TERAPI LINGKUNGAN Pengertian Lingkungan telah didefinisikan dengan berbagai pandangan, lingkungan merujuk pada keadaan fisik, psikologis, dan social diluar batas system, atau masyarakat dimana system itu berada (Murray Z., 1985). Terapi lingkungan (Milieu Therapy) berasal dari bahasa Perancis yang berarti perencanaan ilmiah dari lingkungan untuk tujuan yang bersifat terapeutik atau mendukung kesembuhan. Pengertian lainnya adalah tindakan penyembuhan pasien melalui manipulasi dan modifikasi unsure-unsur yang ada pada lingkungan dan berpengaruh positif terhadap fisik dan psikis individu serta mendukung proses penyembuhan. Terapi lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di lingkungan kita, yang diciptakan untuk pengobatan termasuk fisik dan sosial. Suatu manipulasi ilmiah pada lingkungan yang bertujuan untuk menghasilkan perubahan pada perilaku pasien dan untuk mngembangkan keterampilan emosional dan sosial. (Stuart Sundeen, 1991). Dalam pelaksanaannya harus melibatkan team work yang terdiri dari berbagai ahli di bidangnya masing-masing dengan tujuan mengoptimalkan proses penyembuhan pasien. Tim tersebut terdiri dari dokter ahli jiwa, psikolog, perawat jiwa, ahli sanitasi lingkungan, sosial worker, dan petugas kesehatan lainnya. Dimana dalam pelaksanaannya berupa planning duduk bersama berdasarkan disiplin ilmunya masing-masing untuk mencapai tujuan dari terapi lingkungan.
I.
Tujuan Terapi Lingkungan
Membantu individu untuk mengembangkan rasa harga diri, mengembangkan kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain, membantu belajar mempercayai orang lain, dan mempersiapkan diri untuk kembali ke masyarakat. Abrons dalam Stuart sundeen 1995 menyebutkan tujuan terapi lingkungan meliputi: a. Tujuan umum Membekali pasien kemampuan untuk kembali ke masyarakat dan dapat menjalankan kehidupan fisik dan sosial seoptimal mungkin. b. Tujuan khusus Membatasi gangguan dan perilaku maladaptif. Mengajarkan keterampilan psikososial dengan cara :
c. Orientasi yaitu pencapaian tingkat orientasi dan kesadaran terhadap realita yang lebih baik. Orientasi berhubungan dengan pengetahuan dan pemahaman pasien terhadap waktu, tempat, tujuan, sedangkan kesadaran dapat dikuatkan melalui interaksi dan aktifitas pada semua pasien. d. Asertation yaitu kemampuan mengekspresikan perasaan sendiri dengan tepat. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mendorong pasien dalam mengekspresikan diri secara efektif dengan tingkah laku yang dapat diterima oleh masyarakat. e. Accuption yaitu kemampuan pasien untuk dapat percaya diri dan berprestasi melalui keterampilan membuat kerajinan tangan. f. Recreation yaitu kemampuan membuat dan menggunakan aktifitas yang menyenangkan dan relaksasi. Hal ini memberi kesempatan pada pasien utnuk mengikuti bermacammacam reaksi dan membantu pasien untuk menerapkan keterampilan yang telah dipelajari, misalnya interaksi sosial.
Menurut Stuart dan Sundeen: Meningkatkan pengalaman positif pasien khususnya yang mengalami gangguan mental, dengan cara membantu individu dalam mengembangkan harga diri. Meningkatkan kemampuan untuk berhubungan denagan orang lain Menumbuhkan sikap percaya pada orang lain Mempersiapkan diri kembali ke masyarakat, dan Mencapai perubahan yang positif.
II.
Karakteristik Terapi Lingkungan
Untuk mencapai tujuan yang diharapkan, maka lingkungan harus bersifat terapeutik yaitu mendorong terjadi proses penyembuhan, lingkungan tersebut harus memiliki karakteristik sebagai berikut: a.
Pasien merasa akrab dengan lingkungan yang diharapkannya.
b. Pasien merasa senang /nyaman.dan tidak merawsa takut dengan lingkungannya. c.
Kebutuhan-kebutuhan fisik pasien mudah dipenuhi
d. Lingkungan rumah sakit/bangsal yang bersih e.
Lingkungan menciptakan rasa aman dari terjadinya luka akibat impuls-impuls pasien.
f.
Personal dari lingkungan rumah sakit/bangsal menghargai pasien sebagai individu yang memiliki hak, kebutuhan dan pendapat serta menerima perilaku pasien sebagai respon adanya stress.
g. Lingkungan yang dapat mengurangi pembatasan-pembatasan atau larangan dan memberikan kesempatan kepada pasien untuk menentukan pilihannya dan membentuk perilaku yang baru.
Disamping hal tersebut terapi lingkungan harus memilki karakteristik:
Memudahkan perhatian terhadap apa yang terjadi pada individu dan kelompok selama 24 jam.
Adanya proses pertukaran informasi.
Pasien merasakan keakraban dengan lingkungan.
Pasien merasa senang, nyaman, aman, dan tidak meraswa takut baik dari ancaman psikologis maupun ancaman fisik.
Penekanan pada sosialisasi dan interaksi kelompok dengan focus komunikasi terapeutik.
Staf membagi tanggung jawab bersama pasien.
Personal dari lingkungan manghargai klien sebagai individu yang memiliki hak, kebutuhan, dan tanggung jawab.
III.
Kebutuhan fisik klien mudah terpenuhi.
Bentuk Lingkungan 1. Lingkungan Fisik
Aspek terapi lingkungan meliputi semua gambaran yang konkrit yang merupakan bagian eksternal kehidupan rumah sakit. Setting-nya meliputi Bentuk dan struktur bangunan. Pola interaksi antara masyarakat dengan rumah sakit. Tiga aspek yang mempengaruhi terwujudnya lingkungan fisik terapeutik: a. Lingkungan fisik yang tetap. Mencakup struktur dari bentuk bangunan baik eksternal maupun internal. Bagian eksternal meliputi struktur luar rumah sakit, yaitu lokasi dan letak gedung sesuai dengan program pelayanan kesehatan jiwa, salah satunya kesehatan jiwa masyarakat. Berada di tengah-tengah pemukiman penduduk atau masyarakat sekitarnya serta tidak diberi pagar tinggi. Hal ini secara psikologis diharapkan dapat membantu memelihara hubungan terapeutik pasien dengan masyarakat. Memberikan kesempatan pada keluarga untuk tetap mengakui keberadaan pasien serta menghindari kesan terisolasi. Bagian internal gedung meliputi penataan struktur sesuai keadaan rumah tinggal yang dilengkapi ruang tamu, ruang tidur, kamar mandi tertutup, WC, dan ryang makan. Masing-
masing ruangan tersebut diberi nama dengan tujuan untuk memberikan stimulasi pada pasien khususnya yang mengalami gangguan mental, merangsang memori dan mencegah disorientasi ruangan. Setiap ruangan harus dilengkapi dengan jadwal kegiatan harian, jadwal terapi aktivitas kelompok, jadwal kunjungan keluarga, dan jadwal kegiatan khusus misalnya rapat ruangan. b. Lingkungan fisik semi tetap. Fasilitas-fasilitas berupa alat kerumahtanggaan meliputi lemari, kursi, meja, peralatan dapur, peralatan makan, mandi, dsb. Semua perlengkapan diatur sedemikian rupa sehingga memungkinkan pasien bebas berhubungan satu dengan yang lainnya serta menjaga privasi pasien. c. Lingkungan fisik tidak tetap. Lebih ditekankan pada jarak hubungan interpersonal individu serta sangat dipengaruhi oleh sosial budaya.
Lingkungan Psikososial
Lingkungan yang kondusif yaitu fleksibel dan dinamis yang memungkinkan pasien berhubungan dengan orang lain dan dapat mengambil keputusan serta toleransi terhadap tekanan eksternal. Beberapa prinsip yang perlu diyakini petugas kesehatan dalam berinteraksi dengan pasien: 1. Tingkah laku dikomunikasikan dengan jelas untuk mempertahankan, mengubah tingkah laku pasien. 2. Penerimaan dan pemeliharaan tingkah laku pasien tergantung dari tingkah laku partisipasi petugas kesehatan dan keterlibatan pasien dalam kegiatan belajar. 3. Perubahan tingkah laku pasien tergantung pada perasaan pasien sebagai anggota kelompok dan pasien dapat mengikuti atau mengisi kegiatan. 4. Kegiatan sehari-hari mendorong interaksi antara pasien. 5. Mempertahankan kontak dengan lingkungan misalnya adanya kalender harian dan adanya papan nama dan tanda pengenal bagi petugas kesehatan.
IV.
Peran Perawat Dalam Terapi Lingkungan
1. Distribusi kekuatan Petugas kesehatanmendistribusikan pengetahuan, pengalaman kepada seluaruh staf ssesuai dengan wewenang masing-masing agar kebutuhan yang dibuat bertujuan sama dan yang terbaik untuk pasien. 2. Komunikasi terbuka Komunikasi dilakukan oleh perawat untuk mendapatkan informasi guna menetapkan keputusan. 3. Memperhatikan struktur interaksi Struktur interaksi meliputi : a.
Sikap bersahabat
b. Penuh prihatin c.
Lembut dan tegas
4. Aktifitas kerja Diperlukan dorongan yang kuat dari lingkungan dengan jalan mengijinkan pasien untuk memilih terapi. Akan lebih berarti bila dapat diterapkan pada pekerjaan yang nyata. 5. Peran serta keluarga dan masyarakat Selama di rumah sakit diusahakan pasien sering berhubungan dengan keluarga, agar keluarga dapat mengikuti perkembangan kesembuhan pasien sehingga berminat untuk mengkoordinir kepulangannya bila sudah baik. 6. Penyesuaian lingkungan dengan kebutuhan dan perkembangan pasien. 7. Pencipta lingkungan yang aman dan nyaman a.
Perawat menciptakan dan mempertahankan iklim/suasana yang akrab, menyenangkan, saling menghargai di antara sesame perawat, petugas kesehatan, dan pasien.
b. Perawat yang menciptakan suasana yang aman dari benda-benda atau keadaan-keadaan yang menimbulkan terjadinya kecelakaan/luka terhadap pasien atau perawat. c.
Menciptakan suasana yang nyaman
d. Pasien diminta berpartisipasi melakukan kegiatan bagi dirinya sendiri dan orang lain seperti yang biasa dilakukan di rumahnya. Misalnya membereskan kamar. 8.
Penyelenggaraan proses sosialisasi:
a.
Membantu pasien belajar berinteraksi dengan orang lain, mempercayai orang lain, sehingga meningkatkan harga diri dan berguna bagi orang lain.
b.
Mendorong pasien untuk berkomunikasi tentang ide-ide, perasaan dan perilakunya secara terbuka sesuai dengan aturan di dalam kegiatan-kegiatan tertentu.
c.
Melalui sosialisasi pasien belajar tentang kegiatan-kegiatan atau kemampuan yang baru, dan dapat dilakukannya sesuai dengan kemampuan dan minatnya pada waktu yang luang.
9. Sebagai teknis perawatan Fungsi perawat adalah memberikan/memenuhi kebutuhan dari pasien, memberikan obatobatan yang telah ditetapkan, mengamati efek obat dan perilaku-perilaku yang menonjol/menyimpang serta mengidentifikasi masalah-masalah yang timbul dalam terapi tersebut. 10. Sebagai leader atau pengelola. Perawat harus mampu mengelola sehingga tercipta lingkungan terapeutik yang mendukung penyembuhan dan memberikan dampak baik secara fisik maupun secara psikologis kepada pasien.
V.
Jenis-jenis Kegiatan Terapi Lingkungan
1. Terapi rekreasi Yaitu terapi yang menggunakan kegiatan pada waktu luang, dengan tujuan pasien dapat melakukan kegiatan secara konstruktif dan menyenangkan serta mengembangkan kemampuan hubungan sosial. 2. Terapi kreasi seni Perawat dalam terapi ini dapat sebagai leader atau bekerja sama denagn orang lain yang ahli dalam bidangnya karena harus sesuai dengan bakat dan minat. a. Dance therapy/menari : untuk mengkomunikasikan tentang perasaan dan kebutuhan pasien. b. Terapi musik : untuk mengekspresikan perasaan marah, sedih, kesepian, dan gembira. c.
Terapi dengan menggambar/melukis : dengan menggambar akan menurunkan ketegangan dan memusatkan pikiran yang ada.
d. Literatur/biblio therapy : Terapi dengan kegiatan membaca seperti novel, majalah, buku-buku dan kemudian mendiskusikannya.Tujuannya adalah untuk mengembangkan wawasan diri dan bagaimana mengekspresikan perasaan/pikiran dan perilaku yang sesuai dengan norma-norma yang ada. 3. Pettherapy Terapi ini bertujuan untuk menstimulasi respon pasien yang tidak mampu mengadakan hubungan interaksi dengan orang-orang dan pasien biasanya merasa kesepian, menyendiri. .
4. Planttherapy Terapi ini bertujuan untuk mengajar pasien untuk memelihara segala sesuatu/mahluk hidup, dan membantu hubungan yang akrab antara satu pribadi kepada pribadi lainnya.
VI.
Kondisi Pasien Pada Terapi Lingkungan
Pasien rendah diri (low self esteem) , depresi (depression) bunuh diri (suicide). Syarat lingkungan secara psikologis harus memenuhi hal-hal sebagai berikut:
Ruangan aman dan nyaman.
Terhindar dari ala-alat yang dapat digunakan untuk mencederai diri sendiri atau orang lain.
Alat-alat medis, obat-obatan, dan jenis cairan medis di lemari dalam keadaan terkunci.
Ruangan harus ditempatkan di lantai satu dan keseluruhan ruangan mudah dipantau oleh petugas kesehatan.
Tata ruangan menarik dengan cara menempelkan poster yang cerah dan meningkatkan gairah hidup pasien.
Warna dinding cerah.
Adanya bacaan ringan, lucu, dan memotivasi hidup.
Hadirkan musik ceria, tv, dan film komedi.
Adanya lemari khusus untuk menyimpan barang-barang pribadi pasien.
Lingkungan sosial: Komunikasi terapeutik dengan cara semua petugas menyapa pasien sesering mungkin. Memberikan penjelasan setiap akan melakukan kegiatan keperawatan atau kegiatan medis lainnya. Menerima pasien apa adanya jangan mengejek serta merendahkan. Meningkatkan harga diri pasien. Membantu menilai dan meningkatkan hubungan social secara bertahap. Membantu pasien dalam berinteraksi dengan keluarganya. Sertakan keluarga dalam rencana asuhan keperawatan, jangan membiarkan pasien sendiri terlalu lama di ruangannya.
Pasien dengan amuk.
Lingkungan fisik: 1. Ruangan aman, nyaman, dan mendapat pencahayaan yang cukup. 2. Pasien satu kamar, satu orang, bila sekamar lebih dari satu jangan dicampur antara yang kuat dengan yang lemah. 3. Ada jendela berjeruji dengan pintu dari besi terkunci. 4. Tersedia kebijakan dan prosedur tertulis tentang protocol pengikatan dan pengasingan secara aman, serta protocol pelepasan pengikatan.
Lingkungan Psikososial: 1.
Komunikasi terapeutik, sikap bersahabat dan perasaan empati.
2.
Observasi pasien tiap 15 menit.
3.
Jelaskan tujuan pengikatan/pengekangan secara berulang-ulang.
4.
Penuhi kebutuhan fisik pasien.
5.
Libatkan keluarga.
VII.
Komponen Fungsional Terapi Lingkungan
1. Containment Fungsi : mendukung kesehatan fisik dan merubah perilaku berkuasa. Tujuan : memberi keamanan pasien serta lingkungan serta menumbuhkan percaya. Bentuk terapi : isolasi dan pengikatan. Aktifitas : memberikan perlindungan fisik dan mencegah cidera pada diri sendiri dan orang lain.
2. Support Fungsi : membantu pasien merasa aman dan nyaman serta mengurangi kecemasan. Tujuan : meningkatkan harga diri dan percaya diri pasien. Bentuk terapi : penggunaan komunikasi terapeutik, pemberian perhatian dengan sikap empati edukasi. Aktifitas : meningaktkan hubungan dan interaksi.
3. Struktur Fungsi : membantu mendorong perilaku yang maladaptif menjadi adaptif. Tujuan : meningkatkan tanggyng jawab terhadap perilaku dan konsekuensinya, serta meningkatkan keterlibatan pasien terhadap aktifitas yang terstruktur. Bentuk terapi : terapi aktifitas, terapi aktifitas sosian, terapi occupation. Aktifitas : menentukan jenis kegiatan sesuai dengan kondisi dan kemampuan pasien.
4. Involvement Fungsi : mendorong pasien untuk dapat bekerjasama, melakukan kompromi dan konfrontasi untuk meningkatkan keterlibatan sosial. Tujuan : menstimulasi pasien tuntuk berperan serta aktif dalam lingkungan sosial dan interaksi serta mengembangkan keterampilan. Bentuk terapi : terapi kelompok. Aktifitas : melakukan aktifitas kelompok.
5. Validation Fungsi : membantu pasien mengambangakan kapasitas kedekatan yang lebih besar dan menyatu identitasnya. Tujuan : membantu pasien memahami dan menerima keunikan dirinya serta mendorong integrasi antara perasaan senang dan tidak senang. Bentuk terapi : Psikodrama, stimulasi persepsi dan validasi. Aktifitas : bermain drama, menerima pikiran perasaan pasien dan memberi reinforcemen.
VIII.
Komponen Yang Perlu Diperhatikan Dalam Terapi Lingkungan
1. Fisik Terkait dengan desain dan renovasi. 2. Intelektual Aspek intelektual dari lingkungan meliputi; warna, sinar, suara, suhu, bau, dan rasa. 3. Sosial Komponen sosial; peran pasien pola komunikasi dan perbandingan staf dengan pasien. 4. Emosional
Faktor fisik, intelektual dan sosial menciptakan suasana emosional, misalnya: a. Merasa sangat senang berada di ruangan/lingkungan. b. Merasa sangat santai. c. Setiap orang bekerjasama dengan baik. d. Segala sesuatu terawat baik.
Peran terapis 1. Tidak devensif 2. Empati 3. Dapat menciptakan keamanan 4. Tidak menakutkan Menurut Moons peran terapis dalam terapi lingkungan adalah mendukung spontanitas pasien dan merangsang pasien agar merasa bebas dan terbuka. 5. Spiritual Sarana tempat ibadah, buku-buku suci, dll. Harus terpisah, sepi dan tertutup agar memusatkan perhatian untuk pengobatan dan menemukan harapan baru bagi masa depan pasien.
DAFTAR PUSTAKA Purwaningsih, Wahyu, dkk, Asuhan Keperawatan Jiwa. Jogjakarta : Nuha Medika press, 2009. Stuart, G. W, and Sundeen, Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC, 1998. Yosep, Iyus, Keperawatan Jiwa (edisi revisi). Bandung : PT Refika Aditama, 2007.