Story 2

  • Uploaded by: Omega Itu Selo
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Story 2 as PDF for free.

More details

  • Words: 11,749
  • Pages: 54
“Cinta yang terbatas meminta kepemilikan atas kekasih, namun cinta yang tak terbatas hanya meminta dirinya sendiri. Cinta yang datang diantara kenaifan dan bangunnya masa muda memuaskan dirinya sendiri dengan kepemilikan, dan tumbuh dengan pelukan. Namun Cinta yang lahir dari pangkuan cakrawala dan telah turun dengan rahasia malam tidak akan senang dengan segala hal kecuali Keabadian; ia tidak berdiri di depan segalanya kecuali ketuhanan”

1

Kebebasanku telah dikembalikan; akankah Kau menerimaku sebagai teman, yang melihat Matahari Dengan mata berkilau dan mengenggam Api dengan jari tak gemetar? Aku telah melepaskkan sayapku dan aku siap naik; Akankah kau menemani pemuda yang menghabiskan harinya menjelajah gunung seperti elang kesepian, dan Menghabiskan malam mengembara di gurun pasir seperti singa letih? Akankah kau menyenangkan dirimu dengan Kasih sayang seseorang yang melihat cinta hanya sebagai penghibur, dan mundur Untuk menerimanya sebagai majikannya ? Akankah kau menerima hati yang mencintai Namun tidak pernah menghasilkan? Dan membakar, namun tidak pernah mencair? Akankah kau menjadi mudah, Dengan jiwa yang bergetar di hadapan prahara, namun tidak pernah menyerah padanya? Akankah kau menerima seseorang sebagai teman yang tidak memperbudak, atau tidak akan menjadi seseorang? Akankah kau memilikiku tetapi tidak memilikiku, dengan mengambil tubuhku dan tidak hatiku? Di sini tanganku – genggamlah dengan tangan indahmu; 2

Dan di sini Tubuhku – peluklah dengan lengan penuh cintaku; Dan di sini Bibirku – berikan padanya ciuman yang dalam dan memusingkan.

Dalam hening malam, aku sendiri melihat bintangbintang bertaburan di langit gelap dengan sinar rembulan malam. Semilir angin malam yang dingin dan lembab menambah sunyi malam ini. Entah mengapa hati begitu kalud, serasa sesak dadaku, serasa penuh tiada ruang lagi, udara terasa pengap dan menyiksaku, terasa sangat menyakitkan untuk kepalaku. Malam semakin larut hatiku pun semakin kalud, aku jadi gelisah, mataku tak mau terpejam, di atas ranjang beberapa kali membolak-balik posisi tubuhku. Kenapa?? Mengapa aku segelisah ini?! Kenapa malam ini begitu lama dan terasa menyesakkan. Aku merasa diriku sendirian saat ini, tanpa seseorang di sampingku. Aku rindu… aku rindu pada seseorang. Aku teramat rindu padanya. Tapi dia tak mampu aku gapai, kami terlalu jauh. Aku merindukannya. Aku merindukan senyumnya, suaranya, pandangan matanya, semuanya tentang dia. Oh, God…… salah kah aku seperti ini??? Ku dekap bonekaku erat-erat, ku peluk erat dan ku cium hidung merahnya, tanpa terasa air mataku mengalir dengan kekacauan hatiku dengan kekaludan jiwaku serta dengan segenap rasa rinduku padanya. Hanya “si kecil” tempatku mengadu, meluapkan segala perasaanku, boneka Panda bertopi merah yang membawa hatiku. Dan waktu pun terus berlalu dan aku pun terlelap dalam rinduku. Kala waktu terus berjalan maju, berlalu……. 3

dan melewati semuanya ……. Terkadang kita berharap ia akan mundur selangkah. Hanya karena secuil harapan dan penyesalan. Tapi sayangnya ia tak bisa melangkah mundur…….. Dan tak akan dapat ku ulang semuanya. Matahari pun akhirnya bersinar, menunjukkan kehangatan pagi bagi mereka yang terlelap dalam keheningan dan dinginnya malam. Dan burung-burung pun berkicau riang bernyanyi merdu menyambut sang pagi dan memberi semangat bagi mereka yang enggan terbangun tuk lewati hari ini. Kicaunnya seakan memberitahu kita betapa indahnya hari ini dan mengatakan kepada kita betapa menyenangkan hari ini. Dengan harapan burung pagi, aku pun beranjak dari ranjangku, menata hati ku untuk hari ini. SmaNgaT!! SmANgat!! Bip…… bip…… “ met pagi …… Kristine q sayang …” _Best Friend_ Sapa dari seorang sahabat di seberang sana. Sahabat yang paling mengerti aku, dia yang selalu menemaniku di setiap suka duka yang kini menaruh hatinya padaku …… ungkapkan cintanya padaku …… memberikan setumpuk kasih sayangnya padaku …… dia begitu menyayangiku, bahkan teramat sayang padaku. kenapa aku begini ??? aku tak mampu menolak perasaannya. Aku tak mampu mengecewakannya, aku tak mampu untuk mengatakan “tidak” padanya…… karena perasaannya yang begitu tulus dan besar padaku…… sesak. Sesak sekali dadaku, aku terima cintanya, aku bahkan membalasnya… aku butuh dia, aku butuhkan perasaannya, aku ingin dia bersamaku karena hanya dia yang mampu mengerti aku…… tapi…… sakit untukku karena ternyata aku sedang belajar mencintainya. 4

Tiap kata sayang yang aku lontarkan adalah ungkapan hatiku untuk seseorang. Semua perasaanku ku luapkan padanya…… perasaan yang sangat menyakitkan dalam hatiku yang aku rasakan begitu menyiksa saat ini. Sebuah kenyataan, meski sebenarnya dia tahu tapi tetap berusaha untuk mempercayai ku. Oh, God …… begitu kejamnya anakMu ini…… mempermainkan perasaan setulus itu. Aku tak mampu untuk melangkah, aku tak punya keberanian untuk meraih cintaku… aku tak punya kebranian itu, untuk seseorang yang berada dalam hatiku. Bahkan sering kali dan berulang kali aku membuatnya jatuh dan jatuh lagi oleh kebimbanganku … … oleh ketidak pastianku …… dan oleh keraguan serta oleh keyakinanku. Entahlah…… apa yang musti aku lakukan. Dan saat ini aku begitu merindukannya. Aku ingin bertemu dengannya, aku ingin ungkapkan semua perasaanku padanya. Perasaan yang aku tutupi …… perasaan yang aku sembunyikan …… perasaan yang terus aku ingkari dan perasaan yang aku sesali. Apa yang harus aku lakukan ??? haruskah aku tetap terus seperti ini ?!?!! Aku tidak mampu lagi melangkahkan kaki menurut kehendakku bahkan aku pun tak tahu apa yang ingin aku lakukan. Aku sakit …… aku tersakiti oleh keputusanku sendiri. Aku bingung …… bingung …… dan akan selalu bingung …… . ************************** Inilah secuil ceritaku, kisah cintaku yang membingungkan bagiku, yang meragukan dan menyiksaku selama ini bahkan sebenarnya lebih rumit lagi. Namaku Kristine Putri, lahir dalam keluarga sederhana yang menjunjung tinggi pendidikan. Aku cukup pendiam diantara teman-temanku tetapi juga cukup jail dan periang di antara orang-orang 5

sekitarku. Tak pernah seorang pun yang pernah melihatku menangis karena aku selalu saja membuat ulah yang aneh dan gila, tapi tak begitu sebenarnya. Aku sangat rapuh dan sensitive. Saat mereka terlelap dalam tidur dan mimpi mereka aku justru terlena dalam kesedihan hatiku, dalam cucuran air mata yang ku tahan. Hidup terasa indah dan penuh bunga dikala seorang kakak yang aku tunggu-tunggu karena aku di lahirkan sebagai anak tunggal, selalu menemaniku dan membuatku tertawa, sayangnya kami terjebak oleh perasaan kami. Kami menjadi semakin dekat dan akhirnya kami saling menaruh hati. Persaudaraan kami berubah menjadi kedekatan yang tak seperti saudara lagi. Sebenarnya aku tak pernah tahu seperti apa perasaanku bila saja dia tak berhubungan dengan gadis lain. Seseorang yang kerap ku panggil kakak ini lebih dulu menyadari perasaannya sekaligus menyadari bahwa kami masih saudara dan tak akan pernah dapat memungkirinya. Harusnya aku senang melihat kakak ku sudah memiliki kekasih tapi tidak begitu kenyataannya. Aku marah, aku jengkel, aku cemburu dan semuanya berubah bagiku. Berubah…… dan sangat berubah. Hari ini kami, aku, kakak, ayah dan ibu akan pergi merayakan tahun baru bersama di rumah salah seorang kerabat jauh. Saat-saat itu tak akan mungkin aku lupakan. Saat kami berdua, namun juga menjadi saat-saat kelam untuk ku. Selama perjalanan kakak menarik kedua tanganku dan melingkarkannya ke perutnya. “Nah, kalo beginikan enak……” ucapnya padaku sambil tersenyum setelah melingkarkan tanganku ke perutnya. “Pegangan yang erat lho?!!” “Enggak ah, enak kakak dong” sahutku dan menarik tanganku. Tapi dasar kakak jahil, mendadak dia gas motornya dengan keras membuatku kaget dan tersentak kedepan dan refleks aku langsung berpegangan erat dan melingkarkan 6

tanganku ke perutnya. Kakak yang merasa usahanya berhasil, tersenyum puas melihatku begitu kaget dan ketakutan. Benar-benar hari yang panjang, kami bercanda tertawa selama perjalanan. Akhirnya sampailah di rumah Tante Ana. “Iiiih…… dingin banget……” sambil menyilangkan kedua tanganku kedada. “tapi sejuk yaa…… . Tante di sini tempat rekreasinya dimana aja?” tanyaku. “Hmm, ga banyak sech, tapi ada pantai baguss…… banget. Kamu mau kesana?” “Wah,mau banget. Aku pengen kesana” jawabku semangat. “Tapi tempatnya lumayan jauh. Bisa satu jam perjalanan” jawab tanteku. “Yaa…… tante, kalo gitu ya jangan di tawari dong. Jadi sebelkan?!!” sesalku dengan wajah di tekuk-tekuk dan bermusam ria. “Mau, kesana ta? Aku bisa anter kok” tawar kakak padaku sambil tersenyum padaku. Tak tega melihatku yang begitu kecewa. “Mau……mau…… kapan? Beneran yaa……” sahutku semangat. “Iya, besok aja pagi-pagi. Tapi ijin ayah dulu ya?!” jawab kakak. Tanpa panjang lebar dan menghabiskan waktu aku langsung berlari menghampiri ayah di ruang tengah. “Yah, aku mau ke pantai ma kakak besok. Boleh yaa……??” pintaku manja. Ayah menjawab dengan anggukan kepala dan senyum padaku. Wah, betapa senang hatiku, aku melompat kegirangan dan berteriak-teriak, sampai-sampai kakiku membentur meja. Spontan aku kesakitan dan semua yang melihat Cuma bisa tertawa dan sedikit menyalahkanku. Betapa senang hatiku. Senang sekali …… bisa menghabiskan waktu berdua bersama kakak. Melakukan banyak hal. Bermain air, naik perahu, berenang 7

hingga basah kuyup berdua di tambah lagi dalam perjalanan pulang hujan turun deras dan kami gak bawa jas hujan. Dingin…… dingin banget. Sampai-sampai tangan ku berkerut-kerut kedinginan. Kakak beberapa kali memegang tanganku yang melingkar di perutnya, menggenggam tanganku. Entah perasaan apa ini …… aku belum juga sadar. Malam itu bintang bertaburan indah…… banget. Langit malam jadi begitu berwarna. Aku duduk-duduk di teras halaman rumah tante Ana, sambil memandangi langit, menikmati dinginnya malam itu dan sejuknya udara malam yang tak aku temukan di kota. Dengan sweter berwarna biru aku duduk di kursi berbentuk bulat seperti telur tetapi tengahnya berongga terbuat dari rotan dan berbantal busa empuk. Sesaat aku pejamkan mataku, ku hirup dalam-dalam udara malam itu hingga memenuhi paru-paruku dan perlahan ku keluarkan melalui mulutku. Benar-benar menyenangkan, dan menenangkan. Perasaanku benar-benar damai dan tentram. Suasana pedesaan yang sunyi terdengar pula nyanyian alam yang tak pernah aku temukan di kota, Hehehe…… nyanyian kodok desa yang menjadi bintang malam. Tak terkatakan perasaanku…… begitu tentram. Tak lama kemudian langit malam berhias petasan warna yang indah tanda tahun baru telah datang dan tahun-tahun yang lalu telah menjadi kenangan. Karena terlalu asyik tak terasa aku pun terlena dan tertidur lelap. Tiba-tiba kurasakan sepasang tangan mengangkatku dan entah meletakan tubuhku di mana tapi pastinya di sebuah ranjang yang hangat dan empuk, mungkin saja itu di kamar. Hangat sekali tangan itu…… aku pun merasakan tangan itu membelai rambutku, menyentuh pipiku dan bibirku…… dan sebuah sentuhan hangat terasa menempel pada keningku dan mungkin itu sebuah kecupan di kening dan …… sebuah kecupan lagi di bibirku. Entah seperti tersihir oleh nyanyian malam atau ketentraman hati, aku tetap saja tertidur dan tak mampu 8

membuka mataku. Mungkin ini seperti mimpi, di kala bibir itu terus menciumi bibirku, terasa basah …… tapi begitu hangat, entah mengapa terasa menggelikan di kala lidah pun ikut bermain-main di dalam mulutku…… aneh. Dan terasa pula tangan-tangan hangat itu membelai lagi bibirku yang basah dan pipiku sambil berkata perlahan tapi jelas terdengar di telingaku. “aku sayang kamu” suara itu terdengar lirih di telingaku. Dan ia kembali mencium dan kini salah satu tangannya meremas sesuatu …… sebuah benda lunak yang ada di dadaku. Merasakan itu tanpa sadar aku merintih dan kemudian perlahan membuka mataku tapi …… Sontak aku terperajat …… entah aku tak tahu apa ini…… aku pun gak mengerti ada apa ini…… kepalaku terasa sakit…… jantungku pun terasa terhenti. Aku melihat sesosok pria di depanku, dia kakak ku. Orang yang aku sayang. Apa ini ????? Oh, God…… semoga ini hanya mimpi…… aku mohon Tuhan …… aku mohon jadikan ini sebuah mimpi. Aku tampar pipiku untuk memastikan apa aku sedang bermimpi atau ini kenyataan. Hatiku terasa perih… pedih sekali. Seorang kakak yang aku sayangi meski kami tak sedarah tetapi kami masih punya hubungan sodara dari orang tua kami sekarang berada di hadapanku. Dia anak angkat dari sodara jauh ayah yang orang tuanya sudah lama meninggal sejak kakak duduk di bangku SMP. Aku menatapnya dengan bertanya-tanya, aku terus menatapnya berharap ada sebuah penjelasan dari mulutnya, tapi …… dia hanya tersenyum dan pergi. Sedang aku masih terus menatapnya, hingga tatapan mataku menjadi kosong. “Kris, bangun……” terdengar ibu membangunkanku. “Ayo, bangun. Kita pulang ke Surabaya sekarang. Cepet beresin kamar ma bajumu ya” pinta ibu padaku dan kemudian meninggalkanku yang masih berbaring. Ku buka mataku dan aku tatap langit-langit kamarku sambil terus 9

berfikir dan mengingat kejadian semalam. Entahlah…… mimpi. Ini hanya mimpi tapi sayangnya mimpi itu terlalu nyata. Aku beranjak dari tempat tidurku. “Pagi, Kris……” sapa tante Ana padaku. “Pagi……” balasku sambil tersenyum. “Gimana semalam, kata kakakmu kamu ketiduran di teras sangking asyiknya menikmati suasana pedesaan yaa?” Tanya tante padaku. Rona wajahku pun berubah, ingat akan kejadian semalam. Sesaat aku memalingkan wajahku pada kakak, dengan tatapan bertanya-tanya dan ia hanya membalas dengan sehelai senyum manis. “Iya, tante…… asyik banget. Di desa enak ya. Tenang……” sahutku semangat dan meyakinkan pada tante, dan menutupi perasaanku yang kacau. Hatiku masih gelisah dan kacau. Tapi aku tetap berusaha sewajarnya di depan mereka, dan berusaha mengatakan pada diriku sendiri “Gak ada apa-apa semalam!” ya. Kini akhirnya aku bisa mencintai seseorang setelah sekian lama dan dapat melupakan perasaanku pada kakak. May Bee!! Mungkin!! Setelah kejadian itu tak lama kemudian aku menerima sebuah undangan pernikahan kakak. Kakak dan calon istrinya sendiri yang mengantarkannya, kami senang sekali. Betapa tak henti-hentinya aku menggoda kakak dan calonnya. Bertanya aneh-aneh. “Kak, bulan madunya kemana?? Trus nanti mau punya anak berapa lusin?” tanyaku membabi buta sambil cengingisan. Calonnya itu hanya tersenyum tersipu-sipu oleh ulah ku. “kenapa? Kakak mau ke Bali. Mau ke tanah lot, ke Kute, ke…” jawabnya sambil melirik ku dengan nada menggoda karena ia tahu aku suka sekali jalan-jalan dan ingin sekali pergi ke Bali. Mendengar jawaban itu rona wajahku berubah. Bibirku bertambah beberapa senti dan dengan riang aku berteriak… 10

“Aaaaaa…… aku ikut. Bu, aku ikut kakak bulan madu ya??” pintaku manja. “Huss…… orang bulan madu kok di ikutin” jawab ibu. Sontak semua tertawa melihat ulahku itu, suasana rumah saat itu benar-benar ramai dan riang. Semuanya tertawa terbahak-bahak. Pipiku memerah karena malu, sambil memancungkan bibirku beberapa senti kedepan. Setelah makan malam, aku memisahkan diri ke beranda. Aku duduk-duduk sambil melihat tanaman-tanaman ayah. Wajahku pun berubah muram, aku sedih …… aku tak bisa membohongi diriku sendiri. Aku tak benar-benar bahagia. Aku merasa kehilangan. Kehilangan orang yang selama ini menemaniku dan dekat padaku. Aku terlalu larut dalam perasaanku sampai-sampai tak ku sadari kakak sudah berada di belakangku. “Hayo…… ngelamun aja” teriaknya mengagetiku. Dan tak bisa di elakkan lagi aku memang benar-benar terkejut dan sesegera mungkin menghapus air mataku. “Ngelamunin apa sich? Aku tahu kamu sedihkan kehilangan cowok seganteng aku?” sindirnya padaku, sambil tersenyum. “enggak, enak aja. Aku tambah seneng kok ga’ di gangguin kakak yang jail. Weeeekk…… sapa lagi yang bilang ganteng” sahutku dengan nada ketus dan kemudian membalas dengan senyum mencibir. Tiba-tiba tangan kakak menarikku dan memelukku. Entah, aku hanya mampu diam. Aku terbawa perasaanku, aku membiarkan kakak memelukku…… memelukku dengan erat dan mencium keningku sampai-sampai kami pun terkejut saat terdengar suara ibu memanggil dari bawah. Lama untukku melupakan kakak, perlu proses yang lama dan panjang serta menyakitkan. Hari-hariku terasa sangat kosong, aku lebih sering menangis dan melamun. Aku sedih kehilangan sekaligus aku sedih mengapa aku punya 11

perasaan seperti ini. Saat pernikahan kakak, dia memintaku untuk mendampinginya dan menginap di rumah istrinya sampai perayaannya selesai. Aku pun mengiyakannya, aku tidur di kamar yang letaknya di depan kamar pengantin. Karena terlalu lelah aku pun tertidur pulas. Malam itu juga sangat berat bagiku karena aku melihat kakak ku menjadi milik orang lain. Dalam lelapku, kembali aku merasakan sentuhan itu. Sentuhan hangat dari seseorang yang membelaiku lembut. Ingin sekali aku membuka mataku tapi …… aku tak mampu. “Kakak ……” tanpa sadar bibirku pun berucap, dengan mata terus terpejam. “Iya, dek” sahutnya lembut. Dengan tetap membelaiku dan kemudian menciumku. Malam itu benarbenar sangat panjang. Kenapa ini??? Kenapa? Kenapa kakak harus berada disini malam ini bukan di kamarnya bersama istrinya yang baru di nikahinya. Aku merasakan begitu hangat perasaannya, aku tahu sekarang kalo kata-kata kakak padaku dulu bukan hanya gurauan saja tapi… Dia menyukaiku, seringkali dia utarakan tapi tak pernah ku hiraukan. Tapi ternyata …… pernah dulu aku bertanya padanya, apakah ia mencintai kekasihnya itu tapi jawabnya …… “Enggak” “Lho, trus kok jadian sich?” “Ya, mumpung ada yang mau kenapa di tolak. Lagian kamu sich ga’ mau tak jadikan pacarku, ya aku terima dia deh” sambil bercanda. Itu jawabnya padaku. Oh, God apa ini?? Apa ini?? Aku gak mengerti …… kenapa ini harus terjadi padaku?! Kenapa?! Aku gak akan mampu …… aku gak sanggup. Oh, God …… jangan lakukan ini padaku. God…… apa ini?! Hati dan pikiranku beradu. Apa yang harus aku lakukan ??? suasana dingin yang menusuk tulang semakin dingin aku rasakan, mungkin karena beradu dengan 12

hati dan pikiran-pikiranku dengan kebingunganku …… kakak apa yang kakak lakukan padaku??? Malam itu kakak seperti menumpahkan semua perasaannya, seperti seseorang yang akan pergi jauh ... tak terasa air mata pun jatuh dari mataku, kekacauan pikiranku tak mampu lagi terbendung. Melihat itu, dia menghapus air mataku yang mengalir dan berkata …… “Maaf” dengan nada penuh sesal dan lirih. Ku beranikan diriku untuk membuka mataku. Benar mataku terbuka tapi tubuhku terasa lumpuh, terlalu berat rasanya menggerakan tubuhku. “Kak, kenapa?” tanyaku dengan nada tertahan, menahan perasaanku yang rasanya ingin meluap keluar. Kakak hanya menggelengkan kepalanya dan kemudian memelukku, dia memeluk erat tubuhku yang terbaring lemas. Air mataku mengalir deras, aku menggigit bibirku sendiri untuk menahan isakan tangis. “Aku sayang kamu, dek” berbisik padaku. Aku seperti tersihir oleh kata-kata itu. Kali ini aku mendengarnya dengan jelas. Oh, Tuhan kenapa??? Aku tak henti-hentinya bertanya kenapa pada penciptaku…… tetap saja pikiranku berputar-putar, berpikir dengan keras, berusaha menerima apa yang terjadi hari ini. Kakak mengangkat tubuhnya, menatapku dalam-dalam. Tatapan mata sayu yang terasa hampa, terasa begitu menyesakan jiwa, terpancar betapa tersiksanya dia dengan perasaan ini. Apa ini cinta ?? Kenapa begitu menyakitkan akhirnya. Kakaklah orang yang memberitahuku arti cinta, seperti apa cinta itu. Menyenangkan dan menyakitkan, manis dan sangat pahit. Kami terbenam oleh perasaan kami sendiri, betapa tidak usiaku saat itu masih belasan tahun dengan kakak ku sendiri meski kami bukan sedarah. Malam pun menjadi sangat mencekam, aku terus menangis tak kuasa melihat pandangan mata kakak yang begitu tajam menatapku. Perlahan kakak 13

mendekatkan wajahnya padaku hingga sangat dekat, ku beranikan diri memegang pipi kakakku dan dia pun menciumku lembut. Berusaha ku tahan tapi ketika ku sentuh dadanya terasa detak jantungnya berdetak sangat cepat dan ku rasa jantungku pun demikian. Sekarang dengan nyata dapat ku rasakan kakak menciumku lagi dengan begitu mesrah, hangat dan lembut, baru pertama kali ini aku rasakan. Entah apa yang harus aku lakukan…… entah. Tak kuasa lagi aku pun terhanyut dalam suasana itu. Merasakan betapa lembut belaian kakak, berciuman dengan kakakku sendiri. Gila …… iya!!! mungkin aku sudah gila!! Iya, aku gila. Perasaanku yang membuatku gila. Cinta yang membuatku gila. Maafkan aku!! Aku tak tahu lagi harus bagaimana, aku tahu ini salah, aku tahu …… tapi, aku tak kuasa. Apalah aku ini yang hanya seorang anak-anak?! Mungkin ini hanya permainan saja ……… dan MIMPI!! Aaaaaaaaaaaaaaaa………… “Kris, bangun ……” tersentak aku pun bangun, terkejut dengan suara itu, aku segera melempar pandanganku ke sekeliling kamar dan tak kudapati apa yang kucari. Lega…… kakak sudah kembali ke kamarnya, entah kapan mungkin saat aku tertidur lelap. Kudapati pakaian ku tertutup rapat dan aku terselimuti dengan benar. Entah aku harus bagaimana mengingat kejadian semalam. Aku pun tak tahu harus seperti apa nanti bila bertemu kakak. Fuuh…… aku menghela nafas. Ku putuskan untuk turun dari ranjangku dan menuju kamar mandi, saat aku hendak ke kamar mandi terdengar suara ribut-ribut di luar, di halaman depan, tanpa pikir panjang aku pun melangkahkan kaki menuju pintu. “Kak……” teriaku memanggil. “Eh, Kris udah bangun. Sini cepet, kakak mau pergi bulan madu tuh” sapa tante Susi ibu dari istri kakak. Aku pun berlari kecil menghampiri mereka.

14

“Kok……” tanyaku terputus, melihat begitu banyak barang yang di bawa kakak, seperti orang yang mau pergi dalam waktu yang lama. Kakak tersenyum padaku dengan tatapan sayunya. “Kakak mau pergi bulan madu ke Bali, trus sekalian pindahan. Kakak akan menetap di Bali, dia di pindah tugaskan ke sana” tante Susi menjelaskannya padaku. Mendengar itu, tubuhku terasa lemas. Aku tertunduk lesu. Kakak menghampiriku dan mengelus kepalaku. “Mau oleh-oleh apa?” tanyanya padaku dengan lembut. Dengan tertahan ku tarik nafasku dalam-dalam, ku coba menata hatiku dan aku tak mau mereka tahu. “Ya, aku mau oleh-oleh paling bagus dan mahal ya kak. Aku mau HP baru yang canggih, baju ma aksesoris luculucu” jawabku dengan penuh semangat sambil menekan perasaanku. “Wih, banyak banget sich. Satu aja dong?!” balas kakak dengan wajah pura-pura terkejut dan sedikit memohon. “Ya, uda. Aku mau adek yang lucu yaa…… kayak boneka. Imut” jawabku sepenuh hati dan tawa pun meledak di sekitarku. Dan kami melepas kepergian kakak tercintaku. Melihatnya pergi menjauh hatiku sudah tak tahan lagi, aku melangkah masuk. Kuraih handukku dan masuk ke kamar mandi. Di sana aku menangis sejadi-jadinya…… aku menangis memuaskan perasanku…… aku tak berdaya. Kakak ku pergi dengan salam perpisahan yang begitu mengejutkan ku. Saat ku buka bajuku, betapa tidak aku merasa hatiku teriris-iris aku sedih tersayat-sayat…… rasanya hatiku hancur lebur. Aku semakin tak berdaya …… tubuhku lemas dan aku terduduk di dinding kamar mandi. Kupandangi sebuah bekas kemerah-merahan di dadaku…. Itu kenang-kenangan dari kakak sebelum ia pergi. Yaa…… Tuhan. Tolong aku ??? kakak pergi meninggalkan banyak 15

sekali…… banyak sekali untukku. Mampukah aku ?? mampukah aku melupakan kakak. Menghilangkan perasaan ini. Kak …… ************************** “Kristine Putri……” “Ya……” “Aku suka ma kamu” kata cowok bertubuh atlentis itu padaku. “Hah!!” “Apa??” tanyaku lagi dengan heran tak percaya. “Mau, kamu jadi pacarku?” tawar cowok itu padaku. “Maaf. Aku ga bisa jadi cewekmu” jawabku sambil melepas senyum dan berlalu pergi. Kini aku sudah duduk di bangku SMA, entah sudah berapa tahun setelah kejadian itu. Rasanya sudah 2 tahun dan aku tetap sama, aku tak bisa menghilangkan perasaanku ini. Aku masih mencintai kakakku, aku sangat merindukan kakak. Aku hanya dengar kabarnya lewat telepon dan surat yang ia kirim. Malah beritanya ia sudah punya seorang putri yang cantik dan lucu. Entah harus senang atau sedih. Aku tak tahu. “Kris, kenapa Rio nyari kamu?” Tanya sovi padaku membuyarkan lamunanku. “Dia bilang suka ma aku” jawabku singkat sambil terus melangkahkan kakiku ke ruang kelas. “Hah?! Trus??” “Trus??! TRus apa?!” tanyaku heran. “Lho, ya trus kamu trima ato enggak?” sambil memasang tampang aneh. “Enggak” jawabku singkat. “Kamu, itu kenapa sich? Rio secakep itu di tolak. Sebelumnya ada Andi, Bayu, Anto, trus sapa lagi yaa??!! Ah, 16

tau deh. Kamu ga normal ya?!” Tanya sovi heran sambil menyusul duduk di bangku sebelahku yang kosong. “Apa sich? Kalo mang ga’ minat ya ga’” “Huh, sampai kapan sich kamu jomblo terus?” sambil menyilangkan tangannya ke dada dan melotot padaku. Dan pasti Sovi sangat kecewa ketika aku hanya mengangkat bahuku dan melemparkan senyum padanya. Entahlah sampai kapan?! Mungkinkah gak ada yang bisa menggantikan posisi kakak di hatiku… tak terasa waktu pun berlalu dengan cepat dan akhirnya bel pulang pun berbunyi. “Kris. Tunggu” pinta temanku. “Ada apa?” tanyaku. “Pulang bareng yuk. Kamu naek angkotkan?! Tanya Rere padaku. “Iya. Ayo” aku dan Rere menunggu angkutan kota di depan sekolah. Setelah beberapa menit menunggu akhirnya bang Angkot datang juga menjemput. Aku hanya diam dan sesekali bercanda dengan Rere. “Kris, kamu kok gitu sich?” Tanya Rere heran. “Apanya yang gitu, Re?” tanyaku pun heran membalas pertanyaan Rere. “Kok, ga bersemangat sekali. Sepertinya kamu ga’ punya motivasi sama sekali. Sekolah, duduk diam trus pulang kayak rutinitas aja” terang Rere. “Hehehe…… mang kayak gitu?” tanyaku heran yang sama sekali tak menyadari apa-apa. Tak lama Rere pamit padaku karena ia sudah sampai di depan rumahnya. Aku pun terus memikirkan kata-kata Rere padaku. Ya, mungkin benar aku tak punya semangat lagi. Semangatku hilang di bawa terbang oleh kakak …… semua motivasiku semuanya juga ikut tenggelam bersama perasaanku. Sesampainya di rumah aku lemparkan tubuhku ke ranjang kamarku. Penat kepalaku, terasa penuh sesak. Entahlah apa saja yang aku pikirkan. Ku palingkan kepalaku ke meja samping tempat 17

tidurku, disana terletak sebuah bingkai foto manis berwarna coklat berukir indah dan di dalamnya terpajang sebuah foto manis kakak dan aku. Tak terasa air mataku pun mengalir. “sampai kapan aku terus begini?? Sampai Kapan??” tanyaku pada diriku sendiri. Setelah lama bermalas-malasan ku raih HPku karena teringat tadi ada sebuah sms yang belum aku balas. Hey, met siang. Sory rulez,key aq tgg di rmh y. Km da tw almtq kan. On Time. Thank. _Kristine_ Yap, dengan sigap aku beranjak dari tempat tidurku dan meraih handuk untuk segera mandi karena setelah ini aku akan di jemput oleh Andra teman chat ku. Dia baru saja aku kenal saat izeng-izeng aku on airkan no Hp ku di sebuah stasiun radio, al hasil ya…… beginilah adanya banyak cowcow nyasar (Bukan Sapi lho!!) setelah ku rasa cukup persiapan yang ada dengan jaket jeans dan celana jeans pula, yaa… aku pikir cukuplah, aku menunggunya di ruang tengah. Suasana rumah sepi sekali hanya ada aku di sana, ibu dan ayah kerja. oya, aku harus pamit ke ibu. Ku angkat teleponku dan menekan no HP ibu, tak lama setelah itu suara ibu pun terdengar menyahut di seberang sana. “Bu, Kristine pergi maen dulu ya?” ijinku padanya. “Kemana? Ma siapa? Pulang jam berapa?” jawab ibu. “Ke mol ma anak2 trus pulangnya gak malem kok sore uda pulang. Boleh ya?” pintaku lagi dengan nada manja dan memelas. “Ya, uda ati-ati ya” Sukses. Aku sudah pamitan sekarang tinggal tunggu si Andra yang belum juga nongol, mungkin dia ke susahan mencari rumahku. Padahal beberapa hari lalu dia uda pernah mengantarku pulang setelah ketemu di sekolah tak lama 18

sebuah sepeda Yamaha berwarna biru berhenti di depan pagar rumah, orang itu melambaikan tangannya padaku dan aku segera mengunci rumah dan menghampiri cowok itu. “Hey, sory lama coz tadi aku harus ambil helm di rumah” terangnya padaku. “Lho, mang kamu dari mana?” tanyaku heran. “Aku dari studio, biasa di tempat anak2” jawabnya. “Ok” Aku pun naik ke motornya setelah di rasa cukup berbasa basi. Motor Yamaha itu pun melesat ke jalanan, dengan perlahan namun pasti. Aku nikmati udara hari ini yang cerah dan indah sekali, angin berhembus segar meski sedikit panas. Yamaha bebek biru itu pun berhenti di sebuah parkiran mol besar yang ada di Surabaya tentunya. Setelah selesai memarkirkan kami pun berjalan dan memasuki area perbelanjaan yang tidak pernah sepi pengunjung ini, kami bicara panjang lebar, becanda sambil berjalan-jalan hingga kami berhenti di lorong jalan mol itu untuk istirahat sejenak. “Hey, ternyata kamu asyik juga ya?!” pujinya “Masak sich?” tanyaku izeng aja. “Iya, biasanya aku jalan ma cew yang baru aku kenal bosenin. Diem aja gak banyak bicara” terangnya. “Gimana gak bosen and bisa rame, kalo kamu sendiri diem aja. Kamu pendiem ya?” tanyaku sambil memandangnya. Dia hanya tersenyum dan melempar pandangannya ketempat lain. Dan tak berapa lama di keluar kannya Hp dari kantong celananya dan entah menulis apa. Bip…… bip… Kristine aq suka km. km mw jd cewQ? _Andra_ Ternyata dia mengirim sms padaku. Aneh…… ada aja ulahnya. Sambil tersenyum manis padaku. “gimana?” tanyanya. 19

“Apa sich? Kamu tu aneh-aneh aja deh. Kita lho baru kenal” tanyaku heran tak mau ambil pusing takutnya di kira besar kepala. “Ya, aku rasa cocok ma kamu. Setelah ngobrolngobrol ma kamu seharian ini. Ya kalo kamu ga bersedia. Ok, no problem?!” terangnya. Hmm, gimana ya ...... aku bahkan tak punya pikiran sampai kesitu. Aku bahkan tak berniat, selama ini aku mengeraskan diri. Dengan penampilanku yang seadanya dan tak pernah berusaha untuk tampil special di depan siapa pun, mana mungkin bisa di taksir cow berbadan maco ini. Apa lagi dia anak kuliahan, biasanya cow kuliahan selalu melihat penampilan sedangkan aku, apa yang di lihat. Tapi ...... aku pikir-pikir gak ada salahnya. Bener kata Sovi, apa yang aku tunggu toh ini Cuma becanda. Aku tak mungkin jatuh cinta kecuali dengan kakak. Bip ...... Bip ..... Yup. Aq mau. _Kristine_ Sambil tersenyum padanya. Dia pun tersenyum membalas jawabanku yang tak terduga itu. Kami berjalan pulang dengan tidak lagi sendiri-sendiri tapi bergandeng tangan bahkan sesekali ia merakul pinggangku. Sedikit risih sich karena tak terbiasa dan baru kali ini tapi aku biarkan saja. Akhirnya aku mau buka hatiku buat orang lain. Coba ..... aku akan mencoba melupakan kakak dalam benakku menghapuskan perasaan bersalahku dan kekacauan hatiku. ******************* Malam kembali datang, tak hentinya Andra mengirimkan sms-sms romantisnya dan mengatakan “I Miss U” tapi tak satu kata “I Miss U too” terlontar dariku. Andra menelpon ke rumah dan kembali mengatakan perasaannya, 20

betapa dia senang sekali aku bisa menjadi cewnya. Menyampaikan harapan-harapannya, aku tak pernah menduga seseorang akan begitu senang padaku. Selama ini aku hanya mampu menolak mereka tanpa pernah berfikir perasaan mereka padaku. Entah malam itu harusnya aku senang karena hari-hariku penuh dengan ungkapan perasaan seseorang, tapi entah kenapa sesak ...... dadaku sesak. Aku memikirkan semuanya betapa Andra begitu baik padaku, haruskah aku buat dia kecewa kalo dia tahu ternyata aku gak suka ma dia, aku Cuma izeng menerimanya??? Entahlah. Ku raih foto kakak dan ku pandangi wajah kakak yang begitu aku rindukan. Kakak yang aku sayangi sekarang jauh di sana.... ku cium foto itu dan ku letakkan kembali ke tempatnya. Ku baringkan tubuhku dan ku benamkan diriku dalam bantal. Bertanya pada malam, mengapa kau begitu gelap?? Kenapa kau begitu sunyi ?? dan kenapa kau begitu di rindukan?? Kenapa semua orang hanya bisa terlelap dan bermimpi serta tertidur pulas di pangkuan sang malam?? Malam rasanya kau begitu di nanti tapi juga di benci. Kenapa semua hal buruk terjadi ketika gelap menjelang?? Para pencuri mencuri ketika gelap. Perampok jalanan pun beraksi saat gelap dan para penculik serta banyak wanita diperkosa saat malam tiba..... malam penuh dengan jeritan dan penuh dengan keluhan tapi ...... ia pun penuh dengan impian. Mimpi dari anak-anak kecil, mimpi-mimpi dari seorang yang sedang bahagia hatinya dan mimpi-mimpi dari orang renta untuk anak-anak dan masa tuanya. Entahlah malam...... patutkah kau di permasalahkan, patutkah semua menjadi tanggung jawabmu...... jantungku berdetak kencang malam ini. Malam yang sunyi dan dingin mengingatkanku pada malam itu, malam dimana kakak dan aku bercinta. Oh, Tuhan pikiranku kacau lagi...... patutkah itu di kenang. Rasanya hatiku begitu merindukan kakak, belaian kakak, ciuman kakak......... 21

entahlah patutkah semua ini. Oh, My God Help me?!! Aku merindukan kakak, perasaanku tak lagi bisa berbohong. Malam biarkan aku berbaring di pangkuanmu dengan mimpimimpi indahmu untuk ku, tolong aku tuk lewati malam ini dengan tidur panjangmu. “Kris, kita mau kemana nich?” tanya Andra padaku. “Eh, terserah kamu” jawabku. Siang ini aku pergi lagi dengan cowku, untuk melepas penatku. Meski hanya habiskan waktu untuk jalan-jalan dan berbincang-bincang kemudian makan yang penting aku keluar rumah dan menyegarkan pikiranku yang akhir-akhir ini penuh dengan kakak seorang. “Kita putus” kataku “Apa?! Kenapa?” tanya Andra padaku dengan terkejut mendengar kata-kataku yang begitu mengejutkan. Aku hanya menggelengkan kepala dan mengangkat bahu. Aku tak tahu apa alsannya untuk aku putus dengannya. Dia begitu baik padaku, perhatiannya dan semuanya. Kami sudah hampir sebulan pacaran. Entahlah aku merasa aku tak pantas dan semuanya berlalu begitu saja. Aku putus dengan Andra tanpa alasan yang pasti yang ada hanya alasan yang tak masuk akal. Aku merasa bersalah pada Andra, dia begitu baik dan ku putuskan tuk kenalkan dia dengan seorang kakak sepupuku yang sebaya dengannya. Mungkin ini keputusan terbodohku melepaskan cow sebaik dia, tapi entahlah aku merasa ada sesuatu yang dia sembunyikan sehingga aku merasa tidak nyaman di dekatnya. “Bego kamu ya Kris, mutusin dia?!” komentar temanku Dian. “Kenapa? Aku ngerasa gak pas buat dia” belaku. “Kris, mana ada cow kayak dia, yang mau nunggu kamu berjam-jam sendirian di sekolah dari siang sampai malem trus ternyata sia-sia, kamu pulang di jemput ayahmu” komentar Dian dengan nada sedikit keras dan tegas. 22

“Iya, sich. Dia gak marah malah bilang “iya, aku tau” aneh??!!” sahutku. “Tu-kan, pengertian banget gitu....” kata Dian sambil mengenggam tangannya menahan gemez padaku. Tapi aku harus bagaimana lagi...... aku sudah putuskan itu. Aku gak mau buat diriku jadi serba salah tapi ..... aku sudah lakukan itu. “Halo, kak Lus pa kabar?” sapaku pada kakak sepupuku. “Hey,Kris. Kabarku baek. Kamu gimana?” tanyanya padaku. “Baek, kak uda punya cow?” “Belum, mang kenapa? Mau kamu carikan ta?!” “hehehe.... aku ada kenalan buat kakak, mau gak?” sambil ku keluarkan Hpku dan memberikan no Andra kepadanya. Akhirnya aku jadi mak comblang buat mantan dan kakak sepupuku. Asyik banget, jadi mak comblang kayak orang penting. Selalu sibuk, sibuk membuat janji, mengatur pertemuan. Setelah ku atur pertemuan antara kak Lusi dengan Andra usai sudah tugasku. Yaaa...... aku tak perlu lagi merasa bersalah karena sekarang aku sudah mencarikan pengganti untuknya. Aku aman. Tapi ternyata justru di mulai dari sinilah semua itu. Aku jatuh cinta pada Andra. Kenapa? Kenapa perasaanku tiba saat semuanya hilang, saat aku kehilangan dia aku baru menyadari kalo aku jatuh cinta padanya. Semua terlambat ....... oh, pandaku yang malang. Semuanya terlambat ..... semua terlambat. Tiap malam kini kegelisahanku makin bertambah. Aku hanya mampu memeluk “si kecil” boneka tedy bertopi merah. Ku ingat betul boneka itu hadiah valentine darinya, bersama sekuntum mawar dan sekotak coklat. Dia jadikan aku cew spesial malam itu. Aku yang tak pernah mendapat kado valentine dari seorang cow begitu merasa tersanjung. Mungkin merah sudah pipiku malam itu saat dia begitu 23

romantisnya membawakan semua itu padaku dan menyentuh lembut pipiku di bawah sinar bintang yang indah. Ohh, God romantise banget...... dasar bego’ aku ini ngelepasin cow kayak dia. Sudah tak mungkin buatku untuk kembali pada Andra. Impossible. Menurut kabar yang aku dengar kak Lusi sayang banget ma dia, mereka sering keluar berdua, sms dan telpon tak pernah berhenti berdering, rangkaian kata sayang terus terlontar. Memang berbeda banget, pasti Andra juga sayang banget ma kak Lusi, dia dapat perhatian yang dia butuhkan dari kak Lusi dan tidak di dapat dariku. Sudahlah, aku ikut senang melihat mereka apa lagi waktu kak Lusi cerita kalo mereka abis ciuman. Wah, surprise banget..... sebel sich. Entah kenapa tiap dengar ceritanya aku jengkel, sebel, dan ..... huh, rasanya aku mau sumpel telingaku pake kapas biar gak kedengaran apa-apa. Aku iri ..... ya mungkin aku juga cemburu. Cemburu ?? apa mungkin?!! Ya, mungkin saja aku mulai suka dan aku mulai cemburu. Kenapa?? Entahlah, mungkin karena aku jadi sering mendengar cerita tentangnya dari kak Lusi. Ndra, aq pengen ktmu km. Tar siang jam 1 d dpn DISC TARA _Kristine_ Setelah lama menunggu akhirnya Andra tiba juga. Aku sudah menunggu setengah jam di depan Disc Tara akhirnya dia nongol juga. Rasanya ingin sekali aku maki habis-habisan dia. Dia datang dengan wajah bingung dan tergesa-gesa, melihatku sudah menunggu dengan wajah menyeramkan. “Sory, telat. Nunggu lama ya?” tanyanya sambil tersenyum.

24

“Oh, enggak kok” jawabku meluluh. Entah rasanya rasa kesalku tadi hilang begitu saja setelah melihatnya. Aku jadi lupa apa yang musti aku omongankan ma dia. Kami jadi berjalan-jalan, bercanda dan tertawa bersama. Perasaanku begitu senang waktu itu, amarahku yang sebelumnya meluap tiba-tiba mereda dan yaa..... tak jadi marah, malah aku bingung kenapa aku marah. Kami habiskan siang itu bersama, rasanya seperti dulu lagi padahal ...... “Oh, ya. Ada apa katanya ada yang penting?” tanya Andra penasaran. “Ooo, iya. Kamu putus ma kak Lusi?” tanyaku dan ia mengangguk membalasnya. “Kenapa? Ada apa?” tanyaku lagi dengan nada prihatin. “Gak cocok aja. Dia sering nanyain tentang kamu, gimana dulu waktu pacaran ma kamu ........ ” jawabnya dengan kepala tertunduk. Mendengar jawabanya aku masih belum mengerti, aneh dan terasa janggal karena ku pikir apa hubungannya dengan ku. “aku suka kamu” katanya. Aku hanya melotot mendengar itu. “Maksudku, Lusi ingatkan aku ma kamu, padahal aku sudah bisa lupakan kamu tapi Lusi ingatkan aku ma perasaanku ke kamu dan .....” terangnya terputus. “dan apa?” tanyaku penasaran. “Dan ternyata perasaanku belum berubah. Aku masih sayang kamu” katanya sambil menatapku dalam-dalam. “tapi, kak Lusi sayang banget ma kamu. Dia akhirakhir ini sering nangis karena dia sayang banget ma kamu. Kamu juga kan?? Balik lagi ya ma kak Lusi. Please???” pintaku dengan wajah penuh harap. Sebenarnya aku tak berharap demikian. Entah kenapa aku jadi munafik seperti ini. Aku menyukainya tapi justru memintanya kembali pada kak Lusi. Yaa.... alhasil dia pun kembali ma kak Lusi, kak 25

Lusi seneng banget. Aku ..... aku tetap seperti dulu. Tapi sedikit berubah, tak sama seperti dulu. Meski dia sudah kembali ma kak Lusi kami jadi sering ketemu dan jalan berdua, terkadang aku pun lupa saat asyik ngobrol di telepon padahal harusnya waktu itu kak Lusilah yang di telpon bukan aku. Lama kelamaan aku jadi mulai terbiasa dengannya, aku kenal dia, tahu sifatnya dan aku menyukai senyumnya. Aku jadi lupa kalo dia sekarang bukan cow ku lagi tapi pacar sepupuku. Kak Lusi sempat cemburu dan berantem lagi ma dia, saat mereka berantem aku bukan malah sedih tapi perasaanku senang. Jahat!! Mungkin, karena Andra sering jadikan alasan curhat untuk bertemu denganku dan aku pun tak bisa menolak. Apa aku salah. Mak comblang kena batunya. Ya, mungkin itu pas buat ku. “MANG SIAPA SICH CEWNYA?! AKU APA KAMU!!?!?” Bentak kak Lusi dengan wajah memerah karena marah. Aku hanya bisa diam. “Maaf, Kris bukan maksudku. Abisnya aku kesel harusnya dia pamitnya ke aku dong bukan ke kamu trus pergi gitu aja tanpa kabar ato apa kek ....” keluh kak Lusi. Kak lusi sebel banget ma Andra yang uda beberapa bulan gak ada kabar berita menghilang gitu aja trus tiba-tiba sekarang dia minta temannya tuk hubungi aku dan ngasih tahu aku kalau sekarang dia ada di luar kota urusan kerjaan. Kenapa juga mesti aku bukan hubungi kak Lusi aja. Belum lagi temannya itu ngasih kabarnya dengan cara mancing-mancing aku yang akhirnya kepancing juga. Dia ngasih kabar kalo Andra uda gak ada lagi .... dengar itu spontan pikiranku aneh-anehkan jadi aku langsung bingung dan tanpa sadar aku ngomongin perasaanku. Ketahuan deh kalau aku ternyata sayang ma Andra. Gila si Andra aneh-aneh aja, buat aku jadi merasa bersalah ma Kak Lusi. Kak Lusi langsung pergi setelah mendengar kabar dariku tentunya dengan wajah kesal dan kak Lusi memutuskan kalau mereka putus meski tak ada kata 26

putus di antara mereka. Setelah beberapa lama kemudian Andra menghubungiku, dia memilih menghubungiku daripada menghubungi kak Lusi. “Halo, Kris ni aku Andra. Apa kabar?” sapanya dari seberang telepon. “Hey, pa kabar juga? Aku baek kok. Kamu dimana sekarang?” balasku. “Aku di Jateng. Baek kok. Kris apa bener kata temenku?” “Apa?” tanyaku pura-pura tidak tahu padahal aku tahu dengan pasti apa yang dia maksud. Aku merasa bingung dan salting sendiri, aku harus jawab apa. “eh, itu ..... ehmm, maaf. Iya, betul apa yang di bilang temenmu” jawabku kemudian setelah beberapa detik aku terdiam. “Kenapa kamu gak bilang? Aku juga masih sayang ma kamu. Tunggu aku ya, beberapa minggu lagi aku balik ke Surabaya “ pintanya padaku. Oh, God .... senang sekali aku mendengarnya, aku jadi tak sabar ingin ketumu dengannya. Dia kemudian memutuskan telepon dan aku hanya senyumsenyum sendiri. Aku pasti menunggunya.......menunggu ...... dan menunggu lagi. Aku menunggunya, tapi dia tak kunjung datang. Aku mulai lelah. Aku lelah menunggu. Kris, maaf ggu. Aq tmnx Andra. Dy ti2p pesen, ktx maaf. Dy ga bs balik k SBY lg coz dy mnetap dsna n’ dy akn cr penggantimu. Krn uda ga’ mungkn lg. Maaf. Thank. Dan semuanya jelas sudah. Dasar pembohong. Dasar cowok berengsek. Makiku. Ternyata mang gak ada cowok yang bener di dunia ini. Semua sama aja. Kak.... aku butuh kakak. Tak terasa aku sudah meraih HPq dan mengirim sms yang aku sendiri tak tahu apa isinya. Aku baru menyadarinya saat terdengar nada laporan dari HP q. Oh, My GOD!!! Apa 27

yang aku kirimkan ke kakak. Tanpa terasa tanganku mengeti dan mengirimnya ke kakak. Apa isinya??? Aku harus bagaiaman!! Bip....bip.... Iya, sayang. Aku kangen banget ma km. Ada apa?? Sedih banget ya. Kalo saja aq di sana, aq pasti da peluk Kristine q. Cium Kristine, jgn nangis lagi ya.... I Love u. _My Love_ Hatiku meluber rasanya, membaca balasan dari kakak. Meski aku tahu ini tak pantas terjadi di antara saudara tapi..... tapi dia bukan kakak kandungku. Kami tak sedarah, jadi wajar kalau aku merasa sangat sayang padanya. Sejak kecil dia yang terus menjagaku, yang memeberiku kasih sayang. Aku gak’ mau kehilangan kakak. Aku gak’ rela. Tapi harus bagaimana lagi?!! Kalo aku boleh minta ma Tuhan, aku minta untuk di lahirkan sebagai kekasihnya bukan sebagai adiknya. Aku ga’ rela kakakku di ambil orang. Aku ga’ rela. ******************** Prang......prang....... “Apa ini??!!” “Jawab, mas!! Apa ini?!!” “Aku gak, nyangka kamu.........?!!” “Kamu gila!! Kamu Bener-bener GILA?!!” Brak........ Suara pintu terbanting keras dengan di ikuti luapan amarah yang tak lagi bisa dibendung. Waktu yang menjawab dan membuka semuanya. Suara pertengkaran antara suami istri ini, cukup membuat kaget balita usia 3 tahun. Suara 28

tangis bayi rasanya menunjukkan betapa berat permasalahan yang terjadi di sekitarnya, antara kedua orang tuanya. Tanpa sengaja kak Anggi menemukan fotoku di dalam dompet suaminya, awalnya dia pikir wajar saja toh itu foto adiknya. Tapi anehnya tak ada foto lain selain fotoku di dompet kakak. Kak Anggi merasa sedikit cemburu kenapa bukan fotonya ato foto Febri anak mereka yang ada di sana, melainkan foto adiknya. Tapi sudahlah..... “Mas, hari ini jadi keluarkan?” tanya kak Anggi. “Iya” “Oya, mas. Album pernikahan kita dimana ya?” “Ada, di lemari atas” sahut kakak yang saat itu sedang berada di kamar mandi. Segera mungkin kak Anggi mengambil albumnya di lemari, tapi tanpa sengaja kak anggi melihat ada sebuah kotak di sana, yang letaknya di pojok tertutup oleh album2 dan buku2 milik suaminya tercinta. Karena penasaran ya, akhirnya di ambilnya juga. Kotak itu berbentuk unik sekali. Kecil persegi dengan ukiran kayu. Melihat kotak itu kak Anggi makin penasaran. Di bukanya kotak itu, isinya foto2 dan sebuah buku diary. Diperhatikan dengan seksama foto2 itu. Kak Anggi tak sedikit pun merasa curiga melihat foto2 itu. Foto2 ku dan kakak. Foto2 kami saat masih kecil, foto saat kami berenang bersama, fotoku yang sedang menangis, foto kakak memakai baju cewek yang saat itu sedang ikut festival, karena gak’ mau ninggalin aku sendirian di festival kartinian. Akhirnya kakak nekat dandan jadi cewek biar boleh ikut festival itu demi untuk menemaniku. Dan foto2 seru2an antara aku dan kakak. Kak Anggi Cuma tersenyum dan ketawa kecil melihat foto2 itu. “Yaa, ampun mas ini ada2 aja” ucapnya sambil terkekeh geli. “Hmmm, diary?? Ooo, ternyata mas juga suka nulis diary toh” kata kakak dan sangking semangatnya pengen tahu isi diary suami tercintanya. Segera di bacanya dan 29

dengan teliti di pahami tiap kata dan tulisannya. Bagai di sambar petir sampai ke uluh hatinya. Ketika kak Anggi membaca tulisan dimana isinya tentang perasaan kakak ke aku. Tentang malam perpisahan kakak dengan ku dan semuanya.... rasanya ingin mati saja. Kak Anggi tak bisa lagi menahan air matanya. “Uda ketemu albumnya” Bruuk.... Sontak kak Anggi terkejut dan menjatuhkan buku diary kakak, dan kekacauan itu pun terjadi. Kakak hanya bisa diam melihat istrinya begitu kacau, memaki-maki dia. Kakak tak bisa lagi membela dirinya. Waktu yang membuka semuanya. Sepandai-pandainya tupai melompat toh akhirnya jatuh juga. Dan saat itu juga kak Anggi pergi membawa febri dengan keadaan kacau. ************* “uuhh.... panas banget sich!!” gerutuku. “Re, tar kamu ikut ekskul ga?” tanyaku. “Enggak, Males. Cabut yuk?!’ ajak Rere. “Ayuk, tapi??? Kamu tau sendiri kan pak Ketu gimana galaknya, mana mungkin bisa cabut. Bisa2 kita di suruh muter lapangan ampe teler” Hahahahah........... tawa kami meledak, semua orang melihat ke arah kami. Biarlah toh aku kan emang artis TOP sekolah. Btw, mungkin dewi fortuna sedang tersenyum padaku. Saat kebosanan memuncak ternyata kak Dodi Ketua Exkul yang dari tadi melotot telah dipanggil kepangkuan sang kepala sekolah. Tanpa banyak bicara, setelah memastikan aman akhirnya aku dan rere kabur juga dari ruangan yang penuh, pengap. Rasanya hari itu tempat yang paling indah adalah di balik bantal dan guling dan di atas kasur empuk. 30

“Aku pulang” “Lho, kak Anggi kapan datang?? Sendirian aja?? Mana Kakak ma dek Febri?!” tanyaku kaget melihat kak Anggi ada di rumah. Tapi terasa aneh suasana di rumah, terasa panas, sesak dan rasanya menakutkan sekali. Kak Anggi hanya membalas dengan menatapku tajam, aku melihat kak Anggi begitu marah, kesal, benci hingga matanya pun berkaca-kaca. Melihat sausana yang seperti itu aku semakin bingung. Ku lempar pandanganku kepada ibu yang saat itu ada di samping kak Anggi. “Kris, kamu cepat ganti baju gih, trus cepet makan” ibu menyuruhku dengan wajah yang di paksa tersenyum. Aku pun tidak mau memperkeruh suasana dan langsung melakukan apa yang di suruh ibu padaku. “Bu, kak Anggi da pulang?? Kok aneh sich, mang ada apa?!” tanyaku pada ibu berharap ada penjelasan dari beliau apa maksud tatapan kak Anggi yang begitu padaku. Ibu hanya diam saja, bahkan beliau tak menghiraukan pertanyaanku atau bahkan tidak menghiraukanku. Aku semakin tidak mengerti sebenarnya ada apa ini. Hiks..... hiks...... hiks........ “kenapa ini mesti terjadi ?? kenapa ??” “bagaiaman bisa Kristine dan Adi seperti itu??” isak tangis ibu di kamar. Ibu tak bisa menahan air matanya dengan perasaan hancur menceritakan apa yang terjadi kepada ayah. Ayah hanya bisa diam mematung, menatap kosong sambil mengepalkan tangannya tak tahu harus bagaiamana. Klontang........ Serentak mereka kaget dan melihat ke arah pintu. Dan mendapati aku berdiri mematung di sana. Aku tak sengaja mendengar ketika hendak mengambil piring kue untuk camilan belajarku. Rasanya detak jantungku langsung berhenti saat itu juga, dadaku sesak sekali, aku langsung 31

berlari ke kamarku dan menutup pintunya rapat-rapat. Entah apa yang sudah aku pikirkan saat itu yang pasti kepala ku terasa sakit dan otakku terasa penuh dan aku tak mampu lagi berfikir. Aku tak bisa membayangkan apa yang akan terjadi setelah ini, setelah semuanya terbongkar. Aku pikir, ini hanya akan aku simpan sendiri. Aku menangis sejadi-jadinya, apa yang harus aku lakukan setelah ini?? Aku panik. Dan tanpa banyak berfikir lagi ku ambil handphoneku dan menghubungi sahabatku. Deni ..... Iya, Cuma Deni yang bisa aku pikirkan saat ini. Deni pasti bisa menolongku. Setelah menghubunginya aku langsung cepat-cepat mengenakan jaket dan meraih kunci hondaku. Mendengar aku menyalakan motor kesayanganku ibu berteriak memanggil namaku berusaha mencegah aku pergi dari rumah. Ya, hanya itu yang bisa aku pikirkan, pergi dari rumah untuk beberapa saat hingga aku mampu menghadapi ini semua. *************** “Sudah, Kris aku gak bisa lihat kamu begini” “Aku gak sanggup lihat kamu seperti ini” ucap seorang sahabat yang tak pernah absen menemaniku kapan pun aku butuhkan. “Den!! Aku harus gimana lagi??!” “Hiks... Aku ..... aku da ga ngerti lagi?!!” “se... semuanya, uda kebuka.... semuanya uda tahu?!” ucapku sambil terbata-bata, pikiranku kalud, aku sudah tak bisa berfikir apa-apa lagi. Aku berjalan mundar-mandir, sebentar duduk, berdiri mondar-mandir lagi. Duduk terdiam dan terus saja menangis. Deni semakin sedih melihat keadaanku yang kacau seperti itu, dia semakin tak tega melihatku begitu. Deni berdiri dan berjalan kearahku kemudian memegang pundakku.

32

“Tenang ya.....” ucapnya perlahan dan terasa menenangkan. Aku hanya bisa menatapnya dengan pandangan kacau sedang Deni membalas tatapanku dengan lembut serasa berkata “Jangan Khawatir” dan kemudian memelukku untuk mencoba menenangkan aku. Kurasa usahanya tak percuma karena aku benar-benar merasa tenang dan mulai mengendalikan diriku. Aku pun duduk manis di sofa empuk berwarna putih itu. Deni duduk di sampingku, rasanya waktu berhenti dan semuanya hening membisu tanpa kata-kata yang terlontar. Deni mengerti, dia sahabatku yang paling mengerti aku. Dia tahu apa yang aku butuhkan, dia pun tahu kalau saat ini kata-kata tak lagi aku perlukan. Tanpa terasa aku menyandarkan kepalaku ke pundaknya dan ku akhiri malam beratku dengan lelap karena lelah. Melihatku yang sudah tertidur di pundaknya Deni hanya bisa tersenyum, dia memandangi wajahku yang tertidur lelap. Raut wajahku bagai sehelai kertas lusuh yang kusut yang mampu menceritakan ke seluruh dunia kalau hari ini begitu sangat berat bagiku, bagai seorang pekerja bangunan yang terus bekerja tanpa istirahat selama 24 jam. Entahlah, aku berharap ini semua hanya mimpi dan kalau pun ini nyata aku ingin terus tertidur dan tak akan membuka mataku karena aku tak akan mampu.... aku tak bisa melewati ini semua. Aku tidak mau bertemu dengan kakak, istrinya dan kedua orang tuaku. NEVER..... “Uda bangun Kris?!” tanya Deni padaku. Ternyata sekarang matahari sudah tinggi. “Ehmm, aku dimana?” tanyaku heran. “Kamu di rumahku, masak lupa jangan amnesia gitu dong?!” “Ooo, bukannya aku ada di ruang tamu kok ..... ??” “Iya, aku gak tega bangunin kamu jadinya ya... aku gendong kamu ke kamarku. Tapi tenang aja, aku semalam tidur di sofa kok” jelas Deni padaku. Tapi sebenarnya dia 33

bohong. Dia bahkan tak tidur semalaman karena menungguiku, beberapa kali aku mengigau trus. Aku tak beranjak dari tempatku, ku terima teh hangat yang ditawarkan Deni padaku. Oya, kebetulan Deni sedang di rumah sendiri karena kedua orang tuanya berada di luar kota dan dia juga bukan teman sekolahku dia sudah bekerja. Aku kenal Deni beberapa tahun lalu lewat sms iseng. Deni sepupu dari teman sekolahku, karena aku sangat cocok dengannya jadi aku anggap dia sebagai The Best Friend yang paling TOP BGT. Hmm, entahlah mungkin aku bisa disebut tak tahu malu karena sebenarnya beberapa hari lalu Deni sempat bilang cinta ke aku. Aku bahkan belum jawab apa2. aku sendiri bingung dengan perasaanku, untuk saat ini aku butuh dia tapi apa ini adil buatnya?? “Den, aku emang cew gila ya?!” “Aku cew GAK BENER!” ucapku dengan sangat tertekan dan mulai mengingat apa yang sudah terjadi. “Aku PEREX!” ujarku lagi dengan teriakan histeris, tidak kali ini aku tahan air mataku. Aku tahan perasaanku karena rasanya semua pikiranku menuduh dan menghakimiku. “Hust...!!” segera Deni menyahutiku dan kemudian memelukku. Aku hanya diam dan pandanganku kosong. “Kamu... kamu bukan Cew Gak Bener, bukan Perex. Bukan!! Kamu Kristine yang aku kenal ceria, kamu pasti bisa. Jangan lihat keblakang ya. Kamu pasti bisa. Kamu gak boleh ngomong gitu lagi” ucap Deni berusaha menenangkanku. Tapi rasanya semua percuma, apa yang dikatakan Deni hanya lewat di telingaku saja. Hatiku terlanjur beku dan hancur sekali, aku terlanjur merasa sangat berdosa, kotor dan gak layak lagi. Tiba-tiba aku melepaskan pelukan Deni dan beranjak dari tempat tidur, mengambil tas dan jaketku dengan tergesa-gesa. “Kamu mau kemana, Kris?” tanya Deni heran. 34

“Aku harus pergi. Aku mau menjauh. Aku gak pantes jadi temenmu. makasih buat semuanya Den. Makasih .......” setelah berkata demikian sambil bercucuran air mata aku segera membuka pintu kamar dan beranjak pergi. Deni pun tak habis mengerti apa yang sudah aku ucapkan, dia segera mengikutiku dan menahanku. “Gak, kamu mau kemana?” tanyanya dengan nada cemas. “Kemana aja... yang pasti ke tempat dimana gak ada yang kenal aku” “Gak boleh!!” tahan Deni. Sambil berdiri di depan pintu rumahnya. “minggir Den, aku da banyak nyusahin kamu. Kamu ga pantes punya temen kayak aku. Aku Cuma bisa nyusahin kamu doang. Aku......” “DIAM!!” bentak Deni karena tak mau dengar ucapanku yang kacau. “Cukup Kris, Cukup!! Aku gak bisa biarin kamu pergi dengan keadaan seperti ini. Kamu kacau.... aku gak perduli ama semua itu karena aku.....” kata Deni yang terputus. Sedikit menghela nafas panjang dan ..... “Karena Aku Sayang kamu. Aku Cinta ma kamu, Kris. Aku gak tahan lihat kamu kacau seperti ini. Please !! aku mohon Kris, kamu jangan pergi kemana2 sampai semuanya selesai. Aku bakal selalu disampingmu. Aku gak akan ninggalin kamu. aku akan bantu kamu nyelesain masalahmu. Okey!!” rayu Deni agar aku mengurungkan niatku. Mendengar ucapannya rasanya aku berhenti bernafas, aku tak pernah mengira kalau ternyata Deni menyimpan perasaan seperti itu padaku. Aku pikir ucapannya kemarin Cuma becanda tapi melihat Deni berbicara setegas itu aku tak mungkin ragu dan mengira dia becanda. Aku hanya mampu diam dan menuruti apa yang dia minta. Aku tetap tinggal di rumahnya. Untuk beberapa hari dan Deni selalu berusaha 35

menghiburku, membuatku lupa akan masalahku. Dan tentunya selama aku tinggal di rumahnya aku bolos sekolah karena tak mau bertemu dengan orang lain dan karena untuk saat ini pelajaran tak mungkin bisa masuk dalam otakku. Tlilit.... tlilit.... suara HP ku berdering. Beberapa kali ayah, ibu dan semua orang menghubungiku tapi selalu tak pernah ku angkat, tapi kali ini nomor yang tak aku kenal. “Halo....” “Halo, Kris pa kabar? Ini aku Andra” sapa orang di seberang sana. “Oh, Hey. Aku baek. Ada apa? Tumben?!!” tanyaku heran. “Hmm, sekarang aku di Surabaya. Bisa ketemuan? Aku kangen banget ma kamu” ajaknya. Mendengaar itu aku sedikit heran tapi tah kenapa mendengar suaranya saja aku sudah deg2an seperti ini. Karena tak bisa aku tolak so aku iyakan. Kami bertemu di tempat favorit kami, di lantai atas mol terbesar di Surabaya. Kami bicara banyak, dia sempat bertanya kenapa aku jarang di rumah. Aku pun tak bisa bohong kalo saat ini aku kabur dari rumah. Entah, perasaan ini kenapa belom hilang juga padahal sudah lama sekali aku tak bertemu dengannya dan rasa2nya kami sudah putus kontak. “Kris, Maaf!! Aku gak bisa lupain kamu. aku sempat coba dengan yang lain tapi tetep aja aku gak bisa lupain kamu” ucapnya tiba2. mendengar itu aku hanya bisa diam. Perasaanku senang tapi sedikit mengganjal. Ya, aku kehabisan kata2, aku diam seribu bahasa dan mencoba mengalihkan pembicaraan sambil berjalan mencari makanan karena perutku sudah lapar. “KRIS.....” teriak seseorang memanggil namaku. Spontan aku langsung membalikkan badanku dan siapa itu?? Kakak. Melihat kakak berada beberapa meter di belakangku aku bergegas mengajak Andra untuk segera mencari pintu 36

keluar dari mol ini. Sambil sedikit berlari aku menggandeng Andra yang kebingungan melihatku. “Kris .... tunggu!!” pinta kakak sambil menarik tanganku dan menggenggamnya dengan erat. Aku terus berusaha melepaskan genggaman tangan kakak, tapi percuma. “Kris......” kakak memanggil namaku lagi agar aku mau melihat ke arahnya dan memperhatikan perkataannya. Tapi aku terus saja berusaha melepaskan tanganku. Hingga akhirnya kakak menarik tanganku dan memelukku erat. Aku meronta berusaha melepaskan pelukannya. “Kris..... tolong berhenti. Aku mohon.... Maafin aku?!” ucap kakak dengan nada memohon dan lembut membuyarkan pikiranku dan seperti runtuh rasanya hatiku. Melihat kakak yang begitu kacau, terlihat sekilas bagaimana wajah dan penampilannya yang tak karuan. Aku pun berhenti dan mengganti usahaku dengan isakan tangis. “Pulang yaa.....” ajak kakak padaku tapi aku hanya menggelengkan kepala. Kakak menghela nafas panjang, membelai rambutku dan terasa ada kelegaan di hatinya karena apa yang dicarinya sudah ada di depan mata. Kakak terus mencariku setelah mendengar kabar bahwa aku kabur dari rumah. Sebelumnya terjadi kekacauan di rumah, ayah, ibu dan kak Anggi minta penjelasan pada kakak. Bahkan karena ini semua ibu jadi sakit, ibu syok sekali mendengar semua penjeasan kakak. Ibu tak habis pikir ini bisa terjadi dan sekarang anak gadis satu2nya kabur dari rumah, ibu terus menyalahkan kakak atas apa yang terjadi. “Okey, sekarang kamu tinggal dimana?” tanya kakak padaku setelah suasana mulai cair dan tenang. Andra hanya bisa mendengarkan dan kebingungan. Kami bertiga berjalan keluar dari mol. Karena aku masih bingung dengan keadaan ini aku hanya bisa diam. “Oya, kamu siapa?” tanya kakak pada Andra. 37

“Oh, aku temannya. Aku Andra.” jawab Andra singkat. “Maaf, Ndra kalo aku ganggu kamu tapi untuk sekarang ini Kristine harus pulang sama aku” ucap kakak memberi penjelasan pada Andra. “Okey, no problem. Klo gitu aku cabut dulu. Kris, aku pulang dulu ya, kamu baik2. Ok” pamit Andra padaku dan pada kakak. Setelah Andra pergi aku pun pulang dengan kakak, kami pakai motor sendiri2. aku ajak kakak ke rumah Deni. Tak berapa lama motorku pun sudah ada di halaman depan rumah Deni. Mendengar suara motor, Deni segera keluar karena sedari tadi dia khawatir kalau-kalau aku pergi lagi. “Kris.... kamu dari mana aja?” tanya Deni cemas. “Aduh... kris aku pikir kamu kenapa2?! Kok ga bilang2 klo mau pergi sich?!” tanya Deni lagi kali ini sembari menghampiriku dan memelototiku dari ujung rambut ampe ujung kaki takut aku kenapa2. aku hanya diam sambil menggeleng-gelengkan kepalaku menanggapi pertanyaan beruntun Deni. Ekspresi wajah Deni berubah saat sadar aku pulang tak sendirian, perasaan bertanya-tanya menghinggapi Deni saat melihat lelaki yang datang bersamaku. “Dia siapa Kris?” tanya Deni padaku dengan tatapan heran. “Di...Diaa...Dia kakak ku” jawabku sambil terbatabata. Sesaat semua jadi hening, aku khawatir kalau terjadi sesuatu tapi semuanya tenang. Kakak mengulurkan tangannya berusaha memperkenalkan dirinya kepada Deni. “Kenalin aku Adi. Kakaknya Kristine” sapa kakak pada Deni. Deni pun menanggapi uluran tangan kakak. “Aku Deni. Oya, ayuk masuk?!!” ajak Deni pada kakak. Melihat itu aku seneng banget deh. Tapi ...... Buuuuukk..........

38

“Dasar BEJAD!!” teriak Deni pada kakak. Deni tibatiab membalikan badannya dan memukul kakak. Aku kaget, aku benar-benar terkejut melihat apa yang dilakukan Deni kepada kakak. Deni terlihat sangat kesal pada kakak. Kakak hanya diam saja sambil memegangi bibirnya yang berdarah. “Kenapa DIAM?!! Oh, Kehabisan Alasan ya!! Dasar, Kakak macam apa kamu yang tega ma adiknya sendiri. Kakak BRENGSEK?!!” Deni terus memaki kakak. Aku hanya bisa diam dan bingung menghadapi mereka, aku hanya bisa diam dan menangis. Kepalaku terasa penuh, tia-tiba udara jadi pengap dan menyesakkan, pandangan mataku kabur dan seolah-olah semuanya berputar-putar. Aku pun pingsan. “KRIS!!!” teriak kakak dan Deni bersamaan ketika melihatku jatuh pingsan. Kakak segera membopong aku ke kamar di ikuti Deni yang juga membantu kakak. Deni langsung mengambil minyak kayu putih dan air minum untuk ku. Kakak terus berusaha membangunkanku, kakak benar-benar sedih melihat keadaanku yang seperti ini. “Maafin, aku Kris... aku yang salah.... ini semua garagara aku!!” sesal kakak sambil mengelus kepalaku. “Aku tak pernah mengira kalau semuanya bakal seperti ini!!” ujarnya dengan penuh penyesalan sambil menangkupkan kedua tangan menutupi wajahnya. “Sekarang, kamu puas dengan semuanya ini??” Tanya Deni sinis. “Enggak, aku nyesel. Nyesel banget….?!!” Jawab kakak yang terus menundukkan kepalanya. “Heh!! Gampang ya bilang nyesel?!!” sahut Deni emosi. Kakak hanya bisa diam dan diam menerima tiap celaan dari Deni. Melihat kakak yang diam saja Deni semakin kesal hingga emosinya tak mampu lagi di tahan, Deni mencengkeram kerah leher kakak dan bogem mentah

39

siap melayang ke wajah kakak tapi tertahan beberapa senti di depan wajah kakak. “Aku terus mengingkari peasaanku, menahan perasaanku tapi ……” kakak mulai bercerita dan mencurahkan perasaannya. Kakak menyukai ku lebih dari seorang adik, meski dia terus berusaha mengingkari perasaannya padaku. Hingga akhirnya dia bertemu dengan kak Anggi istrinya itu, bukan perasaan cinta yang dirasakannya pada kak Anggi tapi justru kak Anggi menjadi alasan untuknya membantu melupakan perasaannya padaku. Kakak tak pernah dengan sengaja melakukan ini karena dia sendiri tak mau melukai perasaan ibu dan ayah yang sudah begitu baik mengangkatnya sebagai anak. Hari-harinya yang dulu kelam tanpa kasih sayang seorang ibu dan hanya ada kekerasan hidup, setelah bertemu dengan kami dia benarbenar merasakan apa itu kasih sayang keluarga utuh, keceriaan hari-harinya yang dihiasi bersama kami. “Keceriaan Kristine yang mampu mengusir semua tirai gelap hidupku dan membuat hari-hari ku penuh dengan warna. Keunikannya membuatku sangat menyayanginya dan ternyata perasaan itu bukan sekedar sayang sebagai kakak dan adik tapi lebih. Aku sadari semuanya ketika aku menjalin hubungan dengan Anggi, aku merasa makin jauh dengan Kristine dan itu sangat menyiksaku. Aku lebih memilih tidak bertemu dengan anggi seribu hari daripada aku tidak bertemu Kristine barang seharipun. Kristine…. Kristine ….. dan Kristine yang terus memenuhi pikiranku. Aku Gila?!!” “Sekarang apa maumu?” Tanya Deni kesal. “Andai bisa waktu di ulang kembali, aku mau tetap hidup dalam kekelaman dari pada aku harus menyakiti orang yang aku sayangi. Tapi, semuanya sudah terjadi. Entahlah apa yang aku mau, hidupku hancur.” Jawab Kakak.

40

“Jauhi Kristine!!” Pinta Deni dengan nada meninggi dan tegas pada kakak. Kakak hanya menatap Deni dengan diam. “Aku menyayangi Kristine jauh dari padamu. Kamu sudah punya Anggi, istrimu sekarang Jauhi Kristine kalau kau memang tidak mau membuat hidupnya makin kacau!!” Tegas Deni, kakak hanya diam. “JAWAB?!!” teriak Denis sambil kembali mengacungkan tinjunya ke wajah kakak. “CUKUP!!” teriakku. Kakak dan Deni spontan terkejut ketika melihatku yang bercucuran air mata di depan pintu kamar yang berhadapan dengan ruang tamu. Kakak dan Deni tak menyadari kalau sedari tadi aku sudah berdiri disana dan mendengarkan pembicaraan mereka. “Hiks… Hiks… Aku lelah…. Aa…aku sangat lelah. Aku mohon hentikan?!! Aku gak mau ada yang tersakiti lagi.” Ucapku. “Tapi, Kris?!! Dia…. Dia yang jadi penyebab semuanya” sahut Deni. “Apa menyayangi seseorang itu salah??” “Apa mencintai seseorang itu salah??” “Kalau ya, kamu juga salah karena kamu juga mempunyai perasaan itu dan gara-gara itu semua kamu juga ingin memiliki” Ucapku tegas dengan nada meninggi. Mendengar ucapanku itu kakak hanya bisa diam. Deni ingin sekali membenarkan kata-kataku yang kacau itu tapi dia tahu kalau saat ini aku tak bisa dihadapi dengan kata-kata. Aku berjalan menuju ke arah kakak dan berdiri tepat di depannya. “Ayo, kita pulang?!!” ajakku pada kakak. Deni terkejut mendengar ucapanku dan berusaha menahanku. “Aku gak mau lari lagi. Ayo, kita selesaiakn bersama. Kak?!!” jelasku. Kakak memandangiku dan mengangguk mengiyakan permintaanku.

41

“Kris, berusahalah!! Ingat kapan pun kamu butuhkan aku akan siap. I MISS U.” ucap Deni untuk memberiku semangat sambil memegang tanganku. “Thank’s Den. I know…. aku tahu dan aku gak meragukannya. Tapi untuk saat ini aku gak bisa memikirkan hal lain selain ini.” Jawabku. “Ok, no problem. Aku tahu dan aku akan menunggu. Menunggu sampai kamu siap dan bisa membuka hatimu buatku bukan lagi sebagai sahabat tapi sebagai orang yang siap mendampingimu.” Tegas Deni sambil mengiring kami ke luar. “Hey, jaga Kristine. Kamu tahu akan berurusan dengan siapa kalau berani membuatnya menangis lagi!” ancam Deni pada kakak. Aku dan kakak meninggalkan rumah Deni, kami memutuskan untuk meninggalkan motorku di rumah Deni karena dengan keadaan yang tidak memungkinkan seperti saat ini, tak mungkin aku menyetir motor sendiri. Selama perjalanan aku hanya mampu diam seribu bahasa, banyak hal yang aku pikirkan hingga tak mampu lagi otakku mengolahnya mencadi sebuah kata-kata. Melihatku yang seperti itu kakak menarik tanganku dan melingkarkannya di pinggannya. Aku hanya diam. “Menangislah?!” katanya. Mendengar perkataan kakak dadaku terasa seperti tertusuk pisau. Menancap dalam ke dadaku, dan tak terbendung lagi air mataku pun meluncur dengan deras. Aku menangis di balik punggung kakak, pegangan tangan ku pererat melingkar di pinggangnya. “Aaa…. Aku. Hiks… hiks…. Aku takut!!” kataku sambil terisak. Perasaanku saat itu benar-benar takut. Aku takut menghadapi apa yang akan terjadi nanti ketika bertemu dengan ayah dan ibu dan mungkin dengan kak Anggi juga. Kakak menghentikan motornya di pinggir jalan raya. Kakak memegang tanganku dan melepaskannya. Aku tetap duduk di atas motor yang kini sedikit miring letaknya. Kakak turun 42

dan kini berada tepat di depanku. Kedua tangan kakak memegan pipiku dan mengusap air mataku, sedikit mengangkat wajahku. Tak tahan melihatku yang penuh air mata, kakak menarikku dan memelukku, mendekapku erat dan aku pun semakin tak kuasa menahan air mataku. Ku lepas semuanya, ku peluk erat kakak dan rasanya sampai rongga dadaku tak lagi ada udara, sesak sekali. “Maafkan aku dek……!” ucap kakak dengan nada tertahan sambil terus mendekapku. Kudengar suara kakak makin bergetar. “Ini semua salahku. Maafkan aku….!!” Ucapnya lagi dan suaranya makin berat terdengar hingga butiran air mata pun tak kuasa di tahan olehnya. Kakak menangis. Aku tak tahu apa yang harus aku lakukan, aku sudah membuat kakak menangis. Untuk beberapa saat kami pun terbenam dalam perasaan kami masing-masing, hiruk pikuk jalan raya tak lagi bisa kami dengar, keramaian kota Surabaya pun terasa sepi bagi kami, karena yang ada hanya suara dan pikiran-pikiran kami yang melayang-layang entah kemana. “Makasih kak….” ucapku memecah keheningan. “Makasih, karena kakak sudah beri aku kesempatan untuk memperbaiki semuanya” ucapku lagi sambil menatap dalam-dalam ke arah matanya. Kakak tak mengerti apa arti ucapanku. “Enggak, dek. Harusnya aku yang bilang begitu. Terima kasih karena kamu da beri aku kesempatan untuk memperbaiki semuanya. Maaf, karena sudah membuat jutaan butiran air matamu keluar karena ulahku yang gila ini. Maaf….” Ucap kakak tegas sambil mencengkeram bahuku. Aku hanya menggelengkan kepalaku dan lagi-lagi air mata mengalir deras dari mataku. Butuh beberapa menit untuk ku menenangkan diri hingga aku benar-benar siap melangkah lagi.. Aku tak lagi menangis dan untuk membantuku menenangkan diri kakak mencarikanku air minum. Aku 43

menunggu di atas motor hondanya, aku lemparkan pandangan mataku di keramaian kota, dimana mobil-mobil terus melaju. Ku tutup mataku sambil merentangkan tanganku dan menarik nafas dalam-dalam dan perlahan melepasnya keluar. Hey, mobil dan motor dan semua kendaraan yang ada di jalan, bawalah padamu setiap desah nafasku. Bawalah sejauh mungkin dan jangan kembali, kalau desah nafasku ini memberatkanmu, leparkanlah lewat jendelamu kea rah sungai di ujung jalan sana. Biarlah air sungai yang kemudian membawanya hingga ke lautan yang luas. TERIMA KASIH!! Tanpa tersadar secuil senyum sudah menghiasi wajahku. “Sudah tenang dek?” Tanya kakak yang ternyata sedari tadi mengawasiku dari belakang. Dan ku jawab dengan sebentuk senyum serta anggukan. Aku pasti bisa melaluinya, aku pasti bisa menyelesaikannya, dan aku pasti bisa berdiri sendiri, karena aku tak sendiri. Ada orang-orang yang aku cintai menantiku disana, mereka yang memberiku kekuatan dan selalu menumpahkan kasih sayangnya padaku. Aku tak pernah sendiri.. Ya, aku tak sendiri!! Merasa sudah cukup akhirnya kami lanjutkan perjalanan kami, perjalanan yang berat dan seandaianya boleh aku minta, aku tak mau melewati jalan ini.. Kulangkahkan kakiku memasuki pagar rumahku. Ku genggam tangan kakak dan tak akan pernah aku lepaskan,aku sudah tak bisa lagi berfikir apa yang akan aku hadapi di depan sana. Kami mendekati pintu rumah. Kakak membuka pintunya dan terlihat disana beberapa orang menanti kami, duduk di sebuah sofa empuk berwaran merah meyala. Plaaaaakkk…… Jantungku terasa berhenti berdetak saat itu juga, saat sebuah tamparan penuh amarah mendarat di pipiku. Ku pegang pipiku yang terasa perih oleh tamparan ayah, ku tatap wajah ayah yang penuh amarah hingga matanya berwarnah 44

merah menyala. Dadaku sesak sekali saat itu, seperti tertimpak balok besar hingga tak mampu lagi kugerakkan tubuhku, hingga aku pun tertnduk layu. Melihat itu kakak segera membelakangiku, mencoba melindungiku dari amukan ayah. Suasana rumah terasa sangat menakutkan. Dan aku hanya mampu membenamkan wajahku di balik punggung kakak. “Yah…..!!” panggil kakak, berusaha untuk menenagkan ayah. “Dasar anak gak tahu diri. Mau jadi apa kamu?!! Bikin masalah saja.” Ucap ayah dengan nada keras. “yah, sudah. Adek baru pulang, biar dia istirahat dulu. Ayah tenangkan diri ayah!!” Suara kak Anggi meredakan emosi ayah. Dan ayah pun membalikkan tubuhnya dan masuk ke kamar. Ku lihat ibu duduk sambil berlinangan air mata, tubuhnya kurus kering. Saat ku pandang kak Anggi, dia masih menyimpan rasa kecewa yang begitu dalam padaku hingga ia pun melemparkan wajahnya dan meninggalkan ruang tamu kea rah kamar kakak. Saat ku pandang ibu lagi, wajahnya memelas serasa memanggilku. Aku pun tak kuasa menolak panggilannya dan berlri kearahnya, ku peluk ibu dengan cucuran air mata. Ibu pun memelukku dengan cucuran air mata pula, namun aku merasa pelukannya terasa hambar. Ternyata tak hanya ayah dan kak Anggi saja tapi ibu juga menyimpan kekecewaan yang begitu besar padaku hingga sebuah kata terlontar begitu menyayat hatiku….. “Kamu mau membunuh ibu yaaa…..??!” ucapnya dengan nada kecewa dan tertahan. Terkejut aku mendengar perkataan ibu tadi, ku pandang matanya dan aku pun beranjak dari tempat itu menuju kamarku. Ruang kamarku terasa penuh sesak, dadaku tak lagi menyimpan oksigen hingga aku tak bisa bernafas lagi. Mengapa begini?? Ingin mati saja rasanya. Sedikit penyesalan melayang di benakku mengapa aku kembali ke rumah ini. Harusnya aku tetap 45

tinggal di rumah Deni, setidaknya hanya Denilah yang mau menerimaku. Lelah rasanya, ingin sekali aku berteriak dan … ………… AAAaaaaaaaaaaaaa@@@@@@@............................ “Dek, ada apa?” sapa ibu yang terkejut mendengar teriakanku. Melihat ibu sudah berada di sampingku dengan wajah cemas, kulemparkan pandanganku kesekeliling ruangan, tiap sudut kamar. Nafasku terengah-engah dan jantungku berdetak keras, keringat membasahi tubuhku….. “Ibu…….” Teriakku sambil memeluk seorang ibu yang begitu aku rindukan. Ternyata hanya mimpi. Syukurlah, kalau semuanya hanya mimpi. Ku sentuh pipiku dan tak terasa perih karena tamparan ayah. Ayah gak benar-benar menamparku. Ku peluk ibu yang sangat aku rindukan itu erat-erat. Dengan haru ibu memelukku sampai-sampai air mata kami keluar membasaha tiap sudut wajah kami. “Kris, ibu khawatir sekali……” ucap ibu sambil membelai wajahku. “Ibu sudah gak bisa ngapa-ngapain lagi, Cuma ke pikiran kamu. Khawatir kamu kenapa-napa?! Kamu tidur dimana?! Uda makan atau belum?! Ibu takut sekali. Jangan pergi-pergi lagi yaa….” Pinta ibu sambil terus membelai wajahku dan sesekali mencium dan memelukku. Aku rindu ibu, aku rindu kasih sayang ibu. Sudah tak ada kata-kata lagi yang terucap dariku, Cuma air mata yang terus mengalir tanpa henti. Aku masih belum mengerti kenapa aku ada di kamar. “Bu, kok aku di kamar?” akhirnya terlontar juga pertanyaan dari ku. “Kamu tiba-tiba pingsan setibanya di rumah” jawab ibu. Rupanya aku tertekan oleh pikiran dan bayanganku sendiri hingga tak kuat lagi hingga tak sadarkan diri. Tak berapa lama setelah itu, ibu meninggalkanku sendiri di kamar, beliau memintaku untuk kembali beristirahat. Ku 46

rebahkan tubuhku di atas ranjang yang sudah lama tak ku tempati. Ku raih panda kesayangku dan kupeluk erat, ku pejamkan mataku dan kutarik nafas dan ku hempaskan perlahan. “Thank’s GOD” Kulangkahkan kakiku ke luar, aku tahu semuanya harus bisa aku hadapi. Aku harus mampu berdiri sendiri dengan kedua kakiku, menghadapi persoalanku dan tidak lari lagi. Setelah waktu yang berjalan dan berbicara banyak namun aku hanya mampu diam, mendengarkan semua orang berbicara dan berpendapat. Mendengarkan setiap keluh, amarah dan kecewa mereka. Tak satu kata pun terucap hingga sebuah keputusan dijatuhkan. Aku memilih pergi dan memang aku harus pergi, tapi kakak menahanku lagi. Semuanya sudah berakhir, kisahku harus berakhir. Kakak memutuskan untuk menjauh dariku….. jauh….. dan sangat jauh. Aku harus mampu hadapi semua ini, aku harus bisa lalui hari-hariku tanpa dia lagi dan aku juga harus belajar dan berusaha menghilangkan perasaanku ini. Empat tahun kini sudah berlalu dan aku mampu membuat semuanya tetap sama. Aku mampu mengunci dan menyimpan kisahku dalam kotak di hatiku rapat-rapat. Terima kasih kak…. Kau mampukan aku dan membuatku sekuat ini tanpamu dan karena Cintamu. ********************

47

“Oh Tuhan, apa yang telah seorang wanita lakukan kepadaMu? Dosa apa yang telah ia lakukan hingga layak menerima hukuman seperti ini ? Karena kejahatan apa ia pantas mendapatkan penyiksaan seperti ini ? Oh Tuhan, Kau kuat dan aku lemah. Mengapa Kau membuatku menderita seperti ini ? Kau besar dan Agung, sementara aku tidak lain hanyalah makhluk kecil yang merangkak di hadapan singgahsana-Mu. Mengapa Kau menginjakku dengan kaki-Mu ? Kau adalah prahara yang murka, dan aku seperti debu; mengapa, oh, Tuhan, mengapa Kau melemparkanku ke tanah yang dingin ? 48

Kau kuat dan aku tak berdaya; mengapa Kau memerangiku ? Kau penyayang dan aku sopan; mengapa Kau menghancurku ? Kau telah menciptakan wanita dengan cinta, dan mengapa, dengan cinta, Kau menghancurkannya ? Dengan tangan kanan-Mu, Kau mengangkatnya, dan dengan tangan kiri-Mu Kau membuangnya ke dalam jurang dan ia tidak tahu mengapa. Dalam mulutnya Kau meniupkan nafas kehidupan, dan dalam hatinya Kau menebar benih kematian. Kau menunjukkan padanya jalan kebahagiaan, namun Kau membawa dia ke jalan kesengsaraan; di mulutnya Kau tempatkan sebuah lagu kebahagiaan, namun kemudian Kau menutup bibirnya dengan penderitaan dan lidahnya dengan kepedihan. Dengan jari misterius-Mu Kau menyembuhkan lukanya, dan 49

dengan tangan-Mu Kau gambarkan kepedihan di sekeliling kebahagiaannya. Di ranjangnya Kau menyembunyikan kenikmatan dan kedamain, namun disampingnya kau dirikan ketakutan dan kegelapan. Kau memberinya kasih sayang dengan kehendak-Mu, dan darinya Kau ambil kasih sayang itu. Dengan kehendak-Mu Kau menunjukkan kepadanya keindahan cinta, namun cintanya untuk keindahan menjadi kelaparan. Kau membuatnya meminum kehidupan dari cangkir kematian, dan kematian dari cangkir kehidupan. Kau menyucikannya dengan air mata, dan dengan air mata hidupnya mengalir menjauh. Oh, Tuhan, Kau telah membuka mataku dengan cinta, dan dengan cinta Kau telah membutakanku. 50

Kau telah menciumku dengan bibirMu dan mencampakkanku dengan tangan kuat-Mu. Kau telah menanamkan dalam hatiku setangkai mawar putih, namun di sekelilingnya Kau bangun pagar berduri. Kau telah mengikat masa kiniku dengan jiwa seorang muda yang kucintai, namun kehidupanku dengan tubuh pria lain yang tak ku kenal. Tolonglah, aku Tuhan, untuk menjadi kuat dalam perjuangan mematikan ini dan Bantu aku untuk selalu jujur dan baik sampai mati. Kau akan melakukannya, Oh, Tuhan”

51

“Oh, Kristus, aku telah memilih Salib-Mu dan meninggalkan dunia Isthar yang penuh dengan kebahagiaan dan kenikmatan; aku telah mengenakan rangkaian duri dan meninggalkan rangkaian laurel dan mencuci tanganku dengan darah dan airmata bukannya wewangian da parfum; aku meminum cuka dan empedu dar cangkir dan bukan anggur; terimalah aku, Tuhanku, di antara penganut-Mu dan bawalah aku menuju Galilea yang telah memilih-Mu, senang dengan penderitaan dan 52

nikmat dengan kesengsaraan mereka.” “Kini aku akan kembali dengan bahagia ke guaku yang gelap, dimana ada setan mengerikan di dalamnya. Jangan bersimpati denganku, kekasihku, dan jangan merasa menyesal untukku, karena jiwa yang melihat bayangan Tuhan tidak akan pernah takut, begitu pula melawan hantu dan iblis. Dan mata yang melihat ke Surga tidak akan pernah tertutup oleh kepedihan dunia.”

The Story 53

By: The Time

54

Related Documents

Story 2
May 2020 7
Story 2
June 2020 3
Story 2
November 2019 11
Hoon Story (2)
May 2020 0
Meanwhile Story 2
June 2020 4
June Story List(2)
October 2019 11

More Documents from ""

P.a 2
May 2020 3
Story 2
May 2020 7
Kimia.docx
May 2020 5
Bio Sel.docx
May 2020 3
Publi Wh Papers 14 En 1
October 2019 6