Oleh : DRS. MARJONI RACHMAN, M.Si
FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945
SAMARINDA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Jika kita mempelajari ilmu-ilmu sosial, maka kita akan mempunyai kesimpulan yang sama tentang obyek dari ilmu-ilmu sosial tersebut, yaitu bahwa semua ilmu sosial pada hakikatnya mempunyai obyek yang sama yakni masyarakat.
Masyarakat merupakan sekumpulan individu yang
tinggal dalam suatu wilayah yang membentuk suatu komunitas di dalam kehidupan sosial.
Kumpulan individu yang membentuk komunitas
tersebut mempunyai karakteristik tersendiri yang membedakan antara masyarakat yang satu dengan masyarakat lainnya. Ilmu-ilmu sosial mencoba memahami, menelaah, meneliti, mencari persamaan dan perbedaan antara masyarakat yang satu dengan yang lain. Ilmu sosial mencoba memahami perilaku individu dalam masyarakat dan sebaliknya perilaku masyarakat sebagai kumpulan individu dengan kelompok masyarakat lainnya. Ilmu sosial mencoba memahami, meneliti dan menemukan perbedaan serta persamaan interaksi individu dalam masyarakat dan interaksi masyarakat dengan kelompok masyarakat lainnya. Dari uraian di atas, maka akan timbul pertanyaan : dimana letak perbedaan antara ilmu sosial yang satu dengan ilmu sosial lainnya ?
1
Perbedaannya adalah terletak pada dimensi atau sudut pandang yang digunakan oleh masing-masing ilmu sosial untuk memahami, menelaah dan mencermati masyarakat itu secara khusus. Ilmu Ekonomi mencoba memahami
kehidupan
individu
dan
masyarakat
dalam
usahanya
memenuhi kebutuhan hidup mereka. Usaha-usaha tersebut merupakan usaha manusia dalam memproduksi, mendistribusikan dan mengkonsumsi barang dan jasa yang terbatas dalam masyarakat. Sementara itu Ilmu Politik memahami tentang hak dan wewenang, kekuasaan, proses pembuatan keputusan dalam masyarakat serta konflik yang terjadi sebagai akibat dari distribusi dan alokasi barang dan jasa yang dianggap mempunyai nilai oleh masyarakat menjadi tidak seimbang. Sedangkan sosiologi mencoba memahami tentang struktur sosial, lembaga sosial, lapisan sosial, perubahan sosial, interaksi sosial, mobilitas sosial dan modernisasi. Dari uraian tersebut di atas maka timbul pertanyaan baru apakah ketiga disiplin ilmu tersebut, yaitu sosiologi, politik dan ekonomi mempunyai hubungan satu sama lain ? hubungan itu ?
Jika ada bagaimana bentuk
Apakah hubungan tersebut hanya sekedar kesamaan
obyek yang diteliti ? Disiplin ilmu sosiologi, politik dan ekonomi mempunyai hubungan satu sama lain. Ketiga disiplin ilmu tersebut saling memberikan dukungan bail pada tingkat teoritis maupun pada tingkatan implementasinya. Hubungan ketiganya dapat dijelaskan sebagai berikut.
2
Pertama, bahwa ketiga disiplin ilmu tersebut membicarakan dan menelaah obyek yang sama, yaitu manusia baik sebagai individu maupun kelompok masyarakat. Ketiganya membicarakan tentang perilaku individu maupun kelompok dalam masyarakat serta berbagai gejala sosial sebagai akibat dari interaksi, serta status dan peran mereka dalam masyarakat. Kedua, karena membicarakan tentang obyek yang sama, maka munculnya ketiga disiplin ilmu tersebut sesungguhnya di dasarkan pada sudut pandang atau point view yang berbeda tentang tingkah laku manusia itu berikut gejala-gejala sosial yang ditimbulkannya.
Jika kita
mecermati secara lebih mendalam lagi sesungguhnya gejala-gejala sosial yang muncul ke permukaan di dasarkan pada “kepentingan” atau alasan yang saling berkaitan satu sama lain. Misalkan seorang pengusaha yang akan pergi ke tempat pemungutan suara dalam pemilihan umum (peristiwa politik), secara rasional si pengusaha akan memilih partai politik yang mendukung kegiatan bisnisnya (peristiwa ekonomi). Sementara itu kegiatan bisnis yang dilakukan oleh seorang pengusaha menentukan status dan peran sosialnya (gejala sosiologis) sebagai pengusaha di dalam masyarakat. Ketiga, hubungan ketiga disiplin ilmu ini menghasilkan disiplin ilmu baru. Hubungan antara sosiologi dan politik menghasilkan cabang ilmu sosiologi politik. Cabang sosiologi politik dengan tokoh utamanya Maurice Duverger membicarakan tentang basis-basis sosial dari kekuasaan dalam masyarakat.
Hubungan antara sosiologi dan ekonomi menghasilkan
3
cabang ilmu sosiologi ekonomi dan hubungan antara ekonomi politk menghasilkan cabang ilmu ekonomi politik.
Untuk lebih jelas lagi
mengenai hubungan ketiga disiplin ilmu tersebut dapat dilihat pada gambar berikut ini.
Sosiologi
II
I IV
Politik
III
Ekonomi
Gambar-1. Hubungan Sosiologi, Politik dan Ekonomi
Keterangan : I II III
: Sosiologi Politik : Sosiologi Ekonomi : Ekonomi Politik
Dari gambar tersebut di atas maka semakin jelas hubungan antara disiplin ilmu sosiologi, politik dan ekonomi. Dalam kaitannya dengan mata kuliah ini maka bidang/area yang akan menjadi pembahasan kita adalah
4
pada bidang/area I yaitu Sosiologi Politik.
Untuk memudahkan kita di
dalam memahami tentang Sosisologi Politik maka berikut itu akan diuraikan terlebih dahulu konsep dasar dari masing-masing bidang, yaitu konsep dasar mengenai sosiologi dan konsep dasar mengenai politik.
B. Konsepsi Dasar Sosiologi Secara etimologis kata sosiologi berasal dari bahasa Latin Socius dan Logos.
Socius artinya masyarakat dan Logos artinya ilmu.
Jadi
sosiologi adalah ilmu tentang masyarakat. Para ahli kemudian mencoba memberikan definisi yang lain tentang sosiologi, walaupun pada intinya definisi yang mereka kemukakan tidak berbeda jauh dengan arti secara etimologis. Perbedaannya terletak pada sudut pandang yang dilihat oleh masing-masing pakar/ahli. Ada yang menekankan pada aspek interaksi sosial, struktur sosial dan ada pula yang menekankan pada fakta-fakta sosial, perubahan sosial dan lain sebagainya. Soerjono Soekanto (1983) mengatakan bahwa sosiologi adalah ilmu yang mempelajari struktur sosial, proses sosial termasuk perubahanperubahan sosial dan masalah sosial. Sementara itu Roucek dan Waren mengatakan bahwa sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara manusia dalam kelompok. William F. Ogburn dan Meyer F. Nimkoff mengatakan bahwa sosiologi adalah penelitian secara ilmiah terhadap interaksi sosial. Sedangkan Emile Durkheim mengatakan bahwa sosiologi adalah ilmu
5
yang mempelajari fakta-fakta sosial, yaitu fakta-fakta yang berisikan cara bertindak, berfikir dan merasakan yang mengendalikan individu tersebut. Dari berbagai pendapat para ahli tersebut di atas terlihat bahwa pada umumnya mereka sepakat bahwa sosiologi merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari mengenai interaksi manusia di dalam kehidupan sosialnya. Sehubungan dengan itu ada suatu ungkapan yang berbunyi sebagai berikut : Jika anda tertarik untuk mempelajari lingkungan sosial dan melakukan penemuan-penemuan baru serta mencapai pengertian-pengertian baru mengenai lingkungan sosial tersebut, maka dalam sosiologi tersedia tempat bagi anda. Dari uraian tersebut di atas maka dapat dikatakan pula bahwa sosiologi berfokus pada interaksi manusia – khususnya pada pengaruh timbal balik diantara dua orang atau lebih dalam hal perasaan, sikap, dan tindakan. Dengan kata lain bahwa sosiologi tidak begitu difokuskan pada apa yang terjadi di dalam manusia (area psikologi), melainkan pada apa yang berlangsung di antara manusia. Oleh sebab itu fokus pengkajian sosiologi adalah pada orang selaku makhluk sosial. Jika
sosiologi
dikatakan
sebagai
ilmu
pengetahuan
yang
mempelajari interaksi manusia dalam konteks kehidupan sosialnya, maka interaksi ini sesungguhnya tidak terbatas, ruang lingkupnya sedemikian tersebar dan padat sehingga kita sukar mengertinya.
Untuk lebih
memahami pola interaksi manusia di dalam kehidupan sosial, maka ada beberapa teori yang menjelaskan mengenai hal tersebut yaitu : teori
6
struktur-fungsi,
teori
konflik,
teori
pertukaran
sosial
dan
teori
interaksionisme simbolis. Teori Struktur Fungsi beranggapan bahwa ada persamaan yang cukup signifikan antara organisme biologi dengan kehidupan sosial. Teori ini mengasumsikan bahwa “masyarakat itu laksana suatu organisme”. Inti perspektif ini adalah faham mengenai suatu sistem. Tubuh manusia diibaratkan sebagai sebuah sistem yang terdiri dari sejumlah organ yang saling berhubungan (jantung, paru-paru, ginjal, otak, dans sebagainya). Setiap organ menjalankan fungsinya masing-masing untuk kelangsungan hidup organisme tersebut. Institusi-institusi dipandang oleh para ahli sosiologi sebagai analog dengan organ.
Struktur-struktur sosial ini memenuhi kebutuhan utama
yang perlu untuk kelanjutan hidup dan pemeliharaan masyarakat. Institusi-institusi sosial diklasifikasikan menurut fungsi utama yang dijalankannya : institusi perekonomian difokuskan pada produksi dan distribusi barang dan jasa.
Sementara institusi politik berfungsi
memberikan perlindungan kepada warga negara terhadap warga lain dan terhadap musuh asing serta memberikan perlindungan terhadap hak-hak politik seluruh warga negara. Teori Konflik berasumsi bahwa dalam kehidupan sosial terdapat beberapa hal yang ditetapkan sebagai “barang” (goods) yang langka dan dapat dibagi-bagikan, sehingga semakin banyak suatu fihak memperoleh barang tersebut, maka semakin sedikit baranbg itu tersedia bagi orang
7
lain. Kekayaan, kekuasaan, status, dan kekuasaan atas suatu wilayah merupakan contoh mengenai hal ini. Manusia secara khas berusaha untuk lebih banyak memperoleh apa yang mereka tetapkan sebagai sesuatu yang berharga atau dikehendaki. Pada saat satu kelompok manusia menganggap diri mereka mempunyai hak khusus dan sah atas hal-hal tertentu yang menyenangkan walaupun kelompok itu memperoleh hak tersebut dengan cara merugikan pihak lain, maka pada saat itulah akan terjadi konflik.
Konflik berarti
pertentangan mengenai nilai atau tuntutan hak atas kekayaan, kekuasaan, status dan lain-lain yang terjadi antara satu pihak dengan pihak lain, baik sebagai individu maupun kelompok, dengan tujuan untuk menyisihkan salah satu pihak. Para ahli sosiologi masa kini melihat bahwa konflik bukan saja bisa terjadi antar individu atau antar kelompok, tetapi juga mereka melihat konflik yang terjadi antar banyak kelompok, seperti ras lawan ras, agama lawan agama, konsumen lawan produsen, penghuni pusat kota lawan penghuni daerah luar kota dan lain sebagainya.
Para ahli sosiologi
tersebut memperhatikan bahwa suatu tema yang selalu kembali di dalam hidup manusia adalah pertanyaan : “Keinginan siapakah yang akan berlaku : keinginanmu ataukah keinginanku ?” Teori Pertukaran Sosial.
Sebagian besar rasa kepuasan kita
bersumber pada tindakan manusia lain.
Kepuasan di dalam cinta,
rangsangan intelektual, persahabatan, kebutuhan ekonomi, keamanan
8
dan banyak tujuan lain dalam hidup kita hanya dapat dicapai dengan menggerakkan orang lain agar berperilaku tertentu terhadap kita. Anggapan ini merupakan dasar teori pertukaran sosial, yaitu teori yang berpandangan bahwa manusia mengatur hubungan dengan orang lain dengan cara semacam membuat pembukuan mental yang mencatat imbalan, biaya dan laba. Teori pertukaran sosial berasumsi bahwa orang memasuki dan meneruskan pola interaksi dengan orang lain karena mereka menganggap interaksi demikian itu menguntungkan, apapun yang menjadi alasannya. Tetapi di dalam proses mencari imbalan, orang pasti akan memikul biaya. Biaya menunjuk pada pertimbangan negatif seperti kewajiban, kelelahan, kebosanan, kecemasan, keprihatinan dan sebagainya, atau pada unsur positif yang dikorbankan dengan jalan tetap meneruskan hubungan. Keuntungan yang diperoleh dari pertukaran sosial menggambarkan perbedaan antara imbalan dengan biaya. Peter
Blau
(1967),
seorang
ahli
teori
pertukaran
sosial,
mengemukakan bahwa jika manusia mau memperoleh manfaat dari hubungan dengan orang lain, mereka harus menawarkan cukup banyak hal kepada partner mereka agar yang bersangkutan merasakan adanya manfaat untuk tetap memelihara hubungan.
Artinya bahwa seseorang
harus memberikan penawaran yang lebih banyak secara timbal balik kepada orang lain untuk dapat memperoleh persahabatan. Dengan pola seperti ini prinsip penawaran dan permintaan menjamin bahwa orang
9
hanya akan memperoleh partner yang sama layaknya dengan apa yang mereka pantas peroleh. Teori Interaksionisme Simbolis.
Sustau premis dasar sosiologi
adalah bahwa manusia merupakan makhluk sosial : menjadi manusia secara sendiri.
kita tidak dapat
Para ahli sosiologi penganut teori
interaksionisme simbolis mengatakan bahwa komunikasi atau pada khususnya simbol, merupakan kunci untuk mengerti kehidupan sosial. Simbol merupakan tindakan atau obyek yang secara sosial telah dianggap mewakili sesuatu yang lain. Teori Interaksionisme Simbolis beranggapan bahwa manusia mengembangkan kemampuan untuk berinteraksi dengan orang lain melalui penggunaan simbol yang dimiliki bersama. Melalui simbol yang dimiliki bersama itu manusia memberikan “makna” pada kegiatan mereka, dengan “makna” tersebut mereka menjelaskan situasi dan menafsirkan perilaku.
C. Konsepsi Dasar Politik Secara etimologis politik berasal dari bahasa Yunani yaitu polis, yang berarti nagara kota. Orang yang mendiami polis disebut polites yang berarti pula warga negara. Politikos berarti kewarganegaraan. Dari istilah ini muncullah politike techne yang berarti kemahiran politik, ars politica yang berarti kemahiran tentang masalah kenegaraan, dan politike
10
episteme yang berarti ilmu politik. Berasal dari kata inilah perkataan politik yang kita gunakan saat ini. Politik memiliki definisi yang banyak, tergantung sudut pandang yang digunakan oleh si pembuat definisi.
Miriam Budiardjo (1993)
mendefinisikan politik sebagai berbagai macam kegiatan yang terjadi di suatu negara, yang menyangkut proses menentukan tujuan dan bagaimana cara mencapai tujuan itu. Disini Miriam Budiardjo mengartikan politik sebagai tindakan yang beraneka ragam yang dilakukan oleh penguasa
maupun
masyarakat
yang
berkaitan
dengan
proses
menetapkan tujuan dan bagaimana cara pencapai tujuan itu. Sementara
itu
Hoogerwerf
pertarungan kekuasaan.
Hans J.
mendefinisikan
politik
sebagai
Morgentahu mendefinisikan politik
sebagai usaha mencari kekuasaan (struggle for power) dan David Easton mengartikan
politik
sebagai
semua
aktivitas
yang
mempengaruhi
kebijakan dan cara kebijakan itu dilaksanakan. Dari uraian-uraian di atas maka dapat diambil beberapa konsep pokok di dalam politik, yaitu : (1) politik berkaitan dengan negara (state), (2) kekuasaan (power), (3) pengambilan keputusan (decission making), dan (4) kebijakan umum (public policy). Roger F. Soltou mengatakan bahwa ilmu politik adalah ilmu yang mempelajari negara, tujuan-tujuan negara dan lembaga-lembaga negara yang akan melaksanakan tujuan-tujuan tersebut, hubungan antara negara dengan warga negara dan hubungan antara negara yang satu dengan
11
negara yang lain. Negara, menurut Miriam Budiardjo merupakan integrasi dari kekuasaan politik.
Negara juga dekatakan sebagai agen (alat)
masyarakat yang mempunyai kekuasaan untuk mengatur hubunganhubungan manusia dalam masyarakat dan menertibkan gejala-gejala kekuasaan dalam masyarakat. Soltou mengatakan pula bahwa negara sebagai alat atau wewenang yang mengatur atau mengendalikan persoalan-persoalan bersama atas nama rakyat.
Negara juga dikatakan oleh Harold Laski
sebagai alat untuk mengatur tingkah laku manusia. Oleh sebab itu negara memiliki wewenang yang bersifat memaksa dan yang secara sah lebih tinggi daripada individu atau kelompok.
Sementara itu Max Weber
mengatakan bahwa negara sebagai suatu masyarakat yang mempunyai monopoli dalam penggunaan kekuasaan fisik secara sah dalam suatu wilayah. Dari paparan yang telah diungkapkan tersebut di atas, maka negara memiliki beberapa sifat dasar yaitu :
1. Memaksa : agar semua peraturan perundangan yang berlaku ditaati demi
terciptanya
ketertiban
baik
dalam
masyarakat
maupun
pemerintahan. Menurut Max Weber, dalam hal ini negara memiliki alat paksa fisik yang sah (legitimate physical compulsion), seperti polisi, tentara, kejaksaan dan badan kehakiman yang menegakkan semua peraturan yang ada.
12
2. Monopoli : negara memonopoli dalam menetapkan tujuan bersama dari masyarakat.
Dalam hal ini negara memiliki wewenang untuk
melarang hidup dan menyebarluaskan suatu aliran kepercayaan atau aliran politik yang dipandang mengganggu kepentingan umum dan bertentangan dengan tujuan masyarakat umum. 3. Mencakup semua : semua peraturan perundangan berlaku untuk semua orang tanpa kecuali.
Kekuasaan adalah kemampuan seseorang atau sekelompok orang untuk mempengaruhi tingkah laku orang lain atau kelompok lain agar mau mengikuti keinginan dari si pemilik pengaruh. Harold D. Lasswell dan A. Kapplan mengatakan bahwa ilmu politik mempelajari pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat, yaitu mengenai hakikat, dasar, proses-proses, ruang lingkup dan hasil-hasilnya. Fokus utama dari ilmu politik
adalah
perjuangan
untuk
mencapai
dan
mempertahankan
kekuasaan, melaksanakan kekuasaan atau pengaruh atas orang lain. Deliar Noer mengatakan bahwa ilmu politik memusatkan perhatiannya pada masalah kekuasaan dalam kehidupan bersama atau masyarakat. Sementara itu Ossip K. Flechtheim mengatakan bahwa ilmu politik adalah ilmu sosial yang khusus mempelajari sifat dan tujuan negara sejauh negara merupakan organisasi kekuasaan, beserta sifat dan tujuan dari gejala-gejala kekuasaan yang tidak resmi, yang dapat mempengaruhi negara.
13
Sementara itu keputusan sesungguhnya suatu proses membuat pilihan diantara beberapa alternatif.
Pengambilan keputusan sebagai
suatu konsep politik yang menyangkut keputusan-keputusan yang diambil secara kolektif dan yang mengikat seluruh masyarakat.
Keputusan itu
menyangkut tujuan masyarakat dan kebijakan-kebijakan yang dibuat untuk mencapai tujuan itu.
Joyce Mitchel mengatakan bahwa politik
merupakan pengambilan keputusan kolektif atau pembuatan kebijakan umum untuk masyarakat.
Karl W. Deutsch mengatakan bahwa politik
adalah pengambilan keputusan melalui sara umum, dalam arti keputusan itu dilakukan oleh sektor publik (negara) dan menyangkut barang-barang publik (public goods). Konsepsi pokok yang terakhir dari ilmu politik adalah kebijakan, yaitu kumpulan keputusan yang diambil oleh seorang pelaku atau sekelompok elit politik dalam usaha mencapai tujuan-tujuan dan cara-cara mencapai tujuan itu. Kebijakan itu biasanya ditetapkan oleh pihak yang berwenang, dalam hal ini adalah para pejabat yang diberi kewenangan untuk itu. Hoogerwerff mengatakan bahwa obyek dari ilmu politik adalah kebijakan dari pemerintah, proses terbentuknya serta akibat-akibatnya.
14
BAB II
KONSEPSI SOSIOLOGI POLITIK
A. Pendahuluan Seperti telah dikemukakan pada pembahasan terdahulu bahwa sosiologi merupakan ilmu pengetahuan mengenai masyarakat dengan fokus perhatian terletak pada interaksi manusia, karena suatu masyarakat dapat terbentuk jika ada interaksi antara manusia yang satu dengan manusia lainnya. Oleh sebab itu ada pengaruh timbal balik antara dua orang atau lebih dalam hal perasaan, sikap dan tindakan.
Dengan
perkataan lain, sosiologi tidak begitu difokuskan pada apa yang terjadi di dalam diri manusia, melainkan pada apa yang berlangsung diantara manusia.
Demikian fokus pengkajian sosiologi adalah pada manusia
selaku makhluk sosial (homo socius, social animal, zoon politicon) dan tingkah laku manusia dalam konteks sosial. Sementara itu aspek-aspek masyarakat yang menjadi pusat perhatian studi politik, khususnya adalah lembaga-lembaga sosial seperti badan legislatif dan eksekutif, partai politik dan kelompok-kelompok kepentingan.
Oleh sebab itu para ilmuwan pada umumnya sepakat
bahwa titik sentral perhatian ilmu politik adalah kekuasaan dan penyelesaian konflik-konflik yang ada pada manusia.
15
Jika pada pembahasan terdahulu kita telah mendefinisikan sosiologi sebagai studi mengenai tingkah laku manusia dalam hubungannya dengan masalah kemasyarakatan, maka penting untuk ditekankan bahwa masalah kekuasaan tersebut di dalam konteks masyarakat yang sama. Dengan demikian maka usaha untuk menggambarkan esensi politik menjuruskan kita pada suatu bidang studi khusus, yaitu sarana-sarana dengan mana manusia memecahkan permasalahannya bersama-sama dengan manusia lainnya. Dari aspek ini ilmu politik mencakup pula studi mengenai permasalahan manusia, perlengkapan yang dikembangkan untuk
memecahkan
permasalahan
tersebut,
faktor-faktor
yang
mempengaruhi keputusan manusia dan lebih daripada itu adalah ide yang mempengaruhi manusia untuk mengatasi permasalahan itu. Ada anggapan bahwa ilmu politik itu sebagai bagian integral dari sosiologi, namun secara akademis ilmu politik telah berkembang sebagai suatu disiplin ilmu yang terpisah. Oleh sebab itu para ilmuwan politik telah lama mengakui pentingnya sosiologi bagi studi politik. Diakui pula bahwa tidak ada satupun sistem politik, lembaga politik dan seorang politikus yang bisa bekerja dalam suatu ruang vakum. sosiologis
telah
banyak
memberikan
Oleh sebab itu studi
wawasan
berharga
kepada
lingkungan masyarakat dalam mana politik itu melakukan fungsinya. Dalam proses demikian inilah banyak sekali muncul dan berkembang studi-studi atau karya-karya yang secara sah bisa dikategorikan sebagai bidan “Sosiologi Politik”, yaitu berupa penelitian mengenai hubungan
16
antara masalah-masalah politik dan masyarakat, antara struktur sosial dan struktur politik, dan antara tingkah laku sosial dengan tingkah laku politik.
B. Skema Konseptual Telah dijelaskan pada uraian di atas bahwa bidang kajian sosiologi politik merupakan mata rantai antara politik dan masyarakat, antara sturktur-struktur sosial dengan struktur-struktur politik, dan antara tingkah laku sosial dan tingkah laku politik. Dengan demikian kita melihat bahwa sosiologi politik merupakan jembatan teoritis dan metodologis antara sosiologi dengan ilmu politik, atau sering pula disebut sebagai “hybrid inter-disipliner”. Dalam
pembahasan
sosiologi
politik,
skema
konsepsi
kita
dilandaskan pada 4 (empat) konsepsi dasar, yaitu : Sosialisasi Politik, Partisipasi Politik, Perekrutan Politik, dan Komunikasi Politik. Semua konsepsi itu sifatnya interdependen, satu sama lain saling mempunyai ketergantungan dan saling berkaitan. Sosialisasi Politik adalah proses dimana seorang individu bisa mengenali sistem politik, yang kemudian menentukan sifat persepsinya mengenai politik serta reaksi-reaksinya terhadap gejala-gejala politik. Sosialisasi politik mencakup pemeriksaan mengenai lingkungan kultural, lingkungan politik, dan lingkungan sosial dari individu yang bersangkutan; juga mempelajari sikap-sikap politik serta penilaian-penilaiannya terhadap
17
politik. Oleh sebab itu sosialisasi politik merupakan mata rantai paling penting diantara sistem-sistem sosial dengan sistem-sistem politik. Partisipasi Politik
adalah keterlibatan individu sampai pada
bermacam-macam tingkatan di dalam sistem politik. Aktivitas politik itu bisa bergerak dari ketidakterlibatan sampai dengan aktivitas jabatannya. Oleh sebab itu partisipasi politik berbeda antara masyarakat yang satu dengan yang lainnya. Perlu pula ditekankan bahwa partisipasi politik bisa menumbuhkan motivasi untuk meningkatkan partisipasinya, termasuk di dalamnya tingkatan paling atas dari partisipasi – dalam bentuk pengadaan berbagai macam jabatan – dan tercakup di dalamnya proses perekrutan politik. Perekrutan
Politik
adalah
proses
dimana
individu-individu
mendaftarkan diri untuk menduduki suatu jabatan.
Perekrutan ini
merupakan suatu proses dua arah dan sifatnya bisa formal maupun tidak formal. Merupakan proses dua arah karena individu-individunya mungkin mampu mendapatkan kesempatan, atau mungkin didekati oleh orang lain dan kemudian bisa menjabat posisi tertentu. Dengan cara yang sama, perekrutan bisa disebut formal jika para individu direkrut dengan terbuka melalui cara institusional berupa seleksi ataupun pemilihan.
Disebut
informal jika para individunya direkrut secara prive (sendirian) tanpa melalui atau sedikit sekali melalui cara institusional. Komunikasi Politik adalah proses dimana informasi politik yang relevan diteruskan dari satu bagian sistem politik kepada bagian lainnya.,
18
dan diantara sistem-sistem sosial dengan sistem-sistem politik. Kejadian tersebut merupakan proses yang kontinyu, melibatkan pula pertukaran informasi diantara individu-individu dengan kelompok-kelompoknya pada semua tingkatan masyarakat.
Disamping itu tidak hanya mencakup
pandangan-pandangan serta harapan-harapan para anggota masyarakat, tetapi juga merupakan sarana dimana pandangan-pandangan, usul-usul dan anjuran-anjuran pejabat yang berkuasa diteruskan kepada anggota masyarakat dan selanjutnya juga melibatkan reaksi anggota masyarakat terhadap pandangan-pandangan, janji-janji dan saran-saran dari para penguasa.
Maka dengan demikian komunikasi politik memainkan
peranan yang sangat penting di dalam sistem politik; komunikasi politik juga menentukan komponen dinamis dan menjadi bagian menentukan dari sosialisasi politik, partisipasi politik dan perekrutan politik.
19