Shalan Part 1.docx

  • Uploaded by: HeavenAlfParadise
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Shalan Part 1.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 1,219
  • Pages: 7
"LIZZA!!!!"

"Berisik. Kenapa sih?" Jawab Lizza setelah mengangkat telephone dari Shavira

"Gue tadi duduk bareng Alan di halte. Ahhhhh, seneng banget gue..." Dengan duduk di atas kasur sambil memeluk guling, Lizza mendengarkan temannya itu menceritakan duduk permasalahan Shavira bisa sesenang ini.

Ya, selepas dia mengganti seragam ada panggilan telephone dari Shavira.

"Kok, bisa? Gimana ceritanya?" Tanya Lizza penasaran

"Tadi kan gue lagi nunggu bis kayak biasa, nah ternyata bis datengya lamaaaaa banget. Sampe sebel gue nunggu. Tapi, di saat gue ngerasa sebel tiba-tiba Alan dateng bawa angin seger. Dia duduk di sebelah gue, astaga Za. Sebelah gue lho... Ya, walaupun bentaran doang karna temennya keburu dateng jemput dia. Tapi gue tetep seneng, haha"

Lizza yang mendengar cerita Shavira hanya menggelengkan kepala. Dia tahu bahwa selama ini Shavira menyukai Alan.

Yang Lizza tahu, Alan salah satu cowok populer di sekolahnya. Alan adalah paket lengkap suatu pacar idaman. Otak pintar, fisik oke, dan ketua OSIS.

Namun, sepengenalan Lizza, Alan juga merupakan pribadi yang introvet.

"Za, halooo. Lo masih di sana, kan?"

"Iya, ada apaan sih" Sungutnya. Karena Shavira barusan berteriak di telephone yang membuat telinganya berdengung.

"Lagian, lo gue ajak bicara diem aja. Gue kira ditinggal berak, hahaha"

"Lucu lo, Vir" Jawab Lizza sarkas.

"Lo nelfon gue cuma bilang lo duduk bareng Alan doang? Penting banget, ya" Lanjutnya dengan di akhiri kekehan

"Iya, lagian. Ini kan langka. Kapan lagi coba gue, si murid biasa aja, duduk sama murid yang luar biasa kayak Alan" Shavira menghela napas di seberang.

Mendengar Shavira selalu rendah diri membuat Lizza sebal. Sudah berulang kali Lizza bilang pada Shavira bahwa temannya itu memiliki banyak kelebihan yang bahkan Shavira sendiri tidak menyadarinya. Tapi, Shavira entah rendah hati atau bodoh selalu menyangkalnya.

"Terserah lo. Yang penting bahagia deh, ya."

"Ah, Lizza.... So sweet banget sih..."

"B aja" Dengusnya

"Ah, Lo mah gitu. Btw, ada PR gak?" Pertanyaan wajib Shavira saat menelfon dirinya. PR.

"Banyak. Jangan lupa lo. Gue gak mau ya, lo contekin lagi"

"Seriusan banyak? Apaan aja? Ah, alamat begadang ini, mah"

"Ntar gue WA"

"Oke, makasih Lizza tersayang" Kata Shavira yang hanya di jawab gumaman olehnya.

"Yaudah. Gue tutup ya, bye" Belum sempat menjawab, sambungan sudah terlebih dahulu terputus. Kebiasaan Shavira.

□□□

Shavira melangkah menuju kelas dengan senyum yang tak pernah lepas. Masih terngiang-ngiang tentang dirinya yang duduk sebelahan dengan Alan.

Mungkin menurut pandangan orang lain, Shavira begitu berlebihan. Hanya karena duduk bersebelahan dengan Alan, dia bisa sesenang itu?

Ya, tak salah beropini seperti itu. Tapi, hei, sadarlah. Buakankah beda kepala, beda juga opini?

Shavira menganggap itu adalah hal luar biasa karena memang itu luar biasa. Setelah selama ini dia hanya bisa memandang dari kejauhan, akhirnya dia bisa melihat secara dekat.

Katakanlah dia lebay atau apa. Dia tak peduli.

"Jalan yang bener, Vir"

Tiba-tiba ada tangan yang menutup keningnya. Sontak dia menoleh pada pemilik tangan itu.

"Eh, Varo. Hehe" Ucap Shavira dengan watadosnya.

" 'Eh, Varo. Hehe'. Cengengesan, lo. Untung ini ranting gak kena jidat lo. Berterima kasih lo sama gue" Ujar Varo, teman sekelas Shavira.

"Uuuuu, tengkiyu Varo. Super Varo kembarannya Super Hero" Shavira memeluk lengan Varo tanpa tahu malu.

"Eh, tangan. Amankan tangan lo" Kata Varo sambil mengernyit dan mengibaskan lengannya. Berpura-pura jijik.

"Ah, jahat lo. Awas nyontek sama gue ya. Gak bakal gue kasih" Ancam Shavira

"Gk kebalik tuh?" Balas Varo sambil melanjutkan langkahnya.

Langkah Varo tiba-tiba terhenti. Dia merasa seperti ada yang menarik-narik ujung tasnya. Saat berbalik, ternyata Shavira lah pelakunya. Dia menautkan kedua alisnya melihat Shavira terpaku pada koridor seberang dengan senyum mengembang dan pipi merah. Koridor kiri atau kelas unggulan.

Ya, di sekolahnya berbentuk U dan ada tiga koridor, koridor kiri atau kelas unggulan dari kela 10 sampai 12, koridor tengah kelas ruang guru dan TU, serta koridor kanan kelas biasa.

Koridor kiri ataupun kanan perangkatan terdiri dari tujuh kelas. Yang berarti tujuh kelas unggulan dan tujuh kelas biasa menurut peringkat yang siswa peroleh.

Jadi, tingkat persaingan disana sangatlah ketat.

Alan termasuk penghuni kelas 11 A. Kelas yang berisi siswa penyumbang piala ataupun medali pada sekolah lewat lomba serta olimpiade.

Shavira?

Bersyukur dia sudah masuk 11 H. Yang mana merupakan kelas peringkat satu di koridor kanan.

"Ada Alan" Kata Shavira

"Terus?" Jawabnya tanpa ekspresi

"Ah. Nyebelin lo" Shavira berdecih sambil memukul lengan atas Varo dan meninggalkan laki-laki itu di tengah koridor kanan.

"Lah. Apa salah gue?" Tanya Varo pada dirinya sendiri dan menggelengkan kepalanya bingung. Ternyata Shavira yang baru berjalan dua langkah mendengar apa yang di katakan Varo.

"VARO GAK PEKA AH!" Teriak Shavira dengan begitu kencangnya sambil berbalik pada Varo. Semua siswa di koridor kanan dan bahkan koridor kiri, termasuk Alan menengok pada mereka. Karena suara Shavira memang sangat keras.

Varo yang tahu situasinya langsung memingit kepala Shavira tanpa ampun sambil menyeret menuju kelas mereka.

"Malu-maluin bodoh" Gumamnya sebal

"Ih, Varo. Lepasin. Sakit, ih!" Pekik Shavira sambil memukul-mukul lengan yang melilit lehernya.

□□□

"Sakit gila. Gak kira-kira lo" Sungut Shavira sambil duduk di tempat duduknya di kelas. Dia mengusap-usap leher belakangnya dengan muka cemberut.

Kursi di sampinya belun terisi yang menandakan Lizza belum datang. Tumben, biasanya Lizza termasuk siswa rajin di kelasnya yang datang 30 menit sebelum bell. Tidak seperti dirinya yang terkadang 3 menit sebelum bell baru masuk gerbang.

"Lagian bikin malu" Jawab Varo menghampiri Shavira dan berdiri di hadapannya.

"Coba sini gue liat" Lanjut nya sambil menyingkirkan rambut hitam Shavira yang tergerai hingga lehernya bisa terlihat.

"Eh, mau ngapain lo. Janga macem-macem ya" Shavira mencoba memberontak yang tak di gubris oleh Varo. Cowok itu mendekatkan wajahnya pada leher Shavira.

"Yaelah, merah dikit doang ini mah. Lebay lo" Kata Varo sambil menolehkan wajahnya pada wajah Shavira.

Dengan jarak seperti ini, Shavira 'sedikit' merasa gugup. Karena tak bisa di sangkal, bahwa Varo juga memiliki wajah yang lumayan tampan.

"Ehem! Ini kelas bukan tempat pacaran" Sontak mereka menjauhkan diri satu sama lain.

"Tumben baru dateng, Za" Tanya Shavira sambil menghilangkan gugup. Varo duduk di kursi depan tempat duduk Shavira dan Lizza.

"Ngapain lo berdua? Pacaran ya?" Kata Lizza yang tak menghiraukan pertanyaan Shavira dengan tatapan menyelidik.

"Enak aja" "Ya kagak lah"

Shavira dan Varo mengucapkannya secara bersamaan yang membuat Lizza tak bisa menahan tawa.

"Bercanda elah. Tapi, tadi kalian ngapain?"

"Ini nih, Varo tadi masa nyeret-nyeret gue. Mana kenceng banget lagi" Adu Shavira pada Lizza

"Lebay. Lagian lo bikin malu" Balas Varo dengan tak acuh

"Lebay lebay! Nih, Za. Liat. Leher gue merah kan? Gara-gara Varo nih" Kata Shavira tak mau kalah sambil menyodorkan lehernya pada Lizza.

Lizza yang melihat Shavira dan Varo yang saling tak mau mengalah hanya terkekeh.

"Misi. Gue mau duduk, Var. Sorry" Kata seseorang yang menghentikan kegiatan mereka bertiga. Sadar siswa itu bicara padanya, Varo langsung bangkit berdiri dan bergeser.

"Oh, iya. Makasih bangkunya." Kata Varo mempersilahkan

"Gue balik ke bangku gue deh, ya. Bye" Lanjut Varo hendak jalan ke bangku pojok depan kanan, tempat duduknya.

"Hush hush" Shavira mengibaskan tangan tanda mengusir.

"Sialan" Tukas Varo sambil menepuk kening Shavira pelan.

"Eh, si Alan gebetan gue tuh. Jangan di sebut-sebut" Shavira terkekeh dengan apa yang di katannya sendiri. Lizza yang mendengarnya hanya tertawa sambil menepuk vahu Shavira.

"Terserah lo" Kata Varo berlalu kesal

÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷ Nah, gimana? Enjoy? Lanjut?

Semoga kalian enjoy ya!😉

Jangan lupa kritik dan saran kalo ada. Klo boleh, vote sama komennya juga, hehe😆😆

Tapi, kalo gk ikhlas ya gk usah😟

Tetep stay sama ceritaku ya. Tunggu aku...

Oke, tunggu hari Rabu ya...

Love,

AlLee

Related Documents


More Documents from "John Michael Benson"

Shalan Part 1.docx
April 2020 1
Contoh-cv-word-4.docx
April 2020 7