The Meaning Of Love - Cerpen Remaja THE MEANING OF LOVE Karya Grace Nandalena Braakkk!!!! Aku memukul meja karena kesal. Berbekal muka kusut dan bibir cemberut berhasil membuat mama
berdecak
melihatku.
“kenapa kok mukanya kaya di tekuk gitu?” Tanya mama dengan lembut. Ku balas dengan masuk ke kamar tanpa menghiraukan pertanyaan mama. Mama hanya menggelengkan kepalanya. Mungkin heran dengan tingkah laku anak pertamanya ini yang pulang dari sekolah membawa suasana
badmood.
“uuh! Kenapa sih harus kaya gini ceritanya!! Aku selalu dapat masalah setiap aku menginginkan sesuatu.
Termasuk
menyukainya!!!
Argh!”
gurutuku
kesal.
Aku mungkin salah satu dari sekian banyak orang yang mempunyai nasib sial. Ya, setiap ada yang perhatian ke aku, aku selalu membiarkannya sampai 1 minggu, jika tetap perhatian, kesimpulan
sememtaraku
adalah
dia
suka
kepadaku.
Setidaknya
simpatik
padaku.
Tetapi, setelah 1 bulan ku rasa perhatiannya semakin sering menimpaku. Yang di status facebook sering kaya bales-balesan, sering sindir-sindiran, dsb. Jadi, statusku sama si-doi nyambung kalo digabungin. Jelas dan ketara banget.
Tapi aku gak GR dulu. Dan selama 3 bulan begitu mulu. Lama-lama hatiku ke bawa juga. Yang semulanya
gak
suka
dan
nganggep
temen
biasa,
eh,
malah
suka.
Dan yang lebih parahnya lagi, ternyata temen yang sering curhat sama aku juga suka sama sidoi.
Gila!!!
*Aku harus gimana ni?* kata yang selalu ku ucapkan ketika temenku akan mengawali curhatannya.
Padahal, temen yang suka sama si-doi gak cuma satu. Dan kebanyakan yang curhat sama aku. Ya
Tuhan,
kenapa
engkau
memberi
hamba
cobaan
berat
seperti
ini.
Aku meletakkan tasku dan membuang badanku ke kasur untuk merebahan diri sembari berfikir. *Kenapa
aku
dulu
terjebak
Tok
di
hatinya!!*
batinku.
tok
tok
“masuk” ujarku. Krreeeekk! “sayang, makan dulu yuk! Kamu belum makan siang, mama sudah siapin
makaman
kesukaan
kamu”
ajak
mama
dengan
nada
lembut.
“nggak ah ma” meniarapkan tubuhku di kasur dan menyembunyikan kepalaku di bawah bantal. “aku
ngantuk!
Aku
tidur
dulu
ya
ma…”
“ya sudah, jangan lupa pakai selimutnya” saran mama. Aku hanya mangut-mangut membalasnya. Aku tak mau tidur. Aku sebenarnya tak bisa tidur. Aku tak bisa melupakan dia. Aku hanya beralasan kepada mama seperti itu karena aku tak ingin melakukan apapun kecuali satu. Berfikir. Tar!
Jedyaaaaarrrrrr!!
Suara halilintar membangunkan lamunanku. Aku terkejut dan menutup telingaku. Aku ambil selimutku
dan
ku
tutupi
seluruh
badanku
dengan
selimut.
Tapi setelah aku sadar. Aku bangun dari tempat tidurku. Mangambil baju baby doll-ku dan bergegas menuju ke kamar mandi. Hujan tidak menaklukkan-ku untuk tidak segera mandi. “Sudah bangun sayang? Kok cepet bangun? Biasanya lama kalau tidur?” ujar mama ketika melihatku keluar dari kamar. “aku nggak bisa tidur ma. Panas!” jawabku sambil berlalu. Mungkin sebagian anak menganggapku kurang ajar dan durhaka kepada orang tua karna tidak menjawab pertanyaan orang tua dengan sikap yang baik tetapi sambil berjalan begitu saja. Hari ini cuaca begitu panas. Entah kenapa, tiba-tiba aku teringat akan dia. Si-doi pernah duduk berdapingan denganku saat aku menunggu jemputan. Teman si-doi berdiri di sampingnya. Mereka mengobrol layaknya ibu-ibu yang sedang arisan. Topiknya berbeda dan ribet menurutku. Ternyata 3 menit kemudian, jemputanku datang. Ah, senangnya! Aku dapat terbebas darinya. Tapi ternyata, setelah aku naik, si-doi masih tetap memperhatikan aku sampai di ujung jalan. Dan
bodohnya
aku,
aku
juga
memperhatikannya.
Duh!
Aku memukul jidatku sendiri dengan telapak tanganku setelah meletakkan baju di kamar mandi karna
memikirkan
peristiwa
itu.
Ternyata
aku
tak
dapat
melupakannya.
Suara tetesan showerku mengiringi suara derasnya hujan. *ternyata sudah hujan, akhirnya suhu kembali
dingin
lagi*
batinku.
Keluar dari kamar mandi, aku bergegas masuk ke kamar. Melewati mama yang sedang membaca majalah kesukaannya. Tetapi aku berhenti di tengah jalan. Terlintas di benakku untuk mencurahkan
isi
hatiku
kepada
mama.
Aku membalikkan badan dan menghampiri mama. “ada apa? Kok tumben duduk di sebelahnya
mama?”
tanya
mama
terheran-heran.
Aku
diam.
Berfikir mencari dan menyusun kata-kata untuk memberi tahu mama semuanya. “lho? Kenapa diam?”
Tanya
mama
sekali
lagi.
“em, apa jangan-jangan ada masalah di sekolahmu sampai kamu mau cerita sama mama tapi dak berani? Ada apa sayang?” ujar mama sambil menutup majalahnya dan mengalihkan perhatiannya
kepadaku.
“eumm, mah. Mama waktu suka sama papa mulai kapan?” tanyaku perlahan. Mama hanya tersenyum.
Sepertinya
mama
mengerti
mengapa
aku
datang
mendekati
mama.
“anak mama mulai suka sama orang lain ya?” Aku mangut-mangut dengan perlahan. Aku malu mengatakannya
pada
mama.
Tidak
ada
yang
tahu
perasaanku.
“nggak papa kamu suka sama lawan jenis. Itu wajar. Mama memakluminya” Mama seperti meneguhkan hatiku. Aku mulai memberanikan diri bercerita pada mama tentang semuanya. Mama mendengarkannya dan sesekali tersenyum karena senang. Entah apa yang ada di hati mama,
aku
Akhirnya,
aku
selesai
tak
bercerita
pada
mama.
Mama
tahu.
diam
sejenak,
lalu
berkata
“Sayang, menyukai lawan jenis itu wajar. Tetapi jangan kamu terjebak di dalamnya. Banyak orang yang mengenal hal itu hingga mereka terjebak sendiri di dalam lingkaran kelam itu. Sebenarnya cinta itu suci, murni dan penuh kasih sayang. Tapi, cinta bisa jadi bumerang kita untuk
menuju
kematian”
Aku mengerutkan dahi. Kata-kata mama mulai tidak ku mengerti, tetapi sungguh sulit ku ungkapkan.
*kenapa
Sepertinya
mama
bisa tahu
di
ujung
maksud
kematian?*
expresi
tanyaku
yang
tak
dalam berbentuk
hati. ini.
“cinta itu bisa membutakan banyak orang. Sehingga kebanyakan orang tidak mau menggunakan logikanya untuk berfikir tentang cinta. Bila mereka patah hati, mereka bisa melakukan hal yang fatal untuk menyalurkan kekecewaannya. Jangan sampai hal itu terjadi padamu nak” Aku mulai faham. Mama menasehatiku agar aku tak terjebak dalam lubang cinta. “mengagumilah sewajarnya. Jangan berlebihan. Mama tidak melarang kamu. Tapi sebaiknya kamu fikirkan dulu baik-baik bagaimana dengan masa depan kamu” mama munutup nasehatnya dengan
mengelus
Aku
pelan
mulai
rambutku
dan
berfikir
meninggalkanku tentang
sendiri
termenung.
hal
itu.
Dan aku mulai sedikit melupakan dia. Meskipun dia masih ada di hatiku. Aku mendengar kabar bahwa
dia
sedang
menjalin
hubungan
lain
dengan
seorang
gadis.
Aku tak menangis maupun patah hati. Ketika berita burung itu datang dan menyebar, aku tahu suatu
saat
akan
“hehf
“
aku
menjadi
benar
tersenyum
berita
kecil
itu. sambil
Aku
tahu
dari
menghebuskan
awal. nafas.
Aku sudah tahu. Jangan pertahankan cinta ketika cinta itu hanya bertepuk sebelah tangan. Karna
nasehat
mama,
aku
tahu
segalanya.
Entah sekarang berita burung itu benar atau salah. Hanya dia dan gadis itu yang tahu. Senyuman kecil menghiasi wajahku.