Morfologi Secara umum Trypanosomidae mempunyai 4 bentuk / morfologi yang berbeda, yaitu: 1. Bentuk Amastigot (Leismanial form) Bentuk bulat atau lonjong, mempunyai satu inti dan satu kinetoplas serta tidak mempunyai flagela. Bersifat intraseluler. Besarnya 2-3 mikron. 2. Bentuk Promastigot (Leptomonas form) Bentuk memanjang mempunyai satu inti di tengah dan satu flagela panjang yang keluar dari bagian anterior tubuh tempat terletaknya kinetoplas, belum mempunyai membran bergelombang, ukurannya 15 mikron. 3. Bentuk Epimastigot (Critidial form) Bentuknya memanjang dengan kinetoplas di depan inti yang letaknya di tengah mempunyai membran bergelombang pendek yang menghubungkan flagela dengan tubuh parasit, ukurannya 15-25 mikron. 4. Bentuk Tripomastigot (Trypanosome form) Bentuk memanjang dan melengkung langsing, inti di tengah, kinetoplas dekat ujung posterior, flagela membentuk dua sampai empat kurva membran bergelombang, ukurannya 20-30 mikron Pada penderita Trypanosomiasis gambia (juga pada hewan vertebrata yang terinfeksi) umumnya ditemukan bentuk Trypomastigot. Trypomastigot ini memiliki bentuk mirip bulan sabit dengan ukuran panjang 15-35 mikron dan lebar 1,5 – 3,5 mikron. Didalamnya terdapat organella antara lain : 1. Inti besar berbentuk lonjong, terletak di tengah dan berfungsi untuk menyediakan makanan. Disebut juga Troponukleus. 2. Kinetoplas, berbentuk bulat atau batang. Ukuran lebih kecil dari inti dan terletak di depan atau di belakang inti. Kinetoplas terdiri dari 2 bagian yaitu benda parabasal dan blefaroplas. 3. Flagela merupakan cambuk halus yang keluar dari blefaroplas dan berfungsi untuk bergerak. 4. Undulating membrane (membran bergelombang), adalah selaput yang terjadi karena flagela melingkari badan parasit, sehingga terbentuk kurva-kurva. Terdapat 3-4 gelombang membran Pada stadium akhir, di dalam darah penderita, Trypomastigot memiliki beberapa bentuk yang berbeda, yaitu : •
Bentuk panjang dan langsing, memiliki flagela
•
Bentuk pendek dan lebih gemuk, sebagian tidak berflagela
•
Bentuk intermediet dengan inti terkadang ditemukan di posterior.
Karena bentuknya yang bervariasi, trypomastigot ini disebut Pleomorphic trypanosoma.
Dalam tahap perkembangannya di dalam vektor, Trypanosoma gambiense tidak memiliki bentuk Amastigot dan Promastigot.
Siklus Hidup
Lalat Tsetse mengambil darah untuk makan Menginjeksikan bentuk metacyclic trypanosomastigotes masuk ke aliran darah sehingga membawanya ke bagian lain dari tubuhTrypomastigotes menggandakan diri dengan pembelahan binner di banyak cairan tubuh seperti darah, cairan limfa dan spinal Trypomastigotes di sel darah Lalat tsetse meminum darah dari orang yang terinfeksi dan membawa bentuk trypomastigotes trypomastigotes berubah menjadi procyclic trypomastigotes di dalam usus lalat tsetse Procyclic trypomastigotes meninggalkan usus dan berubah menjadi epimastigotes epimastigotes menggandakan diri kelenjar ludah lalat tsetse dan berubah menjadi metacyclic trypanosomastigotes
Trypomastigotes berkembang diLalat Tsetse yang menggigit manusia yang terinfeksi dan trypomastigotes termakan oleh lalat trypomastigotes berkembang di usus lalat
menjadi
epomastigotes epimastigotes berpindah ke kelenjar ludah lalat dan menjadi metacyclic trypomastigotes lalat yang membawa metacyclic trypomastigotes menggigit manusia dan menginjeksikannya lewat air liur trypomastigotes masuk aliran darah ada yang menuju choroid plexus otak yang berwujud amastigotes. Parasit ini sangat menyukai cairan otak sehingga sangat berpengaruh menyebabkan kerusakan pusat yang lebih parah daripada trypanosoma gambiense
Diagnosis Diagnosis penyakit ini dilakukan dengan pemeriksaan darah atau cairan tubuh lain secara laboratoris. Uji parasit, uji serologi dan uji molekuler merupakan teknik pengujian yang digunakan untuk diagnosis konfirmatif di laboratorium. Uji parasit diantaranya pemeriksaan haematologi (mikroskopik), microhematocrit centrifugation technique (MHCT) dan mouse inoculation test (MIT). Uji serologi dapat dilakukan dengan metode card agglutination test for trypanosomes (CATT) dan enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA), sedangkan uji molekuler menggunakan polymerase chain reaction (PCR). Pemeriksaan haematologi dengan teknik ulas darah tipis terkadang mengalami hambatan karena agen T. evansi hanya dapat dideteksi pada saat terjadi parasitemia yang tinggi. Sedangkan pada kasus infeksi yang berjalan kronis, diperlukan pemeriksaan ulas darah tebal, MHCT dan MIT. Untuk kepentingan diagnostik terhadap trypanosomiasis, pengujian dengan teknik CATT memiliki sensitifitas lebih tinggi dibandingkan teknik MIT dan MHCT. Disamping itu, teknik CATT dapat digunakan untuk melakukan uji tapis (screening test) dan kemudian dapat dilanjutkan dengan uji PCR untuk konfirmasi agen T. evansi.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menegakkan diagnosa adalah : 3,4,7,8 1. Mengetahui riwayat tempat tinggal dan riwayat bepergian ke daerah endemik. 2. Menemukan tanda dan gejala klinis :
Demam yang bersifat periodik
Dijumpai reaksi inflamasi lokal (primary chancre) pada tempat inokulasi, rash
pada
kulit,
lympadenopati
pada
bagian
cervical
posterior
(Winterbotton’s sign)
Gangguan neurologis, terutama pola tidur (diurnal somnolence, nocturnal insomnia),
gangguan
status
mental,
gangguan
keseimbangan
otak
kecil,
gangguan ekstrapiramidal. 3. Menemukan parasit pada pemeriksaan :
Darah tepi dengan pewarnaan.
Biopsi aspirasi pada ‘primary chancre’
Cairan cerebrospinal
4. Pemeriksaan Serologi
ELISA
Immunofluorescent indirek
Prognosa menjadi baik bila segera dilakukan pengobatan sebelum mengenai susunan saraf
pusat.
Bila
parasit
sampai
ke
dalam
susunan
saraf
pusat
,
penyakit
dapat
berkembang dan menjadi kronis atau bahkan mematikan. Pengobatan Pengobatan dapat bervariasi dan biasanya berhasil bila dimulai pada permulaan penyakit. Bila susunan saraf pusat telah terlibat, biasanya pengobatan kurang baik hasilnya. Obat-obat yang sering digunakan antara lain : 1. Eflornithine dengan dosis 400 mg/kg/hari IM atau IV dalam 4 dosis bagi, selama 14 hari dan dilanjutkan dengan pemberian oral 300 mg/kg/hari sampai 30 hari. 2. Suramin dengan dosis 1 gr IV pada hari ke 1,3,7,14,21 dimulai dengan 200 mg untuk test secara IV. Dosis diharapkan memcapai 10 gram. Obat ini tidak menembus blood-brain barrier dan bersifat toksis pada ginjal. 3. Pentamadine, dengan dosis 4 mg/kg/hari/hari IM selama 10 hari. 4. Melarsoprol,
dengan
dosis
20
mg/kg
IV
dengan
pemberian
pada
hari
ke
1,2,3,10,11,12,19,20,21 dan dosis perharinya tidak lebih dari 180 mg. Enchephalopati dapat muncul sebagai efek pemberian obat ini . Hai ini terjadi oleh karena efek langsung dari arsenical (kandungan dari melarsoprol) dan juga oleh karena reaksi penghancuran dari
Trypanosma (reactive enchepalopathy). Bila efek tersebut muncul, pengobatan harus dihentikan. Eflornithine, Suramin dan Pentamine digunakan pada pasien pada fase awal dan penyebaran. Sementara Melarsoprol dapat digunakan pada ketiga fase tersebut.
Pencegahan Pencegahan penyakit ini meliputi : 1. mengurangi sumber infeksi 2. melindungi manusia terhadap infeksi 3. mengendalikan vektor Pengurangan sumber infeksi dapat dilakukan dengan cara melakukan pengobatan secara tuntas pada penderita, bahkan memusnahkan hewan vertebrata yang terinfeksi . Kontak terhadap vektor dapat dihindari dengan menjauhi habitat vektor, memakai pelindung
kepala
dan
tubuh,
menggunakan
kelambu
serta
memakai
reppellent.
Dan
oleh karena bahayanya penyakit ini, beberapa ahli menyarankan untuk dilakukan skrining serologi pada semua orang yang beresiko dan yang berasal/keluar dari daerah endemik. Pengendalian
vektor
dapat
dilakukan
dengan
mengurangi
tempat
hidup
dan
perindukan vektor. Pengendalian juga dapat dilakukan dengan menggunakan insektisida untuk mengurangi jumlah lalat dewasa. Profilaksis secara umum tidaklah direkomendasikan oleh para ahli dan sampai saat ini belum ditemukan vaksin bagi penyakit ini.
Kesimpulan Trypanosomiasis Trypanosoma
gambia
gambiense.Lalat
menularkannya
dari
adalah tsetse
manusia-manusia
suatu
bertindak atau
penyakit
infeksi
yang
sebagai
vektor
pembawa
parasit
dan
vertebrata-manusia.
Parasit
ini
hewan
disebabkan
oleh
bersifat ekstraselluler (hidup diluar sel penderita/host). Gejala dan tanda klinis yang muncul antara lain
:
reaksi
inflamasi
lokal
(prymary
chancre),
Winterbotton’s
sign,
demam, nyeri otot dan persendian, rash pada kulit, bahkan gejala-gejala yang timbul akibat gangguan sistem susunan saraf pusat. Prognosa penyakit ini umumnya baik, terutama bila cepat ditangani dan juga belum menyebar ke dalam susunan saraf pusat. Pencegahan dapat dilakukan dengan cara menghindari vektor (cegah kontak vektor) dan pengendalian vektor.
DAFTAR PUSTAKA
Faust, E, Russell, P, Clinical Parasitology, 7th ed, Philadelphia, 1964 : 133-143. Brown, H, Dasar Parasitologi Klinis, Ed 3, Jakarta, 1964 : 78-86 ; 441-444
Zaman,
V,
Keong,
L,A,
Handbook
of
Medical
Parasitology,
3rd
ed,
Singapore,
1995: 45-48. E,
Chan,
Trypanosomiasis
dan
Leismaniasis,
Dept
of
Parasitology
&
Med
Entomol/Faculty of Medicine – UKM Napitupulu,
T,
Protozoologi
Kedokteran,
Bagian
Parasitologi
FK
USU,
Diktat
Kuliah: 21-24. Prasetyo,
H,
Protozoologi
Kedokteran,
Ed
1,
Airlangga
University
Press,
1997
:
35-38 Salfelder,K, Protozoan Infectios in Man, English Ed, Stuttgart, 1988 : 43-47. Wilson,W,
Sande,
M,
Diagnosis
and
United State of America, 2001 : 849-852.
Treatment
in
Infectious
Diseases,
Current,