MAKALAH TAFSIR AHKAM TENTANG KIBLAT Makalah ini disusun sebagai syarat untuk memenuhi nilai tugas mata kuliah Tafsir Ahkam
Dosen pembimbing : Ahmad Dzulfatah Yasin, MA
Disusun oleh : Achmad Satibie Ramadhon
(17111227)
Muhamad Syamsul Ma’arif
(171111252)
Salaful Amin
(17111260)
FAKULTAS SYARI’AH PROGRAM STUDI AL-AHWAL AL-SYAKHSIYYAH INSTITUT PERGURUAN TINGGI ILMU AL-QURAN JAKARTA TAHUN AKADEMIK 2018 / 2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur selalu terlimpah kehadirat Allah ‘Azza Wa Jalla, karena berkah dan rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang diberi judul “Tafsir Ayat-Ayat Tentang Kiblat”. Makalah ini dibuat sehubung dengan tugas mata kuliah Tafsir Ahkam yang diberikan dosen untuk memenuhi nilai mata kuliah Tafsir ahkam.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Maka dari itu, kami mengharapkan kritikan dan saran yang positif dan saran yang positif dan sifatnya membangun motivasi dan semangat kami untuk terus memperbaiki makalah ini di kemudian hari.
Dengan diselesaikannya makalah ini, maka berharap dapat memenuhi syarat penilaian
tugas
dan
dapat
bermanfaat
bagi
kami
pribadi
serta
siapapun
membacanya
Jakarta, September 2018
Kelompok 2
i
yang
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR...............................................................................................................i DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...............................................................................................................3 1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................................3 1.3 Tujuan Penulisan............................................................................................................4 1.4 Manfaat penulisan..........................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN 2.1 Tafsir QS. Al Baqarah: 142...........................................................................................5 2.2 Tafsir QS. Al Baqarah 143.............................................................................................9 2.3 Tafsir QS. Al Baqarah: 144.........................................................................................12 2.4 Tafsir QS. Al Baqarah: 148.........................................................................................14 2.5 Tafsir QS. Al Baqarah : 150........................................................................................16 BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan..................................................................................................................18 3.2 Saran............................................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................19 ii
BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Kiblat adalah arah menuju Ka'bah. Bagi orang islam menghadap kiblat adalah
keharusan saat akan melaksanakan sholat, karena Menghadap kiblat adalah salah satu syarat sebelum melaksanakan sholat.
Sehubungan dengan peristiwa berikut, ketika Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam memindahkan arah kiblat dari Baitul Maqdis ke Ka'bah, kaum Musyrikin Mekkah berkata: "Muhammad dibingungkan oleh agamanya. Ia memindahkan arah kiblatnya ke arah kiblat kita. Ia mengetahui bahwa jalan kita lebih benar daripada jalannya.
Pada waktu Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam. berada di Mekkah di tengah-tengah kaum musyirikin beliau berkiblat ke Baitul Maqdis. Tetapi setelah 16 atau 17 bulan Nabi berada di Madinah ditengah-tengah orang Yahudi dan Nasrani beliau diperintahkan oleh Allah untuk mengambil Ka'bah menjadi kiblat, terutama sekali untuk memberi pengertian bahwa dalam ibadat shalat itu bukanlah arah Baitul Maqdis dan Ka'bah itu menjadi tujuan, tetapi menghadapkan diri kepada Alloh. Untuk persatuan Umat islam, maka Allah menjadikan ka'bah sebagai kiblat.
1.2
Rumusan Masalah Untuk memeberikan kejelasan serta menghindari meluasnya pembahasan, maka
dalam makalah ini masalahnya dibatasi pada : Bagaimana para mufasir menafsirkan ayat ayat tentang kiblat? Bagaimana Alquran menjelaskan tentang pemindahan arah kiblat? Bagaiman cara melakukan shalat menghadap ke ka’bah dari tempat jauh?
1.3
Tujuan Penulis Makalah ini disusun dengan memiliki tujuan yaitu : 1.
Memahami kandungan ayat berdasarkan pemahaman para mufasir
2.
Mengetahui asal usul pemindahan arah kiblat
1.4
Manfaat Penulisan Kita sebagai mahasiswa yang mempelajari ilmu alquran secara khusus dapat
memahami ayat ayat tentang sejarah pemindahan arah kiblat
4
BAB II PEMBAHASAN 2.1
Tafsir QS. Al Baqarah: 142
بۚ يَ ْهدِي َم ْن يَشَا ُء ُ علَ ْي َهاۚقُ ْل ِ َّّلِلِ ْال َم ْش ِر ُق َو ْال َم ْغ ِر ُّ سيَقُو ُل ال ِ َّسفَ َها ُء ِمنَ الن َ ع ْن قِ ْبلَتِ ِه ُم الَّتِي َكانُوا َ اس َم َاو ََّّل ُه ْم َ ص َراطٍ ُم ْست َ ِق ٍيم ِ إِلَ ٰى
Orang-orang yang kurang akalnya di antara manusia akan berkata:` Apakah yang memalingkan mereka (umat Islam) dari kiblatnya (Baitul Maqdis) yang dahulu mereka telah berkiblat kepadanya?`Katakanlah:` Kepunyaan Allah-lah timur dan barat; Dia memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya ke jalan yang lurus. `(QS. 2:142)
2.1.1 Syarah Tafsir Mufrodat {سيفَ َها ُء ُّ سي َيقُو ُل ال َ } [Orang-orang yang kurang akalnya (yaitu orang-orang yang tidak memiliki al-'Aql al-Khabari, cabang dari al-'Aql al-Kulli yang merupakan cabang dari asma Allah al-'Alim, Maha Mengetahui) akan berkata] {ياس ِ [Di antara manusia] yangk terhijab oleh gelapnya ta'ayyunât dari cahaya ِ َّ}مينَ الن wujud (nur al wujùd), akan melontarkan kata-kata yang bersumber dari jantung kealpaan dan kebodohan mereka dengan maksud sebagai ejekan. Kata-kata itu berbunyi ُ ياو ََّّل {ه ْم َ ‘[ } َميApakah yang memalingkan mereka], yang mengalihkan arah shalat orang-orang Mukmin, ْ ع {علَ ْي َهيا َ ين قِ ْبلَيتِ ِه ُم الَّتِيي َكانُوا َ } [dari kiblat yang dulu mereka telah berkiblat Padanya], padahal kiblat itu (Baitul Maqdis) adalah kiblat orang-orang yang mereka anggap sebagai panutan mereka dalam beragama?’ ْ ُ[ }قKatakanlah] kepada mereka, wahai Rasul yang paling sempurna, untuk Maka {يل memperingatkan serta membimbing mereka, dengan menggunakan gaya bahasa at tauhid adz-dzátiy (Tauhid Dzat Allah) setelah tauhid jenis ini tersingkap di hadapanmu َّ ِ [Kepunyaan Allah-lah]-yang suci dari dimensi tempat dan arah, namun Dia {ِ}ّلِل bertajalli di dalam dimensi itu ْ [timur dan barat]. Dia memiliki segenap waktu (az-zaman), tempat {ب ُ }ال َم ْش ِر ُق َو ْال َم ْغ ِر (al-makan), dan arah (al-jihah), ketiga hal ini merupakan tempat mazhhar Dzat-Nya serta tempat tajalli semua asma dan sifat-sifat- Nya. {[ }يَ ْهدِيDia memberi petunjuk] dengan cinta-Nya yang bersifat dzati Kepada {[ } َم ْن يَشَا ُءsiapapun yang dikehendaki-Nya] di antara hamba-hamba-Nya yang bertawajuh kepada-Nya 5
{يم ٍ ص َيراطٍ ُمسْيت َ ِق ِ [ }إِلَ ٰيىke jalan yang lurus] yang akan menghantarkan hamba kepada Dzat Allah di tempat, arah, dan waktu yang manapun karena Allah Maha Meliputi segala sesuatu.
Ayat ini diturunkan di Madinah berkenaan dengan pemindahan kiblat kaum muslimin dari Baitul Maqdis (Masjidil Aqsa) ke Baitullah (Masjidil Haram). Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wassalam. serta kaum muslimin ketika masih berada di Mekkah shalat menghadap Baitul Maqdis sebagaimana yang dilakukan oleh nabi-nabi sebelumnya, akan tetapi beliau mempunyai keinginan dan harapan agar kiblat tersebut pindah ke Ka’bah yang berada di Masjidil Haram di Mekah. Sebab itu, beliau berusaha menghimpun kedua kiblat itu dengan cara menghadap ke Ka’bah dan Baitul Maqdis sekaligus, dengan mengerjakan shalat di sebelah selatan Ka’bah menghadap ke utara, karena Baitul Maqdis juga terletak di utara.
Setelah beliau berhijrah ke Madinah tentulah tidak mungkin lagi untuk berbuat demikian karena Ka’bah tidak terletak di utara kota Madinah, tidak lagi dalam satu arah dengan Baitul Maqdis. Dengan demikian beliau setelah berada di Madinah hanyalah menghadap Baitul Maqdis saja ketika shalat hal itu berlangsung selama 16atau 17 bulan, dan beliau berdoa agar Allah menetapkan Ka’bah menjadi kiblat sebagai pengganti Baitul Maqdis. Beliau menengadahkan wajahnya ke langit menantikan wahyu dari Alah swt. dengan penuh harapan, tanpa mengucapkan sepatah kata pun sebagai salah seorang hamba Allah yang berbudi luhur dan berserah diri kepada Allah subhanahu wata’alaa. Tidak lama kemudian, turunlah ayat ini yang memerintahkan perpindahan kiblat dari Baitul Maqdis ke Ka’bah. Dan ayat ini diturunkan pada bulan Rajab tahun kedua hijriah. Ayat ini sekaligus merupakan jawaban terhadap ejekan kaum musyrikin dan terhadap keingkaran orang-orang Yahudi, dan kaum munafikin atas kepindahan kiblat tersebut.
Orang-orang yang mengingkari dan mengejek perpindahan kiblat tersebut, oleh ayat ini dinamakan sebagai "orang-orang yang kurang akal" karena tidak mengetahui persoalanpersoalan yang pokok dalam masalah perpindahan kiblat itu namun mereka telah mencelanya. Mereka tidak menyadari bahwa arah yang empat, yaitu timur, barat, utara dan selatan semuanya adalah kepunyaan Allah subhanahuwata’ala. tidak ada keistimewaan yang satu terhadap yang lain. Dengan demikian, apabila Allah memerintahkan hamba-Nya menghadap ke salah satu arah dalam shalat, maka hal ini bukanlah disebabkan karena arah tersebut lebih mulia dari yang lain, melainkan semata-mata untuk menguji kepatuhan mereka kepada perintah dan peraturan Allah. Kaum Yahudi, musyrikin dan munafikin yang mengingkari perpindahan kiblat tersebut, disebut sebagai "orang-orang yang kurang akal (sufaha)". Menurut Az-Zujaj, yang dimaksud dengan Sufaha dalam ayat ini ialah orang-orang musyrik Arab. Menurut Mujahid adalah para rahib Yahudi. Sedangkan menurut As-Saddi, mereka adalah orangorang munafik. Akan tetapi, makna ayat bersifat umum mencakup mereka semua. (Tafsir Ibnu Katsir, Al-Imam abul Fida Isma’il Ibnu Katsir Ad-Dimasyqi, Juz 2, Sinar Baru algensindo, hal.2) 6
Mereka menanyakan alasan-alasan perpindahan itu. Dan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. diperintahkan Allah untuk memberikan jawaban kepada mereka dengan mengatakan bahwa semua arah kepunyaan Allah. Apabila Dia menentukan suatu kiblat bagi kaum muslimin, maka hal itu adalah untuk mempersatukan mereka dalam beribadah. Hanya saja orang-orang yang kurang akal telah menjadikan batu-batu dan bangunan-bangunan tersebut sebagai pokok dasar dari agama. Padahal kelebihan dan keutamaan suatu arah bukanlah karena zatnya sendiri, melainkan karena ia telah dipilih dan ditentukan Allah subhanahu wata’ala.
Pada akhir ayat ini, Allah Subhanahuwata’ala menegaskan bahwa Allah memberikan petunjuk kepada orang-orang yang dikehendaki-Nya ke jalan yang lurus. Maka siapa saja yang patuh dan mentaati perintah Allah tentulah akan beroleh petunjuk-Nya untuk mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat. Sebaliknya orang-orang yang ingkar dan kufur terhadap agama-Nya tentulah tidak akan memperoleh petunjuk dan hidayah-Nya.
2.1.2 Asbabun nuzul: “Telah mengabarkan kepada kami Muhammad bin Ahmad bin Ja’far berkata, telah mengabarkan kepada kami Dzahir bin Ja’far berkata, telah mengabarkan kepada kami al-Hasan Ibn Muhammad bin Mush’ab berkata, telah menceritakan kepada kami Yahya bin Hakim berkata, telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Raja’ berkata, telah menceritakan kepada kami Isra’il dari Abi Ishak dari al-Bara’ berkata: Ketika Nabi Muhammad Saw berada di Madinah, beliau shalat menghadap ke arah Bait al-Maqdis selama 16 atau 17 bulan. Adapun Nabi Muhammad Saw menyukai menghadap ke arah Ka’bah, kemudian Allah menurunkan ayat: {}قَدْن ََرىتَقَلُّبَ َوجْ ِه َك ِفىالسَّي َماء sampai akhir ayat. dan orang-orang Yahudi berkata“Apakah yang memalingkan mereka (umat Islam) dari kiblatnya (Bait al-Maqdis) yang dahulu mereka telah berkiblat kepadanya?” —قلللهالمشييرقوالمغربsampai akhir ayat. Diriwayatkan oleh alBukhari dari Abdullah bin Raja’. 2.1.3 Hikmah Penafsiran Ayat
Allah Swt mengabarkan kepada Nabi Muhammad Saw bahwa orang-orang yang bodoh atau kurang akalnya dari orang-orang Yahudi akan menentang perpindahan kiblat sebelum peristiwa tersebut terjadi. Hal ini menunjukkan mukjizat Nabi Muhammad Saw tentang kebenaran risalah yang beliau bawa, karena mengabarkan suatu perkara yang ghaib. Sebagaimana jawaban yang pasti, dan tidak dapat ditentang lagi oleh penentangnya. Dengan demikian ayat yang dimaksud ditujukan kepada orang-orang Yahudi. Ayat ini tidak menyebutkan secara tegas nama mereka, bertujuan memberi sifat al-sufaha terhadap orang-orang Yahudi di sini, atau boleh jadi untuk memasukkan semua orang yang tidak menerima Ka’bah sebagai kiblat, atau yang mencemooh Ka’bah dan mencemooh umat Islam yng mengarah dan thawafdisana.
7
Al-Qur’an membantah tuduhan orang-orang bodoh dari Yahudi, kaum musyrik dan munafik dalam firman Allah Swt, قاَّلللهتعالى:{ ىص َراطٍ ُّم ْستَ ِقي ٍْم ِ َيَ ْهدِى َم ْنيَشَآ ُءإِل، ُ}قُ ِِل ِللَّ ِه ْال َم ْش ِرقُ َو ْال َم ْغ ِرب Yang menegaskan bahwa segala arah hanyalah milik Allah Swt, tidak diutamakan arah yang satu dengan yang lainnya, dan tidak berhak salah satu arah tersebut menyebut dirinya kiblat kecuali Allah Swtlah yang mengkhususkannya sebagai kiblat. Maka bukanlah sebuah penentangan untuk berganti-ganti kiblat dari arah satu ke arah yang lainnya. Karena Ibrahnya adalah menghadap kepada Allah Swt dengan hati dan mengikuti segala perintahNya.
Menghadap ke kiblat bertujuan mengarahkan umat Islam ke satu arah yang sama dan jelas. Namun demikian Dia berwenang menetapkan apa yang dikehendakiNya menjadi arah bagi manusia untuk menghadap kepada-Nya. Dia mengetahui hikmah dan rahasia di balik penetapan itu, lalu Dia memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendakiNya ke jalan yang lurus. PetunjukNya untuk umat Islam adalah mengarah ke Ka’bah.
Allah tidak menjelaskan mengapa Dia mengalihkan arah tersebut sehingga pada akhirnya arah yang harus dituju dalam shalat adalah Ka’bah. Apa yang dikutip di atas dari pendapat alThabari belum tentu benar. Boleh jadi pengalihan kiblat pertama kali dari Mekah ke Bait alMaqdis, karena ketika Nabi berhijrah, Ka’bah masih dipenuhi berhala dan kaum musyrik Arab mengagungkan Ka’bah bersama berhala-berhala yang mereka tempatkan disana. Disisi lain, tidak disebutkannya sebab pengalihan itu dalam jawaban yang diperintahkan Allah ini, untuk memberi isyarat bahwa perintah-perintah Allah khususnya yang berkaitan dengan ibadah mahdhah (murni) tidak harus dikaitkan dengan pengetahuan manusia tentang sebabnya. Ia harus dipercaya dan di amalkan. Walaupun pasti ada sebab atau hikmah dibalik itu. Setiap muslim diperintah untuk melaksanakannya, namun ia tidak dilarang untuk bertanya atau berpikir guna menemukan jawabannya.
2.2
Tafsir QS. Al Baqarah 143 8
ً س ُ طا ِلت َ ُكونُوا ش ِهيدًاۚ َو َما َج َع ْلنَا ْال ِق ْبلَةَ الَّتِي َ علَ ْي ُك ْم ُ الر َّ َاس َو َي ُكون ِ َّعلَى الن َ سو ُل َ ش َهدَا َء َ َو َك ٰذَلِكَ َج َع ْلنَا ُك ْم أ ُ َّمةً َو ْ ع ِقبَ ْي ِهۚ َوإِ ْن َكان علَى الَّذِينَ َهدَى ُ سو َل ِم َّم ْن يَ ْنقَ ِل ُ الر َّ علَ ْي َها إِ ََّّل ِلنَ ْعلَ َم َم ْن يَتَّبِ ُع َ يرة ً إِ ََّّل َ علَ ٰى َ ب َ َُك ْنت َ َِت لَ َكب َّ ُضي َع إِي َمانَ ُك ْمۚإِ َّن َّ َّللاُۚ َو َما َكان َّ اس لَ َر ُءوف َر ِحيم ِ َّّللاَ بِالن ِ ّللاُ ِلي Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. Dan Kami tidak menjadikan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar Kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot. Dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa amat berat, kecuali bagi orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah; dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia. (QS. 2:143)
2.2.1 Syarah Tafsir Mufrodat { َ[ } َو َكي ٰذَلِكDan seperti] halnya jalan lurus yang menghantarkan pada Dzat Kami yang paling tegak dan pertengahan di antara semua jalan yang lain ً سي Maka {طا َ [ } َج َع ْلنَيا ُك ْم أ ُ َّمةً َوKami (juga) menjadikan kalian umat “pertengahan"] yang lurus dan layak menerima tanggung jawab khilafah dan niyâbah, termasuk tugas mengurus semua masalah di tengah hamba-hamba Allah ُ [ } ِلت َ ُكونُواagar kalian menjadi saksi] yang adil Yakni {ش َهدَا َء {اس ِ َّعلَى الن َ } [atas manusia] yang lalai bertawajuh kepada Kami. {[ } َوDan] juga kami utus seorang rasul kepada kalian dari kalangan kalian sendiri Agar { }يكون الرسول عليكم شيهيداRasul (itu) menjadi saksi atas kalian] dan menjaga kalian dari jalan ifrath (berlebihan) dan tafrith (berkurang) yang kalian lakukan dalam berbagai hal. Maka kalian harus selalu melaksanakan apa yang dibawa oleh rasul kalian dari Rabb kalian itu agar kalian mendapat petunjuk kepada-Nya berupa jalan yang lurus. {جعَ ْلنَا َ [ } َو َماDan Kami tidak menetapkan], wahai Rasul yang paling sempurna َ {عل ْي َهيا َ َ[ } ْال ِق ْبلَيةَ الَّتِيي ُك ْنيتkiblat yang menjadi kiblatmu (dulu itu)] sebelum engkau beralih darinya { [ } إِ ََّّل ِلنَ ْعلَ َمmelainkan agar Kami mengetahui] dan memisahkan ْ سييو َل َمي {ين ُ الر َّ [ } يَتَّبِي ُعsiapa yang mengikuti Rasul] yang menyampaikan petunjuk menujuk tauhid adz-dzât (Tauhid Dzat Allah {ب ُ [ } ِم َّم ْن يَ ْنقَ ِلdan siapa yang berbalik] kembali {ع ِقبَ ْي ِه َ علَ ٰى َ } [ke belakang] sebelum sampai pada tauhid dzat Allah ْ [ } َو ِإ ْن َكانDan pada dasarnya] untuk mencapai tauhid adz-dzât itu {َت {ً يرة َ [ } لَ َك ِبamatlah berat] dan sulit َّ علَيى الَّيذِينَ هَيدَى {ُّللا َ [ } إِ ََّّلkecuali bagi orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah] menuju Dzat-Nya dengan melimpahkan taufik kepada mereka sehingga beriman kepada orang yang membimbing mereka ke arah-Nya 9
َّ َ[ } َو َما َكانDan Allah (yang menampakkan berbagai hal untuk kalian) tidak akan], {ُّللا {ُضيييي َع إِي َميييانَ ُك ْم ِ [ } ِليmenyia-nyiakan menyia-nyiakan iman kalian] setelah kalian menerima taufik dari-Nya َّ [ } إِ َّنSesungguhnya Allah, terhadap manusia] yang beriman kepada Rasul {ياس ِ َّّللاَ بِالن yang membimbing mereka menuju tauhid adz-dzât dan meyakini yang beliau bawa dari Rabbnya {[ } لَ َر ُءوفMaha Pengasih], Maha Penyantun {[ } َر ِحييمMaha Penyayang] sehingga Dia selalu mengantar mereka kepada penciptaan mereka dengan segala anugerah dan karunia-Nya 2.2.2 Pokok kandungan ayat
Umat Islam adalah umat yang mendapat petunjuk dari Allah subhanahu wata’ala sehingga mereka menjadi umat yang adil dan pilihan dan akan menjadi saksi atas keingkaran orang-orang yang kafir. Umat Islam harus senantiasa menegakkan keadilan dan kebenaran serta membela yang haq dan melenyapkan yang bathil.
Mereka dalam segala aspek persoalan hidup berada di tengah-tengah antara orang-orang yang mementingkan kebendaan dalam penghidupannya seperti orang-orang Yahudi, Musyrikin serta orang-orang yang tidak beragama, dan orang-orang yang hanya mementingkan kerohanian saja seperti orang-orang Nasrani, Sabi'in dan orang-orang Hindu.
Dengan demikian maka umat Islam menjadi saksi yang adil dan terpilih atas keterlaluan orang-orang yang bersandar pada kebendaan itu, yang melupakan hak-hak ketuhanan dan cenderung kepada memuaskan hawa nafsu dan jadi saksi pula terhadap orang-orang yang berlebih-lebihan dalam soal agama sehingga melepaskannya dari segala kenikmatan jasmani
dengan menyiksa diri dan menahan dirinya dari kehidupan yang wajar. Maka umat Islam menjadi saksi atas mereka semuanya karena sifatnya yang adil dan terpilih dan dalam melaksanakan hidupnya sehari-hari.
Demikian pula Rasulullah shallallahu ‘alaihiwasallam. menjadi saksi bagi umatnya bahwa umatnya itu sebaik-baik umat yang diciptakan untuk memberi petunjuk kepada manusia dengan amar ma’ruf dan nahi munkar. Kemudian Allah menjelaskan bahwa perubahan kiblat dari Baitul Maqdis ke Ka’bah itu adalah untuk menguji manusia, siapa di antara mereka yang benar-benar beriman dan mengikuti perintah Rasul dan siapa pula yang lemah imannya serta berbelok dari jalan yang lurus. Memang pemindahan kiblat itu dirasakan sangat berat oleh orang yang fanatik kepada kiblat yang pertama, karena manusia pada umumnya sulit untuk merubah dan meninggalkan kebiasaannya. Tetapi orang-orang yang mendapat petunjuk dari Allah dengan mengetahui hukum-hukum agamanya dan rahasia syariatnya, 10
mereka sadar bahwa melaksanakan ibadah dengan menghadap kiblat itu adalah semata-mata karena perintah Allah.
Untuk menghilangkan keragu-raguan dari sebagian kaum muslimin tentang pahala shalatnya selama mereka menghadap ke Baitul Maqdis dulu, maka Allah menerangkan bahwa Dia sekali-kali tidak akan menyia-nyiakan iman dan amal orang-orang yang mematuhi Rasul karena Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia.
2.2.3 Asbabun Nuzul Kecenderungan manusia ketika dihadapkan pada sesuatu yang nampak secara dzahir, dan pada sesuatu yang tidak nampak, ialah lebih tertarik pada sesuatu yang nampak. Bahkan ketika menyikapi sebuah perintah, tidak sedikit yang mencoba bermain-main dengan logika, agar perintah tersebut bisa kemudian dibahasakan, dan diterima secara mekanisme lahiriah (dzahir). Misalnya saja dalam hal perintah untuk melaksanakan shalat, dengan menghadap kiblat. Ketika kaum yahudi dan ahlul kitab bingung karena melihat Rasulullah beribadah ke arah baitullah (kiblat), padahal sebelumnya Rasulullah beribadah mengarah ke baitulmaqdis. Banyak yang kebingungan pada saat itu. Tidak sedikit pula yang mempertanyakan nasib makam-makam yang telah ada sebelum adanya pengalihan kiblat, terlebih pada saat itu banyak yang terbunuh. Semua ini dikisahkan dalam sebuah haditsshahih. Hadits no. 39 dalam kitab shahihbukhari, dimanahadits ini menjadi asbabunnuzul QS alBaqarah [2] : 143. Berikut adalah haditsnya: “Telah menceritakan kepada kami 'Amru bin Khalid berkata, telah menceritakan kepada kami Zuhair berkata, telah menceritakan kepada kami Abu Ishaq dari Al Barro` bin 'Azib bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam saat pertama kali datang di Madinah, singgah pada kakek-kakeknya ('Azib) atau paman-pamannya dari Kaum Anshar, dan saat itu Beliau shallallahu 'alaihi wasallamshalat menghadap Baitul Maqdis selama enam belas bulan atau tujuh belas bulan, dan Beliau sangat senang sekali kalau shalat menghadap Baitullah (Ka'bah). Shalat yang dilakukan
Beliau shallallahu 'alaihi wasallam pertama kali (menghadap Ka'bah) itu adalah shalat 'ashar dan orang-orang juga ikut shalat bersama Beliau. Pada suatu hari sahabat yang ikut shalat bersama Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pergi melewati orang-orang di Masjid lain saat mereka sedang ruku', maka dia berkata: "Aku bersaksi kepada Allah bahwa aku ikut shalat bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menghadap Makkah, maka orangorang yang sedang (ruku') tersebut berputar menghadap Baitullah dan orang-orang Yahudi dan Ahlul Kitab menjadi heran, sebab sebelumnya Nabi shallallahu 'alaihi wasallamshalat menghadap Baitul Maqdis. Ketika melihat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menghadapkan wajahnya ke Baitullah mereka mengingkari hal ini. Berkata Zuhair Telah menceritakan kepada kami Abu Ishaq dari Al Barro`, dalam haditsnya ini menerangkan tentang (hukum) seseorang yang meninggal dunia pada saat arah qiblat belum dialihkan dan juga banyak orang-orang yang terbunuh pada masa itu?, kami tidak tahu apa yang harus kami sikapi 11
tentang mereka hingga akhirnya Allah Ta'ala menurunkan firman-Nya: "Dan Allah tidaklah akan menyia-nyiakan iman kalian". (QS. Al Baqoroh: 143)”
2.3
Tafsir QS. Al Baqarah: 144
ْ ض ٰى َهاۚ فَ َو ِل َوجْ َهكَ ش ُ َط َر ْٱل َمس ِْجد ِْٱل َح َر ِامۚ َو َحي ْث َما ُكنت ُ ْم ِ س َم َّ ب َوجْ ِهكَ فِى ٱل َ اءۚ فَلَنُ َو ِليَنَّكَ قِ ْبلَةً ت َْر َ ُّقَ ْدن ََر ٰى تَقَل ْ فَ َولُّوا ُو ُجو َه ُك ْم ش َّ ب لَيَ ْعلَ ُمونَ أَنَّهُ ْٱل َح ُّق ِمن َّر ِب ِه ْمۚ َو َم َع َّما يَ ْع َملُون َ اٱّلِلُ ِب ٰغَ ِف ٍل َ َ َط َرهُۥ َوإِ َّن ٱلَّذِينَ أُوتُوا ْٱل ِك ٰت Sesungguhnya Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al Kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan.(QS. 2:144)
2.3.1 Syarah Tafsir Mufrodat {[ } قَ ي ْدن ََرىSungguh Kami telah melihat], Kami telah mengetahui ketika engkau menyingkap (kasyf) Dzat Kami Saat {اء ِ سي َم َّ يب َوجْ ِهيكَ فِيى ٱل َ ُّ[ } تَقَلtengadah wajahmu ke langit] untuk menunggu wahyu yang berisi perintah untuk mengarahkan tawajjuh shüri { َ[ } فَلَنُ َو ِليَنَّيكmaka sungguh Kami akan memalingkanmu] setelah engkau mengalami penyingkapan batiniah (al-inkisyaf al-ma'nawiy) itu {ً([ } ِق ْبلَةkepada) kiblat] simbolik
{ض ٰى َها َ ([ } ت َْرyang) kau sukai], yang sesuai dengan kiblat maknawi Jadi, { َ[ } فَي َيو ِل َوجْ َهييكpalingkanlah wajah] jismanimu, wahai Rasul yang paling sempurna ْ [ } شke arah Masjidil Haram] yang di dalamnya diharamkan tawajuh {ح َر ِام َ ْيجد ِْٱل ِ َط َر ْٱل َمس kepada selain Dzat Allsh secara murni dengan mengenyahkan semua yang selain Dia {}و َ [Dan] kemuliaan ini tidak hanya khusus untukmu saja, tetapi juga mengalir dari dirimu kepada semua Mukmin yang menjadi pengikutmu {ح ْيث ُ َما ُكنت ُ ْم َ } [di mana saja kalian berada], dan di tingkatan wujud yang manapun Maka {جيو َه ُك ْم ُ [ }فَ َولُّيوا ُوpalingkanlah wajah (yang kalian terima sebagai anugerah dari Rabb) kalian], wahai orang-orang Mukmin ْ [ }شke arahnya] agar kalian termasuk orang-orang yang mampu mencapai kasyf {َُيط َره (penyingkapan) terhadap Allah dan mendapatkan petunjuk menuju Dzat-Nya {يب َ َ [ } َو ِإ َّن ٱلَّيذِينَ أُوتُيوا ْٱل ِك ٰتDan sesungguhnya orang-orang yang diberi Al-Kitab (Taurat dan Injil)] yaitu kaum Yahudi dan Nasrani 12
{ َ[ }لَيَ ْعلَ ُمونmengetahui] dengan yakin berkat kesaksian dari kitab-kitab dan rasul-rasul mereka {ُ[ }أَنَّيهbahwa (penyingkapan (kasyf) dan keteguhanmu dalam Tauhid Dzat, at-tauhid adz-dzátiy) itu] ْ [(adalah) benar] yang pasti dan diturunkan ُّ }ٱل َح {ق {[ } ِمين َّربِ ِهي ْمdari Tuhan mereka] yang telah memelihara mereka dengan memberi akal sehingga mampu membedakan antara yang haq dan yang batil, serta membedakan antara yang membenarkan dan yang menyalahkan. Tapi, meski demikian, mereka tetap bersikap ingkar dan membangkang َّ [ } َو َمdan Allah, sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka { َع َّميا يَ ْع َملُيون َ ياٱّلِلُ بِ ٰغَ ِفي ٍل kerjakan] yaitu tindakan mereka yang menyembunyikan dan menutupi kebenaran setelah datangnya kejelasan dan kasyf (penyingkapan)
2.3.2 Pokok kandungan ayat Sebagaimana telah diterangkan dalam riwayat tentang sebab turunnya ayat tersebut di atas, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam ingin sekali supaya kiblat itu ditetapkan Allah ke arah Ka’bah, oleh sebab itu beliau sering menengadahkan wajahnya ke langit menantikan wahyu yang akan memerintahkan perpindahan kiblat itu. Maka turunlah ayat ini menetapkan perpindahan kiblat tersebut dari Baitul Maqdis ke Ka’bah. Di sini disebutkan arah Masjidil Haram, bukan Ka’bah sebagai isyarat yang membolehkan kita menghadap "ke arah Ka’bah" pada waktu shalat apabila Ka’bah itu jauh letaknya dari kita dan tidak dapat dilihat.
Jadi tidak diwajibkan menghadap ke Ka’bah itu sendiri, kecuali orang-orang yang dapat melihatnya. Dengan demikian maka seluruh kaum muslimin di berbagai penjuru bumi wajib menghadap "ke arah Ka’bah" dalam shalat.
Pemindahan kiblat ke Ka’bah itu adalah ketetapan yang benar dari Allah, tetapi mereka itu membantah kebenaran ini, bahkan mereka menimbulkan fitnah dan menyebarkan keraguraguan di antara orang-orang Islam yang lemah imannya.
2.3.3 Asbabun Nuzul:
Berkata Ibnu Ishaq, "Diceritakan kepada saya oleh Ismail bin Abu Khalid dari Abu Ishak dan Barra, katanya, 'Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam biasa melakukan shalat ke arah Baitul Maqdis dan sering melihat ke langit menunggu perintah Allah.' Maka Allah pun 13
menurunkan firman-Nya “Sungguh, Kami sering melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkanmu ke arah kiblat yang kamu sukai. Maka palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram!” (Q.S. Al-Baqarah 144).
2.4
Tafsir QS. Al Baqarah: 148
َّ ٱّلِلُ َج ِميعًاۚ إِ َّن َّ ت ِب ُك ُم َىءٍ قَدِير ِ ْ تۚ أَيْنَ َمات َ ُكونُوا يَأ ِ َو ِل ُك ٍل ِوجْ َهة ُه َو ُم َو ِلي َهاۚ فَٱ ْست َ ِبقُوا ْٱل َخي ٰ َْر َ َٱّلِل ْ علَ ٰى ُك ِل ش
Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah (dalam membuat) kebaikan. di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (QS. 2:148)
2.4.1 Syarah Tafsir Mufrodat
{}و َ [Dan] ketahuilah oleh kalian bahwa {[ } ِل ُك ٍلbagi tiap-tiap] individu, semua umat {[ } ِوجْ َهةada arah] tujuan atau kiblat tertentu berupa sifat-sifat dan asma Ilahi {ييو ُم َو ِلي َهيييا َ [ } ُهيyang ia menghadap kepadanya] sesuai dengan tuntutan dan penguasaannya atas asma dan sifat tersebut {ت ِ [ }فَٱ ْس يت َ ِبقُوا ْٱل َخ ْيي ٰ َيرMaka berlomba-lombalah kalian (dalam berbuat) kebaikan], bersegeralah kalian, wahai para pengikut Muhammad, menuju asal segala kebaikan dan sumber segala kebajikan yang lahir dari semua asma dan sifat-sifat Allah karena Dia adalah Dzat yang menghimpun semua kebaikan itu {[ }أَيْنَ َمات َ ُكونُواDi mana saja kalian berada] sebagaimana tuntutan sifat َّ ت ِب ُكييي ُم {ُٱّلِل ِ ْ [ } َييييأpasti Allah akan mengumpulkan kalian] karena Allah Maha Menghimpun, {[ } َج ِميعًاsemua] hal setelah ta'ayyunât yang lahir dari sifat itu terangkat َّ [ }إِ َّنSesungguhnya Allah] yang bertajalli dengan sifat-sifat-Nya {َٱّلِل { ٍَيىء َ } [atas segala sesuatu] dari mazhhar yang banyak, sesuai dengan asal ِ علَ ٰيى ُك ْ يل ش dan mazhhar-Nya {[ }قَيدِيرMahakuasa] untuk mengangkat ketentuan-ketentuan yang menggugurkan semua keberbilangan sesuai dengan ketentuan akhirat dan batin
2.4.2 Pokok kandungan ayat
Setiap umat mempunyai kiblat masing-masing. Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail‘alaihissalam. menghadap ke Ka’bah. Bani Israil menghadap ke Baitul Maqdis dan orang-orang Nasrani menghadap ke timur. Yang prinsip di sini ialah beriman kepada Allah 14
dan mematuhi segala perintah-Nya. Karena Allah telah memerintahkan supaya kaum muslimin menghadap ke Ka’bah dalam shalat, fitnahan dan cemoohan dari orang-orang yang ingkar itu tidak perlu dilayani, tetapi hendaklah kaum muslimin bekerja dengan giat, beramal, bertaubat dan berlomba-lomba membuat kebajikan. Allah nanti akan menghimpun sekalian manusia untuk menghitung dan membalas segala amal perbuatannya, dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu; tidak ada yang melemahkannya untuk mengumpulkan seluruh manusia pada hari pembalasan.
Al-Aufi meriwayatkan dari Ibnu Abbas, yang dimaksud dengan pengertian “tiap-tiap umat mempunyai kiblatnya yang ia menghadap kepadanya” ialah semua pemeluk agama. Dengan kata lain, tiap-tiap kabilah mempunyai kiblatnya sendiri yang disukainya, dan kiblat yang diridhai Allah ialah kiblat yang orang-orang mukmin menghadap kepadanya. Abul Aliyah mengatakan bahwa orang-orang Yahudi mempunyai Kiblatnya sendiri yang mereka menghadap kepadanya, dan orang-orang Nasrani mempunyai kiblatnya sendiri yang mereka menhghadap kepadanya. Allah memberikan petunjuk kepada kalian, hai umat Muhammad, kepada kiblat yang merupakan kiblat sesungguhnya.
Telah diriwayatkan dari Mujahid, Ata, Ad-Dahhak, Ar-Rabi’ ibnu Anas, dan As-Saddi hal yang semisal dengan pendapat Abul Aliyah tersebut. (Tafsir Ibnu Katsir, Al-Imam abul Fida Isma’il Ibnu Katsir Ad-Dimasyqi, Juz 2, Sinar Baru algensindo, hal.35)
2.5
Tafsir QS. Al Baqarah : 150
ْ ْث َما ُكنت ُ ْم فَ َولُّوا ُو ُجو َه ُك ْم ش ْ ْث خ ََرجْ تَ فَ َو ِل َوجْ َهكَ ش ُ َط َر ْٱل َمس ِْجد ِْٱل َح َر ِامۚ َو َحي ُ َو ِم ْن َحي ََط َرهُۥ ِلئ ََِّل َي ُكون َ َعلَ ْي ُك ْم ُح َّجة إِ ََّّل ٱلَّذِين ْ ظلَ ُموا ِم ْن ُه ْم فَ َِلت َْخش َْو ُه ْم َو علَ ْي ُك ْم َولَعَلَّ ُك ْم ت َ ْهتَد ُون ِ َِّللن َ ٱخش َْونِى َو ِِلُتِ َّم نِ ْع َمتِى َ اس
Dan dari mana saja kamu berangkat, maka palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu (sekalian) berada, maka palingkanlah wajahmu ke arahnya, agar tidak ada hujjah bagi manusia atas kamu, kecuali orang-orang yang zalim di antara mereka. Maka janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Dan agar Ku sempurnakan nikmat-Ku atasmu, dan supaya kamu mendapat petunjuk,(QS. 2:150)
2.5.1 Syarah Tafsir Mufrodat
ُ ين َحي ْ [ } َو ِمDan dari mana saja engkau keluar] dari tuntutan tauhid Dzat { َْيث خ ََرجْ يت dengan memperbanyak mazhhar-Nya 15
ْ [ }فَ َو ِل َوجْ َهكَ شmaka palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram] {ح َر ِام َ َط َر ْٱل َمس ِْجد ِْٱل yang menyatukan semua mazhhar ُ }و َحي {ْث َما ُكنت ُ ْم َ [Dan dimana saja kalian berada], wahai orang-orang Mukmin ْ ُ {شييط َرهُۥ َ [ }فَ َولُّييوا ُو ُجييو َهك ْمmaka palingkanlah wajah kalian ke arahnya] mengikuti tuntunan Rasul kalian {اس ِ َّ[ } ِلئ ََِّل يَ ُكونَ ِللنagar tidak ada bagi manusia] yang menentang {علَي ْي ُك ْم ُح َّجية َ } [hujah (kemenangan) atas kalian] yang telah memahami at-tauhid adzdzátiy dan beberapa mazhhar yang kalian tampakkan َ َ[ }إِ ََّّل ٱلَّيذِينkecuali orang-orang yang zalim di antara mereka] yang menafikan {ظلَ ُميوا dzat dan sifat-sifat Allah. Mereka adalah golongan Ad-Dahriyyůn yang menyatakan bahwa sesuatu itu ada dengan sendirinya tanpa ada penciptanya. Mereka tidak pernah diam dan tidak pernah mengharuskan adanya penciptaan seperti itu {[ }فَ َِلت َْخش َْيو ُه ْمMaka janganlah kalian takut kepada mereka), janganlahkalian takut kepada mereka dalam bertawajuh ke arah Ka'bah Hakiki (al-Ka’bah al-Haqiqiyyah) ْ }و {ٱخش َْيونِى َ [dan takutlah kepada-Ku] jika kalian tidak mau bertawajuh kepada-Ku, sehingga kalian tidak terhalang dari beberapa sifat Allah {[ } َو ِِل ُ ِتي َّم ِن ْع َم ِتيىdan agar Kusempurnakan nikmat-Ku] yang mengantarkan pada tauhid Dzat sesuai dengan sifat-sifat dan asma-Ku { َعلَي ْي ُك ْم َولَ َعلَّ ُكي ْم ت َ ْهتَيدُون َ } [atas kalian, dan supaya kalian mendapat petunjuk] kepada Dzat-Ku dengan seperti itu. Maka janganlah kalian takut kepada mereka nikmat-Ku sebagai sebabnya 2.5.2 Pokok kandungan ayat
Perintah untuk menghadap ke arah Masjidil Haram diulangi dalam ayat ini untuk menjelaskan, bahwa perintah itu bersifat umum untuk seluruh umat, masa dan tempat dan karena sangat penting serta karena ada hikmah yang terkandung di dalamnya yaitu agar tidak ada lagi alasan bagi ahli kitab, kaum musyrikin dan munafikin untuk menentang Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam dalam persoalan pemindahan kiblat. Begitu pula kaum musyrikin berpendapat bahwa nabi dari keturunan Ibrahim itu akan datang menghidupkan agamanya sehingga tidaklah pantas apabila berkiblat kepada selain Ka’bah yang telah didirikan oleh Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam.
Dengan demikian maka batallah alasan-alasan para ahli kitab dan kaum musyrikin itu. Orang-orang zalim di antara mereka yang melontarkan cemoohan dan bantahan-bantahan tanpa alasan yang berdasarkan akal sehat dan keterangan dari wahyu tidak perlu dipikirkan dan dihiraukan. Adapun cemoohan mereka itu adalah sebagai berikut: o Orang-orang Yahudi berkata, "Tiadalah Muhammad itu berpindah kiblat ke Ka’bah, melainkan karena kecenderungan kepada agama kaumnya dan kecintaan kepada negerinya; sekiranya dia berada di atas kebenaran, tentulah ia akan tetap berkiblat ke kiblat para nabi sebelumnya."
16
o lOrang-orang musyrikin berkata, "Ia telah kembali kepada kiblat kita dan akan kembali kepada agama kita." Dan orang-orang munafikin berkata, "Berpindah-pindah kiblat itu menunjukkan bahwa Muhammad dalam keragu-raguan dan tidak berpendirian." o Demikianlah alasan-alasan yang dibuat-buat oleh penentang-penentang agama Islam di waktu itu.
2.5.3 Asbabun Nuzul:
Dan diketengahkan oleh Ibnu Jarir dari jalur Sadiy dengan isnad-isnadnya berkata, "Tatkala kiblat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dipalingkan ke Ka’bah setelah sebelumnya menghadap ke Baitul Maqdis, orang-orang musyrik warga Mekah berkata, 'Agamanya telah membingungkan Muhammad, hingga sekarang ia berkiblat ke arahmu dan menyadari bahwalangkahmu lebih memperoleh petunjuk dari pada langkahnya, bahkan ia telah hampir masuk ke dalam agamamu.' Maka Allah pun menurunkan firman-Nya, 'Agar tak ada alasan bagi manusia untuk menyalahkanmu ...." (Q.S. Al-Baqarah 150).
17
BAB II PENUTUP
3.1
Kesimpulan Dari uraian tersebut, dapat ditarik beberapa kesimpulan, diantaranya adalah sebagai berikut : 1. Mereka yang menentang dan mempertanyakan tentang perpindahan kiblat, tiada lain hanya kebodohannya serta tidak mau menggunakan akal sehatnya. 2. Semua arah mata angin adalah milik Allah. Oleh sebab itu perpindahan arah kiblat tidak perlu dipertentangkan. 3. Umat Muhammad adalah umat yang paling mulia. Karena itu, Allah subhanahu wata’ala memilihnya sebagai saksi atas umat-umat sebelumnya kelak di hari kiamat. 4. Salah satu syarat sahnya shalat adalah menghadap ke arah kiblat. Namun, mengenai menghadap ke arah ka'bah para ulama' berbeda pendapat. 5. Dalam menghadapi berbagai masalah, diperlukan suatu persiapan yang matang. Sebab Allah sendiri telah mendidik hamba Nya untuk menghadapi kaum yang bodoh dan pembangkang dengan memberikan persiapan persiapan.
3.2
Kritik dan Saran
Demikianlah yang dapat penulis sampaikan mengenai materi yang menjadi bahasan dalam makalah ini, Jika ada kesalahan itu datangnya dari saya pribadi, dan jika ada kebenaran, semata – mata itu datangnya dari Allah SWT. Tentunya banyak kekurangan dan kelemahan karena terbatasnya pengetahuan, kurangnya rujukan atau referensi yang kami peroleh hubungannya dengan makalah ini, penulis banyak berharap kepada semua pihak terutama dosen untuk memberikan kritik dan saran yang membangun kepada kami demi sempurnanya makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan khususnya penulis.
18
DAFTAR PUSTAKA:
Hasan, Abul Halim. 2006. Tafsir ahkam. Kencana
Al-Mahdi, Imam Jamaluddin. Imam Jamaluddin As-Suyuthi
Isma’il, Abul Fida Ibnu Katsir Ad-Dimasyqi. 2002. Tafsir ibnu katsir. Sinar Baru algensindo
As-shabuni, Muhammad Ali. 2016. Tafsir ayat-ayat ahkam. Keira
Terjemah singkat Tafsir Ibnu Katsir, PT. Bina Ilmu.
http://ammaghfur.blogspot.com
http://c.1asphost.com
19