Syirik: Dari Samiri sampai Ponari Saturday, 21 March 2009 18:08
Oleh: Dr Ahmad Hatta *
Sebelum orang mengenal nama dukun Ponari, Al-Quran juga mendokumentasikan orang serupa. Namanya juga agak mirip, Samiri Hidayatullah.com--Nama Ponari tiba-tiba melesat bak meteor. Popularitasnya menyaingi selebritis, bahkan politik yang akan bersaing dalam pemilu 2009. Puluhan ribu orang berduyun-duyun mendatangi rumahnya di Jombang. Hampir tak ada media massa yang tidak memberitakan Ponari. Ini terjadi hanya karena ia memiliki batu yang dianggap sakti: bisa memudahkan urusan dan menyembuhkan penyakit. Tapi tahukah Anda, di masa lalu, ada orang yang jauh lebih sakti dari Ponari dan batunya?
elit
Orang tersebut mampu mengubah 180 derajat kaum Bani Israil di Syam (Palestina), hanya dalam beberapa hari: dari beriman kepada Allah menjadi penyembah patung anak sapi yang bersuara. Hal itu membuat marah Musa as. (QS. 20: 86). Bagaimana tidak, kejadian itu berlangsung saat dirinya sedang dipanggil Allah ke Bukit Sinai (Thur) untuk menerima wahyu. Sebelum pergi, Nabi Musa as. sudah berpesan kepada kaumnya agar tetap beriman kepada Allah. Nabi Musa as perlu mewasiatkan itu karena ia dan kaumnya telah diberi nikmat luar biasa oleh Allah. Setelah lolos dari kejaran Fir’aun dan pasukannya dengan membelah Laut Merah, Nabi Musa as dan kaumnya menetap di Syam. Sejak tinggal di Syam inilah, Nabi Musa dan pengikutnya mendapatkan banyak kenikmatan dari Allah. Tanah Syam diberikan keberkahan. Kaum Bani Israil mendapatkan al manna wa salwa, makanan berupa burung dan manisan semanis madu dari bumi Syam. Namun, kenikmatan itu ternyata tak membuat mereka tetap beriman kepada Allah karena ulah seseorang. Lalu, siapa orang yang telah melakukan itu? Ia namanya Samiri. Namanya dicatat dalam Al-Quran. "Maka sesungguhnya kami telah menguji kaummu sesudah kamu tinggalkan, dan mereka telah disesatkan oleh Samiri.” (20: 85) Samiri adalah seorang Bani Israil dari suku Assamirah dan menjadi pengikut Nabi Musa as. Sebelumnya, ia menganut agama paganisme yang percaya kepada kekuatan dewa. Samiri pernah belajar ilmu sihir saat di Mesir hingga menjadi ahli. Keahliannya itu yang membuat ia –bersama Musa as—dapat melihat malaikat Jibril turun dengan kudanya dari langit, untuk membimbing Nabi Musa as. membelah Laut Merah. Samiri kemudian mengambil tanah yang sempat dijejaki kuda malaikat Jibril. Tanah itu disimpannya dan diikatkan di bajunya. Ketika Nabi Musa as dipanggil Allah ke Bukit Sinai, Samiri mengumpulkan harta kaum Bani Israil berupa logam, dan melemparkannya ke dalam api hingga melebur. Kemudian, ia lemparkan tanah bekas jejak telapak kuda malaikat Jibril ke logam tersebut hingga berbentuk patung anak sapi yang mengeluarkan suara. (QS. 20: 96) Keajaiban itu segera dipertunjukkan Samiri kepada kaum Bani Israil. “Kemudian Samiri mengeluarkan untuk mereka (dari lobang itu) anak lembu yang bertubuh dan bersuara, maka mereka berkata: "Inilah Tuhanmu dan Tuhan Musa, tetapi Musa telah lupa". (Thaha: 88) Mereka lalu berduyun-duyun mendatangi patung anak sapi tersebut. Awalnya, mereka hanya meminta dimudahkan segala urusan. Permohonan mereka ada yang terkabulkan. Hal itu membuat mereka kian kagum. Mereka terpesona. Akhirnya, semakin ramai orang yang menyambangi dan memohon pertolongan. Kini, mereka tak
sekadar meminta pertolongan, tapi juga menyembahnya. Patung anak sapi itu telah menjadi berhala. Bukankah itu yang kini terjadi pada Ponari dan batunya? Orang-orang memang datang ke sana untuk berobat, tapi, adakah yang menjamin suatu saat nanti mereka tidak akan menyembah Ponari dan batunya? Sejarah Penyembahan Dalam sejarah penyembahan terhadap berhala, suatu kaum tak pernah melakukannya secara langsung, melainkan bertahap. Setan itu memiliki banyak tipu muslihat untuk menggoda manusia. Mereka tak akan secara langsung membuat manusia menyembah selain Allah. Kita mengenal ada Latta, Uzza, Manaat. Di zaman Nabi Nuh as, ada lima berhala: Wadd, Suwa’, Yaguts, Yatuq, Nasr. 1.
Latta
Berasal dari kata kerja latta-yaluttu. Dia (Latta) adalah seorang lelaki yang sholeh yang biasa mengadon tepung untuk makana jamaah haji. Ketika dia meninggal, orang-orang membangun rumah di atas kuburannya, dan menutupnya denga tirai. Lamakelamaan, mereka menyembahnya sebagai berhala. 2.
Uzza
Ini adalah pohon dari Sallam di lembah Nakhlah yang terletak antara Mekah dan Thaif. Di sekitarnya terdapat bangunan dan tirai-tirai. Berhala ini juga mempunyai pelayan-pelayan (penjaga). Di pohon ini terdapat setan-setan yang berbicara kepada manusia. Orang-orang bodoh menyangka yang berbicara kepada mereka adalah pohonpohon atau rumah yang mereka bangun. Padahal yang berbicara adalah setan-setan untuk menyesatkan mereka dari jalan Allah.Uzza milik Quraisy, penduduk Mekah serta suku-suku yang ada di sekitarnya. 3.
Manaat
Ini adalah batu besar yang berada tak jauh dari Gunung Qudaid, di antara Mekah dan Madinah. Berhala ini milik suku Khuza’ah, Aus, dan Khazraj. Saat berhaji, mereka berihram di sisinya dan menyembahnya sevagai sekutu Allah. (Syarh Al-Qowa’id Al-Arba’) Kebanyakan berhala di atas berasal dari batu. Awalnya orang-orang meminta kesembuhan kepada batu itu hingga akhirnya sembuh. Batu itu kemudian dibuat patung dan dijadikan berhala sebagai sesembahan mereka. Bukankah Ponari didatangi banyak orang karena batu yang dianggap “sakti”? Konon, batu itu didapat Ponari bersamaan dengan datangnya hujan yang diiringi halilintar. Padahal, kata seorang arkeolog Universitas Indonesia, Ali Akbar, batu itu hanyalah perkakas biasa dari zaman Neolitikum. Batu yang dibuat sekitar 4.000 tahun lalu atau 2.000 tahun sebelum masehi itu, memang langka, karena hanya ada dua buah di Pulau Jawa. Tapi, batu itu tak memiliki khasiat yang bisa dijelaskan secara ilmiah. Dan tentu saja, batu itu juga tak bisa menyembuhkan orang sakit. Kini, jika batu itu dapat menyembuhkan, pasti disebabkan adanya kekuatan lain sebagaimana terjadi pada berhala-berhala lainnya. Syirik dan Bentuknya. Lalu, apakah berobat ke Ponari termasuk syirik? Bukankah kita tidak menyembahnya? Untuk menjawab ini, ada baiknya kita mengetahui apa itu syirik dan bentuk-bentuknya. Syirik adalah mempersekutukan Allah SWT dengan segala sesuatu selain-Nya. Syirik memiliki banyak bentuk, antara lain: 1)Meyakini bahwa ada yang memiliki kekuatan atau dapat memberi manfaat dan madharat selain Allah swt. (QS. 2:102); 2) Mendekatkan diri dengan memuja kepada sesuatu dengan keyakinan bahwa dengan sesuatu itulah ia dapat mendekatkan dirinya kepada Allah swt (QS.39:3); 3) Memohon pertolongan kepada orang mati, ruh,
atau jin untuk memudahkan urusannya.(QS. 10:18, 72:6); 7) Mantera dan jampi-jampi. "Sesungguhnya bermantera (ar-ruqa'), jimat (tama'im), dan pekasih/pelet (at-tiwalah) adalah syirik." (HR. Ibnu Majah). Syirik dibagi dua: 1) Syrik perkataan, ini terjadi jika seseorang secara tegas menyatakan menyekutukan Allah. 2) Syirik perbuatan. Secara lisan, orang tersebut tidak menyatakan menduakan Allah. Tapi, perbuatannya yang justru menyekutukan Allah. Berpijak dari bentuk-bentuk syirik di atas, tentu saja berobat ke Ponari dan meyakini batu yang dimilikinya bisa menyembuhkan penyakit, termasuk syirik. Mengapa? Pertama, orang-orang yang mendatangi Ponari telah meyakini adanya kekuatan selain Allah yang bisa menyembuhkan. Mereka meyakini Ponari melalui batunya dapat membuat sembuh penyakit. Padahal, batu itu hanya benda biasa yang sama dengan batu-batuan lainnya. Bedanya: batu tersebut berasal dari zaman prasejarah, sedangkan batu lainnya tidak. Kedua, orang-orang tersebut telah meminta sesuatu kepada selain Allah. Apakah Ponari seorang dokter? Bukan, ia berbeda dengan dokter. Seorang dokter memiliki ilmu ilmiah untuk menyembuhkan penyakit pasiennya. Misalnya, seseorang sakit disebabkan virus A. Untuk menyembuhkannya, dokter akan mematikan virus A tersebut dengan cara memberikan obat yang mengandung antivirus A. Ada hubungan sebab akibat: virus A vs antivirus A=sembuh. Berbeda dengan Ponari. Ia hanyalah seorang anak kecil yang masih duduk di bangku SD. Ia tak memiliki ilmu ilmiah untuk menyembuhkan penyakit. Begitu pula batunya, yang tidak memiliki zat yang dapat membuat seseorang sehat. Maka, semestinya, rumusanya adalah: Virus A vs Ponari+batu+air= tidak sembuh. Jika ternyata, sebuah penyakit yang diakibatkan virus A dapat disembuhkan Ponari dengan batu dan airnya, pasti disebabkan adanya kekuatan lain di luar Ponari, batu dan airnya itu. Kekuatan lain itu mungkin saja jin dan sejenisnya. Sembuh atau Pahala? Pernah, seorang wanita datang menemui Rasulullah. “Ya Rasulullah, doakan aku cepat sembuh,” kata si wanita itu. “Bisa,” jawab Rasulullah.Tapi, Rasulullah melanjutkan,” Apakah engkau mau aku berikan pilihan yang lebih baik? Engkau tidak aku doakan. Engkau berobat saja dan insya Allah akan disembuhkan dengan berobat itu, lalu selama engkau bersabar dengan penyakit tersebut maka Allah akan memberimu pahala dan mengampuni dosa-dosamu.” Si wanita itu lalu berkata,”Ya Rasulullah, kalau begitu tak usah didoakan. Karena pahala lebih berharga dari sekadar sembuh.” Bagaimana kalau itu ditawarkan kepada kita? Pasti kita memilih untuk disembuhkan.“Cape deh. Yang penting sembuh dulu, pahala urusan belakangan,” kira-kira begitu jawaban kita. Yang penting sembuh dulu; urusan syirik, belakangan. Mengapa wanita itu lebih memilih berobat dulu agar sembuh sendiri? Itu karena ia memiliki aqidah yang benar. Baginya, hidup itu jalan untuk mengumpulkan pahala. Jika kita diberikan kesempatan untuk mendapatkan pahala melalui proses pengobatan, kita harus memilih itu. Kalau memilih didoakan Rasulullah, kita tak mendapat pahala, meski penyakit kita sembuh. Kesembuhan kita tidak membawa manfaat karena tak mendatangkan pahala. Karenanya, wanita itu tak memilih cara tersebut. Tapi kebanyakan manusia di zaman sekarang lebih memilih sembuh daripada pahala. Walau, proses penyembuhannya itu dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan agama. Alih-alih berpahala, proses penyembuhannya malah bergelimang dosa. Segala cara dilakukan agar cepat sembuh, termasuk mendatangi Ponari. Antara Iyyakana’budu dan Iyyakanasta’in Ada dua ayat sarat makna yang jika kita praktekkan, bisa terhindar dari syirik. Iyyakana’budu (hanya kepada-Mu aku menyembah), waiyya kanasta’in (hanya kepada-Mu aku memohon pertolongan). Ayat ini kita baca berulang-
ulang di surat Al Fatihah. Dengan membaca ayat ini, kita telah mendeklarasikan diri bahwa isti’anah (mohon pertolongan) tidak boleh terpisah dari ibadah kepada Allah. Artinya, kita hanya menyembah kepada Allah dan karena itu, kita pun hanya meminta pertolongan kepada Allah saja. Namun, kita sering kali tergelincir. Setan membisikkan kita untuk tetap menyembah dan beribadah kepada Allah (sholat, puasa, haji, dsb). Tapi, dalam urusan memohon pertolongan (berobat), setan membujuk kita untuk meminta kepada selain Allah, seperti fenomena batu Ponari. “Saya masih beriman kepada Allah. Ini kan usaha. Mudah-mudahan saja bisa sembuh. ” Mungkin begitu alasan orang-orang yang mendatangi Ponari. Ini cara licik setan menjerumuskan kita. Karena, setelah kita memohon pertolongan kepada selain Allah, tanpa terasa, secara perlahan kita akan menduakan Allah dalam beribadah. Ikhtiar untuk menyembuhkan penyakit itu diperbolehkan sejauh itu tidak merusak keyakinan kita kepada Allah. Tapi jangan sampai kita berada di garis tipis antara iman dan syirik. Karena kita akan mudah terpeleset. Tiga Pintu Masuk Setan Setan itu paling sering menggoda kita melalui tiga hal. Pertama melalui harta. Setan membuat kita was-was terhadap kemiskinan. Kalau kita tidak melakukan ini, maka akan miskin. Kalau tidak begitu, maka tidak akan kaya. Begitu seterusnya, hingga kita takut jatuh miskin. Termasuk jika kita mau bersedekah atau berinfak sekalipun. “Jangan sedekah, nanti uang kamu habis,” bisik setan. Karena itu, di tengah masyarakat ada pesugihan, susuk, pemikat, dan sebagainya. Semua itu adalah jalan pintas untuk menjadi kaya. Kedua, rasa aman. Semakin seseorang memiliki kekuatan besar dan tak terbatas, maka ia akan semakin merasa terancam atau takut. Siapa yang paling banyak bersandar pada setan dari rasa aman? Di zaman dulu ada Fir’aun, dia memiliki kekuatan hebat, bala tentara kuat. Tapi, ia tetap merasa tidak aman karena banyak musuh. Ia pun meminta bantuan setan untuk melindunginya. Di antaranya meminta dari para penyihir. Di masa kini, kita banyak menemukan pemimpin yang memiliki kekuasaan, tapi masih meminta bantuan kepada dukun, paranormal, cenayang dan lainnya. Ketiga, penyakit.Ini adalah cobaan paling berat. Penyakit dapat menjadi fitnah paling besar. Setan paling sering menggoda kita melalui penyakit. Ingat, orang yang paling banyak cobaannya adalah orang yang sedang sakit. Jika tidak sabar menghadapi penyakit, maka seseorang akan mudah terjerrumus dalam perbuatan syirik. Ketiga hal inilah yang menjadi pintu masuk setan menggoda manusia. Jika pintu yang satu tertutup, maka setan akan masuk dari pintu lainnya. Jika semuanya tertutup, setan akan mengetuk pintu itu hingga akhirnya terbuka. Kita harus menguci rapat-rapat ketiga pintu itu agar setan tak masuk dan membuat kita terhindar dari syirik. Mereka yang mendatangi Ponari bisa dipastikan karena pintu-pintu itu, terutama penyakit, terkuak lebar. Setan masuk dari sini dan membujuk untuk berobat ke Ponari. Mereka kemudian termakan rayuan maut setan. Dan akhirnya, menyambangi Ponari, meski untuk itu mereka harus menempuh perjalanan jauh, antri berhari-hari, bahkan ada yang meninggal. Akar Masalah Mengapa fenomena Ponari terjadi? Sedikitnya ada dua penyebabnya yaitu kemiskinan dan kebodohan. Rasulullah saw berpesan,” Kemiskinan membawa kita lebih dekat kepada kekufuran.” Ya, orang miskin adalah pihak yang paling rentan untuk dirusak aqidahnya. Dengan iming-iming indomie dan uang Rp 10.000,00, mereka bisa pindah agama. Dalam kasus Ponari, mungkin saja tak masalah jika aqidah mereka rusak, menjadi syirik, asal mereka sembuh dari penyakit dengan biaya yang murah. Tak ada rotan akar pun jadi. Tak ada obat mujarab dan tak punya uang, Ponari Sweat pun jadi. Begitu pula dengan kebodohan. Orang-orang tak berilmu merasa dirinya benar. Apa pun yang mereka lakukan pasti benar. Itu karena keterbatasan ilmu yang mereka miliki. Mereka merasa benar berobat ke Ponari karena tak memiliki ilmunya. Jika kita nasehati mereka, besar kemungkinan mereka akan menolak kita dengan keras. Tak percaya? Datang saja ke Jombang dan katakan kalau orang yang datang ke Ponari itu syirik. Anda, boleh jadi akan
dihujat dan ditimpuki. Karena itu, kita harus mengikuti apa yang dilakukan Nabi Musa as saat kembali ke Syam dan mendapati kaumnya menyembah patung anak sapi. Musa as memarahi Harun. Mengapa? Karena Harun orang yang berilmu. Musa berkata,”Wahai Harun! Apa yang menghalangimu ketika engkau melihat mereka telah sesat (sehingga) engkau tidak mengikuti aku? Apakah engkau telah (sengaja) melanggar perintahku?” (Surah Thaha: 92-93) Setelah itu, barulah Musa as menghukum Samiri dengan mengusirnya dan tidak boleh berhubungan dengan kaum Bani Israil. Sedangkan patung anak sapi dibakar oleh Musa as dan dibuang. Ya, sudah saatnya orang-orang yang berilmu (ulama) dan berkuasa (umaro), untuk bertindak tegas. Kita tidak boleh membiarkan kesesatan terus terjadi. Apakah kita,para ulama, harus menunggu puluhan ribu orang menyembah Ponari, baru kemudian mengatakan itu syirik? Wallahu a’lam.[www.hidayatullah.com] Penulis adalah Direktur Positive Life Center (PLC)
Sumber : http://www.hidayatullah.com/index.php?option=com_content&view=article&id=8938:syi rik-dari-samiri-sampai-ponari-&catid=87:kajian&Itemid=71