Suporter Terbaik Indonesia
Aremania Pelengkap Pesta Pesta gelar yang diraih Arema pada final Copa Dji Sam Soe 2006, Sabtu (16/9) di Stadion Delta, Sidoarjo, makin lengkap kala Aremania dikukuhkan sebagai suporter terbaik. Predikat ini melengkapi gelar Suporter Teladan yang pernah diberikan PSSI era Agum Gumelar tahun 2002. Apalagi hadirnya virus Aremania juga telah menyulap atmosfer suporter sepakbola Indonesia sejak kehadirannya 16 tahun lalu. Kali ini Aremania menambah satu predikat terbaik versi Dji Sam Soe. “Mereka layak dicontoh. Meski memiliki jumlah yang cukup banyak, tidak anarkis,” kata Andi Darussalam Tabusala, Direktur Eksekutif BLI. Hanya, Arema bukan tanpa cacat. Mereka masih terbawa dengan atmosfer suporter terkini, yaitu suka meneror lawan lewat kata-kata atau secara verbal. Namun, tingkat kuantitas maupun kualitas terornya masih jauh di bawah fan lain. “Ya, terus terang saja, suporter kita masih seperti itu. Mungkin inilah yang terbaik dari yang terjelek yang kita punyai,” jelas Joko Driyono, ketua tim penilai suporter. Penilaian suporter ini pun dilakukan secara unik. Tiga wartawan dari tiga media dipilih secara acak guna mendampingi Joko dan pihak Dji Sam Soe untuk memilih suporter pada saat final. Arema pun akhirnya terpilih meski mereka sempat mengancam akan memboikot produk PT H.M. Sampoerna jika terjadi kerusuhan akibat partai final ini. “Saya ucapkan terima kasih atas dukungan suporter Jatim, khususnya Deltamania,” tegas H. Selamet, Aremania Tongan, diamini rekannya, Hazmy. Berkah suporter terbaik, yakni dengan duit Rp 75 juta, membuat Aremania punya sejumlah rencana. Termasuk menyusun pendistribusian hadiah. “Saya berharap nanti ada pengadaan bass drum dan santunan ke yatim piatu. Sisanya untuk membangun Monumen Arema di Stadion Gajayana,” tegas Yuli Sumpil, dirijen Aremania. (ary/idr)
Kriteria Suporter Terbaik 1. Big is beautiful. 2. Mampu mendukung tim secara mandiri. 3. Membantu peningkatan sepakbola nasional. Kriteria Tambahan 1. Paling minimal berbuat anarkis dan teror kepada tim lawan. 2. Atraktif dalam mendukung tim. 3. Mampu memobilisasi banyak pendukung secara damai.
ENAM SUPORTER PERSEBAYA DIPERIKSA DI POLWILTABES SURABAYA 05/09/2006 12:12 - Nusantara/Headline News Stadion Gelora 10 November, Tambaksari, Jawa Timur, sehari pascakerusuhan.(Metro TV) Metrotvnews.com, Surabaya: Enam suporter Persebaya alias Bonek yang terlibat dalam kerusuhan kemarin, menjalani pemeriksaan di Markas Kepolisian Wilayah Kota Besar Surabaya, Jawa Timur, Selasa (5/9). Mereka adalah Irwan asal Margodadi dan Riyanto asal Karang Tilang. Empat lainnya yakni Riskar, Edyanto, Mulyadi, dan Suroso asal Platuk, Gang Masjid, Surabaya. Mereka rata-rata berusia belasan tahun. Sebelumnya, beberapa di antaranya dijenguk keluarga mereka.Di Stadion Gelora 10 November, Tambaksari, Jawa Timur, Sekretaris Umum Persebaya Ahmad Munir mengatakan kerusuhan terjadi karena para suporter terprovokasi pemain Arema Malang. "Seperti tindakan-tindakan mengulur waktu, membuat pemain dan suporter emosi, sehingga seperti itu (rusuh)," ujarnya.Bukan kali ini saja para Bonekmania berulah. Keributan yang melibatkan pendukung Persebaya telah berulang kali terjadi. Pada Mei 2004, Bonekmania menyulut kerusuhan di Stadion Surajaya, Lamongan, saat Persebaya dijamu Persela. Kerusuhan terjadi menjelang berakhirnya putaran pertama divisi utama Liga Indonesia 2004. Namun, kerusahan Senin kemarin merupakan kerusuhan sepak bola paling parah di Jatim dalam dua tahun terakhir. Selain kerugian materil, ulah para bonekmania ini juga hampir merenggut nyawa aparat keamanan dan rekan mereka.Akibat ulah para suporternya, Persebaya pernah dilarang bertanding di kandang sendiri pada 2000. Larangan yang dikeluarkan Kepolisian Daerah Jawa Timur atas dukungan Gubernur Jatim saat itu bahkan berlaku untuk seluruh wilayah Jatim. Saat itu, keikutsertaan Persebaya di Liga Indonesia VI juga nyaris dicabut.Ketua Komisi Disiplin PSSI, Togar Manahan Nero mengatakan kerusuhan-kerusuhan itu selalu terjadi karena begitu mudahnya komisi banding PSSI menghapus hukuman bagi para suporter Persebaya. Sejauh ini PSSI memastikan akan menjatuhkan sanksi berat kepada Persebaya. Kubu Persebaya sendiri menyatakan siap menerima sanksi. Namun, mereka tetap akan melakukan pembelaan jika sanksi yang diberikan terlalu berat
Kamis, 07 Sept 2006, ANCAM TEMBAK DI TEMPAT SURABAYA - Peringatan keras ditujukan buat bonek. Polda Jatim mengancam akan menindak tegas suporter yang terbukti melakukan aksi brutal. Kapolda Jatim Irjen Pol Herman S. Sumawiredja menegaskan bahwa polisi akan lebih berani menembak suporter yang berulah. "Silahkan sepak bola tetap berjalan. Tapi, kalau mereka masih macam-macam, kami tidak segan-segan tembak di tempat. Kalau timbul korban yang pincang-pincang, jangan salahkan polisi. Kalau mau coba, coba saja nanti," kata Herman dengan mimik serius. Kasus kerusuhan yang dilakukan bonek Senin lalu akan dijadikan bahan instropeksi terhadap masalah keamanan. "Saya akan mempertimbangkan penggunaan senjata api dan peluru karet. Kemudian gas air mata dan segala sumber daya lain. Saya hanya minta bonek agar baik, rapi, dan sopan," tegasnya. Jenderal bintang dua ini juga memperingatkan agar bonek tidak menggunakan cara-cara kuno untuk melampiaskan keinginan di stadion. Misal, menghentikan pertandingan dengan turun ke lapangan. Terkait dengan rencana digelarnya final Piala Copa di Sidoarjo pada 16 September 2006, Herman juga mengaku tidak keberatan. "Silahkan digelar. Tapi, yang macam-macam akan kena hajar nanti. Kalau yang mau anarkis, tahu sendiri akibatnya," ancamnya. Polwiltabes Surabaya juga terus mengembangkan penyelidikan terhadap aksi bonek. Kapolwiltabes Surabaya Kombes Pol Anang Iskandar menduga ada tambahan tersangka buntut dari kasus itu. "Kalau memang hasil penyelidikan menyimpulkan adanya unsur pidana, tentu saja kami tidak ragu untuk menetapkan sebagai tersangka," tandas mantan Kapolrestro Jakarta Timur itu. Setelah mengamankan enam orang dan menjadikan tiga di antaranya sebagai tersangka, polisi bakal memanggil Panpel, manajemen Persebaya, dan YSS (Yayasan Suporter Surabaya). "Dalam waktu dekat, akan kami panggil satu per satu. Kami serius mengusut kasus ini," tegasnya. Menurut sebuah sumber di kepolisian, kepastian pemanggilan ketiga unsur tersebut setelah polisi menemukan adanya beberapa fakta menarik di lapangan. Bahkan, tidak menutup kemungkinan, tersangka didapat dari ketiga unsur tersebut. "Pertama, ada kesan kalau peristiwa chaos ini tidak bersifat kebetulan. Buktinya, sudah ada sejumlah botol bensin yang langsung ada ketika massa hendak melakukan pembakaran. Ini kami dapatkan dari rekaman video yang kami ambil, baik dari kameraman TV maupun kamera internal kami," katanya. Panpel dianggap terlalu underestimate terhadap kemungkinan adanya kerusuhan. Buntutnya, aparat keamanan tidak menyediakan unsur pengamanan lebih banyak. Mereka hanya terdiri dari 7 SSK (sekitar 700 personel saja) tanpa mobil pemadam kebakaran. Pengamanan juga tak disiapkan untuk kondisi chaos. "Buktinya 13 personel kami sampai luka-luka," tegasnya. Mengenai pemanggilan koordinator suporter, sumber tersebut menyatakan bahwa polisi ingin mengetahui sampai sejauh mana antisipasi YSS. "Seharusnya sebagai organisasi suporter, YSS sudah menyiapkan sejumlah korlapnya di beberapa titik untuk melakukan pengamanan internal suporter sendiri. Nah, ini yang ingin kami ketahui, apakah ada korlap dari YSS?" urainya. (sup/ano)
'Persebaya Tak Belajar' General - Tue, 05-Sep-2006 09:35:56 WIB Surabaya - Persebaya Surabaya dianggap bersalah atas kerusuhan yang dilakukan Bonek dalam laga kontra Arema Malang. "Bajul Ijo" harusnya bisa belajar dari pengalaman yang sempat menjerumuskan mereka ke divisi dua. Bonek kembali berulah di Gelora 10 November, Senin (4/9/2006) saat Persebaya menjamu Arema di leg kedua babak babak perempatfinal Copa Dji Sam Soe 2006. Tak ayal peristiwa ini mengundang kekecewaan, terlebih Persebaya baru memastikan langkah mereka ke divisi utama. "Kami menyambut baik promosinya Persebaya. Tapi tentu bukan seperti ini yang kemudian menjadi harapan kami dengan kembalinya mereka," terang direktur Badan Liga Indonesia (BLI), Andi Darussalam Tabusalla, ketika dihubungi detiksport, Senin (4/9/2006). Ditanya soal antisipasi keamanan di sekitar stadion, Andi mengaku tak mengetahui secara pasti persiapan yang dilakukan panitia pertandingan. Namun menurut laporan yang diterima, keamanan sudah dipersiapkan dengan baik walau mengaku kalau mereka juga kecolongan dengan kerusuhan yang kemudian menjalar ke luar stadion. Disebut Andi peristiwa tersebut menggambarkan kalau Persebaya tak belajar dari pengalaman pahit mereka saat terdegradasi ke divisi dua musim lalu. Ditambahkannya, apapun hukuman yang dijatuhkan Komdis nyata-nyata tak merubah kelakuan Bonek, maka dari itu Persebaya seharusnya bisa lebih serius mengurusi pendukung fanatiknya itu. "Kami berharap adanya pembelajaran dari Persebaya dan Bonek dengan kasus mereka musim lalu. Tapi dengan semua hukuman yang sudah dijatuhkan PSSI, maka ini adalah masalah internal Persebaya." "Harus ada langkah tegas dan berani yang diambil Persebaya. Kami sudah berusaha memberikan efek jera dengan degradasi dan hukuman lain, tapi terbukti itu tidak membawa hasil," terang Andi. Menanggapi ide Ketua Pengda PSSI Jawa Timur Haruna Sumitra, yang mengusulkan pertandingan dengan potensi konflik tinggi sebaiknya digelar di tempat netral, Andi menanggapinya dengan positif. Namun itu masih membutuhkan koordinasi dengan seluruh klub. "Pengda memang seharusnya lebih tahu apa kebutuhan tiap tim di daerahnya dan hal itu mungkin saja dilakukan tapi berpulang pada kedua klub untuk memutuskannya. Yang jelas itu masih perlu dipikirkan. Tapi dalam waktu dekat BLI akan segera melakukan pendekatan dengan klub secara wilayah dan itu diharapkan bisa mengatasi banyak masalah, termasuk membuka kemungkinan tersebut," tutup Andi.
Menpora: Bonek Masalah Nasional Harus Ada Hukuman Berat untuk Pelaku dan Penanggungjawabnya JAKARTA -Aksi anarkis suporter Persebaya Surabaya usai pertandingan Copa Indonesia 2006 di Stadion Gelora 10 Nopember Senin lalu mengundang reaksi keras dari pemerintah. Menteri Negara Pemuda dan Olahraga (Menpora) Adhyaksa Dault menyebut kebrutalan kelompok pendukung yang dikenal sebagai ”bonek” itu sudah menjadi masalah nasional, sehingga perlu ada tindakan represif. Yang dimaksud adalah upaya jalur hukum, menindak tegas pelaku di lapangan sekaligus penanggungjawab para bonek tersebut. Dalam kerusuhan tersebut, bonek memang bukan hanya melakukan pengrusakan terhadap mobil dan bangunan, tapi juga mencederai sejumlah orang, termasuk di antaranya belasan polisi. ”Saya sudah memerintahkan staf dari bagian hukum untuk mengusut kasus tersebut. Kami sudah berkoordinasi dengan Kapolri hingga Kapolwiltabes Surabaya agar melakukan penyidikan lebih lanjut,” kata Menpora di kantornya, Graha Pemuda dan Olahraga, Senayan, kemarin sore. Menpora menegaskan, harus ada hukuman seberat-beratnya bagi para bonek dan penanggungjawabnya. Bonek nantinya akan diancam dengan hukum pidana (Pasal 170 jo Pasal 55 KUHP) maupun Pasal 51 jo Pasal 89(2) UU Nomor 3/2005 tentang Olahraga. ”Di dalamnya ada hukuman penjara maksimal 5 tahun dengan denda hingga Rp 5 miliar,” kata Menpora. Adhyaksa berharap kerusuhan di Surabaya tersebut menjadi insiden terakhir dalam perhelatan sepak bola nasional. Pihaknya meminta agar PSSI sebagai otoritas tertinggi sepak bola nasional mampu memberi jaminan langsung, yakni dalam kelanjutan Copa Indonesia 2006 yang telah memasuki babak semifinal. ”Bagaimana tidak. Tahun depan Indonesia (Jakarta, Red) akan menjadi tuan rumah Piala Asia. Terus terang, saya khawatir kerusuhan ini akan mempengaruhi status Indonesia,” jelasnya. Apalagi, Menpora mengaku menjamin sendiri kelangsungan Piala Asia kepada Presiden AFC (Konferederasi Sepak Bola Asia) Mohammed bin Hammam. Tak hanya itu, pemerintah sudah mengucurkan dana miliaran rupiah merenovasi dan merevitalisasi Stadion Gelora Bung Karno (GBK) Senayan, Jakarta, sebagai venue pertandingan. Selain Indonesia, tiga negara Asia Tenggara lainnya ditunjuk AFC menjadi tuan rumah. Yaitu Malaysia, Thailand, dan Vietnam.
PSSI sendiri kemarin menyatakan bahwa ulah bonek Senin lalu akan mendapat ganjaran semestinya. Sekretaris Jenderal (Sekjen) PSSI Nugraha Besoes menyatakan, kalau mengacu dari sanksi yang berlaku di hukum internasional, baik dari FIFA maupun AFC, ancaman terberat adalah skorsing bagi bonek sendiri atau Persebaya yang harus menerima risiko berpindah home ground (kandang). “Itu hanya sekadar contoh dari hukuman di luar negeri. Tapi, segala sesuatunya akan dilimpahkan kepada Komisi Disiplin (Komdis, Red) PSSI yang akan bersidang Kamis nanti (besok, Red,” kata Nugraha Besoes. Namun, Nugraha menolak jika PSSI ikut mengurusi kerusuhan yang terjadi di luar area lapangan. Menurutnya, PSSI hanya bertanggung jawab terhadap segala kejadian yang berkaitan dengan pertandingan. “Saat suporter memasuki lapangan kala pertandingan kurang lima menit dan kejadian seterusnya sudah di luar wewenang kami. Hal itu menjadi tanggung jawab pihak keamanan,” jelasnya. Mengenai kerusuhan di luar lapangan itu, Komdis PSSI mengatakan bahwa kejadian itu bukan lagi kewenangan induk sepak bola tanah air. Namun, mereka menambahkan bahwa ada hubungan keterikatan, terkait kerusakan yang dialami mobil dan peralatan dari antv, stasiun yang menayangkan pertandingan Persebaya melawan Arema Malang tersebut. “Dalam hal ini antv adalah media yang merupakan partner utama dalam sebuah pertandingan sepak bola. Sehingga, harus ada tanggung jawab atas apa yang mereka alami,” kata Ketua Komdis PSSI Togar Manahan Nero.
Artikel: Hikmah Tragedi Tambaksari 07 Sep 2006 | print History makes men worldsoccer.about.com
wise.
So
wise
up
on
soccer
!!!
Salah satu fragmen akhirnya tuntas dipentaskan di kompetisi Piala Copa 234. Akhirnya Arema melaju ke babak 4 besar, setelah pada pertandingan Leg 2 di Stadion Gelora 10 November Tambaksari Surabaya berhasil menahan imbang Persebaya dengan skor 0:0. Arema diuntungkan dengan keunggulan agregat gol karena pada saat Leg 1 di Stadion Kanjuruhan Malang berhasil memasukkan sebuah gol sebagai penentu kemenangan atas rival abadinya. Meskipun pada pertandingan Leg 2 peluit panjang tanda berakhirnya pertandingan tidak pernah terdengar sesuai peraturan, pertandingan bisa dianggap usai. Dengan catatan, atmosfer pertandingan yang sangat tidak kondusif bahkan condong ke situasi berbahaya dan waktu yang tersisa kurang dari 10 menit. Berbagai kisah unik pun menyertai pertandingan antar klub se-jatim ini, mulai dari aksi pelemparan terhadap para pemain Arema bahkan wasit, aksi penyerbuan ke dalam lapangan oleh para Bonek, sampai terjadinya amok massa yang cukup hebat baik didalam maupun diluar stadion. Tak terkecuali para punggawa tim Arema harus rela menyantap nasi bungkus dan menunggu di dalam stadion sampai situasi cukup aman untuk keluar, meskipun untuk itu harus nunut mobil aparat kepolisian. Berbagai kerugian harus ditanggung berbagai pihak. Polisi mengklaim belasan anggotanya terluka saat berusaha mengamankan situasi. Mobil-mobil yang diparkir di area Stadion juga menjadi korban pelampiasan amarah Bonek, termasuk mobil aparat kepolisian, mobil telkom bahkan mobil ANTV, seperti yang dinyatakan oleh Produser acara Olahraga di media massa. "Kerugiannya bisa dihitung untuk satu mobil, lalu kamera maupun peralatan siaran yang ada di dalam mobil boks. Kami pun terancam tidak bisa menayangkan langsung pertandingan Deltras Sidoarjo lawan Persipura Jayapura besok (hari ini, Red)," kata Deddy Reva Utama, produser eksekutif acara olahraga Antv. Banyak pula masyarakat yang tidak ada hubungannya dengan pertandingan sore hari itu menjadi korban, mengalami ketakutan saat mendapat imbas amukan Bonek. Seakan tidak cukup sampai disitu efek dari kejadian tersebut menyebar ke segala penjuru. Televisi negara-negara tetangga pun tak urung merilis kejadian yang sulit mereka saksikan di kompetisi lokal mereka. Tentu ini bukan bentuk promosi yang baik, dan citra yang terbentuk di benak penggila bola di dunia akan otomatis mencatatnya sebagai "prestasi" persepakbolaan Indonesia. Sebenarnya justru inilah kerugian terbesar yang harus kita terima secara kolektif. Banyak pihak menghujat dan menyayangkan aksi anarkis yang terjadi, aksi yang tidak sepatutnya dilakukan oleh penggila olah raga yang menjunjung tinggi nilai-nilai fair-play. Belum hilang rasa kecewa Indonesia setelah Timnas gagal menjadi yang terbaik (paling tidak diantara 4 negara Asia Tenggara), tamparan keras mendarat lagi di muka persepakbolaan negeri ini. Seakan masih kurang buruk wajah persepakbolaan kita di mata dunia. Hikmah Nasi sudah menjadi bubur, hujatan dan makian, tidak akan menyelesaikan masalah. Hanya sanksi tegas disertai upaya pembenahan yang harus dilakukan berbagai komponen persepakbolaan negeri ini. Tidaklah cukup hanya menghukum Persebaya dan Bonek, atau mengucilkan mereka dari dunia per-kompetisian. PSSI sendiri harus mengaca diri, sebagai induk sudah banyak dosa-dosa yang PSSI lakukan mempengaruhi gen-gen "anak-anaknya" sendiri. Sebuah peraturan tidak akan bisa ditegakkan kepada klub-klub yang berlaga jika PSSI/BLI sendiri tidak konsekuen menjalankannya. Untuk Arema-Aremania, banyak hikmah yang bisa diambil dari Tragedi Tambaksari tersebut. Hikmah yang semoga bisa menjadikan Arema-Aremania semakin dewasa dan berilmu. Seperti kita saksikan pada tayangan langsung di TV bahwa saat pertandingan sampai menjelang pertandingan usai, tidak terlihat aparat keamanan membentuk pagar betis di depan para penonton yang semakin merangsek ke arah depan. Dengan semakin menumpuknya penonton di depan, secara psikologis massa, semakin memicu pelemparan ke dalam lapangan.
Setelah penonton berhamburan ke dalam lapangan baru petugas kepolisian dari arah kamera memasuki lapangan untuk menghalau penonton keluar lapangan. Bukankah ini sudah terlambat? seandainya sejak awal barisan pengamanan ditempatkan didepan dan menghadap ke penonton, indikasi dan potensi kerusuhan dapat dibaca dan diantisipasi. Jumlah aparat keamanan juga harus dikaji untuk setiap pertandingan. Pertandingan dengan sejarah pertemuan yang keras dan beraroma persaingan ketat memerlukan jumlah dan teknik pengamanan yang berbeda pula. Aremania juga bisa mengambil suatu kesimpulan bahwa faktor terbesar yang bisa melemahkan bahkan meruntuhkan bangunan bernama supporter adalah faktor internal. Hanya ulah, tingkah dan aksi mereka sendiri yang bisa membuat citra positif/negatif dari pengamat di luaran. Terbukti, tingkah supporter Persebaya sendiri yang menjauhkan mereka dengan masyarakat sekitar, bahkan terhadap komunitas supporter di seluruh Indonesia. Mereka sendiri yang seolah mempertegas citra negatif yang mereka sandang beberapa waktu. Rasa kecintaan terhadap klub secara membuta seolah menisbikan berbagai kepentingan lain, bahkan terhadap stadion dan sarana pendukungnya. Dengan berbgai sarana termasuk stadion yang sudah mereka rusak sendiri, dengan antipati masyarakat yang semakin berkembang terhadap eksistensi mereka, dengan bayang-bayang sanksi yang akan mereka terima (lagi), akankah sepak bola menjadi sesuatu yang menarik dan menghibur lagi? Benih anarkisme selalu mengintip tatkala sekelompok massa berkumpul dan menganut fanatisme tertentu, tinggal bagaimana mereka sanggup mengolah emosi. Anarkisme harus ditekan dengan menyalurkan emosi-emosi secara positif semisal menciptakan koreografi baru, yel-yel baru atau kostum-kostum menarik yang baru. Ada celetukan bahwa karena oknum Bonek yang membuat onar rata-rata berusia belasan, di masa mendatang akan diterapkan batasan umur penonton. Semoga hal ini tidak pernah terjadi Bhumi Arema, karena semua orang, semua usia berhak menikmati tontonan berupa pertandingan sepak bola secara langsung. Sepak bola bersifat universal, sehingga nilai-nilai yang terkandung didalamnya juga universal. Sportifitas salah satunya, jika terdapat nilai-nilai yang terkena "kanker" sehingga tidak layak ditonton (mis. adegan adu tinju atau kerusuhan dalam pertandingan) bukan berarti penonton berusia muda dilarang menontonnya, tapi mutu pertandingannya yang wajib ditingkatkan sehingga kaum muda termasuk kaum wanita aman menontonnya. Tentang ide Walikota Surabaya untuk menghentikan kompetisi karena kecarutmarutan didalamnya sampai semua masalah dapat ditemukan jawabnya adalah terlalu prematur. Masih banyak cara lain yang bisa dikaji bersama untuk mengurainya, tanpa harus mengorbankan kompetisi yang hampir usai. Sudah terlalu banyak hal-hal yang telah dikeluarkan untuk proses penyelenggaraannya. Untuk kompetisi-kompetisi berikutnyalah hendaknya disepakati bersama sistem, aturan-aturan beserta reward & punisment nya untuk ditaati dan dilaksanakan secara konsekuen bersama. Terbukti sejarah ternyata berulang, kerusuhan dalam persepakbolaan negara kita pun mengalaminya. Jika manusia dapat lebih bijaksana dan dewasa karena belajar dari sejarah, sepakbola pun seharusnya bisa.