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2008.
Penjelasan Cukup jelas.