Setetes Dharma Penyejuk Kehidupan

  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Setetes Dharma Penyejuk Kehidupan as PDF for free.

More details

  • Words: 35,117
  • Pages: 50
SETETES DHARMA PENYEJUK KEHIDUPAN TIDAK DIPERJUALBELIKAN

DAFTAR DONATUR Namo Sakyamuni Buddhaya, Namo Buddhaya, Pada penerbitan sebelumnya yakni buku “Pedoman Dasar Umat Buddha Mahayana”, materi yang disampaikan lebih terfokus pada konsep dasar ajaran Sang Buddha dan doa. Sebagai kelanjutan dari penerbitan sebelumnya, buku yang merupakan kumpulan artikel para tokoh agama Buddha ini lebih menekankan pada aspek keseharian, pengetahuan, penjabaran beberapa sutra Mahayana, dan ulasan tentang Mantra Maha Karuna Dharani. Penerbitan buku ini bertujuan membuka cakrawala berpikir bahwa Dharma amatlah dekat dengan keseharian sekaligus juga memberikan uraian tentang isi beberapa sutra dan Maha Karuna Dharani. Buku ini masih jauh dari kata sempurna sehingga kritik dan saran untuk perbaikan amat dibutuhkan. Akhir kata selamat membaca dan mempraktikkan Dharma.

Pengumpul Materi: Luky Editor : Luky Alamat Redaksi : Jalan Kelenteng 10/23A Bandung 40182 E-mail Redaksi : [email protected]

Maitricittena, Redaksi

2

99

DAFTAR DONATUR

DAFTAR ISI Sakyamuni Buddha : Guru Kita yang Sebenarnya……………………….4 Filsafat Aliran Tanah Suci…………………………………………………….6 Manfaat Melafalkan Nama Buddha…………………………………………13 Asal Usul Bumi dan Manusia Menurut Agama Buddha……….............15 Kiamat : Versi Buddhis………………………………………………………17 Bagaimana Mengajarkan Agama Buddha Kepada Anak………………20 Manfaat ke Vihara……………………………………………………………..28 Amitabha Buddha Sutra……………………………………………………..39 Saddharma Pundarika Sutra Varga………………………………………..44 Ulambanapatra Sutra………………………………………………………...51 Penjabaran Maha Karuna Dharani…………………………………………56 Referensi……………………………………………………………………….97 Daftar Donatur………………………………………………………………...98

98

3

REFERENSI

Sakyamuni Buddha: Guru Kita Yang Sebenarnya

Yang Mulia Bhiksu Ching Kung

www.kalyanadhammo.net Buddhisme adalah ajaran tentang lingkungan kehidupan di sekitar kita dan diri kita sendiri. Buddha mengajarkan kita untuk mengenal diri kita sendiri; pikiran, perkataan dan perbuatan kita serta yang lebih penting adalah akibat yang dapat ditimbulkannya. Buddha menginginkan kita untuk mengembalikan keaslian dan kebijaksanaan diri yang sempurna. Beliau mengajarkan bahwa setiap orang memiliki kemampuan untuk mencapai pengertian akan hidup dan alam semesta yang sempurna dan hanya karena ilusi yang membuat kita tidak sanggup menyadarinya. Kita dibutakan oleh diskriminasi, pemikiran yang tidak menentu dan keterikatan serta melupakan pemikiran murni kita yang sesungguhnya tentang diri kita. Dengan cara ini, kita telah menyebabkan penderitaan yang tidak perlu pada diri kita sendiri. Buddha juga mengajarkan kita untuk memandang lingkungan hidup kita dengan jelas. Lingkungan meliputi semua obyek yang kita jumpai setiap hari. Ketika hati kita bebas dari pikiran diskriminasi dan keterikatan, kita akan dapat melihat segala sesuatu dengan jelas dan berhubungan dengan mereka secara benar. Dengan demikian, kita dapat hidup harmonis dengan yang lain dan berhasil dalam semua usaha kita. Apa maksud Buddha ketika mengajarkan kita untuk menanam? Keinginan utama agar kita terhindar dari kekeliruan dan keterikatan. Jika kita menyimpulkan Enam Praktek Dasar yang diajarkan Buddha, kita akan menyadari bahwa perbuatan memberi merupakan praktek yang terpenting. Memberi secara sederhana dapat diartikan sebagai melepaskan. Jika kita dapat melepaskan ketamakan, kemarahan dan kebodohan dan keangkuhan, maka kita akan selalu berpikir dengan jernih. Jika kita dapat melepaskan semua perbedaan, kesusahan dan keterikatan, kita akan mencapai kedamaian, kebebasan spiritual, kesehatan dan umur yang panjang. Jika kita dapat melepaskan pandangan kita sendiri dan bekerja sama demi kepentingan orang lain, kita akan mencapai keselarasan dengan hidup orang lain, masyarakat dan akhirnya dunia yang damai. Dari sini, kita dapat melihat bahwa dasar utama dari ajaran Buddha tidak lain adalah memberi. Pada waktu Buddha Sakyamuni masih ada di dunia, Beliau tidak hanya menggunakan kata-kata untuk mengajar, tetapi membuat dirinya sendiri sebagai contoh bagi semua makhluk hidup untuk diteladani. Beliau 4

www.sammagiphala.or.id

97

gempa kecil menjadi tidak ada. Karena tidak ada gempa, tidak ada yang perlu merasa cemas. Jadi, tercapailah. Ia lengkap dan penuh, sesuai dengan isi hati kita. Apapun yang kita pikirkan, kita mencapainya persis seperti itu. Jika mempercayainya, mantra ini sungguh menakjubkan. Jika orang tidak mempercayainya, itu karena ia tidak tertarik untuk mendapatkan sesuatu yang sangat menakjubkan seperti ini. 84. Sa Po Ho Pencapaian! Apa yang dicapai? Harapan kita; apapun yang kita inginkan. Apapun yang kita suka, akan kita dapatkan jika kita mengucapkan AM SI TIEN TU MAN TO LA PA TO YE SA PO HO. Mereka yang telah meninggalkan rumah mengucapkan kalimat ini setiap kali rambut kepalanya dicukur. Kalimat ini artinya, segalanya telah lengkap, sempurna, dan tercapai, mulia, “seperti yang saya kehendaki”

96

melepaskan semua keinginan, kesenangan duniawi, popularitas dan kekayaan dengan meninggalkan rumah. Beliau hidup sederhana., murni dalam pikiran dan jasmani dan bahagia. Orang biasa mungkin akan melihat hal ini sebagai kepahitan dan menyedihkan, tetapi ini hanya disebabkan oleh kekurangpahaman mereka. (Seseorang yang bijaksana akan memandang hal dengan berbeda). Orang yang bijaksana akan melihat kehidupan Sang Buddha sebagai sebuah kebebasan yang sebenarnya, kebahagiaan dan pemenuhan hidup. Buddha tidak mempunyai pikiran yang tidak berguna, membeda-bedakan, terikat atau kesusahan. Betapa senangnya Beliau! Beliau sesuai dengan semua kondisi dan memancarkan kebijaksanaan dalam setiap pikiran dan tindakan untuk mengajar semua makhluk berperasaan di dunia ini. Para Buddha menjalani hidup dengan kebijaksanaan, sementara orang biasa menjalani hidup dengan penderitaan. Ajaran Buddha Sakyamuni menunjukkan kepada kita bagaimana mengubah hidup penuh derita menjadi hidup penuh kebijaksanaan. Dari ajaran ini, kita akan belajar bagaimana mengubah hidup derita menjadi hidup penuh kebijaksanaan. Dari ajaran ini, kita akan belajar bagaimana memperoleh kebijaksanaan yang sempurna dan kemampuan dari sifat dasar kita sendiri, yang akan membuat kita mampu mencapai jalan kebahagiaan dan kemakmuran yang sebenarnya. Inilah yang disebut dengan Ajaran Sang Buddha

5

Filsafat Aliran Tanah Suci

Oleh Yang Mulia Maha Bhiksu Hsing Yun Teman-teman se-Dharma, hari ini kita akan membahas Aliran Tanah Suci. 1. Awal Mula Pemikiran Tanah Suci Selama masa kehidupan Sang Buddha, ada seorang raja vernama Bimbisra yang dipenjara oleh putera mahkotanya sendiri, Pangeran Ajatasatru . Bahkan Ratu Vaidehi pun sulit bertemu dengan sang raja. Anak yang keras kepala ini kejam dan tidak mempunyai rasa berbakti. Ia merebut tahta dan memenjarakan sang raja. Raja Bimbisara merasa sangat sedih dan putus asa. Ia merasa prihatin atas Dunia Saha ini, yaitu dunia lima kemerosotan, yang penuh dengan penderitaan, setan-setan kelaparan, dan binatang. Ia berpikir dalam hati, “Oh, Buddha! Pada situasi sulit ini, mengapa Engkau tidak datang dan menolongku? Tunjukkanlah satu tempat berlindung yagn dapat menentramkan diriku yang letih ini!” Ratu Vaidehi memohon untuk bertemu sang raja. Ajatasatru tidak mengijinkan Ratu Vaidehi membawa makanan kepada Raja Bimbisara. Raja Vaidehi dengan sedih melumuri madu dan tepung pada badannya untuk mengurangi rasa lapar sang raja. Pada saat tanpa harapan dan menyedihkan ini keduanya berdoa agar Buddha memberikan ajaran cinta kasih kepada mereka. Terjadilah seperti yagn mereka harapkan. Sang Buddha muncul didepan mereka melalui kekuatan gaib-Nya. Beliau berkata kepada Ratu Vaidehi dan Raja Bimbisara. “Pada jarak sepuluh juta milyar Tanah-tanah Buddha menuju barat dari Dunia Saha ini, terdapat sebuah dunia disebut kebahagiaan tertinggi, disana Buddha Amitabha sedang mengajarkan Dharma. Tidak ada penderitaan dalam dunia Amitabha. Itu adalah tempat yang paling suci, paling aman, dan paling membahagiakan. Anda hanya perlu membaca nama Buddha Amitabha. Buddha Amitabha akan menggunakan kekuatan tekad muliaNya untuk memanggil mereka yang menyebut nama-Nya untuk terlahir kembali di Tanah Suci”. Setelah mendengar ajaran Sang Buddha, Raja Bimbisara dan Ratu Vaidehi mulai membaca berulang-ulang nam Amitabha. Sebuah hanmparan tanah yang terang dan bersih benar-benar muncul di depan mata mereka. Ini benar-benar Tanah Suci Amitabha yang membahagiakan. Ini merupakan awal mula filosofi Tanah Suci. 6

sepuluh penjuru dan tiga masa, hingga ke akhir ruang kosong dan seluruh Alam Dharma. YE artinya “menghormati”. Berlindung dan menghormat kepada Tiga Permata. 77. Na Mo Ah Li Ye NA MO sekali lagi berarti “berlindung”, dan AH LI YE artinya “yang bijaksana”. Kita berlindung kepada semua yang bijaksana. 78. Po Lu Ci Ti PO LU CI TI artinya “merenungkan”, atau “memperhatikan” 79. Suo Po La Ye SUO PO LA YE artinya “kebahagiaan”. Bersama-sama, kalimat ini dan yang sebelumnya, menunjuk kepada Bodhisattva Yang Mendengarkan dengan Penuh Kebahagiaan, yaitu Bodhisattva Yang Mendengarkan Suara Dunia. 80. Sa Po Ho Bodhisattva Yang Mendengarkan dengan penuh Kebahagiaan menyelesaikan semua kebajikan dan buah jasa. SA PO HO artinya “pencapaian semua jasa-jasa baik dan kebajikan” 81. Am Si Tien Tu Karena mantra telah diucapkan, AM memimpin ke depan Kata-Kata Sejati yang mengikuti. AM artinya “memunculkan arti”. SI artinya “pencapaian”. TIEN TU artinya “alam saya”. Alam saya, wilayah saya, telah tercapai; ini adalah wilayah luas saya, dan selama delapan ratus yojana alam ini tenang dan damai tanpa masalah. Wilayahku yang luasnya menengah, enam ratus yojana dan wilayah kecilku, empat ratus yojana juga damai dan tenang. Demikianlah saya telah mematok wilayahku. Di dalamnya, semua kebajikan dan buah jasa baik disempurnakan dan semua keinginan tercapai. Misalnya saja, di dalam wilayahku saya tidak akan mengizinkan gempa bumi di San Fransisco, atau bencana alam lainnya. Di dalam wilayahku, semua makhluk halus baik yang melindungi Dharma harus memastikan bahwa harapanku dihormati. Saya telah mematok wilayahku di San Fransisco. “Berapa luasnya?” kalian mungkin bertanya. Seluas sebutir debu! Debu di sini termasuk di dalamnya debu yang tak terhitung banyaknya dan debu yang tak terhitung banyaknya itu adalah juga sebutir debu. Jadi jika sebutir debu itu dihancurkan, semua debu juga dihancurkan. Jika sebutir debu tidak dihancurkan, tidak ada yang dihancurkan. 82. Man To La MAN TO LA artinya “lapangan Jalan”. Juga berarti “dewan Dharma”. Kata ini artinya “lapangan Jalanku pasti akan berhasil, dan perkumpulan Dharma akan lengkap.” 83. Pa To Ye PA TO YE artinya “lengkap dan penuh, sesuai dengan isi hatimu”. Sebagai contoh, jika saya berpikir bahwa sebutir debuku tidak boleh dihancurkan – maka ia tidak akan dihancurkan. Jika saya tidak menginginkan sebutir debu pun hancur, debu-debu yang lain tetap tak akan kekurangan sesuatu apapun. Saya mengucapkan AM SI TIEN TU MAN TO LA PA TO YE SA PO HO dengan harapan agar tidak terjadi gempa bumi di San Fransisco. Gempa bumi dahsyat menjadi gempa kecil, 95

Jika saya salah memberikan ceramah, kalian harus segera memberitahu saya, karena cara saya membabarkan Sutra sama sekali berbeda dengan Guru Dharma lain. Saya tidak menggunakan catatan dan tidak menggunakan komentar. NA MO artinya “saya berlindung”. Berlindung kepada apa? Berlindung kepada Tiga Permata. HE LA TA NA artinya “permata”. TUO LA YE artinya “tiga”. Saya ingin berlindung kepada Tiga Permata, dan saya melakukannya dengan seluruh tubuh, pikiran, hakikat, dan hidup saya. Mereka yang tinggal di rumah berlindung kepada Buddha, Dharma, Sangha, Tiga Permata itu. Berlindung kepada Tiga Permata adalah berlindung kepada semua Buddha dalam ketiga masa di sepuluh penjuru hingga ke akhir ruang kosong, melalui seluruh Alam Dharma. Berlindung kepada Tiga Permata juga adalah berlindung kepada semua Dharma di tiga masa di sepuluh penjuru hingga ke akhir ruang kosong, melalui seluruh Alam Dharma. Berlindung kepada Tiga Permata juga artinya berlindung, dengan seluruh pikiran, dan seluruh hidup kita, kepada semua anggota suci Sangha di tiga masa di sepuluh penjuru hingga ke akhir ruang kosong, melalui seluruh Alam Dharma. Hingga ke akhir ruang kosong : ruang kosong tidak memiliki akhir. Semua alam semesta termasuk di dalam Alam Dharma. Terdapat sepuluh Alam Dharma, terdiri dari empat bidang luhur dan enam bidang biasa. Empat bidang atau alam luhur adalah alam Buddha, alam Bodhisattva, alam Pendengar Suara, alam Yang Cerah Berkondisi. Enam bidang biasa adalah alam dewa, alam manusia, alam asura, alam binatang, alam hantu kelaparan, dan alam penghuni neraka. Sepuluh penjuru itu terdiri dari utara, timur, selatan, barat, timur laut, barat laut tenggara, barat daya, atas dan bawah. Tiga masa adalah masa lalu, masa kini, dan masa yang akan datang. Kita berlindung kepada Permata Buddha di seluruh sepuluh penjuru dan tiga masa. Katakata yang diucapkan Buddha adalah Permata Dharma, Tripitaka dengan dua belas bagian naskahnya. Semua Sutra yang diucapkan Buddha di sebut Permata Dharma. Permata Dharma tidak hanya muncul di antara umat manusia, Permata Dharma juga mengisi ruang kosong dan Alam Dharma. Orang yang telah membuka Lima Mata dan mencapai Enam Penembusan Spiritual mengucapkan Sutra dengan asli, artinya, ia mengucapkan “Sutra sejati yang tanpa kata-kata”. Di dalam ruang kosong, apapun yang ia inginkan, dapat ia sampaikan tanpa membuka mulutnya. Sesepuh Keenam bilang, “Tatkala pikiran kacau Bunga Dharma mengubahnya; Pikiran yang cerah akan memutar Bunga Dharma.” Tanpa kata-kata tidak berarti Sutra tidak memiliki kata-kata. Artinya cuma bahwa orang biasa tidak mampu melihatnya. Tetapi, ia mampu, dan tatkala ia berpaling ke ruang kosong, ia akan melihat Buddha sedang membabarkan Sutra. Ada yang membabarkan Sutra Bunga Dharma, ada yang membabarkan Surangama Sutra, dan yang lain membabarkan Avatamsaka Sutra. Mereka ada di sana membabarkan Sutra dan mantra, seperti Surangama Sutra. Dengan cara ini, Permata Dharma hadir di seluruh Alam Dharma hingga ke akhir ruang kosong. Kita juga berlindung kepada Permata Sangha di sepuluh penjuru dan tiga masa, hingga ke akhir ruang kosong dan Alam Dharma. Siapa yang termasuk di dalam Sangha dan pertapa suci? Semua Bodhisattva agung dan Arhat, semua Bhiksu-Sangha agung. TUO LA YE artinya “tiga”. Kita berlindung kepada Tiga Permata, Permata Rangkap Tiga, di 94

2. Dasar Filosofi Tanah Suci Filosofi Tanah Suci bukan hanya milik Aliran Tanah Suci, ataupun hanya dibatasi oleh tiga sutra dan sebuah sastra. Sutra Sukhavati Vyuha, Sutra Amitayus, Sutra Amitabha, dan Sastra Tanah Suci. Sebenarnya, banyak sutra dan sastra Mahayana menjelaskan filosofi dan latihan aliran Tanah Suci Kita dapat melacak pemikiran Tanah Suci dari kata-kata agung Sang Buddha a. Kita mengenal eksistensi Tanah Suci dari kata-kata agung Sang Buddha Eksistensi sebuah objek tidak dapat ditentukan hanya oleh ucapakn kita bahwa objek itu ada dan tidak ada. Kita perlu memiliki kriteria yang benar untuk menentukan eksistensinya secara objektif. Sebagai contoh, anggaplah saya berkata bahwa ada sebuah bangku di sana. Tidak seorangpun akan menyangkalnya karena kita tahu bahwa bangku ini ada sebagai hasil dari kesimpulan langsung. Atau, anggaplah saya mengatakan bahwa ada seseorang disana. Meskipun saya tidak mendengar suara orang itu, saya dapat mengetahui dengan mendengar suaranya. Oleh karena itu, saya tahu seseorang ada di sana. Jika kita ingin mengetahui panjang sebuah objek, kita harus mengukurnya dengan sebuah penggaris; jika ingin mengetahui berat sebuah benda, kita harus menimbangnya dengan neraca. Jenis pengukuran ini disebut kesimpulan dari hasil perbandingan. Jenis pengukuran lainnya yang dapat kita gunakan untuk menentukan apakah sesuatu benda ada atau tidak yaitu dengan menyimpulkan dari sabda-sanbda agung orang-orang bijaksana. Seorang yang mulia tentu saja memiliki kebijaksanaan agung. Apapun yang ia katakan tidak mungkin salah sehingga kita seharusnya mempercayai kata-katanya. Sang Buddha berkata dalam Amitabha Sutra, “Menuju arah barat dari dunai ini pada jarak sepuluh juta milyar Tanah Budha, terdapat sebuah dunia yagn disebut Kebahagiaan Tertinggi, di sana ada seorang Buddha bernama Amitabha yagn sedang mengajarkan Dharma.” Sang Buddha adalah seorang yang mulia. Apa pun yang beliau katakan tidak bisa salah. Salah satu dari tiga puluh dua ciri-ciri khusus seorang Buddha adalah lidah-Nya yang besar dan panjang. Jika diulurkan, lidah-Nya akan menutupi hidung dan wajah-Nya. Beliau memiliki ciri-ciri khusus seperti itu karena beliay tidak pernah berbohong. Oleh sebab itu, ketika Sang Buddha mengatakan kepada kita bahwa terdapat Tanah Suci Kebahagiaan Tertinggi di alam semesta ini, pernyataan-Nya itu benar-benar dapat dipercaya. b. Kita mengetahui eksistensi Tanah Suci dari kejadian nyata orang-orang 7

yang terlahir kembali di sana. Dalam catatan para bijak Tanah Suci, banyak kejadian orang-orang yang terlahir kembali di Tnaha Suci dibuktikan kebenarannya. Sebagai contoh, Mahabhiksu Hui Yuan, Sesepuh perintis Aliran Tanah Suci, yang mengatur pembacaan berkelompok atas nama-nama Buddha, secara pribadi melihat penjelmaan Amitabha tiga kali! Setiap saat nama Buddha Amitabha diupcakan oleh Bhiksu Shan Tao dari dinasti T’ang, seberkas cahaya akan terpancar dari mulutnya. Apabila ia menyebut nama Buddha Amitabha sepuluh kali, sepuluh berkas cahaya terpancar dari mulutnya. Seratus berkas cahaya akan terpancar dan mulutnya jika ia menyebut nama Buddha Amitabha seratus kali. Oleh karena itu, ia juga disebut Bhikshu Kecemerlangan. Bhikshu Yin Kuang membaca berulang-ulang nama Buddha Amitabha sepanjang hidupnya. la mampu meramalkan kapan ia akan meninggal dunia. Di antara orang-orang yang membacakan berulang-ulang nama Buddha Amitabha, ada yang dapat meramalkan kapan mereka akan meninggal dunia; beberapa di antaranya dapat melihat Amitabha Buddha mengajak mereka secara pribadi; ada yang dapat mencium wangi aneh di kamar mereka. Peristiwa peristiwa seperti ini hanya terjadi pada mereka yang melatih ajaran Tanah Suci. Mereka dapat terlahir kembali di Tanah Suci saat mereka telah mencapai kesempurnaan latihan pembacaan berulang-ulang nama Buddha Amitabha. Ini adalah sesuatu yang tidak dapat dilakukan oleh orang biasa. c. Kita mengetahui eksistensi Tanah Suci dengan bukti ilmiah Dari bukti ilmiah saat ini, kita ketahui bahwa ada sistem tata surya yang lain, di samping galaksi kita sendiri, dan terdapat banyak galaksi lain, selain yang kita tinggali. Alam semesta tidak terbatas luasnya; hal ini di luar imajinasi' umat manusia. Dengan kata lain, banyak terdapat dunia-dunia, selain planet Bumi kita. Sebenarnya, kita tidak mernbutuhkan penemuan-penemuan dari ilmuwan-ilmuwan modem untuk membuktikan bahwa ada sistem tata surya lain di alam semesta. Dalam sutra Buddha, ada suatu cerita yang menarik. Ketika Buddha Sakyamuni sedang membabarkan Dharma, getaran suara-Nya mencapai dunia tanpa batas yang berada sangat jauh dari tempat-Nya itu. Salah seorang siswa Sang Buddha, Maudgalyayana, yang paling terkenal karena kekuatan gaibnya, merasa ragu bahwa suara Sang Buddha dapat mencapai tempat yang begitu jauhnya. la pun menggunakan kekuatan gaibnya untuk 8

Bila Tangan dan Mata ini berhasil dikembangkan, halilintar akan menggelegar pada waktu kita berlatih Dharma ini, dan semua setan kebencian akan bertekuk lutut. AH SI TO YE artinya, “pencapaian yang tiada bandingannya”. Tidak ada yang dapat dibandingkan dengan buah jasa dan kebajikan agung dari pencapaian ini, dan karenanya ia dapat menaklukkan semua setan kebencian. 70. Po To Mo Cie Si To Ye 71. Sa Po Ho PO TO MO artinya “teratai merah”. CIE SI TO YE artinya “kejayaan yang baik”. Teratai Merah menang di atas segalanya dan menghasilkan semua pencapaian. Setelah mengembangkan Dharma ini, Tangan dan Mata Teratai Merah ini, jika kita ingin lahir di surga, akan gampang sekali untuk dilahirkan di surga mana pun yang kita inginkan. 72. Na La Cin Ci Po Cia La Ye 73. Sa Po Ho Dalam kalimat dari mantra ini, NA LA CIN CI artinya “perlindungan mulia”. PO CIA LA YE artinya “memperhatikan dengan bahagia”, atau “memperhatikan suara dunia”. Ini adalah Tangan dan Mata yang Memberkahi Tanpa Takut, yang digunakan Bodhisattva Yang Mendengarkan Suara Dunia untuk menyelamatkan makhluk hidup, sehingga semua makhluk menjadi tidak takut lagi terhadap keadaan apapun. Sang Bodhisattva membebaskan mereka dari semua rasa takut. 74. Mo Po Li Sen Cie La Ye 75. Sa Po Ho MO PO LI SEN artinya “keberanian agung”. Kalimat ini juga berarti”kebajikan pahlawan agung”, perbuatan-perbuatan luhur pahlawan agung. Sang Buddha boleh disebut pahlawan agung, demikian juga halnya dengan Bodhisattva Yang Mendengarkan Suara Dunia. CIE LA YE artinya “hakikat saat lahir” atau “hakikat dasar”. Ini artinya hakikat asal dari semua makhluk hidup memiliki kebajikan pahlawan agung. Kebajikan pahlawan agung adalah Tangan dan Mata Seribu Tangan Yang Menyatukan dan Memegang. Tangan dan Mata ini dapat menaklukkan semua setan kebencian, tidak hanya di dalam dunia kita, tetapi juga di seluruh dunia di alam semesta ini. Mereka yang mengembangkan Empat Puluh Dua Tangan dan Mata harus mengetahui bahwa Tangan dan Mata ini adalah yang paling penting. Jika orang mengembangkan yang satu ini saja, semua Tangan dan Mata yang lain telah tercakup di dalamnya. “Lalu, dapatkan saya mengembangkan cuma satu tangan dan mata ini, tanpa mengembangkan tangan dan mata yang lain?” kalian barangkali tergoda untuk bertanya seperti itu. Boleh saja, kalau kalian suka malas. Orang yang tidak malas akan mengembangkan kesemua empat puluh dua tangan dan mata itu. Jika sebaliknya, ia suka malas dan ingin berkembang menjadi Bodhisattva malas, ia boleh mengembangkan yang terakhir ini, yang mencakup semua yang lain. Akan makan waktu yang lebih lama untuk berhasil, karena jika kita malas, Dharma tidak akan dapat dicapai dengan segera. Jadi, tidak ada Dharma yang tetap. Jika kalian tidak bermaksud menjadi Bodhisattva yang malas, kalian tidak akan keberatan untuk mengembangkan lebih banyak Dharma lagi. 76. Namo He La Ta Na Tuo La Ye Ye Kalimat ini telah dijelaskan sebelumnya, namun siapa tahu ada di antara kalian yang sudah lupa, saya akan menjelaskannya lagi. Ada juga di antara kalian yang masih ingat, tetapi tidak dengan jelas, dan sekarang semuanya akan menjadi jelas. Yang lain, yang mengingat dengan jelas, boleh mendengar sekali lagi dan menjadi lebih jelas. 93

mengatakan, “Dunia Saha sungguh baik.” Dan kita pergi ke dunia Saha untuk menjadi manusia. Inilah, kita telah tiba. MO HO artinya “agung”. Ini menunjuk kepada Dharma Wadah Agung, Dharma dari Bodhisattva. AH SI TO YE artinya, “pencapaian yang tidak terbatas”, dan maksudnya Dharma Bodhisattva Wadah Agung pada akhirnya dapat tiba di pantai seberang dengan pencapaian yang tidak terbatas. Semua ini adalah Tangan dan Mata Anggur. Tatkala tangan ini telah dikembangkan hingga sempurna, mulut akan selalu terasa lebih manis dari gula. Orang dapat merasakan rasa manis ini kalau ia telah berhasil mengembangkan Dharma ini, dan rasa manis ini merupakan awal dari hasil yang akan dicapai. Tanaman apapun, baik itu sayur-sayuran, atau buah, serangga tidak akan datang mengganggu, jika orang yang menanamnya mengembangkan tangan ini. Semua serangga menyingkir, mereka tidak menggerogotinya. Pohon buah yang ia tanam, buah pir, jeruk, apel, persik, semua akan tumbuh dengan sangat cepat dan terasa sangat manis. Tangan anggur memiliki sangat banyak faedah dan dengannya Dharma Wadah Agung yang tidak terbatas dapat diselesaikan. Di dalam penjelasan mantra ini, SI LA SEN AH MU CI YE mewakili tubuh sejati dari Bodhisattva Raja Obat, yang menggunakan semua jenis obat untuk menyembuhkan semua makhluk hidup. SA PE MO HE E SI TO YE, SA PE HE adalah tubuh sejati dari Bodhisattva Obat Hebat, yang juga menggunakan segala macam jenis obat untuk menyembuhkan penyakit. Mereka bersaudara. 68. Ce Ci La Ah Si To Ye 69. Sa Po Ho CE CI LA AH SI TO YE artinya “roda vajra”. Hampir semua vajra bentuknya bundar, tetapi yang satu ini bundarnya berbeda dari vajra-vajra yang lain. Kalimat ini juga berarti, “menaklukkan setan-setan yang penuh kebencian”. Setan adalah setan karena hati mereka selalu kecewa. Mereka mencela segalanya. Mereka bilang, “Buddha salah, juga Bodhisattva, Arhat, dewa, dan Yama!” Mereka membenci semuanya. “Semuanya salah!” Mereka seperti orang gila yang tidak memperdulikan hukum apapun. Mereka menentang seluruh dunia. Untuk kalangan manusia, keadaan ini disebut gila; di antara hantu-hantu dan makhluk halus, ini disebut setan. Setan kebencian memenuhi langit dengan energi kebenciannya. “Kalian semua tidak sopan terhadapku,” keluhnya. “Buddha? Saya akan menjatuhkannya. Bodhisattva dan Arhat, saya akan berbuat sama pada mereka. Manusia? Akan kumakan mereka semua. Hantu? Akan kuhancurkan mereka di bawah kakiku. Akan kutangkap dan kuhancurkan mereka!” Setan itu jahat. Dengan Tangan dan Mata Vajra, roda vajra, kita dapat menyingkirkan semua setan langit, kaum eksternalis dan hantu-hantu. Hantu dari jenis apapun, semua menyerah dan menjadi jinak jika roda ini digunakan, dan Dharma ini dilaksanakan. Semua makhluk dari jenis itu bersujud padamu dan berkata, “Saya akan mengikuti aturan dengan rasa hormat. Saya tidak akan melanggar aturan lagi.” Mereka menyerah. Roda Vajra tidak hanya dapat menghancurkan setan, ia juga memiliki suara yang mengetarkan. Di dalam Taoisme mereka berbicara tentang “lima halilintar yang menghantam kepala”. Halilintar biasanya datang dari langit, tetapi guru-guru Taoisme dapat mengeluarkan halilintar dari telapak tangan mereka. Gemuruh halilintar akan membekukan setan-setan langit, bahkan menghancurkan kulit tubuh mereka. Ketika menyampaikan ceramah tentang Surangama Sutra, saya ada menyebut seorang kawan yang mampu melakukan hal ini. 92

pergi ke Tanah Buddha yang jauhnya satu milyar Tanah Buddha. Di tempat itu, Tathagata Lokesvararaja sedang membabarkan Dharma. Pada saat itu, seorang pendengar menangkap sesuatu di tubuhnya dan berseru, "Bagaimana mungkin seekor cacing kecil merayap di tubuhku ini?" Tathagatha Lokesvararaja berkata, "Itu bukan seekor cacing, itu adalah Maudgalyayana, siswa Buddha Sakyamuni dari Dunia Saha." Sebenarnya, tubuh Maudgalyayana tidak kecil, tetapi bila dibandingkan dengan orang-orang di dunia Itu, ia hanyalah seukuran cacing yang kecil. Akan tetapi, di Dunia Saha, ia adalah siswa utama Sang Buddha untuk perihal kekuatan gaib. Sang Buddha berkata kepadanya, "Kebajikan seluruh Buddha bukanlah hal yang dapat dipahami sravaka. Kamu seharusnya tidak mencobal mereka dengan menggunakan kekuatan gaibmu." Sejak saat itu, Maudgalyayana benar-benar yakin bahwa ada dunia tanpa batas dan para Buddha di angkasa. 3. Tanah Suci-Tanah Suci yang Berbeda. a. Tanah Suci yang khusus dari ajaran Mahayana. Tanah Suci yang khusus dari ajaran Mahayana dapat dibagi menjadi Tanah Suci Kebahagiaan Tertinggi Buddha Amitabha dan Tanah Suci Kristal Bhaisajya Guru (Buddha Pengobatan). Dari antara keduanya, Tanah Suci Kebahagiaan Tertinggi Buddha Amitabha yang lebih banyak menarik perhatian. Meskipun seluruh sutra dan sastra menunjukkan bahwa cara-cara yang disarankan oleh Tanah Suci seluruh Buddha dari sepuluh penjuru sangat mudah diikuti, Tanah Suci Amitabha-lah yang paling patut dipuji dan luar biasa. Seseorang hanya perlu menyebut bemlang-ulang nama Buddha Amitabha untuk bisa terlahir kembali di Tanah Suci Kebahagiaan Tertinggi. Keistimewaan khusus Buddha Amitabha adalah ketika Beliau sedang berlatih di Tanah Sebab Akibat, Beliau membuat empat puluh delapan tekad agung. Tanah Suci Kebahagiaan Tertinggi terwujud karena kebajikan tekad cinta kasih-Nya. Beliau berikrar bahwa siapapun yang mempercayai kekuatan tekad Buddha Amitabha dan ingin terlahir kembali di Tanah Suci Kebahagiaan Tertinggi harus menyebut berulang-ulang nama Buddha Amitabha selama satu hari, dua hart, atau bahkan hanya sepuluh kali. Jika orang tersebut tulus dan dapat menyebut nama Buddha Amitabha dengan pikiran yang terpusatkan pada satu titik, ia akan terlahir kembali di Tanah Suci Kebahagiaan Tertinggi melalui kekuatan Buddha Amitabha. Meskipun seseorang yang terlahir kembali itu masih menanggung beban karma, dengan berlatih di Tanah Suci Kebahagiaan Tertinggi, berapa pun lamanya, ia akan terbebas dan ling9

karan kehidupan yang berulang-ulang dan akan mencapai Bodhi Tertinggi. Oleh karena itu, dikatakan bahwa Tanah Suci Amitabha Buddha adalah yang paling luar biasa. Yang satu lagi adalah Tanah Suci Kristal Bhaisajya Guru di bagian timur. Tanah Suci Buddha Amitabha adalah lambang dari pengembalian dan penyimpanan, sementara Tanah Suci Bhaisajya Guru adalah lambang pertumbuhan. Dikatakan di dalam sutra, "Ketika BhaisaJya Guru berada di Tanah Sebab Akibat, Beliau menyatakan dua belas tekad besar atas dasar sikap cinta kasih-Nya. Oleh karena tekad agung ini, Beliau mewujudkan Tanah Suci Kristal di timur." Satu hal yang luar biasa tentang Sutra Bhaisajya Guru adalah mengenai isi sutra itu yang menguraikan bahwa mereka yang menyebut nama Bhaisajya Guru juga dapat terlahir kembali di Tanah Suci Buddha Amitabha di barat jika mereka begitu menginginkannya. b. Tanah Suci yang umum bagi Triyana Tanah Suci yang biasa dalam Triyana (Tiga Kendaraan) adalah Nirvana, Mereka yang berlatih Triyana cenderung menuju keselamatan diri; mereka berlatih menurut tingkat-tingkat latihan, melenyapkan semua kekotoran, menyadari kebenaran dan terbebas dari kelahiran dan kematian. Meskipun Tanah Suci yang mereka sadari memiliki nilai kebebasan yang sama, sama seperti semua sungai yang memasuki laut akan memiliki rasa asin yang sama, keadaan pikiran mereka tetap pada tingkat pembebasan diri. Memang benar bahwa mereka tidak menciptakan karma baru lagi dan tidak akan mengalami penderitaan sebagai akibat dart kelahiran dan kematian lagi, tetapi mereka harus mengejar suatu keadaan yang lebih tinggi. Tanah Suci Triyana bukanlah tujuan akhir, melainkan hanyasebagai batu loncatan menuju keadaan yang lebih tinggi, Tanah Suci KebahagiaanTertinggi, yang harus mereka capai melalui penyebutan berulang-ulang nama Buddha. c. Tanah Suci yang umum bagi Pancayana Tanah Suci yang umum bagi Pancayana (Lima Kendaraan) adalah Tanah Suci Tusita Bodhisattva Maitreya. Sakyamuni Buddha telah meramalkan bahwa Bodhisattva Maitreya akan menjadi Buddha men- datang di dunia inl. Sekarang ini, Beliau sedang mengajar di Surga Tusita, yang juga dikenal sebagai bagian dalam Tusita. Jika seseorang menginginkan untuk terlahir kembali di Tanah Suci Tusita, ia akan melihat Bodhisattva Maitreya dan mengikuti-Nya terlahir kembali di dunia ini, Dengan demikian, ia akan melihat Buddha dan akan dapat mendengarkan ajaran- Nya. d. Tanah Suci di Bumi. Suatu contoh Tanah Suci di Bumi adalah yang digambarkan dalam 10

NA LA CIN CI artinya “perlindungan cinta kasih”, dalam arti memberikan perlindungan cinta kasih pada semua makhluk hidup. Kalimat ini menyatakan arti welas asih, dan merupakan Tangan dan Mata Botol Permata. 62. Mo La Na La 63. Sa Po Ho MO LA itu, “seperti yang engkau kehendaki”. NA LA artinya “sangat terhormat”. Ini adalah Tangan dan Mata Tali, yang dapat membawa kedamaian dalam semua keadaan yang sulit, seperti keadaan sakit, kecelakaan, ataupun rintangan. Tangan Tali banyak manfaatnya. Kita membuat tali dari serat-serat lima warna, dan setelah mengembangkan Tangan dan Mata ini hingga sempurna, semua yang perlu kita lakukan cuma melemparkan Tali dan menjerat semua setan aneh, hantu, monster, hantu li mei dan wang liang. Mereka tidak akan dapat lari karena telah terikat. Karena tidak dapat melarikan diri, mereka menyerah. Ini adalah Dharma yang ajaib, meskipun kelihatannya biasa. 64. Si La Sen Ah Mu Ci Ye 65. Sa Po Ho SI LA SEN berarti “pencapaian, perlindungan kasih” – perlindungan kasih sayang kepada semua makhluk. AH MU CI YE mempunyai arti “tidak kosong, tidak menolak”. Tidak kosong berkaitan dengan keberadaan, tetapi keberadaan ini adalah keberadaan yang ajaib. Tidak menolak artinya tidak satu Dharma pun yang dikesampingkan; semua Dharma dipelajari. Sehingga dikatakan : Ketika melakukan pekerjaan Buddha, tidak satu Dharma pun ditolak; Sari dari Yang Demikian Itu Sejati, tidak satu debu pun yang dikumpulkan. AH MU CI YE juga mengandung arti “perkumpulan kasih, kesatuan yang harmonis”. Ini adalah usaha membahagiakan semua makhluk hidup dan hidup di dalam harmoni dengan mereka. Ini tidak lain tidak bukan merupakan Tangan Kapak Permata. Orang yang mengembangkannya tidak akan mengalami kesulitan dengan penjara, dan di semua tempat, kapan saja, ia akan terhindar dari masalah hukum. Kalimat ini juga bisa berarti, di dalam hakikat diri sendiri kita mencapai semua kebajikan dan buah jasa dengan bahagia. Kalian mungkin heran, “jika saya mengembangkan Dharma ini, dapatkah saya melanggar hukum dan terhindar dari penjara?” Bukan begitu! Kita tidak boleh melanggar hukum! Apabila telah mengembangkan Dharma ini dan memahami Buddhadharma, bagaimana bisa kita melanggar hukum? Karena tidak melanggar hukum, tentu saja kita tidak akan ditahan ataupun dipenjarakan. Namun, kadang-kadang, orang-orang tidak berdosa ditangkap dan dipenjarakan. Ini karena mereka tidak pernah mengembangkan Tangan dan Mata Kapak Permata ini. 66. Sa Po Mo Ho Ah Si To Ye 67. Sa Po Ho Adakah yang tahu bahwa dunia tempat kita tinggal disebut dunia “Saha”? SA PO artinya Saha, “berharga untuk ditahankan”. Ia juga berarti “memikul dan mencintai”, juga mengandung makna “kata-kata baik, kedatangan yang baik”. Berharga untuk ditahankan artinya makhluk hidup mampu menahan dunia Saha, pahit sebagaimana rasanya. Memikul dan mencintai artinya, di dalam dunia Saha ini, makhluk hidup memikul penderitaan dan bahkan menjadi mencintainya. Kata-kata baik, dan kedatangan baik artinya kita mengeluarkan kata-kata baik tentang dunia Saha ini, dengan 91

ini, ia akan meraih manfaat yang tidak habis-habis, dan abadi. Di masa yang akan datang, kebijaksanaan dan ingatannya akan luar biasa kuatnya dan ia akan memiliki pengetahuan yang luar biasa, di samping ingatan yang sangat kuat. Ingatan kita cepat berlalu, sungguh mirip dengan orang yang tidak mampu berjalan tanpa tongkat penopang : setelah membaca sesuatu kita sukar sekali mengingatnya. Jika tiba waktunya untuk memanfaatkan apa yang sudah kita pelajari, kita harus terlebih dahulu membuka catatan. Mengapa ingatan kalian selemah itu? Karena kalian tidak pernah mengem-bangkan Tangan Sutra Permata. Orang akan memiliki pengetahuan yang luar biasa, seperti ensiklopedia hidup, seperti Yang Arya Ananda, jika ia mengembangkan Tangan Sutra Permata. Tidak disangsikan bahwa Yang Arya Ananda, yang nomor satu di dalam pengetahuan, telah mengembangkan Tangan dan Mata Sutra Permata dengan sempurna, selama masa yang tidak terkira panjangnya, sehingga jika ada sesuatu yang lewat di telinganya, ia tidak pernah lupa. Bahkan ingatannya telah sampai pada tingkat di mana ia mampu mengingat hal-hal yang belum didengarnya. Mengapa saya berkata seperti ini? Yang Arya Ananda dilahirkan pada hari ketika Sang Buddha menyadari Kebuddhaan, dan ia belum mendengar Dharma yang dibabarkan Sang Buddha hingga dua puluh tahun kemudian, tatkala ia pergi meninggalkan rumah. Lalu bagaimana ia dapat mengulang kembali Sutra yang diucapkan Sang Buddha, seperti yang dilakukannya setelah Sang Buddha menuju Nirvana? Itu karena ia mendengar Sutra-Sutra itu dari pengikut-pengikut yang lebih tua, dan mengingatnya. Atau mungkin pengikut-pengikut yang lebih tua tidak mengucapkan padanya, melainkan Sang Buddha sendiri yang mengulanginya untuk Ananda pada saat Ananda sedang bersamadhi, sehingga ia dapat mengingatnya semua. Ia mampu mengingatnya karena telah mengembangkan Tangan dan Mata Sutra Permata dengan sempurna, sehingga ingatannya sungguh luar biasa. Banyak orang telah bertanya kepada saya bagaimana mendapatkan ingatan yang kuat, dan jawabannya sederhana saja, yaitu kembangkanlah Tangan dan Mata Sutra Permata. Tidak diragukan mereka yang mengingat Sutra-Sutra dengan sangat jelas memiliki pertalian dengan Tangan dan Mata ini. Ini adalah, menurut penjelasannya, Bodhisattva yang memancarkan cahaya dan memegang lentera merah. Seluruh tubuh Bodhisattva ini mengeluarkan cahaya terang benderang, yang melambangkan kebijaksanaan agung yang tidak terputus, ingatan yang sangat kuat, pengetahuan yang luas, dan ilmu yang luar biasa – inilah buah jasa baik dan kebajikan yang dihasilkan. 57. Si To Yu Yi 58. Se Po La Ye 59. Sa Po Ho SI TO mempunyai arti “mencapai manfaat”. YU YI artinya “tiada kegiatan” atau “ruang kosong”. Sementara SE PO LA YE artinya “kebahagiaan”. Ini adalah Tangan dan Mata Kotak Permata, yang dengannya orang bisa mendapatkan semua harta mestika yang terpendam di dalam bumi, dan menggunakannya demi manfaat semua makhluk hidup. Kalimat ini mengandung arti : dasar prinsip dari hakikat diri kita telah mendapatkan kebahagiaan dan mencapai semua manfaat. 60. Na La Cin Ci 61. Sa Po Ho 90

Sutra Vimalakirti. Meskipun Vimalakirti hidup. di Dunia Saha, batinnya berada di Tanah Suci. Beberapa orang mengatakan bahwa Surga menurut agama Kristen sama dengan Tanah Suci dalam agama Buddha. Sebenarnya, keduanya tidak sama. Bhikshu YinShun menggunakan tiga aspek berikut ini untuk membandingkan Tanah Suci dengan Surga: i. Persamaan mutlak tanpa perbedaan kelas. Tanah Suci Kebahagiaan Tertinggi menganut sistem persamaan mutlak, tanpa perbedaan kelas. Jadi, berbeda dengan di Surga, yaitu Tuhan adalah Tuhan dan orang-orang di Surga tidak akan pernah menjadi Tuhan, semua orang di Tanah Suci dapat menjadi Buddha tanpa diskriminasi. ii. Latihan bertingkat, bukan tujuan akhir. Orang-orang Kristen percaya bahwa masuk ke Surga adalah tujuan akhir, keadaan batin yang tertinggi. Akan tetapi, dalam agama Buddha, setelah mencapai Tanah Suci, seseorang masih perlu berlatih terus-menerus hingga bunga teratai, tempat ia dilahir- kan-kembali, mekar. Dengan demikian, seseorang melihat Buddha, mendengarkan Dharma, dan berlatih sampai mencapai tingkat Kebuddhaan. Hanya dengan begitulah, pencapaian kebatinan seseorang disebut lengkap. iii. Kemajuan, bukan kemunduran. Jika seseorang mencapai Tanah Suci, ia tidak akan pernah mundur lagi. Hal ini sangat berbeda dari Surga yang diyakini umat Kristen. Surga Kristen sama dengan Surga Tusita, yaitu Tanah Suci yang umum di dalam Pancayana yang bukan Tanah Suci yang khusus dalam ajaran Mahayana. Mereka yang terlahir kernbali di Surga ini, meskipun Raja Tusita, akan mengalami kemunduran apabila lima tanda kehancuran muncul dalam diri mereka. Di antara berbagai Tanah Suci dalam agama Buddha, Tanah Suci Kebahagiaan Tertinggi Buddha Amitabha dari ajaran Mahayana yang khusus adalah yang paling luar biasa. Meskipun ada Tanah Suci ajaran umum Triyana, mereka cenderung menuju penyelamatan diri. Meskipun ada Tanah Suci Maitreya yang dekat, mudah dicapai, dan terbuka bagi semua, Tanah Suci ini kurang memberikan kesempatan bagi "penyelesaian dalam satu kehidupan" yang terdapat dalam ajaran Tanah Suci Amitabha. Lagipula, Tanah Suci Maitreya terdapat di dalam Surga Tusita, yang masih terletak di dalam tiga alam, sedangkan seseorang yang terlahir kembali di Tanah Suci Kebahagiaan Tertinggi tidak akan pernah mundur kembali. Terhadap Tanah Suci Mahayana, Tanah Suci surgawi, atau Tanah 11

Suci duniawi, orang-orang biasanya menggunakan kata "Surga" sebagai istilah yang populer untuk Tanah Suci. Saya seringkali mendengar orang-orang bertanya, "Di manakah Surga itu dan dimanakah Neraka itu?" Pertanyaan ini mencakup, "Dimanakah Tanah Suci itu? Dan apakah Tanah Suci itu ada?" Mengenai tempat Surga dan Neraka, ada tiga hal yang ingin saya kemukakan: i. Surga ada di Surga dan Neraka ada di Neraka ii. Surga dan Neraka ada di alam manusia Banyak orang menikmati pahala, kebajikan, dan keadan sebab akibat yagn baik; mereka menjalani suatu kehidupan yang tenang dan bahagia. Apakah ini bukan kehidupan di Surga? Banyak orang harus menderita penyakit mental seperti kesengsaraan dan kekhwatiran; mereka harus menahan penyakit tubu fisik, seperti sakit dan luka. Bukankah itu kehiduoan di Neraka? iii. Surga dan Neraka ada dalam pikiran seseorang. Ada orang yang menyimpan rasa dendam, yang tidak pernah puas, yang memiliki keragu-raguan, keserakahan, amarah dan khayalan. Inilah Neraka. Jika kita dapat melupakan orang yang benar dan bersalah dalam hidup ini; jika kita dapat mengembangkan pikiran kita dan menerima segala sesuatu; jika kita dapat memberi dengan tulus kepada yang lain; jika kita dapat memuji yang lain dengan pikiran yang bahagia; jika kita dapat menunjukkan sikap belas kasih kepada yang lain, inilah Surga. Sekarang, karena kita belum terlahir kembali di Tanah Suci Kebahagiaan Tertinggi dan tinggal bersama Buddha Amitabha, seharusnya kita bekerja sama untuk mengubah Dunia Saha ini menjadi Tanah Suci di Bumi. Jika kita ingin membangun sebuah Tanah Suci, kita harus memulainya dengan pikiran kita. Kita harus melenyapkan lima belenggu keinginan dan enam kekotoran batin. "Jika pikiran bersih, tanah yang terbentuk juga akan bersih". Suatu kali, Sariputra berkata kepada Sang Buddha, "Tanah-Tanah Buddha di sepuluh penjuru, sernuanya sangat bersih. Mengapa Dunia Saha kita begitu kotor dan tidak murni?" "Kamu tidak dapat memahami dunia tempat Aku tinggal," jawab Sang Buddha. Saat berbicara, Sang Buddha menekan bumi dengan jari kaki-Nya. Tiba tiba, dunia menjadi cemerlang, bersih, dan indah sekali. Sang Buddha berkata, "Inilah dunia yang Aku tinggali." Orang-orang mungkin berada di tempat yang sama pada saat yang sama dan melakukan hal yang sama, tetapi mereka bisa saja memiliki perasaan yang berbeda karena perbedaanperbedaan dunia internal mereka. 12

“tidak tinggal”. Di dalam Vajra Sutra dikatakan, “Orang harus menghasilkan pikiran yang tidak tinggal di mana pun.” “Tidak tinggal” artinya tidak melekat. Hati tidak tinggal di mana pun dan tidak melekat pada apapun. Ketidakmelekatan berarti segala sesuatunya berjalan dengan baik. Ia merupakan sejenis Dharma-tidak-melakukan-apapun, namun tidak ada apapun yang tidak dilakukan. “Tidak tinggal” adalah tidak melakukan apapun, dan tidak melakukan apapun adalah “tidak tinggal”. Ketika suatu pikiran muncul, pikiran itu seharusnya tidak menetap di mana pun : inilah makna keenam dari SA PO HO. Kita tidak tinggal di dalam penderitaan, ketidaktahuan, keserakahan, kebencian, kebodohan, keangkuhan, dan keraguan. Jika masih memiliki pikiran-pikiran seperti itu, kita harus segera menaklukkannya. Pikiran-pikiran seperti itu harus dijinakkan agar kita menetap di mana pun. Taklukkan mereka dengan Tangan Pedang Permata. Ada yang bilang hatinya penuh dengan keserakahan. Ke sinilah, saya akan menyem-belihnya. Penuh dengan hantu kebencian? Saya akan memotong mereka. Setan kebodohan? Akan kucincang! Semua itu saya lakukan dengan Pedang Permata Raja Vajra saya, Pedang Kebijaksanaan saya. Jika ingin menaklukkan setan-setan langit dan kaum eksternal, kita pertama-tama harus menaklukkan pikiran salah terlebih dahulu. Pada waktu pikiran salah telah dikalahkan, setan-setan dan kaum eksternal juga telah kalah, dan bahkan jika mencoba mengganggu, mereka hanya akan menemui kegagalan. Di mana pun SA PE HE muncul, ia memiliki enam arti ini. 53. Si To Ye 54. Sa Po Ho 55. Mo Ho Si To Ye 56. Sa Po Ho SI TO YE mempunyai lima arti : “Pencapaian, kemuliaan mendadak”, “dilakukan”, “menyempurnakan manfaat”, “menyempurnakan semua arti”, dan “memuji yang terhormat” Pencapaian, kemuliaan mendadak, menyatakan bahwa melalui penggunaan kekuatan mantra ini kita dapat langsung memperoleh apapun yang kita harapkan. Orang mungkin bilang, “Saya mengucapkan Mantra Welas Asih Agung, dan belum mendapatkan apapun seketika itu juga.” Pengucapan mantra ini memerlukan hasil yang berhubungan dengan keahlian spiritual masing-masing. Tanpa hasil yang berkaitan ini, tidak akan ada pencapaian. Dengannya, setiap permintaan akan dikabulkan, “seperti yang engkau kehendaki”. Dan apapun yang dicari akan datang menghampiri. SI TO YE juga berarti “dilakukan”. Apapun yang dilakukan, akan dilakukan dengan sempurna. “Menyempurnakan semua arti” maksudnya apapun urusan yang sedang dihadapi, akan mendatangkan keberhasilan. “Penyempurnaan manfaat” menunjuk kepada manfaat bagi diri sendiri dan manfaat bagi orang lain. Memuji yang terhormat berarti setiap orang berkata, “Engkau sangat baik.” MO HO SI TO YE: Setiap orang tahu bahwa MO HO mempunyai arti “agung”. Kalimat ini mempunyai arti bahwa kita dapat menyelesaikan semua masalah-masalah besar, kebajikan dan buah jasa agung, juga karma Jalan yang agung. Apapun yang dilakukan, akan berhasil dengan sempurna. Dua kalimat itu bersama-sama, SI TO YE SA PO HO, MO HO SI TO YE SA PO HO, merupakan Tangan dan Mata Sutra Permata. Sutra Permata adalah naskah yang sangat keramat, suatu pusaka Dharma. Jika orang mengembangkan Tangan dan Mata 89

nama itu. Dan terakhir, PO YE MO NA berarti “penyempurnaan nama”, dan “penyempurnaan semua arti”. Maksudnya, semua kewajiban telah diselesaikan. Ini adalah Tangan dan Mata Anak Panah. Dengan mengembangkannya, kita akan dapat dengan cepat bertemu dengan sahabat baik. 52. Sa Po Ho Di dalam Mantra Welas Asih Agung, SA PO HO sangat penting. Kata ini muncul empat belas kali, dan memiliki enam makna. Dan di mana pun kata ini muncul di dalam Mantra Welas Asih Agung, keenam makna itulah yang dibawanya. Arti pertamanya adalah “pencapaian”. Jika orang mengucapkan mantra, ia dapat menyelesaikan segala yang ingin ia selesaikan, dan memperoleh apapun yang ia cari. Apabila ia tidak memperoleh hasil seperti ini, itu hanya disebabkan hatinya belum tulus. Jika hatinya tulus dan keyakinannya sejati, ia pasti akan berhasil. Namun jika keraguan setitik saja muncul dalam hatinya terhadap mantra ini, akibat adanya pencampuran antara keyakinan dan keraguan, ia tidak akan berhasil. Kedua, SA PO HO berarti “mulia”. Pada waktu orang membacakan mantra, semua perbuatan yang tercela berubah menjadi mulia. Bodhisattva mengetahui apakah kita memiliki keyakinan atau tidak. Mereka tahu apakah kita benar-benar yakin, apakah kita setengah yakin setengah tidak, apakah kita banyak percayanya dan keraguannya hanya sedikit. Sehingga, keyakinan sejati harus dimiliki jika orang ingin berhasil dan segalanya menjadi mulia. Misalnya saja, ayah seseorang sakit dan ia ingin agar ayahnya sembuh. Bolehlah ia mengucapkan mantra ini. Jika ia sungguh-sungguh percaya, akan ada hasilnya. Atau, barangkali seseorang ingin bertemu teman lamanya. Jika ia mengucapkan mantra dengan penuh keyakinan, segera ia akan bertemu dengannya. Atau jika ia berpikir, “Saya tidak memiliki teman, saya ingin mendapatkan sahabat sejati, “ dan jika ia mengucapkan mantra ini dengan penuh keyakinan, dan terus mengucapkannya, ia akan mendapatkan teman yang baik, bahkan seorang Penasihat Baik Yang Mengetahui. Arti yang ketiga dari SA PO HO adalah “tenang sama sekali”. Pada waktu seorang bhiksu berangkat untuk dilahirkan kembali, ke Nirvana – pada waktu ia mati – itu disebut men-jadi “tenang sama sekali”. Ini tidak sama artinya bahwa orang mengucapkan mantra ini, “Sa Po Ho, Sa Po Ho, Sa Po Ho,” lalu mati dan menjadi tenang sama sekali; orang tidak mem-baca mantra ini supaya mati. Apa gunanya hal seperti itu? Tidak ada orang yang mau mati. Ketenangan sama sekali artinya jasa-jasa baik telah lengkap, dan hakikat kebajikan adalah ketenangan, sampai ke tingkat di mana orang biasa tidak dapat mengukurnya dan hanya para Buddha dan Bodhisattva yang dapat mengetahui praktek kebajikan yang telah dilaksanakan. “Melenyapkan bencana” adalah maknanya yang keempat. Semua kesengsaraan dihentikan dan dilenyapkan. “Memperbanyak manfaat” adalah artinya yang kelima. Pengucapan SA PO HO sangat bermanfaat. Saya tidak percaya ada orang yang tahu arti keenam dari SA PO HO ini. Jika ada di antara kalian yang tahu, ia bisa memberitahu saya – mengapa tidak ada yang tahu? Karena saya belum pernah menjelaskannya sebelumnya. Artinya yang keenam adalah 88

Manfaat Melafalkan Nama Buddha

Prof. Li Pi Nan

Kehidupan manusia selalu diliputi oleh suka dan duka. Baik kehidupan yang menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan, semuanya itu disebabkan oleh Hukum Sebab Akibat. Hukum sebab akibat meliputi/mencakup 3 masa yaitu : masa lalu, masa sekarang dan masa yang akan dataang. Kehidupan yang tidak menyenangkan dan malapetaka-malapetaka merupakan hasil dari kehidupan sebelumnya yang disebabkan oleh pikiran jahat dan perbuatan slah. Kita dapat mengalihkan dan menghindari ketidakberuntungan kita dengan mengulangi nama Buddha. Seperti yang dicantumkan dalam Sutra Buddha bahwa : ‘Kesalahan dan kejahatan yang berat selama berkalpa-kalpa dapat dihapuskan dengan ketulusan hati mengulang nama Buddha. Selanjutnya mereka yang menyebut “Nama Amitabha Buddha”, Buddha yang melambangkan kebajikan tak terhingga, kebebasan tertinggi, dan kekuatan tidak terbatas. Apabila anda diberkati oleh Buddha, maka tidak ada malapetaka yang akan menimpa anda. Adakah suatu tempat disamping enam alam ini ? Jawabannya adalah “ya”. Enam alam merupakan dunia saja, negeri-negeri biasa. Selain itu ada sebuah tempat yang suci dan jernih yang merupakan negeri Buddha. Terdapat sebuah Negeri Kebahagiaan Abadi (Sukhavati) di sebelah Barat dan jauh dari dunia kita yakni Kerajaan Amitabha Buddha. Semuanya yang ada disana terbuat dari emas dan 7 macam permata. Lingkungannya bersih dan agung, mulia dan megah. Merupakan surga yang paling tinggi, kehidupan di Surga Sukhavati adlah kekal abadi, merupakan lawannya hidup di enam alam yang mengalami tunimbal lahir. Menurut Sutra Buddha, bila seseorang dilahirkan di surga Sukhavati, akan memiliki tubuh seperti emas dan bercahaya. Anda akan memiliki kekuatan spiritual, baju dan makanan seperti yang anda pikirkan. Kehidupan anda kekal dan akan mencapai ke Buddhaan dibawah bimbingan Amitabha Buddha. Bagaimana anda dapat mencapai Surga Sukhavati? Menurut Sutra Buddha, Amitabha Buddha akan menjemput seseorang yang akan menjelang ajalnya, dengan syarat orang tersebut mengulang nama Amitabha Buddha dengan bersungguh-sunguh dan menyatukan hati dan pikiran sampai tercapainya konsentrasi penuh, satu hati tak tergoyahkan (ik sin put luan). 13

Sepuluh manfaat mengulangi nama “Amitabha Buddha” adalah : 1.  Dilindungi oleh dewa-dewa baik siang dan malam.  2.  Dilindungi oleh 25 Bodhisattva termasuk Bodhisattva Avalokitesvara.  3.  Dilindungi oleh semua Buddha, Amitabha Buddha akan menyinari dan melindungi anda.  4.  Setan-setan atau racun ular tidak dapat melukai anda.  5.  Kebanjiran, kebakaran, senjata tidak akan melukai anda, kecelakaan tidak akan menimpa anda.  6.  Kesalahan-kesalahan yang dilakukan pada masa lampau akan dapat dihindari.  7.  Anda tidak akan mempunyai mimpi buruk, yang ada hanyalah mimpi yang damai dan tenang, dimana anda akan mungkin dapat melihat Amitabha Buddha dengan tubuh emas.  8.  Anda akan bahagia, mempunyai penampilan yang bagus, bersemangat, sehat dan selalu berhasil.  9.  Anda akan dihormati oleh orang lain.  Menjelang berakhirnya kehidupan anda, anda tidak akan takut dan tetap berada pada pikiran yang benar. Tiga suciwan dari Surga Sukhavati akan membawa sekuntum teratai untuk anda dan akan membimbing anda ke Negeri Mereka. Anda akan terlahir di Surga Sukhavati melalui bunga teratai dan menikmati kebahagiaan dan kehidupan abadi.  Sepuluh keuntungan di atas merupakan cara untuk mengubah kesulitan kehidupan sekarang menuju kehidupan yang bahagia dan tenang, dan keuntungan yang terakhir adalah untuk keluar dari arus tunimbal lahir. [ Dikutip dari Majalah Buddhis Indonesia Edisi 61 ]

sejati, kita akan menjadi “yang mengetahui”, “yang cerah”. 48. Mi Ti Li Ye MI TI LI YE artinya “ukuran yang tepat”. Ia juga berarti “ukuran agung”, yakni, banyak sekali. MI TI LI YE juga bisa berarti “hati welas asih agung”. Hati yang welas asih itu agung karena ia tidak terbatas. Ia melindungi semua makhluk dan menuntun mereka mencapai kebahagiaan; mereka kembali kepada asalnya, jauh dari semua rasa takut dan semua kesengsaraan. Ini adalah Tangan dan Mata Toya. Toya mempunyai sembilan cincin di atasnya. Di masa lalu, mereka yang telah meninggalkan rumah membawa toya ini saat berjalan. Mengiringi setiap langkah mereka, sembilan cincin itu mengeluarkan bunyi, memperingati semua serangga kecil agar menyingkir sehingga tidak terinjak. Toya adalah Harta Karun Buddhis. Bodhisattva Penyangah Bumi selalu membawa Toya dan menggunakannya sebagai kunci untuk membuka pintu neraka. Apabila kita mengembangkan Tangan dan Mata ini, hati welas asih kita akan masak, dan kita akan dapat melindungi dan menyelamatkan semua makhluk hidup. 49. Na La Cin Ci NA LA CIN CI mempunyai arti “kasih mulia, yang paling mulia”, pemimpin paling tinggi di antara yang mulia. Ia juga berarti “perlindungan baik, mahkota perlindungan”. Pengikut Jalan dapat melindungi semua makhluk hidup, penuh perhatian pada mereka, serta membawakan kepada mereka tingkatan tertinggi pencerahan. Ini merupakan Tangan dan Mata Botol Permata, juga disebut Tangan dan Mata Botol Hu. Botol ini dapat menjauhkan semua kekotoran dunia, menyembuhkan makhluk hidup dari semua penderitaan. Bodhisattva yang mengembangkan Tangan dan Mata ini sepenuhnya mampu melindungi dan penuh perhatian pada semua makhluk hidup. Setelah mengembangkan Tangan dan Mata ini hingga tuntas, orang akan mampu menolong makhluk hidup dan menyingkirkan semua kesukaran dan malapetaka. 50. Ti Li Se Ni Na Selanjutnya, TI LI SE NI NA mempunyai arti “kokoh dan tajam”. Kalimat ini juga berarti “pedang”. Ini adalah Tangan dan Mata Pedang Permata. Sebelumnya, pada waktu menjelaskan Empat Puluh Dua Tangan dan Mata, saya telah memberitahu kalian bahwa Pedang Permata digunakan untuk menaklukkan semua hantu-hantu li mei dan wang liang. Pada saat kalian telah berhasil mengembangkan Tangan dan Mata ini, semua setan langit dan kaum eksternal, juga semua hantu li mei dan wang liang akan dijinakkan. Mereka takluk karena takut kepada Pedang Permata. Tangan dan Mata ini sangat dahsyat. Jika setan langit dan kaum eksternalis menolak mematuhi perintah, mereka akan dipotong oleh Pedang Permata! 51. Po Ye Mo Na PO YE MO NA mempunyai tiga makna. Pertama, “nama terdengar”, karena nama telah terdengar di seluruh dunia di sepuluh penjuru. Ia juga berarti “pujian kebahagiaan”, karena Buddha-Buddha dari sepuluh penjuru bergembira memuji

14

87

menikmatinya. Semakin menikmatinya, semakin sering kita datang mendengarkan. Dengan Pikiran Yang Tidak Mundur, kita melangkah ke yang ketiga, Tidak Mundur dalam Perbuatan. Perbuatan berarti latihan. Setiap hari kita harus semakin bersemangat dan berenergi. Dengan menghadirkan hati yang berani dan bersemangat mengembangkan Jalan, kita tidak mundur di dalam perbuatan. Apabila telah mengembangkan Tangan dan Mata Roda Emas Yang Tidak Mundur ini, sejak sekarang hingga saat mencapai Kebuddhaan, kalian tidak akan mengalami kemunduran. Tetapi kalian harus berhasil mengembangkannya! 47. Phu To Ye Phu To Ye Kalimat ini dan kalimat berikutnya adalah sama, kecuali untuk suku kata tengahnya. Kata Sansekerta PHU TO YE PHU TO YE mempunyai arti “yang mengetahui”, dan “yang cerah”. “Pengetahuan” sejati adalah kebijaksanaan. “Pencerahan” adalah bangun. Kalimat ini menunjuk kepada ia yang memiliki pengetahuan sejati dan telah bangun. Ini adalah Tangan dan Mata Buddha Peralihan di atas Tahta. Buddha Peralihan adalah “yang cerah” dan Bodhisattva yang mengembangkan Tangan dan Mata ini dikenal sebagai “yang mengetahui”. Pada dasarnya, “mengetahui” dan “pencerahan” tidak banyak berbeda satu sama lain. Pencerahan mengikuti pengetahuan; pengetahuan adalah suatu tingkatan yang mendahului pencerahan. Jika orang mengembangkan Tangan dan Mata Buddha Peralihan di atas Tahta hingga sempurna, ia akan menjadi “ia yang memiliki kebijaksanaan sejati”, ia yang dirinya sendiri telah bangun. Dengan mengembangkan tangan dan mata ini, Buddha-Buddha di sepuluh penjuru akan segera datang menggosok kita di atas tahta dan menganugerahkan kita ramalan Kebuddhaan. Pada waktu mengucapkan nama Buddha, atau menjunjung mantra, atau melakukan meditasi Dhyana, pengikut Jalan kadang-kadang dapat merasakan adanya sesuatu di atas kepala mereka, seperti ada kumbang yang sedang merayap, lari ke depan dan ke belakang. Tapi jika ia memegang dan menggosok kepalanya, tidak ada apa-apa di sana. Saya memberitahu kalian apa yang sebenarnya yang terjadi. Pada waktu itu, para Buddha dari sepuluh penjuru telah datang untuk menggosok kita di atas tahta, dan menganugerahkan ramalan Kebuddhaan. Tetapi tanpa penembusan Mata Surgawi, orang tidak akan mampu melihat mereka. Meskipun demikian, Buddha-Buddha dari sepuluh penjuru telah datang menggosok kita di atas tahta dan memberikan suatu ramalan. Sehingga kalau hal seperti itu terjadi, itu merupakan hasil dari latihan. Namun jangan sampai hal ini membuat kita menjadi terlalu gembira dan angkuh, dengan berpikir, “Ah, Buddha-Buddha telah datang menggosokku di atas tahta dan memberikan dukungan mereka.” Pikiran yang gembira dan angkuh adalah kemelekatan, dan meskipun itu adalah keadaan yang baik, jika kita melekat padanya, yang baik itu bisa berubah menjadi buruk. Di dalam gulungan terakhir dari Surangama Sutra, berbagai keadaan yang merupakan hasil mendasar dari latihan telah dijelaskan. Tetapi dengan berpikir bahwa ia telah mencapai suatu keadaan yang baik, seorang pengikut jalan menjadi melekat padanya, dan akibatnya ia menjadi salah satu dari pengikut-pengikut yang menyimpang. Ia menjadi dikuasai oleh setan. Karenanya, di dalam mengembangkan Dharma-Dharma seperti ini, kita harus menjadi “demikianlah, demikianlah, tanpa goyah”. Keadaan baik maupun keadaan buruk, kita tetap tidak goyah. Dengan tidak tergoyahkan, kita mendapatkan kekuatan Samadhi, dan dengan kekuatan samadhi kita meraih kekuatan kebijaksanaan. Dengan kekuatan kebijaksanaan 86

Asal Usul Bumi Dan Manusia Menurut Agama Buddha Oleh: Corneles Wowor, M.A

Vasettha, terdapat suatu saat, cepat atau lambat, setelah suatu masa yang lama sekali, ketika dunia ini hancur. Dan ketika hal ini terjadi, umumnya mahluk-mahluk terlahir kembali di Abhassara (alam cahaya); di sana mereka hidup dari ciptaan batin (mano maya), diliputi kegiuran, memiliki tubuh yang bercahaya, melayang-layang di angkasa, hidup dalam kemegahan. Mereka hidup demikian dalam masa yang lama sekali. Pada waktu itu (bumi kita ini) semuanya terdiri dari air, gelap gulita. Tidak ada matahari atau bulan yang nampak, tidak ada bintang-bintang maupun konstelasi-konstelasi yang kelihatan; siang maupun malam belum ada, ..... laki-laki maupun wanita belum ada. Mahluk-mahluk hanya dikenal sebagai mahluk-mahluk saja. Vasettha, cepat atau lambat setelah suatu masa yang lama sekali bagi mahluk-mahluk tersebut, tanah dengan sarinya muncul keluar dari dalam air. Sama seperti bentuk-bentuk buih (busa) di permukaan nasi susu masak yang mendingin, demikianlah munculnya tanah itu. Tanah itu memiliki warna, bau dan rasa. Sama seperti dadi susu atau mentega murni, demikianlah warna tanah itu; sama seperti madu tawon murni, demikianlah manis tanah itu. Kemudian Vasettha, di antara mahluk-mahluk yang memiliki sifat serakah (lolajatiko) berkata : 'O apakah ini? Dan mencicipi sari tanah itu dengan jarinya. Dengan mencicipinya, maka ia diliputi oleh sari itu, dan nafsu keinginan masuk dalam dirinya. Mahluk-mahluk lainnya mengikuti contoh perbuatannya, mencicipi sari tanah itu dengan jari-jari ..... mahluk-mahluk itu mulai makan sari tanah, memecahkan gumpalan-gumpalan sari tanah tersebut dengan tangan mereka. Dan dengan melakukan hal ini, cahaya tubuh mahlukmahluk itu lenyap. Dengan lenyapnya cahaya tubuh mereka, maka matahari, bulan, bintang-bintang dan konstelasi-konstelasi nampak ..... siang dan malam ..... terjadi. Demikianlah, Vasettha, sejauh itu bumi terbentuk kembali. Vasettha, selanjutnya mahluk-mahluk itu menikmati sari tanah, memakannya, hidup dengannya, dan berlangsung demikian dalam masa yang lama sekali. Berdasarkan atas takaran yang mereka makan itu, maka tubuh mereka menjadi padat, dan terwujudlah berbagai macam bentuk tubuh. Sebagian mahluk memiliki bentuk tubuh yang indah dan sebagian mahluk memiliki tubuh yang buruk. Dan karena keadaan ini, mereka yang memiliki 15

bentuk tubuh yang indah memandang rendah mereka yang memiliki bentuk tubuh yang buruk ..... maka sari tanah itupun lenyap ..... ketika sari tanah lenyap ..... muncullah tumbuhan dari tanah (bhumipappatiko). Cara tumbuhnya seperti cendawan ..... Mereka menikmati, mendapatkan makanan, hidup dengan tumbuhan yang muncul dari tanah tersebut, dan hal ini berlangsung demikian dalam masa yang lama sekali ..... (seperti di atas). Sementara mereka bangga akan keindahan diri mereka, mereka menjadi sombong dan congkak, maka tumbuhan yang muncul dari tanah itu pun lenyap. Selanjutnya tumbuhan menjalar (badalata) muncul ..... warnanya seperti dadi susu atau mentega murni, manisnya seperti madu tawon murni ..... Mereka menikmati, mendapatkan makanan dan hidup dengan tumbuhan menjalar itu ..... maka tubuh mereka menjadi lebih padat; dan perbedaan bentuk tubuh mereka nampak lebih jelas; sebagian nampak indah dan sebagian nampak buruk. Dan karena keadaan ini, maka mereka yang memiliki bentuk tubuh indah memandang rendah mereka yang memiliki bentuk tubuh buruk ..... Sementara mereka bangga akan keindahan tubuh mereka sehingga menjadi sombong dan congkak, maka tumbuhan menjalar itu pun lenyap. Kemudian, Vasettha, ketika tumbuhan menjalar lenyap ..... muncullah tumbuhan padi (sali) yang masak di alam terbuka, tanpa dedak dan sekam, harum, dengan bulir-bulir yang bersih. Pada sore hari mereka mengumpulkan dan membawanya untuk makan malam, pada keesokkan paginya padi itu telah tumbuh dan masak kembali. Bila pada pagi hari mereka mengumpulkan dan membawanya untuk makan siang, maka pada sore hari padi tersebut telah tumbuh dan masak kembali, demikian terus menerus padi itu muncul. Vasettha, selanjutnya mahluk-mahluk itu menikmati padi (masak) dari alam terbuka, mendapatkan makanan dan hidup dengan tumbuhan padi tersebut, dan hal ini berlangsung demikian dalam masa yang lama sekali. Berdasarkan atas takaran yang mereka nikmati dan makan itu, maka tubuh mereka tumbuh lebih padat, dan perbedaan bentuk mereka nampak lebih jelas. Bagi wanita nampak jelas kewanitaannya (itthilinga) dan bagi laki-laki nampak jelas kelaki-lakiannya (purisalinga). Kemudian wanita sangat memperhatikan tentang keadaan laki-laki, dan laki-laki pun sangat memperhatikan keadaan wanita. Karena mereka saling memperhatikan keadaan diri satu sama lain terlalu banyak, maka timbullah nafsu indriya yang membakar tubuh mereka. Dan sebagai akibat adanya nafsu indriya tersebut, mereka melakukan hubungan kelamin. 16

46. Phu Thi Ye Phu Thi Ye Dua kalimat dari mantra ini mengandung arti “Jalan cerah”. Ia juga berarti “hati yang cerah”. Jika hendak mendapatkan Jalan cerah, pertama-tama kita harus memiliki hati yang cerah. Tanpa hati yang cerah, orang tidak akan dapat mengembangkan Jalan cerah. Pengikut Jalan harus pertama-tama memiliki hati yang sadar sejati dan kemudian ia akan dapat mengembangkan dan menyadari Jalan cerah. Dua kalimat mantra ini adalah Tangan dan Mata Roda Emas Yang Tidak Mundur; ini adalah hati Bodhi yang tidak pernah mundur. Dari sejak sekarang, hingga ke masa kita mencapai Kebuddhaan, hati Bodhi yang telah kita tanam akan tumbuh semakin hebat setiap hari dan tidak pernah mundur atau berbalik arah. Karena hati Bodhi tidak mundur, kita akan segera menyadari buah Kebuddhaan. Jika hati Bodhi mundur, menyeleweng, maka kita akan mencapainya dengan lebih lambat. Pengikut Jalan harus lebih bersemangat setiap hari; setiap hari hati Bodhi kita harus menjadi lebih kuat. Jangan mundur atau salah menempatkannya. Sebagai contoh, ketika mendengarkan Sutra, orang harus menganggap sutra-sutra itu sulit sekali dijumpai. Perkumpulan Dharma adalah sangat langka. Meskipun yang satu ini tampak biasa saja, jika kita mau berhenti dan merenungkannya, sungguh menakjubkan sekali. Di mana lagi di dunia ini yang memiliki perkumpulan Dharma sesemangat ini setiap hari berkumpul mendengarkan Dharma? Di mana lagi Dharma mengalir seperti air, seperti sungai yang mengalir terusmenerus? Setelah menemukan Dharma, orang harus menentukan waktu untuk datang dan mendengarkan Dharma, sesibuk apapun ia, tanpa menghiraukan siapa yang sedang menyampaikan ceramah. Dan jangan membuat perbedaan antara pembicara yang “baik” dan yang “rendah” dengan hanya datang mendengarkan pembicara yang “baik”. Jika terus mendengarkan, cepat atau lambat, siapapun yang memberikan ceramah, suatu kali orang akan mendengar prinsip sejati muncul. Tidak perduli siapapun yang memberikan ceramah, kalian harus datang mendukung perkumpulan Dharma. Karena terdapat ceramah tujuh malam selama seminggu, kalian harus datang tujuh malam seminggu. Jangan malas! Pintu Dharma ini sukar ditemukan dalam bermilyar tahun. Setelah menemukannya, kita harus mencapai kemajuan yang luar biasa. Kemajuan yang hebat adalah “Hati Bodhi Yang Tidak Mundur”. Terdapat tiga tingkatan “tidak mundur”. Yang pertama adalah Tidak Mundur dalam Tingkatan. Orang yang telah memastikan buah Kearhatan, tidak akan mundur ke keadaan orang biasa. Jika telah memastikan buah Bodhisattva, ia tidak akan mundur ke keadaan Arhat. Jika telah memastikan tingkatan buah Buddha, ia tidak akan mundur ke keadaan Bodhisattva – kecuali ia sendiri yang menghendakinya. Sebagai contoh, jika ia berkata, “ Karena sekarang telah memastikan buah Buddha, saya akan muncul dalam bentuk seorang bhiksu untuk mengajar dan menyeberangkan makhluk hidup,” itu boleh-boleh saja. Yang kedua adalah Tidak Mundur dalam Pikiran. Pengikut Jalan kadang-kadang bisa berpikir, “Belajar Buddhadharma itu membosankan! Saya tidak akan berlatih lagi, saya tidak akan pergi mendengarkan ceramah lagi.” Ini adalah kemunduran dalam pemikiran. Jika kita mundur dalam pemikiran, rintangan setan muncul, karena hanya setan yang bergembira kalau kita mundur. Begitu mencapai tingkatan Tidak Mundur dalam Pikiran, semakin mendengarkan Buddhadharma, semakin kita 85

kejadian itu, saya memilih mengambil jalan darat, juga saya menjadi jarang sekali menyembuhkan penyakit orang. Menyembuhkan penyakit adalah suatu cara yang baik untuk menyambung persahabat-an. Tapi juga mudah sekali mengakibatkan kebencian di antara setan-setan. Ia punya sisi baik dan buruk. Jika kita dapat menjadi tanpa suatu diri, orang lain, makhluk hidup, atau suatu lingkaran kehidupan – kosong dari tanda-tanda ini – maka kita dapat melakukannya. Namun jika kita tidak mampu mengosongkan diri dari empat tanda itu, mudah sekali kita tertangkap oleh rintangan setan. Membangun hubungan dengan cara menyembuhkan penyakit adalah persoalan yang tidak sederhana. 43. Sa La Sa La Kalian dengar tidak suaranya? SA LA SA LA! Sangat nyaring! Ia berarti “kekuatan yang kokoh”. SA LA SA LA adalah kekuatan yang sedemikian kuat sehingga tidak ada yang dapat merusaknya. Kekuatan yang kokoh ini dapat menghancurkan dan menaklukkan semua setansetan langit dan kaum eksternalis. Ini adalah Tangan dan Mata Alu Vajra yang digunakan untuk menaklukkan dan mengalahkan semua setan yang penuh kebencian. 44. Si Li Si Li SI LI SI LI mempunyai tiga makna. Yang pertama artinya “bertekad”, seperti tekad di medan perang; jika orang bertekad ia akan menang dan tidak pernah kalah. Arti kedua adalah “luhur”. Sangat baik dan luar biasa karena, sekali lagi, hanya ada kemenangan, tak pernah ada kekalahan. Yang ketiga, artinya “mulia”. Karena bertekad, orang jaya, dan karenanya semua menjadi mulia. Saya telah memberitahu muridku, bahwa ke mana pun mereka pergi mereka hanya dibolehkan untuk menang, tidak boleh sekali-kali kalah. Jika mereka kalah, mereka tidak boleh kembali dan berjumpa denganku lagi. Apa gunanya menjadi pecundang seperti itu? Memang tidak ada apa-apanya, melainkan, seperti yang dikatakan orang di Kanton, cuma “kulit air”. Di Tiongkok Utara kami menyebutnya “kantong rumput”, kantong yang digunakan untuk menyimpan padi yang lembut dan lemah dan tak ada gunanya. Jadi ingatlah ini : siapapun yang ingin menjadi muridku harus selalu menjadi pemenang dan memiliki kekuatan sekokoh Alu Vajra! Tidak diperbolehkan ada yang menjadi kulit air atau kantong rumput! SI LI SI LI adalah Tangan Telapak Terpaut yang membuat orang menjadi baik dan penuh hormat kepada yang lain. Tapi kalian harus sungguh-sungguh menjadi pemenang, mulia, dan memiliki hati yang teguh. Tidak ada gunanya cuma membicarakannya; kalian harus melaksanakannya. 45. Su Lu Su Lu SU LU SU LU adalah “embun manis”. Ini merupakan Tangan dan Mata Embun Manis. Embun manis mempunyai banyak sekali manfaat seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Ia dapat membuat semua hantu kelaparan menjadi kenyang dan membuat orang mencapai kualitas “seperti yang engkau kehendaki”. Ia melenyapkan rasa lapar dan haus, mendatangkan kemuliaan, dan banyak sekali keuntungan yang lain. Embun manis juga disebut obat kematian. Apabila meminumnya, orang yang sudah sekarat akan hidup kembali. Namun tidaklah mudah mendapatkan embun manis. Jika mendapatkan sedikit saja, dan meminumnya, maka meskipun tadinya orang sudah harus segera mati, ia tetap hidup. 84

Kiamat : Versi Buddhis Oleh: Corneles Wowor, M.A.

Pada suatu ketika bumi kita ini akan hancur lebur dan tidak ada. Tapi hancur leburnya bumi kita ini atau kiamat bukanlah merupakan akhir dari kehidupan kita. Sebab seperti apa yang telah diuraikan di halaman terdahulu, bahwa di alam semesta ini tetap berlangsung pula evolusi terjadinya bumi. Lagi pula, bumi kehidupan manusia bukan hanya bumi kita ini saja tetapi ada banyak bumi lain yang terdapat dalam tata surya - tata surya yang tersebar di alam semesta ini. Kiamat atau hancur leburnya bumi kita ini menurut Anguttara Nikaya, Sattakanipata diakibatkan oleh terjadinya musim kemarau yang lama sekali. Selanjutnya dengan berlangsungnya musim kemarau yang panjang ini muncullah matahari yang kedua, lalu dengan berselangnya suatu masa yang lama matahari ketiga muncul, matahari keempat, matahari kelima, matahari keenam dan akhirnya muncul matahari ketujuh. Pada waktu matahari ketujuh muncul, bumi kita terbakar hingga menjadi debu dan lenyap bertebaran di alam semesta. Pemunculan matahari kedua, ketiga dan lain-lain bukan berarti matahari-matahari itu tiba-tiba terjadi dan muncul di angkasa, tetapi mataharimatahari tersebut telah ada di alam semesta kita ini. Dalam setiap tata surya terdapat matahari pula. Menurut ilmu pengetahuan bahwa setiap planet, tata surya, dan galaxi beredar menurut garis orbitnya masing-masing. Tetapi kita sadari pula, karena banyaknya tata surya di alam semesta kita ini, maka pada suatu masa garis edar tata surya kita akan bersilangan dengan garis orbit tata surya lain, sehingga setelah masa yang lama ada tata surya yang lain lagi yang bersilangan orbitnya dengan tata surya kita. Akhirnya tata surya ketujuh menyilangi garis orbit tata surya kita, sehingga tujuh buah matahari menyinari bumi kita ini. Baiklah kita ikuti uraian tentang kiamat yang dikhotbahkan oleh Sang Buddha kepada para bhikkhu : Bhikkhu, akan tiba suatu masa setelah bertahun-tahun, ratusan tahun, ribuan tahun, atau ratusan ribu tahun, tidak ada hujan. Ketika tidak ada hujan, maka semua bibit tanaman seperti bibit sayuran, pohon penghasil obatobatan, pohon-pohon palem dan pohon-pohon besar di hutan menjadi layu, kering dan mati ..... 17

Para bhikkhu, selanjutnya akan tiba suatu masa, suatu waktu di akhir masa yang lama, matahari kedua muncul. Ketika matahari kedua muncul, maka semua sungai kecil dan danau kecil surut, kering dan tiada ..... Para bhikkhu, selanjutnya akan tiba suatu masa, suatu waktu di akhir masa yang lama, matahari ketiga muncul. Ketika matahari ketiga muncul, maka semua sungai besar, yaitu sungai Gangga, Yamuna, Aciravati, Sarabhu dan Mahi surut, kering dan tiada ..... Para bhikkhu, selanjutnya akan tiba suatu masa, suatu waktu di akhir masa yang lama, matahari keempat muncul. Ketika matahari keempat muncul, maka semua danau besar tempat bermuaranya sungai-sungai besar, yaitu danau Anotatta, Sihapapata, Rathakara, Kannamunda, Kunala, Chaddanta, dan Mandakini surut, kering dan tiada ..... Para bhikkhu, selanjutnya akan tiba suatu masa, suatu waktu di akhir masa yang lama, matahari kelima muncul. Ketika matahari kelima muncul, maka air maha samudra surut 100 yojana*, lalu surut 200 yojana, 300 yojana, 400 yojana, 500 yojana, 600 yojana dan surut 700 yojana. Air maha samudra tersisa sedalam tujuh pohon palem, enam, lima, empat, tiga, dua pohon palem, dan hanya sedalam sebatang pohon palem. Selanjutnya, air maha samudra tersisa sedalam tinggi tujuh orang, enam, lima, empat, tiga, dua dan hanya sedalam tinggi seorang saja, lalu dalam airnya setinggi pinggang, setinggi lutut, hingga airnya surut sampai sedalam tinggi mata kaki. Para bhikkhu, bagaikan di musim rontok, ketika terjadi hujan dengan tetes air hujan yang besar, mengakibatkan ada lumpur di bekas tapak-tapak kaki sapi, demikianlah dimana-mana air yang tersisa dari maha samudra hanya bagaikan lumpur yang ada di bekas tapak-tapak kaki sapi. Para bhikkhu, selanjutnya akan tiba suatu masa, suatu waktu di akhir masa yang lama, matahari keenam muncul. Ketika matahari keenam muncul, maka bumi ini dengan gunung Sineru sebagai raja gunung-gunung, mengeluarkan, memuntahkan dan menyemburkan asap. Para bhikkhu, bagaikan tungku pembakaran periuk yang mengeluarkan, memuntahkan dan menyemburkan asap, begitulah yang terjadi dengan bumi ini. Demikianlah, para bhikkhu, semua bentuk (sangkhara) apa pun adalah tidak kekal, tidak abadi atau tidak tetap. Janganlah kamu merasa puas dengan semua bentuk itu, itu menjijikkan, bebaskanlah diri kamu dari semua hal. Para bhikkhu, selanjutnya akan tiba suatu masa, suatu waktu di akhir masa yang lama, matahari ketujuh muncul. Ketika matahari ketujuh muncul, 18

tulus dengan Mantra Welas Asih Agung, walaupun meminumnya ia tidak akan sembuh. Jika orang itu tulus terhadap mantra dan tidak berlatih, ia boleh meminumnya dan tetap sembuh. Mereka yang memiliki rintangan karma berat boleh meminum air itu, tapi air itu tidak akan punya cukup potensi untuk menyembuhkan penyakit mereka. Mereka yang punya rintangan karma ringan boleh meminum Air Welas Asih Agung dan mendapatkan kekuatan yang luar biasa. Kekuatan apa? Kekuatan yang diperoleh dari pengucapan Mantra Welas Asih Agung yang tanpa henti, yang menciptakan suatu kekuatan dari Jalan – mau mendengarkan dan kemanjuran; ini akan menyembuhkan penyakit. Sehingga apapun keadaannya, terdapat berbagai jenis sebab dan kondisi yang menentukan keberhasilan mantra ini. Jangan pikir, “Saya mengembangkan Tangan Mangkok Permata dan saya memantrai Air Welas Asih Agung, lalu mengapa tidak manjur?” Bukan karena Air Welas Asih Agung tidak manjur, itu semua cuma karena diri sendiri kurang memiliki keahlian yang diperlukan untuk mendapatkan kemanjurannya. Ada pemeluk agama eksternal yang menggunakan Mantra Welas Asih Agung untuk menyembuhkan penyakit dengan sangat berhasil. Mengapa bisa begitu manjur? Ini karena setan-setan langit membantu pemeluk agama eksternal itu agar orang boleh menaruh kepercayaan pada mereka, dan dapat dengan mudah ditarik ke dalam tingkatan setan-setan langit. Meskipun Dharma yang dikembangkan sama, keadaan di sekeliling sangat berbeda. Menyembuhkan penyakit dengan Air Welas Asih Agung adalah salah satu cara untuk mempraktekkan Jalan Bodhisattva. Namun jika untuk melaksanakan Jalan Bodhisattva, pertama-tama perilaku dan tindakan Bodhisattva itulah yang harus dikembangkan. Kita harus memiliki hati yang tidak mempunyai suatu “diri” atau “orang lain”, dan tidak meninggalkan suatu tanda diri, tanda orang lain, tanda makhluk hidup, dan tanda lingkaran kehidupan. Jangan sampai mempunyai pikiran, “Saya dapat menyembuhkan penyakit orang lain, dan dengan mengucapkan Mantra Welas Asih Agung saya mendapatkan sambutan yang luar biasa.” Jika pikiran seperti itu muncul, artinya terdapat kemelekatan. Dan dengan memiliki kemelekatan, rintangan setan akan menghadang di tengah jalan. Bahkan meskipun tanpa pikiran seperti itu, sangat mudah sekali berhadapan dengan rintangan setan tatkala kita sedang melaksanakan Dharma ini, karena pada umumnya penyakit diakibatkan oleh karma atau oleh setan. Jika sakit itu diakibatkan oleh karma, tidak ada masalah jika kita menyembuhkannya. Namun jika sakit itu disebabkan oleh suatu setan dan seseorang menyembuhkannya, setan itu bisa datang mencari, memeranginya. Jika kekuatan Jalan yang dimilikinya tidak cukup kuat – ia tidak memiliki apa-apa untuk diucapkan – ia kemungkinan besar akan ditarik ke alam setan. Jika orang itu memiliki kekuatan Jalan dan menciptakan pertalian dengan setan, maka setan itu akan terus berusaha mencari kesempatan untuk datang menaklukkannya dalam pertempuran. Saya dulu suka menyembuhkan penyakit. Jika ada orang yang sakit saya pasti akan berusaha menyembuhkannya. Tetapi kemudian, saya berhadapan dengan rintangan setan yang cukup besar. Di Mancuria, setan laut yang aneh mencoba menghanyutkanku. Mereka tidak berhasil, tetapi lima puluh hingga enam puluh orang mati di dalam luapan air yang mereka ciptakan, dan hampir delapan ratus rumah hancur. Kemudian, ketika saya sedang dalam perjalanan dari Tien-sin ke Shanghai, monster laut itu mencoba membalikkan perahu, dan nyaris saja saya menjadi makanan ikan. Sejak 83

Pengembangan Empat Puluh Dua Tangan dan Mata disebut “pelaksanaan Dharma”. “Seperti kehendakmu” mempunyai arti selaras dengan jalan yang kita inginkan dalam hati kita. Menyempurnakan pengembangan Tangan dan Mata, berarti “selaras dengan hati kita, sesuai dengan kehendak kita”. “Pelaksanaan Dharma tidak terpisah dari saya” artinya dalam berlatih adalah diri sendiri yang harus berlatih. Orang harus melakukannya sendiri. Jika saya mengembangkan Dharma, Dharma tidak terpisah dari saya dan saya tidak terpisah dari Dharma. Dharma dan saya adalah satu. Lalu, di sana tidak ada Dharma maupun saya, dan dua kemelekatan pada diri dan Dharma adalah kosong. Tidak terdapat kemelekatan pada diri dan tidak ada kemelekatan pada Dharma. Itulah yang dimaksud dengan “tidak terpisah dari saya”. Tangan dan Mata Jade, jika dikembangkan, dapat membuat semua makhluk hidup mematuhi perintah kita. Mereka akan berlatih sesuai dengan Dharma apapun yang kita nyatakan pada mereka untuk dikembangkan, dengan patuh sekali. 42. Hu Lu Hu Lu Si Li HU LU HU LU SI LI berarti “melaksanakan Dharma tanpa pemikiran”, dan juga “melaksanakan Dharma dengan bahagia”. “Seperti kehendakmu” dalam HU LU HU LU MO LA masih mempertahankan “kehendak” atau “pikiran”. Dengan HU LU HU LU SI LI, tidak secuil pemikiran pun yang muncul saat melaksanakan Dharma. Jika masih ada secuil pemikiran, maka itu adalah pikiran yang salah. Tanpa pemikiran, pikiran yang salah juga tidak ada. Dan karena tidak terdapat pikiran yang salah, kita dapat “melaksanakan Dharma dengan bahagia”, dan menjadi ia yang “memperhatikan dengan penuh kebahagiaan”, yaitu, Bodhisattva Yang Mendengarkan Suara Dunia dengan penuh Kebahagiaan. Kalimat dari mantra ini adalah Tangan Mangkok Permata, yang ketiga dari Empat Puluh Dua Tangan. Tangan dan Mata ini dapat menyembuhkan makhluk hidup dari penderitaan yang disebabkan oleh penyakit. Kita pernah mendengar orang yang telah pergi meninggalkan rumah, memantrai secangkir Air Welas Asih Agung dan memberikannya pada orang yang sakit untuk diminum. Setelah diminum, kadang-kadang penyakit orang itu sembuh, kadang-kadang tidak. Ini tergantung kepada sebab dan kondisi. Apabila kondisinya tepat, dengan meminum Air Welas Asih Agung, orang itu kemungkinan besar akan sembuh, dan kemudian menjadi percaya pada Bodhisattva Yang Mendengarkan Suara Dunia. Apabila tidak sembuh, ia mungkin tidak mempercayainya. Yang sebenarnya adalah – saya hendak mewariskan suatu Dharma pada semua – dalam memberi kekuatan pada Air Welas Asih Agung, kita tidak perlu membaca habis seluruh Mantra Welas Asih Agung. Cukup dengan mengucapkan HU LU HU LU SI LI. Ucapkanlah tiga kali ke permukaan air. Berikan kepada orang yang sakit untuk diminum, dan penyakitnya akan segera sembuh. Ada kalanya, orang sakit itu tidak sembuh, ada kalanya juga ia langsung sembuh. Semuanya tergantung kepada pertalian hubungan antara orang yang membaca mantra dengan orang yang sakit. Apabila terdapat suatu pertalian antara orang yang memantrai air suci dengan orang yang sakit, jika ia meminum Air Welas Asih Agung itu, ia akan sembuh. Jika tidak terdapat suatu pertalian hubungan seperti itu, ia boleh meminumnya, tapi ia tidak akan mempunyai keyakinan di dalamnya, dan karenanya tidak akan sembuh. Secara umum, terdapat berbagai kondisi yang membangun landasan hubungan Dharma. Jika orang tulus dan berlatih, ia boleh meminumnya lantas sembuh. Jika ia berlatih tetapi tidak 82

maka bumi ini dengan gunung Sineru sebagai raja gunung-gunung terbakar, menyala berkobar-kobar, dan menjadi seperti bola api yang berpijar. Cahaya nyala kebakaran sampai terlihat di alam Brahma, demikian pula dengan debu asap dari bumi dengan gunung Sineru tertiup angin sampai ke alam Brahma. Bagian-bagian dari puncak gunung Sineru setinggi 1, 2, 3, 4, 5 ratus yojana terbakar dan menyala ditaklukkan oleh amukan nyala yang berkobarkobar, hancur lebur. Disebabkan oleh nyala yang berkobar-kobar bumi dengan gunung Sineru hangus total tanpa ada bara maupun abu yang tersisa. Bagaikan mentega atau minyak yang terbakar hangus tanpa sisa. Demikian pula bumi maupun debu tidak tersisa sama sekali. Catatan *) Yojana adalah semacam ukuran yang ada di masa Sang Buddha yang jauhnya kira-kira 7 mil.

19

Bagaimana Mengajarkan Agama Buddha Kepada Anak

Eko:"Wah, pusing nih, besok kalau gue meninggal kayaknya kagak disembahyangi nih, habis pegang hio, pasang foto gue dibilangin sama anak tidak boleh" Sue: "Bukan loe aja, kalau bini gua beli banyak buah-buahan buat sembahyang, anak gue kagak ada satupun yang mau makan, katanya nggak boleh karena bekas sembahyang. Jadi daripada mesti buang, akhirnya beli seadanya saja" Sugi:"Itu mah belum parah, yang parah tuh kalau gue lagi sembahyang leluhur dibilangin lagi sembah berhala, entar bisa jatuh ke Neraka" Contoh pembicaraan di atas adalah cuplikan yang tidak jarang kita dengar, saat kita melayat di rumah duka. Apakah hanya sebatas itu yang Anda harapkan dari anak Anda? Apakah Anda takut tidak ada yang menyembah-yangkan sesudah Anda meninggal, atau sekadar ingin dia hanya ikut pasang-pasang hio, dan sebagainya. Tidak demikian, sesungguhnya yang kita inginkan adalah agar anak kita dapat tumbuh menjadi anak yang baik, berbakti, pintar, bermoral, mempunyai ketahanan yang baik dalam menghadapi segala jenis masalah hidup, dan sebagainya. Aspek spiritual adalah aspek yang sangat mendasar dan paling penting dalam kehidupan baik bagi Anda maupun anak anda. Masalah yang diungkapkan di atas, jika diartikan secara lebih khusus adalah, "Bagaimana orangtua Buddhis dapat mengajarkan ajaran Buddha dengan baik kepada anak-anaknya?" Pada kenyataaannya, aspek ini hampir terabaikan begitu saja. Bandingkan dengan para orangtua dari nonBuddhis, yang sejak kecil anaknya sudah dibaptis ataupun dipermandikan menjadi pengikut agama yang telah diyakini oleh orangtuanya. Orangtua Buddhis cenderung bersifat acuh tak acuh, dan dengan argumen bahwa biarlah kelak dia bisa memilih agamanya sendiri, yang penting semua agama sama, mengajarkan kebaikan. Apakah benar demikian? Artikel ini dimaksudkan untuk dapat menjadi bahan perenungan bagi para orangtua Buddhis, yang sebagian disadurkan dari buku "How To Teach Buddhism to Children", Bodhi Leaves No.B.9. 1961, BPS, Sri Lanka (edisi 20

Dua Tangan ditulis sebagai nama dari Empat Puluh Dua Bodhisattva. Itu salah. Empat Puluh Dua Tangan semuanya dikembangkan oleh Bodhisattva. Siswa-siswa Buddhadharma harus mengingat hal ini, dan tidak membuat pernyataan yang tidak didasarkan pada kenyataan sebenarnya. Dalam menjelaskan Buddhadharma, kita harus memiliki landasan yang kokoh berkenaan dengan apa yang dikatakan, atau kalau tidak, apa yang kita katakan hanya akan salah. AH LA SEN adalah Tangan dan Mata Buddha Peralihan yang dikembangkan Bodhisattva. “Bodhisattva yang mana?” mungkin ada yang bertanya seperti itu. Ia bukan Bodhisattva tertentu. Siapapun yang mengembangkan Empat Puluh Dua Tangan dan Mata adalah Bodhisattva itu. Siapapun yang tidak mengembangkannya bukan Bodhisattva itu. Jika ada diantara kalian yang mengembangkan Empat Puluh Dua Tangan dan Mata dan berhasil, maka ia dapat memastikan pencapaian tingkatan Bodhisattva. FO LA SE LI bermakna, “benih cerah jasmani”. Ini adalah Tangan dan Mata Tasbih Pengucapan yang dikembangkan oleh Bodhisattva. Pada saat Bodhisattva mengembangkan Tangan dan Mata ini, para Buddha di sepuluh arah akan segera datang untuk meramalkan keadaannya dan membawa dia ke sepuluh arah untuk menyadari Kebuddhaan. 39. Fa Sa Fa Sen FA SA FA SEN artinya “kata-kata yang menggembirakan, senyum yang menggembirakan”. Ini tiada lain tiada bukan, gembira dalam berkata-kata, sangat gembira bahkan. Ia juga mempunyai arti “pahlawan agung” dan “ksatria tanpa tandingan”. Inilah tiga arti yang dikandungnya. FA SA FA SEN adalah Tangan dan Mata Busur Permata. Dengan mengembangkan-nya, untuk orang yang berumahtangga, ia akan mendapatkan jabatan tinggi; untuk orang yang telah meninggalkan rumah, ia boleh memastikan buah Kearhatan. 40. Fo La Se Ye Sebelumnya, di dalam FO LA SE YE, SE YE mempunyai arti “benih jasmani”. Di dalam FO LA SE YE, SE YE artinya “gajah”. Pada saat hati kita telah cerah, kita adalah Pangeran Gajah, atau dengan kata lain Pangeran Dharma. Kita bisa menjadi Raja Dharma tertinggi dari pintu Dharma. Secara umum, kalimat ini berarti “pangeran gajah yang paling mulia dengan hati yang sudah cerah”. Kalimat FO LA SE YE menyatakan tubuh sejati Buddha Amitabha. Buddha Amitabha adalah guru dari Bodhisattva Yang Mendengarkan Suara Dunia. Karena Bodhisattva juga menghormati gurunya, ia memberi hormat padanya saat mengucapkan Mantra Welas Asih Agung. Dalam kalimat ini, Buddha Amitabha memancarkan cahaya untuk menerangi siapapun yang menjunjung mantra ini. FO LA SE YE adalah Tangan dan Mata Teratai Ungu. Di dalam Empat Puluh Dua Tangan dan Mata terdapat Tangan dan Mata Teratai Putih, Tangan dan Mata Teratai Biru, Tangan dan Mata Teratai Ungu, dan Tangan dan Mata Teratai Merah. Jika orang mengem-bangkan Tangan dan Mata ini, ia bisa bertemu dengan para Buddha dari sepuluh penjuru. Untuk alasan ini, Tangan dan Mata Teratai Ungu penting sekali. 41. Hu Lu Hu Lu Mo La HU LU HU LU MO LA berarti “melaksanakan Dharma seperti kehendakmu”. Artinya juga “pelaksanaan Dharma tidak terpisah dari saya”. Ini adalah Tangan dan Mata Jade. 81

atas tubuh, barangkali. Itu tidak dibolehkan. Kita harus membuat sumpah yang jelas, rinci, apa akibatnya di masa sekarang dan masa yang akan datang. Untuk masa lalu, lupakan saja, apakah kita telah berusaha atau berlatih. Apa yang akan kita lakukan di masa yang akan datang? Setiap dan masing-masing dari kita harus membuat sumpah. Semakin agung sumpah yang dinyatakan sekarang, dalam keadaan ini, semakin besar manfaatnya di masa yang akan datang. Jika kekuatan sumpah dipusatkan di dalam pori-pori rambut, sumpah itu juga dapat dinyatakan di dalam pori-pori rambut! Sumpah adalah janji yang khidmat, dan semua yang mempelajari ajaran Sang Buddha harus membuatnya. Sumpah itu penting, karena tanpanya kita akan kehilangan arah. Sama seperti berjalan tanpa tahu akan ke mana, atau apakah jalan yang ditempuh telah benar. Jika kita bersumpah, kita memiliki pemandu jalan yang akan menunjukkan arah perjalanan. Mengapa semua Buddha dan Bodhisattva membuat sumpah saat sedang mengembangkan Jalan? Itu karena, sekali orang membuat sumpah, ia bisa menyesuaikan dirinya dengan sumpah itu. Misalnya saja, Bodhisattva Penyanggah Bumi membuat beberapa sumpah. Ia bilang : Jika neraka belum kosong, aku bersumpah tidak akan menjadi Buddha; Jika semua makhluk telah diselamatkan, hanya pada saat itu akan kupastikan pencapaian Bodhi. Kekuatan sumpahnya sungguh luar biasa! Kita juga harus membuat sumpah. Setiap dari kita harus membuat sumpah sesuai dengan apa yang akan kita lakukan. 38. Ah La Sen Fo La Se Li AH LA SEN mempunyai arti “Raja Pemutar Roda Dharma”. Ini adalah Raja Dharma yang memutar Roda Dharma, terus-menerus membabarkan Dharma Wadah Agung yang ajaib. Doktrin yang dijelaskan tatkala kita sedang membabarkan Dharma ini adalah sangat dalam, halus, dan ajaib. Yang lain tidak dapat menyatakan Dharma yang sehalus dan sedalam itu, namun kita dapat menjelaskannya dengan rinci. Itulah yang dimaksud oleh kalimat dari mantra ini. Ini adalah Tangan dan Mata Buddha Peralihan. Dharma ini harus dikembangkan, karena dengan mengembangkannya, dalam setiap kehidupan kita akan dilahirkan di dekat para Buddha dan dapat mengikuti mereka. Terdapat juga orang lain yang menjelaskan Mantra Welas Asih Agung ini. Misalnya saja, terdapat seorang Guru Dharma yang telah mengambil setiap Tangan dan Mata dan menjelaskannya sebagai suatu Bodhisattva. Misalnya, ia mengatakan bahwa Tangan dan Mata Buddha Peralihan di atas Tahta adalah Tangan dan Mata Bodhisattva Buddha Peralihan di atas Tahta. Perbedaan dua istilah ini cuma setipis sehelai rambut tapi hasilnya bisa terpisah ribuan mil. Mengapa? Karena tidak ada Bodhisattva seperti itu. Bacalah seluruh Tripitaka kalau mau, dari awal hingga akhir, dan tidak akan ditemukan Bodhisattva bernama “Buddha Peralihan di atas Tahta”. Orang boleh mengatakannya sebagai Tangan dan Mata Buddha Peralihan di atas Tahta yang dikembangkan oleh Bodhisattva, tetapi jangan menyebutnya sebagai Bodhisattva Tangan dan Mata Buddha Peralihan di atas Tahta. Menyebutnya seperti itu, akan merupakan suatu kesalahan besar. Kita tidak bisa bilang, “Ini adalah Tangan dan Mata Bodhisattva Mangkok Permata”, kita hanya dapat mengatakan, “Ini adalah Tangan dan Mata Mangkok Permata yang dikembangkan oleh Bodhisattva.” Mangkok permata, dengan kata lain, bukanlah nama Bodhisattva. Di dalam komentar mengenai Mantra Welas Asih Agung yang akhir-akhir ini datang dari Hong Kong, Empat Puluh 80

ke-2, tahun 1975), karangan Dr. Helmuth Klar. Dari tahun penerbit dapat diambil kesimpulan bahwa sesungguhnya masalah ini telah lama menjadi topik yang begitu diperhatikan oleh para bhikkhu dan para pengikut Buddhisme di Srilangka maupun di dunia Barat. Dalam makalahnya, Dr. Helmuth Klar berbagi pengalaman praktik dengan anaknya sendiri dan juga dengan anak-anak Barat lainnya, karena beliau tidak ingin berteori saja. Namun banyak sekali manfaat yang kita dapatkan dari pengalamannya tersebut. Jika kita berada di negara Buddhis, di tengah-tengah tradisi Buddhis yang telah berabad-abad lamanya, posisi seorang anak Buddhis jauh lebih mudah. Namun tidak demikian dengan di Indonesia, di mana Buddhis merupakan minoritas dan dikelilingi oleh berbagai agama lain, sehingga dapatlah dimengerti peran orangtua merupakan faktor yang terpenting dalam menanamkan keyakinan pada anaknya. Dan perlu disadari penanaman keyakinan pada anak kita secara otomatis akan berkaitan dengan cara hidup yang benar. Tanamkan keyakinan pada anak Anda sejak kecil mengenai kebesaran dan keagungan Sang Buddha. Suatu ide yang sangat penting, bila sejak kecil anak-anak harus dilatih untuk yakin akan keagungan dan kemuliaan Sang Buddha. Penggunaan patung ataupun gambar Sang Buddha adalah suatu ide yang bagus untuk mengajarkan anak kita memberikan penghormatan kepada Sang Buddha, sebagai guru yang agung untuk manusia. Jelaskan bahwa itu bukanlah penyembahan berhala seperti yang sering diajarkan oleh para pendidik agama nonBuddhis yang mengharuskan anak kita mengikuti pelajaran agamanya di sekolah yang berada dalam naungan suatu agama tertentu. Penggunaan patung Buddha sebagai objek konsentrasi penghormatan kepada Sang Buddha akan menjadi lebih efektif mengingatkan kita kepda Sang Guru Agung dibandingkan simbol-simbol lain. Ibarat seseorang menyimpan foto orangtuanya akan memudahkan dia untuk mengingat sifat-sifat luhur orangtua dibandingkan dengan barang-barang yang langsung pernah diberikan kepadanya. Demikian juga penghormatan terhadap anggota Sangha dengan bersujud ataupun bernamaskara, perlu dijelaskan bahwa itu merupakan cara penghormatan yang tidak lain seperti penghormatan pada tradisi-tradisi lain, dan bukanlah menyembah orangnya. Aspek filsafat dari Buddhisme yang cenderung terlalu dalam untuk dimengerti anak-anak dapat dituangkan dalam upacara-upacara sederhana 21

yang lebih praktis untuk anak-anak. Latihlah anak-anak untuk melakukan upacara-upacara sederhana seperti persembahan air, dupa, lilin, ataupun bunga di altar patung/gambar Sang Buddha. Bahkan perlu juga dijelaskan secara seder-hana arti dari per-sembahan-persembahan tersebut. Dengan demikian akan mengembangkan kebiasaan menghormat dan merenungkan sifat-sifat mulia Sang Buddha sejak kecil. Memberikan visudhi kepada anak juga merupakan suatu hal yang sangat baik untuk mempertebal keyakinan kepada Buddha, Dhamma, dan Sangha. Memberikan contoh yang baik Cara penanaman keyakinan sesungguhnya sangat tergantung pada usia anak-anak kita, namun satu hal yang pasti dan paling penting adalah bila orangtuanya hidup sesuai Dhamm. Karena tidak dapat dipungkiri bahwa anakanak cenderung akan mengikuti apa yang dilihat dan didengarnya saat itu juga. Penanaman keyakinan kepada anak sangatlah tergantung pada seberapa besar orangtuanya merealisasikan Dhamma dalam kehidupan seharihari. Contoh sederhana, orangtua (ayah dan ibu) yang tidak berbakti kepada orangtuanya (nenek dan kakek), akan menyebabkan anak-anaknya cenderung akan meniru sifat orangtuanya dan akan mengakibatkan penanaman sifat tidak berbakti dari sang anak kepada orangtua, yang sangat bertentangan dengan Dhamma. Anda harus merealisasikan Dhamma dan tidak sekadar pembicaraan saja untuk dapat membuat diri Anda hidup dengan cara benar sehingga membawa kebahagiaan bagi diri sendiri maupun bagi orang lain, khususnya keluarga. Dengan cara itu berarti Anda telah memberikan contoh yang baik kepada anak Anda. Menyampaikan cerita-cerita Buddhis kepada anak Anda Anak-anak umumnya suka dengan berbagai macam cerita, adalah suatu usaha yang baik, di mana orangtua Buddhis dapat menyisakan waktu sedikit, apakah setiap hari, dua hari sekali ataupun seminggu sekali, membacakan cerita-cerita Buddhis yang ringan, sesuai dengan usia anaknya, sehingga secara bertahap menanamkan keyakinan pada Buddha Dhamma lewat intisari cerita-cerita tersebut. Dapatlah diambil contoh, cerita-cerita Buddhis seperti Jataka, kisah asal usul syair Dhammapada (Dhammapada Atthakata), Petavatthu (cerita kisah peta), Vimanavatthu (cerita kisah dewa/dewi), kehidupan Pangeran Siddhattha hingga mencapai Buddha, kehidupan sosial 22

bodoh dan lamban, tapi ia selalu berbuat selaras dengan kaidah. Banyak terdapat orang seperti itu. Dalam mengamati orang lain, kita akan melihat apakah kita, diri kita sendiri, memiliki kebijaksanaan atau tidak. Jika memiliki kebijaksanaan sejati, kita tidak akan dikendalikan oleh orang lain menuju kebodohan; jika tidak memiliki kebijaksanaan, kita akan dibawa ke jurang kebodohan. Demikian juga dengan kebijaksanaan dan hal-hal yang lain. Kebijaksanaan dan kebodohan memiliki hubungan langsung. Tiadanya kebodohan adalah kebijaksanaan, dan tiadanya kebijaksanaan adalah kebodohan. Kebodohan sendiri adalah kebijaksanaan dan kebijaksanaan adalah kebodohan. Mengapa bisa begitu? Kebijaksanaan dan kebodohan adalah satu. Jika kita mampu memanfaatkannya, itu adalah kebijaksanaan; jika tidak, itu adalah kebodohan. Contohnya, jika kita memungut pedang kebijaksanaan, itulah kebijaksanaan; jika melepaskannya jatuh, itu adalah kebodohan. Mereka bukanlah dua hal; hanya ada satu. Jadi jangan bilang bahwa kalian akan mencari kebijaksanaan dan membuang kebodohan. Bukan demikian cara kerjanya. Ini cuma masalah “membalik”. Katakanlah telapak tangan adalah kebijaksanaan dan punggung tangan adalah kebodohan. Jika orang mencoba menggenggam sesuatu dengan punggung tangannya, ia tak akan berhasil. Namun, dengan menggunakan telapak tangannya, ia akan berhasil. Tidak mampu memunggut adalah kebodohan, dan mampu memunggut adalah kebijaksanaan. Ini adalah sesuatu dengan dua sisi, dan terserah kepada diri masing-masing, sisi mana yang ingin digunakan. Ada yang bilang, “Saya sekarang telah memahami Buddhadharma! Kebijaksanaan dan kebodohan adalah tanganku!” Salah lagi! Tangan adalah perumpamaan. Jangan berpikir bahwa kebijaksanaan dan kebodohan adalah tangan. Ini mirip dengan perumpamaan jari dengan bulan. Jika ada orang yang menunjuk kepada bulan, jangan menganggap jari sebagai bulan. SE NA SE NA mempunyai arti “kebijaksanaan agung“ dan “sumpah luas”. Sumpah dibuat untuk menyelesaikan sesuatu. Misalnya, sebelum Buddha Amitabha menyadari Kebuddhaan, tatkala ia masih berlatih sebagai seorang bhiksu, ia membuat Empat Puluh Delapan Sumpah Agung. Bodhisattva Samantabhadra juga membuat Sepuluh Sumpah Raja. Bodhisattva Yang Memperhatikan Suara Dunia juga membuat banyak sumpah, demikian juga halnya dengan para Sesepuh. Saya bercerita tentang sumpah, tapi apakah semua akan bersumpah atau tidak itu terserah pada diri masing-masing. Saya memunculkan persoalan ini karena saya tahu banyak yang tidak paham. Namun bukan merupakan wewenang saya untuk memaksa orang bersumpah. Sekarang karena kita sedang belajar Buddhadharma, tiap orang harus membuat sumpahnya sendiri-sendiri, lebih agung lebih baik. Semakin besar kekuatan sumpah yang dinyatakan, semakin besar pencapaian yang diperoleh nantinya. Kita sekarang sedang belajar Buddhadharma di dalam dunia ini, dan belum menyadari Kebuddhaan; kita semestinya membuat sumpah kita juga sesuai dengan keadaan kita. Setiap orang harus menulisnya dengan rinci. Jangan cengeng atau ikut-ikutan, atau sekedar bersumpah, “Saya bersumpah untuk menyelamatkan makhluk hidup!” Sungguh? Bagaimana caranya kalian akan menyelamatkan makhluk hidup? Semua yang kalian pikirkan setiap hari adalah mengenakan pakaian bagus, makan enak, dan tinggal di tempat yang nyaman; menyelamatkan makhluk hidup di dalam mulut, di dalam perut, dan di 79

Dunia Jasa Benar – semua tidak berada di luar pikiran kita. Semuanya ada di dalam hati masing-masing. Apa itu Dunia Jasa Yang Bergantungan? Gunung-gunung, sungai-sungai, bumi, dan semua bangunan disebut Dunia Jasa Yang Bergantungan. Dunia Jasa Benar adalah tubuh kita, yang mengalami balas jasa yang tepat. Jika kita bisa memahami balas jasa atau hukum karma ini dengan tepat pada saat mengalaminya, tidak akan ada lagi yang tidak diketahui. Tiadanya ketidaktahuan adalah kebijaksanaan. Dan ini dapat diumpamakan dengan cermin. Satu obyek lewat, ia memantulkannya. Obyek pergi, cermin jernih. Cermin tidak melekat. Orang yang memiliki kebijaksanaan akan memperhatikan segala sesuatu, kemudian membiarkannya berlalu; hatinya tidak melekat pada obyek-obyek itu. Meskipun ia tidak menyimpannya, obyek-obyek itu selalu terujud. Dan meskipun obyek-obyek itu terus-menerus terujud, ia tidak menyimpannya. Kita orang awam yang tidak memiliki kebijaksanaan harus mengadakan usaha khusus untuk mengingat sesuatu, atau barangkali harus menghafalnya berkali-kali : “Yi SI, yi SI, se na, se na ….” Kita mengucapkannya sekali kemudian lupa, mengucapkannya dua kali, tiga kali, beberapa ratus kali, dan tetap saja tidak mampu mengingatnya. Ini adalah pemaksaan. Bukan merupakan pemaksaan jika engkau mampu melihatnya sekali dan tidak melupakannya, tatkala ia lewat di depan matamu dan tidak terlupakan, karena kebijaksanaanmu seperti cermin. Sadarilah, bahwa segala sesuatu itu terkandung di dalam hati. Dengan menyadari hal ini, orang tidak akan menjadi serakah, benci, bodoh, angkuh, atau penuh keraguan. Mengapa? Karena segala sesuatu itu muncul dari hati; ini adalah segala sesuatu yang pada mulanya dimiliki hati kita. Baik atau buruk, tidak merupakan masalah. Tidak ada apapun yang menimbulkan masalah. Meskipun gampang sekali membicarakan keadaan seperti itu, untuk meraihnya memerlukan sedikit keahlian. Perlu keahlian untuk meraih tingkatan itu. Mereka yang tidak memiliki keahlian, yang berkata, “Tidak ada apapun yang merupakan masalah bagiku, “ mungkin di luar tampak tidak memiliki masalah, tapi masalah muncul di sebelah dalam, dan mereka bertempur dengan diri mereka sendiri. Mereka yang memiliki kebijaksanaan sejati sungguh langka. Harus juga diketahui bahwa ada orang dengan kebijaksanaan duniawi dan ada yang memiliki kebijaksanaan transeden. Mereka yang memiliki kecerdasan duniawi yang hebat, bisa menghasilkan suatu cara pada saat kebutuhan mereka muncul. Di mana tidak ada prinsip atau cara, mereka bisa menciptakannya; satu prinsip yang terdengar sangat masuk akal. Kalau orang mendengarnya, mereka pikir, “Ia tidak jelek. Apa yang dikatakannya masuk akal sekali.” Sebenarnya, kalau orang mempunyai kebijaksanaan sejati, ia tidak akan ditarik oleh orang yang memiliki kecerdasan duniawi hanyut di dalam kebodohan. Doktrin bodoh yang dikemukakannya tidak akan membuat orang bijaksana ikut-ikutan bodoh. Dikatakan bahwa, “Di dalam yang ada yin.” Di dalam kebijaksanaan ada kebodohan – kebijaksanaan yang bodoh. Sebaliknya, “di dalam yin ada yang.” Di dalam kebodohan terdapat kebijaksanaan. Misalnya saja, barangkali kalian pernah melihat orang yang tidak banyak bicara dan kelihatannya sangat biasa, namun segala sesuatu dilakukannya dengan benar. Ia mungkin terlihat 78

selama kehidupan Sang Buddha, dan masih banyak lagi. Karena secara psikologi anak-anak, mereka akan lebih mudah mengerti dan melekat di pikiran lewat cerita-cerita dari pada diberikan suatu motto yang ‘wah’ sekalipun. Dalam cerita-cerita sederhana yang umumnya menggambarkan orang jahat akan mengalami penderitaan dan orang yang baik ataupun berhati mulia akan mendapatkan kebahagiaan, secara sadar anak-anak kita akan berusaha menghindari perbuatan yang tidak terpuji di kemudian hari. Anda juga dapat memperdengarkan cerita-cerita Buddhis lewat kaset, VCD, dan sebagainya, yang sudah tersedia. Menerangkan Dhamma dengan cara sederhana Tumbuhkanlah semangat Dhamma pada anak-anak sejak kecil, misalnya dengan mengajarkan ajaran dasar Buddhisme. Ajarkanlah dan tunjukkan Metta (cinta kasih), Karuna (kasih sayang), dan Mudita (simpati) yang merupakan komponen penting dalam Buddhisme kepada anak sejak dini. Latihlah anak Anda dengan lima sila dasar (tidak melaku-kan pembunuhan, tidak melakukan pencurian, tidak melakukan per-buatan asusila, tidak melakukan ucapan yang tidak benar, dan tidak meminum-minuman keras yang melemahkan kesadaran) dan apa yang harus dilakukan oleh seorang umat Buddha dan apa yang tidak boleh dilakukan oleh umat Buddha. Ajarkanlah dengan sederhana apa yang dimaksud dan mengapa harus melatih sila-sila tersebut dengan cara yang sederhana dan jangan dengan filsafat-filsafat yang kelihatannya hanya akan dimengerti oleh orang orang dewasa. Dapatlah diambil contoh, pelatihan untuk tidak berbohong, berikanlah penjelasan singkat mengapa tidak baik, beritahu anak Anda bahwa jika berbohong, dapat menyebabkan orang lain tidak akan mau percaya lagi apapun yang diucapkan lain kali. Memperkenalkan syair-syair yang mudah, seperti bait-bait Dhammapada juga akan menambah wawasan anak-anak. Misalkan untuk mengembangkan sifat tidak membenci, bagi anak-anak dapatlah diterangkan syair Dhammapada 5 (Yamaka Vagga – Syair berpasangan): "Kebencian tak akan pernah berakhir apabila dibalas dengan kebencian. Tetapi, kebencian akan berakhir bila dibalas dengan tidak membenci, Inilah hukum abadi." Perlu juga adanya persiapan referensi buku-buku Dhamma yang co23

cok untuk anak, misalkan buku ‘Ketika Anak Bertanya’ karangan Dhamma K.Widya, ‘Sang Buddha Pelindungku’ seri I sampai VI, terbitan Sangha Thervada Indonesia, dan banyak lagi buku lain yang dapat Anda peroleh di viharavihara sekitar Anda. Selain itu anak-anak mempunyai kecenderungan yang tinggi terhadap musik/lagu, oleh karena itu orangtua dapat memperdengarkan lagu-lagu Buddhis kepada anak-anak sejak dini. Saat ini sudah banyak sekali lagu-lagu Buddhis untuk anak-anak yang dapat dibeli di bursa-bursa vihara maupun tokotoko Buddhis. Karakter anak Sang Buddha mengajarkan Dhamma kepada para raja, pengemis, tuan tanah, petani, prajurit, pedagang, budak, filsuf, dan sebagainya. Beliau mengerti sepenuhnya karakter dari setiap orang yang berbeda, dan menyampaikan Dhamma yang mudah dimengerti dan dipahami dengan cara-cara yang disesuaikan dengan karakter masing-masing. Dengan cara yang sama kita harus berusaha mempelajari dan memahami karakter anak-anak kita agar kita dapat mengajarkan Dhamma pada mereka dengan cara paling efektif. Misalkan anak suka menggambar, berikan buku menggambar dan mewarnai tentang kisah-kisah Buddhis. Dan orangtua dapat menjelaskan arti-arti dari gambar tersebut secara sederhana. Kegiatan-kegiatan spiritual Anak-anak perlu diajak untuk selalu mengikuti peringatan-peringatan keagamaan, seperti menghadiri hari raya Waisak, Asadha, Kathina, Magha Puja, maupun hari-hari Uposatha, supaya merasa senang dan puas. Mengunjungi vihara-vihara di dalam maupun di luar kota bisa merupakan alternatif lainnya. Anak-anak perlu juga diajak untuk mengunjungi tempat-tempat bersejarah bernuansa Buddhis, seperti Candi Borobudur, Candi Mendut, dan kalau mampu dapat mengunjungi tanah suci kelahiran Pangeran Siddharta (Lumbini), tempat direalisasikannya Penerangan Sempurna (Bodhgaya), tempat Maha parinibbana (Kusinara), ataupun negara-negara Buddhis lainnya. Jika usia anak sudah cukup, perlu memotivasi mereka untuk ikut serta dalam kegiatan bakti sosial ke rumah jompo, panti asuhan, kerja bakti di vihara, dan lain-lain. Mengunjungi sanak famili dan juga para bhikkhu adalah hal yang sangat dianjurkan untuk menumbuhkan rasa kepedulian terhadap suatu hubungan. Mengunjungi para bhikkhu dapat dimanfaatkan sebagai usaha un24

Karena ia tidak memiliki kebijaksanaan. Jika ia bijaksana, tidak akan ada gelombang di dalam air. Angin boleh bertiup, tapi sia-sia ia berhembus. Karena tiada riak di dalam air. Pada saat kekuatan samadhi tercapai di dalam latihan, ia laksana samudra tanpa gelombang. Tatkala konsentrasi muncul, air kebijaksanaan terwujud tanpa satu gelombang pun, tanpa satu pikiran salah sekalipun. Itulah saat bagi kesucian dan kejernihan sejati. Sesungguhnyalah, orang tidak dikotori oleh setitik debu pun, dan bermilyar-milyar tanah itu sebenarnya kosong. Inilah perujudan dari kebijaksanaan agung. Orang dengan kebijaksanaan agung selalu berhasil dalam apapun yang ia kerjakan. Sementara orang tanpa kebijaksanaan agung, selalu gagal dalam semua yang mereka lakukan. Sehingga, kebijaksanaan adalah yang paling penting. Apa itu kebodohan? Ketidaktahuan adalah kebodohan; kebodohan adalah persis sama dengan ketidaktahuan. Ketika ketidaktahuan muncul, orang menjadi tidak jelas. Cobalah bertanya pada orang yang baru berbuat salah, “Mengapa engkau melakukannya?” dan mungkin ia akan menjawab, “Saya tidak tahu .......” Itulah kebodohan, tiadanya kebijaksanaan dan pengertian. Namun, meskipun telah bertindak salah sebagai akibat dari ketidaktahuan, mereka tidak akan mengakui kebodohan mereka itu. “Saya tahu,” ngotot mereka, “saya tahu itu salah!” Aneh sekali, bukan? Sebenarnya, orang-orang bodoh cuma tidak memiliki Kebijaksanaan Cermin Sempurna, dan mereka belum mengembangkan Tangan dan Mata Cermin Permata. Jika mereka telah memilikinya, mereka tidak akan bodoh, apapun yang terjadi. Jika setan datang, sembelih setan; Jika Buddha datang, sembelih Buddha. Ini seperti memegang pisau yang sedemikian tajam, sehingga ia memotong segala sesuatu yang bersentuhan dengannya. Kebijaksanaan agung seperti pisau; ia juga seperti pedang. “Pedang kebijaksanaan sangat berat,” barangkali ada yang bilang begitu. “Tidaklah mudah mengangkatnya.” Itu cuma karena ia belum mengangkatnya. Jika sudah mengangkatnya, ia pasti akan tahu bahwa tidak perlu tenaga untuk mengangkatnya. Sebelum diangkat, pedang itu pasti berat. Jika telah diangkat, pedang itu menjadi ringan. Jika kita tidak mengangkatnya, apa yang ringan menjadi berat. Jika telah benar-benar diangkat, apa yang berat menjadi ringan. Mengapa? Karena kita mengangkatnya. Jika ada yang bilang, “Saya tahu bahwa pedang kebijaksanaan sangat penting, tapi pedang itu terlalu berat. Saya tidak mampu mengangkatnya, “dan karenanya ia tidak mengangkatnya, lalu pedang itu menjadi benar-benar berat. Namun, jika ia mengulurkan tangan, menggenggamnya, dan mengangkatnya, maka semua keadaan akan dimengerti. Semua akan dimengerti seketika semua itu bersentuhan dengan pedang, tanpa kesulitan apapun. Sehingga saya sering mengatakan pada kalian bahwa, “Segala sesuatu itu OK!” Itulah prinsipnya. Jika segala sesuatu tidak OK, itu karena kalian tidak memiliki pedang kebijaksanaan. Jika kita memiliki pedang kebijaksanaan, tidak akan ada masalah apapun. Masalah apa yang bisa muncul di sana? Tidak ada sama sekali. Yang ajaib itu benar di titik ini. Gunung-gunung, sungai-sungai, tanah, bangunan, Dunia Jasa Yang Bergantungan juga 77

atau dihukum. Kekuatan kalimat dari mantra ini tak terbayangkan. 37. Se Na Se Na Kalimat ini mempunyai arti “kebijaksanaan agung”. Ia juga berarti “sumpah luas”. Ini adalah Tangan dan Mata Cermin Permata. Cermin Permata adalah lambang dari kebijaksanaan Cermin Sempurna Agung Sang Buddha. Apa itu kebijaksanaan agung? Kebijaksanaan agung artinya keadaan tanpa pikiran salah, pikiran yang dipunyai makhluk hidup. Dengan kebijaksanaan agung, semua pikiran adalah perujudan dari kebijaksanaan Prajna sejati, kebijaksanaan cahaya terang agung. Jika mempunyai kebijaksanaan sejati, kita akan memiliki cahaya terang, tapi jika tidak, kita bodoh dan berada di dalam kegelapan. Cahaya terang adalah cahaya yang, sementara kegelapan adalah energi yin. Mengapa orang bodoh? Karena energi yin-nya terlalu tinggi. Mengapa orang bijaksana? Karena cahaya yang-nya lebih besar. Mereka yang memiliki kebijaksanaan agung tidak berpikir seperti orang biasa. Mereka dapat dengan jelas membedakan yang benar dari yang salah. Mereka tidak perlu bertanya pada orang lain; mereka telah mengetahui sendiri. Mereka tidak mengambil jalan yang salah; mereka menempuh jalan yang benar dan berkembang. Di dalam pengembangan, pertamatama yang harus dimiliki adalah kebijaksanaan agung. Dengan memiliki kebijaksanaan agung, mana yang benar dan mana yang salah akan diketahui dengan jelas, sehingga jalan yang benar dapat ditempuh dan jalan yang salah dijauhkan. Namun kebanyakan orang tidak mengetahui dengan jelas suatu perbuatan itu salah; mereka tetap ngotot melakukannya. Mereka tidak tahu dengan jelas apakah perbuatan itu melanggar sila, namun tetap mereka lakukan. Untuk sekadar mencobanya, kata mereka. Cuma untuk melihat apakah perbuatan itu benar-benar merupakan pelanggaran. Sikap seperti ini adalah suatu kedunguan, dan menunjukkan sama sekali tiadanya kebijaksanaan. “Bukan begitu,” di antara kalian mungkin ada yang menyangkal, “saya memiliki kebijaksanaan. Saya cuma berbuat salah pada saat itu.” Berbuat salah sekali saja pun telah menunjukkan bahwa seseorang itu bodoh dan tidak memiliki kebijaksanaan. Orang yang memiliki kebijaksanaan agung tidak memiliki pikiran yang ternoda. Sehingga Yang Arya Ananda berkata, “Musnahkanlah pikiran kotorku yang sudah berjuta ribu tahun lamanya; agar aku tidak perlu melalui tak terhitungnya banyaknya tahun untuk mencapai tubuh Dharma.” Sejuta ribu tahun, bukan cuma satu, dua, tiga, empat, lima, atau seratus ribu tahun, itulah pikiran kotor yang berumur tak terhitung tahunnya, yang hendak beliau musnahkan. Namun, mengapa hati kita begitu sesak dengan pikiran kotor? Pada saat pikiran kotor yang salah telah berlalu, pikiran salah yang lain menggantikan tempatnya, dan jika yang itu juga berlalu, yang lain datang lagi menggantikannya. Sama seperti gelombang samudra. Orang mungkin mengira bahwa samudra itu benda mati, namun sesungguhnya ia tidak berada di sebelah luar hati kita. Ia berada di dalam hati makhluk hidup. Gelombang lautan tidak pernah berhenti naik dan turun, dan dengan cara yang sama, pikiran salah kita tidak pernah berhenti. Ia berlanjut terus, satu pikiran salah setelah pikiran salah yang lain, berputar dan berputar, terus dan terus, dalam arus yang tidak pernah berhenti. Dan tidak satu pun di antara mereka yang mau tertinggal di belakang; mereka semua berpacu ke depan. Mengapa orang menjadi bingung oleh pikiran salah seperti itu? 76

tuk menambah keyakinan terhadap Buddha, Dhamma, dan Sangha. Jika ada liburan sekolah, dapat juga melakukan dharmawisata ke desa-desa yang cenderung masih lebih alamiah, dan menunjukkan kepada anak-anak bagaimana mengembangkan cinta kasih terhadap sesama manusia maupun binatang. Bagaikan seorang pramuka yang baik, ajarkanlah untuk menolong wanita tua untuk membawa keranjang atau mendorong kereta dorong, dan sebagainya. Ajarkan untuk membawa seekor ikan yang hampir mati karena kurang air ke dalam kolam yang airnya cukup. Kekebalan terhadap ajaran non-Buddhis dan materilisme Orangtua harus memberikan perhatian dengan penuh kewaspadaan agar anak-anak tidak ditarik ke dalam jaring ‘ajaran lain’ dan juga materialisme, sehingga membuat pikirannya terbuka pada pancaran sinar Dhamma. Perlu disadari, khususnya di Indonesia, agama Buddha merupakan agama minoritas dan di kelilingi oleh agama-agama ‘non-Buddhis’ dengan fasilitas dan sarana yang jauh di atas agama Buddha. Contoh paling sederhana penjaringan terjadi melalui beberapa sekolah bermutu yang dikelola oleh lembaga dari suatu ‘agama’ tertentu, sehingga banyak sekali anak-anak yang orangtuanya Buddhis menyekolahkan anaknya di sekolah-sekolah tersebut. Memang tidak wajib untuk menyekolahkan anak kita di sekolah-sekolah Buddhis karena mutunya yang kurang bagus, namun kita harus benar-benar memperhatikan perkem-bangan anak kita, sehingga tetap berpegang pada Buddha, Dhamma, dan Sangha. Mengingat kondisi-kondisi lingkungan yang dijelaskan di atas, sangat perlu dijelaskan perban-dingan-perbandingan antara agama Buddha dengan agama-agama lain kepada anak kita. Kita harus menunjukkan keistimewaan ajaran Buddha dibandingkan dengan yang lain, sehingga membuat anak-anak kita kebal terhadap pengaruh-pengaruh luar, termasuk materialisme. Di samping itu, saat anak-anak kita menanjak dewasa dan terutama selama masa remaja yang romantis, ada beberapa ritual yang menarik perhatian mereka, khususnya melalui musik, lagu, panduan suara, dan lain sebagainya. Untuk mencegah anak kita tertarik ke suatu ajaran non-Buddhis hanya karena musik semata-mata, dianjurkan supaya anak-anak sejak dini dikenalkan dengan musik, terutama yang bernuansa Buddhis, untuk mencegah mereka tergiur dengan mendengar lagu-lagu non-Buddhis. Satu hal penting yang harus ditanamkan terus pada anak-anak kita adalah tanggung jawab diri sendiri. Misalnya setiap malam, ketika anak-anak 25

lain berdoa, anak-anak Buddhis harus melewatkan waktu sedikit dengan meditasi dan merenungkan hal-hal yang telah dilakukannya. Bila mereka menyadari bahwa diri mereka belum berpikir, bicara dan bertindak sesuai ajaran Buddha, maka mereka harus berusaha untuk mengerti bagaimana menghindari kesalahan itu di lain waktu. Bila mereka menyadari bahwa diri mereka tidak dapat menghindari pikiran ataupun perbuatan buruk, maka orangtua harus membantu mereka, sehingga dapat pergi tidur dengan tekad untuk berbuat yang lebih baik pada esok harinya. Di pagi hari mereka dapat memulai hari yang baru dengan merenungkan kembali tekad mereka. Dengan cara ini, anak-anak akan mampu mengembangkan kekuatan dari pikiran mereka sendiri, sambil memurnikan pikiran dengan menanamkan kebaikan atau ketrampilan berpikir, berkata dan bertindak. Demikian juga jika anak-anak nonBuddhis melakukan doa sebelum makan, anak-anak Buddhis dapat diajarkan untuk merenungkan fakta bahwa makanan yang mereka makan adalah berfungsi untuk kesehatan fisik dan mental, bukan untuk berpoya-poya atau bersenang-senang. Hukum karma akan menunjukkan kepada anak-anak kita lebih jelas dibandingkan dengan janji-janji indah yang didogmakan oleh ajaran tertentu. Anak-anak kita akan dituntun untuk melihat hukum sebab-akibat, ibarat biji pepaya akan tumbuh jadi buah pepaya dan tidak akan menjadi buah semangka, penebar kebajikan akan mendapatkan kebahagiaan sedangkan penebar kejahatan akan mendapatkan penderitaan. Tanggung jawab diri sendiri yang ditanamkan dengan baik akan membentuk dan mengembangkan kualitas batin anak kita, sehingga akan membentuk dan memperkuat benteng alamiah terhadap agama kepercayaan lain di satu sisi dan menghindari penyalahgunaan filsafat mengenai materialisme di sisi lain. Dengan uraian singkat di atas, semoga setiap orangtua Buddhis bisa terbuka dan mau melihat betapa pentingnya dan berharganya ‘pendidikan melalui keluarga’ terhadap anak-anak kita. Orangtua mempunyai peranan yang sangat penting bagaimana diri sang anak dibentuk. Semoga kita tidak lagi mendengar pendapat: ‘Anak kami dapat memilih agamanya nanti, tepat seperti yang kita lakukan, dan kita tidak mempunyai hak untuk menentukannya.’ Anda sebagai orangtua, pasti sudah pernah mencari kesana kemari, dan menemukan bahwa agama Buddha adalah yang paling bagus ataupun cocok buat anda, mengapa anda masih ingin membiarkan anak anda mencari 26

dengan Buddha dan tidak lahir dari kandungan, telur, atau uap. Kembangkanlah Tangan dan Mata ini agar selalu bersama Buddha dalam setiap kehidupan; inilah gunanya. 35. Mu Ti Li MU TI LI adalah Tangan dan Mata Ranting Bambu Buddha. Ini adalah ranting yang dipegang oleh Bodhisattva Yang Mendengarkan Suara Dunia di satu tangan, sementara tangan yang satunya lagi membawa Botol Air Suci. Ranting pohon Bambu dicelupkan ke dalam Botol Air Suci, dan kemudian dipercikkan kepada semua makhluk hidup. Air suci itu bukanlah air biasa, melainkan embun manis. Makhluk hidup yang terperciki olehnya akan mendapatkan berkah yang luar biasa. Embun manis akan menghilangkan rasa lapar dan halus, dan membuat mereka menjadi bersih dan sejuk. MU TI LI artinya “pembebasan”, pembebasan dari semua penderitaan dan kesukaran, dari semua penyakit dan keadaan-keadaan yang tidak menguntungkan. Bodhisattva menggunakan ranting bambu ini untuk membebaskan semua makhluk hidup dari segala penyakit, kesukaran, dan keadaan-keadaan yang tidak menguntungkan. Di luar, tangan dan mata ini mungkin tampaknya tidak terlalu penting, namun jika telah menyempurnakannya, kita tidak hanya mampu membebaskan makhluk hidup dari penderitaan, kesulitan dan penyakit, juga dari keadaan-keadaan yang tidak menguntungkan, tetapi juga dapat menaklukkan setan-setan langit dan agama-agama eksternal. Ketika makhluk-makhluk langit dan pemeluk agama eksternal diperciki dengan embun manis, mereka akan dengan sendirinya mengubah pikiran mereka ke arah yang baik, dan mempersembahkan perilaku mereka sesuai dengan ajaran. Karenanya, Tangan dan Mata ini abadi, tidak habis-habis, dan tak tertandingi manfaatnya. Embun manis dari Bodhisattva Yang Mendengarkan Suara Dunia tidak hanya dapat membuyarkan semua kesukaran, menyembuhkan semua penyakit, dan membebaskan diri kita dari semua keadaan yang tidak menguntungkan, ia bahkan dapat membuat kita tetap hidup meskipun waktunya telah tiba untuk kita mati. Tumbuhan mati diperciki dengan embun manis akan hidup kembali. Pohon dan tanaman yang telah mati, jika diperciki dengan embun manis, akan tumbuh lagi; cabang-cabang dan daun-daun baru akan tumbuh lagi, mekar, dan berbuah. Makhluk hidup yang mendapatkan embun manis bahkan akan mendapatkan manfaat yang lebih ajaib lagi, lebih tidak habis-habis. Itulah Tangan Ranting Bambu. 36. Yi Si Yi Si YI SI YI SI adalah Tangan dan Mata Tongkat Tulang Tengkorak. YI SI YI SI artinya “patuh pada ajaran”, dengan kata lain, pada waktu kita menyuruh orang berbuat sesuatu, ia melakukannya; jika kita mengajarinya sesuatu, ia berbuat sesuai dengan ajaran itu. Ini juga berarti “hati tiba”, yaitu, apapun yang diidamkan di dalam hati, akan terwujud. Kalimat mantra ini membuat Raja Surga Mahesvara, raja iblis yang menganggap dirinya yang paling besar, mengatupkan telapak tangannya dan mempersembahkan perilakunya sesuai dengan ajaran. Tidak ada cara baginya untuk menghindar dari berbuat seperti itu. Jadi tatkala YI SI YI SI diucapkan, ia datang, dan apapun yang kita inginkan, kita tinggal memberitahunya, dan ia akan melaksanakan perintah itu dengan segera. Tulang Tengkorak adalah tengkorak manusia. Bodhisattva menggunakan kalimat dari mantra dan tulang tengkorak ini untuk berlatih dan menyempurnakan keahliannya. Ketika telah disempurnakan, ia disebut Tongkat Tulang Tengkorak. Kalau ada orang yang membawa Tongkat Tulang Tengkorak, semua hantu dan makhluk halus harus mematuhi perintahnya 75

perintah, panggilan untuk bertindak. Ia mempunyai arti, “Apapun yang saya lakukan harus pasti berhasil.” MO MO adalah Tangan dan Mata Kebutan Putih. Di Tiongkok, pendeta Tao dan bhiksu Buddha umumnya membawa kebutan. Sesepuh-sesepuh Buddhis biasanya membawa kebutan tatkala duduk di Kursi Tinggi membabarkan Dharma. Tangan dan Mata Kebutan Putih digunakan untuk membersihkan semua rintangan dari tubuh, semua gangguan karma dan penyakit-penyakit yang menyakitkan. Beberapa kibasan kebutan itu akan menyembuhkan segala macam rintangan karma dan penyakit-penyakit yang diakibatkan oleh rintangan setan. Tangan dan Mata Kebutan Putih banyak gunanya, namun orang yang tahu memakainya sangat sedikit; setahu saya, saat ini hanya sedikit sekali orang yang mampu menggunakannya. Orang-orang Barat pertama yang menerima Sila sepenuhnya akan kembali dari Taiwan sebagai bhiksu dan bhiksuni asli. Mereka akan tiba di lapangan udara sore ini pukul 4.30 dengan China Airlines, nomor penerbangan 910. Kita sekarang punya sangat banyak mobil, sehingga semua pelindung Dharma dari Aula Ceramah Buddhis boleh pergi menjemput, juga semua umat Buddha di San Francisco. Biasanya saya tidak pergi ke pelabuhan udara, tapi terdapat beberapa tokoh Buddhis yang datang bersama penerbangan itu, dan saya pergi ke pelabuhan udara untuk menyambut mereka, bukan menyambut murid-murid saya. Murid-muridku tidak perlu saya sambut, mereka juga tidak perlu saya antar. Pada waktu akan berangkat, saya bilang pada mereka, “Ketika masih ternoda, Guru kalian yang akan menyeberangkan kalian; ketika sudah cerah, kalian harus menyeberangkan diri sendiri.” Sekarang mereka telah menyeberangkan diri mereka sendiri; mereka sudah pergi dan kembali, dan pasti mereka tahu jalan pulang. Mereka tidak memerlukan saya sebagai petunjuk jalan lagi. Hal yang paling menggelikan adalah ketika mereka menyurati saya dan mengatakan bahwa sekotak Sutra Buddhis telah hilang. Saya bilang, “Kehilangan sekotak Sutra Buddhis bukan sesuatu yang penting. Yang penting adalah tidak satu pun di antara kalian yang hilang. Tidak satu pun diantara mereka yang boleh gagal untuk kembali. Jika seorang belum kembali, Bodhisattva akan mengulurkan tangan. Jadi saya cukup yakin bahwa semua dari mereka akan kembali bersama. Ini harus diingat benar-benar : mereka yang kembali hari ini adalah Patriak Pelopor Buddhis Amerika. Jangan terlalu meremehkan mereka. Ini nyata dan benar. Mereka bukanlah orang-orang yang menyebut diri mereka Buddhis untuk selanjutnya tinggal di rumah sebagai Patriak “yang tinggal di rumah”. Beberapa hari yang lalu, sesungguhnya, seorang di antara Patriak bikinan itu datang ke sini dan ingin menyanyikan sebuah lagu. “Saya benci mendengarmu bernyanyi!” saya menggodanya, dan ia kaget lalu pergi. FA MO LA adalah pelindung Vajra Dharma Agung Yang Menaklukkan Setan, ia memegang sebuah roda emas. Ia bisa merobah tubuhnya menjadi sebesar Gunung Semeru. FA MO LA mempunyai arti, “paling jaya, jauh dari noda”. Ia merupakan yang paling tinggi dan juga terpisah dari semua debu yang kotor. FA MO LA juga dapat diartikan sebagai “tiada bandingannya, seperti kehendakmu”, karena tidak ada apapun yang dapat dibandingkan dengannya, dan sesuai dengan pikiranmu, ia seperti kehendakmu. Ini adalah Tangan dan Mata Istana Peralihan. Untuk apa ia digunakan? Jika kita mengembangkan Dharma ini, dalam setiap kehidupan kita dapat hidup di istana yang sama 74

sendiri, setelah ajaran-ajaran dogma ataupun materialisme telah bekerja, dan anak-anak kita tidak lagi mempunyai kebebasan intelektual. Kita telah kalah ‘start’, di mana anak-anak sudah di-dogma sejak masuk sekolah dan hampir setiap hari dilakukan penanaman kepercayaan lain secara bertahap, sedangkan kita tidak melakukan apa-apa, apakah itu masih ‘adil’ bagi anak Anda? Di dalam misi penyebaran Dhamma, Sang Buddha bersabda kepada enam puluh Arahat: "Kotbahkanlah Dhamma yang mulia pada awal, mulia pada pertengahan, mulia pada akhir. Umum-kanlah tentang kehidupan suci yang benar-benar suci dan sempurna dalam ungkapan dan dalam hakekatnya, demi keselamatan dan kesejahteraan semua makhluk". Mengapa anda yang sudah mengenal Dhamma tidak anda sebarkan dan ajarkan kepada anak, yang pasti merupakan orang yang paling anda sayang?Membiarkan anak anda memilih agamanya tanpa dibimbing mengenai Buddha Dhamma adalah bagaikan melepaskan anak buta di hutan yang berbahaya tanpa diberi perlengkapan apapun, salah-salah bisa tertusuk duri, dimakan binatang buas, masuk jurang ,dsb. Ingatlah, bahwa dari segala jenis pemberian baik materi maupun nonmateri, pemberian Dhamma adalah pemberian yang paling berharga, bagaimana anda sebagai orangtua Buddhis bertanggung jawab karena kelalaian memberikan hadiah ini kepada anak anda? [ Dikutip dari Majalah Dhammacakka ]

27

Manfaat ke Vihara Oleh Yang Mulia Bhikkhu Uttamo Thera

Jikalau kita renungkan, setiap tahun terhitung ada sekitar 52 minggu. Selama itu, berapa kali kita tidak hadir ke vihara? Dalam 52 minggu yang ada berapa kali kita hadir di vihara? Ada umat yang hadir sebanyak 30 kali, ada pula umat yang hadir kurang dari 30 kali. Kadang-kadang malah ada umat yang hanya hadir 4 kali dalam setahun, yaitu: Pada perayaan Magha Puja, Waisak, Asadha, serta Kathina. Jadi, ada umat yang hadir ke vihara sebanyak 4 kali, 14 kali, tetapi jarang ada umat yang dapat hadir penuh sampai 52 kali setahun. Alasan mereka macam-macam, salah satunya: Sibuk. Menghadiri puja bakti secara rutin memang cukup sibuk. Namun bila kita melihat kesibukan para pejabat tinggi negara kita, di tengah kesibukannya mereka masih dapat melaksanakan ibadahnya dengan khusuk lima kali sehari. Apabila kita seminggu sekali saja tidak memiliki waktu, apakah berarti kita memang lebih sibuk daripada para pejabat tersebut? Hanya kita sendirilah yang tahu jawaban sesungguhnya. Sebetulnya kita bukanlah sibuk, hanya saja tidak mau menyisihkan waktu untuk kebaktian. Kesibukan sesungguhnya dapat kita atur sendiri, karena memang kita sendirilah yang membuat kesibukan. Saat tidur saja dapat pula dianggap kesibukan. Kalau kita sedang tidur, kita dapat mencantumkan tulisan: Jangan ganggu, sedang sibuk. Telpon pun tidak mau menerima. Sepertinya kita sibuk, padahal kegiatan kita hanyalah tidur. Jadi, kalau kita mengatakan: "Saya sungguh sibuk," pada saat kebaktian, pada saat itu mungkin kita masih ingin tidur. Oleh karena itu, dalam satu tahun yang terdiri dari 52 minggu yang telah dijalani, berapa kali kita telah pergi ke vihara? Ini masih menjadi tanda tanya. Dan yang dapat menjawabnya adalah diri kita sendiri. Orang lain mungkin tidak akan sempat mencatat kehadiran kita. Hari ini si A hadir, si B tidak hadir, si C hadir, si D tidak hadir. Tidak mungkin. Yang mencatat kehadiran kita adalah diri kita sendiri. Hadir dalam puja bakti sesungguhnya sangat penting artinya. Kenapa demikian? Karena dalam etika ajaran Sang Buddha, kita harus hadir pada setiap hari kebaktian. Dari manakah etika itu muncul? Mungkin kita sempat berpikir, "Dalam kitab suci Tri Pitaka tidak pernah disebutkan bahwa kita harus hadir dalam kebaktian baik pada hari Minggu atau pun bukan." Memang 28

menyatakan Kata-kata Sejati, bukan lelucon. 32. Se Fo La Ye SE FO LA YE berasal dari bahasa Sansekerta. Ucapkan satu kali, dan suatu kilatan listrik akan menembus seluruh semesta alam. Ucapkan, “SE FO LA YE”, dan akan ada kilatan cahaya. Kata-kata ini juga berarti “kebahagiaan”, yakni, “isvara”, seperti di dalam “Avalokitesvara”. Di sini artinya adalah bahwa kita harus “memperhatikan”, sebelum kita dapat mencapai “kebahagiaan”. Jika tidak memperhatikan atau tidak merenungkan, kita tidak akan mencapai kebahagiaan. Perenungan ini dilakukan di sebelah dalam, bukan di sebelah luar. Renungkan, dan tanyalah pada diri kalian sendiri, “Apakah saya di sini atau tidak?” Apakah “guru” hadir di dalam diri kalian? Apakah kalian terkendali? Apakah guru-hakikat-diri hadir? Apakah hati sejati yang berdiam di sebelah dalam, unsur terang dari hakikat luhur, ada atau tidak? Jika ada, kalian telah berhasil mendapatkan penguasaan, kebijaksanaan. Jika tidak ada, kalian tidak mendapatkan kebahagiaan apapun. Memancarkan cahaya juga berarti kebahagiaan. Jika mendapatkan kebahagiaan, kita akan memancarkan cahaya. Jika tidak, kita tidak akan memancarkan cahaya. SE FO LA YE juga dapat diterjemahkan sebagai “cahaya api yang menyala”. Namun ini bukanlah api dari sifat pemarah, atau api penderitaan, yang bisa membuat orang berkata, “Saya terlalu pemarah.” Ia bukanlah amarah yang menyala, melainkan kebijaksanaan. SE FO LA YE persis seperti air kebijaksanaan yang memadamkan api ketidaktahuan ; kebijaksanaan-sejati-asal datang dari api ketidaktahuan—“cahaya api menyala”. Pada saat mengucapkan SE FO LA YE, orang memancarkan cahaya, tapi pertama-tama ia harus mendapatkan kebahagiaan. Tanpa kebahagiaan, kita tidak akan memancarkan cahaya. Ingatlah hal ini. SE FO LA YE adalah Tangan dan Mata Sari Matahari, dan digunakan untuk menyembuhkan penyakit mata. Jika mata kabur dan tidak dapat melihat, gunakan Tangan dan Mata ini untuk menyembuhkannya. 33. Ce La Ce La CE LA CE LA artinya “menjalankan”, yaitu, gerakan yang laksana pasukan digerakkan sesuai dengan perintah. Pergerakan ini dilakukan untuk mengambil tindakan, dan jika tidak mematuhi aturan, orang itu disebut membangkang terhadap perintah. Ini adalah Tangan dan Mata Lonceng Permata. Jika dibunyikan, bunyi lonceng ini bergetar, dan terdengar di seluruh ruang kosong, juga di surga; seluruh tiga alam bergetar. Jika sesuatu ingin dikerjakan, bunyikan saja lonceng ini, dan semua dewa, manusia, hantu, maupun makhluk halus, juga setan-setan aneh dan makhluk-makhluk jahat, akan mematuhi perintah yang diberikan dan mengikuti aturan. Misalnya saja untuk gempa bumi : kita cuma perlu membunyikan lonceng ini, dan mengeluarkan perintah : tidak boleh ada gempa bumi di sini. Tangan Lonceng Mutiara sangat bermanfaat. Misalnya saja, kalau ada di antara kalian yang ingin bernyanyi dengan suara merdu, kembangkanlah Tangan dan Mata Lonceng Permata, maka suara yang keluar dari mulut dia akan sejernih dan semerdu lonceng – seperti lonceng yang dibunyikan di dalam ruangan. Inilah Tangan dan Mata Lonceng Permata. 34. Mo Mo Fa Mo La MO MO artinya “saya, yang menerima dan memegang”. Kata ini merupakan semacam 73

bagaimanapun juga, saya memahami sedikit arti dari Mantra Welas Asih Agung. Ini adalah Tangan dan Mata Botol Suci, tempat Bodhisattva Yang Mendengarkan Suara Dunia menyimpan embun manis. Bodhisattva meletakkan ranting pohon sejenis bambu di dalam botol itu, dan menggunakannya untuk memercikkan embun manis kepada makhluk hidup. Masalah apapun yang dihadapi, atau penyakit apapun yang sedang diderita, dengan setetes embun manis Bodhisattva ini, semuanya akan punah. TO LA TO LA bermakna “mampu bersatu, menguatkan, dan memegang” semua makhluk hidup. Ini cuma untuk mengatakan bahwa Bodhisattva menggunakan Tangan dan Mata Embun Manis, Tangan dan Mata Botol Suci, dan Tangan dan Mata Ranting Bambu – semuanya tiga – untuk memercikkan embun manis kepada makhluk hidup, menyelamatkan mereka, dan membawa mereka menyeberang. 31. Ti Li Ni TI LI NI berasal dari bahasa Sansekerta juga, dan memiliki banyak arti. Yang pertama adalah “sangat berani”, yaitu, sangat bersemangat tinggi. TI LI NI juga berarti “telah padam, bersih, dan luhur”. Tetap padam adalah ciri samadhi dan sangat berani adalah tanda pergerakan. Di samping itu TI LI NI ini juga mempunyai arti ”melingkupi, memegang, dan memutuskan”, yaitu, menekan semua Dharma yang tidak baik, mempertahankan semua Dharma yang baik, dan memutuskan semua rintangan karma dan setan. Ini adalah Tangan dan Mata Kait Besi, yang dapat memanfaatkan hantu dan makhlukmakhluk halus, mengumpulkan mereka, dan menjadikan mereka sebagai pengawal. Dengan mempraktekkan Dharma ini, kita dapat memerintahkan naga-naga surga untuk mendatangkan hujan, dan hujan akan turun. Kita dapat memerintahkan mereka membuat angin bertiup, dan angin akan bertiup. Angin dan hujan juga dapat dibuat berhenti. “Aku tidak percaya,” ada yang bilang begitu. Benarkah? Itulah sebabnya mengapa saya menjelaskan hal ini. Agar kalian tidak percaya! Mengapa saya ingin kalian tidak percaya? Cuma demi ketidakpercayaan kalian, itu saja. Jika mau, bolehlah kalian bertanya pada orang-orang yang baru kembali dari Taiwan hari ini. Tanyalah curah hujan di Taiwan saat ini. Pada waktu saya berhubungan dengan mereka lewat telepon, mereka bilang di sana sedang hujan lebat, dan udara sangat dingin. “Apakah kalian ingin cuaca menjadi hangat?” saya tanya. “Baik, jika kalian ingin hujan berhenti, mudah saja.” “Bagaimana mungkin engkau menghentikan hujan?” mereka bertanya dengan heran. “Tunggu dan lihat saja apakah hujan berhenti atau tidak,” saya berkata seperti itu pada mereka. Dan segera setelah saya menutup telepon, hujan berhenti. Mereka menganggap kejadian ini aneh sekali.[2] Sesungguhnya, itu bukan apa-apa kecuali kekuatan dari Tangan dan Mata Kait Besi! Kalian cuma perlu menunjuk ke langit, dan berkata, “Naga! Tidak boleh hujan,” dan tidak akan ada hujan. Naga-naga akan mendengarkan perintah kalian, namun hanya kalau kalian telah menguasai Dharma ini, dan telah memahami Tangan Kait Besi. Dengan ini, kalian mampu mengait naga-naga hujan, sehingga mereka tidak akan berani membiarkan hujan turun. Mungkin ada yang berpikir saya sedang bercanda. Tidak apa-apa. Jika kalian percaya hal ini benar, juga tidak apa-apa. Namun saya menjelaskan Sutra ini untuk kalian, dan saya 72

dalam kita suci Tri Pitaka tidak disebutkan hari Minggu harus kebaktian. Tetapi hendaknya kita ingat, dalam kitab suci kita, Tri Pitaka, diceritakan bahwa para murid Sang Buddha pada hari Uposatha, yang pada jaman itu jatuh pada tanggal 1, 8, 15, dan 23 menurut penanggalan bulan (Imlek), mereka datang menemui Sang Buddha. Mereka bersujud di hadapan kaki Sang Buddha. Sang Buddha kemudian membabarkan Dhamma kepada mereka, sehingga muncullah kebahagiaan dalam diri mereka. Inilah awal mula adanya tradisi kebaktian dalam Agama Buddha. Itulah saat melaksanakan Puja Bakti yaitu pada hari Uposatha, tanggal 1, 8, 15, 23 menurut penanggalan bulan atau Imlek. Kemudian setelah Sang Buddha wafat maka tempat duduk Sang Buddha lah yang dijadikan obyek pemujaan. Maka ketika kita ditanya: "Hendak ke mana?" Jawabnya bukanlah: "Hendak sembahyang" Bukan. Kita sebenarnya tidak pernah sembahyang. Umat Buddha tidak bersembahyang, tetapi melakukan Puja Bakti. Istilah 'sembahyang' berarti menyembah Hyang atau dewa. Kita bukanlah penyembah dewa, dan kita juga tidak pernah meminta-minta kepada dewa: "Dewa angin, percepatkanlah mobil saya ini supaya saya tidak terlambat datang ke vihara." Itu adalah sembahyang. Kita tidak pernah demikian. "Dewa pintar, ubahlah diri saya menjadi anak yang pandai sehingga saya mampu mengerjakan semua ulangan ini dengan baik." Itu adalah sembahyang. Kita, umat Buddha tidak pernah melakukannya. "Dewa mabuk, buatlah semua guru sekolah saya menjadi mabuk dan pusing sehingga hari ini sekolah diliburkan." Tidak ada dalam pengertian Agama Buddha rumusan permohonan seperti itu. Sekali lagi, para umat Buddha tidak pernah sembahyang melainkan melakukan puja bakti! Istilah 'Puja Bakti' memiliki pengertian bahwa kita memuja, menghormat, dan berbakti dengan menjalankan ajaran Sang Buddha. 'Pemujaan' timbul ketika pada jaman dahulu, para bhikkhu dan murid Sang Buddha lainnya bersujud kepada Sang Buddha. Mereka memuja, menghormat dengan membawa bunga, dupa dan lilin. Kalau sekarang, bunganya sudah disediakan di vihara, lilinnya juga sudah dihidupkan, jadi orang tinggal memasang dupa saja. Begitulah tradisi pemujaan. Kemudian tentang istilah berbakti. Ketika kita membaca Paritta sebenarnya adalah merupakan pengganti khotbah Sang Buddha, mengulang khotbah Sang Buddha, merenungkan isinya dan membawanya pulang ke rumah untuk dilaksanakan dalam kehidupan kita seharihari. Itulah makna istilah Puja Bakti. Sejak jaman Sang Buddha, sebulan 4 kali yaitu tanggal 1, 8, 15, 23 diadakan pertemuan di vihara dan pembabaran Dhamma. Oleh karena itu, setelah Sang 29

Buddha wafat, tempat duduk Sang Buddha atau simbol-simbol yang berhubungan dengan ajaran Sang Buddha -seperti misalnya bunga teratai, pohon bodhi, cakra, stupa, dan kemudian perwujudan Sang Buddha- menjadi obyek pemujaan. Mereka datang di hadapan Buddha rupang, memasang dupa, lilin, menghormat dan kemudian berbakti dengan mengulang, mengingat serta melaksanakan Ajaran Sang Buddha. Dengan demikian, maka terbentuklah etika umat Buddha bahwa pada hari yang sudah disepakati mereka mengadakan Puja Bhakti. Kalau pada jaman dahulu jatuh setiap tanggal 1, 8, 15, 23, kesepakatan kita sekarang adalah setiap hari Minggu saja. Kenapa? Karena tanggal 1, 8, 15, 23 itu kadang-kadang jatuh pada hari kerja, dan kalau pada hari kerja alasan sibuk tentu akan lebih banyak muncul. Dengan mengingat bahwa etika seorang umat Buddha seminggu sekali bertemu dengan Sang Buddha, bertemu dengan Dhamma, bertemu dengan Sangha, untuk mendengarkan Dhamma kemudian melaksanakannya di dalam kehidupan sehari-hari, maka hendaknya hari apapun kesepakatan kita mengadakan puja bakti, kita harus berusaha datang. Itu adalah etikanya. Pada jaman dahulu di masa Sang Buddha, kalau di vihara sedang ada ceramah Dhamma, ada Puja Bakti, maka di halaman vihara itu dinaikkan selembar bendera. Dari kejauhan kibaran bendera itu telah nampak. Apakah maksudnya? Dengan melihat bendera itu, orang yang datang dari jauh akan segera mengetahui bahwa Sang Buddha sedang membabarkan Dhamma. Mereka kemudian akan berjalan dengan hati-hati, tenang serta menghindari suara berisik agar tidak mengganggu kekhusukan dan kekhidmatan vihara. Jadi semua kendaraan -di jaman itu keretalangsung diparkir. Pada waktu berziarah ke India, di sebuah bukit kita diberitahu bahwa Raja Bimbisara bila naik ke bukit itu untuk menjumpai Sang Buddha, keretanya diparkir di suatu tempat di bawah bukit. Areal parkirnya masih ada. Kemudian di tengah bukit ada sebuah gardu tempat Raja Bimbisara meninggalkan para pengawalnya. Raja Bimbisara masih diiringi dua atau empat pengawalnya. Ketika lebih dekat dengan tempat Sang Buddha tinggal, di gardu terakhir, para pengawal ditinggal di situ, agar tidak menimbulkan keributan. Barulah Raja Bimbisara naik ke puncak bukit sendirian untuk bertemu dengan Sang Buddha. Jadi bila telah terlihat kibaran bendera di atas bukit, orang akan segera tahu bahwa Sang Buddha sedang membabarkan Dhamma karena itu semua orang harus menjaga ketenangan. Tenang bukan berarti tidak bergerak, melainkan berjalan dengan diam agar tidak mengganggu orang lain yang sedang mendengarkan khotbah Sang Buddha. 30

dalam tangan kita, seperti ini; memegang teratai putih dan mengucapkan mantra, “CIE MENG, CIE MENG ……. “ Jangan hanya mengucapkan mantra, Kata-kata Sejati juga harus dinyatakan! Tatkala dua kemuliaan ini bersama-sama diucapkan, semua kegiatan yang bermanfaat akan dapat dilaksanakan. Pada waktu Mantra Welas Asih diucapkan dan Empat Puluh Dua Tangan juga berhasil dikembangkan, maka Enam Kesempurnaan dan Sepuluh Ribu Perilaku pun menjadi sempurna. Faedahnya yang ajaib tidak terlukiskan; orang tidak akan pernah selesai menyebutkan-nya satu persatu. Jika orang bisa selesai menyebutkannya satu persatu, itu tidak ajaib lagi namanya, mereka terbatas. Apa yang ajaib tidak memiliki awal dan akhir. Dengan CIE MENG, semua perbuatan bajik dapat dituntaskan, dan di masa yang akan datang, dalam setiap kehidupan, keharuman bunga teratai putih akan dapat dinikmati dan selalu melindungi. Tidak ada cara yang bisa habis untuk memuji Mantra Welas Asih Agung. 28. Tu Lu Tu Lu Fa Se Ye Ti TU LU TU LU adalah kata-kata Sansekerta yang artinya “menyeberangi samudra”, samudra pahit kelahiran dan kematian. Ia juga berarti “terang dan luhur”. Setelah menyeberangi samudra kelahiran dan kematian, orang mendapatkan cahaya kebijaksanaan dan meraih unsur dasar yang bersih dan luhur, dan mendarat di pantai seberang, yaitu Nirvana. Di dalam cahaya terang, kita memiliki kebijaksanaan, kita memahami semua pintu Dharma, dan kita pasti mengakhiri kelahiran dan kematian. Dengan samadhi, orang menjadi luhur. Kekuatan samadhi akan membuatnya mampu dilahirkan di dalam Tanah suci, Tanah bersih, di dalam Kebahagiaan Tertinggi. Tangan dan Mata apa ini? Ini adalah Tangan Sari Bulan, dan merupakan Dharani yang diucapkan oleh Bodhisattva Bulan Terang. Dharani ini menyebabkan semua orang memperoleh kejernihan dan kesejukan. FA SE YE TI adalah Mata dan Tangan Perisai. FA SE YE TI merupakan kata-kata Sansekerta yang artinya “luas dan indah”. Kata-kata ini juga berarti “luas dan agung”, dan “menyeberangi kelahiran dan kematian”. Jika Mata dan Tangan Perisai dikembangkan, samudra kelahiran dan kematian akan dapat diseberangi. Tanpa mengembangkan Tangan dan Mata ini, kita tidak dapat menyeberangi samudra itu. Dengan Tangan dan Mata Perisai, kita dapat menyeberangi samudra pahit kelahiran dan kematian, melewati aliran penderitaan yang terus-menerus, dan tiba di pantai seberang – Nirvana. 29. Mo Ho Fa Se Ye Ti Baris ini mengandung arti “Jalan Dharma yang paling jaya dan luas.” Dharma itu agung dan paling tinggi; Jalannya juga agung dan paling tinggi, dan paling luas. Ini adalah Tangan dan Mata Permata (Haberd), yang menaklukkan setan-setan surga dan menundukkan agamaagama eksternal. Tangan dan Mata ini juga mempunyai banyak manfaat yang lain; misalnya, melindungi negara dari musuh. Jika negara kita diserang, dengan mengembangkan Dharma ini, kita dapat, tanpa perujudan luar apapun, membuat musuh mundur teratur. 30. To La To La Kata Sansekerta ini sukar dimengerti. Bahkan mereka yang telah mempelajari bahasa Sansekerta tidak mampu memahami mantra dan menjelaskan maksudnya. Namun, biar 71

Sekarang karena kita telah memasuki era akhir Dharma, orang-orang berpikir bahwa hanya mengucapkan Mantra Welas Asih Agung telah merupakan suatu pencapaian Buddhadharma, namun kenyataannya tidaklah demikian. Mantra Welas Asih Agung diucapkan demi Empat Puluh Dua Tangan dan Mata, dan manfaat ajaib dari Mantra Welas Asih Agung adalah Empat Puluh Dua Tangan dan Mata; Empat Puluh Dua Tangan dan Mata ini merupakan unsur lengkap dari Mantra Welas Asih Agung. Jika orang cuma mampu mengucapkan Mantra Welas Asih Agung, tapi tidak tahu bagaimana mengembangkan Empat Puluh Dua Tangan, ia seperti orang yang memiliki tangan tapi tidak berkaki, karenanya tidak dapat ia berjalan. Sebaliknya, jika orang mengembangkan Empat Puluh Dua Tangan tapi tidak mengembangkan Mantra Welas Asih Agung, ia adalah orang yang mempunyai kaki namun tidak bertangan, sehingga tidak dapat mengambil barang; tetap saja tidak berguna. Karenanya, untuk bisa mengerti dengan jelas Mantra Welas Asih Agung, pertama-tama Empat Puluh Dua Tangan harus dipahami, dan mantra tersebut dibaca dan dijunjung tinggi. Maka ia dapat mengerti dengan jelas Dharma Sang Buddha yang ajaib ini. Ini bukan hanya soal mendengarkan Guru Dharma menjelaskan mantra, kemudian berpikir, “Ah! Saya paham apa makna setiap kalimat.” Seperti ini juga tidak ada gunanya, sama saja dengan orang yang memiliki tubuh tapi tidak memiliki tangan dan kaki. Kita harus memiliki tubuh, tangan, dan kaki. Baru kemudian kita dapat membuat mereka bekerja bersama menuntaskan kebajikan dan jasa-jasa baik. Tangan dan Mata Keong Permata gunanya untuk mempraktekkan Dharma. Pada waktu melaksanakan satu Dharma, orang harus meniup kulit keong itu. Ketika ditiup suara Keong Permata terdengar hingga ke surga, terdengar di neraka, dan terdengar oleh manusia; terdengar di mana-mana, dan batasan-batasan pun dibuka. Semua tempat yang dapat dicapai oleh suara itu menjadi wilayah kita. Setan-setan aneh dan hantu-hantu tidak diperkenankan masuk. “Hiasan yang berguna” artinya dengan Tangan dan Mata Keong Permata kita mengembangkan keong itu. Tatkala Keong Permata ditiup, bumi berubah menjadi emas, dihiasi dengan tujuh permata mulia. Sungguh halus dan ajaib. Kalian yang mempelajari Buddhadharma harus mengetahui bahwa dalam tiga ratus tahun terakhir belum ada orang yang berhasil menemukan Empat Puluh Dua Tangan dan Mata ini, dan tak seorang pun yang memahaminya. Sekarang karena kita telah memiliki suatu pengertian mengenai Mantra Welas Asih Agung, kita harus dengan sepenuh hati dan bertekad kokoh mengembangkan Empat Puluh Dua Tangan. Kemudian pada gilirannya, Empat Puluh Dua Tangan dan Mata ini akan membawa berkah yang tiada bandingannya. JYE MENG berasal dari bahasa Sansekerta, namun bukan berasal dari India. Kata ini berasal dari Surga Brahma Agung. Bahasa Sansekerta di India juga berasal dari Surga Brahma Agung. JYE MENG artinya “memperhatikan urusan” atau “kebajikan dan jasa-jasa baik”, yaitu memperhatikan urusan yang bermanfaat dan membawa jasa-jasa baik bagi orang lain. Bermanfaat bagi orang lain sama juga dengan bermanfaat bagi diri sendiri. Seorang Bodhisattva melakukan perbuatan yang bermanfaat bagi dirinya sendiri dan bermanfaat bagi orang lain; ia mencerahkan dirinya sendiri dan orang lain. Kalimat ini menunjuk kepada latihan Enam Kesempurnaan dan Sepuluh Ribu Perilaku. Ia adalah Tangan dan Mata Teratai Putih. Lihat : Kita menggenggam sekuntum teratai putih di 70

Inilah latihan kedisiplinan sekaligus memperhatikan kebutuhan orang lain yang sesungguhnya ada dalam ajaran Sang Buddha. Mereka datang untuk Sang Buddha, mereka datang untuk mendengarkan Dhamma. Oleh karena itu, kadang-kadang terpikir: "Bagaimanakah seandainya di cetiya ini bila sedang ada kebaktian dipasangi bendera?" Artinya, begitu lagu pembukaan 'Mari kita ke vihara' dinyanyikan seperti tadi, langsung bendera dinaikkan. Jadi, umat yang datang dengan naik sepeda motor segera mematikan mesinnya. Sepeda motornya dituntun. Tetapi apakah hal ini dapat dilaksanakan? Malah timbul kekhawatiran, jangan-jangan begitu melihat bendera sudah dinaikkan, para umat yang terlambat kemudian berpikir: "Kebaktian sudah mulai. Kita terlambat. Kita jalan-jalan ke plaza saja." Sungguh ironis. Pada jaman dahulu begitu orang menyadari dirinya terlambat hadir maka mereka segera bergegas namun tetap menjaga ketenangan agar dapat mengikuti khotbah Sang Buddha. Pada jaman ini bila dipasang bendera sebagai tanda kebaktian sudah mulai maka umat yang sudah sampai di jalan masuk ke vihara pun dapat berbalik, batal ikut puja bakti. sekarang, umat yang sudah ada dalam lingkungan vihara juga ada kemungkinan tidak mengikuti puja bakti. Mereka lebih senang jadi tukang parkir, ngobrol di pintu depan maupun di atas sepeda motor. Mungkin mereka dahulu adalah para pengawal Raja Bimbisara, jadi tukang parkir kereta Raja. Padahal dalam 7 hari ada 6 hari kita mempunyai waktu untuk ngobrol dengan kawan-kawan. Ke vihara hendaknya benar-benar kita pergunakan untuk puja bakti. Marilah kita memulai kebiasaan yang baik ini. Jadi, inilah salah satu pokok ajaran agama Buddha, wajib mengikuti puja bakti. Oleh karena itu, jangan pernah bangga dengan mengatakan: "Dalam setahun, saya hanya sekali mengikuti puja bakti. Pada perayaan Waisak saja." Apakah yang pantas dibanggakan? Menjadi orang yang malas dan tidak melakukan kewajiban sebagai seorang umat Buddha kok disombongkan. Kalau dalam mengikuti kuliah 51 kali tidak hadir dari 52 kali yang seharusnya diikuti maka kita pasti tidak akan lulus. Dalam aturan perguruan tinggi bila seseorang mahasiswa mengikuti kuliah tidak kurang dari 75% setahunnya, barulah ia diperbolehkan mengikuti ujian. jadi kita hendaknya jangan malah sombong dengan jarang mengikuti puja bakti. Kejelekan dan kemalasan hendaknya tidak diternakkan. Tidak dipamerkan. Sekarang, bila kita telah berada dalam vihara hendaknya kita mengikuti pembacaan paritta dan uraian Dhamma dengan sungguh-sungguh. Ada beberapa umat yang pergi ke vihara hanya untuk bertukar cerita saja, justru 31

pada saat uraian Dhamma diberikan. Jadi di depan ada acara ceramah, di belakang mendongeng sendiri. Sikap demikian ini jelas keliru. Kita harus sungguh-sungguh mendengarkan Dhamma. Bila kita memiliki kewajiban pergi ke vihara maka mendengarkan uraian Dhamma adalah kewajiban kita pula. Cobalah kita simak kotbah Sang Buddha tentang Berkah Utama, kita akan menemukan bahwa mendengarkan dan berdiskusi Dhamma pada saat yang sesuai adalah merupakan Berkah Utama. Saudara, setelah kita mendengarkan Dhamma, apakah yang kemudian harus kita kerjakan? Kita hendaknya merenungkan Dhamma itu agar dapat kita laksanakan di dalam kehidupan sehari-hari. Siapa pun yang memberikan pembabaran Dhamma janganlah dibeda-bedakan. Hal yang terpenting adalah memperhatikan isi ceramah Dhammanya. Saat ini, di antara para umat Buddha masih sering membedakan siapa yang memberikan ceramah Dhamma, bukan memperhatikan hal yang diceramahkan. Kenapa demikian? Kadang-kadang si penceramah memang masih suka marah-marah. Sewaktu dia mengajarkan tentang kesabaran dan pengembangan cinta kasih kepada semua makhluk, kita mungkin akan menertawakannya dalam hati. Ini pun merupakan kekeliruan. Kenapa demikian? Dia sebagai manusia memang punya kesalahan serta kekurangan. Tetapi ingatlah, ceramah yang diberikannya adalah sabda Sang Buddha. Buddha Dhamma inilah yang perlu kita dengarkan. Seandainya kita mendengarkan lagu Buddhis dari kaset. Kita hanya akan mendengarkan isi lagunya. Kita tidak akan mempermasalahkan merk tapenya. Pokoknya yang penting kita mau mendengarkan dan menikmati lagunya. Tape modelnya apa pun, terserah. Demikian pula dengan orang yang berceramah, itu pun tidak penting, yang penting adalah isi ceramahnya, Buddha Dhamma. Selama ia membabarkan dengan benar kotbah Sang Buddha, kita hendaknya selalu menyimak ceramah tersebut dengan sungguh-sungguh. Inilah hal pokok yang pantas direnungkan. Dalam satu tahun -52 minggu itu- berapa kali kita tidak hadir di vihara? Sekarang, kalau kita sudah menyadari bahwa di tahun yang telah lalu itu telah banyak kesalahan yang kita lakukan, banyak tidak hadir di vihara, maka bertekadlah bahwa mulai minggu depan, kalau bisa 52 minggu sungguh-sungguh akan selalu kita pergunakan untuk mengikuti puja bakti di vihara. Ini penting. Kenapa demikian? Di dalam mengikuti agama Buddha, puja bakti termasuk urutan yang pertama. Sebab puja bakti termasuk dalam langkahlangkah untuk mengembangkan keyakinan pada Ajaran Sang Buddha, yaitu Saddha. Keyakinan yang kuat diwujudkan dengan selalu mengikuti kegiatan 32

membawa mereka kembali dari kematian. Dengan berbuat seperti itu, kalian akan menjadi saingan Raja Yama, dan Raja Yama akan berkata, “Baiklah, karena engkau mencegah kematiannya, saya akan mengambil hidupmu sebagai gantinya.” Ketika telah tiba waktunya untuk kalian mati, tak ada yang akan memberi kalian simbol itu. Jika berpikir dapat melindungi diri sendiri, kalian salah. Keahlian Dharma kalian itu seperti pisau yang tidak dapat memotong pegangannya sendiri, dan ketika berhadapan dengan kesulitan, keadaan kalian akan sama dengan Bodhisattva tanah liat : Tatkala Bodhisattva tanah liat menyeberang lautan Ia berjuang mati-matian melindungi tubuhnya sendiri. Jadi, meskipun telah menguasai Dharma ini, orang masih harus berlatih. Karena alasan ini, saya tidak lagi mempedulikan urusan orang lain. Siapapun yang mati, matilah, dan saya tidak mempedulikan mereka. Saya tidak terlibat dengan urusan seperti itu lagi. 25. Mo La Mo La Dua kalimat dari mantra ini mempunyai arti “bertambah dan tumbuh”. MO LA MO LA juga berarti “seperti yang engkau kehendaki” dan “sesuai dengan keinginanmu”. Mereka mengiringi Mata dan Tangan Permata Seperti Kehendakmu, yang menambahkan berkah, mendorong pertumbuhan kebijaksanaan, dan membuat segalanya menjadi mulia “seperti kehendakmu”, selaras dengan hatimu. Lihat, betapa agung manfaatnya! Inilah sebabnya mengapa Tangan dan Mata ini merupakan yang pertama dari Keempat Puluh Dua Tangan dan Mata. Permata Seperti Kehendakmu, yang mulia ini sungguh ajaib mengatasi kata-kata. Jika ingin kaya, kembangkanlah Tangan dan Mata ini, karena begitu orang menyempurnakannya, ia akan memiliki semua yang dikehendaki, dan ia tidak perlu cemas lagi bakal jatuh miskin. Ia akan selalu kaya dan memiliki berkah yang tak terhingga dan tak terbatas. 26. Mo Si Mo Si Li To Yin MO SI MO SI artinya “tanpa kata, batin tertinggi”. Tanpa kata berarti, “Jangan bicara!”. Batin tertinggi adalah “pikiran terluhur”. Dan apakah itu? Itu adalah sesuatu yang ajaib. MO SI MO SI juga dapat diterjemahkan sebagai “bahagia”. Menjadi sebahagia Raja Surga Brahma Agung : tiada kesedihan, tiada kecemasan, tiada kesengsaraan, bahagia dan terkendali sepanjang hari. Ini adalah Tangan dan Mata Awan Lima Warna. Dengan membawa awan lima warna yang mulia di atas telapak tangan, kita benar-benar sangat “bahagia”. Manfaatnya tak terbatas dan tak terhitung, dan kegunaannya yang membahagiakan dan ajaib adalah abadi. LI TO YIN merupakan Tangan dan Mata Teratai Biru. Ini mempunyai arti “hati bunga teratai”. Tatkala kita telah mengembangkan tangan dan mata ini hingga sempurna, wangi dari teratai biru ini akan menyebar ke mana-mana, dan kita akan dipuji oleh para Buddha dari sepuluh penjuru. Dharma ini sungguh sangat halus dan ajaib, dan tak tertandingi, Dharma yang sangat tinggi dan dalam, yang sulit ditemukan bahkan dalam masa seribu kali masa yang sangat panjang, sangat panjang. 27. Ci Lu Ci Lu Cie Meng CI LU CI LU berasal dari bahasa Sansekerta dan mempunyai arti “melakukan Dharma”, atau “hiasan berguna”, atau “tiuplah kulit keong dan lepaskan batasan”. Ini adalah Tangan dan Mata Keong Permata. 69

“Engkau mungkin bermain-main di tengah jalan atau barangkali engkau berhenti dulu menonton atau bermain bola.” “Tidak,” kata anak itu, ”saya langsung pulang secepat-cepatnya.” “Kalau begitu, sepedamu tidak secepat sepedaku karena saya tiba duluan.” Tatkala melihat ibunya, seketika itu juga saya merasa tidak ada cara untuk menyelamatkan hidupnya. Tapi saya memutuskan untuk mencoba dan menuliskan sebuah simbol seperti ini : “Anak ini sangat berbakti, ia berusaha memotong tangannya untuk menyelamatkan hidup ibunya. Karena saya telah mencegah ia berbuat seperti itu, perempuan ini harus hidup, apapun yang terjadi.” Lalu saya membuat suatu simbol untuknya, dan mengirimkan simbol itu pada saat itu juga. Pagi berikutnya, perempuan itu, yang telah koma seolah-olah sudah mati selama tujuh atau delapan hari, bangkit duduk dan memanggil putra tertuanya dengan menyebut nama kecilnya. “Chu-tzu, Chu-tzu,” katanya, “Saya lapar. Bawakan saya nasi.” Anak laki-laki itu, yang sudah lebih seminggu tidak pernah lagi mendengar ibunya memanggil namanya, sangat gembira sekali. Ia berlari ke sampingnya. “Ibu! Engkau sakit selama seminggu lebih, tidak berkata apapun. Ibu sudah sembuh sekarang?” Perempuan itu bilang, “Ibu tidak tahu telah berapa lama berlari-lari di gua hitam tanpa cahaya matahari, bulan, ataupun lampu. Ibu lari dan lari, hari demi hari, mencari rumah. Ibu memanggil-manggil, tapi tidak ada yang datang. Lalu semalam, Ibu bertemu dengan seorang bhiksu miskin dengan jubah compang camping yang menuntunku pulang. Sekarang Ibu ingin makan nasi.” “Bagaimana rupa bhiksu itu?” putranya bertanya. “Ia sangat tinggi,” katanya, “Saya pasti mengenalnya kalau bertemu lagi.” “Apakah dia?” kata anak itu lagi, menunjuk ke arah saya. Saya sudah tertidur di dipan waktu itu. “Ya!” teriaknya, “dialah orang yang membawaku pulang.” Lalu seluruh keluarga mereka, lebih dari sepuluh orang, tua dan muda, berlutut di depan saya dan berkata bahwa saya telah menyelamatkan nyawa ibu mereka, lalu mereka menyatakan berlindung padaku. “Apapun yang engkau bilang harus kami lakukan, kami akan patuh,” mereka berkata seperti itu. Tidak berapa lama kemudian, seluruh desa datang menyatakan berlindung, dan memohon saya menyembuhkan penyakit mereka. Saya bilang, “Saya akan menyembuhkan kalian dengan pukulan!” Lalu saya memukul mereka tiga kali dengan kebutan. Setelah memukul mereka, saya bertanya, “Apakah kalian sudah merasa baik sekarang?” dan, diiringi rasa kaget, mereka semua telah sembuh. Itulah pekerjaan yang mengganggu di Manchuria. Kali kedua saya menggunakan simbol terjadi di Hong Kong. Pada waktu ayah Magdalena Lew, yang umurnya sudah lebih dari tujuh puluh tahun, sakit, tukang ramal dan tabib semua mengatakan bahwa ia pasti mati pada tahun itu juga. Ia datang dan meminta perlindungan untuk menyelamatkan hidupnya. “Guru,” katanya, “bisakah Guru menunda kematianku?” “Jadi engkau tidak mau mati?” kataku, “Saya akan memberimu umur dua belas tahun lagi, bagaimana?” “Baik sekali” katanya. Lalu saya melakukan suatu perbuatan kecil untuknya, dan ia hidup dua belas tahun lagi. Namun, janganlah kalian menggunakan Dharma ini untuk mencegah orang mati atau 68

puja bakti. Siapa pun yang ceramah, di mana pun viharanya, kita hendaknya selalu datang ke vihara. Apabila kita sedang berada di kota Malang, datanglah ke vihara di Malang. Begitu pula bila kita sedang mengunjungi kota Surabaya, Yogyakarta, Jakarta dan segala tempat yang ada, selalulah bertanya: "Di manakah vihara di sini?" Kalau perlu, hubungilah dahulu para bhikkhu setempat untuk meminta keterangan, jadwal puja bakti dan alamat vihara di sana. Jadi setiap hari kebaktian, biasanya hari Minggu, kita tidak akan ketinggalan melakukan Puja Bakti. Puja Bakti menempati urutan nomor satu. Karena puja bakti akan menimbulkan ketenangan dalam diri kita. Apalagi bila susunan acara dalam Puja Bakti ditata dengan baik. Puja bakti hendaknya diawali dengan menyanyikan sebuah lagu Buddhis. Setelah mendengarkan uraian Dhamma, bersamasama menyanyi sebuah lagu Buddhis lagi. Ketika puja bakti akan ditutup, sekali lagi menyanyi bersama. Susunan puja bakti semacam ini akan menimbulkan kegembiraan di hati para umat Buddha yang mengikutinya. Apalagi bila sewaktu menyanyikan lagu-lagu Buddhis diiringi pula dengan berbagai alat musik. Sungguh sangat mengesankan. Hasilnya, umat yang terkesan akan datang setiap hari Minggu mengikuti puja bakti. Akhirnya, mengikuti puja bakti akan menjadi salah satu kebutuhan pokoknya. Begitu pula dengan irama pembacaan Paritta, hendaknya tidak terlalu lambat sehingga umat timbul kebosanan dan mengantuk. Sebaliknya, juga jangan terlalu cepat karena umat yang telah lanjut usia akan kesulitan untuk mengikutinya. Irama pembacaan Paritta hendaknya tidak terlalu cepat ataupun terlalu lambat. Disesuaikan dengan keadaan. Hanya saja puja bakti bukanlah segalanya. Puja bakti tidak akan menyelesaikan masalah hidup yang sedang kita hadapi. Kebaktian merupakan kegiatan yang dapat menimbulkan ketenangan, tetapi belum dapat menyelesaikan masalah. Dalam melakukan puja bakti, untuk para umat Buddha yang sibuk, di rumah sebaiknya memiliki sebuah cetiya. Pada waktu pagi dan sore, kita dapat membaca Paritta sendiri, di rumah masing-masing, sekaligus mengajarkan anak-anak membaca Paritta. Kemudian bila tiba hari Minggu atau hari kebaktian yang sudah ditentukan di kota itu, bila ada kesempatan, datanglah ke vihara bersama-sama keluarga untuk mengikuti puja bakti. Kadang ada umat yang berpendapat bahwa karena di rumahnya sudah memiliki cetiya, maka ia tidak perlu lagi mengikuti puja bakti di vihara. Memang, kalau hanya membaca Paritta saja, kita cukup lakukan di rumah masing-masing. Namun, tadi telah dibahas bahwa membaca Paritta atai ke33

baktian itu baru langkah yang pertama. Setelah membaca Paritta, kita masih perlu mendengarkan uraian Dhamma. Uraian Dhamma inilah yang sulit untuk kita dapatkan di rumah sendiri. Apabila kita pergi ke vihara maka pada saat kebaktian pasti ada pembabaran Dhamma. Dan, pada waktu mendengarkan uraian Dhamma -perlu diingatkan lagi- jangan kita melihat orang yang membabarkannya melainkan dengarkanlah isi ajarannya. Kalau memang terpaksa kita tidak memiliki kesempatan untuk mengikuti puja bakti di vihara, maka di rumah setelah kita membaca Paritta, kita dapat mendengarkan Dhamma dari kaset ceramah yang sekarang sudah amat gampang didapat. Setengah jam cukup, dengarkanlah satu muka dulu. Lebih baik kalau sampai habis ceramahnya. Dengarkan saja. Kegiatan itu akan bermanfaat bagi diri kita sendiri. Kenapa demikian? Sebab ceramah Dhamma itu akan menjadi pedoman hidup diri kita sehingga kita akan merasa mantap menjalani kehidupan ini. Kita akan mempunyai pegangan bahwa perbuatan ini benar, perbuatan itu salah. Hal ini benar, hal itu keliru. Dengan demikian kita akan melakukan perbuatan yang benar dan menghindari perbuatan yang keliru. Jadi apabila kebaktian dapat menimbulkan ketenangan batin maka ceramah Dhamma akan memberikan jalan keluar atas masalah hidup kita. Sering kita dengar dari orang-orang yang semula beragama Buddha kemudian pindah agama, bila ditanya alasannya meninggalkan Agama Buddha, biasanya dijawab: "Saya tidak menemukan kebahagiaan di agama Buddha." Kalau kemudian ia ditanya: "Sudahkah kamu melaksanakan Ajaran Sang Buddha?" "Sudah sejak dari kecil saya mempelajari agama Buddha." Memang mungkin ia sejak kecil telah mengikuti agama Buddha namun hanya ikut puja bakti atau hanya melaksanakan tradisi saja. Padahal puja bakti hanya salah satu kegiat an sebagai umat Buddha. Sudahkah ia mendengarkan Dhamma? Mungkin jawabnya: "Sudah biasa mendengarkan Dhamma." Kalau begitu apakah ia sudah melaksanakan Ajaran Sang Buddha? Kalau hanya mendengarkan Dhamma saja, kita hanya akan menjadi perpustakaan, kumpulan ilmu pengetahuan tentang Ajaran Sang Buddha, kurang bermanfaat, kosong. Mendengarkan Dhamma, membaca buku-buku Dhamma saja, hal itu hanya menjadikan kepala kita seperti perpustakaan. Mengetahui segalanya, Empat Kesunyataan Mulia, riwayat Sang Buddha, namun tidak dapat memanfaatkannya dalam kehidupan sehari-hari, orang semacam itu bukanlah jenis umat Buddha sejati. Oleh karena itu, selain mengikuti puja bakti, mendengarkan uraian Dhamma maka setelah pulang ke rumah, renungkanlah uraian 34

memberinya Simbol Mulia. Suatu sore yang hujan, pada hari kedelapan belas di bulan keempat, seorang anak muda yang bernama Kao Te Fu datang ke Vihara Tiga Keadaan, tempat saya tinggal waktu itu. Ia berlutut di depan Buddharupang, membuka pisau jagal yang dibungkusnya dengan surat kabar, lalu mengangkatnya tinggi-tinggi, bersiap-siap untuk memotong tangannya dan mempersem-bahkannya kepada Sang Buddha. Kalian pikir bagaimana? Apakah ia pintar dan bijaksana? Tentu saja, ia sangat bodoh, sangat bodoh. Namun, kebodohannya adalah dari jenis “kebodohan yang didasari oleh rasa bakti kepada orang tua”. Ibunya sedang sakit parah, dan sudah sekarat. Ia seorang pecandu opium, bahkan kecanduannya telah sampai di tingkat di mana untuk menghisap opium pun, ia sudah terlalu lemah. Ia terbaring dalam keadaan koma, tidak makan tidak minum. Lidahnya menjadi hitam, dan bibir pecah terbuka. Dokter Barat maupun tabib Tiongkok telah angkat tangan. Tapi putranya itu berpikir lain, “Bodhisattvalah yang paling mujarab. Saya akan pergi keVihara Tiga Keadaan dan memotong tangan sendiri untuk dipersembahkan kepada para Buddha. Dengan hati yang tulus saya akan berdoa agar ibu saya disembuhkan.” Tepat pada saat anak laki-laki itu akan memotong tangannya untuk dipersembahkan kepada Buddha, seseorang merangkulnya dari belakang. “Apa yang engkau lakukan? Engkau tidak boleh bunuh diri di sini!” “Saya akan memotong tangan saya sebagai persembahan kepada Buddha,” kata anak laki-laki itu, “agar penyakit ibuku bisa sembuh. Engkau tidak boleh menghalangiku.” Anak itu meronta melepaskan diri, tapi orang itu tidak mau melepaskannya. Ia kemudian segera melaporkan kejadian itu kepada kepala Vihara. Kepala vihara berkata bahwa tidak ada yang dapat ia lakukan, ia mengirim pelindung Dharmanya yang paling berpengaruh, Li Chinghua, untuk menjemput saya. Meskipun kala itu masih seorang samanera, seorang pemula, saya telah menjadi pengawas di Vihara Tiga Keadaan, suatu jabatan yang hanya di bawah kepala vihara. Bagaima-napun juga, sebagai seorang pemula, saya bukanlah dari kelompok “tukang makan, dan minum”. Saya bangun sebelum yang lain bangun, bukan sesudahnya. Saya melakukan pekerjaan yang tidak seorang pun mau mengerjakannya, dan hanya makan sekali sehari di siang hari. Saya tidak menyimpan makanan kecil. Hanya dengan berlatih, kita dapat memperbaiki kesalahan-kesalahan kita. Tidak berhasrat memperbaiki kesalahan menunjukkan kurangnya kemampuan untuk berlatih. Baiklah, kepala vihara memanggilku dan saya berkata padanya, “Ada orang datang meminta pertolonganmu, tetapi engkau mengoperkannya kepadaku. Engkau tidak mau peduli dengan urusan seperti ini, malah mengalihkan masalah padaku.” “Welas asihlah,” kata kepala vihara, “tolonglah ia.” Kepala vihara mengucapkan beberapa kata manis padaku dan saya terbujuk. “Baiklah,” saya bilang, “saya akan pergi.” Lalu saya berkata kepada anak kecil itu, “Naiklah sepedamu pulang, saya akan mengikuti.” “Tapi, apakah Guru tahu jalan ke sana?” tanyanya. “Jangan pedulikan saya, pulang sajalah,” kataku. Waktu itu sekitar jam lima sore ketika dia berangkat pulang, dan matahari mulai terbenam. Ia mengambil jalan utama dan saya mengambil jalan yang lebih kecil. Rumahnya sekitar enam mil dari sana, dan ketika ia sampai, ia terkejut melihat saya sudah duduk di sana menunggunya. “Orang tua bijak, bagaimana engkau bisa sampai duluan?” 67

atau raja, dan sebagainya. Untuk menyelamatkan makhluk hidup, Bodhisattva memiliki kemampuan untuk mengujud dalam ketiga puluh dua tubuh fisik. Ia juga memiliki empat belas macam ketidaktakutan dan empat kemuliaan yang tak tertandingi – yaitu, empat macam penembusan spiritual dan kemampuan ajaib yang tak tertandingi. Ia telah meraih perpaduan sempurna, dan telah mencapai buah Bodhi agung. Itulah semua pencapaian Bodhisattva Yang Mendengarkan Suara Dunia. 24. Sa Po Sa Po Kalimat SA PO SA PO mengiringi “Mata dan Tangan Simbol Mulia”, dan bermakna “manfaat dan kebahagiaan untuk semua”. Dengan mengembangkan Mata dan Tangan ini, orang dapat membawa manfaat dan kebahagiaan bagi semua makhluk. Para dewa, panglimapanglima Raja Yama di dalam neraka, dan raja-raja hantu, semuanya akan patuh. Orang yang menguasai Tangan dan Mata ini dapat berkata, “Bebaskan pendosa itu,” dan mereka akan membebaskannya. Mengapa? Karena ia memiliki Simbol Mulia. Simbol Mulia laksana cap kebesaran kaisar. Jika sebuah surat bercap kerajaan, semua orang mnghormatinya, dan mengikuti perintahnya dengan patuh. Tidak ada yang berani menentangnya. Jika Simbol Mulia dimiliki, seseorang mampu membawa manfaat dan kegembiraan bagi semua orang. Ia dapat menunjukkan kepada mereka perbuatan bajik apa yang harus dilakukan, dan mereka akan mendapatkan manfaatnya. Misalnya, ada diantara kalian yang telah berusaha keras dan ulet hingga berhasil mencapai pengembangan Simbol Mulia. Misalnya juga, ada orang yang sekarat di ujung kehidupan. Maka orang yang menguasai Simbol Mulia itu dapat membubuhkan simbol mulianya pada sehelai kertas, dan menulis beberapa baris kalimat kepada Raja Yama, “Biarkan ia lewat. Biarkan ia kembali. Engkau jangan membiarkannya mati.” Maka Raja Yama sekalipun tidak akan berani menentang. Keajaiban kemampuan Simbol Mulia adalah ia mampu menghidupkan kembali yang mati. Namun untuk dapat menggunakannya, pertama-tama orang harus berhasil mengembangkannya terlebih dahulu. Sebelum berhasil dikembangkan, manfaat Simbol Mulia tidak akan sebesar itu. Apa yang dimaksud dengan berhasil mengembangkannya? Ini seperti berangkat ke sekolah. Pertama, seorang siswa duduk di tingkat dasar. Kemudian ia meneruskan ke tingkat lanjutan, dan terus ke perguruan tinggi. Akhirnya ia dapat memperoleh gelar Ph.D. Mengembangkan Simbol Mulia hingga berhasil, dapat diumpamakan dengan usaha meraih gelar Ph.D., kecuali bahwa kemuliaannya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan Ph.D. Simbol Mulia membawa manfaat, menyelamatkan semua makhluk hidup, dan menjadikan mereka bahagia. Tidakkah ini amat ajaib? Untuk bisa mendapatkan manfaat darinya, atau untuk bisa menggunakannya kepada orang lain, Empat Puluh Dua Tangan dan Mata harus dikembangkan. Dan SA PO SA PO adalah satu di antaranya. Mendengar saya berbicara seperti ini, ada orang berpikir, “Saya akan segera mengembangkan Simbol Mulia ini. Lalu setiap kali ada orang yang akan mati, aku akan memberinya simbol ini. Aku tidak akan membolehkan Raja Yama membiarkannya mati.” Lakukanlah, ia mampu mencegah orang mati jika ia mau, namun bila nanti saatnya tiba untuk dia mati, tak akan ada orang yang akan memberinya simbol itu agar ia tak jadi mati. Saya telah menggunakan Simbol Mulia dua kali, satu kali di Manchuria dan sekali lagi di Hong Kong. Di Manchuria, waktu itu terjadinya mendadak; orang itu pasti mati jika saya tidak 66

Dhamma yang baru didengarkan dengan baik dan berusahalah untuk melaksanakannya. Dengan merenungkan Dhamma akan memantapkan diri kita dalam menentukan hal yang benar sebagai kebenaran dan hal yang salah sebagi kesalahan. Dengan demikian, kita pasti akan melakukan yang benar dan meninggalkan yang salah. Bila dalam mempelajari Dhamma orang telah mencapai tingkat ini, pastilah dia akan berbahagia di dalam Dhamma. Beberapa waktu yang lalu saya bertemu dengan seorang ibu. Ibu ini baru saja kematian anak lelakinya yang masih muda dan baik hati. Tingkah laku anak ini sangat baik, wajahnya tampan, bahkan kelihatannya ia paling tampan sekeluarga. Ia juga anak yang paling sering memperhatikan keadaan orang tuanya. Kalau dia hendak makan, misalnya, dia pasti mencari ibunya terlebih dahulu. Ia akan mengajak ibunya makan bersama. Ia pula yang akan mengambilkan nasi serta lauknya untuk sang ibu tersayang. Selain baik perilakunya, sekolahnya pun cukup pandai. Bahkan sebentar lagi ia akan diwisuda sebagai sarjana S2. Selain itu, dalam waktu dekat ia juga akan segera bertunangan. Namun, siapa sangka kalau ia akan meninggal. Ia meninggal dalam usia yang relatif masih sangat muda. Kepergiannya menimbulkan stress keluarganya. Shock. Namun sewaktu saya bertemu dengan ibunya kemarin, kira-kira setelah lebih 100 hari wafatnya sang anak, ibu tadi mengatakan bahwa seandainya ia tidak mengenal dan melaksanakan Buddha Dhamma dengan baik, maka ia bisa menjadi gila. Memang, pada waktu ia berkata demikian sepasang matanya masih merah menahan isak tangis. Ibu ini termasuk salah satu donatur vihara yang setia. Dari pengamatan, tidak jarang kita jumpai seorang donatur vihara yang mengalami kesulitan hidup. Sebenarnya hal ini adalah biasa. kesulitan hidup akan menerpa siapapun juga, baik para donatur vihara ataupun bukan. Kesulitan hidup adalah karena buah karma buruk yang sedang dipetik. Tetapi kadang muncul pikiran negatif dalam diri para donatur tersebut. Ia mengeluh kenapa buah kebaikannya sebagai donatur berakibat penderitaan dan kesedihan? Dahulu sewaktu ia masih sering melakukan pelanggaran sila, hidupnya malah tidak banyak mengalami penderitaan, tidak pernah usahanya merosot, maupun kematian anaknya. Sama sekali tidak pernah. Sekarang setelah beberapa lama menjadi donatur, sponsor vihara, hidupnya malah terasa sulit. Kesimpulan pendek yang diambil adalah lebih baik tidak usah menjadi donatur saja. Ada beberapa orang yang memiliki pandangan salah seperti itu. Bahkan ada seorang pemborong yang juga mengeluh bahwa jika ia membantu membangun untuk vihara yang dikerjakannya dengan 35

sukarela dan gratis, malah pekerjaan pokoknya menjadi sepi. Akan tetapi bila ia menolak membantu pembangunan di vihara maka pekerjaan pokoknya lancar kembali, sampai-sampai ia kewalahan. Kenyataan seperti ini sering menggoyahkan keyakinan seorang umat Buddha. Keyakinan dapat goyah karena pengertian akan Hukum Karma masih belum terlalu dimengerti. Ia masih kurang dalam melaksanakan Ajaran Sang Buddha. Dalam contoh ibu yang ditinggalkan anak tersayangnya tadi, kelihatan jelas keyakinannya kepada Ajaran Sang Buddha. Ibu tadi tidak menyesali perbuatan baiknya yang kelihatannya berbuah penderitaan. Ibu tersebut justru mengucapkan kebahagiaannya karena telah mengenal Buddha Dhamma sehingga mampu dengan tegar menghadapi kenyataan hidup yang amat pahit itu. Ia tidak menjadi gila karena pengalaman pahitnya. Inilah manfaat Dhamma yang dirasakannya. Inilah bukti kenyataannya. Ia dapat menyadari bahwa merelakan anaknya lahir kembali adalah merupakan dana yang sangat besar, jauh lebih besar daripada dana yang telah diberikannya selama ini. Kepergian sang anak adalah merupakan bagian dari perjalanan karma. Setelah mendengarkan keterangan ini, ibu itu mulai dapat menenangkan pikirannya. Ketenangan ini muncul karena sang ibu tadi telah memiliki Dhamma sebagai pegangan hidup. Andaikata sang ibu hanya melaksanakan puja bakti saja maka tidak mungkin ia akan kuat menghadapi kematian anaknya yang tragis itu. Sesungguhnya memang puja bakti bukanlah penyelesaian atas suatu permasalahan. Puja bakti hanyalah salah satu usaha untuk meningkatkan kebaikan, kebahagiaan, dan ketenangan. Masalah dapat diselesaikan dengan rajin mendengarkan, merenungkan dan melaksanakan Dhamma. Bekal kita yang ketiga setelah kita rajin melakukan Puja Bakti, lalu gemar mendengarkan Dhamma, maka ketiga adalah: suka membabarkan Dhamma dengan mengajak rekan kita berdiskusi Dhamma, misalnya. Membabarkan Dhamma adalah hal yang tidak kalah pentingnya. Apabila pengetahuan dan pengalaman Dhamma kita sudah cukup memadai tetapi tidak pernah diberi kesempatan untuk berkembang dengan diskusi maka pengalaman kita akan lambat tumbuhnya. Ibarat kita senang bermain badminton tetapi tidak pernah mencari lawan tanding, hanya main dengan tembok maka ketrampilan kita tidak akan berkembang. Kita harus mencari lawan tanding. Demikian pula dengan pengalaman Dhamma. Kita hendaknya rajin mencari kawan diskusi. Semakin sering kita berdiskusi, semakin bertambah pula pengetahuan Dhamma kita, dan semakin bertambah pula keyakinan kita. Sebenarnya, lawan diskusi adalah teman berpikir. Jadi kalau kita bertemu dengan orang yang 36

sesungguhnya ia berkata, “Saya pasti akan melaksanakan ajaran Bodhisattva Yang Mendengarkan Suara Dunia, serta akan menuntun dan mengadakan peralihan bagi makhluk hidup. Saya akan mempersembahkan semua perbuatan saya agar selaras dengan ajaran.” YI SI LI artinya “mempersembahkan perbuatan selaras dengan ajaran”, berpaling kepada ajaran Bodhisattva dan dengan sepenuh hati mempraktekkannya. 23. Mo Ho Phu Thi Sa To MO HO mempunyai arti “agung”. PHU TI artinya “cerah di dalam Jalan”. SA TO bermakna “ia yang luar biasa beraninya”. Dalam kalimat ini, Bodhisattva yang cerah agung, dan maha berani, mengembangkan hati Bodhi dan menumbuhkan perilaku agung Bodhi. Mengembangkan hati Bodhi artinya menanam benih pencerahan. Menumbuhkan perilaku agung Bodhi berarti merawat dan memupuk tunas Bodhi sehingga nantinya dapat memanen buah Bodhi, dan mencapai Jalan Bodhi agung. Inilah yang dimaksud dengan MO HO PHU THI SA TO. Bagian dari mantra ini menghadirkan kesempurnaan Bodhisattva di dalam samadhi maupun kebijaksanaan, dan menghiasi tubuhnya dengan bermilyar kebajikan. Ketika samadhi disempurnakan, kebijaksanaan disempurnakan; ketika kebijaksanaan disempurnakan, samadhi disempurnakan. Karena Sang Bodhisattva Yang Mendengarkan Suara Dunia memiliki samadhi, ia mengembangkan kebijaksanaan; karena ia memiliki kebijaksanaan, ia dapat menumbuhkan samadhi. Tanpa samadhi tidak ada kebijaksanaan dan tanpa kebijaksanaan tidak dapat muncul samadhi. Mereka tidak bersifat mendua. Bermilyar kebajikan menghiasi tubuh Bodhisattva, karena tidak ada satu Dharma pun yang ia abaikan. Perbuatan baik, kecil ataupun besar, Sang Bodhisattva melakukannya. Dan karenannya dikatakan : “Ia tidak mengabaikan perbuatan bajik yang paling kecil sekalipun. Tidak juga ia berbuat jahat yang paling kecil sekalipun.” Dengan tidak melakukan perbuatan jahat, dan melakukan semua perbuatan bajik, Bodhisattva melahirkan hati Bodhi dan memetik buah Bodhi. Ia menghiasi tubuh Dharmanya sendiri dengan bermilyar kebajikan. Dengan melahirkan hati yang penuh welas asih agung, ia mempraktekkan Dharma yang tidak berkondisi, dan menjadi selaras dengan batin semua makhluk hidup; ia menjalankan pekerjaan Buddha. Namun Bodhisattva sendiri, dalam hakikat asalnya dan dalam inti aslinya, tidak memiliki ciri makhluk hidup. Bodhisattva memperlakukan dirinya sendiri dan semua makhluk hidup sebagai satu keutuhan, tanpa perbedaan dan tanpa sikap memihak. Tidak berharap untuk menyakiti dirinya sendiri, ia berharap untuk memusnahkan penderitaan semua makhluk hidup. Meskipun ia menyelamatkan mereka dari penderitaan, ia tidak mengingat telah menyelamatkan mereka. Ia tidak pernah mengatakan, “Karena saya telah menyelamatkan kalian, kalian seharusnya berterima kasih padaku. Saya telah mengangkat kalian dari kesulitan. Kalian benar-benar harus berterima kasih.” Karena tidak memiliki pikiran seperti itu, Bodhisattva mampu mewujudkan tiga puluh dua tubuh untuk memenuhi kebutuhan makhluk hidup. Misalnya, jika tubuh seorang Buddha diperlukan untuk menyelamatkan makhluk hidup, Bodhisattva muncul di dalam tubuh seorang Buddha untuk membabarkan Dharma pada makhluk hidup tersebut. Jika tubuh seorang Pratyeka Buddha yang dibutuhkan, ia muncul sebagai seorang Pratyeka Buddha untuk membabarkan Dharma. Demikian juga, untuk mereka yang perlu diajar oleh seorang Arahat,

“Apa yang tak tersaingi?” barangkali ada yang tanya. Jawabnya : PO CIA. PO CIA artinya “Yang Dihormati Dunia”, para Buddha dari sepuluh penjuru. 17. Mo Fa The Tou MO FA THE TOU menyatakan “kerabat surgawi, sahabat duniawi”. Ini maknanya, “Semua Bodhisattva, tolonglah saya; jadilah kerabat surgawi dan sahabat duniawi saya, agar semua Dharma yang baik dapat dicapai.” Kalimat di dalam mantra ini merupakan permohonan untuk meminta bantuan kepada semua Buddha dan Bodhisattva. 18. Ta Ce Tha Sutra Hati juga menyatakan, “Karena alasan itu, mantra Prajna Paramita diucapkan; mantra itu berlangsung seperti ini.” TA CE THA artinya “mantra itu berlangsung seperti ini”. TA CE THA dengan demikian berarti “yaitu untuk mengatakan”. Bodhisattva Yang Mendengarkan Suara Dunia menggunakan Hati Welas Asih Agung untuk mengucapkan Kata-kata Sejati – berbagai suku kata dalam bahasa Sansekerta. TA CE THA juga adalah “simbol tangan (mudra)”. Orang membuat simbol dengan tangan. Ia juga mempunyai arti “mata kebijaksanaan”, dan yang dimaksud di sini adalah mata kebijaksanaan dari makhluk hidup. TA CE THA, dengan demikian, menyatakan berbagai pintu Dharma dan mata kebijaksanaan, sehingga dapat diterjemahkan sebagai “yang dibabarkan”. 19. Om Ah Po Lu Si Kata OM telah dijelaskan sebelumnya. Pada saat OM diucapkan, semua hantu dan makhluk halus mengatupkan telapak tangan mereka, dan dengan penuh hormat mendengarkan perintah orang yang mengucapkannya. OM juga menghasilkan pintu-pintu Dharma yang mengikutinya. AH PO LU SI adalah Bodhisattva Yang Mendengarkan Suara Dunia “Avaloki”. Ini artinya “memperhatikan”, menggunakan kebijaksanaan untuk mendengarkan suara dunia. Di dalam dunia banyak terdapat berbagai suara. Bodhisattva merenungkan suara-suara penderitaan, suara-suara iba yang berasal dari orang-orang yang mengalami kesengsaraan. 20. Lu Cia Ti LU CIA TI artinya “kebahagiaan duniawi”, atau “dihormati dunia”. Kalimat 19 dan 20, Bodhisattva Yang Mendengarkan Suara dari Dunia dengan penuh Kebahagiaan, adalah nama dari Sang Bodhisattva Avalokitesvara. 21. Cia Lo Ti CIA LO TI bermakna “yang simpatik”, ia yang penuh kasih sayang agung, yang menyelamatkan makhluk hidup – semua makhluk hidup - dari penderitaan dan tekanan. Ia yang menyembuhkan makhluk hidup dari penderitaan adalah “seorang yang agung simpatinya”. CIA LO TI juga berarti “pelaku”, ia yang membuat karma di dalam Jalan, yang membuat semua makhluk hidup mengembangkan hati Bodhi, yang melaksanakan pekerjaan agung Bodhisattva, dan menyelesaikan karma di dalam Jalan. 22. Yi Si Li YI SI LI maksudnya “selaras dengan ajaran”. Pada waktu orang mengucapkan baris ini, 64

sulit mengerti Dhamma hendaknya jangan ia dimusuhi. Ia justru merupakan teman berpikir. Kita hendaknya mencari jalan dan cara supaya dia akhirnya dapat mengerti Dhamma. Jadi, kemana pun kita berada, cobalah berusaha membuka diskusi Dhamma dengan rekan sekitar kita. Hal ini penting sebagai pemacu semangat kita untuk menambah pengetahuan dan keyakinan. Pertanyaan orang lain akan menimbulkan semangat kita untuk berpikir. Oleh karena itu, bila kita telah sering kebaktian, ada yang sudah 50 kali kebaktian dalam 52 minggu, bolehlah disebut lulus. Sedangkan mereka yang frekuensi kebaktiannya masih di bawah 30 kali setahun, maaf saja, Saudara masih belum lulus, belum jadi umat Buddha yang baik. Anda masih termasuk umat Buddha tradisi, KTP-nya Buddha, tetapi belum melaksanakan ajaran Sang Buddha. Kualitas hidup semacam itu hendaknya diperbaiki dan ditingkatkan. Kalau perlu, pada penanggalan Saudara setiap hari puja bakti diberi tanda agar selalu ingat pergi ke vihara. Ke vihara untuk Puja Bakti bukan untuk menjadi tukang parkir, menjagai sandal, ataupun hanya untuk ngobrol di luar. Itu tak ada gunanya, sama dengan tidak hadir. Ke vihara hendaknya bukan hanya badan saja yang datang, melainkan juga pikirannya, juga telinganya. Kalau badannya di vihara tetapi telinganya untuk mendengarkan gosip di luar, itu juga bukan berarti kita telah pergi ke vihara. Masih tetap dihitung tidak hadir. Masih belum termasuk lulus. Berarti belum tahu aturan untuk ke vihara. Jadi, kalau pergi ke vihara tandailah kalender Saudara. Bila telah genap satu tahun, hitunglah sudah berapa kali kita ke vihara? Bila sudah ke vihara sebanyak 40 kali, bolehlah dianggap lulus. Namun, bila jumlahnya masih dibawah angka 30, berarti belum lulus. Jika dapat hadir ke vihara sebanyak 52 kali, ini dia! Lulus dengan baik, cum laude. Kiranya, suatu ketika nanti kita perlu mencatat kehadiran umat di vihara, terutama anak-anak. Bila ada anak yang sudah ke vihara setahun sebanyak 52 kali, ia hendaknya diberi hadiah oleh vihara. Kiranya hal itu akan mendorong anak-anak melakukan kegiatan yang bermanfaat. Puja bakti, mendengarkan, dan berbagi Dhamma. Bila dalam tahun ini kita sudah banyak ke vihara, marilah kita tingkatkan di tahun mendatang: mendengarkan Dhamma dan melaksanakan Dhamma. Namun hal ini juga harus kita selidiki lebih lanjut. Sudahkah saya memiliki banyak pengetahuan Dhamma? Sudahkah saya menjalani Dhamma? Kalau kita belum banyak mendengar Dhamma, belum punya kaset Dhamma, maka persyaratan untuk lulus masih kurang. Jadi, kita harus memiliki buku Dhamma. Sekarang buku sudah ada, kaset Dhamma juga banyak. Kalau Saudara belum memiliki, persyaratan lulus juga masih kurang. Setelah mempun37

yai buku Dhamma, kaset ceramah Dhamma, sekarang kita renungkan: 'Sudahkah kita mengenalkan Dhamma kepada orang lain?' perilaku ini termasuk pada nomor 3, berdiskusi Dhamma. Dalam setahun, berapa banyak kita telah mengenalkan Dhamma? Kalau masih belum banyak, masih ada kesempatan untuk kita lakukan mulai sekarang. Saudara, tiga hal inilah yang hendaknya kita renungkan dan kita kembangkan. Pertama adalah rajin mengikuti kebaktian sebagai hal yang pokok untuk mendapatkan ketenangan secara emosional. Kedua: mendengarkan Dhamma dan menambah wawasan, sehingga kita punya pegangan hidup untuk kehidupan kita sehari-hari. Dan ketiga: carilah teman diskusi, karena hal itu akan memperkuat keyakinan kita pada ajaran Sang Buddha, sekaligus kita memiliki kesempatan untuk membagikan Dhamma kepada pihak lain. Dalam ajaran Sang Buddha disebutkan bahwa dari semua pemberian, Pemberian Dhamma-lah yang paling tinggi nilainya

Mengapa kalian tidak tahu? Karena kalian tidak mempunyai terang yang bersinar lama. Kalian tidak mempunyai terang yang bersinar lama karena kalian tidak memiliki cahaya terang. Jika kalian memiliki cahaya terang, kalian bisa mendapatkan terang yang bersinar lama, dan dengan itu kalian bisa menghancurkan ketidaktahuan. 14. Sa Po Ah Tha Tou Su Peng Kalimat dari mantra ini dibagi tiga dan jika diucapkan memiliki tiga makna yang berlainan. SA PO mempunyai arti “semua”, dan juga mengandung makna “keutuhan”. Karenanya SA PO menghadirkan hati yang ketiga, Hati Keutuhan, atau Hati Keseimbangan. AH THA TOU berarti “kemakmuran, kebahagiaan, tanpa kemiskinan”. Orang hidup berkecukupan dan gembira karena tidak miskin. Baris ini juga bisa diartikan “seperti kehendakmu, tidak habis”. “Seperti kehendakmu” mempunyai makna, keadaan apapun yang timbul, pasti sesuai dengan apa yang kita inginkan. Nilai “seperti kehendakmu” ini tidak habishabis. Diantara sepuluh hati, baris ini menunjuk kepada yang ketiga, Hati Yang Tak Terkondisi, yakni hati yang “makmur, bahagia, dan tidak miskin”. SU PENG berarti “mulia dan luhur, tanpa rasa cemas”. Karena mulia dan kokoh, SU PENG bersih dan luhur, dan karenanya, tanpa rasa cemas. Baris ini mewakili hati kesembilan dari sepuluh hati, Hati Tanpa Pandangan, atau Kemelekatan. Pandangan dan kemelekatan bersama-sama merupakan satu dari Lima Pelayan Cepat. Jika melihat sesuatu, hati akan menggenggamnya dan menjadi melekat padanya. Namun dengan hati kesembilan, pandangan dan kemelekatan tidak muncul. 15. Ah Se Yin AH SE YIN, seperti sebelumnya, adalah bahasa dari Surga Besar Brahma. Ia berarti “Dharma yang tiada bandingannya”. Tidak ada Dharma yang bisa dibandingkan dengan yang satu ini. AH SE YIN juga dapat berarti “ajaran yang tiada bandingannya”, karena tidak ada agama lain yang bisa dibandingkan dengannya. Baris ini menghadirkan hati ketujuh, Hati Yang Rendah Hati, hati yang luar biasa hormat dan akur dengan siapapun yang ditemui. Baris ini juga mewakili hati yang kedelapan, Hati Yang Tidak Kacau. Ini adalah Dharma Hati-Prajna yang luhur dan tidak bernoda dari Sang Bodhisattva Yang Mendengarkan Suara Dunia. Kesepuluh hati merupakan perwujudan Dharani, dan kita harus meletakkan prinsipprinsipnya di dalam praktek, tanpa melupakannya. Kita harus berlatih sesuai dengan Dharani Sutra, mengandalkannya untuk menempuh Jalan dan memastikan buahnya. 16. Sa Po Sa To Na Mo Po Sa To Na Mo Po Cia SA PO SA TO berasal dari bahasa Sansekerta dan bermakna “Bodhisattva tubuh dan hati agung”. NA MO PO SA TO, juga berasal dari bahasa Sansekerta, artinya “masa muda perawan, ksatria awal”, yang melambangkan seorang Pangeran Dharma- seorang Bodhisattva. Ungkapan “masa muda perawan”, menggambarkan hakikat asal. “Ksatria awal” adalah istilah yang diberikan khusus kepada Bodhisattva. Mereka juga disebut ksatria agung. Dalam perjalanan menuju Kebuddhaan, Bodhisattva disebut Pangeran Dharma hingga ke Landasan Kesepuluh. NA MO PO CIA mempunyai arti “tak tersaingi”. Makna yang sama terdapat di dalam Sutra Hati, “Karenanya, kenalilah Prajna Paramita, mantra agung ini, mantra agung benderang ini, mantra tertinggi ini, mantra yang tak tertandingi ini ……….. “

38

63

13. Si Li Mo Ho Po To Sa Mi SI LI berarti “hati”. Hati yang mana ini? Ini adalah hati yang keempat dari sepuluh hati, Hati Yang Tak Ternoda dan Tak Melekat, yang mengajarkan kepada kita untuk mempertahankan hati yang murni, luhur, dan tak ternoda. Hati kita dicemari oleh pikiran-pikiran keserakahan, kebencian, kebodohan, keangkuhan, dan keraguan. Tanpa pikiran-pikiran seperti itu, hati kita tidak ternoda. MO HO tetap bermakna “agung”. PO TO SA MI, apa artinya ini? PO TO SA MI mempunyai arti “cahaya terang agung”. MO HO juga bisa berarti “panjang”. PO TO SA MI dengan demikian berarti “terang yang bersinar lama”, terang yang terus-menerus memancarkan cahaya terang benderang. Sukar sekali adanya kesempatan untuk bertemu dengan orang yang dapat menjelaskan Mantra Welas Asih Agung. Sebenarnya, untuk bersikap benar-benar jujur, tidak ada seorang pun yang tahu bagaimana menjelaskannya; tidak ada seorang pun yang tahu, pada akhirnya, apa itu Mantra Welas Asih Agung, atau bagaimana cara menerjemahkannya. Kalian mungkin bertanya, “Kalau demikian halnya, bagaimana engkau bisa tahu?” Jangan tanya bagaimana saya tahu. Saya tidak bertanya pada kalian, jadi kalian juga jangan bertanya pada saya. Bagaimana saya mengetahuinya? Tentu saja, saya tahu. Jika saya tidak tahu, saya mana bisa menjelaskannya pada kalian. Jadi jangan tanya bangaimana saya bisa tahu. Daripada bertanya pada saya bagaimana saya tahu, tanyalah pada diri kalian sendiri, bagaimana kalian bisa tidak tahu. Jika kalian tahu mengapa kalian tidak tahu, maka kalian akan tahu bagaimana saya bisa tahu. Sebaliknya, jika kalian tidak tahu mengapa kalian tidak tahu, kalian tak akan bisa tahu bagaimana saya bisa tahu. Inilah yang membuatnya indah. Misalnya, ada orang bertanya pada saya, “Mengapa engkau meninggalkan kehidupan berumah-tangga?” Saya tidak menjawab pertanyaannya. Sebaliknya saya bertanya kembali, “Mengapa engkau tidak meninggalkan kehidupan berumahtangga? “ Jika kalian tahu mengapa kalian tidak meninggalkan kehidupan berumahtangga, kalian akan tahu mengapa saya meninggalkannya. Inilah prinsipnya. Daripada bertanya pada saya bagaimana saya bisa mengerti, tanyalah pada diri kalian mengapa kalian tidak mengerti. Pada waktu kalian tahu mengapa kalian tidak mengerti, pada waktu itu juga kalian akan tahu mengapa saya mengerti. Semua dari kalian yang berkesempatan mendengarkan penjelasan Mantra Welas Asih Agung memiliki akar yang baik. Namun kalian harus melindungi akar baik itu dan merawatnya dengan hati-hati. Manfaatkanlah akar baik ini, yang harus kembali ke masa yang sangat panjang, untuk mempelajari Buddhadharma, dan jangan membiarkan satu saatpun terbuang percuma. Jangan lupa bahwa waktu tidak menunggu manusia. Begitu hari ini berlalu, kalian tidak dapat meraihnya kembali. Manfaatkanlah waktu sebaik-baiknya untuk mempelajari Buddhadharma Yang Tak Tertandingi; jika kalian membiarkan waktu berlalu, kalian tidak akan pernah bisa memahami Buddhadharma, kalian cuma akan menghabiskan waktu dengan siasia. PO TO SA MI, “cahaya agung terang” atau “terang yang bersinar lama”, berkaitan dengan hati yang kelima, Perenungan Hati Kosong. Melalui Perenungan pada Kesunyaan, orang memperoleh kebijaksanaan. Dengan kebijaksanaan, orang mendapatkan cahaya terang, dan dengan cahaya terang ia memperoleh terang yang bersinar lama, dan menjadi tidak memiliki “yang tidak terang”, atau “ketidaktahuan”. 62

AMITABHA BUDDHA SUTRA

[Sumber: Dharma Pitaka, Majelis Agama Buddha Mahayana Indonesia]

Demikianlah telah kudengar : Pada suatu saat Hyang Buddha berdiam di Sravasti pertapaan Jeta Taman Anthapindika bersama serombongan Bhiksu yang berjumlah seribu dua ratus lima puluh yang semuanya Arahat yang di kenal oleh semua orang seperti Sesepuh Sariputra : Mahamaudgalyayana, Mahakasyapa, Mahakatyayana, Mahakausthila, Revata, Suddhipanthaka, Nanda, Ananda, Rahula, Gavampati, Pindolabharadvaja, Kalodayin, Mahakaphina, Vakkula, Aniruddha, dan beserta Siswa-siswa terkemuka lainnya ; dan para Bodhisattva Mahasattva, Manjusri Pangeran Dharma, Ajita Bodhisattva, Gandhastin Bodhisattva, Nityodyukta Bodhisattva, dengan para Bodhisattva Mahasattva lainnya ; dan dengan Sakra, Indra atau Raja para dewata yang tak terhingga jumlahnya. Pada saat itu Hyang Buddha bersabda kepada sesepuh Sariputra : Sebelah Barat dari sini melewati ratusan ribu Koti negeri Buddha, terdapat sebuah alam yang bernama Sukhavati. Ada seseorang Tathagata yang bernama Amitabha. Kini beliau tengah mengajarkan Dharma. Sariputra, apakah sebabnya alam itu disebut Sukhavati ? Karena di alam Sukhavati tiada lagi penderitaan bagi makhlukmakhluk yang hidup di sana ! Sumber kebahagiaan tak terhingga banyaknya, oleh sebab itu disebut Sorga Sukhavati. Dan lagi, oh, Sariputra ! Di Sorga Sukhavati terdapat tujuh tingkat Veranda dengan tujuh tirai rajutan, tujuh baris jajaran pohon, semua terbentuk dari empat macam mustika. Karenanya negeri itu disebut kebahagiaan sempurna. Lagi pula Sariputra, di alam Sukhavati terdapat tujuh kolam permata berisi air yang memiliki delapan sifat kebaikan. Dasar kolam penuh dengan hamparan pasir emas, keempat sisinya terdapat tangga yang terbuat dari : emas, perak, batu lazuardi dan batu kristal, di atas terdapat pagoda-pagoda yang terhias emas, perak, beryl, kristal, Musaragarbha batu-batu akik, indung mutiara. Di kolam-kolam terdapat bunga teratai sebesar roda pedati, berwarna hijau dengan kemilau hijaunya, berwarna kuning dengan kemilau kuningnya, berwarna merah dengan kemilau merahnya dan berwarna putih dengan kemilau putihnya, lembut, menakjubkan, indah dan murni. O Sariputra, demikianlah negeri Buddha itu dihiasi dengan pahala dan kebajikan yang indah, megah dan agung, lagipula Sariputra, di 39

negeri Buddha ini senantiasa terdengar musik surgawi dan tanahnya kuning emas. Dalam enam periode sehari semalam, turun hujan bunga-bunga Mandrawa. Tiap makhluk di negeri ini, sepanjang pagi yang cerah dengan jubahnya mengumpulkan bunga dan mempersembahkannya kepada beratus ribu koti Buddha dari penjuru lain. Pada waktu makan mereka kembali ke negeri mereka masing-masing, dan usai makan mereka istirahat. O Sariputra, di negeri kebahagiaan sempurna. Dengan pahala dan kebajikan terhias indah, megah dan agung. Lagipula Sariputra, di negeri ini selalu ada burung-burung beraneka warna nan indah dan langka, burung seriap putih, merak, kakaktua, bangau putih kecil, kalavinka dan burung berkepala dua. Kumpulan burung ini bernyanyi dalam enam periode sehari semalam dengan suara merdu dan harmonis. Suara mereka yang jernih dan riang membabarkan lima akar kebajikan. , tujuh bagian bodhi, delapan jalan suci dan Dharma-dharma lain. Bila makhluk di negeri itu, mendengar suara-suara ini mereka bersama-sama ingat akan Buddha, ingat akan Dharma dan ingat akan Sangha. O, Sariputra , janganlah mengira bahwa burung-burung ini lahir akibar pelanggaran karma mereka karena alasan apakah? Di negeri ini tidak ada tiga jenis kelahiran sesat. O, Sariputra di negeri Buddha ini bahkan nama-nama tiga jenis kelahiran sesat tidak ada. Bagaimana sebenarnya ? Kumpulan burung ini semuanya diciptakan melalui penjelmaan oleh Amitabha Buddha agar suara Dharma tersiar luas. O, Sariputra , di negeri Buddha itu, ketika semilir angin berhembus, barisan pohon-pohon permata dan tirai-tirai permata menimbulkan suara-suara lembut dan indah. Laksana seratus ribu jenis musik dialunkan pada saat yang sama. Mereka yang mendengar suara ini dengan sendirinya ingat akan Buddha, ingat akan Dharma, ingat akan Sangha. O, Sariputra, negeri Buddha itu dihiasi dengan pahala dan kebajikan terhias indah, megah dan agung. O, Sariputra apa yang kau pikirkan? Mengapa Buddha ini disebut Amitabha? O Sariputra, kemilau cahaya Buddha ini tak terhingga menerangi sepuluh penjuru dunia tanpa halangan. Oleh karenanya disebut Amitabha lagipula O Sariputra, kehidupan Buddha ini dan rakyatnya mencapai kalpa Asankhyeya, tiada terbatas tiada terhingga. Oleh karenanya disebut Amitabha. O Sariputra sejak Amitabha mencapai tingkat kebuddhaan sepuluh kalpa telah berlalu. Lagipula Sariputra, Buddha ini mempunyai siswa-siswa pendengar suara tak terhingga, tak terbatas. Semua arahat, jumlah mereka tak dapat dihitung demikian pula kumpulan Bodhisattva. O Sariputra, demikinlah adanya 40

lain. NA MO berarti bahwa saya, saya sendiri, berlindung kepada Tiga Permata dari sepuluh penjuru yang tidak terbatas, tidak terbatas. SI CI LI berarti “seluruhnya, sepenuh hati”, “dengan sepenuh hati menghormat”. TO YI MENG artinya “saya”, “saya dari yang tanpa saya”. Jadi orang memberi hormat kepada diri sendiri, tetapi kepada diri yang “tanpa diri”. Bagaimana mungkin bisa tanpa diri? Jika ada orang yang memukul, kita tidak merasa sakit; jika mereka memaki, kita tidak merasa marah. Jika mereka menghina kita, seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Kita bahkan tidak perlu berusaha sabar, karena jika berusaha mempraktekkan kesabaran, kita telah jatuh ke posisi kedua. Di sini, tidak diperlukan kesabaran, karena pada dasarnya tidak terdapat kesabaran untuk digunakan, dan tidak ada orang untuk menggunakannya. AH LI YE bermakna, “yang bijaksana”. Jadi orang dengan sepenuh hati bersujud menghormati “saya” , yang bijaksana. Semua Bodhisattva, Mahasattva, semua dewa dan naga, dan semua Delapan Ruas Bagian makhluk gaib harus menghormati kepada yang bijaksana, “saya” dari “yang tanpa saya”. Banyak sekali yang bijaksana ini. Siapakah mereka? Saya akan menggunakan kesempatan ini untuk menjelaskannya. 11. Po Lu Ci Ti Si Fo La Leng To Po PO LU CI TI mempunyai makna “merenungkan”. SI FO LA berarti “bahagia”, atau “suara dunia”. Ini persis adalah Bodhisattva Yang Memperhatikan Suara Dunia. Namun tidak mesti hanya Bodhisattva Yang Memperhatikan Suara Dunia yang bahagia di dalam perenungan, dan yang merenungkan suara-suara dunia. Jika orang dapat membahagiakan, jika ia dapat menjadi ahli dan menyelamatkan makhluk hidup, maka ia adalah Bodhisattva. Bukan merupakan keharusan, bahwa hanya Bodhisattva Yang Mendengarkan Suara Dunia yang merupakan seorang Bodhisattva. Jika ada orang yang dapat menguasai Dharma, maka ia pun, ia sendiri, merupakan penjelmaan dari Bodhisattva tersebut; jika saya menguasainya, saya merupakan penjelmaan dari Sang Bodhisattva. LENG TO PO artinya “sebuah pulau di atas laut”. Ini menunjukkan Gunung Potala di mana Bodhisattva Yang Mendengarkan Suara Dunia tinggal, gunung P’u T’o di Tiongkok. Potala mempunyai arti “bunga-bunga putih kecil” karena ia ditutupi oleh kembang-kembang putih kecil. Terdapat sebuah istana di sana yang terbuat dari batu. Istana ini disebut “Istana Kasih Welas Asih”. Di sinilah Bodhisattva tinggal. Tempat ini seindah istana surga dan dibuat dari tujuh permata : emas, perak, batu lazuli, kristal, indung mutiara, mutiara merah, dan karnelian. Namun tidaklah mudah untuk bisa menginjakkan kaki di sana. PO LU CIE TI SI FO LA adalah ia yang welas asih. LENG TO PO adalah istana welas asih tempat Bodhisattva Yang Mendengarkan Suara Dunia tinggal. 12. Na Mo Na La Cin Ci Dalam baris ini NA MO masih bermakna “berlindung” dan “mempersembahkan hidup dan tunduk dengan hormat”. NA LA mempunyai arti “yang mulia”, dan CIN CI berarti “kasih”, yakni kasih dalam arti perlindungan kasih sayang yang penuh welas asih. Sebelumnya saya telah menjelaskan sepuluh hati dari Sutra yang merupakan wajah dari mantra ini : kita harus mengandalkan sepuluh hati ini di dalam berlatih. NA LA CIN CI “perlindungan yang baik dari ia yang penuh kasih sayang dan mulia”, menunjuk kepada yang pertama, keenam, dan yang terakhir dari sepuluh hati, yaitu, Hati Welas Asih Agung, Hati Yang Menghormati, dan Hati Bodhi Yang Tak Tertandingi. 61

Jika menyatu dengan doktrin Buddhadharma yang menakjubkan, ia akan mendapatkan pengertian. Jika tidak, ia akan berlatih secara membuta, dan berlatih di dalam gelap. Biar selama apapun ia berlatih, tak akan ada hasil yang dicapai. Yang kesembilan adalah “sebab”. Orang harus menanam suatu sebab yang baik, suatu benih yang terbaik, suatu sebab yang luhur. Maka di masa yang akan datang ia bisa memetik buah yang masak, buah yang ajaib, dan buah yang terbaik, buah dari pencerahan tertinggi. Sehingga dengan demikian, yang kesepuluh adalah “buah”. Demikianlah, kata OM melahirkan sepuluh pintu kepada Dharma yang menakjubkan. Pada saat Mantra Welas Asih Agung dinyatakan dan OM disebutkan, semua hantu dan makhluk halus akan mengatupkan kedua belah telapak tangan mereka. Mereka sungguh merasa hormat dan tidak berani mengendur atau menjadi malas tatkala mendengar ada orang mengucapkan Mantra Welas Asih Agung. Kata OM ini sedemikian kuatnya sehingga, baik hantu, makhluk halus, setan, semuanya harus mengikuti aturan. OM menyebabkan semua hantu dan makhluk halus dengan khidmat mendengarkan pengucapan mantra, dengan kedua telapak tangan terkatup. 8. Sa Po La Fa Yi SA PO LA artinya “ahli”. Pada saat kalimat ini disebutkan, Empat Raja Surga datang sebagai pelindung Dharma bagi orang yang mengucapkannya. FA YI berarti “dihormati dunia” atau “dihormati orang suci”. Kata ini merupakan Ia Yang Ahli Yang Dihormati Dunia, Ia Yang Ahli Yang Dihormati Orang Suci : Buddha yang ahli. Kalimat ini menunjuk kepada Permata Buddha. 9. Su Ta Na Ta Sie Kebanyakan orang membaca kata pertama baris ini sebagai “shu”, tapi ia harus dibaca “SA”. SU TA NA berarti “Dharma”. Dharma apa? Ini adalah “tempat dengan kemenangan ajaib”, “Dharma kemenangan ajaib”. SU TA NA juga berarti “mulia, teragung, dan muncul dari kemenangan”. Tidak ada yang lebih mulia daripada Dharma ini, dan tidak ada yang lebih agung; ia berasal dari kemenangan. Interpretasi lain adalah “tubuh jaya, yang muncul dengan ajaib”. Pemunculan seperti ini halus dan ajaib; tubuhnya membawa kemenangan. Itu adalah satu cara untuk menerjemahkan SU TA NA. Diterjemahkan dengan cara lain, SU TA NA dapat menjadi “tingkat kendaraan paling agung”, menunjuk kepada alam di mana orang telah mencapai tingkat kesepuluh Kebodhisattvaan. TA SIE menyatakan Permata Sangha. SA PAN LA FA YE mewakili Permata Buddha. SU TA NA menyatakan Permata Dharma. Dengan demikian, keseluruhan kalimat menunjuk kepada Tiga Permata. Ini artinya kita harus meminta perlindungaan Tiga Permata. Dengan mengucapkan mantra ini, kita meminta pertolongan Tiga Permata. TA SIE artinya menggunakan doktrin ajaran untuk mengendalikan semua hantu dan makhluk halus, dan menggunakan mantra untuk mengumpulkan mereka, atau dengan kata lain, ”membabarkan ajaran dan mengumpulkan dengan mantra.” 10. Na Mo Si Ci Li To Yi Meng Ah Li Ye NA MO, NA MO lagi dan lagi. Kelihatannya kita selalu mengucapkan NA MO kepada orang lain dan tidak pernah untuk diri sendiri. Mereka yang mengembangkan Jalan harus mengatakan NA MO kepada diri mereka sendiri dan tidak hanya berlindung kepada orang 60

negeri kebahagiaan sempurna dengan pahala dan kebajikan terhias, megah dan agung. Lagipula Sariputra, di negeri kebahagiaan sempurna makhluk hidup yang lahir semuanya Avaivartika. Di antara mereka banyak yang dalam kehidupan ini mencapai tingkat kebuddhaan, jumlah mereka sangatlah banyak tidak dapat dihitung dan hanya dapat disebut Kalpa Asankhyeya. Yang tiada terbatas, tiada terhingga. O, Sariputra mahluk hidup yang mendengar ini seyogyanya berikrar agar dilahirkan dinegeri itu, mengapa demikian ? Agar mereka yang berhasil adalah orang yang suci dan saleh semua berkumpul bersama-sama di satu tempat. O, Sariputra seorang tidak boleh kurang dalam perbuatan-perbuatan baik, berkah, kebajikan dan hubungan penyebab untuk mencapai kelahiran dinegeri itu. Sariputra, kalau ada seorang lelaki berbudi dan wanita berbudi, mendengar nama Amita Buddha danmemanjatkan nama itu baik selama satu hari, dua hari, tiga hari, empat hari, lima hari, enam hari, tujuh hari, dengan sepenuh hati dan tanpa gangguan, bila orang itu mendekati akhir hayatnya, Amita Buddha berserta para orang suci akan muncul dihadapannya. Ketika akhir hayatnya tiba hatinya tidak goyah, ia akan terlahir di negeri kebahagiaan sempurna Amitabha Buddha Sariputra, karena aku melihat manfaatnya maka ku-ucapkan kata-kata itu. Jika mahluk hidup mendengar ucapan ini, mereka seharusnya berikrar untuk lahir di negeri itu. O Sariputra, sebagaimana aku sekarang memuji manfaat yang tak terkira dari jasa dan kebajikan Amitabha Buddha, demikian juga ditimur ada Aksobhya Buddha, Merudhvaja Buddha, Mahameru Buddha, Meruprabhasa Buddha, Sughosa Buddha dan Buddha-Buddha lainnya yang tak terhingga seperti butiran pasir di sungai Gangga. Di negerinya masing-masing mengemukakan penampilan lidah maha luas dan panjang menutupi Trisuhhasra Mahasahasra loka datu dengan kata-kata tulus dan nyata. Semua mahluk hidup patut percaya, memuji dan mengingat dengan teguh akan jasa dan kebajikan yang tak terkira dari sutra yang dikaruniai dan dilindungi oleh semua Buddha ini. O Sariputra, di dunia sebelah selatan ada Chandrasuryapradipa Buddha, Yasahprabha Buddha, Maharciskamdha Buddha, Merupradipa Buddha, Arantavirya Buddha dan Buddha-Buddha lainnya yang tak terhingga seperti butiran pasir di sungai Gangga di negeri-Nya masing-masing mengemukakan penampilan lidah maha luas dan panjang menutupi trisuhasra mahasahasra loka datu dengan kata tulus dan nyata semua mahluk hidup, patut percaya, memuji dan mengingat dengan teguh khidmat akan jasa kebajikan yang tak terkira dari sutra yang 41

dikaruniai dan dilindungi oleh semua Buddha ini. O Sariputra di dunia sebelah Barat, ada Amitayus Buddha, Amitaskhamdha Buddha, Amitadhavaja Buddha, Mahaprabha Buddha, Maharasmiprabha Buddha, Maharatnaketu Buddha, Suddharasmi Buddha dan Buddha-Buddha lainnya, yang tak terhingga seperti pasir-pasir di sungai Gangga dinegerinya masing-masing, mengemukakan penampilan lidah maha luas dan panjang. Menutupi trisuhasra mahasahasra loka datu, dengan kata tulus dan nyata semua makhluk hidup patut percaya memuji dan mengingat dengan teguh, khidmat akan jasa kebajikan tak terkirakan dari sutra yang dikaruniai dan dilindungi oleh semua Buddha ini. O Sariputra didunia sebelah utara ada Maharciskamdha Buddha, Dumdubhisvaranirghosa Buddha, Duspradharsa Buddha, Adityasambhava Buddha, Jalemiprabha Buddha dan Buddha-Buddha lainnya yang tidak terhingga seperti butiran pasir di sungai Gangga di negerinya masing-masing mengemukakan penampilan lidah maha luas dan panjang menutupi Trisuhasra mahasahasra loka datu dengan kata-kata tulus dan nyata. Semua mahluk hidup patut percaya memuji dan mengingat dengan teguh akan jasa kebajikan tak terkira dari sutra yang dikaruniai dan dilindungi oleh semua Buddha ini, Sariputra di dunia sebelah bawah (nadir ) ada Simha Buddha, Yasas Buddha , Yasahprabha Buddha, Dharma Nuddha , Dharmadhvaja Buddha, Dharmadhara Buddha dan Buddha-Buddha liannya yang tidak terhingga seperti butiran pasir di sungai Gangga di negerinya masing-masing mengemukakan penampilan lidah yang maha luas dan panjang menutupi trisuhasra mahasahasra loka datu dengan kata kata tulus dan nyata semua makhluk hidup patut percaya memuji dan mengingat dengan teguh, akan jasa kebajikan tak terkirakan dari sutra yang di karuniai dan dilindungi oleh semua Buddha ini di dunia sebelah atas (zenit) ada Brahmaghosa Buddha, Naksatraraja Buddha, Gamdhottama Buddha, Gamdhaprabhasa Buddha, Maharciskamdha Buddha, Ratnakusumasampuspitagatra Buddha, Sa lendraraja Buddha, Ratnotpalasri Buddha, Sarvarthadarsa Buddha, Sumerukalpa Buddha dan Buddha-Buddha lainnya yang tak terbilang seperti butiran pasir. Di sungai Gangga, di negerinya masing-masing mengemukakan penampilan lidah maha luas dan panjang menutupi trisuhasra Mahasahasra loka datu. Dengan kata-kata tulus dan nyata, semua makhluk hidup patut percaya, memuji dan mengingat dengan teguh akan jasa kebaikan tak terkirakan dari sutra yang dikaruniai dan dilindungi oleh semua Buddha ini. O Sariputra, Apa yang kau pikirkan ? Mengapa sutra ini disebut sutra yang dikaruniai dan dilindungi semua Buddha ? O Sariputra, kalau seorang lelaki berbudi atau wanita berbudi 42

mantra ini, dikatakan bahwa kalimat ini menunjuk kepada Bodhisattva Tali Tidak Kosong yang memimpin pasukan makhluk halus. Ketika baris mantra ini diucapkan, Bodhisattva Tali Tidak Kosong mengutus pasukan surga dan panglima surga melindungi orang yang mengucapkannya. 5. Mo Ho Sa To Po Ye MO HO memiliki tiga arti : “agung”, “banyak”, dan “jaya”. MO HO : Mereka yang telah memunculkan hati Bodhi agung. MO HO : Banyak orang yang telah memunculkan hati Bodhi agung. MO HO : Orang banyak yang telah memunculkan hati Bodhi agung itu semuanya telah mendapatkan pencapaian; semuanya telah jaya. SA TO di sini mempunyai arti yang berbeda dari arti sebelumnya. Dalam baris sebelumnya kata ini berarti ‘menyeberangkan’, namun di sini SA TO mengandung arti “ia yang pahlawan”, yakni ia yang gagah berani, dan tanpa takut. SA TO juga berarti “ia yang penuh semangat”, dan menunjukkan mereka yang berlatih dengan gigih dan maju dengan penuh semangat. PO YE sekali lagi berarti “menghormati”. Bersama-sama, kalimat ini menjadi : “Saya bersujud menghormat kepada Bodhisattva agung yang tanpa takut dan penuh semangat, dan yang telah memunculkan hati Bodhi.” Para bodhisattva mencerahkan diri mereka dan membawa diri mereka menyeberang; mereka juga mencerahkan orang lain dan membawa mereka menyeberang. 6. Mo Ho Cia Lu Ni Cia Ye MO HO sekali lagi berarti “agung, banyak, dan jaya”, CIA LU artinya”welas asih”. NI CIA adalah “hati”. Bersama-sama kalimat ini berarti, “hati welas asih agung”. YE mempunyai makna “menghormat”. Artinya, kita harus bersujud menghormat kepada Mantra Semangat Dharani Hati Welas Asih Agung. 7. Om OM bermakna “bunda asal”. Bunda asal juga bisa berarti “bunda mantra”, dan “bunda Buddha”. Bunda Buddha adalah ibu dari hati semua makhluk hidup, karena hati dari semua makhluk hidup mengandung semua kebijaksanaan dari bunda asal. Melalui kekuatan mantra ini, sepuluh macam pintu Dharma terbuka : Yang pertama adalah “kata-kata”. Yang kedua adalah “anak kalimat”. Yang ketiga adalah “merenungkan” yakni orang menggunakan kontemplasi dan pengamatan untuk berlatih. Yang keempat adalah “kebijaksanaan”. Dengan menggunakan pedang kebijaksanaan orang mengikis habis semua penderitaan. Kebijaksanaan menunjuk kepada pintu Prajna Paramita, penyempurnaan kebijaksanaan. Kontemplasi atau perenungan menunjuk kepada pintu Dhyana Paramita, penyempurnaan meditasi Dhyana. Yang kelima adalah “latihan”. Orang berkembang dan berlatih sesuai dengan Dharma. Yang keenam adalah “sumpah”. Orang harus bersumpah untuk mengembangkan pintu Dharma ini. Yang ketujuh adalah “ajaran”. Orang harus bersumpah untuk berlatih sesuai dengan ajaran Sang Buddha. Jika tidak berlatih selaras dengannya, maka meskipun telah berlatih selama masa ribuan tahun sebanyak pasir di Sungai Gangga, ia tetap tidak akan berhasil. Seumpama memasak pasir dan berharap pasir itu menjadi nasi; hal seperti itu tak akan pernah terjadi. Namun untuk bisa berlatih selaras dengan ajaran Sang Buddha, orang pertama-tama harus memahami “doktrin”. Sehingga yang kedelapan adalah “doktrin”, yaitu prinsip Jalan. 59

NAMO HE LA TA NA TUO LA YE YE, dan seorang sahabat sejati akan datang padanya. Jika seluruh mantra ini dapat dinyatakan, baik sekali. Jika tidak, nyatakan saja kalimat pertama, dan itupun akan mendatangkan keberhasilan yang tak terukur, pencapaian kebajikan dan buah-buah jasa baik yang tak terbatas. Kalimat mantra ini juga adalah “Dharma Untuk Membuat Takluk”. Ia menyebabkan makhluk-makhluk surga dan mereka yang berasal dari agama lain takluk ketika mendengarnya. Kalimat ini, bagaimanapun juga bukanlah suatu “Dharma Untuk Mengumpulkan dan Menangkap”. Jika suatu mantra “Mantra Untuk Mengumpulkan dan Menangkap” diucapkan, semua makhluk aneh dan semua setan akan dikumpulkan dan diikat menjadi satu. Sehingga, kekuatan dari satu kalimat ini saja, NAMO HE LA TA NA TUO LA YE YE, sungguh tak terperikan. Jika harus diuraikan dengan rinci, akan tak ada habis-habisnya. NA MO berarti “mengembalikan hidup dan tunduk dengan sepenuh hati”. HE LA TA NA artinya “permata”. TUO LA YE artinya “tiga”. YE itu “penghormatan”. Bersama-sama, katakata ini mengandung arti kita harus mempersembahkan tubuh, hati, hakikat, dan hidup kita kepada Tiga Permata yang tidak terbatas, tidak terbatas, di sepuluh penjuru dari ketiga zaman, dan berlindung kepada Mereka. Kita harus bersujud dengan khidmat kepada Tiga Permata. Buddha-Buddha di masa lalu tidak terbatas, Buddha-Buddha di masa sekarang juga tidak terbatas, dan Buddha-Buddha di masa yang akan datang tidak terbatas. Sehingga Tiga Permata itu tidak terbatas, tidak terbatas. 2. Na Mo Oh Li Ye NA MO, seperti telah dijelaskan, bermakna “mempersembahkan hidup dan tunduk dengan hormat”, atau dengan kata lain, belajar dengan penghormatan tertinggi di bawah kaki para Buddha dan Bodhisattva. OH LI artinya “yang bijaksana”, juga dapat berarti, “jauh dari semua kejahatan dan dari semua Dharma yang tidak baik”. Orang mesti menjauhkan diri dari semua Dharma yang tidak baik. 3. Po Lu Ci Ti Suo Po La Ye PO LU CI TI memphunyai arti “merenungkan”. Yang lain menerjemahkan sebagai ‘terang’, seperti di dalam kata Vairocana, “cahaya terang yang menyinari semesta alam”. Kata-kata ini juga diterjemahkan sebagai “yang direnungkan dan diselidiki”, yang dimaksud di sini adalah alam-alam yang diperhatikan. SUO PO LA YE artinya “kebahagiaan”. Keseluruhan kalimat ini dengan demikian bisa diartikan sebagai “kebahagiaan kontemplatif” tiada lain tiada bukan, Bodhisattva Avalokitesvara, Bodhisattva Yang Mendengarkan Suara Dunia. 4. Phu Ti Sa To Po Ye

mendengar sutra ini dan mengucapkannya serta mendengar nama-nama semua Buddha ini. Lelaki berbudi atau wanita berbudi ini akan menjadi orang yang ingat akan Buddha dan dilindungi oleh semua Buddha dan tidak akan gagal mencapai Annuttara Samyak Sambodhi. Sebab itu Sariputra, kalian semua patut percaya dan menerima kata-kataku dan ucapan semua Buddha. Sariputra, kalau ada orang yang telah berikrar yang sedang berikrar atau yang akan berikrar: "Aku berhasrat lahir si negeri Amitabha". Orang-orang ini semua tidak akan gagalmencapai Annutara Samyak Sambodhi. Apakah dia lahir pada masa lampau, sekarang atau pada masa yang akan datang. Sebab itu Sariputra semua laki-laki berbudi dan wanita berbudi. Jika mereka orang-orang yang memilik keyakinan, seyogyanya berikrar untuk lahir di negeri ini. O Sariputra sebagaimana Aku memuji jasa dan kebaikan semua Buddha, semua Buddha juga memuji jasa dan kebajikanKu yang tak terkirakan, dengan mengucapkan kata-kata : "Sakyamuni Buddha dapat melasanakan secara luar biasa perbuatan-perbuatan sulit di dunia saha, dikurun kejahatan dari lima kekeruhan diantara kekeruhan kalpa, kekeruhan pandangan, kekeruhan penderitaan, kekeruhan makhluk hidup dan kekeruhan kehidupan. Ia dapat mencapai Annuttara Samyak Sambodhi. Demi makhluk hidup, membabarkan Dharma. Ini yang diseluruh dunia sulit dipercaya, Sariputra. Kamu seharusnya mengerti bahwa Aku, dikurun kejahatan dari lima kekeruhan mempraktekkan perbuatan yang sulit ini, mencapai Annuttara Samyak Sambodhi. Demi semua dunia kuucapkan Dharma yang sulit dipercaya ini, benar-benar sulit untuk dipercaya." Setelah Hyang Buddha mengucapkan sutra ini, Sariputra dan semua Bhiksu, semua dewa manusia dan para Asura dan yang lain-lain dari dunia, mendengar apa yang telah Hyang Buddha sabdakan menyambut dengan sukacita, menyembah dengan sujud dan mohon diri.

Setiap orang tahu bahwa PHU TI artinya Bodhi, “pencerahan”. SA TO berarti “menyeberangkan”, seperti di dalam anak kalimat ‘menyeberangkan makhluk hidup’. PHU TI SA TO PE YE menyatakan bahwa para Bodhisattva mencerahkan dan menyeberangkan diri mereka. Mereka membangunkan diri mereka dan menyeberangkan hakikat diri mereka. PE YE masih tetap berarti “bersujud memberi hormat”. YE itu adalah “meletakkan kepala di atas tanah untuk menghormat”. Siapa yang dihormati? Orang memberi hormat kepada Bodhisattva yang telah mencerahkan dirinya sendiri dan membawa dirinya menyeberang. Di dalam penjelasan 58

43

SADDHARMA PUNDARIKA SUTRA VARGA [Sumber: Dharma Pitaka, Majelis Agama Buddha Mahayana Indonesia]

Saat itu Bodhisattva Akshayamati bangkit dari tempat duduknya. Dengan jubah di bahu sebelah kanannya terbuka. Beranjali kepada Buddha, sambil berkata : "O Lokanantha, Avalokitesvara Bodhisattva. Apakah sebabnya dinamakan ' Avalokitesvara' ? Buddha menjawab pertanyaan Bodhisatva Akshayamati : "Wahai Putra berbudi, bila terdapat ratusan ribu koti makhluk yang menderita berbagai kegelisahan. Bila mendengar Avalokitesvara Bodhisattva dan sepenuh hati memuji nama-Nya 'Avalokitesvara Bodhisatva' , akan segera mendengar suara mereka. Lalu membebaskan mereka dari segala penderitaan. Bila terdapat orang yang memuliakan nama Avalokitesvara Bodhisatva, sekalipun ia terjatuh ke dalam api yang menyala. Api itu tidak akan membakarnya. Karena pancaran mukzizat Bodhisattva itu. Bila terdapat orang yang hanyut terbawa banjir, memanjatkan nama Avalokitesvara Bodhisattva, maka ia akan selamat mencapai tempat yang dangkal. Bila terdapat ratusan ribu koti makhluk, yang pergi mencari emas, perak, lazuardi, musaragarbha, akik, koral, mutiara, dan harta karun lainnya, dengan menyebrangi samudra. Seandainya perahu mereka dilanda badai, sehingga terdampar di alam setan Raksasa. Jika ada di antara mereka, walau seorang saja memanjatkan nama Avalokitesvara Bodhisattva. Maka semua makhluk itu akan diselamatkan dari aniaya sang raksasa. Inilah sebabnya maka Avalokitesvara Bodhisattva dinamakan 'Avalokitesvara'. Seandainya ada orang akan dianiaya oleh para penjahat dengan memanjatkan nama Avalokitesvara Bodhisattva, maka pedang penjahat itu akan patah berkeping-keping dan iapun akan selamat. Apabila di alam semesta seluas Trisuhasra Mahasahasra Lokadatu dipenuhi para Yaksa dan Raksasa, dengan maksud menggoda manusia, ketika mendengar nama Avalokitesvara Bodhisattva dipanjatkan, maka para setan itupun tak berani melihat dengan mata kejamnya, apalagi menggoda. Dan jika terdapat seseorang, baik ia bersalah maupun tidak dibelenggu dengan rantai atau ikatan-ikatan lainnya memanjatkan nama Avalokitesvara 44

tidak akan dapat melarikan diri dari tiga nasib jahat. Di dalam Buddhadharma, tidak ada itu yang namanya basa basi. Orang tidak bisa berkata “Saya telah berlindung kepada Buddha, Dharma, dan Sangha, dan karenanya saya tidak akan jatuh ke neraka, tidak akan menjadi hantu kelaparan, ataupun binatang. Karenanya, saya boleh berbuat apapun yang saya sukai.” Tidak. Kebiasaan buruk harus diubah. Perbuatan bajik harus dilaksanakan. Jangan lagi melakukan perbuatan jahat. Orang pasti akan masuk ke neraka jika terus menanam karma buruk. Agama Buddha bukan seperti agama eksternal yang menyatakan, “Semua yang perlu kamu lakukan adalah percaya. Jika kamu percaya, meskipun kamu berbuat jahat, kamu akan diberi tempat di surga. Sebaliknya, jika kamu tidak percaya, walau berlimpah dengan kebajikan dan buah-buah jasa baik, kamu harus ke neraka.” Misalnya, ada orang percaya kepada Buddha, tetapi ia tetap berbuat kejahatan, tak ada pilihan lain, ia akan singgah di neraka. Juga seandainya, ada orang yang tidak mempercayai adanya Buddha, jika berlimpah kebajikan dan buah-buah jasa baik, ia tetap akan mendapatkan surga. Doktrin di dalam agama Buddha tidak membingungkan, tidak ada katakata, “Jika kamu percaya kepada Buddha, semuanya akan beres.” Meskipun telah percaya kepada Buddha, orang tetap harus tidak berbuat jahat, karena jika berbuat jahat, ia akan ke neraka. “Baiklah kalau begitu,” barangkali ada yang nyeletuk, “lalu, untuk apa kita berlindung kepada Tiga Permata kalau toh nantinya juga harus masuk neraka?” Dengan berlindung, kita mengubah perbuatan jahat, dan beralih kepada kebajikan. Perbaikilah kesalahan yang telah dilakukan, jadilah orang yang baru sama sekali. Sejak menyatakan berlindung, teruslah berbuat kebajikan dan tidak lagi berbuat jahat. Maka manfaat yang tak terukur akan datang menghampiri. Oleh karena itu, NAMO HE LA TA NA TUO LA YE YEartinya tidak lain tidak bukan, “Berlindung kepada Tiga Permata yang tidak terbatas, tidak terbatas.” Dengan mengucapkan baris pertama dari mantra ini, segala macam bencana akan terkikis. Pada saat-saat kritis, jika orang terus menerus mengucapkan NAMO HE LA TA NA TUO LA YE YE, segala macam bencana akan menyingkir. Bencana besar akan menjadi kecil, dan bencana kecil akan sama sekali hilang. Inilah yang disebut “Dharma Untuk Mengikis Bencana”, satu di antara Lima Dharma Esoterik. [1] Di samping itu, pengulangan bacaan ini juga merupakan “Dharma Untuk Menambah Manfaat”. Jika orang yang telah memiliki akar yang baik mengucapkan mantra ini, akar baiknya akan bertambah, dan berkah yang diterimanya akan semakin berlimpah-limpah. Inilah “Dharma Untuk Menambah Manfaat.” Jika Mantra Welas Asih Agung dapat dilafalkan, meskipun cuma baris yang pertama, itu disebut “Dharma Pencapaian”. Apapun yang diidamkan dalam hati, apapun yang didambakan, akan tercapai; semua harapan akan terkabul. Orang yang mengucapkan mantra ini dengan sepenuh dan setulus hati, akan berhasil dalam apapun yang dilakukannya. Sebagai contoh, jika ada orang yang tidak memiliki putra dan berharap mendapatkannya, ia cuma perlu mengucapkan NAMO HE LA TA NA TUO LA YE YE, dan ia akan memperoleh seorang putra. Namun mantra ini harus dinyatakan dengan hati yang tulus, dan tidak cuma untuk satu atau dua hari. Paling sedikit mantra ini harus diucapkan selama tiga tahun. Jika orang tak memiliki teman, dan berharap mendapatkan seorang sahabat sejati, ucapkan saja 57

Penjabaran Maha Karuna Dharani Oleh: Yang Mulia Tripitaka Acarya Hsuan Hua 1. Namo He La Ta Na Tuo La Ye Ye Kita mengucapkan “Na mo Amitabha Buddha”, dan “Na mo Guru Agung Sakyamuni Buddha”, namun apa artinya “Na mo”? Hanya sedikit orang yang tahu. Beberapa tahun yang lalu saya mengajukan pertanyaan ini dalam suatu persamuan dan tidak ada seorang pun yang dapat memberikan jawaban yang memuaskan. NA MO adalah kata Sansekerta yang mempunyai arti “berlindung”. Kata ini juga berarti “mempersembahkan seluruh hidup dan tunduk dengan hormat”. Artinya, “Saya mempersembahkan seluruh hidupku kepada Sang Buddha. Saya sendiri tidak menginginkannya, saya telah mempersembahkannya kepada Sang Buddha dan jika Ia menyuruhku hidup, saya hidup; jika Ia menyuruhku mati, saya mati. Saya mematuhi perintah Sang Buddha. Inilah yang dimaksud dengan ‘mempersembahkan hidup’.” “Tunduk dengan hormat” artinya tunduk dengan sepenuh hati dan berlindung kepada Sang Buddha. Inilah artinya NA MO. Dengan mempersembahkan seluruh hidup ini, kita berlindung kepada Buddha dengan tubuh jasmani dan pikiran kita; kita mempersembahkan hidup kita kepada Sang Buddha dan berlindung kepada-Nya. Secara umum NAMO HE LA TA NA TUO LA YE YE berarti “berlindung kepada Tiga Permata yang tak terbatas di sepuluh penjuru”. Inilah tubuh sejati Bodhisattva Yang Mendengarkan Suara Dunia. Meskipun merupakan tubuh sejati dari Sang Bodhisattva, kalimat ini juga mengandung makna, pergi berlindung kepada semua Buddha di sepuluh penjuru di masa lalu, masa kini, dan masa yang akan datang. Dengan mengucapkan baris mantra ini, tidak hanya kita yang menyatakan berlindung kepada Tiga Permata dari sepuluh penjuru yang tak terbatas, yang kekal; semua makhluk yang mendengar bahasa rahasia ini juga akan mempersembahkan hidup mereka dan tunduk dengan hormat. Makna Tiga Permata tentu telah dimengerti. Permata Buddha, Permata Dharma, Permata Sangha. Semestinya diketahui bahwa Permata Buddha adalah benda paling agung dan mulia yang ada. Demikian juga, Permata Dharma dan Permata Sangha adalah yang paling agung dan paling terhormat. Tidak hanya di dunia, tapi bahkan di atas dunia; pada semua jalan ke surga dengan pencerapan maupun surga tanpa pencerapan, tidak ada yang lebih agung ataupun lebih terhormat dibandingkan dengan Tiga Permata Buddhadharma. Alam Dharma dari para Buddha adalah yang tertinggi dari sepuluh alam Dharma. Oleh karena itu kita harus pergi berlindung dengan sepenuh hati kepada Tiga Permata yang paling mulia. Dan dengan keyakinan yang dalam dan luas, menerima-Nya dengan penuh bakti, tanpa setitik pun debu keraguan. Orang mungkin bertanya, “Apa untungnya berlindung kepada Sang Buddha?” Paling sedikit, jika seseorang berlindung kepada Buddha, ia tidak akan jatuh ke neraka; jika berlindung kepada Dharma, ia tidak akan menjadi hantu kelaparan, dan jika berlindung kepada Sangha, ia tidak akan menjadi binatang. Namun ini tentunya dengan catatan : semua itu diikuti dengan menjalankan semua perbuatan bajik sesuai dengan ajaran. Jika ia tetap membunuh, mencuri, menjalankan perilaku seks yang salah, berbohong, atau meminum minuman keras, membakar rumah, melakukan apapun yang disenangi, seperti sebelumnya, ia 56

Bodhisattva, maka akan terbebas dari belenggu tersebut. Apabila di alam semesta seluas Trisuhasra Mahasahasra Lokadatu dipenuhi oleh penyamun-penyamun yang bersenjata. Ada seorang pemimpin pedagang yang membawa rombongannnya, membawa banyak permata berharga melewati jalan yang berbahaya. Salah seorang dari mereka berkata, “ Putra-putra yang berbudi, janganlah takut! Kalian seharusnya dengan sepenuh hati memanjatkan nama Avalokitesvara Bodhisatva. Maka Bodhisattva melindungi dan mengaruniakan Daya “Abhayanda”. Demikianlah apabila kita menyebut nama Beliau, kalian akan selamat dari penyamun-penyamun itu.” Setelah mendengar hal tersebut, para pedagang bersama-sama memanjatkan “Namo Avalokitesvara Bodhisattva”. Dengan memanjatkan nama tersebut selamatlah mereka. Wahai, Akshayamati ! Avalokitesvara Bodhisatva Mahasattva, demikianlah Vikurvanabala yang dipancarkan Beliau. Bila ada makhluk, diliputi dorongan nafsu birahi ( Ragah ) dengan tekun merenungkan dan memuja Avalokitesvara Bodhisattva. Mereka akan terbebas dari nafsu birahinya. Jika diliputi oleh kebencian dengan tekun merenungkan dan memuja Avalokitesvara Bodhisattva , mereka akan terbebas dari kebencian. Jika diliputi oleh kebodohan batin ( Moha ), dengan tekun merenungkan dan memanjatkan nama Avalokitesvara Bodhisattva. Mereka akan terbebas dari kebodohan batin. Wahai, Akshayamati ! Avalokitesvara Bodhisattva memilik Vikurvanabala yang demikian besar manfaatnya. Oleh karenanya, hendaklah para umat selalu merenung kepada-Nya. Apabila ada seorang wanita menginginkan anak laki-laki dan ia selalu memuja Avalokitesvara Bodhisatva, maka ia akan memperoleh seorang putera yang memiliki kebajikan dan kebijakan. Jika ia menginginkan seorang anak perempuan, maka ia akan memperoleh seorang anak perempuan yang berbudi. Akar-akar kebajikannya telah bertunas pada masa yang kampau sehingga dikasihi semua orang. Demikianlah, Akshayamati, Kekuasaan Avalokitesvara Bodhisattva. Bila para umat, memuja dengan ikhlas dan jujur pada Avalokitesvara Bodhisatva, maka hasilnya tidak akan sia-sia. Oleh karena itu para umat harus menghayati dan memuliakan nama Avalokitesvara Bodhisattva. Wahai Akshayamati ! Seandainya ada seorang yang memuja nama Bodhi45

satva sebanyak 62 koti butiran pasir Sungai Gangga dan sepanjang hidupnya mempersembahkan makanan, minuman, jubah, perabotan, obat-obatan, betapa besar dalam pikiranmu timbunan amal jasa putera maupun puteri yang berbudi tersebut." Akshayamati menjawab : Sangat banyak, O Lokanantha. Buddha melanjutkan : "Jika ada seseorang selalu memuja nama Avalokitesvara Bodhisatva, meskipun hanya sekejap, menghormat dan mempersembahkannya. Maka timbunan amal jasa yang dihasilkan kedua orang itu adalah sebanding. Besar amal jasa keduanya tak mudah habis walaupun dalam masa ratusan ribu koti kalpa. Wahai Akshayamati, selalu memuja nama Avalokitesvara Bodhisatva akan memperoleh karunia yang tak terhingga yang tak terbatas. Bodhisattva Akshayamati bertanya kembali kepada Buddha :"O Lokanantha! Avalokitesvara Bodhisatva, bagaimana berkelana di alam semesta ini dan bagaimana Beliau membabarkan Dharma kepada semua makhluk dan apakah tingkat kecakapan yang dimilikinya. Buddha menjawab pertanyaan Bodhisattva Akshayamati :"Putra berbudi, jika para umat di suatu alam akan diselamatkan dengan tubuh seorang Buddha. Avalokitesvara Bodhisattva akan menampakkan diri dan mengkhotbahkan Dharma dengan wujud seorang Buddha. Jika kepada mereka harus diselamatkan dengan tubuh seseorang Pratekya Buddha, Beliau mengajarkan Dharma dengan wujud seorang Pratekya Buddha. Jika mereka harus Ia selamatkan dengan tubuh seorang Sravaka, Beliau mengajarkan Dharma dengan wujud seorang Sravaka. Jika mereka harus Ia selamatkan dengan tubuh seorang Brahma, maka Beliau mengajarkan Dharma dengan tubuh seorang Brahma. Jika mereka harus Ia selamatkan dengan tubuh seorang Sakra, maka Beliau mengajarkan Dharma dengan tubuh seorang Sakra. Jika mereka harus Ia selamatkan dengan tubuh seorang Isvara, maka Beliau mengajarkan Dharma dengan wujud seorang Isvara. Jika mereka harus Ia selamatkan dengan tubuh seorang Mahesvara, maka Beliau mengajarkan Dharma dengan wujud seorang Mahesvara. Jika mereka harus Ia selamatkan dengan tubuh seorang Senapati, maka Beliau mengajarkan Dharma dengan wujud seorang Senapati. Jika mereka harus Ia selamatkan dengan tubuh seorang Vaisravana, maka Beliau mengajarkan Dharma dengan tubuh Vaisravana. Jika mereka harus Ia selamatkan dengan tubuh seorang Culla Cakravarti, maka Beliau 46

saran, mereka boleh menyediakan berbagai macam makanan serta sajian lain pada Hari Pravarana Sangha itu, dan mengadakan upacara Ulambana di suatu tempat suci dengan maksude berdana makanan kepda prang suci yang datang dari 10 penjuru, sehingga ayah-bunda mereka yang masih hidup mendapat umur panjang dan senantiasa menikmati hidup yang sejahtera. Sedangkan orangtua mereka yang telah meninggal beserta ayah-bunda dalam 7 turunan dari masa yang lampai itu dapat keluar dari alam Setan-Kelaparan atau alam Samsara lain, dan mereka dapat dilahirkan di alam Manusia atau di alam Kebahagiaan, agar mereka dapat berbahagia selama-lamanya.” “Lagi, jika para siswa-siswi Buddhis yang berhasrat ingin mengadikan dirinya kepada leluhurnya serta kedua orangtua yang masih hidup atau pun yang sudah meninggal dunia, mereka seyogyanya senantiasa merenungkan kondisi kedua orangtua yang masih hidup atau yang sudah meninggal itu, apakah mereka hidup bahagia atau tidak. Bilamana keadaan para siswa-siswi Buddhis mengizinkan sebaiknya setiap tahun pada tanggal 15 bulan 7 (penaggalan Candrasangkala) mengadakan upacara Ulambana untuk berdana kepada Buddha dan Sangha, guna membalas budi kedua orangtuanya yang telah bersaja kepada anal-anaknya.” “Demikianlah, semoga semua siswa-siswi Buddhis dapat menghayati Dharma yang sangat berarti ini.” Hyang Buddha mengakhiri khotbahnya. Pada saat itu, Bhiksu Maha Maudgalyayana beserta keempat kelompok siswa-siswi Buddha merasa bergembira setelah mendengarkan khotbah Hyang Buddha dan mereka bertekad menghayati Dharma-Nya. Kemudian mereka bersikap anjali dan menghormat kepada Hyang Sakyamuni Buddha, lalu pergi.

55

persembahyangan, agar para leluhur atau orangtua si pemuja, baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal beserta para leluhur sebanyak 7 turunan dan familinya mendapat kesempatan untuk membebaskan dirinya dari Alam Samsara secepat mungkin. Setelah para suci berkumpul, mereka langsung mengadakan upacara persembahyangan serta mengucapkan mantra-mantra penting, kemudian melakukan meditasi dengan suasana yang amat khidmat. Setelah meditasi selesai barulah para hadirin menerima dana dan makanan beserta sajian lain, semuanya diletakkan di altar Buddha rupang atau dikelilingkan pada Stupa Buddha, dan para hadirin mengucapkan mantra lagi. Setelah selesai barulah dimakan dengan cara biasa. Pada saat upacara Ulambana itu selesai, Maha Maudgalyayana bersama para Bhiksu, Bhiksuni, para Bodhisattva-Mahsattva semua merasa amat senang dan gembira. Dan mulai saat itu persaaan dukacita dan keluh kesan Maha Maudgalyayana hilang total. Berkat kepahalaan dari upacara Ulambana tersebut, ibu Maha Maudgalyayana terbebas dari alam Setan-Kelaparan, dan masa hukumannya yang seharusnya dijalani sampai satu kalpa dihapuskan. Sewaktu Maha Maudgalyayana menyaksikan ibunya membebaskan dirinya dari Alam Samsara itu, tiba-tiba dalam hati beliau timbul perasaan iba terhadap para makhluk yang masih beeerada di alam Setan Kelaparan, yang masih menjalani hukuman di alam tersebut. Lalu beliau dengan berat hati menanyakan kepada Hyang Buddha: ‘O Lokanatha yang termulia! Sekarang ibu saya bersyukur karena diberkati oleh kekuatan maha-jasa dari Triratna beserta kewibawaan dan kebajikan para Sravaka Sangha, ......tetapi apakah para putra-putri yang berbudi atau siswa-siswi Buddhis di masa yang akan datang dapat menggunakan cara Ulambanapatra ini untuk menyelamatkan orangtua atau ayag-ibunya dalam 7 turunan yang telah meninggal pada masa silam? Sudikah kiranya Hyang Lokanatha menjelaskannya!” “Sadhu! Sadhu! Sadhu! Siswaku yang berbudi!” Hyang Buddha memuji Maha Maudgalyayana, “bagus sekali pertanyaanmu! Sesungguhnya halhal yang demikian penting itu telah siap Kuuraikan kepada para umat sekalian, akan tetapi perhatianmu telah mendahului-Ku. Sekarang dengarlah baik-baik, O, Putra-putri yang berbuydi! Apabila terdapat bhi8ksu, Bhiksuni, para raja, pangeran, pejabat-pejabat kerajaan, serta para rakyat jelata yang berada di masa sekarang atau di masa mendatang berkasrat ingin melaksanakan bakti, membalas budi kepada orangtuannya; iba-hati kepada para makhluk seng54

mengajarkan Dharma dengan tubuh seorang Culla Cakravarti. Jika mereka harus Ia selamatkan dengan tubuh seorang Sresthi, maka Beliau mengajarkan Dharma dengan tubuh seorang Sreshti. Jika mereka harus Ia selamatkan dengan tubuh seorang Ghra Pati, maka Beliau mengajatkan Dharma dengan wujud seorang Ghra Pati. Jika mereka harus Ia selamatkan dengan tubuh seorang Naigama, maka Beliau mengajarkan Dharma dengan wujud seorang Naigama. Jika mereka harus Ia selamatkan denga tubuh seorang Brahmana, maka Beliau mengajarkan Dharma dengan wujud seorang Brahmana. Jika mereka harus Ia selamatkan denga tubuh seorang Bhiksu-Bhiksuni, Upasaka-Upasika, maka Belia mengajarkan Dharma dengan wujud seorang Bhiksu-Bhiksuni, Upasaka-Upasika. Jika mereka harus Ia selamatkan dengan tubuh seorang Isteri dari Ghra Pati Kula Pati, Naigama, atau Brahmana, maka Beliau mengajarkan Dharma dengan wujud seorang wanita. Jika mereka harus Ia selamatkan dengan tubuh seorang Kumara dan Kumari, maka Beliau mengajarkan Dharma dengan wujud seorang KumaraKumari. Jika mereka harus Ia selamatkan dengan tubuh seorang Dewa, Naga, Yaksa, Gandharva, Asura, Garuda, Kinnara, Mahoraga, Manusia dan makhluk bukan manusia. Maka Beliau mengajarkan Dharma dengan wujud Dewa, Naga, Yaksa, Gandharva, Asura, Garuda, Kinnara, Mahoraga, Manusia dan makhluk bukan manusia. Jika mereka harus Ia selamatkan dengan tubuh seorang Dewa Vajra Pani, maka Beliau mengajarkan Dharma dengan wujud seorang Dewa Vajra Pani. Wahai Akshayamati ! Adalah Avalokitesvara Bodhisattva yang menghasilkan Pahala yang demikian agung. Dalam berbagai rupa muncul di alam semesta menyelamatkan semua makhluk. Oleh karena itu, dengan sepenuh hatimu muliakanlah Avalokitesvara Bodhisattva. Adalah Avalokitesvara Bodhisattva mampu membuat para umat yang berada dalam kecemasan dan ketakutan menjadi berani. Oleh sebab itu dalam dunia Saha ini menamakannya “Abhayandah”. Akshayamati Bodhisattva berkata kepada Buddha : " O Lokanantha ! Aku sekarang memberikan persembahan kepada Avalokitesvara Bodhisattva. Kemudian Ia menanggalkan seuntai kalung mutiara yang bernilai ratusan ribu tail emas dan mempersembahkannya. Serta mengucapkan : Paduka Yang Berbudi. Terimalah persembahan dana suci kalung mutiara. Tetapi Avalokitesvara 47

Bodhisatva tidak menerimanya" Bodhisattva Akshayamati berkata lagi kepada Avalokitesvara Bodhisattva : "O, Paduka Yang Berbudi. Kasihanilah hamba terimalah kalung mutiara ini." Pada waktu itu Buddha bersabda kepada Avalokitesvara Bodhisatva: “Kasihanilah Bodhisattva Akshayamati dan keempat kelompok makhluk Dewa, Naga, Yaksa, Gandharva, Asura, Garuda, Kinnara, Mahoraga, manusia dan makhluk bukan manusia dan yang lainnya, terimalah kalung itu.” Kemudian Avalokitesvara Bodhisattva, demi maitrinya kepada keempat kelompok serta demi para Dewa, Naga, Manusia dan makhluk menerima kalung itu. Lalu dibagi dua. Yang sebagian dipersembahkan kepada Sakyamuni Buddha. Yang sebagian lagi dipersembahkan kepada Stupa Permata dari Buddha Prabhuta Ratna. "Wahai Akshayamati! Demikianlah Avalokitesvara Bodhisattva memiliki Vikurvanabala yang begitu luhur, selalu mengelilingi Dunia Saha ini." Kemudian Akshayamati bertanya lagi dengan syair-syair sebagai berikut : 1.  “O, Lokhanantha! Dengan tanda-tanda ajaib yang demikian sempurna. Kubertanya lagi tentang Beliau. Mengapa Putra Buddha ini dinamakan ‘ Avalokitesvara’?”  2.  Taktala itu Buddha yang penuh tanda-tanda ajaib Sempurna, menjawab pertanyaan Akshayamati. “Dengarkanlah jasa yang dihasilkan Avalokitesvara. Beliau dapat mensukseskan pekerjaan di pelbagai alam semesta.  3.  Prasetyanya yang demikian agung bagaikan Samudera. Berkalpa-kalpa sulit diperkirakan, Beliau pernah memuliakan ribuan koti para Buddha dengan ikrar yang maha suci.  4.  Aku mengkisahkan kepadamu secara singkat. Dan kini anda bukan mendengar namaNya saja bahkan sudah melihat diriNya. Bertekadlah untuk merenungkan Dia tanpa henti. Akan melenyapkan segala Dukkha dari Dunia.  5.  Diumpamakan seseorang dengan niat jahat, melemparkan temannya ke dalam lubang api yang menyala. Ia merenung akan daya gaib Avalokitesvara. Lubang api akan menjadi kolam.  6.  Ataupun hanyut di sepanjang Samudera. Di ancam bahaya ikan buas, naga ganas, dan para setan. Ia merenung akan daya gaib Avalokitesvara, gelombang tidak akan dapat menenggelamkannya.  7.  Ataupun berada di puncak Semeru, di dorong jatuh penjahat. Ia merenung akan daya gaib Avalokitesvara. Bagaikan matahari, ia akan berdiri kokoh di angkasa.  8.  Ataupun dikejar-kejar orang jahat. Terjatuh dari atas Gunung Permata. Ia 48

“kemudian sajian-sajian tersebut setelah disiapkan diletakkan pada suatu tempat suci khusus untuk upacara Ulambana, lalu semua sajian itu dipersembahkan kepada para tokoh bijak dan para orang suci.” “Sebelum upacara itu diadakan, beritahukanlah ke seluruh penjuru, sehingga tepat ketika upacara diadakan, rombongan Arya akan datang untuk ikut bergembira dan merayakan upacara Ulambana yang diadakan oleh para pemuja. Para Arya tersebut adalah mereka yang sedang melakukan Samadhi di gunung-gunung; Para suci yang telah mencapai 4 macam pahala Buddha dengan identita bertingkat Arhat yang sedang berkelana dari bawah pohon ke pohon; Atau yang telah memperoleh Sad Abhijna, kemduain mereka yang sedang menjalankan kewajiban mengajarkan Dharma luhur kepada para Sravaka atau para Pratyekabuddha diberbagai daerah; Dan BodhisattvaMahasattva yang berstatus Dasa-Bhumiya (Sepuluh Tingkat Bhumi) yang mana mereka dapat menjelmakan dirinya sebagai Bhiksu, Bhiksuni, dan berbaur di dalam kelompok Sravaka-Sangha, menjadikan rombongan Arya sangat meriah.” “Ketahuilah, rombongan Arya tersebut datang ke tempat suci itu, bukan karena berniat mengambil sedekah makanan atau sajian belaka, tetapi mereka akan mempergunakan kewibawaan, kemampuan, dan kebajikan yang telah diperleh dari prilaku Sila-suci mereka. Dan jasa-jasa yang maha agung itu mereka limpahkan kepada para leluhur atau kedua orangtua si pemuja baik yang masih hidup maupun telah meninggal.” “Ketahuilah O, Maha Maudgalyayana yang berbudi! Barang siapa yang mengadakan upacara ini pada hari Pravaraana Sangha, maka orangtuannya yang masih hidup akan mendapatkan umur panjang, cukup sandang dan pangan, serta hidup mereka akan bahagia. Dan leluhurnya yang telah meninggalpun akan mendapat berkat yaitu jika leluhurnya berada di 3 Alam Samsara maka akan dibebaskan, bahkan apabila akar kejahatannya tidak berat, leluhurnya itu bisa mendapatkan tubuh yang bersinar dan disniari dari Sinar Buddha Mandarawa Sorga.” Setelah mendengar uraian Hyang Buddha, lalu Maha Maudgalyayana berteka untuk mengadakan upacara Ulambana untuk orangtuannya (ibunya) yang malang itu. Menjelang Hari Pravarana Sangha dan upacara Ulambana yang diakan oleh Maha Maudgalyayana, Hyang Buddha lantas mengumumkan dan memerintahkan kepada para Bhiksu, Bhiksuni, dan para Sravaka-Sangha yang berada di berbagai daerah agar semua berkumpul guna mengadakan 53

Ketahuilah, sebabnya adalah dosa-dosa yang pernah ditimbun oleh ibumu pada masa silam itu akarnya terlalu dalam, tentu saja kamu sendiri tidak dapat mencabut akar itu hanya dengan gaya gaib tanpa disertai kebajikan. Dan akar kejahatan itu tidak dapat kamu cabut seorang diri dengan mengandalkan daya gaib saja. Walaupun kamu bermaksud baik, bercita-cita luhur, sampai-sampai teriakanmu yang mengharukan bisa mengguncangkan langit dan bumi, tetap saja para Dewata, para Dewa Bumi dan Sorga, para orang suci, bahkan Raja Adikuasa dari Surga Catur Maharajakayika dan sebagainya, tidak dapat berbuat apa-apa; kesemuannya kehilangan cara untuk membantumu dan semua maksud baik dan segala keingianmu itupun sia-sia.” Hyang Buddha melanjutkan sabda-Nya: “Ketahuilah O Maha Maudgalyayana yang berbudi! Jika segala keinginan dan cita-citamu ingin terwujud, undanglah para Bhiksu dan Bhiksuni dari Sravaka-Sangha yang berada di 10 penjuru; butlah suatu kebaktian bersama dan buatlah juga kebajikan-kebajikan untuk dianugerahkan kepada ibumu. Dengan demikian segala belenggu dan kesengsaraan yang menimpa ibumi akan lepas semua.” “Sekarang akan Kuuraikan cara untuk menyelamatkan para umat yang sedang mengalami siksaan di Aalam Samsara kepada anda sekalian.” Hyang Buddha bersabda kepada Maha Maudgalyayana lagi: “Degarnlah baik-baik O Maha Maudgalyayana yang berbudi! Pada setiap tanggal 15 bulan 6 (menurut penanggalan Candrasangkala) adalah Haru Pravarana Sangha. Pada saat inilah para Bhiksu dan Bhiksuni yang berada di 10 penjuru berlibur, dan pada saat itu pulalah mereka sering mengadakan pembincangan untuk pertobatan.” “Pada saat itu, kamu bisa mengambil kesempatan untuk mengadakan suatu upacara berdana makanan kepada para orang suci, yakni upacara Ulambana namanya. Dan gunannya khusus untuk menyelamatkan orangtua si pemuja baik mereka yang masih hidup maupun yang telah meninggal atau yang sedang tertimpa malapetaka. Demikian pula untuk orangtua sebanyak 7 turunan yang hidup pada masa silam dan berada di Alam Samsara, di mana mereka belum mendapat kesempatan untuk membebaskan dirinya, juga dapat diselamatkan.” “Tepat pada waktunya sediakan nasi dan bermacam-macam saayurmayur, wewnagian, minyak guruh, pelita dan lain-lainnya; boleh disertai alatalat untuk mengambil air, untuk mandi dan minum. Boleh juga disertai perabot rumah. Dan bahan untuk sajian itu boleh dipilih dari barang yang bagus, sesuai dengan kemampuan si pemuja.” 52

merenung akan daya gaib Avalokitesvara tidak akan cedera seujung rambutpun.  9.  Ataupun dikepung segerombolan musuh. Masing-masing menyerang dengan pedang terhunus. Ia merenung akan daya gaib Avalokitesvara. Rasa kasihan akan timbul seketika.  10. Atau menderita karena hukuman Raja. Hukuman mati menimpanya, ia merenung akan daya gaib Avalokitesvara. Pedang algojo patah berkepingkeping.  11. Ataupun ditahan di penjara, kaki dan tangan terbelenggu. Ia merenung akan daya gaib Avalokitesvara, maka ia akan terbebas dengan selamat.  12. Ataupun dengan guna-guna dan racun. Bermaksud hendak merusak jiwanya, ia merenung akan daya gaib Avalokitesvara, kejahatan itu akan berbalik kepada yang berbuat.  13. Ataupun dikepung raksasa. Naga ganas dan setan jahat lainnya, ia merenung akan daya gaib Avalokitesvara. Maka mereka tak akan sanggup menyakiti.  14. Andaikata dikepung oleh binatang buas. Dengan gigi dan cakar yang tajam, ia merenung akan daya gaib Avalokitesvara, mereka akan lari tunggang langgang.  15. Jika bertemu ular ganas dan kalajengking berbisa memancarkan nafas berbisa bagai asap api yang sedang menyala, ia merenung akan daya gaib Avalokitesvara. Mendengar suara itu mereka akan mundur seketika.  16. Petir menyambar dari awan dan guntur yang dashyat, hujan dengan curahan butiran es, ia merenung akan daya gaib Avalokitesvara. Mendengar suara itu mereka akan mundur seketika.  17. Para makhluk sedang mengalami berbagai malapetaka kesusahan dan kesedihan yang tiada tara, dengan kebijaksanaan yang sempurna dari Avalokitesvara dapat mengatasi segala penderitaan alam semesta.  18. Vikurvanabalanya telah sempurna, yang memiliki kebijaksanaan luhur tak terhingga. Di dalam 10 penjuru negeri, tak ada satu tempatpun Beliau tidak menempatkan diriNya.  19. Berbagai tingkat alam rendah, alam Neraka, alam Setan dan alam Binatang, Dukkha akan kelahiran, tua, sakit, kematian, setingkat demi setingkat dapat diakhirinya.  20. Beliau memiliki Pandangan Benar, Suci nan Sempurna. Demikian pula kebijaksanaan yang luas. Penuh Maitri Karuna. Sepantasnyalah menghormat 49

dengan jujur dan ikhlas.  21. Beliau memiliki sinar hidup tiada ternoda. Bagaikan matahari dan melenyapkan kegelapan, Dapat memusnahkan bencana api dan badai ganas. Sinarnya senantiasa memancar ke seluruh alam.  22. Maitri dapat mencegah gelegar guntur. Karuna selembut gumpalan awan. Kepada umatnya selalu mencurahkan hujan Dhamma tanpa akhirnya (Amrta). Dapat mengakhiri segala kegelisahan dunia fana.  23. Sengketa dengan pemerintah. Merasa kecewa dalam pertempuran. Ia merenung akan daya gaib Avalokitesvara. Musuh-musuh dapat diatasinya.  24. O, betapa indahnya suara Avalokitesvara. Suara Brahma, suara deburan pasang samudra melampaui segala suara alam semesta. Oleh karena itu, renungkanlah sepenuh hati untuk selama-lamanya.  25. Janganlah ragu di dalam hati. Avalokitesvara, Maha Suci dan Sempurna. Bila terdapat kegelisahan –kegelisahan tentang Tumuimbal Lahir. Dengan meyakini Sutra-Nya, dapat membebaskan diri.  Demikianlah pahala sempurna yang dihasilkan dengan pandangan. Karena Ia mengamati para makhluk. Amal jasa-Nya tak terbatas laksana Samudra. Muliakanlah Dia dengan sepenuh hati."  Setelah itu Bodhisattva Dharanaidhara bangkit dari tempat duduknya. Pergi menghadapi Buddha sambil berkata : "O, Lokanantha! Bila ada makhluk hidup mendengar Varga tentang hasil kerja yang demikian sempurna dari Avalokitesvara Bodhisattva dan mengerti kekuatan mujijat penjelmaannya, maka tidaklah kecil akar kebajikan yang dimilikinya." Pada saat Buddha menguraikan Saddhama Pundarika Varga, 84.000 makhluk dari persamuan itu bertekad mencapai 'Anuttara Samyak Sambodhi' Saddharma Pundarika Sutra Varga, Yang Maha Sempurna Avalokitesvara Bodhisattva.

50

ULAMBANAPATRA SUTRA

[Sumber: Dharma Pitaka, Majelis Agama Buddha Mahayana Indonesia]

Demikian yang telah kudengar, pada suatu ketika, Hyang Buddha tinggal di Sravasti, di hutan Jeta di Taman Anathapindika. Pada saat itu, di kota Sravasti terdapat seorang siswa Buddha bernama Maha Maudgalyayana. Demi menyelamatkan oragntuannya yang telah meninggal dunia, maka beliau datang kepada Hyuang Buddha dan belajar Dharma luhur dengan tekun. Berkat ketekunannya menghayati ajaran-jaran Hyang Buddha maka beliau dapat memperoleh 6 macam Tenaga Batin (Sad Abhina). Dengan kepandaian itu beliau berhasrat membebaskan kedua orangtuannya dari kesengsaraan sebagai balas-budi atas jasa-jasa orangtuannya. Kemudian beliau bersamadhi, lalu dengan mata-batinnya mengamati seluruh alam semesta, dan melihat ibunya berada di alam Setan-Kelaparan. Oleh karena itbunya terlalu lama tidka dapat makan dan minum, maka tubuhnya tinggal tulang dan kulit yang kering, kurus dan pucat. Melihat kondisi ibunya sedemikian buruk, sedihlah hati Maha Maudgalyayana sehingga pikirnanya menjadi terganggu dan tidak tenang. Dengan amat tergesa-gesa beliau mengisi patranya dengan nasi, dan dengan daya-gaib nasi itu dikirimkannya kepada ibunya yang malang itu. Karena ia merasa sangat lapar serta khawatir nasinya direbut oleh setan-setan lain, maka setelah nasi itu diterma ibunya cepat-cepat menutupi nasi tersebut dengan telapak tangan kiri dengan serapat-rapatnya. Kemudian dengan tangan kanan ia mengambil segenggam nasi untuk meringankan rasa laparnya, tetapi betapa malangnya, begitu nasi itu sampai di depan mulutnya berubah menjadi arang yang membara dan iapun tak dapat memakannya dan tetap kelaparan. Melihat nasib ibunya yang malang itu, Maha Maudgalyayana sebagai seorang anak yang sangat cinta kepada orangtuannya, tiba-tiba berteriak sekeras-kerasnya serta menangis sejadi-jadinya. Karena tidak ada jalan lain terpaksalah beliau dengan perasaan dukacita kembali ke Vihara dan menyampaikan apa yang telah dialaminya kepada Hyang Sakyamuni Buddha. Hyang Buddha menerangkan kepda Maha Maudgalyayana: “O, Maha Maudgalyayana yang berbudi, apa sebabnya hingga daya kegaibanmu tidak dapat berbua sesuatu terhadap seseorang yang bertubuh Setan-Kelaparan? 51

Related Documents

Dharma
June 2020 18
Dharma
July 2020 25
Dharma
November 2019 48
Setetes Kasih
April 2020 6