Tabel Rangkuman Perundangan Lingkungan Hidup

  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Tabel Rangkuman Perundangan Lingkungan Hidup as PDF for free.

More details

  • Words: 4,054
  • Pages: 22
TABEL RANGKUMAN PERUNDANGAN LINGKUNGAN HIDUP No I

UU / PP / SK. Gubernur PP. No 82/2001 Bab II tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran air

Pasal/Ayat

Isi Pasal

5/2

Pemerintah Propinsi mengkoordinasikan pengelolaan kualitas air lintas Kabupaten/Kota.

6

Pemerinah dalam melakukan pengelolaan kualitas air sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 ayat (1) dapat menugaskan pemerintah Propinsi atau Pemerintah Kabupaten/kota yang bersangkutan.

8/1

Klasifikasi mutu air ditetapkan menjadi 4 kelas: a. Kelas 1; air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut b. Kelas 2; air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air, pembudiyaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan untuk peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut c. Kelas 3 ; air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman dan atau diperuntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. d. Kelas 4 ; air yang peruntukanya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut

1

Kep. Gubernur Jawa Timur No. 45 Tahun 2002 Tentang Baku Mutu limbah Cair Bagi Industri atau Kegiatan Usaha lainnya di Jawa Timur

5

Bagi industri atau kegiatan usaha lainnya diluar yang tersebut dalam lampiran I dalam pembuangan limbah cair ke Badan Air berlaku ketentuan sebagai berikut : 1. Golongan I, yaitu limbah cair yang dibuang ke dalam air kelas I. 2. Golongan II, yaitu limbah cair yang dibuang ke dalam air kelas II 3. Golongan III, yaitu limbah cair yang dibuang ke dalam air kelas III 4. Golongan IV, yaitu limbah cair yang dibuang ke dalam air kelas IV Sumber air yang berada lebih di wilayah Kabupaten/Kota ditetapkan dengan peraturan daerah Kabupaten/Kota.

PP. No 82/2001 Bab II tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran air

9/1.c

9/3

Pemerintah dapat menugaskan pemerintah Propinsi yang bersangkutan untuk melakukan pengkajian sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 (a) Pedoman pengkajian untuk menetapkan kelas air sebagainana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan oleh Menteri.

9/4 Baku Mutu air ditetapkan berdasarkan hasil pengkajian kelas air dan kriteria mutu air sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 dan 9 10 11/2

Baku mutu air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Menteri dengan memperhatikan saran masukan dari instansi terkait

13/1.a

Pemantauan kualitas air pada : a. sumber air yang berada diwilayah Kabupaten/Kota dilaksanakan oleh pemerintah Kabupaten/kota Pemantauan kualitas air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

2

dilakukan sekurang-kurangnya 6 bulan sekali 13/3 Hasil pemantauan sebagaimana dimaksud ayat 1 (a) dan (b) disampaikan kepada Menteri 13/4 Mekanisme dan prosedur pemantauan kualitas air ditetapkan lebih lanjut dengan Keputusan Menteri 13/5

14/1

14/2

15/1

15/2

Status mutu air ditetapkam untuk menetapkan : a. kondisi cemar, apabila mutu air tidak memenuhi Baku Mutu air b. Kondisi baik, apabila mutu air memenuhi Baku Mutu air Ketentuan segmen mengenai tingkatan cemar dan tingkatan baik status mutu air sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) dan pedoman penentuan status mutu air ditetapkan lebih lanjut dengan Keputusan Menteri. Ayat (1) dalam hal status mutu air menunjukan kondisi cemar, maka Pemerintah dan Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota sesuai dengan kewenangan masing-masing melakukan penanggulangan pencemaran dan pemulihan kualitas air dengan menetapkan mutu air sasaran.. Ayat (2) dalam hal status mutu air dalam kondisi baik, maka Pemerintah dan Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten/kota sesuai dengan wewenang masing-masing mempertahankan dan atau meningkatkan kualitas air Gubernur menunjuk laboratorium lingkungan yang telah diakreditasi untuk melakukan analisis mutu air dan mutu air limbah dalam rangka

3

16/1

pengendalian pencemaran air

16/2

Dalam hal Gubernur belum menunjuk laboratorium sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) maka analisis mutu air dan mutu air limbah dilakukan oleh laboratorium yang ditunjuk Menteri

17/1

Dalam hal terjadi perbedaan hasil analisis mutu air atau mutu air limbah dari dua atau lebih laboratorium maka dilakukan verifikasi ilmiah terhadap analisis yang dilakukan Pemerintah Propinsi melakukan pengendalian pencemaran air pada sumber air yang lintas Kabupaten/Kota

PP. No 82/2001 Bab III tentang Pengendalian Pencemaran air

18/2 Pemerintah Kabupaten/Kota melakukan pengendalian pencemaran pada sumber air yang berada di Kabupaten/Kota 18/3 19

20

Pemerintah dalam melakukan pengendalian pencemaran air sebagaimana dimaksud dalam pasal 18 ayat (1) dapat menugaskan Pemerintah Propinsi atau Pemerintah Kabupaten/Kota yang bersangkutan Pemerintah dan Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota sesuai dengan kewenangan masing-masing dalam rangka pengendalian pencemaran air pada sumber air berwenang : a. menetapkan beban tampung dan pencemaran b. melakukan inventarisasi dan identifikasi sumber pencemar c. menetapkan persyaratan air limbah untuk aplikasi pada tanah d. menetapkan persyaratan pembuangan air limbah ke air atau sumber air e. memantau kualitas air pada sumber air f. mamantau faktor lain yang menyebabkan perubahan mutu air

4

PP. No 82/2001 Bab IV tentang Pelaporan

21/2

Baku Mutu air limbah daerah yang ditetapkan dengan peraturan daerah propinsi dengan ketentuan sama atau lebih ketat dan dari baku mutu air limbah nasional sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1)

25

Setiap usaha dan atau kegiatan wajib membuat rencana penanggulangan pencemaran air pada keadaan darurat dan atau keadaan yang tidak terduga lainnya

26

Dalam hal terjadi keadaan darurat sebagaimana dimaksud dalam pasal 25, maka penanggungjawab usaha dan atau kegiatan wajib melakukan penanggulangan dan pemulihan

27/1

Setiap orang yang menduga atau mengetahui terjadinya pencemaran air, wajib melaporkan kepada pejabat yang berwenang.

27/2

27/3

Pejabat yang berwenang yang menerima laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib mencatat : a. Tanggal pelaporan. b. Waktu dan tempat c. Peristiwa yang terjadi d. Sumber penyebab e. Perkiraan dampak Pejabat yang berwenang menerima laporan sebagaimana dimasuk dalam ayat (1) dalam jangka waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) hari terhitung sejak tanggal diterimanya laporan, wajib meneruskannya kepada Bupati/Walikota/Menteri Bupati/Walikota/Mmenteri sebagimana dimaksud dalam ayat (3)

5

27/4

wajib segera melakukan verifikasi untuk mengetahui tentang kebenaran terjadinya pelanggaran terhadap pengelolaan kualitas air dan atau terjadinya pencemaran air.

27/5

Apabila hasil verifikasi sebagimana dimaksud dalam ayat (4) menunjukkan telah terjadinya pelanggaran, maka Bupati/Walikota/Menteri wajib memerintahkan penanggungjawab usaha dan atau kegiatan untuk menanggulangi pelanggaran dan atau pencemaran air serta dampaknya

28

Dalam hal penanggungjawab usaha dan atau kegiatan tidak melakukan tindakan sebagaimana dimaksud dalam pasal 26 dan 27 ayat (5), Bupati/Walikota/Menteri dapat melaksanakan atau menugaskan pihak ketiga untuk melaksanakannya atas beban biaya penaggungjawab usaha dan atau kegiatan yanag bersangkutan

29

PP. No 82/2001 Bab V tentang hak dan kewajiban Hak

Setiap penanggungjawab usaha dan atau kegiatan atau pihak ketiga yang ditunjuk untuk melakukan penanggulangan pencemaran air dan pemulihan kulaitas air wajib menyampaikan laporannya pada Bupati/Walikota/Menteri

Setiap orang mempunyai hak yang sama atas kualitas air yang baik 30/1 30/2

Setiap orang mempunyai hak yang sama untuk mendapatkan informasi mengenai status mutu air dan pengelolaan kualitas air serta pengendalian pencemaran air Setiap orang mempunyai hak untuk berperan serta dalam rangka

6

30/3

Kewajiban

PP. No 82/2001 Bab VI tentang Persyaratan Pemanfaatan Pembuangan Air Limbah

31

pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air sesuai peraturan perundang-undangan berlaku. Setiap orang wajib : a. melestarikan kualitas air pada sumber air sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (3) b. mengendalikan pencemaran air pada sumber air sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (4)

32

Setiap orang yang melakukan usaha dan atau kegiatan berkewajiban memberikan informasi yang benar dan akurat mengenai pelaksananan kewajiban pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air

33

Pemerintah dan Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota wajib memberikan informasi kepada masyarakat mengenai pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air

35/1

Setiap usaha dan atau kegiatan yang akan memanfaatkan air limbah ke tanah untuk aplikasi pada tanah wajib mendapatkan ijin tertulis dari Bupati/Walikota

35/2

Permohonan ijin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didasarkan pada hasil kajian analisis mengenai dampak lingkungan atau kajian upaya pengelolaan lingkungan dan upaya pemantauan lingkungan

35/3

Ketentuan mengenai syarat tata cara perijinan ditetapkan oleh Bupati/Walikota dengan memperhatikan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri Setiap penanggung jawab usaha dan atau kegiatan pembuangan air limbah ke air atau sumber air, wajib mencegah dan menanggulangi

7

37

terjadinya pencemaran air Setiap orang dilarang membuang limbah padat dan atau gas ke dalam air atau sumber air

42 PP. No 82/2001 Bab VII tentang Pembinaan dan Pengawasan

43/1

43/2

44/1

Pemerintah, Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota melakukan pembinaan untuk meningkatkan ketaatan penanggungjawab usaha dan atau kegiatan dalam pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air. Pembinaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi : a. pemberian penyuluhan mengenai peraturan perundangundangan yang berkaitan dengan pengelolaan lingkungan hidup. b. penerapan kebijaksanan insentip dan atau disinsentip Bupati/Walikota wajib melakukan pengawasan terhadap penataan persyaratan yang tercantum dalam ijin sebagaimana dimaksud dalam pasal 38 ayat (2) Pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh pejabat pengawas lingkungan daerah

44/2 45

Dalam hal tertentu pejabat pengawas lingkungan melakukan pengawasan terhadap penataan persyaratan yang tercantum dalam ijin melakukan usaha dan atau kegiatan.

Dalam melaksanakan tugasnya pejabat pengawas lingkungan sebagaimana dimaksud dalam pasal 44 ayat (2) dan pasal 45

8

46/1

berwenang : a. melakukan pemantauan yang meliputi pengamatan, pemotretan, perekaman audio visual, dan pengukuran. b. meminta keterangan kepada masyarakat yang berkepentingan, karyawan yang bersangkutan, konsultan, kontraktor, dan perangkat pemerintah setempat. c. membuat salinan dari dokumen dan atau membuat catatan yang diperlukan antara lain dokumen perijinan, dokumen AMDAL, UKL,UPL, data hasil swa pantau, dokumen surat keputusan organisasi Perusahaan d. memasuki tempat tertentu. e. mengambil contoh dari air limbah yang dihasilkan air limbah yang dibuang, bahan baku, dan bahan penolong. f. memeriksa peralatan yang digunakan dalam proses produksi Utilitas dan Instalasi pengolahan limbah. g. memeriksa Instalasi dan atau alat transportasi. h. serta meminta keterangan pihak yang bertanggung jawab atas usaha atau kegiatan.

46/2

Kewenangan membuat catatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1c) meliputi; pembuatan denah, sketsa, gambar, peta, dan atau deskripsi yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas pengawasan. Pejabat pengawas dalam melaksanakan tugasnya memperlihatkan surat tugas dan atau tanda pengenal.

wajib

47

Setiap penanggung jawab usaha dan atau kegiatan yang melanggar ketentuan pasal 24 ayat (1), pasal 25, pasal 26, pasal 32, pasal 34,

9

PP. No 82/2001 Bab VIII tentang Sanksi Administrasi

48

49

50/1

50/2

51

pasal 35, pasal 37, pasal 38, pasal 40, dan pasal 42, Bupati/Walikota berwenang menjatuhkan sanksi administrasi. Setiap penanggung jawab usaha dan atau kegiatan yang melanggar ketentuan pasal 25, Bupati/Walikota/Menteri berwenang menerapkan paksaan pemerintah atau uang paksa. Setiap perbuatan melanggar hukum berupa pencemaran dan atau perusakan lingkungan hidup yang menimbulkan kerugian pada orang lain atau lingkungan hidup mewajibkan penanggung jawab usaha kegiatan untuk membayar ganti kerugian dan atau melakukan tindakan tertentu. Selain pembebanan untuk melakukan tindakan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hakim dapat menetapkan pembayaran uang paksa atas setiap hari keterlambatan penyelesaian tindakan tertentu tersebut. Sanksi Pidana Barang siapa yang melanggar ketentuan pasal 26, pasal 31, pasal 32, pasal 37, pasal 38, pasal 41, dan pasal 42 yang mengakibatkan terjadinya pencemaran air diancam dengan pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 41, pasal 42, pasal 43, pasal 44, pasal 45, pasal 46, dan pasal 47, Undang-undang No. 23 Tahun 1997 tentang pengelolaan Lingkungan Hidup.

Pelaksanaan prokasih berasaskan pelestarian fungsi lingkungan perairan sungai untuk menunjang pembangunan yang berkelanjutan

10

II.

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor: KEP-35/MENLH/7/1995 TENTANG PROGRAM KALI BERSIH

II-2

bagi peningkatan kesejahteraan manusia. Kepala Bapedal menetapkan pedoman pelaksanaan rencana induk Prokasih secara Nasional.

III-7 Bapedalda melaksanakan pemantauan, evaluasi dan pelaporan pelaksanaan Prokasih secara Nasional. III-9 Gubernur adalah penaggungjawab pelaksanaan Prokasih di tempat daerah. IV-13 Bapedalda adalah Instansi yang bertugas mengendalikan dampak lingkungan hidup di daerah III

Perda. Propinsi Jawa Timur No. 5 Tahun 2000 Tentang Pengendalian Pencemaran air di Propinsi Jawa Timur

I-1.d I-1.n

Sumber Pencemaran adalah setiap usaha kegiatan yang membuang dan memasukkan makhluk hidup, zat, energi dan komponen lain dalam ukuran batas atau kadar tertentu ke dalam sumber air. Baku mutu limbah cair adalah batas maksimum limbah cair yang diperbolehkan dibuang ke lingkungan.

I-1.s VIII-19/3

Gubernur berwenang pula menentukan : a. penutupan saluran pembuangan limbah cair. b. penarikan uang paksa. c. pencabutan ijin pembuangan limbah cair d. terhadap pelanggaran-pelanggaran tertentu Gubernur dapat memberikan rekomendasi kepada pemerintah pusat yang berwenang selaku pembina, untuk mengambil langkah-langkah penyelesaian lebih lanjut. Golongan D : air yang dapat digunakan untuk keperluan

11

V-9/2

pertanian dapat dimanfaatkan untuk usaha perkotaan, industri, pembangkit tenaga air. Setiap orang dilarang melakukan pembuangan limbah cair ke sumbersumber air sebelum mendapatkan ijin dari Gubernur.

IV.

Kep. Gubernur Jawa Timur No. 28 Tahun 2000 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Perda Jawa Timur No. 5 tahun 2000

VII-15/1 Ijin sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dapat diberikan dan ditanda tangani oleh Kepala Bapedalda. VII-15/2 Permohonan ijin dimaksud dalam pasal 15 diajukan secara tertulis kepada Gubernur melalui Kepala Bapedalda VIII-18/1 Tata cara perijinan ditetapkan oleh Gubernur VIII-18/2

Permohonan ijin sebagimana dimaksud dalam pasal 18 dilampiri dengan daftar isian Permohonan Ijin Pembuangan Limbah Cair

VIII-19/1 VIII-19/2

Permohonan ijin sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 akan diberikan ijin setelah mendapatkan : a. rekomendasi teknis dari Bupati/Walikota Kabupaten/Kota yang bersangkutan. b. Rekomendasi teknis dari Kepala Dinas Teknis atau dari Direksi Perusahaan Umum Jasa Tirta I. c. Rekomendasi teknis dari Kepala Dinas /Instansi Terkait. Ijin sebagaimana dimaksud dalam pasal 15, berlaku selama tiga (3) tahun dan dapat diperpanjang atas permohonan pemegang ijin.

VIII-20/1 Permohonan perpanjangan ijin sebagimana dimaksud dalam ayat 15 harus diajukan paling lama tiga (3) bulan sebelum jangka waktu surat

12

VIII-20/2

Ijin tersebut berakhir. Apabila terjadi perubahan jenis serta kapasitas usaha/kegiatan maka pemegang ijin harus mengajukan ijin baru.

VIII-20/3 Lampiran Kep. Gub. Jawa Timur Nomor 29 Tahun 2000: V.

Kep. Gubernur Jawa Timur No. 29 Tahun 2000 tentang Tata Cara Permohonan Ijin dan Pembuangan Limbah Cair ke Sumber-Sumber Air di Propinsi Jawa Timur

1. Pemohon mengajukan ijin kepada Gubernur Jawa Timur melalui kepala Bapedalda Prop. Jawa Timur sebanyak tujuh (7) rangkap. 2. Kepala Bapedalda Prop Jawa Timur menerima berkas permohonan ijin pembuangan liombah Cair dan memeriksa kelengkapan serta kebenaran data formulir isian. Apabila terdapat kekurangan dalam persyaratan tersebut dalam permohonan ijin maka berkas permohonan ijin akan dikirim kembali kepada pemohon untuk dilengkapi. Pemrosesan dilaksanakan dalam jangka waktu paling lama dua hari kerja sejak diterimanya permohonan limbah secara lengkap. 3. Kepala Bapedalda Prop. Jwa Timur mengirimkan berkas permohonan ijin kepada : a. Bupati/Walikota yang bersangkutan b. Kepala dinas Pekerjaan Umum Pengairan Prop. Jawa Timur atau Direksi Perusahaan umum Jasa Tirta I c. Kepala dinas/instansi terkait Untuk memberikan rekomendasi teknis 4. Rekomendasi Teknis diterima oleh kepala Bapedalda Prop. Jawa timur dalam jangka waktu paling lama 12 hari kerja sejak diterimanya berkas permohonan ijin. 5. Kepala Bapedalda Prop. Jawa timur melakukan telaahan permohonan ijin dalam jangka waktu paling lama dua hari

13

kerja sejak diterimanya rekomendasinya teknis. 6. Tim teknis Perijinan pembuangan limbah cair akan melakukan pemrosesan berkas permohonan ijin yang meliputi tahapan: a. Kunjungan lapangan untuk klarifikasi terhadap berkas data formulir permohonan ijin dalam jangka waktu paling lama dua hari kerja apabila diperlukan b. Sidang pembahasan tim teknis perijinan pembuangan limbah cair bersama pemohon ijin dilaksanakan dalam jangka waktu paling lama tujuh hari kerja. c. Penyusunan konsep surat ijin dalam jangka waktu paling lama dua hari kerja. Kepala Bapedalda Prop. Jatim melaksanakan penertiban surat ijin pembuangan limbah cair dalam jangka waktu paling lama tiga hari kerja sejak diterimanya konsep surat ijin.

VI

UNDANG-UNDANG No. 23 TAHUN 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup

1/12

1/21

VI-18/1

Pencemaran lingkungan hidup adalah masuknya atau dimasukannya komponen lain kedalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup tidak berfungsi sesuai dengan peruntukannya. Analisis mengenai dampak lingkungan hidup adalah kajian mengenai dampak besar dan pentingnya suatu usaha atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlakukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha atau kegiatan Setiap usaha atau kegiatan yang menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup wajib memiliki analisis mengenai dampak lingkungan hidup untuk memperoleh ijin melakukan usaha dan atau kegiatan Ijin melakukan usaha dan atau kegiatan sebagaimana dimaksud pada

14

VI-18/2

ayat (1) diberikan pejabat yang berwenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

VI-18/3

Dalam ijin sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) dicantumkan persyaratan dan kewajiban untuk melakukan upaya pengendalian dampak lingkungan hidup. Tanpa suatu keputusan ijin setiap orang dilarang melakukan pembuangan limbah ke media lingkungan hidup.

VI-20/1 VI-20/4

Pembuangan limbah ke media lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan dilokasi pembuangan yang ditetapkan oleh Menteri Pelanggaran tertentu dapat dijatuhi sanksi berupa pencabutan ijin usaha dan atau kegiatan

VI-27/1 VI-35/1

IX-41/1

Penanggungjawab usaha dan atau kegiatan yang usaha dan atau kegiatannya menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup yang menggunakan bahan berbahaya dan atau menghasilkan limbah bahan berbahaya dan beracun, bertanggungjawab secara mutlak atas kerugian yang ditimbulkan dengan kewajiban membayar ganti rugi secara langsung dan seketika pada saat terjadinya pencemaran dan atau perusakan lingkungan hidup. Barang siapa yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan kegiatan yang mengakibatkan pencemaran dan atau perusakan lingkungan hidup, diancam dengan pidana paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

15

IX-41/2

IX-42/1

IX-42/2

X-49/1

VII

Peraturan Pemerintah RI No. 27 Tahun 1999 Tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup

I-1

mengakibatkan orang mati atau luka berat, pelaku tindak pidana diancam dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas tahun) atau denda paling banyak Rp. 750.000.000,00 (tujuh ratus juta rupiah) Barang siapa karena kealpaannya melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan atau perusakan lingkungan hidup, diancam dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang mati atau luka berat, pelaku tindak pidana diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) Selambat-lambatnya 5 (lima) tahun sejak diundangkannya undangundang ini setiap usaha dan atau kegiatan yang telah memiliki ijin, wajib menyesuaikan menurut persyaratan berdasarkan undang-undang ini. 1. Analisis mengenai dampak lingkungan hidup (AMDAL) adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan atau kegiatan. 2. dampak besar dan penting adalah perubahan lingkungan hidup yan sangat mendasar yang diakibatkan oleh suatu usaha dan atau kegiatan. 3. kerangka acuan adalah ruang lingkup kajian analisis mengenai dampak lingkungan hidup yang merupakan hasil pelingkupan. 4. analisis dampak lingkungan hidup (AMDAL) adalah telaahan secara cermat dan mendalam tentang dampak besar dan

16

penting suatu rencana usaha dan atau kegiatan. 5. rencana pengelolaan lingkungan hidup (RKL) adalah upaya penanganan dampak besar dan penting terhadap lingkuingan hidup yang ditimbulkan akibat dari rencana usaha dan atau kegiatan. 6. rencana pemantauan lingkungan hidup (RPL) adalah upaya pemantauan komponen lingkungan hidup yang terkena dampak besar dan penting dari rencamna usaha dan atau kegiatan. 7. pemrakarsa adalah orang atau badan hukum yang bertyanggung jawab atas suatu rencana dan usaha dan atau kegiatan yang akan dilaksanakan. Analisa mengenai dampak lingkungan hidup merupakan bagian kegiatan studi kelayakan rencana usaha dan atau kegiatan. I-2/1 I-4/1

I-4/2

Usaha dan atau kegiatan yang akan dibangun di dalam kawasan yang sudah dibuatkan analisisi mengenai dampak lingkungan hidup, tidak diwajibkan membuat analisis mengenai dampak lingkungan hidup lagi. Usaha dan atau kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diwajibkan melakukan pengendalian dampak lingkungan hidup dan perlindungan fungsi lingkungan hidup sesuai dengan rencana pengelolaan lingkungan hidup dan rencana pemantauan lingkungan hidup. Analisis mengenai dampak lingkungan hidup merupakan sarat yang harus dipenuhi untuk mendapatkan ijin melakukan usaha dan atau kegiatan yang diterbitkan oleh pejabat yang berwenang.

I-7/1 Permohonan ijin melakukan usaha dan atau kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh pemrakarsa kepada pejabat yang

17

I-7/2

I-7/3

berwenang menurut perundang-undangan yang berlaku dan wajib melampirkan keputusan kelayakan lingkungan hidup suatau usaha dan atau kegiatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 ayat 2 yang diberikan oleh instansi yang bertanggungjawab Pejabat yang berwenang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencantumkan syarat dan kewajiban sebagaimana ditentukan dalam rencana pengelolaan lingkungan hidup dan rencana pemantauan lingkungan hidup sebagai ketentuan dalam ijin melakukan usaha dan atau kegiatan yang diterbitkannya Ketentuan dalam ijin melakukan usaha dan atau kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib dipatuhi dan dilaksanakan oleh pemrakarsa, dalam menjalankan suatu usaha dan atau kegiatannya

I-7/4 Kerangka acuan sebagi dasar pembuatan analisis dampak lingkunagn hidup disusun oleh pemrakarsa. III-14/1

Kerangka acuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh kepala instansi yan ditugasi mengendalikan dampak lingkungan.

III-14/1

III-18/1

Analisis dampak lingkungan hidup, rencana pengelolaan lingkungan hidup, dan rencana pemantauan lingkungan hidup diajukan oleh pemrakarsa kepada : a. ditingkat pusat ; Kepala instansi yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan melaui komosi penilai pusat. b. ditingkat daerah ; Gubernur melalui komisi penilai daerah tingkat I Analisis dampak lingkungan hidup, rencana pengelolaan lingkungan hidup, dan rencana pemantauan lingkungan hidup dinilai :

18

III-19/1

III-19/2

III-24/1

III-24/2

III-24/3

a. ditingkat pusat : oleh Komisi penilai pusat b. ditingkat daerah : oleh Komisi penilai daerah Instansi yang bertanggung jawab menerbitkan keputusan kelayakan lingkungan hidup suatu usaha dan atau kegiatan berdasarkan hasil penilaian analisis dampak lingkungan hidup, rencana pengelolaan lingkungan hidup, dan rencana pemantauan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Keputusan kelayakan lingkungan hidup suatu usaha dan atau kegiatan dinyatakan kedaluarsa atas kekuatan peraturan pemerintah ini, apabila rencanausaha dan atau kegiatan tidak dilaksanakan dalam jangka waktu 3 ( tiga) tahun sejak diterbitkannya keputusan kelayakan tersebut. Apabila keputusan kelayakan lingkungan hidup dinyatakan kedaluarsa sebagaimana dimaksud pada ayat 1 (satu) maka untuk melaksanakan rencana usaha dan atau kegiatannya, pemrakarsa wajib mengajukan kembali permohonan persetujuan atas analisis dampak lingkungan hidup, rencana pengelolaan lingkungan hidup dan rencara pemantauan lingkungan hidup kepada instansi yang bertanggung jawab. Terhadap permohonan sebagaimana yang dimaksud pada ayat 2 (dua) instansi yang bertanggung jawab memutuskan : a. Analisis dampak lingkungan hidup, rencana pengelolaan lingkungan hidup dan rencana pemantauan lingkungan hidup yang pernah disetujui dapat sepenuhnya dipergunakan kembali; atau b. Pemrakarsa wajib membuat analisis mengenai dampak lingkungan hidup baru sesuai dengan ketentuan peraturan pemerintah ini.

19

Keputusan kelayakan lingkungan hidup suatu usaha dan atau kegiatan menjadi batal atas kekuatan peraturan pemerintah ini apabila pemrakarsa memindahkan lokasi usaha dan atau kegiatannya. III-25/1

III-25/2

III-26/1

III-26/2

III-27/1

III-27/2

Apabila pemrakarsa hendak meleksanakan usaha dan atau kegiatan dilokasi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 (satu) pemrakarsa wajib membuat analisis mengenai dampak lingkungan hidup baru sesuai dengan ketentuan peraturan pemerintah ini. Keputusan kelayakan lingkungan hidup suatu usaha dan atau kegiatan menjadi batal atas kekuatan Peraturan Pemerintah ini apabila pemrakarsa mengubah desain dan atau proses dan atau kapasitas dan atau bahan baku dan atau bahan penolong. Apabila pemrakarsa hendak melaksanakan usaha dan atau kegiatan dilokasi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 (satu) pemrakarsa wajib membuat analisis mengenai dampak lingkungan hidup baru sesuai dengan ketentuan peraturan pemerintah ini. Keputusan kelayakan lingkungan hidup suatu usaha dan atau kegiatan menjadi batal atas kekuatan peraturan pemerintah ini apabila terjadi perubahan lingkungan hidup yang sangat mendasar akibat peristiwa alam atau kerena akibat lain sebelum dan pada waktu usaha dan atau kegiatan yang bersangkutan dilaksanakan. Apabila pemrakarsa hendak melaksanakan usaha dan atau kegiatan dilokasi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 (satu) pemrakarsa wajib membuat analisis mengenai dampak lingkungan hidup baru sesuai dengan ketentuan peraturan pemerintah ini. Untuk menjamin rencana pengelolaan lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL) dilaksananakan dengan baik, perlu dilakukan pengelolaan dan pemantauan serta pelaporan secara

20

VIII

Kep. Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan No. KEP-105 Tahun 1997 Tentang Panduan Pemantauan Pelaksananaa Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL)

1

2

terencana, terkoordinasi, sistematis, dan berkesinambungan serta merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari komponen lain dalam penyusunan analisis mengenai dampak lingkungan Panduan pemantauan pelaksanaan rencana pengelolaan lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL) dalam penyusunan analisis dampak lingkungan adalah sebagai berikut dalam lampiran keputusan ini. Dasar Hukum 1. Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup : a. Pasal 11 ayat (1) Pengelolaan Lingkungan Hidup pada tingkat Nasional dilaksanakan secara terpadu oleh perangkat kelembagaan yang dikoordinasi oleh Menteri. b. Pasal 15 Ayat (1) ; setiap rencana usaha dan atau kegiatan yang dimungkinkan dapat menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup wajib memiliki analisis mengenai dampak lingkungan hidup. Ayat (2) ; ketentuan tentang rencana dan atau kegiatan yang menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup, sebagai mana dimaksud pada ayat (1) serta tata cara penyusunan dan penilaian analisis mengenai dampak lingkungan hidup ditetapkan denga peraturan pemerintah.

SURAT KEPUTUSAN GUBERNUR NO. 45 TAHUN 2002 TENTANG BAKU MUTU LIMBAH CAIR INDUSTRI GULA

21

Kondensor digabung dengan

Kondensor dipisah dengan

buangan Limbah Cair

buangan Limbah cair

Volume Limbah Cair Maximum Per satuan produk 180 m3 / ton produk

Volume Limbah Cair Maximum per satuan produk Limbah Cair : 5 m3 / ton produk Kondensor : 175 m3 / ton produk

Parameter BOD5 COD TSS Minyak dan Lemak Sulfida (sebagai H2S) pH

Kadar Maximum (mg/l) 21,1 41,7 20,8 2,08 0,208

Kadar Maximum (mg/l) Limbah cair 60 100 50 5 0,5 6-9

Kondensor 20 40 20 2 0,2

22

Related Documents