TNI : Geregetan, Tapi Harus Sabar Kamis, 4 Juni 2009 | 15:18 WIB JAKARTA – Mabes TNI AL mengaku tidak bisa menindak keras ulah kapal perang Malaysia yang memasuki wilayah perairan Ambalat. TNI hanya bisa menghalau dan mengusir mereka dari wilayah kedaulatan NKRI. Kepala Pusat Penerangan Marsekal Muda TNI Sagom Tamboen mengatakan, TNI masih menunggu hasil perundingan antara Deplu RI dengan Deplu Malaysia. ’’Hati kecil kami sebenarnya geregetan melihat situasi saat ini (diledek kapal militer Malaysia), tapi kami hanya bisa menghalau saja,’’ kata Sagom daalam pertemuan dengan wartawan di Halim Perdana Kusuma, Jakarta, Rabu (3/6) malam. ’’Kami hanya bisa mengimbau prajurit kami di Ambalat untuk tidak terprovokasi oleh kapal Malaysia yang masuk ke Indonesia, bersabar sajalah sampai proses diplomatik selesai,’’ jelas Sagom. KSAL Laksamana Tedjo Edhy Purdjianto minta Deplu segera mengeluarkan surat teguran kepada Malaysia atas pelanggaran perbatasan wilayah yang beberapa kali dilakukan Tentara Laut Diraja Malaysia. Informasi dari Deplu, Juli 2009 baru bisa dilakukan pertemuan dua negara untuk membahas masalah Ambalat. Menhan Malaysia Ahmad Zahid Hamidi lebih gencar mengklaim wilayah Ambalat sebagai bagian dari Malaysia. Sejak sengketa Ambalat pecah pada 2007 hingga April 2009, Menhan Malaysia telah melayangkan 13 surat protes melalui Kementerian Luar Negeri Malaysia dan KBRI Kuala Lumpur mengenai pelanggaran yang dilakukan TNI AL di perairan Malaysia. Sementara ini, beberapa satuan TNI telah disiagakan untuk melakukan pertempuran untuk mempertahankan Ambalat. Satuan Tugas Ambalat IX Marinir di Sebatik meningkatkan latihan militer. ”Latihan kami sudah fokus pada perang di perairan Ambalat,” kata Letnan Dua Marinir Denny Aprianto, Komandan Pleton Taifib (pasukan elite marinir) di Sebatik, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur. ’’Seluruh pasukan telah siap berperang, tinggal menunggu perintah dari atasan,” tambahnya. Satuan Tugas Ambalat IX Marinir di Sebatik di bawah komando Yonif 3 Marinir Surabaya menyiagakan 130 personel, termasuk pasukan satu tim Taifib sebanyak tujuh orang. Pasukan ini telah menerima perintah untuk meningkatkan kewaspadaan menghadapi perang. Peralatan perang sudah dibawa oleh peleton Taifib Marinir mendekati posisi strategis, di antaranya sniper jenis NPW 20 milimeter dan sniper SPR 7,62 milimeter, alat tempur penghancur bangunan serta pos penjagaan sebanyak 10 unit. ”Intinya kami tak ingin Indonesia diremehkan oleh Malaysia,” kata Danny Aprianto.
Komandan Lanud Supadio Pontianak, Kolonel (Pnb) Yadi Indrayadi menyatakan, skadron tempur Elang Khatulistiwa siap membantu menjaga wilayah RI di kawasan Ambalat, Kalimantan Timur. "Sewaktu-waktu diminta, skadron siap terbang ke Ambalat," kata Yadi Indrayadi saat dihubungi, Rabu. Skadron Elang Khatulistiwa didukung oleh pesawat tempur Hawk jenis 100/200. Untuk menuju Ambalat dari Supadio hanya perlu waktu 80 menit. Secara umum, kata Yadi, situasi Ambalat masih damai. "Presiden belum menyatakan darurat militer," kata Yadi Indrayadi. KSAL Laksamana Tedjo Edhy Purdjianto kepada wartawan menjelaskan, belum merasa perlu menambah kapal perang di Ambalat. KSAL memastikan armada tempur yang disiagakan sudah memadai untuk menghalau kapal-kapal Malaysia. "Sekarang enam KRI dan tiga pesawat udara yang melaksanakan patroli sepanjang tahun di Ambalat," kata Tedjo di Kantor Kepresidenan. Menurut catatan, sejak 2007 hingga kini, pihak Malaysia telah melakukan pelanggaran batas laut di perairan Ambalat sebanyak 110 pelanggaran dengan melewati batas maritim Indonesia. "Pelanggaran yang dilakukan oleh Malaysia pada tahun 2007 sebanyak 76 kali pelanggaran, tahun 2008 ada 23 kali pelanggaran, untuk tahun ini sudah 11 kali pelanggaran," kata KSAL. Meski pihaknya telah berhasil menghalau kapal-kapal Malaysia, KSAL meminta Deplu segera mengirimkan nota diplomatik kepada pihak Malaysia sebagai bentuk protes atas masuknya kapal-kapal Malaysia di perairan Indonesia. "Saya akan mengirimkan laporan ke Panglima TNI dan tembusan ke Menlu. Kami tidak bisa langsung, harus melalui Panglima TNI," ujarnya.. Sementara provokasi Malaysia terus berlanjut. Selasa (2/6) pukul 14.00 Wita kapal perang Malaysia KD Baung-3509 masuk perairan Ambalat, wilayah Indonesia, sejauh 2 mil laut. Kapal ini berlayar dari arah barat menuju ke timur, lalu masuk ke blok Ambalat. KRI Suluh Pari dan pesawat Nomad milik TNI AL yang terbang dari Pangkalan TNI AL di Tarakan langsung menghalau kapal itu. ”Hanya dalam hitungan menit, Daung-3509 berhasil dihalau KRI Suluh Pari dan pesawat Nomad,” kata Kepala Dinas Penerangan Armada Timur TNI AL, Letkol Laut Toni Syaiful. Menko Polhukkam Widodo AS telah melaporkan permasalahan Pulau Ambalat kepada presiden dalam rapat terbatas kabinet yang dipimpin presiden di Kantor Kepresidenan siang kemarin. Presiden SBY memerintahkan seluruh jajaran yang terkait, harus tetap berorientasi terhadap kebijakan dasar. ’’Kehadiran di laut dari unsur-unsur TNI dalam hal ini TNI AL, terus dipertahankan dan semua respon yang dilakukan terhadap semua interaksi di lapangan dilakukan secara
profesional dan mengikuti rule of engagement. Deplu juga diharapkan secara aktif mempercepat proses perundingan," kata Widodo. Pada 9 Juni 2009 lusa panglima ATM (Angkatan Tentera Malaysia) akan datang ke Jakarta untuk bertemu Panglima TNI dalam pertemuan GBC (General Border Committee) ke-14 juga akan berlangsung Juli 2009 di Kuala Lumpur," kata Menko Polhukkam Widodo AS. ’’Sejak 2005, tim perunding dan pakar maritim antara Indonesia-Malaysia telah bertemu sejak 2005. Sudah ada 13 pertemuan antara Maret 2005 hingga Agustus 2008,’’ kata Menhan Malaysia Zahid di Kuala Lumpur. Namun ketika ditanya, apakah ada komunikasi selama ketegangan kasus lautan Ambalat, Panglima Angkatan Tentara Malaysia Jend Abdul Aziz mengakui memang tidak ada komunikasi atau percakapan via telefon antarpara perwira tinggi antara IndonesiaMalaysia sepanjang isu ini mencuat belakangan ini. Zahid mengatakan, minggu lalu bertemu dengan Menhan Indonesia Juwono di Singapura, tapi tidak menyinggung masalah Ambalat yang ramai di media massa Indonesia