1. Pengertian Topik “Obat Antineoplastik” Neoplastik adalah sesuatu yang berhubungan dengan pertumbuhan sel yang tidak terkendali. Sel neoplastik lebih dikenal dengan sel kanker. Kanker menjadi salah satu penyakit yang banyak diwaspadai oleh setiap orang karena merupakan penyakit penyebab kematian. Banyak faktor pemicu kanker yang dijumpai dalam keseharian dan menyebabkan resiko kanker yang semakin besar. Untuk mengatasi hal tersebut, dalam dunia kesehatan, banyak dilakukan berbagai penelitian tentang pengobatan kanker. Pengobatan kanker yang dapat dilakukan secara nonfarmakologi dan secara farmakologi. Pengobatan secara farmakologi ditangani dan dikembangkan di bidang kefarmasian. Antineoplastik adalah penggunaan obat untuk menangani kanker. Obat ini digunakan utamanya untuk membunuh sel kanker dan menghambat perkembangannya. 2. Jenis Obat, Macam Obat, dan Bentuk Sediaan Obat Penanganan panderita kanker secara farmakologi umumnya digunakan obat-obat yang bersifat sitotoksik yang dikonsumsi oleh pasien. Obat-obatan yang digunakan dalam terapi kanker diklasifikasikan menjadi 5 golongan yaitu: Alkilator Alkilator adalah senyawa yang memiliki 2 gugus pengalkil yang menyebabkan cross-link kovalen antara rantai-rantai asam nukleat yang berdekatan, juga mencegah pemisahan rantai ganda DNA saat siklus pembelahan sel. Contoh: Siklofosfamid. Obat ini termasuk ke dalam jenis obat keras dan berbentuk tablet yang dikonsumsi secara peroral. Selain contoh di atas, Agen pengalkil dibedakan menjadi beberapa kelas (Katzung, 2015), diantaranya: 1) Nitrogen mustard: klorambusil, siklofosfamid, ifosfamid, melfalan, mekloretamin 2) Nitrourea : streptozokin, karmustin, lomustin 3) Alkil sulfonat: busulfan 4) Triazin: dakarbazin, temozolomid 5) Etilenimin dan metilmelamin: tiotepa dan altretamin 6) Obat platinum: cisplatin, karboplatin dan oksaliplatin.
Gambar 1. Siklofosfamid (Sumber : www.medexpress.co.uk, 2018)
Antimetabolit Antimetabolit bekerja dengan membunuh sel kanker pada fase S dari siklus sel kanker dengan menghambat sintesis DNA / RNA dapa sel kanker. Golongan antimetabolit dapat dibagi menjadi beberapa kelompok (Katzung, 2015). 1) Analog asam folat: metotreksat, pemetreksed. 2) Analog pirimidin: fluorourasil, kapesitabin, sitarabin, gemsitabin. 3) Analog purin:
merkaptopurin, pentostatin, kladribin, fludarabin, tioguanine. Salah satu contoh obat yang akan dibahas adalah sitarabin, merupakan obat keras dalam bentuk liquid (infus).
Gambar 2. Sitarabin (Sumber : pom.go.id )
Produk Alamiah Umumnya produk alamiah berupa alkaloid yang memiliki aktivitas antikanker dengan mekanisme yang beragam. Contoh: Vinkristin. Vinkristin adalah obat yang digunakan untuk mengobati beberapa jenis kanker. Obat ini biasanya diberikan dalam kemoterapi untuk mengatasi kanker darah (leukemia), kanker paru-paru, neuroblastoma, tumor otak, tumor Wilms, sarkoma Kaposi, serta limfoma. Cara kerja obat kemoterapi ini adalah dengan menghambat pembelahan sel. Obat ini termasuk ke dalam obat keras dan berbentuk liquid.
Gambar 3. Vinkristin (Sumber : www.medexpress.co.uk, 2018 )
Antibiotik Beberapa antibiotik dapat digunakan sebagai obat anti neoplastik karena dapat berinteraksi dalam proses pembelahan sel. Contoh: Doksorubisin HCl. Obat ini termasuk ke dalam obat keras dan berbentuk liquid.
Gambar 4. Doksorubisin HCl. (Sumber : www.medexpress.co.uk, 2018 )
Hormonal Obat-obat yang bertujuan untuk memodifikasi hormon dalam tubuh dapat digunakan karena dapat mempengaruhi aktivitas pembelahan beberapa jenis sel dalam tubuh. Contoh: Flutamid. Obat ini merupakan obat keras berbentuk tablet yang dikonsumsi secara peroral.
Gambar 5. Flutamid (Sumber : www.medexpress.co.uk, 2018 )
3. Jenis Obat Antineoplastik yang Paling Umum Digunakan Obat Antineoplatik yang sudah tidak asing lagi dan banyak digunakan di dalam bidang kedokteran yang akan dibahas adalah Siklofosfamid. A. Bahan Baku Utama Obat dan Bahan Tambahan (Rumus Kimia) Siklofosfamid adalah salah satu jenis obat anti kanker yang termasuk golongan senyawa pengalkil (alkylating agent), digunakan dalam regimen kemoterapi untuk beberapa kasus kanker baik kanker padat maupun keganasan darah.
Gambar 6. Siklofosfamid (Sumber : Anonim, 1972, Farmakope Indonesia, Departemen Kesehatan RI, Jakarta)
Bahan tambahan digunakan untuk mempertinggi stabilitas danefektivitas harus memenuhi syarat antara lain tidak berbahaya dalam jumlah yang digunakan, tidak mempengaruhi efek terapetik atau respon pada uji penetapan kadar. Tidak boleh ditambahkan bahan pewarna, jika hanya mewarnai sediaan akhir. Pemilihan dan penggunaan bahan tambahan harus hati-hati untuk injeksi yang diberikan lebih dari 5 ml. Kecuali dinyatakan lain berlaku sebagai berikut : Zat yang mengandung raksa dan surfaktan kationik, tidak lebih dari 0,01
Golongan Klorbutanol, kreosol dan fenol tidak lebih dari 0,5 %
Belerang dioksida atau sejumlah setara dengan Kalium atau Natrium Sulfit, bisulfit atau metabisulfit , tidak lebih dari 0,2 %
Gambar 7. Klorbutanol (Sumber : Anonim, 1972, Farmakope Indonesia, Departemen Kesehatan RI, Jakarta)
B. Proses Pembuatan Siklofosfamid mempunyai dua bentuk sediaan obat, tablet dan liquid. Untuk tablet, proses pembuatan obat ini terbagi menjadi 3 metode, yaitu cetak langsung, granulasi basah, dan granulasi kering. Metode kempa langsung digunakan apabila semua bahan pembuat obat memiliki sifat alir dan kompaktibilitas yang baik. Metode ini paling sederhana, bahan di mixing kemudian langsung di cetak.Sedangkan jika menggunakan metode granulasi digunakan untuk bahan yang sifat alir dan kompaktibilitasnya tidak baik. Tujuan granulasi adalah untuk meningkatkan aliran campuran dan atau kemampuan kempa. Metode granulasi kering digunakan untuk bahan yang tidak tahan pemanasan. Langkah-langkah untuk membuat obat pada metode granulasi adalah sebagai berikut : Menghaluskan zat aktif dan eksipien masing-masing dalam tempat yang terpisah. Mencampurkan zat aktif dan eksipien yang telah dihaluskan hingga homogen. Massa serbuk melalui proses slugging, kemudian menghancurkan hingga derajat kehalusan tertentu. Mengayak dengan pengayak nomor 16 mesh. Melakukan uji aliran granul yang diperoleh. Aliran yang diperoleh harus sebesar 10 gr/detik. Jika tidak diperoleh aliran sebesar itu, harus melakukan slugging kembali hingga diperoleh aliran yang dikehendaki. Setelah granul memiliki aliran 10 gr/detik, menambahkan lubrikan pada granul.
1. 2.
Dalam garis besar cara pembuatan larutan injeksi dibedakan : Cara aseptik Cara non-aseptik ( Non-steril )
1. Cara aseptik : Digunakan apabila bahan obatnya tidak dapat disterilkan, karena akan rusak atau mengurai. Caranya : Zat pembawa, zat pembantu, wadah, alat-alat dari gelas untuk pembuatan, dan yang lainnya yang diperlukan disterilkan sendiri-sendiri. Kemudian bahan obat, zat pembawa, zat pembantu dicampur secara aseptik dalam ruang aseptik hingga terbentuk larutan injeksi dan dikemas secara aseptik. 2. Cara non-aseptik Bahan obat dan zat pembantu dilarutkan ke dalam zat pembawa dan dibuat larutan injeksi. Saring hingga jernih dan tidak boleh ada serat yang terbawa ke dalam filtrat larutan. Masukkan ke dalam wadah dalam keadaan bersih dan sedapat mungkin aseptik, setelah dikemas, hasilnya disterilkan dengan cara yang cocok. C. Pengemasan, Perlindungan dari Cuaca Siklofosfamid adalah salah satu obat yang paling baik jika disimpan pada suhu ruangan, jauhkan dari cahaya langsung dan tempat yang lembap. Jangan disimpan di kamar mandi. Jangan dibekukan. Merek lain dari obat ini mungkin memiliki aturan penyimpanan yang berbeda. Perhatikan instruksi penyimpanan pada kemasan produk atau tanyakan pada apoteker. Jauhkan semua obat-obatan dari jangkauan anak-anak dan hewan peliharaan. Jangan menyiram obat-obatan ke dalam toilet atau ke saluran pembuangan kecuali bila diinstruksikan. Buang produk ini bila masa berlakunya telah habis atau bila sudah tidak diperlukan lagi. Konsultasikan kepada apoteker atau perusahaan pembuangan limbah lokal mengenai bagaimana cara aman membuang produk ini. D. Efek Samping Obat Seperti obat pada umumnya, siklofosfamid juga tetap memiliki efek samping. Efek samping yang bisa timbul yakni:
Meningkatnya risiko infeksi Rambut rontok Adanya darah di urine Suhu tubuh tinggi Pucat dan napas jadi memendek Merasa sangat Lelah Mulut terasa asam
E. Kontraindikasi Siklofosfamid sebaiknya tidak diberikan kepada pasien dengan penyakit : Penyakit sumsum tulang Hipersensitivitas, Sistitis hemoragik, Wanita hamil dan menyusui.
Interaksi Siklofosfamid dan Obat Lain Terdapat sejumlah obat yang berpotensi menimbulkan reaksi tidak diinginkan jika dikonsumsi bersamaan dengan siklofosfamid. Beberapa di antaranya meliputi:
Obat penghambat TNF; peningkatan risiko kanker tertentu. Doxorubicin atau trastuzumab; peningkatan risiko efek samping yang berhubungan dengan jantung dan keracunan. Imidazole atau phenobarbital; peningkatan risiko efek samping siklofosfamid. Ondansetron; penurunan keefektifan siklofosfamid. Succinylcholine dan indomethacin; peningkatan kinerja dan risiko efek samping akibat siklofosfamid. Digoxin; penurunan keefektifan akibat siklofosfamid.
F. Cara Pemakaian/Dosis Untuk Dewasa : Untuk penderita penyakit parah, dosis siklofosfamid adalah: Infus: Dosis awal untuk pasien tanpa riwayat penyakit gangguan darah antara 40 sampai 50 mg/kg selama 2 sampai 5 hari. Dosis juga bisa diberikan 10 sampai 15 mg/kg selama 7 sampai 10 hari, atau 5mg/kg dua kali seminggu. Obat oral: 1-8 mg/kg per hari selama dosis awal Untuk mengatasi kanker rahim, dosis siklofosfamid adalah: 600 mg/kg lewat infus di hari pertama dikombinasikan dengan carboplatin atau cisplatin. Lakukan setiap 28 hari Untuk mengatasi myeloma, dosis siklofosfamid adalah: 10 mg/kg IV di hari pertama dikombinasikan dengan pengobatan kemoterapi lain yang terbagi dalam M2. Untuk anak-anak : Untuk penyakit parah, dosis siklofosfamid adalah:
Infus: dosis awal untuk pasien tanpa riwayat penyakit gangguan darah antara 40 sampai 50 mg/kg, yang biasanya dikonsumsi dalam 2 sampai 5 hari atau 10 sampai 15 mg/kg yang dikonsumsi dalam 7 sampai 10 hari, atau 5mg/kg dua kali seminggu. Obat oral: 1-8 mg/kg per hari selama dosis awal
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1972, Farmakope Indonesia, Departemen Kesehatan RI, Jakarta Ansel, 1989, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi (diterjemahkan oleh Ibrahim, F.), Edisi IV, UI Press, Jakarta Bano, S., 2007, Chemistry of Natural Compounds, Terpenoids. Faculty of Science, Jamia Hamdard, New Delhi Robbins and Cotran, Pathologic Basis of Disease 7th ed. 2005. Philadelphia: WB Saunders Co. p. 309-13. Scully, C. Oncogen, Onco-Supressor, Carsinogenesis and oral Cancer. 1992. British Dental Journal;173(53). Smeltzer, S. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner Suddarth. Volume 2 Edisi 8. 2001. Jakarta : EGC.