Sulaman Rindu
A. R.
Bertiti hari di bianglala redup Seiring menampak senyuman dewi senja Mengalir amarah, rindu, dan asa Berasal kucuran luka menganga Pedih terbarut berbalur bisa nista Aduhai keluh dalam tawa komedi Menepis untaian rindu dendam Berkarat di sahara gersang nan hampa Karena antara dua hati, satu kilas mata Membumbung lalu terampas di cadas Dalam tidurnya bantalan duri Membekap sang dara sunyi jelita Biru dan bisu… Entah kemilau jadi Laksana bianglala menjelang awan pergantungan Sehabis balada putih Namun kini ia redup Dan entah untuk kian meredup Bilakan dicampak buat terenggut Banjarbaru, 20 Pebruari 2003
Kelana Budi 1
2008
Bianglala Redup
Sulaman Rindu
A.R.
Wahai kelana budi Engkau datang dari pelosok negeri Hanya untuk mengaih kehidupan suci Secercah asamu menanti mekar seri Wahai kelana budi Kau lalui jalan dengan menampi sunyi Tapak-tapak duri menggores langkah itu Tak hirau walau meratap rayui Wahai kelana budi Intiplah tiang pengharapanmu Sukakan dalam derai rengekmu Kikis segala kesumat pendera Wahai kelana budi Jemput daku setelah jaga mimpi pateri Aku menanti di hiasan tangga azali Banjarbaru, 6 Juli 2003
Untuk yang Buta Azeli Riswan 28
2008
Sulaman Rindu
Mata dunia selalu buta bila membedakan antara emas dan kuningan parasnya serupa kilauan bila terpendar cahaya Seorang pecundang nampaknya raja bila mahkota ia punyai padahal nyata bulusnya Seorang pertapa nampaknya hina sahaja karena tak bersayap uang kertas dan berenang di telaga permata padahal mungkin ia punyai bahagia Engkau memang buta untuk selamanya Banjarbaru, 6 Juli 2003 Pengamen dan Kacung kecil A.R. Menguak malam dipinggiran mini kota Disebuah café kelas bontot Kerlap terangguk mengusung malam kelam Terdampar seorang pengamen jalanan Dan kacung kecilnya disana Ia sedang melantun lagu liris Gitar tua didekapnya erat seolah kasih menghiba Merengkuh kecongkakan malam rajam 27
2008
Mengapa harus ada caci dan liur basi terbuang percuma bila ada insan buruk rupa Tak bisakah ia sedikit harga diberi?
Sulaman Rindu
Tatap matanya teramat kosong Dan entah karena perut yang terlanjur kosong Bukan pop ataupun blues yang dinadakan Namun balada diri yang jelata Dan sebuah kejujuran walau itu untuk cacing perut Coba bandingkan dengan seorang pejabat Yang terlalu buta tuli sumpah serapah rakyat Polos hati mereka yang ngilu Saat ini tiada mengingat mereka pada mobil dan rumah yang wah! Ataupun sekedar pakansi1 berhura-hura Dengan uang rakyat Yang mereka maui cuma sahaja Meniti hari dengan sesuap kasih Oh pertunjukan nyanyi mereka telah usai Si kacung gesit menampikan topi lusuhnya Berharap recehan tersisa Nyata binarnya matanya yang terang Menantang pandangan kotor yang menggerayang Mereka pergi dengan rona wajah tak terlukisi Banjarbaru, 6 Juli 2003
Bila Dia tahu A.R.
Lorong waktu telah menghantarkan daku sebegini letih Memaknai setiap desir yang terbuhul Dengan nada sumbang di buaian menafi Dimana arus menjegal kaki yang tiada daya Hingga terseret ke hilir jauh Dan jauh di sudut titik Apalah arti mulia yang dipahat diprasasti 28
2008
Sulaman Rindu
Banjarbaru, 6 Juli 2003 Pengakuan Hamba Azeli Riswan Ya, Rabbi… Kemana ku lari? Berpaling dari wajah-Mu Bila aku masih berada di naungan langit-Mu Dan setiap nafas kau yang beri Ya, Rabbi… Kemana lagi kucari? Perintang hatiku Bila aku telah mabuk oleh manis cinta-Mu Namun hanya aku telah menafi 27
2008
Namun hampa nyata direngkuh Kembalikan jiwa yang pongah Menantang dengan nada membusung Bukan jiwa yang lemah menghiba Bukankah itu lebih adanya? Andai waktu mengulang ekornya Seribu satu dosa bisakah ditebusi lagi? Tidak mungkin sejadinya ia Angin semakin menderu Menggulung debu yang terombang Apakah ranting pohon itu patah serta merta? Mungkin yang bisa menjawab hanya ia sendiri Karena ia hanya pura-pura bisu Sedemikian itu sebab embun enyah untuk mencumbunya Teregas pula akan daunnya Andai dia mau tahu
Sulaman Rindu
Di tetes embun pagi Ku dapati asma-Mu Pun gunung batu kutemui jejak itu lestari Ya, Rabbi… Sujud rukukku tak pantas kau puji Tak pantas sekali aku mewarisi Kesenangan sorga-Mu Pun tak aku kuasa menahan azab siksa nerakamu Besar sekali pengharapanku Akan keampunan-Mu Karena aku tahu hanya Kau lah Yang maha Pengampun Banjarbaru, 6 Juli 2003 Mama A.R. Mama… Luapan nafasmu tiada lagi memburu Pukulan jantung pun telah surut Beku dalam remang fajar Sontak nyaliku Sebuah warta tentangmu Di pagi 1 Januari 2004 Di pembaringan kesakitanmu Telah kau kulaikan nyawa Terjaga oleh tarian tuan izrail si Pencabut Hijrah ke dimensi kilauan cahaya Hadirat Rabbil Alamin Ketiadaanku di sisi cinta harap mu Lalai aku atas cintaku kepadamu Tiada banjir air mata Hanya iringan do’a menggiringmu Tatkala suatu sore awal zulkaidah 28
2008
Sulaman Rindu
Mama Disana dirimu Semoga beri restu aku selalu Dengan amanat cintamu Yang kujaga Terkirim salam rindu ini untukmu
Pecinta Lara A.R. Aku memang pecinta penuh lara Yang telah buta oleh parasnya Tiada pengobatnya Selain bisikan merdumu kekasih hati Tiada siang kerontang Tiada malam gemintang Yang ada hanya parasmu Terseok aku di tengah gurun Tak aku temui jejakmu wahai kekasih Hamparan pasir terserak oleh amukan badai Hanya tinggal kelebat bayangmu Menghimpun segenap kerinduan ini Dan bila datang deruan angin Aku tanyakan dimana si penebar cinta sembunyi Dipelosok manakah? 27
2008
Kesekian mohon pamitku Engkau yang terbujur Aku dengar keluhmu Tatap kasihmu Menelanjangi pedih ngiluku Tiada menanda suatu perceraian hayati Memekarkan bunga hitam Di taman selaksa mimpi
Sulaman Rindu
Biarpun hanya seulas kerling pandanganmu Aku sangat dahaga cintamu Ataukah aku akan sekarat menantimu menyambut kerinduanku kepadamu Banjarbaru, 7 Maret 2004
Dua Tahun yang lalu A. R.
Dua tahun sudah Senang dan duka mewarnai perjalanan ini Tangis dan tawa meronai wajahku Kenangan manis masih aku rasakan hingga kini Disaat bersama dirimu Namun itu hanya dua tahun yang lalu Sungguh tak bisa kumenjauh Dari cintamu yang telah pikat hatiku Bagaimana aku bisa melupakanmu Bila namamu tak terhapus dari debaran hati ini yang rapuh Telah kucoba mencari cinta yang lain namun membuat lukaku semakin dalam Aku selalu tenggelam dalam suatu sesalan tentangmu mengapa ini terjadi tidak terbersit kah aku di hatimu? berlalu begitu saja kah cintamu kepadaku? 28
2008
Sulaman Rindu
Bintang A. R.
Di dalam kotak segi empat Ada jiwa murung bermenung terkurung Langkah jejak membumbung diantara lubang angin Menguntit sang bintang Hanya satu telihat kilauan Dengan nafas alun petik bunga harap Detak yang kian mengilu memeras Setiap seratus dalam satu Menjelang tunai sebuah janji 27
2008
Aku hanya bisa meratap diri Disaat malam yang sunyi Hendak kemana aku tumpahkan Segunung rindu
Sulaman Rindu
2008
1000 melankolia A. R. Seribu Seribu Seribu Seribu Seribu
hariku tanpamu rindu mendendam di kalbu cinta terbiar harap menjulangkan manis kenangan do’a lafazdkan mantra lara Seribu Seribu Seribu Seribu
sesalan perih terbalurkan tawa sandiwara tangis amis kemis mimpi tabur duri
Seribu ilusi mekarkan inspirasi Seribu puisi penyanjung cinta Seribu langkah terlampaui Namun ku tetap disini Seribu hariku tuk menanti Sang dara hati 28
Sulaman Rindu
Mekar di genggaman A. R.
Segenggam cinta yang kupunya Sanggupkah ditumbuhkan diterik nan gersang Bilakah awan mendatangkan hujan Atau hembusan bayu yang menggundahkan awan Aku tiada mengetahui Aku hanya punya segenggam itu Walau tanpa kusemaikan Biar mekar ia digenggaman Meski tanpa curah sang hujan Karena tersadar aku Hujan panas hanya menggelar pelangi indah Tiada pernah dapat menitinya Elok dirasa Hampa dinyata…
27
2008
Seribu tak pasti Tak kan renggut nyanyi pecinta sepi
Sulaman Rindu
2008
Mai A. R. Mai… Kau adalah jiwa di tiap bait soneta Ketiadaan makna tanpamu desir kalimah kucipta Tiada rasa dan asa manjakan gelora Mai… Di sudut mata sendumu Kujelajahi lirik romansa Pulas halus bahasamu ungkapkan seribu satu puisi Karena kau pancarkan aura suci Dari khasanah paras lentik geraian hatimu Merawankan kuasa denyut buluh nadiku Mai… Tak ingin kau kuibarati kuntum bunga hanya aroma tebar pesona menghilang dihembusan angin selatan Tak inginku kau bak bintang tiada daya aku menjelang kilaunya pun tak mau kau jadi si bianglala yang semarak sejenak namun bermuram pula akhirnya Mai… Tetaplah kau sebagai bait perinduku Karena kau dan aku adalah satu nafas-Nya Selama bara cinta itu masih menyala 28
Sulaman Rindu
Banjarbaru, 8 Juli 2003 2008
Sulaman Rindu A. R.
Dermaga ujung murung Telah aku labuhkan hati dibatas ini Bersama riak gelombang sungai martapura dua wajah
Liukan angin penari yang menerpa Menyatukan nafas hangat kita Pandang mata lepas mengekor Setiap bahtera yang lampaui Memecahkan buih
Dermaga ujung murung Ada sulaman rindu disana Disaat semua itu sirna kini Ku rindu pada tonggak-tonggak yang masih kukuh berdiri Ketika kau tinggalkan sendiri aku dan dia dalam ketermanguan Diantara riuhnya Dermaga ujung murung Kini nafasku sepertiga yang sisa Tak sedalam saat itu Masih bisakah aku nanti menjengukmu Di saat rentaku 27
Sulaman Rindu
Atau apakah dirimu akan mengubah wajah tenangmu Hingga yang ada keterasingan Bukan yang dulu pesonamu
Dermaga ujung murung Kau lukiskan cinta kasih kami disandaran tidurmu Dan arus cerita ini hingga ke hulu Barito Banjarbaru , 21 Desember 2003
28
2008
Sulaman Rindu
2008
Pahlawan A. R.
Pahlawan Bukan foto yang digantungkan Atau patung yang dikeramatkan Deretan lencana dan piagam Bukan sekedar pengabadian itu Namun dia yang mengisi setiap jengkal dengan nilai perjuangan Hidup dan mati adalah satu tujuan Pahlawan Engkau akan meratap Engkau akan menjerit Melihat negeri ini terkoyak Dijamah kerakusan Pahlawan Anak cucumu telah banyak melupakan engkau Padahal telah engkau tunaikan pengorbanan Kau hanya dilihat sebagai prasasti mati Tiada guna seremonia Bila nilai perjuangan terus dikhianati 27
Sulaman Rindu
Lianganggang, 23 Agustus 2004
Kalah A. R. Di lentera bentang senja Surya memadam binarnya Kicau pipit menadakan tembang ditengah lalang Peraduan di sebuah sabana Berselimut asap mengumbar sunyi Aku pengelana sesat jalan Kegamangan menyeret langkah terseok Gundah mengundang kelam membayang Mengapa jalan simpang dipilih? Aku terkapar kalah Lihatlah aku di Barat tenggelam Hampa yang aku rengkuh melenguh Aku kalah… Sungguh sangat kalah Semua penjuru menghunjamku Ejek senang mereka lontarkan Laksana lakonan demi kesenangan ditumbalkan Dengan pohon randu di padang rumput ini pun aku terhina malu Ia tegak membusung Sedang aku perkasa namun terjerembab dalam 28
2008
Sulaman Rindu
Karena aku kalah 2008
Dan keegoisanku tak sanggup menopang ringkih ku Teramat banyak aku mengeluh kesah Aku ada di sudut penantian masa Jelang malam terusik rindu pulang Kunantikan esok pagi Sabana hijau corak biasnya Lianganggang, 05 September 2004
Ya Rabb A. R. 27
Sulaman Rindu
Duhai ya Rabb Hanya engkaulah yang Haq Hamba hanyalah putaran nisbi Ruang dan waktu tiada mengikatmu Karena kau berdiri atas kuasa-Mu Sedangkan hamba hanya onggokan Yang bergantung belas kasihmu Ya Rahman Telah kutiti nafas kesekian dalam gemulai diri-Mu Sejauh ku memandang Tak nampak bayangku sendiri Sungguh teramat kerdil aku di dalam keagungan-Mu Hamba tetaplah sesuatu yang nisbi berkarat oleh masa-Mu Engkau jua Maha Mutlak adanya Berpangkal akan segalanya pada-Mu Ya Rabb Nyata buta mataku setelah keadaan melihat Nyata tuli pendengarku untuk lagi mendengar Bebal hatiku karena penuh kubangan noda Hilang warasku tanpa-Mu Aku menggelayut dalam genggaman-Mu
Entah rasa yang mati Memalingkan wajah kotor ku Aku tidak kehilangan asa Penuh derita rindu mendendam Jauh dari Mu wahai kekasih Duhai Maha Keindahan Jangan jauhkan aku dari-Mu barang sedetik Sungguh nyata siksa azabku kutanggungkan 28
2008
Sulaman Rindu
Lianganggang, 23 Agustus 2004
Buhul A. R.
Duhai….. Yang namanya terbuhul dalam sukma ku Sampai sudah kah nafas cinta menyapamu? 27
2008
Bermula harapku adanya diri-Mu Jangan jadikan sesembahan selain Engkau Tiada elok mereka dibandingkan-Mu Walau teramat malu aku mengaku sebagai hamba-Mu Namun hidup dan matiku tetapkanlah disisi-Mu
Sulaman Rindu
Aku selalu dan selalu talikan harap dalam penantian mabuk rinduku Ku pecinta pengagum untai senyummu Tentang mu hunjamkan rawan hati dalam tabuh sunyi Kering kata ucap ku puji gerik mu Derita menanti berasap asa Walau tak tau artiku Hati yang satu telah hilang olehmu Oh aura hidup ku Martapura, 15 April 2006
My beloved N.N. 28
2008
Sulaman Rindu
My beloved… How will I survive those nights How will I survive these days… How will I survive the lonelies without you? My beloved… A painful solitude suffuses me… The days and nights I think of you My Beloved… In my eye I will hold you In my heart I will hide you My beloved… Someday I’ll tell you what I’m going through I’ll tear out my heart for you to see
27
2008
My beloved…. When I meet you, I’ll tell you How dearly I love you
Sulaman Rindu
Sekian Untukmu A. R.
Sayang… Sekian waktu ku berjalan dalam sunyi Sekian kumenanti bayang indah tentang dirimu Sekian sudah pasti aku slalu mencintaimu Slalu dalam hati kecilku Sekian ketiadamaafanmu Sekian pedih ini terasa Sekian masa, kau buatku berbunga Masa yang lain kau timpakan derita Sekian rinduku menggumpal jadi salju Sekian hariku tanpamu Sekian rinduku dihapus haru biru Sekian asa kukumpul jadi satu Hanya untukmu… Sekian cintaku tak hirau olehmu Sekian ku mencoba mencinta satu yang lain Sekian takutku akan cinta
Sekian tentangmu ingin membuatku selalu tahu Sekian namamu Sekian suara lembutmu Sekian parasmu 28
2008
Sulaman Rindu
Sekian gilaku padamu Sekian kebimbanganku Sekian arti yang tak kutau Sekian kenangan yang hanya jadi milikku Sekian nista dirimu terhadapku Sekian sandiwara cinta pelangi Sekian sabarku Sekian kepongahanmu Sekian kepecundangan diriku Sekian luka yang kau torehkan Sekian kepura-puraan cinta sejati Sekian kepahitan cinta kita Sekian kesendirianku Sekian keberatanku untuk melupakanmu Sekian mimpiku di awan bersamamu
Sekian detik kegelisahan jiwaku memikirkanmu Sekian kehausan pada bayanganmu yang tak pasti Sekian harapanku adanya sinar harapan Sekian kesanggupanku untuk menantimu Sekian sesalanku Sekian kisah cinta lama kita 27
2008
Sekian debaran jantungku Sekian hela nafasku
Sulaman Rindu
biar usang terbakar senja 2008
Sekian kepedulianku tentangmu Sekian dayaku untuk mencintaimu, merinduimu, memujamu Sekian siksa hati ini Sekian saja cintaku Lianganggang, 2 oktober 2007
Maret A. R. Maret itu… Dua insan telah disatukan dalam satu ikatan suci mahligai biru layar telah mereka kembangkan mengarungi bahtera hidup 28
Sulaman Rindu
tuk lampaui pulau harapan
Alunan nafas melambat manakala impian terpatahkan sayap cinta berhamburan terbangkan bulu-bulu pengharapan Tiada pun daya yang ada rasa ketika tersadarkan bahwa ini sebuah suratan ataukah jalan panjang menuju kebahagiaan? Sedikit sesal terkuak diantara berjuta kata yang tak terucap Ragawi boleh kan terbelenggu nurani kan menembus ruang dan waktu masih ada hari esok meski dalam penantian sunyi “I Always Love You” Lianganggang, 22 Pebruari 2008
Bunga A. R. Bunga… Kau mekar di taman mimpi yang terbuang sunyi Harummu melangkahkan kaki ku tuk mendekat Meski dengan seribu luka Ku coba untuk hampiri kesemerbakanmu 27
2008
Sementara… ada insan yang tersisihkan tiada kemeriahan yang turut dirasakan hanya sebuah kemuraman
Sulaman Rindu
Bunga… Kau pengobat hatiku yang selalu terenyuh Kau sayap pengharapanku yang pernah
2008
patah Kau
air
yang
memadamkan
rindu
dendamku Izinkanlah ku ada bersama keelokanmu Bunga… Meski ku malu untuk tahu apa artinya cintamu Namun ku selalu mencoba untuk membawamu dalam mimpi indahku bersamamu Bunga… Dengan apakah rasa terima kasihku Karena ku hanya punya cinta yang usang Cukupkah itu untuk mu? Bunga… Semoga nafas kita satu Dan selamanya tetap satu Lianganggang, 2 Maret 2008
Malam Sang Perindu 28
Sulaman Rindu
By: AR Kala malam mengambang
2008
Ku diperaduan senyap tergolek hilang asa asmara Kala sosok indah itu datang Ku hanya bisu tiada terucap kata Namun dalam hati ini terus berkumandang Segenap rindu yang tak bertautkan sayang Walau hanya sekerat bara, namun cinta ini masih berpijar Ku selalu kalah terkapar bersimbahkan ratap sesalan Aku, engkau dan masa lalu Terus mengikat diriku dalam keterasingan keramain Kala kuncup hati ini luruh oleh magis mu Gelora angan menebar rayuan pilu Betapa gunungnya harapan cinta tak mampu merubah suatu suratan Hidupku, hidupmu adalah pilihan Pilihan untuk menang ataukah jadi pecundang Land. Ulin 25 Desember 2008
Cerpen
27
Sulaman Rindu
2008
By: Azeli Riswan
M
asa final test telah usai, artinya liburan sudah menjelang dan
tidak ada lagi hari-hariku seperti biasa yang dipenuhi aktivitas bejibun sebagai mahasiswa kedokteran. Rasanya aku ingin segera pulang ke rumah, berkumpul dengan keluarga,setelah sekian lama berpisah. Pokoknya aku ingin lepas sejenak dari berbagai kesibukan, untuk menikmati lagi suasana kampung halaman yang sudah membayang di pelupuk mata. 28
Sulaman Rindu
Gunung-gunung yang hijau berbaris, aliran sungai Amandit meliuk
anak-anak suku Dayak Meratus. Hutannya juga masih perawan ditumbuhi aneka pepohonan seperti kayu manis, kemiri, durian, manggis, cempedak, dan lainnya. Disertai satwa yang hidup tak terusik dalam habitatnya. Semuanya
merawankan
hatiku
untuk
cepat
pulang.
Akankah
suasananya tidak berubah, seperti dulu sewaktu aku masa kecil. “Tidak menunggu pengumuman hasil ujian dulu, Wan?” kata Rifyal, teman satu kos, ketika melihatku berkemas-kemas. “Entar aja,”jawabku singkat. “Buru-buru sekali, apa karena sudah ditungguin sama calon yang di kampung?”selorohnya. “Calon apa?” kataku balik bertanya. “Lho, katanya sudah dijodohin sama anak Pak Lurah.” “Aih, kamu jangan asal ngarang gitu. Sudahlah, kalau kamu nggak ada kerjaan mending anterin aku ke terminal,” kataku ketika selesai menyusun barang bawaanku ke dalam tas ransel. “Oke bos!. Tapi jangan lupa oleh-olehnya kalau sudah balik lagi kesini,” pintanya. “Beres!” jawabku. Sungguh kasihan pikirku si Rifyal, liburan semester ini, dia belum bisa pulang. Untuk pulang ke Jambi daerah asal Rifyal harus menempuh jarak yang sangat jauh dari pulau Kalimantan ini. Mungkin masalah biaya, waktu dan tenaga menjadi kendala, sehingga butuh dipikir ulang untuk pulang kesana kalau tidak benar-benar perlu. 27
2008
menuju ke hilir senantiasa dilewati rakit-rakit bambu yang ditanjak oleh
Sulaman Rindu
Kira-kira tiga jam perjalanan darat akhirnya aku tiba di Kandangan, sebuah kota kecil nan asri berjarak 130 km dari Banjarmasin, ibukota propinsi. Jantung kota Kandangan dibelah oleh sungai Amandit yang mengalir dari kaki pegunungan meratus. Untuk mencapai kampungku, Hulu Banyu, harus ditempuh lagi menggunakan angkutan pedesaan jurusan kecamatan Loksado. Dari Kandangan yang merupakan ibukota kabupaten menuju Loksado berjarak 40 km akan memakan waktu tempuh kurang lebih satu jam. “Hei!. Kamu yadi kan?” sergahku takjub begitu akan duduk di dekat kursi sopir taksi yang kunaiki. “Wandi!” sebutnya tak kalah terkejut.
Pertemuan seketika antara dua orang sahabat yang lama tidak bersua menggugah banyak nostalgia. Sepanjang perjalanan tak lepas mengungkapkan cerita-cerita saat kami masih sama-sama bersekolah di sekolah lanjutan dengan segala kenakalannya kala itu. Jika mengingatnya kembali sungguh membuat geleng-geleng kepala sendiri, karena kalau dipikirkan sekarang perilaku kami itu kadang terasa bodoh dan memalukan. Ah, masa remaja itu. &&& Kedatanganku disambut suka-cita oleh Bapak dan kedua adikku, Madi dan Masriah. Kulihat dirumah terdapat kampil-kampil berisi duku dan rambutan. Rupanya Bapak akan membawanya ke Kandangan untuk dijual. 28
2008
Sulaman Rindu
Sekarang memang lagi musim buah-buahan, hampir setiap warga disini
berbagai macam buah-buahan itu. Sebetulnya ada pengumpul yang datang dari Kandangan untuk membeli buah-buahan langsung di kebun pemiliknya. Hanya saja harga yang ditawarkan tentu akan lebih murah apabila dibandingkan kita sendiri yang menjualnya ke pasar. Selintas suasana rumah ini tampak tak semarak tanpa kehadiran ibu. Yah, ibu memang sudah meninggal satu tahun silam, ia terkena suatu penyakit parah dan sempat beberapa hari opname di rumah sakit. Dan kala itu pada hari kedua kondisinya semakin membaik setelah perawatan intensif. Aku cuma satu hari dapat menjaganya di sana, karena keburu balik ke Banjarbaru disebabkan aku sedang menghadapi ujian semester. Tetapi ternyata kehendak Tuhan berkata lain. Pada
hari ketiga
kondisi ibu tiba-tiba saja kembali memburuk dan pada akhirnya ia meninggal dunia tanpa kehadiranku disisinya, sungguh suatu penyesalan dariku. Namun yang menambah kesedihanku adalah tuduhan keluarga dari pihak ibu yang mengatakan bahwa ibu telah kena kutukan leluhur. Dikatakan penyebabnya adalah keengganan ibu untuk menjadi dukun beranak, sedangkan seharusnya ibu lah yang mesti mewarisi kemahiran itu berdasarkan aturan silsilah keturunan pihak ibu tersebut. Oh, sungguh sekejam itu kah sebuah kutukan, pikirku. Bukankah aku yang akan meneruskan cita-cita luhur itu sebagai seorang dokter pada nantinya. Ah, dikutuk leluhur katanya. 27
2008
mempunyai kebun. Jadi, kalau lagi musim panen akan kebanjiran oleh
Sulaman Rindu
&&& “Wan, jenguk lah kakek Daud, beliau sedang terbaring sakit di rumahnya,”kata Bapak saat pulang dari menyadap karet. “Sejak kapan beliau itu sakit, Pak?” “Sudah beberapa hari yang lalu sekujur tubuhnya lumpuh.” “Baiklah, saya akan menjenguk kakek setelah shalat Zhuhur nanti.” Kakek Daud adalah famili ibuku. Dengan menyusuri pinggir sungai Amandit mengarah ke selatan aku menuju rumah beliau yang ada di balik bukit itu kurang lebih 1 km dari rumahku yang ada di sisi utaranya. Gemericik sungai laksana gemuruh hujan yang tak henti. Kudapati kakek Daud tengah terbaring lunglai tanpa bisa bergerak, ia dikelilingi oleh anak cucunya. “Ayo, masuk saja wan!” suruh nenek Asnah ketika melihatku di ambang pintu rumahnya. “Kakek kenapa, Nek?” tanyaku. “Anu, dua hari yang lalu sewaktu pagi bangun tidur kakek langsung terjatuh dan tidak bisa menggerakkan kaki dan tangannya .” “Mungkin kakek kena stroke,” kataku mencoba mendiagnosis karena apa yang dikatakan nenek Asnah tadi layaknya ciri-ciri serangan stroke. “Bukan itu Wan karena karena kata dukun, kakek terkena murka arwah leluhur yang kuburannya lupa ia rawat dengan baik,” bantah nenek Asnah lebih mempercayai ujaran seorang dukun dibandingkan pendapatku. “Malam sebelum kakek sakit, ia pernah mengigau menyebut-nyebut kuburan leluhur yang terletak di hutan Enau. Jadi sekarang aku menyuruh 28
2008
Sulaman Rindu
si Pardin mendatangi kuburan itu untuk memberi sesajen,” kata nenek
“Menurut saya sebaiknya kakek cepat kita bawa ke rumah sakit di kota, disana beliau akan dirawat lebih baik, Nek!” usulku. “Tidak Wan, keluarga telah memutuskan akan tetap merawat kakek disini sampai kutukan itu berakhir,” cegahnya. “Kalau masalah biaya jangan nenek risaukan karena akan saya rundingkan dengan bapak,” kataku coba memberi solusi, kalau itu yang menjadi kendala pihak keluarga yang melarang kakek di rawat di rumah sakit. Namun saranku tadi sepertinya tak digubris. Aku Cuma bisa kasihan melihat kondisi kakek Daud, karena ia dibiarkan tanpa perawatan yang memadai dengan keadaan menderita penyakit yang separah itu. Ini adalah sebuah kutukan atas kelalaian, titik! Pikir mereka. Dan mereka pun akan menerima begitu saja nasib itu hingga ajal mungkin akan menjelang tubuh yang telah terbaring ringkih tiada berdaya. Ah, nafasku terasa begitu sesak. Ya Allah, untuk apa aku menjadi dokter jikalau belum bisa menolong sesama yang memerlukan uluran tanganku. Apakah aku begitu tak berdaya menghadapi semua ini?. &&& Tak tertolong. Kakek Daud telah dijemput kereta ajal, isak tangis keluarga mengiringi pemakaman beliau. Aku Cuma berdiri mematung mengamati dari kejauhan di balik rumpun bambu yang tumbuh di pinggiran 27
2008
sangat percaya dengan keyakinannya.
Sulaman Rindu
sungai Amandit. Aku merasa begitu hampa dengan ketidakberdayaan untuk mengubah situasi yang semestinya dapat aku tangani. Menguak dibenakku pertanyaan, apakah profesi dokter dapat aku jalankan di kemudian hari semulia yang kuidam-idamkan? Akankah aku dapat menjawab kutukan itu?. Semoga. Bukit Dieng, 18 November 2004
Cerpen
By: Azeli Riswan
28
2008
Sulaman Rindu
2008
S
ejak dari tadi pemuda itu hanya duduk melongo pada dermaga
kecil di pinggiran sungai Martapura, yakni Dermaga Ujung Murung. Nampak serius benar ia berpikir, entah juga hanya melamun atau ada seseorang yang sedang ditunggunya. Namun sepertinya tidak karena tatap matanya begitu kosong dalam kehampaan tak tentu tujuan. Hiruk pikuk pelabuhan itu tak dihiraukannya, pun panas terik matahari yang memanggang kota seribu sungai Banjarmasin. Riak gelombang sungai yang ditimbulkan perahu yang lewat menyapu bibir daratan, warnanya keruh kecoklatan, jelas sekali pencemarannya. Tetapi di sepanjang pinggiran sungai ini beribu-ribu orang yang tinggal, mereka beraktivitas dilakukan disini mulai dari mandi, mencuci, memasak, sampai membuang kotoran, ih sangat kotor. Tapi mau kemana lagi, tokh hidup mereka bergantung disana. Berjam-jam telah berlalu dan ia pun belum ingin beranjak juga. Har memang punya kenangan tersendiri akan tempat ini, seakan mau ia menapaktilasi cerita semalam yang indah sekaligus teramat getir. 27
Sulaman Rindu
“Oouh…”katanya melenguh hampa, mungkin kata itu yang sedikit bisa mengeluarkan kesumpekan jiwanya. Terbayang kata-kata Mar silam. “Aku ingin membuktikan kepada semua orang kalau aku bukanlah tipe cewek yang cengeng,” ujar Mar bergelora. “Maksudmu bagaimana kau membuktikannya?” tanya Har bingung ucapan gadis itu. “Aku belum selesai bicara, langsung kau serobot saja,” protes Mar. “Sabar manis…, jangan naik darah dulu, OK sekarang aku akan mendengarkanmu,” kata Har meredam emosi Mar yang dikenal memang agak emosian. Har memahami temperamen temannya itu, mereka menjalin pertemanan sudah sejak bangku SD sampai selesai SMU selalu satu sekolah. Tiada lain yang bernama Mar adalah seorang cewek yang tomboy walau sebenarnya cantik, ia sangat risih kalau harus makai rok, maunya pakai jins belel, ia juga anti dengan kosmetik, jago dalam bermain basket dan beladiri karate, juga tak ketinggalan gak pernah absen kalau urusan berkelahi untuk mempertahankan prinsip yang ia punya meski lawannya itu adalah cowok. Gimana cowok mau mencoba pedekate, salah-salah kena bogeman dari Mar, sehingga cowok yang bisa berteman dekat dengannya adalah cowok yang benar-benar memahami karakter Mar seperti Har. “Aku akan mendaftar di Kepolisian tahun ini, aku yakin akan diterima,”kata Mar mantap.
28
2008
Sulaman Rindu
“Ngapain jadi Polwan, orang tua kamu kan punya perusahaan yang
pengusaha batubara yang terkenal di kota ini. “Memangnya menjadi polisi untuk menjadi kaya, justru karena aku sudah kaya maka aku tidak perlu duit lagi sehingga tugasku adalah sebagai aparat penegak hukum yang jujur,” kata Mar berusaha menepis ucapan Har tadi yang merendahkannya. “Bukan begitu Mar masalahnya aku takut…,” kata Har tidak melanjutkan kalimatnya. “Takut apa?” tanya Mar. “Aku takut… ah aku jadi malu ngomongin ke kamu,” ujar Har. “Katakan sekarang saja Har atau kau akan…” ancam Mar sembari mengepalkan tangannya siap melepaskan pukulan karatenya kepada Har. “Aku takut kalau kau menjadi seorang Polwan lantas aku nggak bisa naksir kamu,” seloroh Har dan malah Mar tak urung melepaskan pukulannya ke arah pundak Har. “Dasar mata keranjang, teman sendiri juga mau diembat,” ujar Mar cemberut namun sebenarnya ia menahan tawanya. Selayang kenangan itu menindih perasaan Har kini. Seluruh dunia berduka untuk peristiwa bencana tsunami di Aceh dan Har adalah salah satu yang sangat nestapa atas kejadian tersebut. Mar adalah salah satu korban yang direnggut nyawanya oleh kedahsyatan bencana itu. Begitu ia ditempatkan di bumi Serambi Mekah, saat itu juga diri Mar seolah dipersembahkan masuk daftar kematian Malaikat Izrail. 27
2008
bonafid?” tanya Har. Mar memang anak satu-satunya dari seorang
Sulaman Rindu
Belum hapus dari ingatan Har detik-detik terakhir persuaan mereka, tatkala sehari sebelum Mar berangkat dalam penugasaan ke propinsi paling utara pulau sumatera tersebut. Har sudah merasa bahwa hari itu adalah pertemuan untuk kali yang penghabisan. Sehingga, perasaan yang selama ini dipendamnya ingin diungkitnya saat momen itu juga, meski dengan mengerahkan segala keberaniaan. “Kamu sakit ya Har ?” Mar mengamati Har yang sepertinya nampak tidak tenang dihadapan Mar. “Ya sedikit kurang enak badan,” Har mencoba berbohong untuk menutupi kecemasan dalam hati. Ada beban sebesar gunung yang dipikul, ingin terus terang sekarang kepada Mar tapi lidah Har terasa berlipat kelu.
Dan
perasaan
yang
ingin
diungkapkan
menjadi
tertahan
di
tenggorokan, hanya batinnya berujar,”Aku inginkan kau menjadi yang terindah di hatiku.” “Mar!” kata har pelan. “Iya Har,” ujar Mar menanti kata Har lebih lanjut. Mereka berpandangan beberapa lama, akhirnya keberanian Har terkumpul untuk bisa mengatakan perasaan yang terdalam. “Mar akhirakhir ini aku merasakan ada sesuatu perasaan yang lain di hatiku,”ungkap Har. “Maksud kamu apa Har?” tanya Mar masih belum paham. “Aku sayang dan cinta kamu Mar,” ujar Har yang pada akhirnya bisa meluahkan segenap beban itu. “Apa kamu bilang barusan?” tanya Mar tidak percaya. 28
2008
Sulaman Rindu
“Aku sayang dan cinta kamu,” ulang Har sekali lagi.
ungkapan hati dari Har tadi, lalu dia berujar,”Bukankah selama ini kita berteman, tidak cukupkah persahabatan kita?” tanya Mar. “Ya aku tahu Mar, tetapi jauh di dalam relung hatiku aku tidak bisa mendustai perasaanku sendiri bahwa aku sangat mencintaimu dan semoga persahabatan diantara kita semakin menjadi indah, maukah kau menerima uluran cintaku?.” “Aku juga ingin bilang bahwa aku tidak dapat menolak cintamu karena aku telah jatuh cinta kepadamu dalam persahabatn kita selama ini” jawab Mar. Perasaan
Har
berbunga
mengetahui
cintanya
ternyata
tidak
bertepuk sebelah tangan, dengan spontan Har meraih tangan Mar dan menciumnya lalu meletakkan tangan itu di dada kiri Har. “Mar coba kau rasakan debaran jantung ini, dalam setiap detakan adalah tertulis namamu,” ujar Har puitis. “Ah kamu gombalin aku,”canda Mar menarik tangannya dari dada Har. “Suer,”kata Har. “Yah mana ada jantung bisa menuliskan kata cinta,” ujar Mar mendebat. “Ada dong, buktinya aku mengungkapin perasaan ke kamu dengan jantung berdebar-debar, tapi…” ujar Har menyetop kata-katanya. “Tapi apa Har?” tanya Mar penasaran. 27
2008
Mar menatap dalam mata Har seakan menelusuri kesungguhan
Sulaman Rindu
“Tapi karena aku takut kena bogem mentah kamu,” canda Har. “Iya deh mau-mau kamu aja, pokoknya kamu harus janji jangan macem-macem ketika aku tinggalin, awas nanti kalau ketahuanku melirik cewek yang lain pasti dapat hadiah bogem,” ujar Mar mewanti-wanti. Semua cerita dirampas oleh kedahsyatan tsunami, berai tanpa bekas. Ini adalah cerita kesedihan diantara beribu tangis pilu. Dengan berada di dermaga in mungkin Har dapat menghibur-hibur lara, karena disinilah kenangan itu tersimpan dan semasa kecil mereka sering melepaskan keceriaan menonton setiap kapal atau kelotok yang melintas. Debur sungai martapura menciptakan keindahan selayang masa bahagia. “Permisi!” dan suara seorang cewek yang baru datang tidak didengar Har.”Permisi boleh saya duduk disini?” katanya lebih keras sehingga memecah lamunan Har. “Oh ya, ya silakan!” suara Har gelapan karena ia tersadar oleh suatu suara lembut cewek. Agak salah tingkah Har ada di samping cewek yang tidak dikenalnya, bukan karena kebetulan ia berwajah manis, namun khayalan menjadi buyar. Kebisuan tercipta, walau mereka ada di tempat yang sama masing-masing disibukkan oleh alam pikirannya. Keadaan seperti itu sungguh tak mengenakkan bagi Har, seakan beku ditengah kegerahan siang berdebu. Hanya angin dari seberang yang menghempaskan kesejukan ke wajah. Sesekali Har meliukkan mata kearah cewek manis di sebelahnya, namun demikian tak selayang pun ia membalas 28
2008
Sulaman Rindu
tatapan. Ia tengah asyik sendiri mengutak-atik HP di tangannya. Nada-
tet..tet.., yah hanya pengulangan yang membosankan untuk didengar. Kadang ia terlihat girang manakala nada pesan masuk berbunyi, entah siapa kah orang yang bercengkrama dengannya melalui pesan udara itu. Har mencoba memberanikan diri untuk memulai menyapa.”Maaf kalau boleh tau, siapa yang sedang kamu tunggu?” “Kamu berbicara kepada saya?” tanyanya berhenti memencet HP. Dan Har dibuat celingukan, perasaan Har dari tadi Cuma mereka berdua yang duduk dikursi tunggu itu, kemudian dijawab Har dengan anggukan. “Saya sedang menunggu paman,” jawabnya, setelah itu berdiam lagi, dia tidak menanyakan apa-apa kepada Har. Beberapa saat kebisuan tercipta kembali, dan perhatian Har juga teralih pada sebuah tongkang yang menarik gundukan batubara melintas di depan.
Emas
hitam
itu
akan
dibawa
ke luar
Kalimantan
setelah
meninggalkan kerusakan di daerah penambangannya. Tiba-tiba cewek disebelah Har angkat bicara.”Kamu sendiri sedang menunggu siapa?” “Tak ada,”jawab Har singkat saja. “Ehhm,”gumamnya.”Lalu
untuk
apa
kamu
berlama-lama
hanya
memandang ke kejauhan itu?” lanjutnya untuk menuntaskan keheranan atas jawaban singkat Har barusan. “Tempat ini sangat berarti buat saya karena tersimpan kenangan indah disini,” tutur Har nelangsa. 27
2008
nada tombol HP yang dipencet mengalun dengan suara tak merdu,tet…
Sulaman Rindu
“Kenangan yang bagaimana, romantiskah?,” telisiknya “Boleh dibilang begitu,”jawab Har. “Kamu kerja apa?” ujar Har mengkorek. “Begitu pentingkah?” tanyanya balik. “Maaf kalau pertanyaanku itu menurut kamu mengganggu privasi,” kata Har merasa kurang enak. “Saya adalah seorang guru,” jawabnya mau mengalah. “Sebuah pekerjaan yang sungguh mulia,” ungkap Har. “Semua pekerjaan itu mulia asal pekerjaannya itu benar dan dibarengi niat baik dan dedikasi yang tinggi,”jelasnya diplomatis. “Seorang guru memang sungguh mulia, ibuku adalah juga seorang guru dan saya bangga dengannya sehingga pernah terlintas cita-cita untuk sepertinya.” “Pekerjaan kamu sendiri apa?” “Sebegitu pentingkah?” ujar Har menirukan perkataan teman ngobrolnya itu. Tak dinyana tawanya pun pecah mendengar ungkapan Har seperti itu dan Har ikut tertawa sehingga kebekuan yang ada menjadi sedikit mencair. Har mulai terkesan kepada…waduh ketinggalan menanyakan namanya, kenapa tanya sana sini dulu, apakah Har sudah terhipnotis oleh pembawaan cewek itu yang menampakkan aura kecantikan bidadari. “Nama kamu siapa?” kata har makin lekat memandang. “O iya kita belum mengetahui nama satu sama lain,”jawabnya mengiyakan kealpaan mereka.
28
2008
Sulaman Rindu
“Namaku Har,”jelas Har sambil mengulurkan tangannya. 2008
“Aku Nayna,” balasnya menyambut jabat tangan dari Har. “Layla!” ulang Har padahal salah menyebutkan. “N-A-Y-N-A, ingat itu,” eja Nayna untuk membenarkan telinga Har yang agak tersumbat. “Nayna” ulang har sekali lagi. “Nah itu baru benar,” ujar Nayna girang Sebuah speed-boat merapat di pelabuhan, satu persatu penumpang dengan dibimbing sang pengemudi naik ke atas pelabuhan. Tiba-tiba Nayna beranjak dari duduknya. “Mau kemana?” tanya Har masih ingin berlama-lama mengobrol. “Itu pamanku sudah datang,” sembari menunjuk seorang laki-laki paruh baya yang berjalan kearah mereka dan melambaikan tangannya kepada Nayna, ia pun menyongsongsongnya. “Kapan kita bisa ketemu lagi?” tanya Har karena ada sesuatu perasaan yang mengambang. Nayna
sejenak
menoleh,”Kapan
saja
ada
takdir
yang
akan
mempertemukan kita lagi,”tersenyum penuh makna kepada Har. Amboi… hati Har laksana terbang ke awan. &&&
Sore Sabtu… Toko Buku Gramedia akhir pekan begini sungguh ramai dikunjungi oleh pembeli. Mungkin ada yang cuma liat-liat alias pura-pura mau beli, mungkin juga ada yang berniat mengutil, namun tentunya banyak orang yang 27
Sulaman Rindu
betul-betul akan membeli buku.. Har termasuk yag terakhir, ia tengah sibuk memilah-milih di bagian kumpulan buku sastra yang ada di pojok ruangan. Rasanya semua buku ini bagus judulnya dan pengen diborong saja, tetapi ia berencana akan membeli dua buah buku saja. Tak sengaja sebuah buku dijatuhkan, dengan menjongkok Har berusaha memungutnya di lantai. Akan tetapi ketika ia bangkit, tiba-tiba Nayna telah ada di hadapan. “Hah takdir !” pekik Har teringat ucapan itu, ia tersenyum bisa berjumpa dengan Nayna kembali. Nayna juga tersenyum manis. “Ampun Ya Tuhan aku tidak kuasa untuk tidak mengagumi pesona itu,” batin Har berbicara. “Percaya kan apa yang kubilang dulu kita akan bertemu lagi oleh karena takdir,” ungkap Nayna. “Itu memang tak bisa dipungkiri Nay, Tuhan adalah pencipta skenario yang Maha Hebat.” jawab Har. “Kamu kulihat sangat asyik memilih-milih buku?” tanya Nayna. “Iya memang perlu mengisi otak dengan bacaan ini agar tidak dirasuki oleh pikiran yang sempit. Sendirian ya kamu tadi kesini Nay?” harap Har. “Tidak kok, tadi aku bersama denga Rifki.” Jawab Nayna. “Rifki itu siapa Nay ?” tanya Har agak jealous karena ternyata Nayna ditemani oleh seorang lelaki. “Dia adalah tunanganku,” jawab Nayna dengan mengernyitkan senyumnya.
28
2008
Sulaman Rindu
“Ada apa Har?” tanya Nayna manakala melihat Har termenung. dan
menyimpan kegelisahan di hati dengan pura-pura sibuk membuka lembaran buku ditangannya. “Rif kesini sebentar!”ujar Nayna kepada seseorang lelaki perlente yang berada di rak sebelah. “Ya Nayna!” jawabnya seraya mengembalikan buku yang dipegang ke rak asalnya. “Dia
adalah
Har,
teman
baruku
yang
ketemu
kemarin
di
pelabuhan,”ujar Nayna memperkenalkan Har kepada Rifki. Keduanya berjabat tangan, meski sejak dari tadi Har sudah jealous waktu mendengar namanya disebut, apalagi melihat orangnya langsung di hadapan. “Sekarang kita pulang yuk!” ajak Nayna kepada Rifki. “Sudah ketemu buku yang dicari?” tanya Rifki. “Sudah,”jawab Nayna. Har hanya mereguk air liur menyaksikan mereka berdua kelihatan mesra. ”Kami duluan ya Har, bye!” ujar Nayna berlalu cepat dengan lelaki itu. Senyum yang menggelorakan, ibarat selayang awan datang maka selayang pula merembeskan perih. &&& Idul Adha tahun ini Har dan keluarga jauh hari sudah berada di kampung kakek-nenek yang ada di Kandangan. Mereka 27
berkunjung lebih
2008
“Tidak ada apa-apa?”cepat-cepat Har menguasai dirinya
Sulaman Rindu
awal untuk bersilaturrahmi dengan sanak famili, hal itu dimungkinkan karena kedua orang tua Har sedang cuti, sedangkan adik-adik Har juga pas liburan sekolah. Keadaan liburan kali ini lebih berkesan karena mereka dapat
berlama-lama
menikmati
suasana
kampung
halaman
dengan
meninggalkan himpitan kepenatan dan kepadatan di kota. Waktu liburan yang cukup panjang membuat mereka tak perlu lagi tergesa-gesa mudik lebaran dibandingkan dengan biasanya yang hanya bisa satu hari. Adalah suatu kebiasaan muda-mudi disana pada hari kedua atau ketiga lebaran tidak afdal rasanya kalau tidak rekreasi ke berbagai objek wisata, misalnya hiking, bisa juga ke pantai, itu tergantung keinginan masing-masing.
Kebetulan
Har
mempunyai
sepupu
yang
sepantaran
dengannya yakni Kemal, anak Tante Nur, ia dan temannya mengajak Har untuk piknik. Mereka berencana pergi ke Nagara, suatu kecamatan di kabupaten Hulu Sungai Selatan. Disana mereka akan menonton perlombaan dayung perahu Naga, katanya even itu rame karena diikuti oleh perwakilan berbagai daerah di Kalimantan Selatan sehingga even tersebut menjadi agenda wisata tahunan di daerah ini. Kegundahan hati Har sedikit bisa juga terobati dengan menonton pertunjukan, diantara beratus-ratus penonton yang menyoraki para pendayung perahu Naga yang dengan semangatnya mengayuhkan dayung untuk mencapai garis finish yang terdepan. Har juga tak ketinggalan bersorak untuk menyemangati tim yang ia dukung, yah ia mendukung tim perahu naga merah yang bernomor 4, entah kenapa ia begitu yakin bahwa tim itu yang akan menang. Dugaannya tak 28
2008
Sulaman Rindu
meleset ternyata tim itu lah yang akhirnya memenangkan perlombaan 2008
dayung perahu naga tahun ini. Tanpa Har sadari, dari belakang ada seseorang yang menghampiri kearah Har. Har merasa ada sebuah tangan yang menggamit pundaknya, maka ia pun menoleh. Dan tak disangka Nayna sudah ada dibelakangnya dengan senyuman yang terkembang. Sebuah pertemuan yang tidak direncanakan, mengapakah ia selalu datang layaknya angin, batin Har menjadi girang dengan adanya momen itu. “Mengapa kau juga ada disini Nayna?” tanya Har dengan keheranan, namun juga ada perasaan senang laksana seorang pengembara di tengah gurun yang dahaga lalu menemukan suatu oase. Amboi. “Karena
takdir,”
ungkapnya
jenaka.
Tapi
kemudian
ia
menjelaskan,”aku disini mengunjungi keluarga ibu ku. “O jadi keluargamu berasal dari daerah sini, dimana Rifki?” tanya Har tak melihat adanya tunangan Nayna itu. “Ia mudik ke rumah mertuanya.” “Mertuanya?” gumam Har bingung. “Iya. Orang tua istrinya,”jelas Nayna. “Kau?” Har semakin bingung. “Aku sepupu Rifki, perkataaku yang kemarin itu janganlah kau tanggapi karena aku cuma sedang bercanda kepadamu,” tandasnya. “Aku jadi ngerti sekarang,” Har memahami ucapan Nayna.
27
Sulaman Rindu
Selayang awan yang menyelimuti mentari kini telah sirna. Bumi kembali berbinar oleh cahayanya. Esok mungkin ada atau tiada, tidak ada yang tahu. Bukit Dieng, 12 Januari 2005
Cerpen
By: Azeli Riswan
28
2008
Sulaman Rindu
2008
L
ama aku mematung di depan cermin, memandang wajah yang
setiap hari dijadikan topeng. Ah, kerut-kerut dimuka nampak begitu kentara kini, sudah tidak segar lagi dibandingkan dulu. “Sudah sebegini tua kah diriku?” tanyaku pada cermin yang hanya mampu memantulkan parasku sendiri. Waktu yang aku rasakan begitu cepat saja berlalu, dan tak bisa untuk mengejarnya. Namun di usia yang menginjak kepala tiga ada sesuatu yang kurang dalam kehidupanku. Memang benar hampir segalanya kuraih. Karier sebagai penulis cukup membumbungkan namaku, dari segi materi tidak kurang karena aku penulis yang produktif. Berapa banyak tulisan yang 27
Sulaman Rindu
kuhasilkan berupa puisi, esai, cerpen dan novel sudah tak terhitung, sehingga aku cukup puas manakala tulisan itu dibaca ataupun tidak oleh orang lain. Yah aku sudah larut dalam dunia ini, itulah arah tujuan hidupku yang aku harus selalu konsisten. Kapan titel kelajangan akan dilepaskan?. Aku tidak bisa menjawabnya sekarang, may be yes or may be no, nun di lubuk hati sebenarnya terkadang iri juga menyaksikan teman seumuran telah berkeluarga dan mempunyai anak dua atau tiga, mereka kelihatan bahagia menjalani kehidupan dengan adanya anak dan istri dalam setiap langkah yang mereka tempuh. Pendamping yang setia disaat senang maupun bahagia. Apakah aku menjadi begitu introvert terhadap lingkungan pergaulan lawan jenis. Entahlah, namun yang jelas keasyikanku dengan pena tak ada bandingannya, ia dan tumpukan kertas tulisan seolah menjadi kekasih setia. Ketika dirundung duka ataupun bahagia tak pernah mengkhianati, pokoknya ia selalu setia mendengar keluh jiwaku. Atau kah aku telah terobsesi dengan mendrmatisir hidup menjadi alur cerita karangan sendiri. Perasaan kesunyian itu selama ini berhasil ditekan gejolaknya agar tak meluap seperti lumpur Lapindo, tak kubiarkan menghancurkan aku. Namun akhir-akhir ini bagaikan air bah yang tak terbendung lagi menjebol bendongan yang kukuh. Aku hampa, terus dibujuk oleh sunyi. Semua itu menguras banyak energi dan pikiranku, perasaan dikejar-kejar oleh bayangan mengerikan mengenai keakhiran hidup tanpa seseorang yang menemani.
Akan
tetapi
disatu
sisi
membekaskan parut di dalam sanubari. 28
yang
lain
merajalela
trauma
2008
Sulaman Rindu
“Salah sendiri mengapa kau tidak menikah dengan May,” suara dari
masa lalu yang kelam, alasan May sungguh tepat dan rasional memilih pasangan hidupnya seperti Randi seorang pengusaha kaya, dibandingkan dengan diriku diwaktu itu hanya seorang pengangguran. Bukankah cinta hanya menjadi nomor kedua setelah berumahtangga, nomor satunya adalah kecukupan materi. Memang sempat juga aku terpukul menghadapi kenyataan pahit perpisahan. Kemana-mana terasa bagaikan tanpa disertai roh yang pergi dari kehidupan ragawi, sehingga kadang antara pikiran dan gerak tak lagi seiring. Dan ibu lah yang paling mencemaskan aku akan menjadi depresi. Maka ia pun mati-matian berusaha mencarikan jodoh untukku. Namun tak satu jua yang berkenan di mataku. Memang dunia ini akan sempit manakala kita dihinggapi oleh hati yang sempit. Seiring bergulirnya waktu, rasa itu hilang, semuanya baik- baik saja karena aku bisa menerima kenyataan. Mengapa aku mesti menyesali sesuatu yang sudah terjadi, tiada guna. Seharusnya terucap terima kasihku untuknya karena ia bagaikan obor yang senantiasa memberikan cahaya inspirasi. &&& Bête pikirku melihat halaman muka sebuah koran yang isinya saban hari menampilkan gambar orang yang berlumuran darah karena kecelakaan. Apa tidak ada tulisan lain, kok hanya bisa menulis berita yang itu-itu saja, atau hanya untuk mencari agar korannya laku. Aku tak berminat 27
2008
yang bernama dendam menyemprotkan bisa beracun. Itu sungguh bagian
Sulaman Rindu
membacanya, yang dilihat cuma judul doang lantas diletakkan dengan perasaan dongkol. Koran kayak ini pantasnya dijadikan bungkus kacang, nggak mutu ocehku dalam hati. “Ada apa mas sedari tadi saya amati kelihatan kesal?” ujar gadis penjaga kios koran itu kepadaku tiba-tiba. “Ah nggak, aku sedang mencari sesuatu, cuma belum jua ketemu,” jawabku
sembari
berusaha
menyembunyikan
kekesalan
itu
dengan
tersenyum hingga maunya sih mirip dengan senyum close-up ting! silau men…. Tak disangka-sangka malah ia tertawa menyaksikan ekspresiku seperti itu. “He he he,” ia tertawa dan kontan terhenti dengan menutup mulutnya ketika wajahku bersemu merah membeliakkan mata kearahnya. “Ada yang lucu?” tanyaku merasa tersinggung. Emangnya gue badut apa. “Maaf ya aku tertawa bukan maksud mengejek, tapi begitu melihat ekspresi muka mas seperti tadi aku tidak bisa menahan ketawa,” jelasnya. “Mas sudah berisitri kan?” ujarnya mengalihkan pembicaraan. “Apa hubungannya dengan tertawamu tadi?” kataku ketus. “Lantas bagaimana kamu tau aku sudah punya istri?” lanjutku lagi. “Saya melihat dari wajah mas yang nampak begitu kebapak-bapakan.” “Ha ha ha,” kini giliranku yang tertawa karena meningkahi terkaannya yang salah. Kebapak-bapakan katanya, o rupanya wajahku itu yang membuat dia tertawa, mungkin kumis yang kubiarkan tumbuh ini menyiratkan aku ini adalah orang tua. 28
2008
Sulaman Rindu
“Lho malah ikut ketawa?” tanyanya bingung.
gimana sih?” “Jadi masih singel, emangnya berapa usia mas?” Kuacungkan 3 jari yang menandakan usiaku sudah menginjak kepala tiga. “Kenapa masih belum menikah?”. Aduh cerewet juga ini orang, emangnya dia wartawan infotainment gosip kali, terus mencecar kemasalah pribadi orang. “Nggak ada calon,” jawabku singkat, kemudian mengeluarkan uang pas untuk membayar majalah yang kubeli. “Kita belum kenalan mas,” ucapnya sambil mengulurkan tangan ketika melihatku akan berbalik pergi. “Aku Emma,” sebutnya. “Aku Rangga,” kataku menyambut jabat tangannya. “Apa pekerjaan mas?” ah rupanya belum habis juga pertanyaannya kepadaku. “Penulis.” “Pantas mas terus serius mikirnya,” pujinya. Baru pertama kali aku ketemu sama jenis manusia kayak ini, mau tau aja urusan orang lain, lain kali jangan lagi deh. Aku tersenyum simpul dan geleng-geleng kepala berlalu pergi dari hadapannya. Bukan kali ini saja terjadi ada orang yang salah menafsirkan diriku lebih tua dari umur sebenarnya. Mereka yang hanya melihat dari segi 27
2008
“Kamu ini lucu, aku yang masih perjaka tulen dikira sudah kawin,
Sulaman Rindu
fisikku yang agak kurusan dan wajah yang cekung akan salah mengira umurku. &&& Entah berapa lama aku tertidur berbalut kain kapan di dalam perut bumi ini. Tiba-tiba saja menjadi terjaga oleh suatu suara Sangkakala yang getarannya maha dahsyat sehingga mampu mengembalikan rohku ke dalam badan kasar yang terbentuk kembali setelah ribuan tahun usang di dalam kubur. Semua manusia keluar dari kuburnya dengan berbagai macam bentuk rupa menurut tabiatnya di dunia, ada yang berjalan dengan kepalanya, ada yang perutnya sebesar rumah, ada juga yang lidahnya panjang menjulur ke tanah, sungguh sangat menyeramkan. Namun tidak ada gunanya aku memperhatikan orang lain, karena nasibku sendiri belum diketahui walau pasti akhirnya masuk surga, tapi kan ada dua kemungkinan yakni masuk surga langsung, atau masuk surga tapi transit dulu di neraka. Kegamangan luar biasa menyelimuti jiwa, bukan kah aku akan diadili di hadapan Tuhan. Tentu perhitungan amalku tidak akan meleset walau sebesar zarrah, karena Allah Maha Cepat hisabnya dan Maha Adil. Bagaimana jika ternyata dosa yang kuperbuat lebih banyak daripada pahala, apakah Allah akan mengazab aku di neraka. Peluh mengalir deras dari sekujur tubuh dengan tak henti-hentinya dan matahari terasa begitu dekat di ubun-ubun. Semua manusia menunggu harap cemas untuk ditimbang amalnya. Nampak bersaf-saf, tak terlihat tepi barisan itu karena saking banyaknya 28
2008
Sulaman Rindu
manusia yang pernah hidup di dunia, dari zaman Nabi Adam hingga kiamat
bagaikan tertelan oleh samudra manusia. Proses pengadilan ini sangat cepat, belum sempat mata berkedip giliran berikut menyusul. Tak ada bandingannya dengan kecepatan cahaya sekalipun. Sekarang giliranku. Setelah aku dihadapkan pada pengadilan riwayat kehidupanku dibacakan. “Rangga, lahir di Banjarmasin 1 Ramadhan 1405 Hijriyah dan dicabut rohnya oleh Izrail dengan sebab serangan jantung pada 15 Syawal 1450 Hijriyah, pekerjaan di dunia adalah penulis. Timbangan amal baik lebih besar dari pada amal buruk sehingga ditetapkan sebagai penghuni surga.” Plong sudah hatiku, kemudian kitab amal diserahkan dari sebelah kanan. Kegembiraan tak bisa digambarkan lagi saat itu, aku akhirnya ditakdirkan Tuhan untuk menjadi salah satu penghuni surga. Yoo hoi! Aku melenggang kangkung menuju surga melewati Sirathal
Mustaqim, sedangkan dibawahnya adalah jurang neraka yang apinya bergemuruh menjilat keatas. Banyak orang yang tergelincir, jembatan itu sangat kecilnya seperti besar rambut yang dibelah tujuh. Malaikat Ridwan dan para Bidadari yang cantik-cantik mengelungelukan di pintu surga. Akan tetapi tiba-tiba terdengar suara yang luar biasa menggetarkan,”Hai Ridwan jangan biarkan ia memasuki surga-Ku!” “Maha Suci Engkau Ya Rabb, apa yang terjadi dengan manusia ini?” tanya Malaikat Ridwan bingung. 27
2008
terjadi, tak bisa dibayangkan banyaknya. Perawakan badanku yang kecil
Sulaman Rindu
“Dia telah mendustakan agama karena melalaikan sunnah untuk berumah tangga, sehingga ia termasuk orang yang ingkar kepada Rasulnya dan berarti menentang Aku. Maka sepantasnya lah ia mendapat azab neraka.” Terperangah aku oleh suatu hal kecil yang telah terlupakan, namun itu ternyata menghalangi untuk masuk ke surga. Tidaaaaaaaaak!!!!!!!!!!!!!!!!!! “ jeritku sekuat jiwa raga ketika Malaikat Malik menyeretku dengan sangat kasar kemudian membuangku ke neraka. “Astagfirullah!” pekikku tiba-tiba terbangun dari tidur, jantung berdegup kencang dan tubuh bersimbah dengan keringat.” Astagfirullah Astagfirullah,” bibirku mengucap istigfar lagi. Aku terduduk di tepi tempat tidur merenungkan mimpi barusan, cahaya rembulan menyelisip ke dalam kamarku melewati kaca jendela. Rembulan masih memicing tinggi di langit, berarti malam juga masih panjang dan pagi belum akan terpancar. Bukankah Allah masih memberikan jatah oksigen untuk bernapas hingga detik ini, ya napas ini belum beku, tapi entah besok hari. Mengapa aku dengan sisa umur tidak memanfaatkannya untuk membina mahligai rumah tangga yang diimpikan setiap orang. Why not?. Bila perlu aku aku akan berburu jodoh melalui Biro jodoh yang ada, atau aku akan mengamati sekelilingku kalau ada yang pantas untuk dijadikann teman hidup dari dunia hingga ke akhirat kelak. Bukit Dieng, 15 Desember 2004
28
2008
Sulaman Rindu
Cerpen 2008
By:Azeli Riswan
27
Sulaman Rindu
M
enguak malam di pinggiran kota Banjarbaru. Kerlap-kerlip
terangguk mengusung malam yang kelam, terdamparlah Yan di sebuah Café yang acapkali jadi tempat ngumpul ia dan teman-temannya komunitas Angkatan 2002 Fakultas Kedokteran UNLAM, namun kali ini ia hanya seorang diri berteman sunyi. Sedari tadi pikirannya lagi tak tentu arah, sehingga tak disadari ia terus memutarkan-mutarkan sedotan di mulut gelas jus mangga yang dipesannya tadi, roti bakar coklat dihadapannya juga terbiar dingin. Dia memang tengah dihanyutkan kegalauan dari dua arus yang masing-masing hendak mengombang-ambingkan pikirannya. Terjadi konflik perasaan yang hebat dan salah satu pilihan harus ditetapkan. Yan berpikir ia harus memenangkan perang batin ini meski dengan mengorbankan salah satu kepentingan. Nailah, nama itu yang memberikan beban serasa menjunjung sebiji gunung. Harus kah dia indahkan saja seorang Nailah demi cita-cita kemanusiaannya sebagai dokter kelak. Yan menyesalkan sikap Nailah, mengapa Nailah tidak mengerti juga bahwa kealpaan Yan untuk memberikan perhatian akhir-akhir ini dan menomorduakannya lebih disebabkan karena kepadatan kegiatan kuliah dan organisasi, jadi bukan sebuah kesengajaan seperti yang telah menjadi tuduhan Nailah. Mengapa tak jua Nailah mengerti terhadap penjelasan Yan. Nailah sungguh egois karena hanya menginginkan diri Yan untuknya saja. 28
2008
Sulaman Rindu
&&&
Dua hari yang lalu…
2008
Tiba-tiba HP Yan berbunyi, ternyata yang menghubungi adalah Nailah. “Hallo sayang sekarang ada dimana?” sapa mesra Nailah di seberang sana. “Aku ada di kampus, ada apa?,” jawab Yan. “Lo bukankah hari ini hari minggu, sayang gak ada kuliah kan?” tanya Nailah bingung. “Iya memang gak ada kuliah, tapi sekarang lagi mempersiapkan buat acara Dies Natalis Fakultas besok,” jelas Yan. “Sayang lupa ya kalau hari ini sudah janji mau menemani aku
shopping dan nonton?” ujar Nailah mulai kesal. Begitu terperanjatnya Yan, wah berabe nih gue sampai lupa bahwa ia pernah berjanji kepada Nailah seperti itu,” batin Yan “Ee.. i..iya Nailah maaf ya aku sungguh kelupaan, maafin aku honey,” rayu Yan. “Dasar lupa janji, belum jadi professor aja sudah pelupa,” lontar Nailah diiringi suara tit HP yang dimatikan tanpa permisi. Yan mencoba menghubungi balik Nailah namun ternyata HP Nailah sedang tidak diaktifkan. Yan tak tahu harus berbuat apa. &&&
Idaman Park at the sunset… “Ayolah honey please maafkan aku,” ujar Yan memohon kepada Nailah. 27
Sulaman Rindu
“Mengucapkan kata maaf memang mudah, tetapi memastikan agar kesalahan tak terulang kesekian kali seperti halnya saat ini adalah begitu sukarnya bagiku,” bantah Nailah. “Mengertilah honey.. apa yang kulakukan ini adalah demi masa depan kita juga,” bujuk Yan. “Kamu yang seharusnya yang harus lebih mengertikan aku karena sebagai kekasih aku sangat butuh perhatian darimu Yan. Mengapa kau selalu tak ada disaat aku memerlukan kasihmu,” keluh Nailah. Kemudian dengan nada suara berat seperti ingin menahan tangisnya Nailah pun berkata,”Aku sudah sering kecewa melihat ulahmu, kutahankan hatiku, namun kau selalu memberikan aku janji kosong.” Yan terdiam, apa yang diungkapkan oleh Nailah benar adanya, tapi tidak terpikir kah oleh Nailah bahwa Yan tidak pernah inginkan keadaan hubungan mereka runyam seperti sekarang, hanya masalah waktu yang belum terselesaikan. “Sudahlah aku tidak ingin lebih sakit hati lagi karenamu, maka dari itu mulai detik ini hubungan kita berakhir!” tegas Nailah. “Nailah!” pekik Yan. Lalu Yan memegang kedua pundak Nailah dan menggoncang-goncangkannya.”Sadar kah apa yang telah engkau ucapkan, semudah itukah kau ucapkan kata putus?. Berilah aku satu kesempatan lagi untuk memperbaiki hubungan kita seperti yang dulu lagi,” pinta Yan sambil menatap kedua mata Nailah untuk meyakinkan kesungguhan hatinya.
28
2008
Sulaman Rindu
“Aku sudah cukup sabar denganmu Yan, jadi tolong kamu memahami
jawab Nailah seraya menepis tangan Yan dari pundaknya. Kalau itu yang dimaui Nailah apa boleh buat. Tokh Yan sadar bahwa kekerasan hati Nailah tidak mudah untuk dilunakkan, Yan sudah mengenal betul karakter Nailah selama mereka menjalani hubungan. &&&
At the Campus…. “Yan entar sabtu ini kelompok PBL (Program Belajar Lapangan) kita ada agenda lo!” ujar Yuni mengingatkan Yan yang sering lupa. “O iya aku baru ingat, berarti dua hari lagi dong!” ungkap Yan karena hari ini sudah hari Kamis. “Betul. Masak kamu lupa sih, kan kita punya rencana untuk menindaklanjuti hasil survey kita kemarin mengenai keadaan kesehatan masyarakat desa binaan kelompok kita,” terang Yuni lagi. “Lantas?” tanya Yan. “Kamu bisa bareng kelompok kita kan?” “Gimana ya?” suara Yan sambil berpikir. “Kamu harus ikut, masak kamu nggak care dengan kelompok kita, kelompok yang lain aja sudah memulai kegiatan mereka,” tandas Yuni. “Iya aku usahakan,” jawab Yan ragu. “Pokoknya harus ikut, awas kalau enggak!” tegas Yuni. &&&&
Banjarmasin at the afternoon… 27
2008
diriku dan jika kamu mau melihatku bahagia biarkanlah aku tanpamu saja?”
Sulaman Rindu
Sudah setengah jam duduk di halte, namun bus yang ditunggu belum juga nongol. Suara derum mesinnya yang khas seperti kaleng rombengan pun juga tidak terdengar dari kejauhan. “Aduh!” dalam hati Yan mengomel. Ia merasa diburu waktu karena jam tangannya sudah menunjukkan pukul 12. 30 WITA, sedangkan rencananya pukul 13.45 nanti ada rapat organisasi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) membahas mengenai kegiatan bakti sosial sunatan massal. Yan adalah ketua Bidang Pengabdian Masyarakat BEM Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru, sehingga kegiatan ini merupakan wilayah tanggung jawabnya dalam organisasi kampus tersebut. Kalau mau cepat berangkat adalah dengan naik angkutan umum, tapi ongkosnya lebih mahal dibandingkan naik bus mahasiswa. Seandainya saja gak lagi kanker alias kantong kering, sebenarnya Yan mau saja memilih angkutan umum daripada berjejal di dalam bus yang aromanya bercampur dan membuat vertigo atau puyeng tujuh keliling. Seorang perempuan pengemis paruh baya dengan menggendong anak kecil menyorongkan kaleng kearah Yan. “Nak
mohon
sedekah
mudahan
dimurahkan
rezekinya,”
rayu
perempuan pengemis. “Lewat aja bu,” ujar Yan merasa terganggu, tak tau Yan lagi bête. “Ayolah nak kasihanilah anak saya ini kelaparan,” ujarnya memelas seraya memperlihatkan anak di dalam gendongannya yang kurus kering, tulang dadanya nampak menonjol, matanya cekung dan kepalanya kelihatan 28
2008
Sulaman Rindu
besar
dari
pada
badan.
Yan
menjadi
kasihan
lalu
spontan
mengeluarkan dompetnya yang kempis, diambilnya uang ribuan diantara lembaran uang ribuan sisa uangnya bulan ini, lalu ia berikan kepada wanita itu. Perempuan pengemis itu berlalu dari hadapan dan melanjutkan usahanya untuk
mengais
penghidupannya
lewat
menadahkan
tangan
mengharapkan belas kasih orang lain yang peduli mereka. Yan pun jadi berpikir, ternyata masih banyak orang susah di negeri ini, buktinya masih ada kasus malnutrisi seperti anak tadi. Katanya Indonesia adalah negeri yang gemah ripah loh jinawi, yah benar aja untuk orang-orang yang berkuasa dan memanfaatkan kekuasaan yang sebetulnya diamanahkan rakyat untuk kepentingan mereka, tapi disalahgunakan untuk kepentingan pribadi dan golongan tertentu. Sungguh merajelala tikus-tikus yang rakus dengan uang rakyat. Pantas saja Indonesia kian carut-marut, BBM terus-terusan naik sehingga sangat mencekiki leher rakyat, rakyat sudah mencoba berhemat dengan mengencangkan ikat pinggang, apa jadi nggak mampus sekalian. Entar listrik ikut naik dan otomatis sembako juga akan naik, mau gimana lagi rakyat ini yang semakin sengsara saja kehidupan dan penghidupannya, weleh weleeh. Memang benar republik ini adalah sebuah republik yang benar-benar maboek (BBM). &&& “Permisi!” tiba-tiba dua orang pengamen mendekati meja Yan. Tak dinyana bagaikan bara yang disiram air, lamunan Yan pun mengepulkan asap. 27
2008
lebih
Sulaman Rindu
Belum hilang keterkejutan Yan, pengamen yang memegang gitar dan diiringi anak kecil disampingnya itu berucap,”Boleh kami menyanyi?” Tanpa dijawab ia langsung mengalunkan lirik-lirik lagu dari sebuah band yang sedang digandrungi anak muda sekarang yaitu Samson (but
without Delilah). Gitar tua didekatnya dengan erat seolah jiwanya disitu merengkuh kecongkakan malam yang merajam mereka dengan kesusahan. Tatap mata pengamen itu kelihatan kosong, entah karena perut yang kosong melompong dan berteriak-teriak demo meminta keadilan.
Bila yang tertulis untukku adalah yang terbaik untukmu Kan ku jadikan kau kenangan yang terindah dalam hidupku bla bla bla… Pengamen itu sungguh pas banget menakan lagu tersebut seperti penyanyi aslinya. Mungkinkah dia juga sedang fraktur hepar alias patah hati. Entahlah, tapi yang pasti dengan gejring-gejring menyanyikan lagu mereka mengharapkan adanya recehan sisa dari orang-orang yang masih mau menatap kemelaratan mereka, bukan pandangan kotor merasa jijik. Nyanyi mereka selesai, si kacung kecil gesit menyorongkan topi lusuhnya untuk meminta honor dari lagu yang dibawakan. Yan mengeluarkan uang ribuan, ia sudah merasa terhibur karena lagu itu cukup mengena di hati disaat Yan mengalami patah hati. Meski ada sesuatu yang terenggut di salah satu sisi hatinya dengan kehilangan seorang Nailah yang telah lama dengannya menjalin hubungan, tokh dunia juga tidak akan berakhir dengan kejadian tersebut. Walau tak akan mudah bagi Yan meninggalkan jejak cinta yang pernah terukir di sanubari suci. 28
2008
Sulaman Rindu
2008
Cerpen
By: Azeli Riswan
27
Sulaman Rindu
2008
M
alam kini hanya tinggal seperempat, namun aku tak jua kunjung
bisa memejamkan mata di pembaringan. Sebenarnya suasananya sangat mendukung untuk cepat lena karena diluar hujan sedang deras sehingga menciptakan selimut dingin, ditambah badan ini pun terasa sangat lelah karena akhir-akhir ini aku sering mengambil kerja lembur sampai larut malam,
tapi
walau
begitu
semua
itu
tidak
bisa
merayu
mataku
mengembangkan layar dipulau kapuk. Yah, aku selama ini mengidap insomnia dan masalah yang tak kunjung terpecahkan dapat memperberat gejala itu. Semua itu terasa sungguh sangat menyiksa dan turut menggerogoti fisikku, aku menjadi kurus karena seringkali tidak mempunyai nafsu makan. 28
Sulaman Rindu
Saat ini yang kurasakan menjadi serba salah, berbaring kesamping
membikin susah bernapas saja. Akhirnya aku bergegas bangun dari pembaringan untuk melaksanakan shalat tahajud daripada bengong tak menentu. Air wudhu yang kubalurkan diwajah memberi kesejukan yang meresap ke pori sampai kerelung hatiku yang gersang. Kuhamparkan sajadah di pinggir pembaringan dan kuhamparkan sukmaku keharibaan Rabbul Izzati yang senantiasa terjaga mengawasi setiap saat perbuatan makhlukNya. Keampunan dan rida-Nya lewat untaian do’a senantiasa aku idam-idamkan, karena tidak ada hal yang melebihi dari apapun. Pertemuan yang tidak disangka-sangka tadi siang masih membuat aku penasaran. Seseorang yang sangat aku kenal, bahkan sudah menjadi bagian dari hidupku yang tak terlupakan. Riani, nama itu sudah terpateri di dalam memori jangka panjangku, dan tak bisa lagi untuk aku hapuskan. Dia teman baikku sejak masa sekolah dan saat kuliah pun walau berbeda jurusan masih terjadi persahabatan diantara kami Terakhir kali aku ketemu dirinya kira-kira empat tahun yang lalu pada waktu yang tak berpihak kepadaku. Suatu hari terjadi perselisihan diantara kami mengenai suatu fakta yang ingin aku beberkan kepadanya, namun dia tidak bisa terima manakala hal itu adalah suatu kenyataan pahit dan dianggapnya aku iri hingga ujung-ujungnya persahabatan itu dia putuskan. Dia seperti membenciku dan seakan menutup diri untuk kutemui, ketika kutelpon HP nya selalu dimatikan dan SMS dariku pun tak pernah mendapat balasan. Aku juga sudah berusaha bersilaturrahmi kerumahnya, 27
2008
tidak enak, telentang juga rasa tak karuan, apalagi posisi tengkurap makin
Sulaman Rindu
tetapi hanya orang tuanya yang menemaniku mengobrol. Sebegitu bencikah dirinya kepadaku, aku hanya ingin membuat dia bahagia sebagai seorang sahabat, namun maksud baikku itu ternyata tidak dia pahami. Oh Riani. ---&--“Riani !” panggilku takjub ketika berpapasan dengan seorang wanita yang sedang mendorong trolly penuh barang belanjaan di Hypermart. Wanita yang kusebut namanya tadi menoleh, diwajahnya ada keheranan yang sama sesaat, namun ia buru-buru memalingkan muka kearah lain mengacuhkan panggilan dariku, padahal aku yakin dia memang Riani. Namun aku tidak putus asa, kudekati saja Riani walau dia terus saja berjalan acuh dengan keberadaanku disampingnya. Sekali lagi aku memanggilnya,”Riani! “ dan sama seperti tadi ia tak jua menggubrisku. “Tolonglah bicara kepadaku, aku ingin kita ngomong baikbaik untuk menyelesaikan masalah kita “lanjutku lagi. “Memangnya tadi kamu lagi ngapain?!”meski dengan nada ketus akhirnya dia mau bicara juga. “Berikan aku waktumu sebentar untuk itu,” pintaku. “Tidak bisa. Kamu nggak lihat ya aku sedang sibuk belanja,”ujarnya naik pitam. “Biar aku yang dorong trolly- nya,” timpalku. “Tidak usah!” kata Riani seraya menyibakkan tanganku dari pegangan
trolly ketika aku berusaha mengambilnya dari tangan Riani. “Please, bagaimana kalau kita bicara di Solaria sana saja,” usulku. 28
2008
Sulaman Rindu
Ajakan dariku malah dijawab Riani dengan sorot matanya yang tajam
barusan yang tetap ngotot. “Riani, harus kah kita tidak bertegur sapa seperti selama ini, bukan kah kita dapat menyelesaikan salah persepsi diantara kita berdua yang membuat persahabatan ini renggang, kita bukan anak kecil lagi,” jelasku menggugah kesadaran nuraninya. Riani terdiam, tampaknya dia sedang menimbang kata-kataku barusan, kemudian dia berkata,”Baiklah, tapi aku hanya punya waktu sebentar saja ya Wan ”ujarnya melunak. “Iya tidak apa-apa, yang penting kita berdua bisa berbicara dengan kepala dingin dan hati lapang,” ungkapku dengan nada senang karena pada akhirnya dia mau menerima ajakanku. ”Aku mau membawa belanjaanku ke mobil, Wan apa kamu mau ikut membantu atau menunggu saja?” tanya Riani, menurutku tentu saja aku tidak akan membiarkannya begitu saja tanpa membantu memuat belanjaan yang seabrek gitu. “Iya, mari aku bantu,”jawabku langsung. Ketika kami sudah duduk berdua, aku malah bingung harus mulai bicara darimana lagi. Hal ini terbaca oleh Riani, lantas dia berujar,”Kamu kok diam, apa yang hendak kamu jelaskan tadi?”desaknya. “Oh iya, kabar kamu sekarang baik-baik saja kan?” tanyaku memulai pembicaraan kami ditengah perasaanku yang tak karuaan dihadapannya, entah mengapa aku begitu gugup. 27
2008
menukik kedalam hatiku pertanda dia tidak senang dengan kata-kataku
Sulaman Rindu
Pertanyaanku itu tak langsung dijawabnya, sepertinya ada sesuatu beban yang tersimpan dihati Riani. “Haruskah aku menjawabnya?” katanya balik bertanya. “Aku cuma ingin tau langsung darimu, aku masih peduli kepadamu kok.” Dia malah menundukkan wajahnya, adakah sesuatu yang menjadi sesalannya. Aku menunggu ia angkat bicara, sesaat suasana hening tanpa kata yang terucap diantara kami. Aku memandang sekilas kearahnya, hatiku berdecak, dia masih terlihat cantik seperti dulu, tiada banyak yang berubah, hanya mungkin kedewasaan yang bertambah. Tiba-tiba dia mengucapkan kata,”Ternyata kata-katamu dulu tentang Herlan itu benar, aku menyesal hanya menuruti emosiku.” Dulu aku memang pernah membuka segala boroknya Herlan di depan Riani ketika ia dilamar oleh Herlan untuk diperistrinya. Aku hanya tidak ingin Riani sahabatku terjebak oleh kehidupan Herlan yang gelap. Aku tahu benar siapa itu Herlan, dia itu pecandu narkoba, suka bermain perempuan, dan sangat kasar. Rupanya segala yang kubeberkan itu dianggap Riani mengada-ada dan terlalu lancang mencampuri urusannya, dengan emosinya dia memutuskan persahabatan kami. Riani telah termakan bujuk rayu Herlan, mungkin dia silau dengan kekayaan orang tua Herlan yang seorang direktur sebuah bank swasta. “Tapi kamu masih dengan Herlan kan?” kataku ingin tahu lebih banyak. 28
2008
Sulaman Rindu
“Beberapa bulan yang lalu dia meninggal dunia di kamar sebuah hotel
hanya rasa malu dan anak di dalam kandungan ini”cerita Riani sambil mengusap perutnya yang agak membuncit. “Sudahlah semuanya telah terjadi. Aku juga minta maaf atas sikapku tempo hari yang terlalu bersemangat untuk meyakinkanmu tentang Herlan, aku hanya tidak ingin engkau menderita.” “Iya Wan, aku sudah dapat memahami tindakanmu. Aku juga minta maaf atas sikapku kepadamu, aku menghindar karena aku malu terhadapmu,” “Sekarang aku pengen dengar cerita tentang dirimu. Berapa anakmu sekarang? ” Sontak aku tertawa atas pertanyaan itu.”Punya istri aja belum, gimana mau punya anak. Kalau anak tetangga sih banyak,” candaku. “Kami masih belum beristri juga?” tanya Riani tak percaya. “Masa aku bohong, kecuali kamu mau jadi istriku?” candaku lagi. “Ih tidak tau malu, emangnya kamu bercita-cita kawin dengan janda?” katanya mengejek aku. “Aku serius nih, gimana?” lontarku. “Aku tak pantas lagi untukmu, sudahlah kita ngomongin topik yang lain aja,” kilahnya. “O ya. Minggu depan aku akan pergi kesuatu tempat yang jauh untuk bekerja disana beberapa tahun lamanya. “Kemana?” “Jeddah.” 27
2008
karena overdosis, dia bersama wanita panggilan, dan yang dia tinggalkan
Sulaman Rindu
“Lumayan jauh, tapi tak mengapa semoga saja itu yang terbaik untukmu. Selamat ya dan semoga disana kamu baik-baik saja.” harap Riani. Itulah kata-kata yang terakhir kudengar dari mulut Riani menyudahi pertemuan setelah sekian lama tidak berjumpa dan persahabatan kami yang sempat terputus lama kini tersambung lagi. ---&---
Jeddah, 10.00 pagi Ponsel ku berdering, kulihat yang menghubungi adalah Riani. “Assalamualaikum,” kataku mengucap salam kepadanya. “Waalaikum salam, gimana kabarnya disana, sehat-sehat saja kan?” “Alhamdulillah, meski agak sedikit pilek, mungkin lagi penyesuaian dengan hawa padang pasir disini. Kamu gimana kabarnya juga, sudah periksa kandungan?” tanyaku ingin tahu tentang kehamilannya. “Iya baru kemarin periksa ke dokter, katanya adanya sedikit masalah dengan posisi plasenta janinnya, do’akan ya agar aku bisa melahirkan dengan selamat nanti,” pinta Riani kepadaku agak sedikit cemas. “Iya ntar kalau aku umrah, aku akan berdo’a di depan Baitullah dan semoga anakmu nanti menjadi anak yang saleh.” “Makasih ya atas harapannya, iya deh aku cuma pengen tau kabar mu saja, jaga kesehatannya, aku disini berharap kita bisa ketemu lagi ketika kamu sudah pulang ke tanah air. Sudah dulu ya, assalamualaiukum.” tutupnya. “Waalaikum salam,” balasku menutup pembicaraan. 28
---&---
2008
Sulaman Rindu
Hujan duit di negeri orang lebih baik hujan batu di negeri sendiri.
kalau dibandingkan dengan kerja di tanah air, tapi disatu sisi ada yang hilang yakni kehangatan keluarga. Ya, disini aku tidak begitu kenal banyak orang, semuanya seperlunya saja. Ketika shalat di mesjid sering ketemu dengan orang-orang Indonesia sesama perantauan, disana bisa saling
sharing tentang berbagai hal. Perasaan sama-sama jauh di negeri orang lah yang mungkin merekatkan diantara orang-orang seperti kami ini. Walau sering rindu keluarga namun semuanya baik-baik saja sampai saat ini pun. Kalau perasaan itu memuncak seringkali aku menelpon kerumah, tak lupa juga kepada Riani. Dia juga acapkali menghubungiku, itulah yang dapat menghibur-hibur
hatiku. Aku tumpahkan
uneg-uneg,
dia merupakan
pendengar yang baik, diselingi tawa lepasnya yang khas bila dia kuajak bercanda. Tapi kadangkala kami saling ngotot bila tak bersesuaian pendapat, rupanya kami masih belum berubah masih seperti yang dulu saja, suka keras kepala bila masing-masing merasa dirinya adalah benar. Pokoknya sampai sama-sama kehabisan energi karena cape berargumen. ---&---
Mekkah al Mukarramah... Setelah enam bulan bekerja di Jeddah aku berkesempatan untuk melaksanakan ibadah umrah ke Mekkah, sesuatu hal yang sangat menyenangkan dan menambah kesyukuran kepada Allah sebab selagi kecil aku sudah bercita-cita untuk ke tanah suci ini dan atas pertolongan dariNya barulah sekarang aku diberi kesempatan berada di Baitullah. Seperti 27
2008
Pepatah itu ada benarnya, walau dengan gaji sangat besar yang kuterima
Sulaman Rindu
janji dulu aku mendo’akan semua keluarga di depan Baitullah, termasuk Riani yang tak pernah aku lupakan. Suatu waktu aku berkunjung kepada paman, salah satu sepupu bapak yang sudah lama menetap disini, selain untuk bersilaturrahmi, juga menyampaikan pesan dari bapak mengenai warisan tanah dari orang tua beliau. Ternyata warisan itu sudah beliau niatkan untuk diwakafkan, begitu pesan beliau untuk disampaikan kepada bapak. HP ku berdering ketika aku sedang berjalan pulang sehabis shalat Ashar di Masjidil Haram menuju hotel. “Assalamualaikum,”sapaku sudah mengetahui kalau yang menghubungi adalah Riani. “Waalaikum salam. Bagaimana ibadah umrahnya apakah berjalan lancar dan berkesan?” tanya Riani. “Iya alhamdulillah Riani, bagaimana keadaan kesehatanmu?” tanyaku. “Aku baik-baik saja, InsyaAllah sebentar lagi aku akan melahirkan,” tuturnya. “Rencananya kamu kasih nama apa anakmu itu?” “Masih bingung juga sih mencari nama yang cocok,”ungkapnya. “Iya gak apa-apa, ntar aja masih bisa kok,”usulku. ---&--Terakhir kali itulah kami ada komunikasi, beberapa bulan lamanya telah berlalu, dan aku tidak mengetahui kabar lagi tentang Riani. Ia tiada pernah lagi menghubungiku, pun ketika aku hubungi ponselnya selalu tidak aktif. Mengapakah seperti ini, hatiku bertanya-tanya, apakah dia sudah melahirkan sehingga sangat sibuk mengurus bayinya dan tidak sempat 28
2008
Sulaman Rindu
memberi kabar kepadaku, pikirku. Aku berharap suatu saat dia mau aku
sudah
rindu
mendengarkan
celotehnya
dan
juga
kengototannya. Kehidupanku terus berjalan seperti biasa, aku sudah melewati lebih separuh masa kontrak kerjaku disini. Kira-kira tinggal beberapa bulan lagi aku harus bekerja disini, semuanya terasa berjalan lambat karena melakukan sesuatu serba sendiri. Aku kuat-kuatkan hatiku menghadapi beban pekerjaanku, tokh setelah ini aku akan kembali juga ke tanah air. Ada sejuta rencana di benakku yang akan aku wujudkan, aku berencana meminang Riani, aku tau dia adalah sahabatku, tapi hatiku berkata bahwa ada sesuatu yang lain ditengah persahabatan itu. Aku belum mengutarakan niatku ini kepadanya, semoga saja dia mengerti bahwa keinginan ini datang dari hati yang suci dan karena Allah. ---&---
Beberapa hari menjelang kepulangan… Aku menelpon kerumah mengabarkan tentang rencana kepulanganku ke tanah air dan itu disambut sukacita oleh orang tua dan adikku. Dibenakku sudah kepikiran tentang oleh-oleh apa yang akan kubawa ketika pulang dari tanah suci. “Apakah Bapak mengetahui keadaan Riani?” tanyaku kepada Bapak ingin sekali tau kabarnya Riani. “Astagfirullah, bapak lupa mengabarkannya ke kamu,” jawab beliau. Aku penasaran dengan kata bapak seperti itu dan ada perasaan tak enak.”Memangnya ada apa dengan Riani, Pak?” 27
2008
menelponku,
Sulaman Rindu
“Beberapa waktu yang lalu Ia melahirkan dan mengalami perdarahan yang hebat sehingga jiwanya tak tertolong,” jelas bapak. “Jadi ia telah tiada?” kataku tak percaya tentang kenyataan itu.”Innalillahi wa innailaihi rajiun, oh Riani,” aku syok dan tak dapat berkata-kata apa lagi setelah mendengar kabar tersebut. ---&---
Pusara Riani… Aku hanya terpaku di depan pusara Riani yang bisu, mungkin dia mendengar jerit batinku yang pilu. Mengapa harus berakhir seperti ini, ah begitu malang nasibmu Riani dan alangkah lebih malang lagi nasibku yang engkau tinggalkan. Padahal segala sesuatunya sudah aku persiapkan untuk menyuntingmu. Tapi ternyata Tuhan belum mengizinkan untuk kita bersatu dalam ikatan suci yang jadi mimpiku kepadamu selama ini. Apakah daya karena Tuhan mempunyai rencana yang lebih baik. Maafkan aku tak disana saat kau berjuang meregang nyawa, inginku aku dapat menemanimu selalu. Tak dapat tidak aku menahan kesedihan hingga akhirnya meneteskan air mata kepedihan yang tak dapat kubendung lagi lajunya menggasak sisi hatiku yang rapuh. “Sudahlah nak,mari kita pulang,” bujuk ibu Riani yang menemaniku menziarahi pusara anaknya, kuletakkan seikat bunga diatas pusaranya, semoga kau temukan ketenangan di alam sana. Aku tak akan melupakanmu walau itu hanya sebagai kenangan yang pahit, namun aku minta restumu untuk dapat tegar melangkah merengkuh hariku yang kau tak ada disampingku lagi.
28
2008
Sulaman Rindu
Sabana, 2 Februari 2007 2008
Cerpen
27
Sulaman Rindu
2008
BY: AZELI RISWAN
D
engan kecepatan tinggi Billy menggeber motor Ninja nya. Spido
meter menunjukkan bahwa kecepatan yang sedang ia tempuh adalah 100 km/jam yang berarti berada di zona merah kecepatan. Kalau sudah berada di zona merah ini berarti si pengendara juga harus siap-siap untuk diangkut mobil ambulans. Beralasan memang mengapa Billy segitu gilanya melarikan motornya, ia terburu-buru hendak ke Banjarmasin untuk mengikuti interview. Wusss…. 28
Sulaman Rindu
Billy menyalip mobil truk di depannya. Masih dengan hati yang seperti
akan menyala berwarna merah. Polisi lalu lintas yang berjaga di pinggir jalan memelototi Billy, namun tak dihiraukannya. Ah sekali-kali boleh aja bandel, pikir Billy Ketika mau menyalip mobil sedan di sebuah tikungan tiba-tiba dari depan muncul mobil yang lain. Sungguh tak ia perhitungkan akan ada mobil yang datang, dan jarak antara dua mobil itu tiada memungkinkan untuk dilewati motor Billy, sedangkan dia sudah terlanjur ingin mendahului sehingga motor yang dikendarainya dengan kecepatan tinggi menabrak belakang mobil yang didepannya. “Gedubraakk… Billy bagai terbang lalu jatuh terpental ke samping jalan sehingga berguling-guling dan motornya beselancar di aspal. Penglihatannya menjadi
berbintang-bintang kemudian rohnya bagai
tersedot dari kepala oleh kekuatan dari luar yang sangat dahsyat. Tubuhnya berputar-putar tak karuan di lorong hitam dan membuatnya hilang tak berbentuk, ia pun lupa segalanya. Entah dimana kah dia sekarang. ******
At the Hospital “Hallo. Tante, ini Merry.”ujar gadis bertampang manis dan berambut panjang sebahu itu bersuara di telpon. “O ya kamu kah itu sayang. Ada apa kamu tumben pagi-pagi menelpon tante?” suara lembut wanita yang dipanggil tante itu oleh Merry. 27
2008
dikejar-kejar ia juga melewati traffic light di perempatan yang sedikit lagi
Sulaman Rindu
“Anu, tante,” jawab Merry agak ragu dengan apa yang hendak ia katakan kepada tante Nurul, ibunya Billy. “Kok, kamu kayaknya sungkan mengutarakan sama tante. Ada apa sih?” Dengan menghilangkan keraguannya pun Merry berkata,”Tante tolong sabar ya, sekarang ini Billy ada dirumah sakit karena kecelakaan.” “Astaga Billy kenapa kamu seperti itu, tante tidak salah dengar kan sayang?. Ya udah tante mau ke rumah sakit,”kata wanita dengan berusaha menahan kekagetannya
atas
peristiwa
yang menimpa
anak
bungsu
tersayang. “Tapi tante jangan nyetir mobil sendiri, tadi Bimbim berangkat mau menjemput tante,”jelas Merry. “Iya sayang, terima kasih ya sudah memberitahukan tante.” balas tante Nurul kepada teman baik anaknya. ******
“Byuur…” tiba-tiba tubuh Billy tercebur ke dalam sebuah telaga yang airnya sangat dingin. Saking dinginnya air telaga itu seperti meremukkan seluruh tulang. Cukup lama tubuh Billy mengambang tanpa bergeming. Dan sekujur tubuh Billy serasa tersetrum oleh arus listrik berkekuatan tinggi. Arus tersebut terus menjalar melewati ujung saraf kemudian dengan kecepatan nol koma nol detik terus menjalar ke otak.
Cret cret..luar biasa dari otak berhamburan lah percikan arus listrik balik
menuju organ-organ vital. Seketika tubuh Billy bergerak dan
gerakannya itu membuat ia akan tenggelam, namun refleks menyebabkan ia mengayuhkan tubuhnya untuk berenang mencapai ke tepian telaga. 28
2008
Sulaman Rindu
Billy akhirnya hidup lagi, akan tetapi Billy berada di dimensi lain
kini berada di dimensi ketiga, entah dimana tempatnya. Manakala Billy kebingungan oleh barusan apa yang terjadi, datang seseorang berjubah putih bersih dan mukanya memancarkan cahaya menyilaukan. Ia meraih tangan Billy untuk membantunya berdiri dari pinggir telaga itu. “Siapakah Anda?” tanya Billy mencoba mengenali orang tersebut. “Aku adalah penjaga taman ini,” tuturnya berwibawa. “Taman apakah ini,” ujar Billy tambah bingung. “Ini adalah taman roh.”
“Taman roh?” “Ya, kamu berwujud roh sekarang karena jasadmu sudah tidak bisa menyatu dengan rohmu. Disini kamu tinggal sementara sampai kamu diputuskan apakah akan menuju alam kematian yang berarti rohmu keluar selama-lamanya dari jasad, ataukah rohmu akan di kembalikan ke jasadmu sehingga kau mempunyai kesempatan kedua untuk hidup di dunia,” ungkapnya. “Kembalikan aku ke dunia,” pinta Billy. “Tidak bisa sekarang, karena yang memutuskan nanti adalah hakim atas mandat dari Tuhan. Dan semua itu tergantung perbuatan-perbuatanmu dahulu,” bantah orang berjubah itu. Lalu ia berucap lagi,”Sekarang aku akan mengantarkan ke rumah sementaramu disini, silahkan,”katanya seraya membimbing Billy berjalan. Namun jalan orang itu ternyata bukan dengan 27
2008
antara hidup dan mati. Sebuah dimensi yang tak dikenal sebelumnya, Billy
Sulaman Rindu
mengayunkan kaki, melainkan seperti ditiup angin begitu saja dan Billy pun ikut melayang ringan di atas rerumputan yang tertata harmonis. ****** Di taman itu Billy berkenalan dengan banyak orang dari berbagai belahan dunia yang mengalami nasib yang sama, yaitu roh mereka tercerabut tiba-tiba dari jasad sehingga tak tau jalan pulang. Walaupun Billy sudah banyak berkenalan dengan berbagai orang, tetap saja hal itu tidak bisa membuatnya betah menikmati keadaan di taman roh itu. Ia sering berjalan tanpa arah dan tujuan. Ia banyak melamun memikirkan apa yang akan terjadi selanjutnya. Hingga pada suatu hari di tengah perjalannanya yang tanpa arah itu di tengah keramian taman roh itu, tanpa sengaja ia menabrak seorang gadis yang juga terlihat sama galaunya dengan Billy. Gadis itu tidak menghiraukan peristiwa tabrakan tersebut, ia terus saja berjalan. Tapi Billy seperti tidak bisa membiarkan gadis itu berlalu begitu saja tanpa Billy terlebih dahulu meminta maaf atas kecerobohannya. Ia menccoba memanggil gadis itu namun ia tetap tak menghiraukannya. Ia terus saja berjalan…. Billy terus juga mengejarnya, bukan karena ia terpesona atas kecantikan gadis tersebut, melainkan karena ia seperti pernah mengenal wajah itu, entah dimana?. Billy tidak bisa mengejarnya. Ia ingin terus mengejar tapi gadis itu terus menghindar. Billy berhenti mengejar untuk saat itu, dan ia tidak akan berhenti hanya sampai disitu. Ia akan menunggu mungkin di waktu lain ia akan bisa menemui gadis itu lagi, entah kenapa ia merasa yakin. 28
2008
Sulaman Rindu
******
berkeliling, hasilnya nihil adanya yang didapat. Ia tidak putus asa, ia tetap saja berusaha mencari, walaupun sebenarnya ia merasa lelah. Ditengah kelelahannya, ia merasa perlu meregangkan otot sekedar untuk mengumpulkan tenaga lagi. Ia menemukan kursi taman, lalu duduk disana dengan pikiran yang masih diselimuti pertanyaan besar. Siapakah gadis itu sehingga kakiku serasa dipaksa berjalan untuk mencarinya? Adakah dia adalah seorang bidadari?. Setelah lama Billy termenung duduk di kursi taman itu ia pun tertidur. Sesungguhnya dari tadi ada seseorang di kejauhan yang terus mengamati gerak-gerik Billy. Ia adalah gadis yang beberapa hari ini dicari Billy dengan susah payah namun tidak ketemu. Namanya adalah Mayda, si gadis berwajah indo dan berasal dari Manado. Ketika hidup di dunia, ia hampir saja diperkosa oleh sang pacar, namun ia melawan dan membenturkan kepalanya ke dinding, rohnya pun melayang. Saat bertubrukan dengan Billy beberapa hari yang lalu sebenarnya ada sesuatu ketertarikan batin dalam diri Mayda, perasaannya seakan-akan telah pernah mengenal Billy. Namun perasaan itu sangat sulit dijelaskan, apa, dimana dan kapan. Keanehan itulah yang mendorong Mayda untuk juga mencari Billy, hingga akhirnya menemukan Billy sedang berada di taman. Perlahan-lahan Mayda mencoba mendekati Billy yang tertidur pulas, lalu duduk disampingnya menunggu Billy terjaga dari alam tidurnya. Beberapa saat Mayda hanya bisu sendiri, diamatinya dengan seksama Billy 27
2008
Hari berikutnya Billy masih mencari gadis itu. Ia telah berjalan
Sulaman Rindu
dari ujung rambut sampai ujung kaki, hatinya berdecak pada sosok pria itu. Mayda menjadi yakin bahwa Billy seolah pernah begitu dikenalnya, meski tak bisa menjelaskan alasan itu semua. Tiba-tiba saja datang angin yang berdebur kencang merontokkan dedaunan dan menerbangkannya dengan riuh. Billy terbangun oleh hempasan angin yang mengenai wajahnya. Belum selesai kekagetannya, Billy tamba kaget ketika dilihatnya Mayda yang selama ini dicarinya sudah berada disampingnya. “Hah kau!” tunjuk Billy. “Ya aku” jawab Mayda singkat. Billy tak percaya akan apa yang sedang disaksikannya, lalu ia mencubit kulitnya sendiri untuk meyakinkan kalu yang sedang terjadi hanyalah sebuah mimpi. Ah ternyata cubitan itu terasa sakit. “Jangan takut teman, aku adalah sesuatu yang nyata,” ungkap Mayda menjawab kebingungan Billy saat itu. “Syukurlah,” kata Billy. “Namaku Mayda,” kata gadis itu dan Billy sudah kedahuluan Mayda ketika ia juga akan menanyakan nama. “Aku Billy,” respon Billy. “Maafkan aku telah mengganggu tidurmu,” tutur Mayda. “Tidak apa-apa, justru aku sampai disni karena sedang mencari kamu,” jawab Billy.
28
2008
Sulaman Rindu
“Benarakah, kenapa?” ujar Mayda takjub karena mereka ternyata
menggelantung di relung hati mereka. “Iya. Aku ingin minta maaf atas kesalahanku ketika menubruk kamu, mengapa waktu itu kamu cepat berlalu?” tanya Billy mrngingat peristiwa itu. “Maafkan aku telah membuat kamu bingung, sebenarnya aku juga mencari kamu karena seperti ada ajakan dari dalam hatiku untuk melakukan itu, seakan kita pernah berjumpa sebelumnya,” jelas Mayda. “Aku juga merasakan keganjilan yang sama, segenap jiwaku merasa tersedot ketika bertemu kamu pada kejadian tubrukan yang tidak disengaja itu, maka dari itu aku mengejarmu,” tandas Billy. “Bukankah kita sedang berada di taman roh yang seyogyanya bila disini jika dua manusia bersahabat, maka dalam kehidupan di dunia ditakdirkan akan bersahabat pula, sebaliknya jika disini bermusuhan, maka juga akan bermusuhan,” cerita Mayda. “Ya aku serasa pernah membaca mengenai hal itu disebuah buku sewaktu di dunia,” ujar Billy menanggapi. “Tapi entahlah, yang pasti sekarang kita terjebak diantara dua dimensi yakni kehidupan dan kematian, berarti kita berada di dimensi ketiga,” analisis Mayda dengan smart dan hal itu membuat Billy kagum pada cewek yang baru dikenalnya dalam sebuah dimensi tersendiri. Semenjak pertemuan di taman itu lah diantara keduanya telah terjalin persahabatan, mencoba untuk saling berbagi satu sama lain dalam 27
2008
telah sama-sama mencari karena ada sesuatu perasaan aneh yang
Sulaman Rindu
kegamangan jiwa mereka yang terjepit di dimensi yang asing. Mayda menyukai Billy karena ia selalu mau mendengarkan keluh kesah batinnya. Dirasakannya ada ketenangan yang belum pernah ia rasakan bila berada bersama Billy. ******
Suatu waktu di taman roh… “Kapan ya kita bisa pulang, aku sudah rindu dengan mama dan papa,” ujar Mayda mengungkapkan perasaann hatinya yang terpendam. “Sabar aja May, pasti kita akan kembali,” hibur Billy meski ia juga tak tahu nasibnya bagaimana nantinya. Namun sontak wajah Mayda memerah seperti bara api.”Tidak, aku lebih baik mati saja dari pada harus kembali ke dunia dan berjumpa dengan si Joni brengsek itu,” ujarnya berapi-api. “Ayolah May jangan kau kobarkan dendammu itu lagi, anggaplah ini merupakan bagian dari hidup kita yang tak semua orang pernah mengalaminya,” bujuk Billy. “Tapi..” kata May ragu. “Sudah lah May,” angguk Billy “Kalau kau ada di sampingku aku merasakan suatu ketenangan,” ujar May seraya menyandarkan kepalanya di bahu Billy.”Aku ingin kau selamanya menjadi temanku, berjanji lah untukku Billy” bisik Mayda Billy pun menatap mata bening Mayda lalu berkata,”Aku janji, May.”
28
2008
Sulaman Rindu
&&&
terdekat bergantian menjagainya di rumah sakit. Yang paling terpukul dengan kejadian ini adalah Tante Nurul karena Billy anak tersayangnya. Dia begitu setianya menunggui Billy yang membisu, dan hal itu membuatnya tampak begitu pucat karena kurang tidur. Sejak suaminya meninggal, Billy lah tumpuan kasih sayang tante Nurul. &&&
Hari ke sembilan… Ditengah
puncak
kerinduannya
untuk
kembali,
tiba-tiba
orang
berjubah itu datang kembali kepada Billy. Ada sesuatu yang ingin disampaikan olehnya saat itu. “Anak muda nasibmu telah diputuskan, kau akan dikembalikan ke jasadmu oleh karena perbuatan baikmu,” tuturnya. “Serr..” hati Billy pun melambung setinggi awan.”Benar kah apa yang anda bilang tadi, aku akan hidup kembali menjadi manusia,tapi mengapa?” tanya Billy. “Sekarang lah saatnya,” tanpa basa-basi ditariknya tubuh Billy, lalu dilemparkannya seperti melempar kerikil ke atas langit. Sekejap itu juga roh Billy menyatu dengan jasadnya yang lama terpisah. Billy membuka mata, dilihatnya orang-orang tersayang di sampingnya.
“Bil
ly kau telah sadar, nak,” kata tante Nurul girang seraya memeluk Billy. Do’a
27
2008
Tujuh hari sudah berlalu, namun Billy masih terbaring koma. Orang-orang
Sulaman Rindu
yang tak henti-hentinya dipanjatkan untuk meminta dan memohon ampun kepada Tuhan, rupanya sudah dijawab. Wanita paruh baya itu dengan harunya mencucurkan air mata. “Mama..,” Hanya kata itu yang terucap dari bibir Billy karena ia juga tak luput dari isak tangis. “Tenanglah Billy,” ujar Merry memberi support. Merry lah yang selama Billy koma dengan rajinnya menjenguk setiap hari. Ia memang benar-benar sahabat sejati, tak diragukan lagi. “Katakan lah nak apa yang kau inginkan sekarang ini,” tanya tante Nurul. “Mayda..” ungkap Billy dengan terbata. “Siapa Mayda itu?” tanya mereka bingung, kok aneh-anehnya Billy bilang pertama kali adalah hal itu. Hanya Billy yang tahu siapa kah Mayda,
dimensi ketiga yang bisa menjawab. Yah setelah dia sungguh-sungguh sehat nanti dia akan mencari gadis itu walau mencari sampai ke Manado karena ia ingin menepati janjinya.
28
2008