Tatib Dprd Final 20 Oktober 2009

  • Uploaded by: Ari Harmedi
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Tatib Dprd Final 20 Oktober 2009 as PDF for free.

More details

  • Words: 19,096
  • Pages: 81
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI JAWA BARAT Jalan Diponegoro No. 22 Tel. 4206270-4206293, Fax. (022) 4239376, 4206312 BANDUNG

PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI JAWA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI JAWA BARAT, Menimbang

:

a.

b.

c.

Mengingat

:

1.

bahwa sejalan dengan perkembangan kehidupan ketatanegaraan dan politik bangsa, telah disempurnakan berbagai perundang-undangan yang terkait dengan bidang politik, diantaranya UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir kali dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD dan DPRD dan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD; bahwa untuk mengembangkan demokrasi, menjamin keterwakilan rakyat Daerah dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya serta meningkatkan kualitas, produktifitas dan kinerja pelaksanaan fungsi tugas dan tanggungjawab DPRD, dipandang perlu menetapkan Tata Tertib DPRD; bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan b di atas, dipandang perlu menetapkan Tata Tertib DPRD Provinsi Jawa Barat yang ditetapkan dengan Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Jawa Barat; Undang-Undang

Nomor

11

Tahun

1950

tentang

Pembentukan Provinsi Daerah Tingkat I Jawa Barat ( Berita Negara Republik Indonesia tanggal 4 Juli 1950) Jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1950 tentang Pemerintahan Jakarta Raya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1950 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 15) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan UndangUndang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4744) dan Undang-undang Nomor 23 tahun 2000 tentang Pembentukan Provinsi Banten (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4010); 2.

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851);

3.

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);

4.

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);

5.

Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4400);

6.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);

7.

Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik

3 Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438); 8.

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4801);

9.

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4836);

10 .

Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 123, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5043);

11 .

Peraturan Pemerintah Nomor 62 Tahun 1990 tentang Ketentuan Keprotokolan mengenai Tata Tempat, Tata Upacara dan Tata Penghormatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3952);

12 .

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2004 tentang Kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinan dan Anggota DPRD (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 90 Tahun 2004, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4416) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2004 tentang Kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinan dan Anggota DPRD (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4712);

13 .

Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4045);

14 .

Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2004 tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 91, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Republik Indonesia Nomor 4417), sebagaimana telah di ubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2005

tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2004 tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib DPRD (Lembaran Negara Republik Indonesia Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4569);

Memperhatik an

:

15 .

Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578);

16 .

Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 3 Tahun 2005 tentang Pembentukan Peraturan Daerah (Lembaran Daerah Tahun 2005 Nomor 13 seri E);

17 .

Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2009 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Barat (Lembaran Daerah Tahun 2009 Nomor 6 Seri E);

18 .

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah;

19 .

Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 161.32-556 Tahun 2009 tentang Peresmian Pemberhentian dan Pengangkatan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Jawa Barat;

Rapat Paripurna DPRD Provinsi Jawa Barat tanggal Oktober 2009;

20

MEMUTUSKAN

Menetapkan

:

PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI JAWA BARAT TENTANG TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI JAWA BARAT. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1

Dalam Peraturan ini, yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Provinsi Jawa Barat. 2. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan DPRD menurut azas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar

5 Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 3. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Jawa Barat. 4. Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat adalah Penyelenggara Pemerintahan yang diserahkan kepada Daerah sebagai fungsifungsi Pemerintahan Daerah Otonom. 5. Gubernur adalah Gubernur Provinsi Jawa Barat. 6. Wakil Gubernur adalah Wakil Gubernur Provinsi Jawa Barat. 7. Pimpinan DPRD adalah Ketua dan Wakil-wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Jawa Barat. 8. Anggota DPRD adalah Anggota Daerah Provinsi Jawa Barat.

Dewan

Perwakilan

Rakyat

9. Alat Kelengkapan DPRD adalah alat kelengkapan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Jawa Barat yang terdiri atas Pimpinan DPRD, Badan Musyawarah, Komisi-Komisi, Badan Legislasi, Badan Anggaran, Badan Kehormatan, Badan Urusan Rumah Tangga, Panitia Khusus, dan Alat Kelengkapan lainnya yang dibentuk oleh Rapat Paripurna. 10.Fraksi merupakan Pengelompokan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Jawa Barat berdasarkan Partai Politik yang memperoleh kursi sesuai dengan jumlah yang ditetapkan. 11.Badan Musyawarah adalah Badan Musyawarah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Jawa Barat. 12.Komisi adalah pengelompokan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah secara fungsional berdasarkan tugas-tugas yang ada di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Jawa Barat. 13.Badan Legislasi adalah Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Jawa Barat. 14.Badan Anggaran adalah Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Jawa Barat. 15.Badan Kehormatan adalah Badan Kehormatan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Jawa Barat. 16.Badan Urusan Rumah Tangga yang selanjutnya disebut BURT adalah Badan Urusan Rumah Tangga Dewan Perwakilan Rakyat daerah Provinsi Jawa Barat. 17.Panitia Khusus yang selanjutnya disebut Pansus adalah Panitia yang dibentuk untuk pembahasan hal yang bersifat khusus. 18.Panitia Angket adalah Panitia yang dibentuk untuk pembahasan pelaksanaan hak angket Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Jawa Barat. 19.Badan Pemeriksa Keuangan adalah Lembaga Tinggi Negara yang berfungsi untuk memeriksa Keuangan.

20.Sekretariat DPRD adalah Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Jawa Barat. 21.Sekretaris DPRD adalah Sekretaris Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Jawa Barat. 22.Kode Etik DPRD adalah suatu ketentuan etika perilaku sebagai acuan kinerja Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Jawa Barat dalam melaksanakan tugasnya. 23.Peraturan Daerah adalah Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat. 24.Anggaran Daerah adalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Jawa Barat. 25.Rapat Paripurna adalah Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Jawa Barat. 26.Kunjungan Kerja adalah Kunjungan Kerja Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Jawa Barat; 27.Masa Sidang dan Masa Reses adalah masa sidang dan masa reses Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Jawa Barat. 28.Pengadilan Tinggi adalah Pengadilan Tinggi Jawa Barat; 29.Komisi Pemilihan Umum yang selanjutnya disebut KPU adalah Komisi Pemilihan Umum Provinsi Jawa Barat. 30.Tenaga Ahli adalah seseorang yang mempunyai kemampuan dalam disiplin ilmu tertentu untuk membantu anggota dalam pelaksanaan fungsi serta tugas dan wewenang DPRD. 31.Program Legislasi Daerah adalah instrumen perencanaan program pembentukan peraturan daerah yang disusun secara berencana terpadu dan sistematis. 32.Daerah Pemilihan yang selanjutnya disebut Dapil adalah pengelompokan Daerah Pemilihan pada Pemilu Legislatif tahun 2009.

BAB II SUSUNAN KEANGGOTAAN Bagian Kesatu Susunan Pasal 2 DPRD Provinsi Jawa Barat terdiri atas anggota Partai Politik peserta Pemilihan Umum yang dipilih melalui Pemilihan Umum Tahun 2009. Bagian Kedua Keanggotaan Pasal 3

7 1) Anggota DPRD berjumlah 100 (seratus) Orang. 2) Keanggotaan DPRD diresmikan dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri. 3) Anggota DPRD berdomisili di Ibu Kota Provinsi Jawa Barat, Kota Bandung. 4) Masa jabatan Anggota DPRD adalah 5 (lima) tahun dan berakhir pada saat Anggota DPRD yang baru mengucapkan sumpah/janji. Pasal 4 1) Anggota DPRD sebelum memangku jabatannya, mengucapkan sumpah/janji secara bersama-sama yang dipandu oleh Ketua Pengadilan Tinggi dalam Rapat Paripurna Istimewa DPRD. 2) Anggota DPRD yang berhalangan mengucapkan sumpah/janji bersamasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1), mengucapkan sumpah/janji yang dipandu oleh Pimpinan DPRD dalam Rapat Paripurna Istimewa DPRD. Pasal 5 (1) “Sumpah/janji sebagaimana dimaksud pada Pasal 4 sebagai berikut : “Demi Allah (Tuhan) saya bersumpah/berjanji : bahwa saya akan memenuhi kewajiban saya sebagai Anggota/Ketua/Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Jawa Barat dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, sesuai dengan Peraturan Perundangundangan, dengan berpedoman pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; bahwa saya dalam menjalankan kewajiban akan bekerja dengan sungguhsungguh, demi tegaknya kehidupan demokrasi, serta mengutamakan kepentingan bangsa dan Negara daripada kepentingan pribadi, seseorang, dan golongan; bahwa saya akan memperjuangkan aspirasi rakyat yang saya wakili untuk mewujudkan tujuan nasional demi kepentingan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.” (2)

Pada waktu pengucapan sumpah/janji, untuk penganut agama Islam didahului dengan kata “Demi Allah”, untuk penganut agama Kristen Protestan/Katolik diakhiri kata “Semoga Tuhan Menolong Saya”, untuk penganut agama Hindu didahului kata “Om Atah Paramawisesa”, untuk penganut agama Budha didahului kata “Demi Hyang Adi Budha”. Pasal 6

(1) Tata cara pengucapan sumpah/janji Anggota DPRD sebagaimana dimaksud pada Pasal 4 terdiri dari tata urutan acara, tata pakaian, dan tata tempat. (2) Tata urutan acara pelaksanaan pengucapan sumpah/janji Anggota DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : a. menyanyikan lagu Indonesia Raya; b. mengheningkan Cipta; c. pembukaan Rapat Paripurna Istimewa oleh Pimpinan DPRD;

d. pembacaan Keputusan Peresmian Pemberhentian dan Pengangkatan Anggota DPRD oleh Sekretaris DPRD; e. pengucapan sumpah/janji Pengadilan Tinggi;

Anggota

DPRD,

dipandu

oleh

Ketua

f. penandatanganan berita acara Sumpah/janji Anggota DPRD secara simbolis oleh satu orang dari perwakilan masing-masing Fraksi; g. pengumuman Pimpinan Sementara DPRD oleh Sekretaris DPRD; h. serah terima Pimpinan DPRD dari Pimpinan Lama kepada Pimpinan Sementara DPRD secara simbolis dengan penyerahan palu pimpinan; i. sambutan Pimpinan Sementara DPRD; j. sambutan Gubernur; k. pembacaan Do’a; l. penutupan Rapat Paripurna Istimewa oleh Pimpinan Sementara; dan m. penyampaian ucapan selamat. (3) Tata Pakaian yang digunakan dalam acara pengucapan sumpah/janji Anggota DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : a. Ketua Pengadilan Tinggi menggunakan pakaian sesuai ketentuan dari instansi yang bersangkutan; b. Gubernur menggunakan pakaian sipil lengkap dengan peci nasional; c. Anggota DPRD yang akan mengucapkan sumpah/janji menggunakan pakaian sipil lengkap dengan peci nasional untuk pria dan wanita menggunakan pakaian kebaya nasional; d. Undangan bagi Anggota TNI/Polri menggunakan pakaian dinas upacara, undangan sipil menggunakan pakaian sipil lengkap dengan peci nasional bagi pria dan wanita menggunakan pakaian kebaya nasional. (4) Tata tempat dalam acara pengucapan sumpah/janji Anggota DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : a. Pimpinan DPRD duduk disebelah kiri Gubernur dan Ketua Pengadilan Tinggi sebelah kanan Gubernur; b. Anggota DPRD yang akan mengucapkan sumpah/janji duduk ditempat yang telah disediakan; c. Setelah pengucapan sumpah/janji Pimpinan Sementara DPRD duduk disebelah kiri Gubernur;

9 d. Pimpinan DPRD yang lama dan Ketua pengadilan Tinggi duduk ditempat yang telah disediakan; e. Sekretaris DPRD duduk dibelakang Pimpinan DPRD; f. Para Undangan dan Anggota DPRD lainnya duduk ditempat yang telah disediakan; dan g. Pers/Kru TV/ radio disediakan tempat tersendiri.

BAB III KEDUDUKAN, FUNGSI, TUGAS DAN WEWENANG Bagian Kesatu Kedudukan Pasal 7 DPRD merupakan Lembaga Perwakilan Rakyat Daerah yang berkedudukan sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah.

Bagian Kedua Fungsi Pasal 8 1) DPRD mempunyai fungsi : a. legislasi; b. anggaran; dan c. pengawasan. 2) Ketiga fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dijalankan dalam kerangka representasi rakyat. Bagian Ketiga Tugas dan Wewenang Pasal 9 DPRD mempunyai tugas dan wewenang : a. membentuk Peraturan Daerah bersama Gubernur; b. membahas dan memberikan persetujuan rancangan peraturan daerah mengenai anggaran pendapatan dan belanja daerah yang diajukan oleh Gubernur; c. melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan daerah dan anggaran pendapatan dan belanja daerah;

d. mengusulkan pengangkatan dan/atau pemberhentian Gubernur dan/atau Wakil Gubernur kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri untuk mendapatkan pengesahan pengangkatan dan/atau pemberhentiannya; e. memilih Wakil Gubernur dalam hal terjadi kekosongan jabatan Wakil Gubernur; f. memberikan pendapat dan pertimbangan kepada pemerintah provinsi terhadap rencana perjanjian internasional di daerah; g. memberikan persetujuan atas rencana kerja sama internasional yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah provinsi; h. meminta laporan keterangan pertanggungjawaban penyelenggaraan pemerintahan daerah;

Gubernur

dalam

i. memberikan persetujuan terhadap rencana kerjasama dengan daerah lain atau dengan pihak ketiga yang membebani masyarakat dan daerah;

j. mengupayakan terlaksananya kewajiban daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan k. melaksanakan tugas dan wewenang lain berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB IV HAK DAN KEWAJIBAN Bagian Kesatu Hak DPRD Paragraf 1 Umum Pasal 10 DPRD mempunyai hak : a. interpelasi; b. angket; dan c. menyatakan pendapat.

Paragraf 2 Hak Interpelasi Pasal 11 (1) Hak Interpelasi merupakan Hak DPRD untuk meminta keterangan kepada Gubernur mengenai kebijakan pemerintahan yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

11 (2) Paling sedikit 15 (lima belas) orang Anggota DPRD dan lebih dari satu Fraksi dapat menggunakan hak interpelasi dengan mengajukan usul kepada Pimpinan DPRD secara tertulis untuk meminta keterangan kepada Gubernur mengenai kebijakan Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (3) Usul sebagaimana dimaksud pada ayat (2), disampaikan kepada Pimpinan DPRD, disusun secara singkat, jelas, dan ditandatangani oleh para pengusul serta diberikan Nomor pokok oleh Sekretariat DPRD yang bersifat administratif. (4) Usul meminta keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), oleh Pimpinan DPRD disampaikan pada Rapat Paripurna DPRD, selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari kerja sejak diterima oleh Pimpinan. (5) Dalam Rapat Paripurna sebagaimana dimaksud pada ayat (4), para pengusul diberi kesempatan menyampaikan penjelasan lisan atas usul permintaan keterangan tersebut. (6) Pembicaraan mengenai sesuatu usul meminta keterangan dilakukan dengan memberi kesempatan kepada : a. Anggota DPRD lainnya untuk memberikan pandangan melalui Fraksi; b. Para pengusul memberikan jawaban atas pandangan Anggota DPRD.

(7) Keputusan persetujuan atau penolakan terhadap usul permintaan keterangan kepada Gubernur ditetapkan dalam Rapat Paripurna yang dihadiri lebih dari ½ (satu perdua) jumlah Anggota DPRD dan putusan diambil dengan persetujuan lebih dari ½ (satu perdua) jumlah Anggota DPRD yang hadir. (8) Usul permintaan keterangan DPRD sebelum memperoleh keputusan, para pengusul berhak mengajukan perubahan atau menarik kembali usulannya. (9) Apabila Rapat Paripurna menyetujui terhadap usul Anggota DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (7), Pimpinan DPRD mengajukan permintaan keterangan kepada Gubernur selambat-lambatnya dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja. Pasal 12 1) Gubernur dan/atau pejabat terkait yang ditugaskan oleh Gubernur wajib memberikan keterangan lisan maupun tertulis terhadap permintaan keterangan Anggota DPRD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, dalam Rapat Paripurna selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari kerja setelah diterimanya permintaan keterangan. 2) Setiap Anggota DPRD dapat mengajukan pertanyaan atas keterangan Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

3) Terhadap jawaban Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (2), DPRD dapat menyatakan pendapatnya. 4) Pernyataan pendapat sebagaimana dimaksud pada disampaikan secara resmi oleh DPRD kepada Gubernur.

ayat

(3)

5) Pernyataan pendapat DPRD atas keterangan Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dijadikan bahan untuk DPRD dalam pelaksanaan fungsi pengawasan dan untuk Gubernur dijadikan bahan dalam penetapan pelaksanaan kebijakan.

Paragraf 3 Hak Angket Pasal 13 1) Hak angket adalah Hak DPRD untuk melakukan penyelidikan terhadap kebijakan pemerintah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan masyarakat daerah dan Negara yang diduga bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 2) Paling sedikit 15 (lima belas) orang Anggota DPRD dan lebih dari satu Fraksi dapat menggunakan hak angket dengan mengajukan usul secara tertulis kepada Pimpinan DPRD untuk melakukan penyelidikan terhadap kebijakan Pemerintah Daerah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1). 3) Usul sebagaimana dimaksud pada ayat (2), disusun secara singkat, jelas, dan ditandatangani oleh para pengusul serta diberikan Nomor pokok oleh Sekretariat DPRD yang bersifat administratif. 4) Usul melaksanakan penyelidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), oleh Pimpinan DPRD disampaikan pada Rapat Paripurna DPRD selambatlambatnya 15 (lima belas) hari kerja sejak diterima oleh Pimpinan.

5) Pembicaraan mengenai suatu usul mengadakan penyelidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan memberikan kesempatan kepada : a. Anggota DPRD lainnya untuk memberikan pandangan melalui Fraksi; b. Para pengusul memberikan jawaban atas pandangan Anggota DPRD. 6) Keputusan atas usul melakukan penyelidikan terhadap Gubernur dapat disetujui atau ditolak, ditetapkan dalam Rapat Paripurna DPRD yang dihadiri sekurang-kurangnya 3/4 (tiga perempat) dari jumlah Anggota DPRD dan putusan diambil dengan persetujuan sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari jumlah Anggota DPRD yang hadir. 7) Usul melakukan penyelidikan sebelum memperoleh Keputusan DPRD, pengusul berhak mengajukan perubahan atau menarik kembali usulannya. 8) Apabila usul melakukan penyelidikan disetujui maka DPRD membentuk Panitia Angket yang terdiri atas unsur Fraksi dan ditetapkan dengan Keputusan DPRD selambat-lambatnya dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja.

13 9) Dalam hal DPRD Provinsi menolak usul penyelidikan, maka penyelidikan tersebut tidak dapat diajukan kembali.

usul

Pasal 14 (1)Panitia Angket sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (8), dalam melakukan penyelidikan dapat memanggil pejabat pemerintah provinsi, badan hukum, atau warga masyarakat yang dianggap mengetahui atau patut dimintai keterangan karena mengetahui masalah yang diselidiki untuk memberikan keterangan serta untuk meminta menunjukan surat atau dokumen yang berkaitan dengan hal yang sedang diselidiki. (2)Pejabat pemerintah provinsi, badan hukum, atau warga masyarakat yang dipanggil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memenuhi panggilan DPRD, kecuali ada alasan yang sah menurut peraturan perundang-undangan. (3)Dalam hal pejabat pemerintah provinsi, badan hukum, atau warga masyarakat telah dipanggil dengan patut secara berturut-turut tidak memenuhi panggilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), DPRD dapat memanggil secara paksa dengan bantuan Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (4)Panitia Angket melaporkan pelaksanaan tugasnya kepada Rapat Paripurna DPRD paling lama 60 (enam puluh) hari kerja sejak dibentuknya Panitia Angket. Pasal 15 1) Apabila hasil penyelidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 diterima oleh DPRD dan ada indikasi tindak pidana, DPRD menyerahkan penyelesaiannya kepada aparat penegak hukum sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. 2) Apabila dari hasil penyidikan menyatakan Gubernur dan/atau Wakil Gubernur berstatus sebagai terdakwa karena melakukan tindak pidana yang ancaman hukumannya 5 (lima) tahun atau lebih, Presiden memberhentikan sementara Gubernur dan/atau Wakil Gubernur dari jabatannya. 3) Apabila Keputusan Pengadilan telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan menyatakan Gubernur dan/atau Wakil Gubernur bersalah, Presiden memberhentikan Gubernur dan/atau Wakil Gubernur dari jabatannya. 4) Apabila Keputusan Pengadilan telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan menyatakan Gubernur dan/atau Wakil Gubernur tidak bersalah, Presiden mencabut pemberhentian sementara serta merehabilitasi nama baik Gubernur dan/atau Wakil Gubernur.

Paragraf 4

Hak Menyatakan Pendapat Pasal 16 1) Hak menyatakan pendapat adalah hak DPRD untuk menyatakan pendapat terhadap kebijakan Gubernur atau mengenai kejadian luar biasa yang terjadi di daerah. 2) Paling sedikit 20 (dua puluh) orang Anggota DPRD dan lebih dari satu Fraksi dapat menggunakan hak menyatakan pendapat terhadap kebijakan Gubernur atau mengenai kejadian luar biasa yang terjadi di daerah disertai dengan rekomendasi penyelesaianya atau sebagai tindak lanjut pelaksanaan hak interpelasi dan hak angket dengan mengajukan usul kepada Pimpinan DPRD. 3) Usul sebagaimana dimaksud pada ayat (2), serta penjelasannya disampaikan secara tertulis kepada Pimpinan DPRD, dengan disertai daftar nama dan tanda tangan para pengusul serta diberi Nomor Pokok oleh Sekretariat DPRD yang bersifat administratif. 4) Usul pernyataan pendapat tersebut oleh Pimpinan DPRD disampaikan dalam Rapat Paripurna DPRD setelah mendapat pertimbangan Badan Musyawarah selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari kerja. 5) Dalam Rapat Paripurna DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (4), para pengusul diberi kesempatan memberikan penjelasan atas usul pernyataan pendapat tersebut. 6) Pembicaraan mengenai sesuatu usul pernyataan pendapat dilakukan dengan memberikan kesempatan kepada: a. Anggota DPRD lainnya untuk memberikan pandangan melalui Fraksi; b. Gubernur untuk memberikan pendapat; c. para pengusul memberikan jawaban atas pandangan para anggota dan pendapat Gubernur. 7) Usul sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi hak menyatakan pendapat DPRD apabila mendapat persetujuan dari Rapat Paripurna DPRD yang dihadiri sekurang-kurangnya ¾ (tiga perempat) dari jumlah Anggota DPRD dan putusan diambil dengan persetujuan sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari jumlah Anggota DPRD yang hadir. 8) Usul pernyataan pendapat sebelum memperoleh Keputusan DPRD, pengusul berhak mengajukan perubahan atau menarik kembali usulnya. 9) Pembicaraan diakhiri dengan Keputusan DPRD yang menerima atau menolak usul pernyataan pendapat tersebut menjadi pernyataan pendapat DPRD. 10) Apabila DPRD menerima usul pernyataan pendapat, Keputusan DPRD berupa : a. pernyataan pendapat;

15 b. saran penyelesaiaannya; dan c. peringatan.

Bagian Kedua Hak Anggota Paragraf 1 Umum Pasal 17 Anggota DPRD mempunyai hak: a. mengajukan Rancangan Peraturan Daerah; b. mengajukan pertanyaan; c. menyampaikan usul dan pendapat; d. memilih dan dipilih; e. membela diri; f. imunitas; g. mengikuti orientasi dan pendalaman tugas; h. protokoler; i. keuangan dan administratif; dan j. mempunyai ruang kerja.

Paragraf 2 Hak Mengajukan Rancangan Peraturan Daerah Pasal 18 (1) Setiap Anggota DPRD dapat mengajukan suatu usul prakarsa rancangan peraturan daerah yang secara substansial selaras dengan Peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan secara prosedural memenuhi kaidah-kaidah legal drafting. (2) Usul prakarsa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Pimpinan DPRD dalam bentuk rancangan peraturan daerah disertai penjelasan secara tertulis dan diberikan nomor pokok oleh Sekretariat DPRD yang bersifat administratif. (3) Usul prakarsa tersebut Pimpinan DPRD disampaikan kepada Badan Legislasi untuk dilakukan pengkajian. (4) Berdasarkan hasil pengkajian Badan Legislasi, Pimpinan DPRD menyampaikan kepada Rapat Paripurna DPRD. (5) Dalam Rapat Paripurna,para pengusul diberi kesempatan memberikan penjelasan atas usulan sebagaimana dimaksud pada

ayat (2). (6) Pembicaraan mengenai sesuatu usul prakarsa dilakukan dengan memberikan kesempatan kepada : a. Anggota DPRD lainnya untuk memberikan pandangan; dan b. pada pengusul memberikan jawaban atas pandangan para Anggota DPRD lainnya. (7) Usul prakarsa sebelum diputuskan menjadi prakarsa DPRD,para pengusul berhak mengajukan perubahan dan atau mencabut kembali. (8) Pembicaraan diakhiri dengan keputusan DPRD yang menerima atau menolak usul prakarsa menjadi prakarsa DPRD. (9)

Tata Cara pembahasan rancangan peraturan daerah atas prakarsa DPRD mengikuti ketentuan yang berlaku dalam pembahasan rancangan peraturan daerah atas prakarsa Gubernur. Paragraf 3 Hak Mengajukan Pertanyaan Pasal 19

1) Hak mengajukan pertanyaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf b adalah hak Anggota DPRD untuk mengajukan pertanyaan secara lisan maupun tertulis kepada Pemerintah Daerah sesuai dengan fungsi dan wewenang DPRD. 2) Setiap Anggota DPRD dapat mengajukan pertanyaan kepada Pemerintah Daerah berkaitan dengan tugas dan wewenang DPRD secara lisan maupun tertulis. 3) Pertanyaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), disusun singkat dan jelas disampaikan kepada Pimpinan DPRD. 4) Pimpinan DPRD setelah mendapat pertimbangan dari Badan Musyawarah meneruskan pertanyaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepada Gubernur. 5) Apabila jawaban atas pertanyaan dimaksud oleh Gubernur disampaikan secara tertulis, tidak dapat diadakan lagi rapat untuk menjawab pertanyaan. 6) Anggota DPRD yang mengajukan pertanyaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat meminta supaya pertanyaan dijawab oleh Gubernur secara lisan. 7) Apabila Gubernur menjawab secara lisan dalam rapat yang ditentukan oleh Badan Musyawarah, Anggota DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dapat mengemukakan lagi pertanyaan secara singkat dan jelas agar Gubernur dapat memberikan jawaban yang lebih jelas. 8) Jawaban Gubernur, sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dapat diwakilkan kepada Wakil Gubernur atau Sekretaris Daerah yang didampingi Kepala Organisasi Perangkat Daerah terkait.

17 Paragraf 4 Hak Mengajukan Usul dan Pendapat Pasal 20 1) Hak Mengajukan Usul dan Pendapat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf c adalah hak Anggota DPRD untuk menyampaikan suatu usul dan pendapat secara leluasa kepada Pemerintah Daerah maupun kepada DPRD sehingga ada jaminan kemandirian sesuai dengan panggilan hati nurani serta kredibilitasnya. 2) Setiap Anggota DPRD dalam rapat-rapat DPRD berhak mengajukan usul dan pendapat kepada Pemerintah Daerah maupun kepada Pimpinan DPRD. 3) Usul dan pendapat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan dengan memperhatikan tatakrama, etika, moral, sopan santun dan kepatutan sebagai wakil rakyat.

Paragraf 5 Hak Memilih dan Dipilih Pasal 21 Hak memilih dan dipilih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf d adalah hak setiap Anggota DPRD untuk memilih dan dipilih menjadi anggota atau Pimpinan Alat Kelengkapan DPRD di luar Pimpinan DPRD.

Paragraf 6 Hak Membela Diri Pasal 22 1) Setiap Anggota DPRD berhak membela diri yang karena jabatannya diduga melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan, Kode Etik, dan Tata Tertib DPRD. 2) Hak membela diri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berhak mendapat bantuan hukum yang difasilitasi oleh Sekretariat DPRD. 3) Hak membela diri atas dugaan melanggar Kode Etik dan Tata Tertib DPRD serta peraturan perundang-undangan lainnya dilakukan sebelum dan sesudah pengambilan keputusan oleh Badan Kehormatan.

Paragraf 7 Hak Imunitas Pasal 23 1) Anggota DPRD mempunyai hak imunitas.

2) Anggota DPRD tidak dapat dituntut didepan pengadilan karena pernyataan, pertanyaan dan/atau pendapat yang dikemukakannya baik secara lisan maupun tertulis di dalam rapat DPRD ataupun di luar rapat DPRD yang berkaitan dengan fungsi serta tugas dan wewenang DPRD. 3) Anggota DPRD tidak dapat diganti antar waktu karena pernyataan, pertanyaan, dan/ atau pendapat yang dikemukakannya baik di dalam rapat DPRD ataupun di luar rapat DPRD yang berkaitan dengan fungsi serta tugas dan wewenang DPRD. 4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku dalam hal anggota yang bersangkutan mengumumkan materi yang telah disepakati dalam rapat tertutup untuk dirahasiakan atau hal lain yang dimaksud dalam ketentuan mengenai rahasia negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Paragraf 8 Hak mengikuti Orientasi dan Pendalaman Tugas Pasal 24 1) Setiap Anggota DPRD berhak mengikuti orientasi dan pendalaman tugas. 2) Orientasi dan pendalaman tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan oleh : a. pemerintah pusat; b. Pemerintah Daerah;

c. sekretariat DPRD; d. perguruan tinggi; dan e. Partai Politik.

Paragraf 9 Hak Protokoler Pasal 25 1) Pimpinan dan Anggota DPRD mempunyai Hak Protokoler. 2) Hak protokoler sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan peraturan daerah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Paragraf 10 Hak Keuangan dan Administratif

19 Pasal 26 1) Pimpinan dan administratif.

Anggota

DPRD

mempunyai

hak

keuangan

dan

2) Hak keuangan dan administratif pimpinan dan Anggota DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan daerah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. 3) Dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, pimpinan dan Anggota DPRD berhak memperoleh tunjangan yang besarannya disesuaikan dengan kemampuan daerah. 4) Pengelolaan keuangan dan tunjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan oleh Sekretariat DPRD sesuai dengan peraturan daerah.

Paragraf 11 Hak mempunyai Ruang Kerja Pasal 27 1) Dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, setiap Anggota DPRD berhak mempunyai ruang kerja. 2) Ruang Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disesuaikan dengan kemampuan keuangan daerah.

Bagian Ketiga Kewajiban Anggota Pasal 28 Anggota DPRD mempunyai kewajiban: a. memegang teguh dan mengamalkan Pancasila; b. melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan mentaati peraturan perundang-undangan; c. mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia; d. mendahulukan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi, kelompok dan golongan; e. memperjuangkan peningkatan kesejahteraan rakyat; f. menaati prinsip demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintah di daerah;

g. menaati Tata Tertib dan Kode Etik DPRD; h. menjaga etika dan norma dalam hubungan kerja dengan lembaga lain dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah; i. menyerap dan menghimpun aspirasi konstituen melalui kunjungan kerja secara berkala; j. menampung dan menindaklanjuti aspirasi dan pengaduan masyarakat; dan k. memberikan pertanggungjawaban konstituen didaerah pemilihannya.

secara

moral

dan

politis

kepada

BAB V FRAKSI Bagian Kesatu Kedudukan dan Susunan Pasal 29 1) Untuk mengoptimalkan pelaksanaan fungsi, tugas dan wewenang DPRD, serta hak dan kewajiban Anggota DPRD, dibentuk Fraksi sebagai wadah berhimpun Anggota DPRD. 2) Setiap Anggota DPRD harus menjadi anggota salah satu Fraksi. 3) Setiap Fraksi di DPRD beranggotakan paling sedikit sama dengan jumlah Komisi di DPRD. 4) Partai Politik yang jumlah anggotanya di DPRD mencapai ketentuan sebagaimana pada ayat (3) atau lebih dapat membentuk 1 (satu) Fraksi. 5) Dalam hal Partai Politik yang jumlah anggotanya di DPRD tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), anggotanya dapat bergabung dengan Fraksi yang ada, atau membentuk Fraksi gabungan. 6) Dalam hal tidak ada satu Partai Politik yang memenuhi persyaratan untuk membentuk Fraksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) maka dibentuk Fraksi gabungan. 7) Jumlah Fraksi gabungan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) paling banyak 2 (dua) Fraksi. 8) Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mendudukkan anggotanya dalam satu Fraksi. 9) Fraksi mempunyai sekretariat. 10)Sekretariat DPRD menyediakan sarana, anggaran, dan tenaga ahli guna kelancaran pelaksanaan tugas Fraksi sesuai dengan kebutuhan dan dengan memperhatikan kemampuan APBD. 11) Tenaga ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (10) berjumlah 3 (tiga) orang untuk setiap Fraksi.

21 Pasal 30 1) Pimpinan Fraksi terdiri dari Ketua, Wakil Ketua dan Sekretaris yang dipilih dari dan oleh Anggota Fraksi. 2) Susunan Pimpinan dan Keanggotaan Fraksi-Fraksi ditetapkan dengan Keputusan Pimpinan DPRD.

Bagian Kedua Tugas Fraksi Pasal 31 Fraksi bertugas : a. menentukan dan mengatur segala sesuatu yang menyangkut urusan Fraksi. b. meningkatkan kualitas, kemampuan, disiplin, daya guna dan hasil guna para anggotanya dalam melaksanakan tugas yang tercermin dalam setiap kegiatan DPRD. c. menyampaikan pemandangan umum dan kata akhir pada setiap pembahasan Rancangan Peraturan Daerah. d. menerima, menyalurkan serta memperjuangkan aspirasi daerah dan masyarakat. e. menyalurkan aspirasi yang telah diterima untuk disampaikan kepada Alat Kelengkapan DPRD atau lembaga lainnya sesuai dengan bidang dan kompetensinya. f. melakukan evaluasi terhadap kinerja anggota Fraksinya di Komisi, Badan dan alat kelengkapan lainnya.

BAB VI ALAT KELENGKAPAN DPRD Bagian Kesatu Susunan Pasal 32 1) Alat kelengkapan DPRD terdiri atas: a. Pimpinan; b. Badan musyawarah; c. Komisi; d. Badan Legislasi Daerah; e. Badan Anggaran; f. Badan Kehormatan;

g. Badan Urusan Rumah Tangga; h. Panitia Khusus; dan i. Alat kelengkapan lain yang diperlukan dan dibentuk oleh rapat paripurna. 2) Dalam menjalankan sekretariat DPRD.

tugasnya,

alat

kelengkapan

dibantu

oleh

Bagian Kedua Pimpinan DPRD Paragraf 1 Kedudukan dan Susunan Pasal 33 1) Pimpinan DPRD terdiri atas 1 (satu) orang Ketua dan 4 (empat) orang Wakil Ketua. 2) Pimpinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berasal dari Partai Politik yang memperoleh kursi terbanyak pertama dan berikutnya secara berurutan di DPRD. 3) Ketua DPRD ialah Anggota DPRD yang berasal dari Partai Politik yang memperoleh kursi terbanyak pertama di DPRD. 4) Dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) Partai Politik yang memperoleh kursi terbanyak pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Ketua DPRD ialah Anggota DPRD yang berasal dari Partai Politik yang memperoleh suara terbanyak. 5) Dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) Partai Politik yang memperoleh suara terbanyak sama sebagaimana dimaksud pada ayat (4), penentuan Ketua DPRD dilakukan berdasarkan persebaran wilayah perolehan suara Partai Politik yang lebih luas secara berjenjang. 6) Dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) Partai Politik yang memperoleh kursi terbanyak pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Wakil Ketua DPRD ialah Anggota DPRD yang berasal dari Partai Politik yang memperoleh suara terbanyak secara berurutan. 7) Apabila masih terdapat kursi Wakil Ketua DPRD yang belum terisi sebagaimana dimaksud pada ayat (6), maka kursi Wakil Ketua diisi oleh Anggota DPRD yang berasal dari Partai Politik yang memperoleh kursi terbanyak kedua. 8) Dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) Partai Politik yang memperoleh kursi terbanyak kedua sama, Wakil Ketua DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (7), ditentukan berdasarkan urutan hasil perolehan suara terbanyak. 9) Dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) Partai Politik yang memperoleh kursi terbanyak kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (7), penentuan Wakil Ketua DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dilakukan berdasarkan persebaran wilayah perolehan suara Partai Politik yang yang lebih luas secara berjenjang.

23

Paragraf 2 Pimpinan Sementara Pasal 34 1) Dalam hal Pimpinan DPRD belum terbentuk, DPRD dipimpin oleh Pimpinan Sementara DPRD. 2) Tugas Pokok Pimpinan Sementara DPRD antara lain : a. memimpin rapat-rapat DPRD; b. memfasilitasi pembentukan Fraksi; c. menyusun rancangan Tata Tertib DPRD; dan d. memproses pemilihan Pimpinan DPRD Definitif. 3) Pimpinan Sementara DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri atas 1 (satu) orang Ketua dan 1 (satu) orang Wakil Ketua yang berasal dari dua Partai Politik yang memperoleh kursi terbanyak pertama dan kedua di DPRD. 4) Dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) Partai Politik yang memperoleh suara terbanyak sama, Ketua dan Wakil Ketua Sementara DPRD ditentukan secara musyawarah oleh wakil Partai Politik bersangkutan yang ada di DPRD. Paragraf 3 Penetapan Pimpinan DPRD Pasal 35 (1)Partai Politik yang urutan perolehan kursinya terbanyak di DPRD berhak mengisi kursi Pimpinan DPRD. (2)Pimpinan Partai Politik mengajukan Anggota DPRD yang akan ditetapkan menjadi Pimpinan DPRD kepada Pimpinan Sementara DPRD melalui Fraksi. (3)Pimpinan Sementara DPRD mengumumkan dalam Rapat Paripurna adanya usulan pimpinan Partai Politik tersebut untuk ditetapkan sebagai Pimpinan DPRD. Paragraf 4 Calon Pimpinan Pasal 36 1) Pimpinan Partai Politik yang berhak mengajukan calon pimpinan DPRD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2) menyampaikan 1 (satu) orang calon pimpinan DPRD kepada Pimpinan Sementara DPRD melalui Fraksinya untuk diumumkan dalam Rapat Paripurna DPRD dan ditetapkan sebagai calon Pimpinan DPRD oleh Pimpinan Sementara DPRD. 2) Pimpinan sementara DPRD menyampaikan nama-nama calon Pimpinan

DPRD kepada Menteri Dalam diresmikan pengangkatannya.

Negeri

melalui

Gubernur

untuk

3) Pimpinan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sebelum memangku jabatannya mengucapkan sumpah/janji yang dipandu oleh Ketua Pengadilan Tinggi sebagaimana dimaksud pada Pasal 5. 4) Masa jabatan Pimpinan DPRD mengikuti masa jabatan Anggota DPRD. Paragraf 5 Pemberhentian Pimpinan Pasal 37 Pimpinan DPRD berhenti atau diberhentikan dari jabatannya karena : a. meninggal dunia; b. mengundurkan diri atas permintaan sendiri secara tertulis;

c. tidak dapat melaksanakan tugas secara berhalangan tetap sebagai Pimpinan DPRD;

berkelanjutan

atau

d. melanggar Kode Etik DPRD berdasarkan hasil pemeriksaan Badan Kehormatan dan/atau terbukti tidak mampu melaksanakan tugas sebagai Anggota DPRD; e. dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, karena melakukan tindak pidana dengan ancaman hukuman serendah-rendahnya 5 tahun penjara atau melakukan tindak pidana khusus; f. ditarik keanggotaannya Politiknya.

sebagai

Anggota

DPRD

oleh

Partai

Pasal 38 1) Pemberhentian Pimpinan DPRD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 dilaporkan dalam Rapat Paripurna oleh Pimpinan DPRD lainnya. 2) Usul pemberhentian Pimpinan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dalam Rapat Paripurna. 3) Usulan pemberhentian Pimpinan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan DPRD dan dilengkapi dengan berita acara Rapat Paripurna. Pasal 39 1) Keputusan DPRD tentang usul pemberhentian sebagai Pimpinan DPRD, disampaikan oleh Pimpinan DPRD lainnya kepada Menteri Dalam Negeri untuk peresmian pemberhentiannya. 2) Keputusan DPRD tentang usul pemberhentian seluruh Pimpinan DPRD

25 disampaikan oleh Pimpinan Sementara DPRD kepada Menteri Dalam Negeri untuk peresmian pemberhentiannya. 3) Pemberhentian Pimpinan DPRD diresmikan oleh Menteri Dalam Negeri. 4) Peresmian Pemberhentian Pimpinan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri.

Pasal 40 1) Dalam hal seorang Pimpinan DPRD menjadi terdakwa dan/atau diberhentikan dari jabatannya, para pimpinan lainnya mengadakan musyawarah untuk menentukan pelaksanaan tugas sementara sampai terpilihnya pengganti definitif. 2) Dalam hal pimpinan DPRD dinyatakan bersalah karena melakukan tindak pidana dengan ancaman hukuman pidana serendah-rendahnya 5 (lima) tahun penjara berdasarkan putusan pengadilan yang belum mempunyai kekuatan hukum tetap, Pimpinan DPRD yang bersangkutan tidak diperbolehkan melaksanakan tugas, memimpin rapat-rapat DPRD, dan menjadi juru bicara DPRD. 3) Dalam hal Pimpinan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dinyatakan tidak bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, dan dinyatakan bebas dari segala tuntutan hukum, Pimpinan DPRD melaksanakan tugas kembali. Paragraf 6 Pengisian Pimpinan Pasal 41 1) Pengisian Pimpinan DPRD yang diberhentikan sebagaimana dimaksud pada Pasal 37 diusulkan oleh Pimpinan Partai Politik asal Pimpinan DPRD yang berhenti/ diberhentikan. 2) Calon pengganti Pimpinan DPRD yang berhenti atau diberhentikan, diusulkan oleh pimpinan Partai Politik melalui Fraksi DPRD untuk diumumkan dalam rapat Paripurna DPRD dan ditetapkan dengan keputusan DPRD. 3) Pimpinan DPRD mengusulkan peresmian pengangkatan calon pengganti Pimpinan DPRD kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur. Paragraf 7 Tugas Pimpinan DPRD Pasal 42 1) Pimpinan DPRD mempunyai tugas: a. memimpin sidang-sidang dan menyimpulkan hasil sidang untuk mengambil keputusan; b. menyusun rencana kerja dan mengadakan pembagian kerja antara

Ketua dan Wakil – wakil Ketua dan alat kelengkapan lainnya berdasarkan pertimbangan Badan Musyawarah; c. menjadi juru bicara DPRD; d. melaksanakan dan memasyarakatkan Keputusan DPRD; e. mengadakan koordinasi dengan Gubernur dan Instansi Pemerintah lainnya sesuai dengan Keputusan DPRD; f.

mewakili DPRD dan/atau alat kelengkapan DPRD di pengadilan;

g. melaksanakan keputusan DPRD berkenaan dengan penetapan sanksi atau rehabilitasi anggota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan h. mempertanggungjawabkan Paripurna DPRD.

pelaksanaan

tugasnya

dalam

Rapat

2) Pelaksanaan tugas Pimpinan DPRD dilakukan secara kolektif. 3) Dalam hal salah satu unsur Pimpinan DPRD berhenti/diberhentikan atau berhalangan, unsur pimpinan DPRD yang lainnya mengadakan musyawarah untuk menentukan pelaksana tugas unsur pimpinan DPRD yang berhenti/diberhentikan. 4) Dalam hal Ketua dan Wakil-wakil Ketua meninggal dunia, mengundurkan diri secara tertulis, tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap secara bersama-sama, tugastugas Pimpinan DPRD dilaksanakan oleh Pimpinan Sementara DPRD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34. 5) Untuk membantu Pimpinan DPRD dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya disediakan tenaga ahli. Bagian Ketiga Badan Musyawarah Paragraf 1 Kedudukan dan Susunan Pasal 43 1) Badan Musyawarah merupakan alat kelengkapan DPRD yang bersifat tetap dan dibentuk oleh DPRD pada awal masa jabatan keanggotaan DPRD. 2) Anggota Badan Musyawarah ditetapkan setelah terbentuknya Pimpinan DPRD, Fraksi, Komisi-komisi dan Badan Anggaran. 3) Badan Musyawarah terdiri dari para ketua Fraksi, ketua Komisi dan unsur Fraksi, berdasarkan perimbangan jumlah anggota dan sebanyakbanyaknya tidak lebih dari setengah jumlah Anggota DPRD. 4) Ketua dan Wakil Ketua DPRD karena jabatannya adalah Pimpinan Badan Musyawarah merangkap anggota. 5) Susunan keanggotaan Badan Musyawarah ditetapkan dalam Rapat Paripurna.

27 6) Sekretaris DPRD karena jabatannya Musyawarah bukan anggota.

adalah

Sekretaris

Badan

Paragraf 2 Tugas Pasal 44 1) Badan Musyawarah mempunyai tugas: a. memberikan pertimbangan tentang penetapan program kerja DPRD, diminta atau tidak diminta; b. menetapkan kegiatan dan jadual acara rapat DPRD; c. memutuskan pilihan mengenai isi risalah rapat apabila timbul perbedaan pendapat; d. memberi saran pendapat untuk memperlancar kegiatan; dan e. merekomendasikan pembentukan Panitia Khusus. 2) Setiap anggota Badan Musyawarah wajib: a. mengadakan konsultasi dengan Fraksi-Fraksi sebelum mengikuti rapat Badan Musyawarah; dan b. menyampaikan pokok-pokok hasil rapat Badan Musyawarah kepada Fraksi. Bagian Keempat Komisi–Komisi Paragraf 1 Kedudukan dan Susunan Pasal 45 1) Komisi merupakan alat kelengkapan DPRD yang bersifat tetap dan dibentuk oleh DPRD pada awal masa jabatan keanggotaan DPRD. 2) Setiap Anggota DPRD kecuali Pimpinan DPRD, wajib menjadi anggota salah satu Komisi. 3) Jumlah Komisi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah komisi.

5 (lima)

4) Jumlah anggota setiap Komisi diupayakan sama. 5) Penempatan Anggota DPRD dalam komisi-komisi dan perpindahan ke Komisi-komisi didasarkan atas usul Fraksinya. 6) Ketua, Wakil Ketua dan Sekretaris Komisi dipilih dari dan oleh anggota Komisi dan dilaporkan dalam Rapat Paripurna DPRD. 7) Masa penempatan anggota dalam Komisi dan perpindahan ke Komisi lain, diputuskan dalam Rapat Paripurna atas usul Fraksi pada awal tahun sidang.

8) Anggota DPRD pengganti antar waktu menduduki tempat anggota Komisi yang digantikan. 9) Masa jabatan Pimpinan dan anggota Komisi ditetapkan satu tahun dan dapat dipilih kembali. 10) Komisi dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya disediakan tenaga ahli. Paragraf 2 Tugas Pasal 46 Komisi mempunyai tugas: a. mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan daerah; b. melakukan pembahasan terhadap rancangan peraturan daerah, dan rancangan Keputusan DPRD; c. melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan pemerintahan, dan kemasyarakatan sesuai dengan masing-masing;

pembangunan, bidang Komisi

d. membantu Pimpinan DPRD untuk mengupayakan penyelesaian masalah yang disampaikan oleh Gubernur dan/atau masyarakat kepada DPRD; e. menerima, menampung dan membahas serta menindaklanjuti aspirasi masyarakat; f. memperhatikan upaya peningkatan kesejahteraan rakyat di daerah; g. melakukan kunjungan kerja Komisi yang bersangkutan atas persetujuan Pimpinan DPRD; h. mengadakan rapat kerja dan rapat dengar pendapat; i. mengajukan usul kepada Pimpinan DPRD dalam ruang lingkup bidang tugas masing-masing Komisi; dan j. memberikan laporan tertulis pelaksanaan tugas Komisi.

kepada

Pimpinan

DPRD

tentang

hasil

Paragraf 3 Bidang Tugas Komisi Pasal 47 Komisi – Komisi DPRD terdiri atas: a. Komisi A: Bidang Pemerintahan, meliputi : Pemerintahan, Ketentraman dan Ketertiban, Kependudukan, Penerangan

29 dan Pers, Hukum Perundang-undangan dan Hak Asasi Manusia, Kepegawaian, Aparatur dan Penanganan KKN, Perijinan, Partai Politik dan Organisasi Kemasyarakatan, Pertanahan, Kekayaan Daerah, Telematika, Kerjasama dan Penyelesaian Perselisihan, Polisi Pamong Praja, Pendidikan dan Pelatihan Aparatur serta Perlindungan Konsumen. b. Komisi B: Bidang Perekonomian, meliputi: Perdagangan dan Perindustrian, Wilayah Kelautan Daerah, Konservasi Alam, Ketahanan Pangan, Pertanian Tanaman Pangan, Peternakan, Perikanan, Perkebunan, Kehutanan, Logistik, Koperasi dan Pengusaha Kecil serta Pariwisata. c. Komisi C: Bidang Keuangan, meliputi: Pendapatan Asli Daerah (Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil BUMD dan Pengelolaan Kekayaan Daerah dan Harta lainnya yang dipisahkan, lain-lain PAD yang sah), Dana Perimbangan (PBB, Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, Penerimaan Sektor Kehutanan, Pertambangan Umum dan Perikanan, Penerimaan dari Pertambangan Minyak dan Gas Alam ), Pajak Air, Pinjaman Daerah, Perbankan, Dunia Usaha, Otorita, Pemberdayaan dan Pengembangan BUMD, serta Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam Negeri, dan lain-lain penerimaan yang sah. d. Komisi D: Bidang Pembangunan, meliputi: Pekerjaan Umum (Kebinamargaan, Pengairan, Tata Ruang dan Pemukiman), Perencanaan dan Pengendalian, Pembangunan Regional, Pengelolaan Pelabuhan Laut dan Udara Regional, Perhubungan dan Telekomunikasi, Pertambangan dan Energi, Perumahan Rakyat, Penelitian dan Pengembangan Daerah, Pengendalian dan Perlindungan Lingkungan Hidup. e. Komisi E: Bidang Kesejahteraan Rakyat, meliputi: Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Industri Strategis, Ketenagakerjaan termasuk perlindungan TKI, Pendidikan, Kebudayaan, Pemuda dan Olah Raga, Agama, Sosial, Kesehatan, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan, Transmigrasi serta Penanganan Penyandang Cacat dan Anak Terlantar.

Bagian Kelima Badan Legislasi Daerah Paragraf 1 Kedudukan Pasal 48 Badan Legislasi adalah alat kelengkapan DPRD yang bersifat tetap dan dibentuk dalam rapat Paripurna DPRD.

Paragraf 2 Susunan

Pasal 49 1) Susunan dan keanggotaan Badan Legislasi dibentuk pada permulaan masa keanggotaan DPRD dan permulaan tahun sidang. 2) Jumlah anggota Badan Legislasi ditetapkan dalam Rapat Paripurna menurut perimbangan dan pemerataan jumlah anggota komisi. 3) Jumlah anggota Badan Legislasi setara dengan jumlah anggota satu komisi di DPRD. 4) Anggota Badan Legislasi diusulkan masing-masing Fraksi. Pasal 50 1) Pimpinan Badan Legislasi terdiri atas 1 (satu) orang Ketua dan 3 (tiga) orang Wakil Ketua yang dipilih dari dan oleh anggota Badan Legislasi berdasarkan prinsip musyawarah untuk mufakat. 2) Sekretaris DPRD karena jabatannya adalah Sekretaris Badan Legislasi bukan anggota. 3) Masa jabatan Pimpinan Badan Legislasi paling lama 2,5 (dua setengah) tahun. 4) Masa keanggotaan Badan Legislasi dapat diubah pada setiap tahun anggaran.

Paragraf 3 Tugas Pasal 51 (1) Badan Legislasi bertugas : a. menyusun rancangan Program Legislasi Daerah (Prolegda) yang memuat daftar urutan dan prioritas rancangan peraturan daerah beserta alasanya untuk setiap tahun anggaran di lingkungan DPRD; b. koordinasi untuk menyusun program legislasi daerah antara DPRD dan Pemerintah Daerah; c. menyiapkan rancangan peraturan daerah usul DPRD berdasarkan program prioritas yang telah ditetapkan; d. melakukan pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi rancangan peraturan daerah yang diajukan anggota, komisi dan/atau gabungan komisi sebelum rancangan peraturan daerah tersebut disampaikan kepada Pimpinan DPRD; e. memberikan pertimbangan terhadap rancangan peraturan daerah yang diajukan oleh anggota, komisi dan/atau gabungan komisi diluar prioritas rancangan peraturan daerah tahun berjalan atau diluar rancangan peraturan daerah yang terdaftar dalam program legislasi daerah; f. mengikuti perkembangan dan melakukan evaluasi terhadap pembahasan materi muatan rancangan peraturan daerah melalui koordinasi dengan

31 komisi dan/atau panitia khusus; g. memberikan masukan kepada Pimpinan DPRD atas rancangan peraturan daerah yang ditugaskan oleh Badan Musyawarah; dan h. membuat laporan kinerja dan inventarisasi masalah di bidang perundangundangan pada akhir masa keanggotaan DPRD. 2) Badan Legislasi dalam melaksanakan tugasnya, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat : a. mengadakan koordinasi dan konsultasi dengan pihak Pemerintah Daerah, atau pihak lain yang dianggap perlu mengenai hal yang menyangkut ruang lingkup tugasnya melalui Pimpinan DPRD; b. memberikan rekomendasi kepada Badan Musyawarah dan Komisi yang terkait mengenai penyusunan program dan urutan prioritas pembahasan rancangan peraturan daerah untuk satu masa keanggotaan DPRD dan setiap Tahun Anggaran; c. memberikan rekomendasi kepada Badan Musyawarah dan/atau Komisi yang terkait berdasarkan hasil pengkajian dan penelaahan terhadap materi rancangan peraturan daerah; d. mengadakan Rapat Kerja dan Rapat Dengar Pendapat; e. mengadakan kunjungan kerja dan/atau study banding dengan persetujuan Pimpinan DPRD yang hasilnya dilaporkan kepada Rapat paripurna untuk ditentukan tindak lanjutnya; f. merekomendasikan hasil pengkajian dan penelaahan rancangan peraturan daerah kepada Badan Musyawarah. (3) Sekretariat DPRD menyediakan sarana, anggaran dan tenaga ahli untuk kelancaran pelaksanaan tugas Badan Legislasi sesuai kebutuhan dengan memperhatikan kemampuan APBD.

Bagian Keenam Badan Anggaran Paragraf 1 Kedudukan dan Susunan Pasal 52 1) Badan Anggaran merupakan alat kelengkapan DPRD yang bersifat tetap dan dibentuk oleh DPRD pada awal masa jabatan keanggotaan DPRD. 2) Badan Anggaran terdiri dari Pimpinan DPRD, para Ketua Fraksi, Ketua Komisi dan unsur Fraksi, berdasarkan perimbangan jumlah anggota dan sebanyak-banyaknya tidak lebih dari setengah jumlah Anggota DPRD. 3) Ketua Fraksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dapat menugaskan anggota Fraksi yang bersangkutan untuk menjadi anggota Badan

Anggaran. 4) Ketua dan Wakil Ketua DPRD karena jabatannya adalah Ketua dan Wakil Ketua Badan Anggaran merangkap anggota. 5) Sekretaris DPRD karena jabatannya adalah Sekretaris Badan Anggaran bukan anggota. 6) Untuk pelaksanaan tugas Badan Anggaran dibentuk Pimpinan Harian yang terdiri dari 1 (satu) orang Ketua, dan 4 (empat) orang Wakil Ketua yang dipilih dari dan oleh anggota Badan Anggaran. 7) Susunan keanggotaan, Ketua dan ditetapkan dalam rapat Paripurna.

Wakil

Ketua

Badan

Anggaran

8) Ketua dan Wakil Ketua Harian Badan Anggaran menduduki jabatannya paling lama 2,5 (dua setengah) tahun. 9) Masa keanggotaan Badan Anggaran dapat diubah pada setiap tahun anggaran.

Paragraf 2 Tugas Pasal 53 (1)

Badan Anggaran mempunyai tugas: a. memberikan saran dan pendapat berupa pokok-pokok pikiran DPRD kepada Gubernur dalam mempersiapkan rancangan anggaran pendapatan dan belanja daerah selambat-lambatnya lima bulan sebelum ditetapkannya anggaran pendapatan dan belanja daerah; b. memberikan saran dan pendapat kepada Gubernur dalam mempersiapkan penetapan, perubahan, dan perhitungan anggaran pendapatan dan belanja daerah sebelum ditetapkan dalam Rapat Paripurna; c. memberikan saran dan pendapat kepada DPRD mengenai pra rancangan anggaran pendapatan dan belanja daerah, rancangan anggaran pendapatan dan belanja daerah, perubahan, dan perhitungan anggaran pendapatan dan belanja daerah yang telah disampaikan oleh Gubernur; d. memberikan saran dan pendapat terhadap rancangan perhitungan anggaran yang disampaikan oleh Gubernur kepada DPRD; e. menyusun anggaran belanja DPRD dan memberikan saran terhadap penyusunan anggaran belanja Sekretariat DPRD.

(2) Setiap Anggota Badan Anggaran: a. mengadakan konsultasi dengan Fraksi/Komisi terkait sebelum mengikuti Rapat Badan Anggaran; b. menyampaikan

laporan

pokok-pokok

hasil

rapat

Badan

33 Anggaran kepada Fraksi/Komisi terkait.

Bagian Ketujuh Badan Kehormatan Paragraf 1 Kedudukan dan Susunan Pasal 54 (1)Badan Kehormatan merupakan Alat Kelengkapan DPRD yang bersifat tetap dan dibentuk oleh DPRD pada awal masa jabatan keanggotaan DPRD. (2)Anggota Badan Kehormatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipilih dari dan oleh Anggota DPRD dengan ketentuan berjumlah 8 (delapan) orang. (3)Pimpinan Badan Kehormatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas 1 (satu) orang ketua, 1 (satu) orang wakil ketua dan 1 (satu) orang Sekretaris yang dipilih dari dan oleh anggota Badan Kehormatan. (4)Anggota Badan Kehormatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dalam Rapat Paripurna DPRD berdasarkan usul dari masing-masing Fraksi.

(5)Anggota DPRD Pengganti Antar Waktu menduduki tempat anggota Badan Kehormatan yang digantikan. (6)Badan Kehormatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibantu oleh Sekretariat yang secara fungsional dilaksanakan oleh Sekretariat DPRD. (7)Masa jabatan keanggotaan Badan Kehormatan ditetapkan satu tahun dan bisa dipilih kembali. Paragraf 2 Tugas Pasal 55 Badan Kehormatan mempunyai tugas : a. mengamati, mengevaluasi disiplin, etika, dan moral para Anggota DPRD dalam rangka menjaga martabat dan kehormatan sesuai dengan Kode Etik DPRD; b. meneliti dugaan pelanggaran yang dilakukan Anggota DPRD terhadap Tata tertib dan Kode etik DPRD serta Sumpah/janji; c. melakukan penyelidikan, verifikasi, dan klarifikasi atas pengaduan Pimpinan DPRD, masyarakat dan / atau pemilih;

d. menyampaikan kesimpulan atas hasil penyelidikan, verifikasi, dan klarifikasi sebagaimana dimaksud pada huruf c sebagai rekomendasi untuk ditindak lanjuti oleh DPRD; dan e. menyampaikan rekomendasi kepada Pimpinan DPRD berupa rehabilitasi nama baik apabila tidak terbukti adanya pelanggaran yang dilakukan Anggota DPRD atas pengaduan Pimpinan DPRD, masyarakat dan/atau pemilih. f. menyampaikan laporan atas Keputusan Badan Kehormatan kepada Paripurna DPRD; dan g. dapat menjatuhkan sanksi kepada Anggota DPRD yang terbukti melanggar Kode Etik DPRD. Pasal 56 Untuk melaksanakan tugasnya, Badan Kehormatan berwenang : a. memanggil anggota yang bersangkutan untuk memberikan penjelasan dan pembelaan terhadap dugaan pelanggaran yang dilakukan; dan b. meminta keterangan pelapor, saksi, dan/atau pihak-pihak lain yang terkait termasuk untuk meminta dokumen atau bukti lain. Pasal 57 (1)Mekanisme pengaduan / pelaporan pelanggaran : a. pengaduan / pelaporan tentang dugaan adanya pelanggaran diajukan secara tertulis kepada Pimpinan DPRD disertai identitas pelapor yang jelas dan bukti permulaan yang cukup dengan tembusan Badan Kehormatan; b. pengaduan / pelaporan sebagaimana dimaksud pada huruf a, dikesampingkan apabila tidak disertai dengan identitas pelapor yang jelas; c. Pimpinan DPRD menyampaikan pengaduan / pelaporan kepada Badan Kehormatan untuk ditindaklanjuti; dan d. apabila dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja sejak diterimanya pengaduan / pelaporan sebagaimana dimaksud pada huruf a tidak disampaikan oleh Pimpinan DPRD, Badan Kehormatan dapat menindaklanjuti. (2)Mekanisme penelitian dan pemeriksaan pengaduan / pelaporan : a. Badan Kehormatan melakukan penelitian dan pemeriksaan pengaduan / pelaporan melalui permintaan keterangan dan penjelasan pelapor, saksi dan/atau yang bersangkutan serta pemeriksaan dokumen atau bukti lain; dan b. Badan Kehormatan membuat kesimpulan hasil penelitian dan pemeriksaan dengan disertai berita acara penelitian dan pemeriksaan; (3) Prosedur penjatuhan sanksi :

35 a. Badan Kehormatan menetapkan jenis sanksi berasarkan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2); b. Badan Kehormatan melaporkan keputusan Badan Kehormatan sebagaimana dimaksud huruf a pada Rapat Paripurna DPRD; c. dalam hal jenis sanksi yang ditetapkan Badan Kehormatan berupa pemberhentian sebagai Anggota DPRD, setelah dilaporkan kepada Rapat Paripurna sebagaimana dimaksud huruf b, juga dilaporkan kepada Pimpinan DPRD untuk diteruskan kepada pimpinan Partai Politik yang bersangkutan; d. dalam hal setelah 30 (tiga puluh) hari kerja sejak diterimanya keputusan Badan Kehormatan, pimpinan Partai Politik yang bersangkutan tidak menyampaikan keputusan pemberhentiannya, Pimpinan DPRD meneruskan keputusan Badan Kehormatan kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur. e. Menteri Dalam Negeri paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak diterimanya keputusan Badan Kehormatan DPRD meresmikan pemberhentian Anggota DPRD. (4) Pimpinan DPRD dan/atau Badan Kehormatan menjamin kerahasiaan pelapor. Pasal 58 1) Badan Kehormatan menetapkan sanksi kepada Anggota DPRD yang terbukti bersalah melanggar Kode Etik, berdasarkan hasil pemeriksaan dan verifikasi oleh Badan Kehormatan. 2) Sanksi yang diberikan dapat berupa : a. teguran lisan; b. teguran tertulis; atau c. diberhentikan sebagai anggota sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. 3) Sanksi berupa teguran lisan,teguran tertulis,disampaikan oleh Pimpinan DPRD kepada anggota yang bersangkutan,kepada pimpinan Fraksi dan pimpinan Partai Politik yang bersangkutan secara tertulis. 4) Sanksi berupa pemberhentian sebagai Anggota DPRD, diproses sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.

Bagian Kedelapan Badan Urusan Rumah Tangga Paragraf 1 Kedudukan dan Susunan Pasal 59 1) Badan Urusan Rumah Tangga merupakan Alat Kelengkapan DPRD yang bersifat tidak tetap dan dibentuk oleh DPRD pada awal masa jabatan keanggotaan DPRD. 2) Anggota Badan Urusan Rumah Tangga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas anggota Komisi yang diusulkan oleh Fraksi berdasarkan perimbangan jumlah anggota. 3) Ketua, Wakil Ketua dan Sekretaris dipilih dari dan oleh anggota Badan Urusan Rumah Tangga. 4) Susunan keanggotaan, Ketua, Wakil Ketua dan Sekretaris Badan Urusan Rumah Tangga ditetapkan dalam Rapat Paripurna. 5) Keputusan Pimpinan tentang Perpanjangan Masa Tugas Badan Urusan Rumah Tangga adalah kewenangan Pimpinan DPRD.

Paragraf 2 Tugas Pasal 60 1) Badan Urusan Rumah Tangga mempunyai tugas : a. membantu Pimpinan DPRD dalam menentukan kebijaksanaan kerumahtanggaan DPRD, termasuk kesejahteraan anggota dan pegawai Sekretariat DPRD berdasarkan hasil rapat Badan Musyawarah; b. membantu Pimpinan DPRD dalam melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas dan kewajiban yang dilakukan oleh Sekretariat DPRD, baik atas penugasan oleh Pimpinan DPRD dan/ atau Badan Musyawarah maupun atas prakarsa sendiri; c. membantu Pimpinan DPRD dalam merencanakan menyusun kebijakan anggaran DPRD dengan :

dan

1) meneliti dan menyempurnakan rancangan anggaran DPRD yang penyusunannya disiapkan oleh Sekretariat DPRD; 2) menetapkan plafon Anggaran DPRD bersama-sama dengan Badan Anggaran; 3) mengawasi pelaksanaan dan pengelolaan anggaran DPRD; 4) melaksanakan hal-hal lain yang berhubungan dengan masalah kerumahtanggaan DPRD yang ditugaskan oleh Pimpinan DPRD berdasarkan hasil rapat Badan Musyawarah.

37 (2)Badan Urusan Rumah Tangga bertanggungjawab kepada Pimpinan DPRD dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (3)Badan Urusan Rumah Tangga dapat meminta penjelasan dan data yang diperlukan kepada Sekretariat DPRD.

Bagian Kesembilan Panitia Khusus Kedudukan dan Susunan Pasal 61 1) Pimpinan DPRD dapat membentuk alat kelengkapan lain yang diperlukan berupa Panitia Khusus dengan Keputusan DPRD, atas usul dan pendapat Anggota DPRD setelah mendengar pertimbangan Badan Musyawarah dengan persetujuan Rapat Paripurna. 2) Panitia Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan alat kelengkapan DPRD yang bersifat tidak tetap. 3) Anggota Panitia Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas anggota Komisi yang diusulkan oleh Fraksi berdasarkan perimbangan jumlah anggota. 4) Ketua, Wakil Ketua dan Sekretaris Panitia Khusus dipilih dari dan oleh anggota. 5) Susunan keanggotaan, Ketua, Wakil Ketua dan Sekretaris Panitia Khusus ditetapkan dalam Rapat Paripurna. 6) Panitia Khusus mempunyai tugas mengkaji hal yang bersifat khusus, atau suatu masalah yang lingkup pembahasannya lintas Komisi, yang dituangkan dalam Keputusan DPRD. 7) Keputusan Pimpinan tentang Perpanjangan Masa Tugas Panitia Khusus adalah kewenangan Pimpinan DPRD.

BAB VII PERSIDANGAN DAN RAPAT DPRD Bagian Pertama Acara Resmi Pasal 62 (1)Pimpinan dan Anggota DPRD memperoleh kedudukan protokol dalam acara resmi. (2)Acara resmi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : a. acara resmi pemerintah yang diselenggarakan di Daerah; b. acara

resmi

Pemerintah

Daerah

yang

menghadirkan Pejabat Pemerintah; c. acara resmi Pemerintah Daerah yang dihadiri oleh Pejabat Pemerintah Daerah. Pasal 63 Tata tempat dalam rapat-rapat DPRD sebagai berikut : a. Ketua DPRD didampingi oleh Wakil-wakil Ketua DPRD; b. Gubernur dan Wakil Gubernur ditempatkan sejajar dan disebelah kanan Ketua DPRD; c. Wakil-wakil Ketua DPRD duduk disebelah kiri Ketua DPRD; d. Anggota DPRD menduduki tempat yang telah disediakan untuk anggota; e. Sekretaris DPRD, peninjau, dan undangan sesuai dengan kondisi ruang rapat.

Pasal 64 i. Tata upacara dalam acara resmi dapat berupa upacara bendera atau bukan upacara bendera. ii. Untuk keseragaman, kelancaran, ketertiban dan kekhidmatan jalannya acara resmi, diselenggaran tata upacara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 65 (1)Pimpinan dan Anggota DPRD mendapat penghormatan sesuai dengan penghormatan yang diberikan kepada pejabat pemerintah. (2)Penghomatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Bagian Kedua Persidangan Pasal 66 1) Pada awal masa jabatan keanggotaan, tahun sidang DPRD dimulai pada saat pengucapan sumpah/janji anggota. 2) Tahun sidang dibagi dalam 3 (tiga) masa persidangan. 3) Masa persidangan meliputi masa sidang dan masa reses, kecuali pada persidangan terakhir dari satu periode keanggotaan DPRD, masa reses ditiadakan. Pasal 67

39 1) DPRD mengadakan rapat secara berkala sekurang-kurangnya enam kali dalam setahun. 2) Rapat-rapat dapat dilakukan selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atas permintaan sekurang-kurangnya 1/5 (satu per lima) dari jumlah Anggota DPRD atau dalam hal tertentu atas permintaan Gubernur. 3) Hasil rapat DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dalam Peraturan DPRD, Keputusan DPRD dan hasil rapat Pimpinan DPRD ditetapkan dengan Keputusan Pimpinan DPRD. 4) Peraturan DPRD, Keputusan DPRD dan Keputusan Pimpinan DPRD tidak boleh bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan kepentingan umum. 5) Peraturan DPRD dan Keputusan DPRD dilaporkan kepada Menteri Dalam Negeri selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah ditetapkan. 6) DPRD mengadakan rapat atas undangan Ketua atau Wakil Ketua DPRD berdasarkan jadual rapat yang telah ditetapkan oleh Badan Musyawarah. Pasal 68 Alat Kelengkapan DPRD mengadakan rapat atas undangan Ketua atau Wakil Ketua DPRD berdasarkan jadual rapat yang ditetapkan oleh Alat Kelengkapan DPRD.

Bagian Ketiga Jenis Rapat Pasal 69 (1) Jenis Rapat DPRD terdiri atas: a. Rapat Paripurna merupakan rapat Anggota DPRD dipimpin oleh Ketua atau Wakil Ketua dan merupakan forum tertinggi dalam melaksanakan wewenang dan tugas DPRD; b. Rapat Paripurna Istimewa merupakan Rapat Anggota DPRD yang dipimpin oleh Ketua atau Wakil Ketua untuk melaksanakan suatu acara tertentu dengan tidak mengambil keputusan; c. Rapat Pimpinan merupakan rapat unsur Pimpinan yang dipimpin oleh Ketua DPRD; d. Rapat Gabungan Pimpinan merupakan rapat antara Pimpinan DPRD dengan Pimpinan Alat Kelengkapan DPRD dan/atau Pimpinan Fraksi dipimpin oleh Pimpinan DPRD; e. Rapat Badan Musyawarah merupakan rapat anggota Badan Musyawarah yang dipimpin oleh Ketua atau Wakil Ketua Badan Musyawarah; f. Rapat Komisi merupakan rapat anggota Komisi dipimpin oleh

Pimpinan Komisi; g. Rapat Gabungan Komisi merupakan rapat Komisi-Komisi, dipimpin oleh Ketua atau Wakil Ketua DPRD; h. Rapat Badan Legislasi merupakan rapat anggota Badan Legislasi, dipimpin oleh Pimpinan Badan Legislasi; i. Rapat Badan Anggaran merupakan rapat anggota Badan Anggaran, dipimpin oleh Ketua atau Wakil Ketua Badan Anggaran; j. Rapat Badan Kehormatan merupakan rapat anggota Badan Kehormatan, dipimpin oleh Pimpinan Badan Kehormatan; k. Rapat Badan Urusan Rumah Tangga merupakan rapat anggota Badan Urusan Rumah Tangga, dipimpin oleh pimpinan Badan Urusan Rumah Tangga; l. Rapat Panitia Khusus merupakan rapat anggota Panitia Khusus, dipimpin oleh pimpinan rapat Panitia Khusus; m. Rapat Kerja merupakan rapat antara DPRD atau Alat Kelengkapan DPRD dengan Gubernur atau Pejabat yang ditunjuk; n. Rapat Dengar Pendapat merupakan rapat antara DPRD atau Alat Kelengkapan DPRD dengan Lembaga/Badan Organisasi Kemasyarakatan. (2). Kecuali rapat Fraksi, rapat-rapat lainnya dilaksanakan atas undangan Ketua atau Wakil Ketua DPRD. Bagian Keempat Sifat Rapat Pasal 70 1) Rapat Paripurna DPRD dan Rapat Paripurna Istimewa DPRD, bersifat terbuka. 2) Rapat Pimpinan DPRD dan Rapat Gabungan Pimpinan DPRD, bersifat tertutup. 3) Rapat – rapat Alat Kelengkapan DPRD bersifat tertutup kecuali apabila pimpinan rapat menyatakan terbuka. 4) Rapat Kerja dan Rapat Dengar Pendapat bersifat terbuka. 5) Rapat Fraksi sifatnya ditentukan oleh masing-masing Fraksi. Pasal 71 Semua rapat di DPRD pada dasarnya bersifat terbuka, kecuali rapat tertentu yang dinyatakan tertutup. Pasal 72 Setiap keputusan rapat DPRD, baik berdasarkan musyawarah untuk mufakat maupun berdasarkan suara terbanyak, merupakan kesepakatan untuk ditindaklanjuti oleh semua pihak yang terkait dalam pengambilan

41 keputusan.

Pasal 73 1) Pembicaraan dalam rapat tertutup yang bersifat rahasia tidak boleh diumumkan dengan cara apapun juga. 2) Sifat rahasia sebagaimana dimaksud pada ayat (1), juga harus dipegang teguh oleh mereka yang mengetahui atau mendengar pembicaraan rapat tertutup tersebut. Pasal 74 1) Rapat-rapat DPRD bersifat terbuka untuk umum, kecuali dinyatakan tertutup berdasarkan Tata Tertib DPRD atau atas kesepakatan diantara Pimpinan DPRD. 2) Rapat tertutup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mengambil keputusan, kecuali : a. pemilihan Ketua/Wakil Ketua DPRD; b. penetapan pasangan calon Gubernur; c. persetujuan rancangan peraturan daerah; d. anggaran pendapatan dan belanja daerah; e. penetapan, perubahan, penghapusan pajak dan retribusi daerah; f. utang piutang, pinjaman dan pembebanan Gubernur; g. Badan Usaha Milik Daerah; h. penghapusan tagihan sebagian atau seluruhnya; i. persetujuan penyelesaian perkara perdata secara damai; j. kebijakan tata ruang; k. kerjasama daerah; l. pemberhentian dan penggantian Ketua/ Wakil Ketua DPRD; m. penggantian antar waktu Anggota DPRD; n. usulan pengangkatan dan pemberhentian Gubernur /Wakil Gubernur; dan o. meminta Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Gubernur dalam pelaksanaan tugas Desentralisasi.

Pasal 75 (1)Setiap rapat tertutup dibuat laporan secara tertulis tentang pembicaraan yang dilakukan.

(2)Dalam laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicantumkan dengan jelas mengenai sifat rapat yaitu “ RAHASIA“.

Bagian Kelima Waktu dan Hari Kerja Pasal 76 (1)Waktu dan hari kerja DPRD: a. Hari kerja Senin – Kamis pukul 09.00 WIB – 16.00 WIB, Hari Jum’at pukul 08.00 – 11.00 WIB dan pukul 13.30 WIB – 16.00 WIB;

b. Apabila diperlukan kegiatan Alat Kelengkapan DPRD dilaksanakan pada malam hari pukul 19.00 Wib – selesai.

dapat

c. Perubahan hari dan jam kerja adalah kewenangan Pimpinan DPRD atas usulan alat kelengkapan DPRD. 2) Tempat Rapat di gedung DPRD, apabila diperlukan dapat dilakukan di tempat lain yang refresentatif yang ditentukan oleh Pimpinan DPRD.

Bagian Keenam Pengambilan Keputusan Pasal 77 1) Sebelum menghadiri rapat Anggota DPRD harus menandatangani daftar hadir. 2) Untuk para undangan, disediakan daftar hadir sendiri. 3) Rapat dibuka oleh pimpinan rapat apabila kuorum telah tercapai berdasarkan kehadiran secara fisik. 4) Anggota DPRD yang hadir apabila akan meninggalkan ruangan rapat, wajib memberitahukan kepada pimpinan rapat. Pasal 78 (1) Pengambilan keputusan merupakan proses penyelesaian akhir suatu masalah yang dibicarakan dalam setiap jenis rapat DPRD. (2) Keputusan rapat DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat berupa persetujuan atau penolakan. Pasal 79 1) Pengambilan keputusan dalam rapat DPRD diupayakan dengan cara musyawarah untuk mencapai mufakat. 2) Apabila cara pengambilan keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak terpenuhi,Keputusan diambil berdasarkan suara

43 terbanyak. 3) Setiap keputusan rapat DPRD baik berdasarkan musyawarah maupun berdasarkan pemungutan suara mengikat semua pihak yang terkait.

Pasal 80 Setiap keputusan rapat DPRD, baik berdasarkan musyawarah maupun berdasarkan pemungutan suara harus dilengkapi daftar hadir dan risalah rapat yang ditanda-tangani oleh pimpinan rapat. Pasal 81 Keputusan berdasarkan pemungutan suara diambil apabila keputusan berdasarkan musyawarah sudah tidak terpenuhi karena adanya pendirian sebagian Anggota DPRD yang tidak dapat dipertemukan lagi dengan Anggota DPRD yang lain. Pasal 82 1) Pengambilan keputusan berdasarkan pemungutan suara dapat dilakukan secara terbuka atau tertutup.

2) Pengambilan keputusan berdasarkan pemungutan suara secara terbuka dilakukan apabila menyangkut kebijakan. 3) Pengambilan keputusan berdasarkan pemungutan suara secara tertutup dilakukan apabila menyangkut orang atau masalah lain yang dipandang perlu. Pasal 83 (1) Pemberian suara secara terbuka atau menyatakan setuju, menolak atau tidak menyatakan pilihan dilakukan oleh Anggota DPRD yang hadir dengan cara lisan, mengangkat tangan, berdiri, tertulis, atau dengan cara lain yang disepakati oleh Anggota DPRD yang hadir. (2) Perhitungan suara dilakukan dengan menghitung secara langsung setiap Anggota DPRD. (3) Anggota DPRD yang meninggalkan ruang sidang dianggap telah hadir dan tidak mempengaruhi sahnya keputusan. Pasal 84 1) Setiap rapat DPRD memenuhi kuorum.

dapat

mengambil

keputusan

apabila

2) Kuorum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terpenuhi apabila : a. rapat dihadiri oleh sekurang-kurangnya ¾ (tiga perempat) dari jumlah angket dan hak

menyatakan pendapat serta untuk mengambil keputusan mengenai usul pemberhentian Gubernur dan/atau Wakil Gubernur; b. rapat dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari jumlah Anggota DPRD untuk memberhentikan Pimpinan DPRD serta untuk menetapkan peraturan daerah dan anggaran pendapatan dan belanja daerah; c. rapat dihadiri oleh lebih dari ½ (satu perdua) jumlah Anggota DPRD untuk Rapat Paripurna DPRD selain rapat sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b. (3) Keputusan rapat dinyatakan sah apabila: a. disetujui oleh sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari jumlah Anggota DPRD yang hadir, untuk rapat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a. b. disetujui lebih dari ½ ( satu perdua) jumlah Anggota DPRD yang hadir, untuk rapat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b; c. disetujui dengan suara terbanyak, untuk rapat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c. 4) Apabila Kuorum sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) tidak terpenuhi, rapat ditunda paling banyak 2 (dua) kali dengan tenggang waktu masing-masing tidak lebih dari 1 ( satu) jam. 5) Apabila pada akhir waktu penundaan rapat sebagimana dimaksud pada ayat (4) kuorum belum juga terpenuhi, pimpinan dapat menunda rapat paling lama 3 (tiga) hari atau sampai waktu yang ditetapkan oleh Badan Musyawarah. 6) Apabila setelah penundaan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Kuorum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum juga terpenuhi, terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf b, rapat tidak dapat mengambil keputusan.

7) Apabila setelah penundaan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) kuorum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) belum juga terpenuhi, terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, cara penyelesaiannya diserahkan kepada Pimpinan DPRD dan pimpinan Fraksi. Pasal 85 1) Apabila pada waktu yang ditentukan untuk pembukaan rapat jumlah Anggota DPRD belum mencapai kuorum, pimpinan rapat membuka dan sekaligus menunda rapat paling lama 2 (dua) kali masing-masing 1

45 jam. 2) Apabila kuorum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum terpenuhi, pimpinan rapat dapat melanjutkan rapat dengan dihadiri oleh sekurang-kurangnya setengah dari jumlah Anggota DPRD. 3) Apabila pada akhir waktu penundaan rapat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), kuorum belum juga tercapai, pimpinan rapat menunda rapat paling lama 3 (tiga) hari atau sampai waktu yang ditetapkan oleh Badan Musyawarah. 4) Setiap terjadi penundaan rapat, dibuat berita acara penundaan rapat yang ditandatangani oleh pimpinan rapat. 5) Setelah rapat dibuka pimpinan rapat memberitahukan surat-surat masuk dan surat keluar yang dipandang perlu untuk diberitahukan atau dibahas dengan peserta rapat, kecuali surat-surat urusan rumah tangga DPRD. Pasal 86 1) Pimpinan rapat menutup rapat setelah semua acara yang ditetapkan selesai dibicarakan. 2) Apabila acara yang ditetapkan untuk suatu rapat belum terselesaikan, sedangkan waktu rapat telah berakhir, pimpinan rapat menunda penyelesaian acara tersebut untuk dibicarakan dalam rapat berikutnya atau meneruskan penyelesaian acara tersebut atas persetujuan rapat. 3) Pimpinan rapat mengemukakan pokok-pokok keputusan kesimpulan yang dihasilkan oleh rapat sebelum menutup rapat.

dan/atau

Pasal 87 1) Pengambilan keputusan berdasarkan musyawarah dilakukan setelah Anggota DPRD yang hadir diberikan kesempatan untuk menyampaikan pendapat atau saran dan dipandang cukup sebagai bahan penyelesaian masalah yang dimusyawarahkan. 2) Untuk dapat mengambil keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pimpinan rapat menyiapkan rancangan keputusan yang mencerminkan pendapat dalam rapat. Pasal 88 Apabila Ketua DPRD berhalangan untuk memimpin rapat, rapat dipimpin oleh salah seorang Wakil Ketua DPRD dan apabila Ketua dan Wakil Ketua DPRD berhalangan, Pimpinan Rapat dipilih dari dan oleh peserta rapat yang hadir. Pasal 89 1) Fraksi, alat kelengkapan DPRD atau Pemerintah Daerah dapat mengajukan usul perubahan kepada Pimpinan DPRD mengenai acara maupun masalah yang akan dibahas yang telah ditetapkan oleh Badan Musyawarah.

2) Usul perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan secara tertulis dengan menyebutkan waktu dan masalah yang diusulkan selambat-lambatnya 3 (tiga) hari sebelum acara rapat yang bersangkutan dilaksanakan. 3) Pimpinan DPRD mengajukan usul perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepada Badan Musyawarah untuk segera dibicarakan. 4) Badan Musyawarah membicarakan dan mengambil keputusan tentang usul perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3). 5) Apabila Badan Musyawarah tidak dapat mengadakan rapat, pimpinan DPRD menetapkan dan mengambil keputusan perubahan acara rapat sebagaimana dimaksud pada ayat (4). Pasal 90 1) Dalam keadaan memaksa, Pimpinan DPRD, Pimpinan Fraksi, atau Pemerintah Daerah dapat mengajukan usul perubahan tentang acara Rapat Paripurna yang sedang berlangsung. 2) Rapat Paripurna sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengambil keputusan tentang usul perubahan acara tersebut.

segera

Pasal 91 1) Pimpinan rapat menjaga agar rapat berjalan sesuai dengan ketentuan dalam Tata Tertib DPRD. 2) Pimpinan rapat berbicara selaku pimpinan rapat untuk menjelaskan masalah yang menjadi pembicaraan, menunjukkan duduk persoalan yang sebenarnya, mengembalikan pembicaraan kepada pokok persoalan, dan menyimpulkan pembicaraan anggota rapat. 3) Apabila pimpinan rapat hendak berbicara selaku anggota rapat, untuk sementara pimpinan rapat diserahkan kepada pimpinan yang lain. Pasal 92 1) Sebelum berbicara, anggota rapat yang akan berbicara menyebutkan namanya terlebih dahulu. 2) Anggota rapat dapat berbicara setelah memperoleh izin dari pimpinan rapat. Pasal 93 1) Giliran berbicara diatur oleh pimpinan rapat. 2) Anggota rapat berbicara di tempat yang telah disediakan, setelah dipersilahkan oleh pimpinan rapat.

47 Pasal 94 1) Pimpinan rapat dapat menentukan lamanya anggota rapat berbicara. 2) Pimpinan rapat dapat memperingatkan dan meminta agar pembicara mengakhiri pembicaraan apabila seorang pembicara melampaui batas waktu yang telah ditentukan.

Pasal 95 1) Anggota rapat diberikan kesempatan untuk melakukan interupsi, dalam hal: a. meminta penjelasan tentang duduk persoalan sebenarnya mengenai masalah yang sedang dibicarakan; b. menjelaskan soal yang di dalam pembicaraan menyangkut diri dan/atau tugasnya; c. mengajukan usul prosedur mengenai soal yang sedang dibicarakan; atau d. mengajukan usul agar rapat ditunda untuk sementara. 2) Pimpinan rapat dapat memperingatkan dan menghentikan pembicara apabila interupsi tidak ada hubungannya dengan materi yang sedang dibicarakan. 3) Terhadap pembicaraan, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan b, tidak dapat diadakan pembahasan. 4) Usul sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dan d, sebelum dibahas terlebih dahulu harus mendapat persetujuan anggota rapat. Pasal 96 1) Seorang pembicara tidak boleh menyimpang dari pokok pembicaraan, kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 ayat (1). 2) Apabila seorang pembicara menurut pendapat pimpinan rapat menyimpang dari pokok pembicaraan, pimpinan rapat memperingatkannya dan meminta supaya pembicara kembali kepada pokok pembicaraan. Pasal 97 1) Pimpinan rapat memperingatkan pembicara, apabila : a. menggunakan kata-kata yang tidak layak; b. melakukan perbuatan yang mengganggu ketertiban rapat; atau c. menganjurkan untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan hukum.

2) Pimpinan rapat meminta agar pembicara yang bersangkutan menghentikan perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dan/atau memberikan kesempatan kepadanya untuk menarik kembali kata-katanya dan menghentikan perbuatannya. 3) Apabila pembicara memenuhi permintaan pimpinan rapat, kata-kata pembicara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dianggap tidak pernah diucapkan dan tidak dimuat dalam risalah atau catatan rapat. Pasal 98 1) Apabila seorang pembicara tidak memenuhi peringatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97, pimpinan rapat melarang pembicara tersebut meneruskan pembicaraan dan perbuatannya. 2) Apabila larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), masih juga tidak diindahkan oleh yang bersangkutan, pimpinan rapat meminta kepada yang bersangkutan untuk meninggalkan rapat. 3) Apabila pembicara tersebut tidak mengindahkan permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pembicara tersebut dikeluarkan dengan paksa dari ruangan rapat atas perintah pimpinan rapat. Pasal 99 1) Pimpinan rapat dapat menutup atau menunda rapat apabila pimpinan rapat berpendapat bahwa rapat tidak mungkin dilanjutkan karena terjadi peristiwa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97 dan 98. 2) Lama penundaan rapat, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak boleh lebih dari 24 jam. Bagian Ketujuh Risalah Rapat Pasal 100 1) Untuk setiap Rapat Paripurna, dibuat risalah yang ditandatangani oleh pimpinan rapat. 2) Risalah merupakan catatan Rapat Paripurna yang dibuat secara lengkap dan berisi seluruh jalannya pembicaraan yang dilakukan dalam rapat serta dilengkapi dengan catatan tentang : a. jenis dan sifat rapat; b. hari dan tanggal rapat; c. tempat rapat; d. acara rapat; e. waktu pembukaan dan penutupan rapat; f. ketua dan sekretaris rapat; g. jumlah dan nama anggota yang menandatangani daftar hadir; dan

49 h. undangan yang hadir. 3) Sekretaris rapat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e adalah Sekretaris DPRD atau pejabat di lingkungan Sekretariat DPRD yang ditunjuk untuk itu oleh Sekretaris DPRD.

Pasal 101 Sekretaris rapat menyusun risalah untuk dibagikan kepada anggota dan pihak yang bersangkutan setelah rapat selesai paling lambat 2 (dua) hari kerja . Pasal 102 1) Dalam setiap rapat DPRD kecuali Rapat Paripurna DPRD, dibuat catatan rapat dan laporan singkat yang ditandatangani oleh pimpinan rapat yang bersangkutan. 2) Catatan rapat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), memuat pokok pembicaraan, kesimpulan dan/atau keputusan yang dihasilkan dalam rapat. 3) Laporan singkat sebagaimana dimaksud pada kesimpulan dan/ atau keputusan rapat.

ayat (1), memuat

Pasal 103 1) Sekretaris rapat secepatnya menyusun laporan singkat dan catatan rapat sementara untuk segera dibagikan kepada anggota dan pihakpihak yang bersangkutan setelah rapat selesai.

2) Setiap anggota dan pihak yang bersangkutan diberi kesempatan untuk mengadakan koreksi terhadap catatan rapat sementara dalam waktu 2 (dua) hari sejak diterimanya catatan rapat sementara tersebut, dan menyampaikannya kepada sekretaris rapat yang bersangkutan. Pasal 104 1) Dalam risalah, catatan rapat, dan laporan singkat mengenai rapat yang bersifat tertutup, harus dicantumkan dengan jelas kata "RAHASIA". 2) Rapat yang bersifat tertutup dapat memutuskan bahwa suatu hal yang dibicarakan dan/atau diputuskan dalam rapat itu tidak dimasukan dalam risalah, catatan rapat, dan/atau laporan singkat.

Bagian Kedelapan Undangan Rapat Pasal 105 1) Undangan rapat terdiri atas:

a. mereka yang bukan Anggota DPRD, yang hadir dalam rapat DPRD atas undangan Pimpinan DPRD; dan b. Anggota DPRD yang hadir dalam rapat alat kelengkapan DPRD atas undangan Pimpinan DPRD dan bukan anggota alat kelengkapan yang bersangkutan. 2) Peninjau dan wartawan adalah mereka yang hadir dalam rapat DPRD tanpa undangan Pimpinan DPRD dengan mendapatkan persetujuan dari Pimpinan DPRD atau Pimpinan Alat Kelengkapan yang bersangkutan. 3) Undangan dapat berbicara dalam rapat atas persetujuan/permintaan pimpinan rapat, tetapi tidak mempunyai hak suara. 4) Peninjau dan wartawan tidak mempunyai hak suara dan tidak boleh menyatakan sesuatu, dengan perkataan maupun dengan cara lain. 5) Untuk undangan, peninjau, disediakan tempat tersendiri.

dan

wartawan

6) Undangan, peninjau, dan wartawan wajib mentaati tata tertib rapat dan/atau ketentuan lain yang diatur oleh DPRD. Pasal 106 1) Pimpinan rapat menjaga agar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 105 tetap dipatuhi. 2) Pimpinan rapat dapat meminta agar undangan, peninjau, dan/atau wartawan yang mengganggu ketertiban rapat meninggalkan ruangan rapat dan apabila permintaan itu tidak diindahkan, yang bersangkutan dikeluarkan dengan paksa dari ruang rapat atas perintah pimpinan rapat. 3) Pimpinan rapat dapat menutup atau menunda rapat tersebut apabila terjadi peristiwa, sebagaimana dimaksud pada ayat (2). 4) Lama penundaan rapat sebagaimana dimaksud pada ayat (3), tidak boleh lebih dari 24 jam.

Bagian Kesembilan Pakaian Pasal 107 (1) Dalam menghadiri mengenakan pakaian:

Rapat

Paripurna,

pimpinan

dan

Anggota

DPRD

b. sipil harian (PSH), dalam hal rapat direncanakan tidak akan mengambil keputusan DPRD; dan

51 c. sipil resmi (PSR), dalam hal rapat direncanakan akan mengambil keputusan DPRD. 2) Dalam menghadiri Rapat Paripurna Istimewa, Pimpinan dan Anggota DPRD mengenakan pakaian sipil lengkap dengan peci nasional bagi pria dan bagi wanita berpakaian kebaya nasional. Pasal 108 1) Dalam hal melakukan kunjungan kerja atau peninjauan lapangan, Pimpinan dan Anggota DPRD memakai pakaian dinas harian (PDH), atau pakaian dinas lapangan (PDL). 2) Setiap hari Jum’at Pimpinan dan Anggota DPRD memakai pakaian batik khas Jawa Barat. Bagian Kesepuluh Bentuk Kebijakan DPRD Pasal 109 1) Kebijakan yang ditetapkan DPRD berbentuk Keputusan DPRD dan Keputusan Pimpinan DPRD.

Peraturan

DPRD,

2) Peraturan DPRD dan Keputusan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dalam rapat Paripurna DPRD, ditandatangani oleh Ketua atau Wakil Ketua DPRD yang memimpin Rapat Paripurna pada hari itu juga. 3) Keputusan Pimpinan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dalam rapat Pimpinan DPRD, ditandatangani oleh Ketua dan Wakil-Wakil Ketua, setelah mendapat pertimbangan Badan Musyawarah .

BAB VIII KUNJUNGAN KERJA DAN RESES Bagian Kesatu Kunjungan Kerja Pasal 110 1) Untuk melaksanakan tugas, wewenang, hak dan kewajiban DPRD, Pimpinan DPRD dan/atau Anggota DPRD dapat melakukan kunjungan kerja, di dalam Daerah maupun ke luar Daerah atau ke luar negeri. 2) Kunjungan kerja sesuai dengan kebutuhan dan kepentingannya. 3) Anggota DPRD atau kelompok yang terdiri dari beberapa Anggota DPRD yang melakukan kunjungan kerja, wajib menyampaikan laporannya secara tertulis kepada Pimpinan DPRD selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah selesainya kunjungan. 4) Kunjungan kerja harus dengan persetujuan Pimpinan DPRD. 5) Untuk keperluan kunjungan kerja, DPRD menyediakan sarana dan fasilitas. 6) Tata cara pelaksanaan kunjungan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat

(1), diatur lebih lanjut dalam Keputusan Pimpinan DPRD. Bagian Kedua Reses Pasal 111 (1)

Reses dilaksanakan 3 (tiga) kali dalam 1 (satu) tahun paling lama 6 (enam) hari kerja dalam satu kali reses.

(2)

Reses dipergunakan untuk mengunjungi daerah pemilihan anggota yang bersangkutan dan menyerap aspirasi masyarakat.

(3)

Selama masa Reses berlangsung, tidak dilakukan Rapat oleh Alat Kelengkapan DPRD, kecuali jika ada hal mendesak yang memerlukan diadakannya Rapat.

(4)

Hasil kegiatan Reses masing-masing Anggota dilaporkan kepada Pimpinan Fraksinya selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja setelah selesai Reses.

(5)

Pimpinan Fraksi menyampaikan hasil kegiatan Reses kepada Pimpinan DPRD dalam Rapat Paripurna selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja sejak diterimanya laporan.

(6)

Pimpinan DPRD menyampaikan hasil kegiatan Reses kepada Gubernur untuk ditindaklanjuti.

(7)

Untuk kegiatan Reses, Sekretariat DPRD menyediakan fasilitas dan dukungan biaya sesuai ketentuan peraturan perundangundangan.

(8)

Tata cara pelaksanaan Reses diatur dalam Keputusan Pimpinan DPRD.

BAB IX PENYUSUNAN DAN PENETAPAN PERATURAN DAERAH Bagian Kesatu Umum Pasal 112 1) DPRD memegang kekuasaan membentuk Peraturan Daerah. 2) Rancangan Peraturan Daerah dan naskah akademik baik yang berasal dari DPRD atau Gubernur dibahas oleh DPRD dan Gubernur untuk mendapatkan persetujuan bersama. 3) Rancangan Peraturan Daerah dan naskah akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (2), terlebih dahulu melalui tahapan pembahasan di Badan Legislasi. 4) Rancangan peraturan daerah dan naskah akademik yang berasal dari Gubernur dan telah mendapat rekomendasi dari Badan Legislasi, disampaikan kepada Pimpinan DPRD dengan nota pengantar yang

53 ditandatangani oleh Gubernur. 5) Rancangan peraturan daerah dan naskah akademik usul prakarsa DPRD yang telah mendapat rekomendasi Badan Legislasi, disampaikan kepada Pimpinan DPRD dan salinannya disampaikan kepada Gubernur. 6) Rancangan peraturan daerah dan naskah akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) disampaikan oleh Pimpinan DPRD kepada seluruh Anggota DPRD selambat-lambatnya tujuh hari sebelum Rancangan Peraturan Daerah tersebut dibahas dalam Rapat Paripurna. Pasal 113 Apabila terdapat rancangan peraturan daerah yang diajukan mengenai hal yang sama yang dibicarakan adalah rancangan peraturan daerah yang diterima terlebih dahulu, sedangkan rancangan peraturan daerah yang diterima kemudian dipergunakan sebagai pelengkap. Pasal 114 1) Rancangan peraturan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 112 ayat (2) disusun berdasarkan Program Legislasi Daerah. 2) Dalam keadaan tertentu, rancangan peraturan daerah di luar Program Legislasi Daerah dapat dilakukan pembahasan atas persetujuan DPRD dan Gubernur.

Bagian Kedua Tahapan Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah Pasal 115 (1)Pembahasan rancangan peraturan daerah dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat daerah bersama Gubernur. (2)Pembahasan rancangan peraturan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan melalui empat tingkat pembicaraan, kecuali Badan Musyawarah menentukan lain. (3)Empat tingkat pembicaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), adalah: a. Pembicaraan tahap pertama, meliputi: 1) Penjelasan Gubernur dalam Rapat Paripurna tentang penyampaian Rancangan Peraturan Daerah yang berasal dari Gubernur; 2) Pembahasan terhadap penjelasan Gubernur oleh Fraksi dan Komisi. b. Pembicaraan tahap kedua, meliputi: 1)

Pemandangan umum dari Fraksi-Fraksi terhadap Peraturan Daerah yang berasal dari Gubernur;

Rancangan

2) Jawaban Gubernur terhadap pemandangan umum Fraksi-Fraksi. c. Pembicaraan tahap ketiga, meliputi pembahasan dalam rapat Komisi atau gabungan Komisi atau rapat Badan Legislasi atau rapat panitia

khusus dilakukan bersama-sama dengan Gubernur atau pejabat yang ditunjuk dengan melibatkan masyarakat luas. d. Pembicaraan tahap keempat, meliputi: 1) Pengambilan keputusan didahului dengan:

dalam

Rapat

Paripurna

yang

a) laporan hasil pembicaraan tahap ketiga; b) pendapat akhir Fraksi; c) pengambilan keputusan; d) penandatanganan kesepakatan bersama. 2) keputusan.

penyampaian

sambutan

Gubernur

terhadap

pengambilan

(4) Sebelum dilakukan pembicaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diadakan rapat Fraksi. (5) Apabila dipandang perlu Badan Musyawarah dapat menentukan bahwa pembicaraan tahap ketiga dilakukan dalam rapat Komisi atau rapat gabungan Komisi atau rapat Badan Legislasi atau rapat panitia khusus. Pasal 116 (1)Rancangan peraturan daerah dapat ditarik kembali sebelum dibahas bersama oleh DPRD dan Gubernur. (2)Rancangan peraturan daerah yang sedang dibahas hanya dapat ditarik kembali berdasarkan persetujuan bersama DPRD dan Gubernur. (3)Rancangan peraturan daerah yang berasal dari Gubernur, sebelum dibahas dapat ditarik kembali yang disampaikan dengan surat Gubernur dan disertai alasan-alasan penarikannya. (4)Penarikan kembali rancangan peraturan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan dalam rapat pembahasan rancangan peraturan daerah antara DPRD dan Gubernur dengan disertai persetujuan bersama. (5)Rancangan peraturan daerah yang ditarik kembali tidak dapat diajukan kembali dalam masa sidang berjalan. Pasal 117 (1)Rancangan peraturan daerah yang telah disetujui bersama oleh DPRD dan Gubernur disampaikan oleh Pimpinan DPRD kepada Gubernur untuk ditetapkan menjadi Peraturan Daerah. (2)Penyampaian rancangan peraturan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling lambat tujuh hari terhitung sejak tanggal persetujuan bersama. Pasal 118 1) Rancangan peraturan daerah ditetapkan oleh Gubernur dengan membubuhkan tanda tangan dalam jangka waktu paling lambat tiga

55 puluh hari sejak Rancangan Peraturan Daerah tersebut disetujui bersama oleh DPRD dan Gubernur. 2) Dalam hal rancangan peraturan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak ditandatangani oleh Gubernur dalam waktu paling lambat tiga puluh hari sejak rancangan peraturan daerah tersebut disetujui bersama, maka rancangan peraturan daerah tersebut sah menjadi peraturan daerah dan wajib diundangkan. 3) Dalam hal sahnya rancangan peraturan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), maka kalimat pengesahannya berbunyi peraturan daerah ini dinyatakan sah. (

Kalimat pengesahan yang berbunyi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus dibubuhkan pada halaman terakhir peraturan daerah sebelum pengundangan naskah peraturan daerah kedalam Lembaran Daerah. Pasal 119

(1) Peraturan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 112 tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum, peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan peraturan daerah lain. (2) Peraturan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku setelah diundangkan dalam Lembaran Daerah.

(3) Peraturan daerah yang bersifat mengatur setelah diundangkan dalam Lembaran Daerah harus didaftarkan kepada Pemerintah. Pasal 120 (1)Rancangan peraturan daerah yang mengatur APBD, Pajak Daerah, Retribusi Daerah dan Tata Ruang Daerah yang telah disetujui bersama DPRD dan Gubernur, sebelum ditetapkan menjadi peraturan daerah, paling lambat 3 (tiga) hari disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri untuk dievaluasi. (2)Penyempurnaan hasil evaluasi Menteri Dalam Negeri atas rancangan peraturan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur dengan Keputusan Pimpinan DPRD, sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Bagian Keempat Partisipasi Masyarakat Pasal 121 (1)Dalam rangka mempersiapkan rancangan peraturan daerah, masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan dan tertulis kepada DPRD. (2)Masukan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Pimpinan DPRD dengan menyebutkan identitas yang jelas.

(3)Pimpinan meneruskan masukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Badan Legislasi. (4)Dalam hal memberikan masukan secara lisan, Pimpinan Badan Legislasi menentukan waktu pertemuan. (5)Hasil Pertemuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) menjadi bahan masukan terhadap rancangan peraturan daerah yang sedang dipersiapkan. BAB X PEMBAHASAN APBD DAN LAPORAN KETERANGAN PERTANGGUNGJAWABAN GUBERNUR Bagian Kesatu Kebijakan Umum APBD Pasal 122 1) DPRD membahas Rancangan Kebijakan Umum APBD tahun anggaran berikutnya yang disampaikan oleh Gubernur selambat-lambatnya pertengahan bulan Juni tahun anggaran berjalan sebagai landasan penyusunan APBD. 2) Rancangan Kebijakan umum APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibahas DPRD bersama Gubernur yang selanjutnya disepakati menjadi Kebijakan Umum APBD. 3) Mekanisme pembahasan internal DPRD sebelum dibahas bersama Gubernur atas Rancangan Kebijakan Umum APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Keputusan Pimpinan DPRD.

Bagian Kedua Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara Pasal 123 1) Berdasarkan Kebijakan Umum APBD yang telah disepakati bersama, DPRD dan Pemerintah Daerah membahas rancangan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara yang disampaikan Gubernur. 2) Pembahasan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lambat minggu kedua bulan Juni tahun Anggaran sebelumnya. 3) Mekanisme pembahasan internal DPRD atas rancangan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara, diatur dengan Keputusan Pimpinan DPRD. Pasal 124 1) Kebijakan Umum APBD dan Prioritas dan Plafon Anggaran sementara yang telah dibahas dan disepakati bersama Kepala Daerah dan DPRD dituangkan dalan Nota Kesepakatan yang ditandatangani bersama oleh Kepala Daerah dan Pimpinan DPRD.

57 2) Bentuk Nota Kesepakatan bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur tersendiri dengan kesepakatan Kepala Daerah dan Pimpinan DPRD.

Bagian Ketiga Penyampaian dan Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD Pasal 125 (1) Gubernur menyampaikan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD (RAPBD) kepada DPRD disertai penjelasan dan dokumen pendukungnya pada minggu pertama bulan Oktober tahun sebelumnya untuk dibahas dalam rangka memperoleh persetujuan bersama. (2) Pembahasan pendahuluan RAPBD meliputi : a. DPRD melalui Fraksi-Fraksi dan Komisi-Komisi terkait membahas Rencana Kerja dan Anggaran yang diajukan Pemerintah Daerah dalam pembicaraan pendahuluan RAPBD. b. Hasil Pembahasan Rencana Kerja dan Anggaran oleh Komisi-Komisi terkait disampaikan kepada Badan Anggaran melalui Pimpinan DPRD. c. Hasil pembahasan Badan Anggaran disampaikan kepada Pimpinan DPRD untuk dijadikan bahan penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD. 3) Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD meliputi : a. DPRD melalui Fraksi-Fraksi dan Komisi-Komisi terkait melakukan pembahasan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD yang diajukan Pemerintah Daerah. b. DPRD dapat melakukan usul yang mengakibatkan perubahan jumlah penerimaan dan pengeluaran dalam Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD. c. Hasil pembahasan Fraksi-Fraksi dan Komisi-Komisi disampaikan kepada Badan Anggaran melalui Pimpinan DPRD. d. Badan Anggaran DPRD bersama Pemerintah Daerah membuat Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD. (4)Penetapan APBD sebagai berikut: a. Selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sebelum berakhir APBD tahun berjalan, DPRD menyetujui Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD; b. Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD yang telah disetujui bersama DPRD sebelum ditetapkan oleh Gubernur paling lambat 3 (tiga) hari kerja disampaikan kepada Menteri dalam Negeri untuk dievaluasi dan hasil evaluasi diterima selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari terhitung sejak disampaikanya Rancangan Peraturan Daerah dimaksud;

c. Apabila Menteri Dalam Negeri menyatakan hasil evaluasi Peraturan Daerah tentang RAPBD sudah sesuai dengan kepentingan umum, peraturan yang lebih tinggi, Gubernur menetapkan Rancangan Peraturan Daerah dimaksud menjadi Peraturan Daerah; d. Apabila Menteri Dalam Negeri menyatakan hasil evaluasi bertentangan dengan kepentingan umum, Peraturan yang lebih tinggi, DPRD bersama Gubernur melakukan penyempurnaan paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak diterimanya hasil evaluasi; e. Setelah Peraturan Daerah tentang APBD disempurnakan, Gubernur segera membuat Peraturan Gubernur untuk menjabarkan Peraturan Daerah dimaksud.

Bagian Keempat Perubahan Peraturan Daerah tentang APBD Pasal 126 (1)

Penyesuaian APBD dengan perkembangan dan/atau perubahan keadaan dibahas bersama DPRD dengan Pemerintah Daerah dalam rangka penyusunan prakiraan, Perubahan atas APBD Tahun Anggaran berjalan, dapat dilakukan apabila terjadi: a. perkembangan yang tidak sesuai dengan asumsi kebijakan umum APBD; b. keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran anggaran antar unit organisasi, antar kegiatan, dan antar jenis belanja; c. keadaan yang menyebabkan sisa lebih perhitungan anggaran tahun sebelumnya harus digunakan untuk pembiayaan dalam tahun anggaran berjalan; d. keadaan darurat; dan e. keadaan luar biasa. (2)

Keadaan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d sekurang-kurangnya memenuhi kriteria sebagai berikut : a. bukan merupakan kegiatan normal dari aktivitas Pemerintah Daerah dan tidak dapat diprediksikan sebelumnya; b. tidak diharapkan terjadi secara berulang; c. berada diluar kendali dan pengaruh Pemerintah Daerah; dan d. memiliki dampak yang signifikan terhadap anggaran dalam rangka pemulihan yang disebabkan oleh keadaan darurat.

59 (3)

Perubahan APBD hanya dapat dilakukan 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun anggaran, kecuali dalam keadaan luar biasa.

(4)

Keadaan luar biasa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf e adalah keadaan yang menyebabkan estimasi penerimaan dan / atau pengeluaran dalam APBD mengalami kenaikan atau penurunan lebih besar dari 50 % (lima puluh persen).

Pasal 127 1) Paling lambat minggu pertama bulan Agustus dalam tahun anggaran berjalan Gubernur wajib menyampaikan rancangan Kebijakan Umum Perubahan APBD dan PPAS perubahan APBD kepada DPRD. 2) Rancangan KUA perubahan APBD dan PPAS perubahan APBD yang telah disampaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disepakati menjadi kebijakan umum anggaran perubahan APBD dan PPAS perubahan APBD paling lambat minggu kedua bulan Agustus tahun anggaran berjalan. 3) Rancangan peraturan daerah tentang perubahan anggaran pendapatan dan belanja daerah beserta lampirannya disampaikan oleh Gubernur kepada DPRD paling lambat akhir bulan September tahun anggaran berjalan untuk mendapatkan persetujuan bersama. Bagian Kelima Penetapan Raperda Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Pasal 128 (1)Gubernur menyampaikan rancangan Peraturan Daerah tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD kepada DPRD paling lambat 6 (enam) bulan setelah tahun anggaran berakhir. (2)Rancangan Peraturan Daerah tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD sebagaiman dimaksud pada ayat (1) memuat laporan keuangan yang meliputi laporan realisasi anggaran, neraca, laporan arus kas, catatan atas laporan keuangan, serta dilampiri dengan laporan kinerja yang telah diperiksa BPK dan ikhtisar laporan keuangan Badan Usaha Milik Daerah/Perusahaan Daerah. Bagian Keenam Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD dan Rancangan Peraturan Gubernur tentang Penjabaran APBD Pasal 129

(1) Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD yang telah disetujui bersama DPRD dan rancangan Peraturan Gubernur tentang Penjabaran APBD sebelum ditetapkan oleh Gubernur paling lama 3 (tiga) hari kerja disampaikan terlebih dahulu kepada Menteri Dalam Negeri untuk dievaluasi. (2) Penyampaian rancangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai dengan: a.

persetujuan bersama antara Pemerintah Daerah dan DPRD terhadap rancangan Peraturan Daerah tentang APBD;

b.

KUA dan PPA yang disepakati antara Gubernur dan Pimpinan DPRD;

c.

risalah sidang jalannya pembahasan terhadap rancangan Peraturan Daerah tentang APBD; dan

d.

nota keuangan dan pidato Gubernur perihal penyampaian pengantar nota keuangan pada sidang DPRD.

(3) Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk tercapainya keserasian antara kebijakan daerah dan kebijakan nasional, keserasian antara kepentingan publik dan kepentingan aparatur serta untuk meneliti sejauh mana APBD provinsi tidak bertentangan dengan kepentingan umum, peraturan yang lebih tinggi dan/atau peraturan daerah lainnya. (4) Untuk efektivitas pelaksanaan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri Dalam Negeri dapat mengundang pejabat Pemerintah Daerah terkait. (5) Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam keputusan Menteri Dalam Negeri dan disampaikan kepada Gubernur paling lama 15 (lima belas) hari kerja terhitung sejak diterimanya rancangan dimaksud. (6) Apabila Menteri Dalam Negeri menyatakan hasil evaluasi atas rancangan Peraturan Daerah tentang APBD dan rancangan Peraturan Gubemur tentang Penjabaran APBD sudah sesuai dengan kepentingan umum dan peraturan perundangundangan yang lebih tinggi, Gubernur menetapkan rancangan dimaksud menjadi peraturan daerah dan peraturan gubemur. (7) Dalam hal Menteri Dalam Negeri menyatakan bahwa hasil evaluasi rancangan Peraturan Daerah tentang APBD dan rancangan Peraturan Gubernur tentang Penjabaran APBD bertentangan dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, Gubemur bersama DPRD melakukan penyempurnaan paling lama 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak diterimanya hasil evaluasi. (8) Apabila hasil evaluasi tidak ditindaklanjuti oleh Gubernur dan DPRD, Gubernur tetap menetapkan rancangan Peraturan Daerah tentang APBD dan rancangan Peraturan Gubernur tentang Penjabaran APBD menjadi peraturan daerah dan peraturan gubernur, Menteri Dalam Negeri membatalkan peraturan daerah dan peraturan gubernur dimaksud sekaligus menyatakan berlakunya pagu APBD tahun sebelumnya. (9) Pembatalan peraturan daerah dan peraturan gubernur serta pernyataan

61 berlakunya pagu APBD tahun sebelumnya sebagaimana dimaksud pada ayat (8) ditetapkan dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri.

Pasal 130 (1) Paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah pembatalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 129 ayat (8) dan ayat (9), Gubernur harus memberhentikan pelaksanaan peraturan daerah dan selanjutnya DPRD bersama Gubernur mencabut peraturan daerah dimaksud. (2)

Pencabutan peraturan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan Peraturan Daerah tentang Pencabutan Peraturan Daerah tentang APBD.

(3)

Pelaksanaan pengeluaran atas pagu APBD tahun sebelumnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 129 ayat (8) ditetapkan dengan peraturan gubernur. Pasal 131

Evaluasi rancangan Peraturan Daerah tentang APBD dan rancangan Peraturan Gubernur tentang Penjabaran APBD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 129 ayat (3), berpedoman pada Peraturan Menteri Dalam Negeri. Pasal 132 (1) Penyempurnaan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 129 ayat (7) dilakukan Gubernur bersama dengan Badan Anggaran DPRD.

(2) Hasil penyempurnaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Pimpinan DPRD. (3) Keputusan Pimpinan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dijadikan dasar penetapan Peraturan Daerah tentang APBD. (4) Keputusan Pimpinan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (3) bersifat final dan dilaporkan pada Rapat Paripurna berikutnya. (5) Rapat Paripurna berikutnya sebagaimana dimaksud pada ayat (4) yakni setelah Rapat Paripurna pengambilan keputusan bersama terhadap rancangan Peraturan Daerah tentang APBD. (6) Keputusan Pimpinan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri paling lama 3 (tiga) hari kerja setelah keputusan tersebut ditetapkan. (7) Dalam hal Pimpinan DPRD berhalangan tetap, maka pejabat yang ditunjuk dan ditetapkan oleh pejabat yang berwenang selaku Pimpinan Sementara DPRD yang menandatangani Keputusan Pimpinan DPRD.

Bagian Ketujuh Laporan Realisasi Semester Pertama APBD Pasal 133 1) Pemerintah Daerah menyampaikan kepada DPRD Laporan Realisasi semester pertama APBD dan prognosis untuk 6 (enam) bulan berikutnya kepada DPRD selambat-lambatnya pada akhir bulan Juli tahun anggaran yang bersangkutan, untuk dibahas bersama antara DPRD dan Pemerintah Daerah. 2) Mekanisme pembahasan internal DPRD atas laporan realisasi semester pertama APBD diatur dengan Keputusan Pimpinan DPRD.

Bagian Kedelapan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Gubernur Paragraf 1 Ruang Lingkup Pasal 134 (1)Ruang lingkup Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Gubernur menyangkup penyelenggaraaan: a. urusan desentralisasi; b. tugas pembantuan; dan c. tugas umum pemerintahan. (2)Laporan Keterangan Pertanggungjawaban terdiri atas: a. Laporan Kerangan Pertanggungjawaban Akhir Tahun Anggaran; dan b. Laporan Kerangan Pertanggungjawaban Akhir Masa Jabatan. Pasal 135 Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Gubernur disusun berdasarkan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) yang merupakan penjabaran tahunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah dengan berpedoman pada Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah, sesuai dengan format sebagaimana diatur oleh ketentuan perundang-undangan. Pasal 136 (1)Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Gubernur Akhir Tahun Anggaran disampaikan kepada DPRD paling lambat 3 (tiga) bulan setelah tahun anggaran berakhir. (2)Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Gubernur Akhir Masa Jabatan disampaikan kepada DPRD paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah pemberitahuan DPRD perihal berakhir masa jabatan

63 Gubernur yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan perundangundangan. (3)Dalam hal penyampaian Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Gubernur Akhir Masa Jabatan waktunya bersamaan dengan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Gubernur Akhir Tahun Anggaran atau berjarak 1 (satu) bulan, penyampaian Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Gubernur Akhir Tahun Anggaran bersama dengan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Gubernur Akhir Masa Jabatan. Paragraf 2 Muatan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Gubernur Pasal 137 Laporan Keterangan menjelaskan:

Pertanggungjawaban

Gubernur

sekurang-kurangnya

a. arah kebijakan umum Pemerintah Daerah; b. pengelolaan keuangan daerah secara termasuk pendapatan dan belanja daerah;

makro,

c. penyelenggaraan urusan desentralisasi; d. penyelenggaraan tugas pembantuan; dan e. penyelenggaraan tugas umum pemerintahan. Paragraf 3 Penyampaian Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Gubernur Pasal 138 (1)Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Gubernur dalam Rapat Paripurna DPRD.

disampaikan

oleh

(2)Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibahas oleh DPRD secara internal. (3)Berdasarkan hasil pembahasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) DPRD menetapkan Keputusan DPRD. (4)Keputusan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah LKPJ diterima. (5)Keputusan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan kepada Gubernur dalam Rapat Paripurna yang bersifat istimewa sebagai rekomendasi kepada Gubernur untuk perbaikan penyelenggaraan pemerintahan daerah ke depan. (6)Apabila Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak ditanggapi dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari setelah LKPJ diterima, maka dianggap tidak ada rekomendasi untuk penyempurnaan.

Pasal 139 Tahapan pembahasan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban dilakukan melalui tiga tingkat pembicaraan : a. Rapat Paripurna penyampaian Laporan Keterangan Pertanggungjawaban oleh Gubenur; b. Pembahasan oleh Komisi atau Gabungan Komisi atau Badan Legislasi atau Panitia Khusus; dan c. Rapat Paripurna penetapan hasil pembahasan Laporan Keterangan Pertanggung jawaban Gubernur. Pasal 140 Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Gubernur Akhir Masa Jabatan merupakan ringkasan laporan tahun-tahun sebelumnya ditambah dengan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban sisa masa jabatan yang belum dilaporkan. Pasal 141 Sisa waktu penyelenggaraan Pemerintah Daerah yang belum dilaporkan dalam Laporan Keterangan Pertanggungjawaban oleh Gubernur yang berakhir masa jabatannya, dilaporkan oleh Gubernur terpilih atau penjabat Gubernur atau pelaksana tugas Gubernur berdasarkan laporan memori serah terima jabatan.

Pasal 142 Apabila Gubernur berhenti atau diberhentikan sebelum masa jabatannya berakhir, Laporan Keterangan Pertanggungjawaban disampaikan oleh pejabat pengganti atau pelaksana tugas Gubernur.

BAB XI PEMBERHENTIAN ANTAR WAKTU, PENGGANTIAN ANTAR WAKTU, DAN PEMBERHENTIAN SEMENTARA Bagian Kesatu Pemberhentian Antar Waktu Pasal 143 1) Anggota DPRD berhenti antar waktu karena: a. meninggal dunia; b. mengundurkan diri; atau c. diberhentikan. 2) Anggota DPRD diberhentikan antar waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, apabila:

65 a. tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap sebagai Anggota DPRD selama 3 (tiga) bulan berturut – turut tanpa keterangan apapun; b. melanggar sumpah/janji jabatan, dan melanggar Kode Etik DPRD; c. dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih; d. tidak menghadiri rapat paripurna dan/atau rapat alat kelengkapan DPRD yang menjadi tugas dan kewajibannya sebanyak 6 (enam) kali berturut-turut tanpa alasan yang sah; e. diusulkan oleh Partai Politiknya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan; f. tidak lagi memenuhi syarat sebagai calon Anggota DPRD sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundangundangan mengenai pemilihan umum; g. melanggar ketentuan larangan sebagaimana diatur dalam tata tertib ini; h. diberhentikan sebagai anggota Partai Politik sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan; atau i. menjadi anggota Partai Politik lain. Pasal 144 1) Pemberhentian Anggota DPRD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 143 ayat (1) huruf a, dan huruf b serta ayat (2) huruf c, huruf e, huruf h, dan huruf i, diusulkan oleh pimpinan Partai Politik kepada pimpinan DPRD dengan tembusan Menteri Dalam Negeri. 2) Paling lama 7 (tujuh) hari sejak diterimanya usul pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pimpinan DPRD menyampaikan usul pemberhentian Anggota DPRD kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur untuk memperoleh peresmian pemberhentiannya. 3) Paling lama 7 (tujuh) hari sejak diterimanya usul pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Gubernur menyampaikan usul tersebut Menteri Dalam Negeri. 4) Menteri Dalam Negeri meresmikan pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling lama 14 (empat belas) hari sejak diterimanya usulan pemberhentian Anggota DPRD dari Gubernur.

Pasal 145 (1)Pemberhentian Anggota DPRD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 143 ayat (2) huruf a, huruf b, huruf d, huruf f, dan huruf g, dilakukan setelah adanya hasil penyelidikan dan verifikasi yang dituangkan dalam Keputusan Badan Kehormatan DPRD atas pengaduan dari pimpinan DPRD , masyarakat, dan/atau

pemilih. (2)Keputusan Badan Kehormatan DPRD mengenai pemberhentian Anggota DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaporkan oleh Badan Kehormatan DPRD kepada Rapat Paripurna. (3)Paling lama 7 (tujuh) hari sejak keputusan Badan Kehormatan DPRD yang telah dilaporkan dalam Rapat Paripurna sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pimpinan DPRD menyampaikan Keputusan Badan Kehormatan DPRD kepada pimpinan Partai Politik yang bersangkutan.

(4)Pimpinan Partai Politik yang bersangkutan menyampaikan keputusan tentang pemberhentian anggotanya kepada Pimpinan DPRD, paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya Keputusan Badan Kehormatan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dari Pimpinan DPRD. (5)Dalam hal pimpinan Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak memberikan keputusan pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) Pimpinan DPRD paling lama 7 (tujuh) hari meneruskan Keputusan Badan Kehormatan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur untuk memperoleh peresmian pemberhentiannya. (6)Paling lama 7 (tujuh) hari sejak diterimanya keputusan pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Gubernur menyampaikan keputusan tersebut kepada Menteri Dalam Negeri. (7)Menteri Dalam Negeri meresmikan pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (5) paling lama 14 (empat belas) hari sejak diterimanya Keputusan Badan Kehormatan DPRD atau Keputusan Pimpinan Partai Politik tentang Pemberhentian anggotanya dari Gubernur. Pasal 146 (1)Dalam hal pelaksanaan penyelidikan dan verifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 145 ayat (1), Badan Kehormatan DPRD dapat meminta bantuan dari ahli independen. (2)Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyelidikan, verifikasi dan pengambilan keputusan oleh Badan Kehormatan diatur dengan peraturan DPRD tentang Tata Beracara Badan Kehormatan.

Bagian Kedua Penggantian Antar Waktu Pasal 147

67 1)

Anggota DPRD yang berhenti antar waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 143 ayat (1) dan Pasal 144 ayat (1) digantikan oleh calon Anggota DPRD yang memperoleh suara terbanyak urutan berikutnya dalam daftar peringkat perolehan suara dari Partai Politik yang sama pada daerah pemilihan yang sama.

2)

Dalam hal calon Anggota DPRD yang memperoleh suara terbanyak urutan berikutnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengundurkan diri, meninggal dunia, atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai calon Anggota DPRD, Anggota DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digantikan oleh calon Anggota DPRD yang memperoleh suara terbanyak urutan berikutnya dari Partai Politik yang sama pada daerah pemilihan yang sama.

3)

Masa jabatan Anggota DPRD pengganti antar waktu melanjutkan sisa masa jabatan dan tempat alat kelengkapan DPRD yang digantikannya. Pasal 148

1) Pimpinan DPRD menyampaikan nama Anggota DPRD yang diberhentikan antar waktu dan meminta nama calon pengganti antar waktu kepada KPU. 2) KPU menyampaikan nama calon pengganti antar waktu berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud pada Pasal 143 ayat (1) dan ayat (2), kepada Pimpinan DPRD paling lambat 5 (lima) hari sejak diterimanya surat Pimpinan DPRD.

3) Paling lambat 7 (tujuh) hari sejak menerima nama calon pengganti antar waktu dari KPU sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pimpinan DPRD menyampaikan nama Anggota DPRD yang diberhentikan dan nama calon pengganti antar waktu kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur. 4) Paling lambat 7 (tujuh) hari sejak menerima nama calon Anggota DPRD yang diberhentikan dan nama calon pengganti antar waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Gubernur menyampaikan nama Anggota DPRD yang diberhentikan dan nama calon pengganti antar waktu kepada Menteri Dalam Negeri. 5) Paling lambat 14 (empat belas) hari sejak menerima nama Anggota DPRD yang diberhentikan dan nama calon pengganti antar waktu dari Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Menteri Dalam Negeri meresmikan pemberhentian dan pengangkatannya dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri. 6) Sebelum memangku jabatannya, Anggota DPRD pengganti antar waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3), mengucapkan sumpah/janji yang pengucapannya dipandu oleh Pimpinan DPRD, dengan tata cara dan teks sumpah/janji sebagaimana diatur dalam Pasal 4 dan Pasal 5. 7) Penggantian antar waktu Anggota DPRD tidak dilaksanakan apabila sisa masa jabatan Anggota DPRD yang digantikan kurang dari 6 (enam) bulan.

Bagian Ketiga

Persyaratan dan Verifikasi Persyaratan Pasal 149 1) Calon Anggota Pengganti Antar Waktu harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : a. Warga Negara Indonesia yang telah berumur 21 (dua puluh satu) tahun atau lebih; b. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; c. bertempat tinggal di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; d. cakap berbicara,membaca, dan menulis dalam bahasa indohnesia; e. berpendidikan paling rendah tamat Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat; f. setia kepada Pancasila sebagai dasar negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945; g. tidak pernah dijatuhi hukuman pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih; h. sehat jasmani dan rohani; i. terdaftar sebagai pemilih; j. bersedia bekerja penuh waktu; k. mengundurkan diri sebagai Pegawai Negeri Sipil, anggota Tentara Nasional Indonesia, anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, pengurus pada badan usaha milik Negara dan/atau badan usaha milik daerah, serta badan lain yang anggarannya bersumber dari Keuangan Negara, yang dinyatakan dengan surat pengunduruan diri dan tidak dapat ditarik kembali;

l. bersedia untuk tidak berpraktik sebagai akuntan publik, advokat/pengacara, notaries, pejabat pembuat akta tanah (PPAT), dan tidak melakukan pekerjaan penyedia barang dan jasa yang berhubungan dengan keuangan Negara serta pekerjaan lain yang dapat menimbulkan konflik kepentingan dengan tugas, wewenang, dan hak sebagai anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota sesuai peraturan perundang-undangan; m. bersedia untuk tidak merangkap jabatan sebagai pejabat-negara lainnya, penguru pada badan usaha milik Negara, dan badan usaha milik daerah, serta badan lain yang anggarannya bersumber dari Keuangan Negara; n. menjadi anggota Partai Politik Peserta Pemilu;

69 o. dicalonkan hanya di 1 (satu) lembaga perwakilan; dan p. dicalonkan hanya di 1 (satu) daerah pemilihan. 2) Kelengkapan administrasi bakal calon Anggota DPRD Pengganti Antar Waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan : a. Kartu Tanda Penduduk warga Negara Indonesia; b. bukti kelulusan berupa fotokopi ijazah, STTB, Syahadah, sertifikat, atau surat keterangan lain yang dilegalisasi oleh satuan pendidikan atau program pendidikan menengah; c. surat keterangan tidak tersangkut perkara pidana dari Kepolisian Negara Republik Indonesia setempat; d. surat keterangan berbadab sehat jasmani dan rohani; e. surat tanda bukti telah terdaftar sebagai pemilih; f. surat pernyataan tentang kesediaan untuk bekerja penuh waktu yang ditandatangani di atas kertas bermaterai cukup; g. surat pernyataan kesediaan untuk tidak berpraktik sebagai akuntan publik, advokat/pengacara, notaris, pejabat pembuat akta tanah (PPAT), dan tidak melakukan pekerjaan penyedia barang dan jasa yang berhubungan dengan keuangan Negara serta pekerjaan lain yang dapat menimbulkan konflik kepentingan dengan tugas, wewenang, dan hak sebagai anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota yang ditandatangani di atas kertas bermaterai cukup; h. surat pengunduran diri yang tidak dapat ditarik kembali sebagai Pegawai Negeri Sipil, anggota Tentara Nasional Indonesia, anggota KepolisianNegara republik Indonesia, pengurus pada badan usaha milik Negara dan/atau badan usaha milik daerah, serta badan lain yang anggarannya bersumber dari Keuangan Negara; i. kartu tanda anggota Partai Politik peserta Pemilu; j. surat pernyataan tentang kesediaan hanya dicalonkan oleh 1 (satu) Partai Politik untuk 1 (satu) lembaga perwakilan yang ditandatangani di atas kertas bermaterai cukup; k. surat pernyataan tentang kesediaan hanya dicalonkan oleh 1 (satu) daerah pemilihan yang ditandatangani di atas kertas bermaterai cukup. 3) Usulan penggantian antar waktu Anggota DPRD dari Gubernur/ Bupati/Walikota harus dilengkapi kelengkapan berkas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) juga melampirkan : a. foto copy daftar calon tetap yang dilegalisir oleh KPU provinsi untuk DPRD provinsi dan oleh KPU kabupaten/kota untuk DPRD kabupaten/kota; b. foto copy perolehan suara Partai Politik yang mengusulkan penggantian antar waktu Anggota DPRD yang dilegalisir oleh KPU provinsi untuk DPRD provinsi dan oleh KPU kabupaten/kota untuk DPRD kabupaten/kota.

(4)

Untuk pemeriksaan kelengkapan berkas penggantian antar waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dibentuk kelompok kerja penelitian berkas yang dipimpin oleh Sekretaris DPRD dan beranggotakan dari unsur Sekretariat DPRD, biro/bagian pemerintahan, biro/bagian hukum dan bakesbang linmas serta unsur KPU di Daerah.

Bagian Keempat Pemberhentian Sementara Pasal 150 1) Anggota DPRD diberhentikan sementara karena: a. menjadi terdakwa dalam perkara tindak pidana umum yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih; atau b. menjadi terdakwa dalam perkara tindak pidana khusus. 2) Dalam hal Anggota DPRD dinyatakan terbukti bersalah karena melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a atau huruf b berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, Anggota DPRD yang bersangkutan diberhentikan sebagai Anggota DPRD. 3) Dalam hal Anggota DPRD dinyatakan tidak terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a atau huruf b berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, Anggota DPRD yang bersangkutan diaktifkan kembali. 4) Anggota DPRD yang diberhentikan sementara, tetap mendapatkan hak keuangan tertentu.

BAB XII KONSULTASI ANTARA DPRD DAN PEMERINTAH DAERAH Pasal 151 1) Konsultasi antara DPRD dengan Pemerintah Daerah dilaksanakan dalam bentuk pertemuan antara Pimpinan DPRD dan Gubernur. 2) Pertemuan konsultasi sebagaimana ayat (1) dilaksanakan dalam rangka : a. pembicaraan awal mengenai materi muatan suatu rancangan peraturan daeran dan/atau rancangan kebijakan umum anggaran (KUA) serta prioritas dan plafon anggaran sementara (PPAS) dalam rangka penyusunan rancangan APBD;

71 b. pembicaraan mengenai penanganan suatu masalah yang memerlukan keputusan bersama DPRD dan Pemerintah Daerah berdasarkan peraturan perundang-undangan; c. penyelesaian suatu persoalan yang tidak dapat diselesaikan berdasarkan agenda dan jadwal kerja yang ada; atau d. permintaan penjelasan mengenai kebijakan atau program kerja tertentu yang ditetapkan atau dilaksanakan oleh Gubernur. 3) Pertemuan konsultasi antara DPRD dengan Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihadiri oleh Pimpinan DPRD serta pimpinan alat kelengkapan DPRD yang terkait dengan materi konsultasi, serta Gubernur yang didampingi oleh pimpinan perangkat daerah yang terkait. 4) Pertemuan konsultasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan secara berkala atau sesuai dengan kebutuhan. 5) Pertemuan konsultasi, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan baik atas prakarsa pimpinan DPRD maupun atas prakarsa Gubernur. 6) Hasil pertemuan konsultasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) apabila dipandang perlu dapat dilaporkan dalam Rapat Paripurna. Pasal 152 (1)Pelaksanaan konsultasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 150 juga dapat dilakukan dengan pimpinan instansi vertikal. (2)Pimpinan DPRD dapat membuat kesepakatan dengan pimpinan instansi vertikal di daerah mengenai mekanisme dan tata cara pertemuan konsultasi antara DPRD dengan instansi vertikal tersebut.

BAB XIII PENERIMAAN PENGADUAN DAN PENYALURAN ASPIRASI MASYARAKAT Pasal 153 (1)DPRD menerima pengaduan serta menampung dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat tentang suatu permasalahan sesuai dengan tugas dan wewenang DPRD.

(2)Penerimaan pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui forum : a. pertemuan secara langsung antara DPRD yang diwakili oleh Pimpinan DPRD, alat kelengkapan DPRD, atau Anggota DPRD tertentu dengan masyarakat yang memberikan pengaduan; atau b. penyampaian pengaduan oleh masyarakat secara tertulis disertai dengan penjelasan mengenai hal yang diadukan yang ditujukan kepada Pimpinan DPRD. (3)penampungan dan penindaklanjutan aspirasi masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui forum : a. rapat dengar pendengar umum; b. rapat dengar pendapat; c. kunjungan kerja; atau d. rapat kerja alat kelengkapan DPRD dengan mitra kerjanya. Pasal 154 a. Masyarakat yang datang secara langsung ke DPRD untuk menyampaikan aspirasi dan/atau pengaduan diterima dan disalurkan oleh Sekretariat DPRD kepada alat kelengkapan DPRD yang membidanginya dan/atau Fraksi. b. Penyampaian aspirasi dan/atau pengaduan secara langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat ditindaklanjuti oleh alat kelengkapan DPRD sesuai dengan bidang tugasnya ataupun oleh Fraksi untuk ditindaklanjuti sesuai dengan kebijakan masing-masing Fraksinya.

c. Pengaturan lebih lanjut mengenai teknis penyampaian aspirasi dan pengaduan masyarakat yang disampaikan secara langsung diatur lebih lanjut oleh Sekretaris DPRD dengan sepengetahuan Pimpinan DPRD. BAB XIV PELAKSANAAN TUGAS KELOMPOK PAKAR/AHLI Pasal 155 a. Dalam rangka melaksanakan tugas dan wewenang DPRD, dibentuk kelompok pakar atau tim ahli. (1)Kelompok pakar/tim ahli sebanyak-banyaknya berjumlah sesuai dengan jumlah komisi di DPRD. (2)Kelompok pakar/tim ahli paling tidak wajib memenuhi persyaratan : a. berpendidikan serendah-rendahnya S1 dengan pengalaman tenaga ahli paling sedikit 5 (lima) tahun, S2 dengan pengalaman tenaga ahli paling sedikit 3 (tiga) tahun, atau S3 dengan pengalaman tenaga ahli paling

73 sedikit 1 (satu) tahun; b. menguasai bidang pemerintahan; dan c. menguasai tugas dan fungsi DPRD. (3)Masa kerja kelompok pakar/tim ahli berlangsung secara tidak tetap. (4)Kelompok pakar/tim ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat dan diberhentikan dengan Keputusan Sekretaris DPRD sesuai dengan kebutuhan atas usul anggota dan kemampuan daerah. (5)Kelompok pakar/tim ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bekerja sesuai dengan pengelompokan tugas dan wewenang DPRD yang tercermin dalam alat kelengkapan DPRD BAB XV LARANGAN, PENYIDIKAN DAN SANKSI Bagian Kesatu Larangan Pasal 156 (1)Anggota DPRD dilarang merangkap jabatan sebagai: a. pejabat negara atau pejabat daerah lainnya; b. hakim pada badan peradilan; atau c. pegawai negeri sipil, anggota Tentara Nasional Indonesia/Kepolisian Negara Republik Indonesia, pegawai pada Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Mililk Daerah, atau badan lain yang anggarannya bersumber dari APBN/APBD. (2)Anggota DPRD dilarang melakukan pekerjaan sebagai pejabat struktural pada lembaga pendidikan swasta, akuntan publik, konsultan, advokat atau pengacara, notaris, dan pekerjaan lain yang ada hubungannya dengan tugas dan wewenang DPRD serta hak sebagai Anggota DPRD. (3)Anggota DPRD dilarang melakukan korupsi, kolusi dan nepotisme, serta dilarang menerima gratifikasi. Bagian Kedua Penyidikan Pasal 157 1) Pemanggilan dan permintaan keterangan untuk penyidikan terhadap Anggota DPRD yang diduga melakukan tindak pidana harus mendapat persetujuan tertulis dari Menteri Dalam Negeri. 2) Dalam hal persetujuan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diberikan oleh Menteri Dalam Negeri dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak diterimanya permohonan, proses pemanggilan dan permintaan keterangan untuk penyidikan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan. 3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku apabila Anggota DPRD: a. tertangkap tangan melakukan tindak pidana; b. disangka melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana mati atau pidana seumur hidup atau tindak pidana kejahatan terhadap kemanusiaan dan keamanan Negara berdasarkan bukti permulaan yang cukup; atau c. disangka melakukan tindak pidana khusus.

Bagian Ketiga Sanksi Pasal 158 (1)Anggota DPRD yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 dikenai sanksi berdasarkan Keputusan Badan Kehormatan. (2)Anggota DPRD yang terbukti melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 156 ayat (1) dan atau ayat (2) dikenai sanksi pemberhentian sebagai Anggota DPRD. (3)Anggota DPRD yang terbukti melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 156 ayat (3) berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dikenai sanksi pemberhentian sebagai Anggota DPRD. Pasal 159 Jenis sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 158 ayat (1) berupa; a.

teguran lisan;

b.

teguran tertulis; dan/atau

c.

diberhentikan dari pimpinan pada alat kelengkapan. Pasal 160

Setiap orang, kelompok, atau organisasi dapat mengajukan pengaduan kepada Badan Kehormatan DPRD dalam hal memiliki bukti yang cukup bahwa terdapat Anggota DPRD yang tidak melaksanakan salah satu kewajiban atau lebih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 dan atau melanggar ketentuan larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 156.

Pasal 161 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengaduan masyarakat dan penjatuhan sanksi diatur dengan Peraturan DPRD tentang Tata Beracara Badan

75 Kehormatan.

BAB XVI KODE ETIK Pasal 162 DPRD menyusun kode etik yang berisi norma yang wajib dipatuhi oleh setiap anggota selama menjalankan tugasnya untuk menjaga martabat, kehormatan, citra, dan kredibilitas DPRD.

Pasal 163 1) Dalam melaksanakan wewenang, tugas dan kewajibannya, Anggota DPRD wajib mentaati Kode Etik DPRD. 2) Kode Etik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi norma-norma atau aturan-aturan yang merupakan kesatuan landasan etik atau filosofis dengan peraturan sikap, perilaku, ucapan, tatakerja, tata hubungan antar lembaga pemerintahan daerah dan antar anggota serta antara Anggota DPRD dengan pihak lain mengenai hal-hal yang diwajibkan, dilarang, atau tidak patut dilakukan oleh Anggota DPRD. Pasal 164 Kode Etik bertujuan untuk menjaga martabat, kehormatan, citra dan kredibilitas Anggota DPRD serta membantu Anggota DPRD dalam melaksanakan tugas, wewenang dan kewajibannya serta tanggungjawabnya kepada pemilih, masyarakat dan negara. Pasal 165 Anggota DPRD wajib bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berjiwa Pancasila, taat kepada Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan peraturan perundang-undangan, berintegritas tinggi, jujur, dan transparan dengan senantiasa menegakkan kebenaran dan keadilan, menjunjung tinggi demokrasi dan hak azasi manusia, mengemban amanat penderitaan rakyat, mematuhi peraturan tata tertib, profesional dan selalu berupaya meningkatkan kualitas dan kinerjanya. Pasal 166 1) Anggota DPRD bertanggungjawab mengemban amanat penderitaan rakyat, melaksanakan tugasnya secara adil, mematuhi hukum, menghormati keberadaan lembaga DPRD, melaksanakan tugas dan wewenang yang diberikan kepadanya demi kepentingan dan kesejahteraan rakyat, serta mempertahankan keutuhan bangsa dan kedaulatan negara. 2) Anggota DPRD bertanggungjawab menyampaikan dan memperjuangkan aspirasi rakyat kepada Pemerintah Daerah, lembaga, atau pihak yang terkait secara adil tanpa memandang suku, agama, ras, golongan, dan gender.

Pasal 167 1) Pernyataan yang disampaikan dalam rapat adalah pernyataan dalam kapasitas sebagai Pimpinan atau Anggota DPRD. 2) Pernyataan yang disampaikan di luar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dianggap sebagai pernyataan pribadi. 3) Anggota DPRD yang tidak menghadiri rapat dilarang menyampaikan hasil rapat dengan mengatasnamakan Anggota DPRD kepada pihak lain. Pasal 168 1) Anggota DPRD harus mengutamakan tugasnya dengan cara menghadiri secara fisik setiap rapat yang menjadi kewajibannya. 2) Ketidakhadiran Anggota DPRD secara fisik sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut dalam rapat sejenis tanpa ijin pimpinan Fraksi, merupakan suatu pelanggaran yang dapat diberikan teguran tertulis oleh pimpinan Fraksi. 3) Ketidakhadiran Anggota DPRD secara fisik selama 3 (tiga) bulan berturut-turut tanpa keterangan apapun dalam kegiatan rapat-rapat DPRD, merupakan pelanggaran Kode Etik yang dapat menyebabkan diberhentikannya yang bersangkutan sebagai Anggota DPRD. Pasal 169 Selama rapat berlangsung setiap Anggota DPRD wajib bersikap sopan, bersungguh-sungguh menjaga ketertiban dan memenuhi tatacara rapat sebagaimana diatur dalam Tata Tertib DPRD. Pasal 170 1) Anggota DPRD melakukan perjalanan dinas dalam negeri dan luar negeri dengan biaya APBD, sesuai ketentuan peraturan perundangundangan. 2) Anggota DPRD tidak dibolehkan menggunakan fasilitas perjalanan dinas untuk kepentingan di luar tugas DPRD. 3) Perjalanan dinas dilakukan dengan menggunakan anggaran yang tersedia 4) Anggota DPRD tidak boleh membawa keluarga dalam suatu perjalanan dinas kecuali dimungkinkan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan. 5) Dalam hal perjalanan dinas atas biaya mendapatkan ijin tertulis dari Pimpinan DPRD.

pengundang,

harus

6) Anggota DPRD yang melakukan perjalanan dinas ke luar negeri dengan anggaran yang tersedia, wajib memperoleh ijin tertulis dari Menteri Dalam Negeri.

77 Pasal 171 Anggota DPRD dilarang menerima imbalan atau hadiah dari pihak lain sesuai ketentuan peraturan perudang-undangan. Pasal 172 1) Sebelum mengemukakan pendapatnya dalam pembahasan sesuatu permasalahan, Anggota DPRD harus menyatakan di hadapan seluruh peserta rapat apabila ada suatu kepentingan antara permasalahan yang sedang dibahas dengan kepentingan pribadinya, di luar kedudukannya sebagai Anggota DPRD. 2) Anggota DPRD mempunyai hak suara pada setiap pengambilan keputusan kecuali apabila rapat memutuskan lain karena yang bersangkutan mempunyai konflik kepentingan dalam permasalahan yang sedang dibahas. Pasal 173 Anggota DPRD dilarang menggunakan jabatannya untuk mempengaruhi proses peradilan untuk kepentingan pribadi dan atau pihak lain. Pasal 174 Anggota DPRD dilarang menggunakan jabatannya, untuk mencari kemudahan dan keuntungan pribadi, keluarga, sanak famili dan kroninya yang mempunyai usaha atau melakukan penanaman modal dalam suatu bidang usaha yang terkait dengan APBD dan APBN. Pasal 175 Anggota DPRD wajib menjaga kerahasiaan yang dipercayakan kepadanya termasuk hasil rapat yang dinyatakan sebagai rahasia sampai dengan permasalahan tersebut sudah dinyatakan terbuka untuk umum. Pasal 176 (1) Anggota DPRD wajib bersikap adil, terbuka, akomodatif, responsif dan profesional dalam melakukan hubungan dengan mitra kerjanya. (2) Anggota DPRD dilarang melakukan hubungan dengan mitra kerjanya dengan maksud meminta atau menerima imbalan atau hadiah untuk kepentingan pribadi, keluarga, sanak famili dan kroninya. Pasal 177 (1) Anggota DPRD yang ikut serta dalam kegiatan organisasi di luar lembaga DPRD harus mengutamakan tugas dan fungsinya sebagai Anggota DPRD. (2) Setiap keikutsertaan dalam suatu organisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Anggota DPRD wajib memberitahukan secara tertulis kepada Pimpinan DPRD.

BAB XVII SEKRETARIAT DPRD Pasal 178 1) Untuk mendukung kelancaran pelaksanaan tugas dan wewenang DPRD dibentuk Sekretariat DPRD yang Susunan Organisasi dan Tata kerjanya ditetapkan dengan Peraturan Daerah. 2) Sekretariat DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh seorang Sekretaris yang diangkat dan diberhentikan dengan Keputusan Gubernur atas persetujuan Pimpinan DPRD. 3) Persetujuan Pimpinan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat memperhatikan jenjang kepangkatan, kemampuan dan pengalaman.

(2),

4) Sekretaris DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mempunyai tugas : a. menyelenggarakan administrasi kesekretariatan DPRD; b. menyelenggarakan administrasi keuangan DPRD; c. mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi DPRD; dan d. menyediakan dan mengkoordinasikan kelompok pakar/ahli dan tenaga ahli. 5) Sekretaris DPRD dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksud pada ayat (4) secara teknis operasional berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Pimpinan DPRD dan secara administratif bertanggungjawab kepada Gubernur melalui Sekretaris Daerah. 6) Sekretaris DPRD dan Pegawai Sekretariat DPRD berasal dari Pegawai Negeri Sipil. 7) Penyediaan kelompok pakar/ahli dan tenaga ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf d, diusulkan oleh Pimpinan DPRD, Alat Kelengkapan DPRD dan Fraksi yang ditetapkan dengan Keputusan Sekretaris DPRD sesuai dengan kemampuan daerah. BAB XVIII KETENTUAN LAIN - LAIN Pasal 179 Dalam hal terdapat hal – hal yang belum sesuai dengan Peraturan Perundangundangan, maka Peraturan Tata Tertib ini akan dilakukan perubahan sebagaimana mestinya. BAB XIX KETENTUAN PENUTUP Pasal 180

79 Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Tata Tertib ini, ditetapkan dan diatur lebih lanjut oleh Pimpinan DPRD setelah dilakukan pembahasan dalam Badan Musyawarah.

Pasal 181 Dengan berlakunya Peraturan DPRD ini, maka Keputusan DPRD Provinsi Jawa Barat Nomor 1 Tahun 2004 tentang Peraturan Tata Tertib DPRD Provinsi Jawa Barat sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Keputusan DPRD Provinsi Jawa Barat Nomor 1 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Keputusan DPRD Provinsi Jawa Barat Nomor 1 Tahun 2004 tentang Peraturan Tata Tertib DPRD Provinsi Jawa Barat, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Ditetapkan di Bandung pada tanggal 20 Oktober 2009 DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI JAWA BARAT Ketua,

Ir. IRFAN SURYANAGARA

13-10-2009 Pukul 17.30 WIB

RANCANGAN PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI JAWA BARAT TENTANG TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI JAWA BARAT

81

SEKRETARIAT DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2009

Related Documents


More Documents from "Dwi Putri Megawati"