The True Power of Water? Sekali-kali tidak ada yang meragukan kekuatan air. Sekuat deburan ombak. Sederas hujan atau sedahsyat banjir bandang dan tsunami. Ketika gravitasi bumi menguat, tarikan air bahkan tak kuasa untuk dilawan. Tsunami membawa pelajaran berharga tentang air. Tentang kekuatannya yang mampu menghempaskan kapal besar minggat dari tempatnya. Tercabut dari sauh, terdampar ke darat. Secara teoritis dan empiris, air telah membuktikan kekuatannya. Di Jepang, Masaru Emoto (www.masaru-emoto.net) yang kemudian dikenal sebagai ilmuan terapi air putih memperkenalkan temuannya tentang kristal air. Temuan saudara kita dari Jepang ini cukup sederhana. Kata Emoto, jika diucapkan kata-kata "b-0-d-0-h" ke permukaan air wujud kristalnya tidak beraturan dan kacau. Sebaliknya, jika disebutkan kata-kata "c-i-n-t-a" di permukaan air, maka ketika dibekukan akan membentuk kristal-kristal air yang indah. Lebih dahsyatnya, kristal-kristal air itu bisa menjadi semacam penawar jika dibarengi dengan musik dan doa-doa. Tetapi, temuan alumnus Yokohama Municipal University ini dinilai kontroversial oleh wikipedia (http://en.wikipedia.org/wiki/Masaru_Emoto). Bahkan temuan Emoto juga dituding sebagai ilmu pengetahuan yang palsu (pseudoscience). Saya sendiri menolak jika temuan itu dicap sebuah kepalsuan. Kendati berada di luar nalar otak manusia modern yang cenderung menggunakan logika Cartesian, saya justru melihat temuan hikmah yang tersingkap. "Ijtihad" Emoto hanyalah sebagai perantara. Sebab, secara empiris sudah bertahun-tahun lamanya pengobatan dengan metode merajah air putih dengan zikir dan doa-doa mustajab dipraktikkan di kalangan masyarakat Aceh maupun daerah Islam nusantara lainnya. Di Abad 21, saya sendiri juga masih mengenyam pola pengobatan rajah air putih. Secara logis, memang tidak masuk akal. Menjadi tanda tanya, benarkah air putih dihembus doa-doa bisa menjadi obat? Obat macam apa pula itu? Temuan Emoto yang menyebutkan adanya formasi air yang berubah menjadi indah ketika disebutkan kata-kata positif, menunjukkan bagaiman air bereaksi terhadap kata-kata itu. Saya tidak bisa memungkiri temuan itu. Kendati secara ilmiah masih diperdebatkan, tetapi spiritualitas temuan itu cukup mengena. Saya pernah membaca hadis Rasulullah SAW yang intinya menyatakan sebaik-baik makanan adalah Madu dan sebaik-baik minuman adalah Air putih. Dan praktik merajah air yang telah menjadi tradisi pengobatan di kalangan teungku-teungku tabib di Aceh juga menjadi sandaran saya untuk membenarkan temuan itu. Saya pernah mengingatkan seorang teman untuk berhati-hati dengan air. Pasalnya, ia sering memesan Tee Siteungoh Pungo. Maksudnya dia hendak minta Teh Setengah Panas dalam nada bergurau. Sebab, ucapan buruk yang keluar dari lisan kita bisa diikuti berdampak negative
terhadap air yang bakal kita minum. Bukan tidak mungkin hal ini juga berpengaruh pada udara dan makanan kita. Bukan tidak mungkin, setiap ucapan kotor kita bakal merusak formasi udara yang melintas dihadapan kita dan berakibat buruk pada lingkungan kita. Seperti halnya percakapan buruk kita di meja makan. Di hadapan penganan yang hendak disantap. Sekali-kali bukan tidak mungkin itu terjadi. Ya, itu adalah hikmah yang tersingkap. Ada qadar kekuatan yang diberikan Allah kepada Air. Sehingga ia bukan hanya sekedar pelepas dahaga tetapi juga berguna bagi kesehatan. Hanya, menurut saya, Emoto tidak melanjutkan “itjtihad”-nya menyusuri lorong-lorong spiritual menuju ultimate reality, untuk menemukan kekuatan sejati dibalik kekuatan air, The True Power of Allah Subahanahu Wata’ala. (ferdi nazirun sijabat) sumber : www.fnsijabat.wordpress.com