Tugas Klipping Kelompok.docx

  • Uploaded by: rekam medis
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Tugas Klipping Kelompok.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,389
  • Pages: 16
Tugas Klipping Studi Kasus & Penyelesaian Resolusi Konflik Public Relation & Costumer Care

Disusun Oleh : 1 2 3 4 5

Aulia Silmi Desy Rahma N Eka Yuliasri N Nisrina Yolanda S Suharti

201312006 201312009 201312012 201312023 201312032

Kelas : 7A Prodi : S1 Administrasi Rumah Sakit

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES) Yayasan Rumah Sakit Dr. Soetomo SURABAYA 2016

1. Kompromi Kurangnya Dokter Spesialis yang Berkompeten Di tengah krisis dokter yang dihadapi RSU Cut Nyak Dhien (CND) Meulaboh, ternyata tiga dokter spesialis yang selama ini bertugas di rumah sakit tersebut, terhitung 18 Mei 2010 dipindahkan ke Puskesmas. Akibatnya, dua hari lalu pelayanan di rumah sakit milik Pemkab Aceh Barat itu nyaris lumpuh. Berdasarkan SK Bupati Aceh Barat yang dikeluarkan awal Mei 2010, ketiga dokter spesialis itu diperbantukan ke Puskesmas Peureumeu, Kecamatan Kaway XVI. Sedangkan tugas pokok, termasuk gaji masih tetap di RSUD Cut Nyak Dhien Meulaboh. Inilah yang juga memunculkan keheranan beberapa kalangan, termasuk para dokter yang dicopot itu. Ketiga dokter spesialis yang tidak diizinkan lagi bertugas di RSUD Cut Nyak Dhien itu adalah spesialis anak, spesialis penyakit dalam, dan spesialis kandungan. Kita memang tak tahu bagaimana duduk persoalan dalam kasus itu. Keluhan masyarakat selama ini terhadap rumah sakit di daerah adalah soal ketiadaan tenaga dokter spesialis. Kalaupun ada tapi tidak tetap. Dokter-dokter spesialis yang bertugas di rumah sakit daerah apalagi daerah terpencil, umumnya tidak mau menetap meski dibayar mahal. Mantan Menkes Siti Fadhilah Supari pernah mengatakan, “Memang sangat sulit untuk mengirim dokter spesialis ke daerah. Menurut saya, sebaiknya semua yang dididik spesialis diberikan ketentuan bahwa setelah lulus harus PTT satu tahun di daerah terpencil, kemudian selesai dan berganti-ganti terus. Dengan cara ini, saya kira daerah terpencil akan dapat di-cover”. Beberapa tahun yang lalu, ada suatu ketentuan untuk meningkatkan tenaga spesialis ini, dilaksanakan pendidikan tenaga dokter spesialis berbasis kompetensi di rumah sakit daerah yang belum tersedia fasilitas pendidikan fakultas kedokteran. Jadi seperti dokter yang magang di rumah sakit, kemudian diuji oleh universitas yang terdekat. Pola pendidikan seperti ini dimulai di Provinsi Aceh, NTT, dan Maluku.” Tapi persoalannya ternyata tak sesederhana itu, satu hasil survei dua tahun lalu menemukan kenyataan buruk. Yakni, lebih dari 50 persen dokter kurang kompeten. Meskipun sudah mempunyai sertifikat Continuing Medical Education (CME), belum tentu dia dokter yang baik. Banyak fakultas kedokteran yang didirikan hanya demi uang. Ini sangat berbahaya. Celakanya lagi, perguruan tinggi negeri (PTN) ikut-ikutan. Yang tidak punya

kompetensi tapi punya uang diterima jadi mahasiswa. Sebaliknya yang punya kompetensi tapi tidak punya uang tidak diterima. Penanggulangan konflik yang digunakan adalah dengan strategi penanggulangan kompromi. Dengan pendapatnya Mantan Menkes Siti Fadhilah Supari pernah mengatakan, “Memang sangat sulit untuk mengirim dokter spesialis ke daerah, sebaiknya semua yang dididik spesialis diberikan ketentuan bahwa setelah lulus harus PTT satu tahun di daerah terpencil, kemudian selesai dan berganti-ganti terus. Dengan cara ini, saya kira daerah terpencil akan dapat di-cover", dengan pernyataan itu dokter spesialis yang sudah lama mengabdi di RS tidak perlu dipindahkan ke puskesmas, karena selain akan mendapatkan dampak yang buruk terhadap rumah sakit, masyarakat yang sudah merasa mendapatkan pelayanan yang baik dari RS tersebut akan merasa kecewa sehingga akan mencari dan penyesuaian lagi terhadap dokter dan rumah sakit yang baru. Dengan diberlakukannya sistem PTT atau pengabdian bagi dokter spesialis yang baru menyelesaikan pendidikannya di tempatkan di puskesmas. Sehingga dengan penempatan seperti ini permasalahan pemerataan pelayanan untuk dokter spesialis bagi masyarakat akan terpenuhi yang sesuai seperti mereka harapkan, sehingga masyakat sehat akan bisa terealisasi.

2. Akomodasi Cupping Hidung Pasien Meninggal Tiba-tiba Hilang di Rumah Sakit Senin, 15 Agustus 2016 06:20 WIB

Tribun Jogja/Agung Ismiyanto Purwanti Sari (25) saat menunjukkan foto ibunya, Wakiah (49) yang sebagian hidungnya di sebelah kiri hilang, selepas jenazah ibunya dibawa pulang dari RSUD Bantul, Kamis (19/5/2016). BANGKAPOS.COM, BANTUL – Kasus dugaan pencurian jaringan tubuh berupa cuping hidung pasien bernama Wakiyah, warga Jragan I, Poncosari, Srandakan, Bantul, Yogyakarta akhirnya selesai. Pihak keluarga tidak lagi menuntut Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Panembahan Senopati yang sebelumnya dianggap lalai karena telah membiarkan cuping hidung Wakiyah hilang. Perdamaian ini ditandai dengan penyerahan tali asih dari pihak RSUD Penembahan Senopati kepada keluarga. Kepala Unit II Subdit III Ditreskrimsus Polda DIY, Kompol Bambang Priyana, menjelaskan penyelidikan kasus dugaan pencurian cuping hidung ini sudah dihentikan. Pihak keluarga dan RSUD Penembahan Senopati sepakat berdamai. “Ada pencabutan laporan, sehingga kasus ini tidak diteruskan,” kata Bambang saat dihubungi. Dia menambahkan, keluarga sudah menerima kondisi jasad pasien. Sehingga, ada pencabutan laporan dalam kasus ini. Sebelumnya pihak korps Bhayangkara ini telah melakukan prarekonstruksi kasus ini dan meminta keterangan pada beberapa saksi. Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Keadilan Semesta sebagai kuasa hukum keluarga almarhumah Wakiyah, Retna Susanti,

mengatakan perdamaian antara pihak keluarga dan RSUD Penembahan Senopati terjadi pada Ramadan. Berakhirnya kasus dugaan pencuriaan jaringan tubuh yang sebelumnya sempat menjadi berita hangat ini, tak lain karena sikap keluarga yang akhirnya tidak berniat lagi menempuh jalur hukum. Pihak keluarga memang beberapa kali didatangi pihak RSUD Penembahan Senopati yang mengajak damai dan kasus ini tidak diteruskan. Saat itu Direktur RSUD Penembahan Senopati, I Wayan Sudana, hendak pindah ke Sanglah, Bali. Sehingga butuh ada segera kepastian. Disisi lain, keluarga almarhumah Wakiyah merupakan keluarga tak mampu. Retna tak tahu menahu ujung kesepakatan damai ini, termasuk adanya tali asih dari RSUD Penembahan Senopati dalam kesepakatan damai. Menurut dia, hanya keluarga yang mengetahui. Disinggung “penjahat” pencurian organ yang masih bebas berkeliaran dengan adanya perdamaian ini, Retno tidak menampiknya. Memang, dengan adanya perdamaian itu, ada sisi hukum dan pengungkapan yang akhirnya tertutup. Selain itu, kebobrokan fasilitas kesehatan pun menjadi tidak terungkap. “Hanya saja, sekarang sudah ada perubahan dari RSUD. CCTV sudah dipasang. Pelayanan juga menjadi lebih baik dan lebih ramah,” kata Retna Dikonfirmasi secara terpisah, Humas RSUD Panembahan Senopati I Nyoman Gunarsa menjelaskan, perdamaian antara pihak keluarga dan RSUD sudah dilaksanakan beberapa waktu lalu. Polda DIY pun ikut memfasilitasi perdamaian ini. “Perdamaian ini ada karena saling memahami satu sama lain. Keluarga juga tidak saling menyalahkan. Memang kami ada tali asih sebagai rasa empati dan duka pada keluarga,” papar dia. Pihaknya menegaskan sudah melaksanakan tindakan sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP) dalam menangani pasien Wakiyah ini Pascaperistiwa itu pihak rumah sakit mengevaluasi dan memperbaiki pelayanan kesehatan. Ketika kasus ini muncul, keluarga menuding RSUD Panembahan Senopati telah mencuri organ tubuh Wakiyah yang sudah meninggal pada 30 Januari 2016. Saat itu pihak rumah sakit menawarkan memandikan jenazah, tapi keluarga menolak. Jenazah lalu dibawa pulang dan tidak ada satu pun pihak keluarga yang melihat jenazah saat itu. Sesampainya di rumah, pihak keluarga bermaksud memandikan jenazah. Saat keluarga membuka penutup jenazah, diketahui cuping hidung Wakiyah yang sebelah kiri telah hilang. Hingga akhirnya, kasus ini sempat dilaporkan ke Polda DIY. Keterangan :

Penanggulangan

konflik

yang

digunakan

dengan

strategi

penanggulangan

Akomodasi yaitu ada pihak yang menyerah dan meringankan beban. Pihak yang menyerah adalah pihak rumah sakit karena pihak keluarga beberapa kali didatangi pihak RSUD Penembahan Senopati yang mengajak damai dan kasus ini tidak diteruskan serta perdamaian ini ada tali asih sebagai rasa empati dan duka pada keluarga. Dengan pernyataan diatas pihak keluarga almarhumah juga meringankan beban rumah sakit terutama Direktur RSUD Penembahan Senopati, I Wayan Sudana yang hendak pindah ke Sanglah, Bali. Sehingga butuh ada segera kepastian.

3. Pertengkaran Petugas RSUD Solok Diduga Lalai, Gulungan Perban Tinggal di Saluran Persalinan Pasien Karena Peserta BPJS, Pasien Dikasari dan Dimaki

Yulia terbaring di kediamannya ditemani ibunya. Tampak juga anaknya tertidur disebelahnya.

Solok, Sumbersatu.com—Yulia Karnida, 27 tahun, ibu muda mengerang kesakitan saban sehari setelah ia melahirkan, Sabtu 10 mei 2015 lalu di Rumah Sakit Umum Daerah Solok. Warga Tembok, Kelurahan Nan Balimo, Kota Solok ini. Tak mengetahui penyebab sakitnya yang dirasakan di bagian saluran rahimnya. Perempuan ini melulung kesakitan tiap sebentar. Ada merasa ganjil di saluran persalinannya. Tak tahan disiksa sakit yang berekpanjangan, Yulia ditemani suamninya pun pergi ke RSUD Solok untuk diperiksa media. Sesampai di rumah sakit milik pemerintah provinsi Sumatra Barat ini, bukan pemeriksaan medis dan pertolongan yang ia dapatkan tetapi makian dan kata kasar yang Yulia terima dari seorang perawat yang bertugas di bagian poli. Dengan menahan rasa sakit di bagian saluran rahimnya, pasangan yang baru dikarunia satu anak ini, berbalik pulang. Mereka sepakat mengurungkan niatnya untuk tidak di periksa di RSUD Solok ini. Bagi Yulia, makian dan kata – kat kasar seorang tenaga medis malah lebih sakit dari sakit yang sedang ia derita. Dipapah sang suami tercinta, tak terasa air mata Yulia menetes. Mereka pulang dengan sedih. Yulia menahan sakit di dekat saluran rahimnya tapi pedih di hatinya malah sangat sakit membuat ia beiba hati.

Sang suami memilih membawa istrinya ke bidan praktik tak jauh dari tempat tinggalnya di Kelurahan Nan Blimo. Bidan itu pun memeriksa Yulia dengan peralatan medis seadanya pada Sabtu 21 Mei 2016. Tak selang lama, bidan menemukan sumber sakit yang diderita Yulia selama 11 tahun. Bidan memperlihatkan segulung perban yang baru ia keluarkan dari saluran persalinan Yulia. Bidan itu kaget, juga Yulia. Dengan, segumpal perban itu tertinggal saat tim medis RSUD Solok melakukan persalinan kelahiran anak Yulia. Setelah perban itu dikeluarkan bidan, rasa ssakit di saluran rahimnya pun berangsur reda. Selama 11 hari segulung perban itu”bersemanyam” di saluran rahim Yulia, tentu memunculkan infeksi di saluran itu. Malaj=h infeksi itu sudah mengandung darah bercampur nanah. Kontributor sumbersatu.com Devy Abenk, yang mendatangi rumah keluarga Yulia, Minggu (22/5/2016), tampak Yulia terbaring lemah. Disisinya terlihat anak yang berusia 12 hari nyenyak tertidur. Saat itu Yulia ditemani ibunya. Yulia Karnida menuturkan, pada awalnya dirinya berencana melahirkan di Puskesmas Nan Balimo, Rencana itu urung sebab pihak Puskesmas merujuk ke RSUD Solok dengan alasan Yulia peserta KIS BPJS. “DI RSUD pada saat persalinan, saya ditangani 3 tenaga medis laki – laki di UGD. Saya berhasil melahirkan sekitar pukul 01.15 WIB, Sabtu 10 Mei dini hari.”kata Yulia dengan suara terbata. Yulia mengaku masih ingat wajah dan perawakan laki – laki yang melakukan penjahitan di saluran persalinannya. ‘Perawat laki – laki berbadan gemukgempal. Saya masih ingat dia yang menjahit bagian saluran persalinan saya,”terang Yulia. Diceritakan Yulia, setelah berada di rumah sakit, ada terasa agak ganjil dan asing di saluran persalinannya”Ada yang mengganjal dan rasanya tak nyaman,”katanya. Yulia menyebutkan, benda yang engganjal itu, makin terasa di sekitar saluran persalinannya. Bahkan sampai mengeluarkan nanah bercampur darah. Karena tak tahan itulah, ia mendatangi rumah sakit tersebut untuk diperiksa tapi caci maki yang ia terima. Yulia sendiri tidak akan menggugat atas kelalaian tenaga medis di RSUD Solok. Yulia Cuma meminta agar kejadian serupa jangan terjadi lagi kepada pasien lainnya. Pihak RSUD Solok, hingga saat berita ini diturunkan belum bisa dikonfirmasi tapi sumbersatu.com akan terus berupaya minta konfirmasi. Sementara itu Yulia sendiri mengaku trauma untuk datang ke RSUD tersebut karena perlakuan kasar dari tenaga medisnya. (SSC)

4. Berprinsip Kronologi Kasus Prita Mulyasari

Inilah kronologi lengkap kasus yang menimpa Prita Mulyasari mulai dari awal dia berobat ke RS Omni International sampai kemudian digugat secara perdata dan pidana lalu dipenjara selama tiga minggu lamanya. Saya hanya bisa bilang, "Cukup Prita yang mengalami kejadian seperti ini": 7 Agustus 2008, 20:30 Prita Mulyasari datang ke RS Omni Internasional dengan keluhan panas tinggi dan pusing kepala. Hasil pemeriksaan laboratorium: Thrombosit 27.000 (normal 200.000), suhu badan 39 derajat. Malam itu langsung dirawat inap, diinfus dan diberi suntikan dengan diagnosa positif demam berdarah. 8 Agustus 2008 Ada revisi hasil lab semalam, thrombosit bukan 27.000 tapi 181.000. Mulai mendapat banyak suntikan obat, tangan kiri tetap diinfus. Tangan kiri mulai membangkak, Prita minta dihentikan infus dan suntikan. Suhu badan naik lagi ke 39 derajat. 9 Agustus 2008 Kembali mendapatkan suntikan obat. Dokter menjelaskan dia terkena virus udara. Infus dipindahkan ke tangan kanan dan suntikan obat tetap dilakukan. Malamnya Prita terserang sesak nafas selama 15 menit dan diberi oksigen. Karena tangan kanan juga bengkak, dia memaksa agar infus diberhentikan dan menolak disuntik lagi. 10 Agustus 2008 Terjadi dialog antara keluarga Prita dengan dokter. Dokter menyalahkan bagian lab terkait revisi thrombosit. Prita mengalami pembengkakan pada leher kiri dan mata kiri. 11 Agustus 2008 Terjadi pembengkakan pada leher kanan, panas kembali 39 derajat. Prita memutuskan untuk keluar dari rumah sakit dan mendapatkan data-data medis yang menurutnya tidak sesuai fakta. Prita meminta hasil lab yang berisi thrombosit 27.000, tapi yang didapat hanya informasi thrombosit 181.000. Pasalnya, dengan adanya hasil lab thrombosit 27.000 itulah dia akhirnya dirawat inap. Pihak OMNI beralih hal tersebut tidak

diperkenankan karena hasilnya memang tidak valid. Di rumah sakit yang baru, Prita dimasukkan ke dalam ruang isolasi karena dia terserang virus yang menular. 15 Agustus 2008 Prita mengirimkan email yang berisi keluhan atas pelayanan diberikan pihak rumah sakit ke [email protected] dan ke kerabatnya yang lain dengan judul "Penipuan RS Omni Internasional Alam Sutra". Emailnya menyebar ke beberapa milis dan forum online. 30 Agustus 2008 Prita mengirimkan isi emailnya ke Surat Pembaca Detik.com. 5 September 2008 RS Omni mengajukan gugatan pidana ke Direktorat Reserse Kriminal Khusus. 22 September 2008 Pihak RS Omni International mengirimkan email klarifikasi ke seluruh costumernya. 8 September 2008 Kuasa Hukum RS Omni Internasional menayangkan iklan berisi bantahan atas isi email Prita yang dimuat di harian Kompas dan Media Indonesia. 24 September 2008 Gugatan perdata masuk. 11 Mei 2009 Pengadilan Negeri Tangerang memenangkan Gugatan Perdata RS Omni. Prita terbukti melakukan perbuatan hukum yang merugikan RS Omni. Prita divonis membayar kerugian materil sebesar 161 juta sebagai pengganti uang klarifikasi di koran nasional dan 100 juta untuk kerugian imateril. Prita langsung mengajukan banding. 13 Mei 2009 Mulai ditahan di Lapas Wanita Tangerang terkait kasus pidana yang juga dilaporkan oleh RS Omni. 2 Juni 2009 Penahanan Prita diperpanjang hingga 23 Juni 2009. Informasi itu diterima keluarga Prita dari Kepala Lapas Wanita Tangerang. 3 Juni 2009 Megawati dan JK mengunjungi Prita di Lapas. Komisi III DPR RI meminta MA membatalkan tuntutan hukum atas Prita. Prita dibebaskan dan bisa berkumpul kembali dengan keluarganya. Statusnya diubah menjadi tahanan kota. 4 Juni 2009 Sidang pertama kasus pidana yang menimpa Prita mulai disidangkan di PN Tangerang. Isi bantahan yang dimuat di harian kompas dan media Indonesia : Pengumuman & Bantahan kami, Risma Situmorang, Heribertus& Partners, Advokat dan Konsultan HKI, berkantor di Jalan Antara No. 45A Pasar Baru, Jakarta Pusat. Dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama Omni International Hospital Alam Sutera, Dr. Hengky Gosal, SpPD dan Dr. Grace Hilza Yarlen N. Sehubungan dengan adanya surat elektronik (e-mail) terbuka dari saudari Prita Mulyasari beralamat di Villa Melati Mas Residence Blok C 3/13 Serpong Tangerang

(mail

from:

[email protected])

kepada

customer_care

@banksinarmas.com, dan telah disebar-luaskan ke berbagai alamat email lainnya, dengan judul ‘Penipuan Omni International Hospital Alam SuteraTangerang’. Dengan ini kami mengumumkan dan memberitahukan kepada khalayak umum/masyarakat dan pihak ketiga, ‘Bantahan kami’ atas surat terbuka tersebut sebagai berikut : 1. Bahwa isisuratelektronik (E-

mail) terbuka tersebut tidak benar serta tidak sesuai dengan fakta yang sebenarnya terjadi (tidak ada penyimpangan dalam SOP dan etik), sehingga isi surat tersebut telah menyesatkan kepada para pembaca khususnya pasien, dokter, relasi Omni Hospital International Alam Sutera, Relasi Dr. Hengky Gosal, SpPD, dan Relasi Dr. Grace Hilza Yarlen. N, serta masyarakat luas baik di dalam maupun di luar negeri. 2. Bahwa tindakan saudari Prita Mulyasari yang tidak bertanggung jawab tersebut telah mencemarkan nama baik Omni International Hospital Alam Sutera, Dr. Hengky Gosal, SpPD, dan Relasi Dr. Grace Hilza Yarlen. N, serta menimbulkan kerugian baik materil maupun immateril bagi klien kami. 3. Bahwa atas tuduhan yang tidak bertanggung jawab dan tidak berdasar hukumtersebut. Klien kami saat ini akan melakukan upaya hukum terhadap saudari Prita Mulyasari baik secara hukum pidana maupun secara perdata. Demikian Pengumuman & Bantahan ini disampaikan kepada khalayak ramai untuk tidak terkecoh dan tidak terpengaruh dengan berita yang tidak berdasar fakta/tidak benar dan berisi kebohongan tersebut. Jakarta, 8 September 2008. Kuasa Hukum Omni International Hospital Alam Sutera, Dr. Hengky Gosal, SpPD, dan Relasi Dr. Grace Hilza Yarlen. N, Risma Situmorang, Heribertus& Partners. Ttd. Ttd. Dra. Risma Situmorang, S.H., M.H. Heribertus S. Hartojo, S.H., M.H. Advokat & Konsultan HKI. Advokat. Ttd. Ttd. Moh. Bastian, S.H. Christine Souisa, S.H. Advokat. Penanggulangan konflik yang digunakan dengan strategi penanggulangan Berprinsip yaitu kedua belah pihak saling mengotot dan saling mengajukan bukti. RS Omni tidak terima dengan email yang dimuat oleh prita, kemudian dilaporkan kepada pihak yang berwajib. Kedua belah pihak saling berdebat dan menganggap dirinya benar. Konflik ini tidak ada penyelesaian antara kedua belah pihak. Sehingga konflik ini berujung di pengadilan dan diselesaikan oleh pengadilan.

5. Win – Win Siloam Tolak Damai, Ini Strategi Pasien Terduga Malpraktek

TEMPO.CO, Tangerang - Keluarga Dasril Ramadhan, 15 tahun, pasien yang diduga menjadi korban malpraktek Rumah Sakit Siloam Karawaci telah menyiapkan strategi baru menyusul terancam gagalnya kesepakatan damai diluar pengadilan dengan rumah sakit tersebut. "Upaya apapun akan kami lakukan untuk mendapatkan keadilan bagi Dasril," ujar kuasa hukum keluarga Dasril Ramadhan, Harapan Jaya Siahaan, Ahad, 5 April 2015. Siahaan belum mau membuka strategi apa saja yang dipersiapkan dalam menghadapi perkara yang telah bergulir di persidangan di Pengadilan Negeri Tangerang selama 10 bulan terakhir ini. "Kami lebih fokus menghadapi persidangan lanjutan perkara ini, karena sulitnya mencapai kesepakatan damai," katanya. Siahaan mengakui RS Siloam keberatan dengan poin penggantian biaya pengobatan yang diajukan keluarga Dasril dalam draf kesepakatan damai yang diajukan. Ia menilai RS Siloam terlalu kaku dalam menelaah bahasa ganti rugi yang mereka sampaikan. "Itu kan hanya makna dari bahasa saja, ganti biaya atau ganti rugi kan bisa disederhanakan dengan kata sumbangan atau apalah. RS Siloam semestinya bisa lebih fleksibel jika memang niatnya mau berdamai," ujar Siahaan. Siahaan pun meragukan itikad baik RS Siloam yang ingin menyelesaikan masalah ini dengan jalan damai. Sebab, kata dia, sejak draf kesepakatan damai diajukan tiga pekan lalu, RS Siloam sama sekali belum memberikan tanggapan baik secara lisan maupun tertulis. "Mengajak kami berunding pun tidak pernah," katanya. Sebelumnya, Rumah Sakit Siloam Karawaci Tangerang mengisyaratkan menolak draf kesepakatan damai di luar pengadilan yang diajukan keluarga Dasril. Menurut kuasa hukum RS Siloam, Yully Mulyana, poin ganti rugi biaya pengobatan yang dilakukan dan

biaya pengobatan yang akan dilakukan memberatkan untuk disetujui."Kami jadi berpikir dan mempertimbangkan kembali mediasi damai ini, karena kalau berbicara soal ganti rugi, motif mereka mau berdamai atau mau mencari uang?" ujar Yully. Yully menegaskan RS Siloam akan menutup diri dari rencana mediasi ini jika tuntutan pergantian materi berupa uang masih dimasukkan dalam draf kesepakatan damai. “Kami memilih perkara ini dilanjutkan dan menolak pencabutan perkara ini," katanya. Achmad Haris, ayah Dasril Ramadhan, mengugat Rumah Sakit Siloam sebesar Rp 500 miliar karena kecewa dengan layanan rumah sakit itu. Anak sulungnya, Dasril Ramadhan yang duduk di kelas I SMA, mengalami pembusukan pada kaki kanannya setelah menjalani perawatan dan mendapatkan tindakan medis dari dokter di rumah sakit tersebut. Kasus ini berawal sejak akhir Mei 2014 lalu ketika Ramadhan dilarikan ke rumah sakit itu setelah mengalami kecelakaan lalu lintas. Setelah menjalani operasi dan dirawat 9 hari di RS Siloam, kondisi Ramadhan tidak kunjung membaik. Setelah 10 bulan menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Tangerang, keduabelah pihak sepakat untuk melakukan perundingan damai di luar pengadilan. Perundingan pertama gagal. Saat ini proses kesepakatan damai tahap kedua pun berjalan alot. Penanggulangan konflik yang digunakan dengan strategi penanggulangan Win-Win Solution yaitu tidak ada kesepakatan. Konflik yang terjadi antara keluarga Dasril dengan RS Siloam Karawaci seharusnya sudah dapat terselesaikan dengan kompromi dan pemberian biaya ganti rugi. Tetapi RS Siloam Karawaci yang awalnya mau menerima kesepakatan kompromi malah tidak ada perbuatan lanjutan yang seharusnya dilakukan. Oleh karena itu, konflik ini masih berjalan di pengadilan dan belum ada tindak lanjut untuk penyelesaian konflik tersebut.

6. Mediasi Kasus Meninggalnya Pasien, Rumah Sakit Islam Klaten Lakukan Mediasi

Radio Republik Indonesia, Hukum dan Kriminal 18.32, 25 Januari 2016. KBRN, Yogyakarta: Rumah Sakit Islam (Klaten) melakukan mediasi antara komite medis dengan keluarga pasien yang meninggal di rumah sakit, Senin (25/01/2015). Pertemuan internal dilakukan atas tuntutan orang tua pasien yang merasakan ada ketidak wajaran atas meninggalnya Namera Altynia di Rumah Sakit Islam Klaten pada 21 Oktober 2015 lalu. Ryan Bramasto, orang tua korban mengatakan, selama menjalani pemeriksaan di RSI Klaten, anaknya ditangani beberapa dokter dengan hasil pemeriksaan yang berbeda mulai dari deteksi sariawan, tifus hingga demam berdarah. “Namun setelah dilakukan pengecekan dengan mengambil darah korban akhirnya terdeteksi beberapa penyakit tersebut negatif tidak terbukti,”ungkapnya. Dikatakan, beberapa jam sebelum meninggal dokter sempat memeriksa dan memeberikan tiga jenis obat oral. Belum lima menit setelah korban meminum obat tersebut akhirnya muncul bentol – bentol merah pada bagian kai dan tenggorokan bengkak yang akhirnya pasien meninggal dunia. Sementara itu, Direktur RSI Klaten, Dokter Suswanto mengatakan, kasus meninggalnya pasien Namera sudah ditangani sesuai dengan prosedur selama menjalani perawatan di RSI Klaten. “Sudah kami tangani secara prosedural dan tida terjadi malpraktek atas kasus tersebut”, tegasnya.

Mediasi ini merupakan yang kedua kalinya setelah sebelumnya pihak keluarga meminta penjelasan tentang penyakit yang dialami anaknya hingga meninggal tersebut. (Yon Mujiyono)

Referensi http://elearning.mmr.umy.ac.id/mod/forum/discuss.php?d=331 http://www.kompasiana.com/iskandarjet/kronologi-kasus-prita mulyasari_ 54fd5ee9a 333 11021750fb34 https://metro.tempo.co/read/news/2015/04/05/083655408/siloam-tolak-damai-ini-strategipasien-terduga-malpraktek http://bangka.tribunnews.com/2016/08/15/cuping-hidung-pasien-meninggal-tiba-tiba-hilangdi-rumah-sakit-begini-akhir-kasusnya?page=all http://rri.co.id>berita>hukum_-_kriminal http://sumbersatu.com

Related Documents

Tugas
October 2019 88
Tugas
October 2019 74
Tugas
June 2020 46
Tugas
May 2020 48

More Documents from ""