BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: 1.
Bagaimana konsep dari Health Belief Model?
2.
Sebukant dan jelaskan komponen Health Belief Model?
3.
Apa saja kekurangan dan kelebihan dari Health Belief Model?
4.
Bagaimana contoh penerapan Health Belief Model?
1.3 Tujuan Sejalan dengan rumusan maslah diatas, amak tujuan dari penulisan masalah ini adalah: 1.
Mengetahui konsep dari Health Belief Model.
2.
Mengetahui komponen Health Belief Model.
3.
Mengetahui kekurangan dan kelebihan dari Health Belief Model.
4.
Mengetahui contoh penerapan Health Belief Model.
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Konsep Health Belief Modal 2.1.1 Sejarah Health Belief Modal Health Belief Model atau model kepercayaan adalah suatu bentuk penjabaran dari model sosiopsikologis (Notoatmodjo, 2010: 115). Didalam model sosiopsikologis ini terdapat 4 variabel yang menjadi ukuran dari sikap dan keyakinan individu (Notoatmodjo, 2010: 113). Variabel-variabel sosiopsikologis pada umumnya terdiri dari 4 kategori: (1) pengertian kerentanan terhadap penyakit, (2) pengertian keseluruhan dari penyakit, (3) keuntungan dari pengambilan tindakan, dalam menghadapi penyakit, dan (4) kesiapan tindakan individu, akan tetapi masalah utama dari model ini adalah rantai penyebab langsung antara sikap dan perilaku belum dapat dijelaskan sehingga akan dijabarkan dalam model kepercayaan kesehatan (Notoatmodjo, 2010: 113). Munculnya model ini didasaarkan pada kenyataan bahwa problemproblem kesehatan ditandai oleh kegagalan-kegagalan orang atau masyarakat untuk menerima usaha pencegahan dan penyembuhan penyakit yang diselenggarakan oleh provider (Notoatmodjo, 2010: 115). Kegagalan ini akhirnya memunculkan teori yang menjelaskan perilaku pencegahan penyakit (preventive health behavior), yang oleh Becker (1974) dikembangkan dari teori lapangan (Field theory, Lewin, 1954) menjadi
model kepercayaan kesehatan (Health
Belief
Model)
(Notoatmodjo, 2010: 115). HBM awalnya dikembangkan pada tahun 1950 oleh psikolog sosial di A.S. Dinas Kesehatan menjelaskan bahwa terjadi meluasnya kegagalan orang berpartisipasi untuk mencegah dan mendeteksi penyakit (Hochbaum, 1958; Rosenstock, 1960, 1974). Kemudian, model itu diperluas untuk mempelajari juga mengenai respons orang terhadap gejala (Kirscht,1974) dan perilaku mereka sebagai respons terhadap penyakit yang telah didiagnosis, terutama kepatuhan untuk regimen
medis (Becker, 1974). Meski modelnya berevolusi secara bertahap sebagai tanggapan permasalahan masalah kesehatan masyarakat, dasar teori psikologi ditinjau di sini untuk membantu pembaca memahami alasannya konsep ini bisa terbentuk, serta kekuatan dan kelemahannya. Selama
awal
1950an,
psikolog
sosial
akademis
sedang
mengembangkan sebuah pendekatan untuk memahami perilaku yang berkembang dari teori belajar yang berasal dari dua jurusan sumber: Teori Respon Stimulus (S-R) (Watson, 1925) dan Teori Kognitif (Lewin, 1951; Tolman, 1932). Para ilmuwan teori S-R percaya bahwa hasil belajar dari pengalaman itu mampu mengurangi dorongan fisiologis untuk mengaktifkan perilaku. Skinner (1938) merumuskan hipotesis yang diterima secara luas bahwa frekuensi perilaku ditentukan dengan konsekuensi atau penguatannya. Bagi Skinner, asosiasi temporal antara perilaku dan timbal balik secara langsung telah dianggap cukup untuk meningkatkan probabilitas bahwa perilaku akan diulang. Dalam pandangan ini, konsep seperti penalaran atau pemikiran tidak diwajibkan untuk menjelaskan perilaku (Glanz, 2008). Teori kognitif menekankan peran hipotesis subyektif dan harapan dipegang oleh individu, percaya bahwa perilaku adalah fungsi subjektif nilai hasil dan probabilitas subyektif, atau harapan, bahwa tindakan tertentu akan mencapai hasil itu. Formulasi semacam itu umumnya disebut teori nilai harapan. Proses mental seperti berpikir, beralasan, berhipotesis, atau mengharapkan adalah komponen penting dari semua teori kognitif. Ahli teori kognitif percaya bahwa hasil belajar dari pengalaman itu mempengaruhi harapan mengenai situasi daripada mempengaruhi perilaku secara langsung (Glanzz dkk, 2008). 2.1.2 Definisi Health Belief Modal Secara bahasa, Health Belief Model (HBM) memilki tiga kata utama sebagai sebuah konsep, yakni health, believe, dan modal. Health diartikan sebagai keadaan sempurna baik fisik, mental, maupun social, dan tidak hanya bebas dari penyakit dan catat (World Health Organization (WHO), 2017).
Belief dalam bahasa inggris memiliki arti percaya atau keyakinan. Sehingga belief yaitu keyakinan terhadap sesuatu yang menimbulkan tindakan atau perilaku tertentu, misalnya seseorang percaya bahwa mandi akan membuat tubuh bersih dari kotoran (Putri, 2016). Sedangkan Hayden (2017: 67) mengatakan bahwasanya keyakinan sangat erat dengan budaya yang merupakan presepsi seseorang tentang suatu benar meskipun itu tidak suatu kebenaran. Sehingga dari kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa belief merupakan suatu keyakinan terhadap sesuatu baik benar atau salah yang dipengaruhi oleh budaya sehingga dari keyakinan tersebut akan menimbulkan suatu tidakan atau perilaku. Model adalah representasi dari suatu objek, benda, atau ide-ide dalam bentuk yang disederhanakan dari kondisi atau fenomena alam (Mahmud, 2008: 1). Sedangkan pengertian model yang mengacu pada Health Belief Model ini adalah suatu representasi dari suatu ide dalam suatu kondisi. S Health Belief Model sejauh ini adalah teori yang paling umum digunakan dalam pendidikan kesehatan dan promosi kesehatan (Glanz & Lewis, 2002; Nationan Cancer Institute (NCI), 2003). Health Belief Model ini juga menjadi salah satu dari teori perilaku kesehatan (Maulana, 2009: 51). Dimana teori kesehatan perilaku adalah kombinasi antara pengetahuan, pendapat, dan tindakan yang dilakukan oleh individu atau kelompok yang mengacu pada kesehatan mereka (Kennedy, 2009). Model ini digunakan sebagai upaya menjelaskan secara luas bagaimana kegagalan partisipasi masyarakat dalam pencegahan dan deteksi dini penyakit (Glanzz dkk, 1997) dan sering dipertimbangkan sebagai kerangka yang utama dalam perilaku yang berkaitan dengan kesehatan manusia (Schmidt dkk, 1990). HBM juga dapat dikatakan sebagai formulasi konseptual untuk mengetahui persepsi individu apakah mereka menerima atau tidak tentang kesehatan mereka, sehingga untuk mengetahui tentang presepsi individu, dapat dinilai dari variabel yang meliputi keinginan individu untuk menghindari kesakitan, kepercayaan
mereka bahwa terdapat usaha agar menghindari penyakit tersebut (Putri, 2016). Health belief model merupakan suatu konsep yang mengungkapkan alasan dari individu untuk mau atau tidak mau melakukan perilaku sehat (Becker, 1984). Health belief model juga dapat diartikan sebagai sebuah konstruk teoretis mengenai kepercayaan individu dalam berperilaku sehat (Conner dan Norman, 2005). HBM
merupakan
model
kognitif,
yang
digunakan
untuk
meramalkan perilaku peningkatan kesehatan (Putri, 2016). Menurut teori HBM, kemungkinan seseorang melakukan tindakan pencegahan dipengaruhi secara langsung dari hasil tiga keyakinan atau penilaian kesehatan (helath beliefs), antara lain sebagai berikut (Maulana, 2009: 53): 1. Ancaman yang dirasakan dari sakit atau luka (perceived threat of injury or illness) Hal ini mengacu pada sejauh mana seorang berpikir bahwa penyakit atau kesakitan betul-betul merupakan ancaman bagi dirinya. Oleh karena itu, jika ancaman yang dirasakan meningkat, perilaku pencegahan juga akan meningkat (Maulana, 2009: 53). 2. Keuntungan dan kerugian (benefit and costs) Pertimbangan antara keuntungan dan kerugian perilaku untuk memutuskan melakukan tindakan pencegahan atau tidak (Maulana, 2009: 53). 3.
Petunjuk berperilaku juga diduga tepat untuk memulai proses perilaku, yang disebut sebagai keyakinan terhadap posisi yang menonjol (salient position). Hal ini berupa berbagai informasi dari luar atau nasihat mengenai permasalahan kesehatan (misalnya media massa, kampanye, nasihat orang lain, penyakit dari anggota keluarga yang lain atau teman) (Maulana, 2009: 54).
2.2 Komponen Dasar Health Belief Model Komponen dasar HBM, dibagi menjadi 6 teori, dimana empat presepsi berikut berfungsi sebagai konstruksi utama model HBM ini, yakni: (1) perceived seriousness, (2) perceived susceptibility, (3) perceived benefits, dan (4) perceived barriers. Masing-masing presepsi ini, baik secara individu maupun berkombinasi, dapat digunakan untuk menjelaskan perilaku kesehatan. Baru-baru ini komponen lain telah ditambahkan ke HBM, yakni: (1) cues to action, (2) self-efficacy (Hayden, 2009). 1. Perceived seriousness/severity Perceived seriousness disebut juga sebagai keparahan yang dirasakan. Keparahan yang dirasakan bermaksud sebagai presepsi seseorang terhadap tingkat keparahan penyakit yang diderita individu (Anies, 2006). Sehingga perceived seriousness juga memiliki hubungan dengan perilaku sehat, jika presepsi keparahan individu tinggi maka ia akan berperilaku sehat (Conner, dkk, 2003). Perceived seriousness ini juga mengacu pada tingkat keparahan kondisi (konsekuensi medis yang meliputi kecacatan, rasa sakit, atau kematian) dan dampaknya terhadap gaya hidup (konsekuensi social yang meliputi kemampuan kerja, hubungan social, dan lain-lain) (Hochbaum, 1958). Contohnya individu percaya bahwa merokok dapat menyebabkan kanker (Subagiyo, 2014). 2. Perceived susceptibility Perceived susceptibility disebut juga sebagai kerentanan yang dirasakan atau sebagai presepsi subyektif seseorang tentang risiko terkena penyakit (Anies, 2006). Perceived susceptibility ini juga mengacu pada keyakinan tentang kemungkinan mendapatkan suatu penyakit, misalnya, seorang wanita pasti percaya ada kemungkinan mendapatkan penyakit kanker payudara sebelum dia mendapatkan mammogram (Hayden, 2009). 3. Perceived benefits Perceived benefits disebut juga sebagai manfaat yang dirasakan. Ini mengacu pada persepsi seseorang tentang efektivitas berbagai
tindakan yang tersedia untuk mengurangi ancaman penyakit atau penyakit (atau untuk menyembuhkan penyakit) (Lamorte, 2016). Jalannya tindakan yang dilakukan seseorang untuk mencegah (atau menyembuhkan)
penyakit
atau
penyakit
bergantung
pada
pertimbangan dan evaluasi dari yang dirasakan dan manfaat yang dirasakan, sehingga orang tersebut akan menerima tindakan kesehatan yang disarankan jika dianggap bermanfaat (Hochbaum, 1958). Ketika seseorang yakin bahwa ia rentan terhadap sesuatu penyakit dan juga sudah mengetahui bahaya penyakit tersebut, ia tidak akan begitu saja menerima tindakan kesehatan yang dianjurkan kepadanya, kecuali bila ia yakin bahwa tindakan tersebut dapat mengurangi ancaman penyakit dan ia sanggup melakukannya (Anies, 2006). Contohnya individu yang sadar akan keuntungan deteksi dinipenyakit akan terus melakukan perilaku sehat seperti medical check up rutin. Contoh lain adalah kalau terdapat seseorang tidak merokok, maka dia tidak akan terkena kanker (Subagiyo, 2014). 4. Perceived barriers Perceived barriers disebut juga sebagai rintangan yang dirasakan. Ini mengacu pada perasaan seseorang terhadap hambatan untuk melakukan tindakan kesehatan yang disarankan (Lamorte, 2016). Ada variasi yang luas dalam perasaan penghalang, atau hambatan, yang menghasilkan
analisis
biaya/manfaat.
Orang
tersebut
mempertimbangkan keefektifan tindakan terhadap persepsi bahwa hal itu mungkin mahal, berbahaya (misalnya, efek samping), tidak menyenangkan (misalnya menyakitkan), menyita waktu, atau merepotkan (Glanz, 2008). Contoh dari komponen ini adalah jika terdapat seseorang yang terbiasa merokok, kemudian tidak merokok, maka pasti merasakan mulut terasa masam. Contoh lain yakni SADARI (periksa payudara sendiri) untuk permpuan dirasa susah dalam menghitung masa subur, sehingga membuat perempuan enggan untuk melakukan SADARI (Subagiyo, 2014).
5. Cues to action Cues to action disebut juga sebagai strategi untuk mengaktifkan kesiapan. Inilah rangsangan yang dibutuhkan untuk memicu proses pengambilan keputusan untuk menerima tindakan kesehatan yang direkomendasikan (Lamorte, 2016). Isyarat ini bisa bersifat internal (misalnya nyeri dada, mengi, dan lain-lain) atau eksternal (misalnya pesan-pesan kesehatan melalui media massa, nasihat atau anjuran teman atau konsultasi dengan petugas kesehatan) (Anies, 2006). Bila seseorang termotivasi dan dapat merasakan tindakan yang menguntungkan untuk diambil, perubahan aktual sering terjadi bila ada isyarat eksternal atau internal untuk memicu tindakan. Besarnya isyarat yang dibutuhkan untuk memicu tindakan akan bergantung pada motivasi untuk berubah dan keuntungan yang dirasakan (Hochbaum, 1958). Contoh dari komponen ini salah satunya, saat ini, banyak dokter atau media massa merekomendasikan bertindak dalam konteks berhenti merokok (Subagiyo, 2014) . 6. Self-efficacy Self-efficacy disebut sebagai keyakinan dalam kemampuan seseorang untuk mengambil tindakan (Anies, 2006). Ini mengacu pada tingkat kepercayaan seseorang terhadap kemampuannya untuk berhasil melakukan perilaku. Self-efficacy adalah konstruksi dalam banyak teori perilaku karena berhubungan langsung dengan apakah seseorang melakukan perilaku yang diinginkan (Lamorte, 2016). Hubungan
antar
komponen
digambarkan sebagai berikut:
Health
Belief
Modal
dapat
Bagan 1. Model Kepercayaan Kesehatan Sumber: Notoatmodjo, 2010.
3.3 Kekurangan dan Kelebihan Health Belief Modal Gottwald & Brown (2012) memaparkan beberapa kelebihan dan kekurangan dari Health Belief Model, yang akan dipaparkan dalam bentuk table dibawah ini. Kelebihan
Kekurangan
HBM memrpediksi seseorang apakah mungkin melakukan tindakan pencegahan
HBM mengasumsikan keputusan kesehatan dibuat secara rasional
HBM membantu untuk memprediksi apakah seseorang dapat mengubah perilaku mereka
Dibutuhkan pandangan bio-medis tentang kesehatan
HBM menggambarkan pentingnya kepercayaan individu dan memeriksa bagaimana perubahan dalam kepercayaan dapat menyebabkan perubahan perilaku
Bukti bahwa model ini efektif dalam kaitannya dengan perilaku kesehatan seperti penyalahgunaan alkohol atau merokok yang terbatas
HBM membantu seseorang untuk memeriksa biaya dan manfaat dari tindakan apa pun
HBM tidak mengakui faktor penentu kesehatan yang lebih luas
HBM menggambarkan sifat kompleks pengambilan keputusan dan berbagai faktor yang mempengaruhi perubahan
HBM tidak mengenal peran keluarga, kehidupan sosial, lingkungan budaya sebagai faktor politik
Hambatan yang dirasakan diikuti oleh kerentanan yaitu dua dimensi terpenting dalam memprediksi perubahan
HBM tidak menyadari bahwa tidak semua isyarat untuk bertindak memiliki bobot yang sama, misalnya sebuah poster tidak akan memiliki dampak yang sama seperti keluarga yang tidak sehat.
Sumber: green & tones (2010); Naidoo & wills (2009); pender et al. (2010) dalam Gottwald & Brown (2012) sedangakan secara teoritis, menurut Mulana (2009: 58) terdapat empat kelemahan HBM, diantaranya: 1.
HBM lebih didasarkan penelitian terapan dalam permasalahana perndidikan kesehatan daripada penelitian akademis (Mulana, 2009: 58).
2.
HBM didasarkan pada beberapa asumsi yang dapat diragukan, seperti pemikiran bahwa setiap pilihan perilaku selalu berdasarkan pertimbangan rasional. Selain rasionalisasinya diragukan, HBM juga tidak memberikan spesifikasi yang tepat terhadap kondisi ketika individu membuat pertimbangan tertentu (Mulana, 2009: 58).
3.
HBM hanya memerhatikan keyakinan kesehatan. Kenyantaannya orang dapat membuat banyak pertimbangan tentang perilaku yang tidak berhubungan dengan kesehatan, tetapi masih memengaruhi kesehatan. Sebagai contohnya, seseorang dapat bergabung dengan kelompok olahraga karena kontak sosial atau ketertarikan pada seseorang dalam kelompok tersebut. Keputusan yang diambil tidak ada kaitannya dengan kesehatan, tetapi memengaruhi kondisi kesehatannya (Mulana, 2009: 58).
4.
Berkaitan dengan ukuran komponen-komponen HBM, banyak studi menggunakan konsep operasional dan pengenalan yang berbeda sehingga sulit dibandingkan. Hal ini menunjukkan hasil yang tercampur dan prediksi yang tidak konsisten. Analisis model ini menunjukkan bahwa berbagai prediktor dapat berubah sewaktu-waktu (Mulana, 2009: 58).
Penampilan diri Dihargai dan dihormati Cinta, sayang, sosial Rasa aman Kebutuhan dasar faali
Gambar . Health Belief Modal (Sumber: Sarafino, 1990 dalam Bart Smet, 1994: 160) 3.4 Penerapan Health Belief Modal Tarkang & Zotor (2015), memaparkan enam kunci komponen HBM, yang disertai dengan aplikasi dan penerapannya di permasalahan saat ini. Konsep Perceived susceptibility
Perceived seriousness/severity
Perceived benefits
Aplikasi Menentukan populasi beresiko dan tingkat risikonya. Mengukur risiko berdasarkan sifat atau perilaku seseorang, ketinggiannya dirasakan rentan jika rendah Menentukan dan menjelaskan konsekuensi dari risiko dan kondisinya Menentukan tindakan untuk memperjelas efek positif yang diharapkan dan
Penerapan Kesempatan seseorang merasa terinfeksi HIV/AIDS
Keseriusan yang dirasakan dengan terjangkitnya HIV/ AIDS Manfaat penggunaan kondom yang dirasakan
Perceived barriers
Cues to action
Self efficacy
menjelaskan bukti efektivitas Mengidentifikasi dan mengurangi hambatan melalui kepastian Memberikan informasi bagaimana caranya? dengan promosikan kesadaran
Hambatan yang dirasakan untuk penggunaan kondom Peristiwa pribadi dan lingkungan yang memotivasi seseorang untuk menggunakan kondom
Memberikan pelatihan, bimbingan dan penguatan positif
Keyakinan akan kemampuan seseorang untuk berhasil menggunakan kondom
Selain penerapan HBM diatas, Subagiyo (2014), juga menjelaskan contoh penerapan. Dapat dilihat dalam table berikut. Konsep Perceived susceptibility
Penerapan Perempuan memiliki presepsi bahwa mereka dapat menderita kanker payudara
Perceived seriousness/severity
Perempuan percaya bahwa kanker payudara
adalah
penyakit
yang
membahayakan dan menyakitkan sehingga
diperlukan
langkah
Perempuan
percaya
dengan
melakukan
SADARI
(periksa
pencegahan Perceived benefits
payudara
sendiri)
adalah upaya
preventif yang menguntungkan Perceived barriers
Perempuan harus menghitung masa subur
terlebih
dahulu
sebelum
melaukan SADARI sehingga muncul keengganan dalam melakukanya Cues to action
Melakukan tindakan nyata SADARI dan
membuat
jadwal
masa
menstruasi
sehingga
mengetahui
masa subur Self efficacy
Merasa
percaya
diri
setelah
melakukan SADARI.
Salah satu contoh kegunaan HBM yakni dalam kegiatan imunisasi sehingga memberi kesan bahwa orang yang mengikuti program imunisasi akan menjadikan percaya akan hal-hal berikut (Maulana, 2009: 54): 1. Kemungkinan terkena penyakit tinggi (ketidakkebalan) 2. Jika tercangit, penyakit tersebut membawa akibat serius 3. Imunisasi merupkan cara paling efektif untuk pencegahan penyakit 4. Tidak ada hambatan serius untuk imunisasi, tetapi hasil beberapa penelitian HBM mennjukkan kebalikanya.