Sekolah Gratis; Studi Kritis

  • Uploaded by: Iqbal Fahri (abu akif)
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Sekolah Gratis; Studi Kritis as PDF for free.

More details

  • Words: 3,340
  • Pages: 19
Artikel Inspiratif;

STUDI KRITIS SEKOLAH GRATIS; Antara kebijakan dan implementasi

Disusun oleh Iqbal Fahri, Kepala SMP Daar el-Salam Villa Nusa Indah, Blok S, Bojong Kulur, Gunung Putri, Bogor Email; [email protected], telp. (021) 82404755

Studi Kritis Sekolah Gratis:

Antara Kebijakan dan Implementasi Ditulis oleh: Iqbal Fahri1 ABSTRAKSI Peningkatan biaya satuan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) telah dijadikan pilar utama bagi pemerintah untuk mewujudkan pendidikan gratis pada tingkat pendidikan dasar terutama pada sekolah-sekolah negeri dan menggratiskan seluruh siswa miskin pada sekolah swasta. Langkah-langkah yang telah dilakukan oleh pemerintah untuk mewujudkan pendidikan gratis pada tingkat pendidikan dasar ternyata masih mengalami berbagai kendala dalam

pelaksanaannya. Hal ini ditandai dengan

semakin maraknya berbagai pungutan liar di sekolah-sekolah negeri dan belum jelasnya nasib sekolah-sekolah swasta berkaitan dengan kebijakan pendidikan gratis. tulisan ini mencoba untuk mencari titik temu sekaligus menawarkan solusi sehingga kebijakan pemerintah terkait dengan sekolah gratis benar-benar dapat diwujudkan dengan tetap mempertimbangkan kelangsungan lembaga pendidikan yang dikelola oleh masyarakat. Kata Kunci: Sekolah Gratis, BOS, dan Peningkatan Mutu Pendidikan Dasar.

Pendahuluan 1

Penulis adalah salah satu anggota komunitas Sekolah Daar el-Salam. Saat ini menjabat sebagai Kepala SMP Daar el-Salam yang beralamat di Villa Nusa Indah, Blok S, Bojong Kulur, Gunungputri, Bogor. Telp. Kantor (021) 82404755.

Undang-Undang Dasar 1945 sebagai dasar negara telah memberikan jaminan bagi setiap warga negara untuk mendapatkan pendidikan. Pendidikan sebagai hak warga negara menuntut teralokasikannya anggaran yang memadai sehingga pendidikan dapat diselenggarakan tanpa memungut biaya atau gratis melalui pembiayaan kas negara. UUD 1945 hasil amandemen juga telah mengamanatkan perihal 20% anggaran pendidikan. Sebagai upaya untuk mewujudkan amanat tersebut, pemerintah sejak bulan Juli 2005 telah mengeluarkan kebijakan tentang Bantuan Operasional sekolah (BOS). Mulai tahun 2009 biaya satuan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) mengalami peningkatan. Peningkatan biaya tersebut telah dijadikan pilar utama bagi pemerintah untuk mewujudkan pendidikan gratis pada tingkat pendidikan dasar terutama pada sekolah-sekolah negeri dan menggratiskan seluruh siswa miskin pada sekolah swasta2. Oleh karena itu, orientasi program BOS ke depan sebagaimana yang tercantum dalam Buku Panduan BOS 2009, bukan hanya berperan untuk penuntasan program wajib belajar 9 tahun melalui indikator Angka Partisipasi Kasar (APK) tingkat SMP, namun harus juga berkontribusi besar untuk peningkatan mutu pendidikan dasar. Guna menyempurnakan pendidikan gratis pada tingkat pendidikan dasar, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan yang semakin memperjelas jenis-jenis dana pendidikan, serta peran dan tanggung jawab masing-masing pemangku kepentingan. Demikian juga program buku murah Departemen Pendidikan Nasional yang dimulai tahun 2008. Langkah-langkah yang telah dilakukan oleh pemerintah untuk mewujudkan pendidikan gratis pada tingkat pendidikan dasar ternyata masih mengalami berbagai kendala dalam pelaksanaannya. Hal ini ditandai dengan semakin maraknya berbagai pungutan liar di sekolah-sekolah negeri dan belum jelasnya nasib sekolah-sekolah swasta berkaitan dengan kebijakan pendidikan gratis. Dilandasi atas pemikiran tersebut, tulisan ini mencoba untuk mencari titik temu sekaligus menawarkan solusi sehingga kebijakan pemerintah terkait dengan sekolah gratis benar-benar dapat diwujudkan dengan tetap mempertimbangkan kelangsungan lembaga pendidikan yang dikelola oleh masyarakat. Berikut ini kami akan paparkan langkah-langkah strategis yang dapat dilakukan agar pendidikan gratis di negara ini benar-benar dapat terwujud.

2

Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional, Buku Panduan BOS untuk Pendidikan Gratis, Tahun 2009, hal. 4.

Komitmen Pemerintah dan Pemerintah Daerah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mengamanatkan bahwa setiap warga negara yang berusia 7-15 tahun wajib mengikuti pendidikan dasar. Bahkan pada pasal 34 ayat (2) menyebutkan bahwa Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya, sedangkan dalam ayat (3) menyebutkan bahwa wajib belajar merupakan tanggung jawab negara yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat. Konsekuensi dari amanat Undang-Undang tersebut adalah pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan pendidikan bagi seluruh peserta didik pada tingkat pendidikan dasar (SD dan SMP) serta satuan pendidikan lain yang sederajat. Oleh karena itu, bila ditinjau dari sisi perundangan-undangan yang berlaku pendidikan gratis pada tingkat pendidikan dasar sangat memungkinkan dalam pelaksanaannya. Pendidikan gratis bisa juga sangat bergantung kepada kepedulian dan komitmen tinggi para kepala pemerintahan terhadap pentingnya pendidikan serta kejelian yang tinggi para pemangku kebijakan terhadap besarnya kebutuhan biaya pendidikan sesuai dengan kondisi masing-masing daerah. Dalam hal ini setidaktidaknya terdapat tiga langkah utama yang dapat dilakukan yaitu; pertama, dorongan kuat dari seluruh komponen masyarakat agar APBN maupun APBD masing-masing daerah mengalokasikan minimal 20% untuk anggaran pendidikan sebagaimana telah diatur dalam perundang-undangan. Kedua, mengingat bahwa pendidikan merupakan hak setiap warga negara yang dilindungi oleh konstitusi, maka perlu dipertimbangkan terobosan hukum sebagai upaya paksa yang apabila amanat UUD dan UU Sisdiknas tidak dilaksanakan akan berdampak pada pemberian sanksi hukum baik secara yuridis-formal sampai kepada sanksi politik bagi kepala pemerintahan yang tidak melaksanakannya. Guna memperkuat proses ini, diperlukan ’amandemen’ terhadap kalimat; pemenuhan pendanaan pendidikan dapat dilakukan secara bertahap pada penjelasan atas Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 49 ayat (1). Dengan demikian para kepala pemerintahan tidak relevan lagi menjadikan ’kelenturan’ penjelasan undang-undang tersebut sebagai argumentasi klise terhadap belum terpenuhinya alokasi pendidikan 20% dalam APBN dan/atau APBD. Ketiga, Memfungsikan dewan pendidikan pada setiap daerah sehingga dapat diketahui secara obyektif besarnya biaya pendidikan gratis yang diperlukan dengan tetap memperhatikan penyelenggaraan pendidikan yang bermutu dan berkualitas.

Bahkan bila dipandang perlu untuk peningkatan pendidikan bermutu dan berkualitas, masing-masing daerah dapat meningkatkan anggaran pendidikannya melebihi alokasi standar yang ditetapkan oleh UUD yaitu 20%. Keempat, mendorong masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam memberikan masukan dan gagasan-gagasan konstruktif melalui berbagai macam

media sehingga memungkinkan terjadinya

penguatan komitmen masyarakat seputar pemecahan masalah-masalah pendidikan yang bermutu dan berkualitas. Standarisasi Jenis Pembiayaan Kegiatan Sekolah Semenjak diberlakukannya Peraturan Pemerintah No. 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan, jenis-jenis biaya pendidikan semakin jelas dan gamblang. Menurut Peraturan Pemerintah ini biaya pendidikan dikategorikan menjadi 3 jenis, yaitu Biaya Satuan Pendidikan, Biaya Penyelenggaraan dan/atau Pengelolaan Pendidikan, serta Biaya Pribadi Peserta Didik. Sedangkan biaya satuan pendidikan adalah biaya penyelenggaraan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan meliputi; biaya investasi, biaya operasional, bantuan biaya pendidikan, dan beasiswa. Adapun BOS merupakan program pemerintah untuk penyediaan pendanaan biaya operasional bagi satuan pendidikan dasar. Sementara itu, dalam menangani penyelenggaraan pendidikan dasar 9 tahun yang bermutu di Indonesia, Pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Depdiknas melaksanakannya melalui pendekatan tiga kelompok program, yaitu yang berkaitan dengan pemerataan dan perluasan akses, peningkatan mutu; relevansi dan daya saing, serta tatakelola; akuntabilitas dan pencitraan publik. Bila kita mencermati ketentuan penggunaan dana BOS, maka sebagian besar penggunaannya untuk pemerataan dan perluasan akses. Walaupun ada sebagian kecil yang dialokasikan untuk peningkatan mutu, relevansi dan daya saing serta untuk tatakelola, akuntabilitas dan pencitraan publik. Hal ini sejalan dengan maksud dan tujuan digulirkannya dana BOS yaitu untuk penyediaan pendanaan biaya nonpersonalia bagi satuan pendidikan dasar pelaksana program wajib belajar. Walaupun dimungkinkan untuk kegiatan lain yang tergolong dalam biaya personalia dan biaya investasi. Untuk memperjelasnya berikut ini kami sajikan dalam bentuk tabel dilengkapi pengelompokkannya berdasarkan peraturan pemerintah No. 48 Tahun 2008.

Pemerataan dan

Biaya penerimaan siswa

Perluasan Akses

baru Biaya ulangan

BOS Pusat √

ulangan umum,

harian, BOS Pusat ujian



sekolah dan laporan hasil belajar siswa. Pembelian bahan-bahan

BOS Pusat √

habis pakai. Pembiayaan langganan

BOS Pusat √

daya dan jasa. Pembiayaan perawatan

BOS Pusat √

sekolah. Pembayaran

honorarium BOS Pusat

bulanan guru honorer dan tenaga honorer.

kependidikan



Pribadi Peserta Didik

Beasiswa

Penyelenggaraan dan/atau pengelolaan Pendidikan

Dana

Bantuan biaya pendididkan

Program

Sumber

Non personalia

Bentuk Kegiatan

personalia operasional

Pendekatan

investasi

Satuan Pendidikan

Kategori Biaya Menurut PP. 48

Pemberian bantuan biaya BOS Pusat transportasi

bagi

siswa

miskin yang menghadapi masalah

biaya



transport

dari dan ke sekolah. Peningkatan

Kegiatan Akademis:

mutu, relevansi

Peningkatan

dan daya saing

Proses Pembelajaran

Buku

Kualitas

referensi,

koleksi BOS Pusat



perpustakaan. Buku

teks

pelajaran, BOS Pusat √

koleksi perpustakaan. Biaya

pembelajaran BOS Pusat √

remedial, dan pengayaan. Pengembangan

Sumber

Daya Manusia Pengembangan guru

seperti

KKG/MGMP

profesi BOS Pusat pelatihan,



dan

KKKS/MKKS. Peningkatan Sarana

dan

Kualitas Prasarana

Pembelajaran

Pembelian desktop

komputer BOS Pusat untuk kegiatan

belajar siswa maksimum 1 set untuk SD dan 2 set untuk SMP.



Bila

seluruh

komponen BOS Pusat

telah

terpenuhi

pendanaannya dari BOS Pusat dan masih terdapat sisa dana, maka sisa dana BOS

tersebut



dapat

digunakan untuk membeli alat

peraga,

media

pembelajaran, mesin ketik dan mebeler sekolah. Kegiatan Non Akademis: Pembinaan Kesiswaan Biaya

kegiatan

kurikuler kesenian,

ekstra BOS Pusat olahraga,

karya

ilmiah

Tatakelola,

remaja dan sejenisnya. Pembiayaan pengelolaan BOS Pusat

akuntabilitas

BOS.

dan



pencitraan



publik

Memang UU Sisdiknas telah mensinyalir bahwa pembiayaan pendidikan tidak hanya merupakan peran pemerintah saja, didalamnya juga melibatkan pemerintah daerah dan peran serta masyarakat. Ketiga komponen ini dianggap dapat mewujudkan cita-cita konstitusi yaitu UUD 1945 perihal pendidikan sebagai hak warga negara. Oleh karena itu sudah saatnya diperlukan rumusan yang standar tentang jenis, bentuk dan/atau komponen pembiayaan sekolah yang

pada akhirnya setiap pihak yang

berkepentingan dapat berperan serta dalam penyediaannya. Berikut ini kami akan paparkan sejumlah rumusan komponen biaya yang terdapat dalam penyelenggaraan pendidikan yang bermutu dan berkualitas3.

3

Depdiknas, Dirjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Direktorat Pembinaan SMP, Panduan Pelaksanaan Pengembangan SMP Berbasis Masyarakat, tahun 2008. hal. 25 – 28.

Pemerataan dan

Biaya penerimaan siswa

Perluasan Akses

baru

BOS Pusat √

Beasiswa siswa miskin √

(kurang beruntung) Sosialisasi wajib belajar

Belum

agar calon siswa

teralokasi

mendaftar ke sekolah Biaya ulangan harian, BOS Pusat ulangan

umum,

ujian



sekolah dan laporan hasil belajar siswa. Pembelian bahan-bahan

BOS Pusat √

habis pakai. Pembiayaan langganan

BOS Pusat √

daya dan jasa. Pembiayaan perawatan sekolah.

BOS Pusat



Pribadi Peserta Didik

Beasiswa

Penyelenggaraan dan/atau pengelolaan Pendidikan

Dana

Bantuan biaya pendididkan

Program

Sumber

Non personalia

Bentuk Kegiatan

personalia operasional

Pendekatan

investasi

Satuan Pendidikan

Kategori Biaya Menurut PP. 48

honorarium BOS Pusat

Pembayaran

bulanan guru honorer dan tenaga



kependidikan

honorer. Pemberian bantuan biaya BOS Pusat transportasi

bagi

siswa

miskin yang menghadapi masalah

biaya



transport

dari dan ke sekolah. Peningkatan

Kegiatan Akademis:

mutu, relevansi

Peningkatan

dan daya saing

Proses Pembelajaran

Buku

Kualitas

referensi,

koleksi BOS Pusat



perpustakaan. Buku

teks

pelajaran, BOS Pusat √

koleksi perpustakaan. Biaya

pembelajaran BOS Pusat √

remedial, dan pengayaan. Beasiswa untuk pendidikan Belum siswa yang berbakat dan teralokasi berprestasi Pengembangan pemanfaatan pembelajaran

dan Belum bahan teralokasi/Te ralokasi bila Seluruh komponen operasional sekolah terpenuhi

√ √

Pengembangan

Sumber

Daya Manusia Pengembangan guru

profesi BOS Pusat

seperti

pelatihan,

KKG/MGMP



dan

KKKS/MKKS. Pengembangan

Belum

keterampilan guru dalam teralokasi/Te bidang studi dan metode ralokasi bila pembelajaran seperti CTL Seluruh dan life skill.

komponen



operasional sekolah terpenuhi peningkatan Belum

Kegiatan kualiatas

guru

memperbaiki

untuk teralokasi/Te proses ralokasi bila

belajar mengajar di dalam Seluruh kelas

komponen



operasional sekolah Peningkatan dan

terpenuhi kemampuan Belum

keterampilan

dalam

guru teralokasi/Te

pengembangan ralokasi bila

kurikulum tingkat satuan Seluruh pendidikan

komponen operasional sekolah terpenuhi



Peningkatan

kemampuan Belum

guru dalam pelaksanaan teralokasi penelitian tindakan kelas



dan penulisan karya tulis ilmiah. Peningkatan Sarana

Kualitas

dan

Prasarana

Pembelajaran

Pembelian desktop

komputer BOS Pusat untuk kegiatan



belajar siswa maksimum 1 set untuk SD dan 2 set untuk SMP. Bila seluruh

komponen BOS Pusat

telah

terpenuhi

pendanaannya dari BOS Pusat dan masih terdapat sisa dana, maka sisa dana BOS

tersebut



dapat

digunakan untuk membeli alat

peraga,

media

pembelajaran, mesin ketik dan mebeler sekolah. Penyediaan bahan dan

Belum

biaya pemeliharaannya

teralokasi/Te

seperti perangkat

ralokasi bila

laboratorium, tape

Seluruh

recorder, OHP, LCD.

komponen operasional sekolah terpenuhi



Penyediaan peralatan

Belum

olahraga dan seni

teralokasi/Te ralokasi bila Seluruh komponen



operasional sekolah Penyediaan komputer

terpenuhi BOS Pusat

untuk pembelajaran

hanya memperkena nkan 2 unit saja/teraloak si bila seluruh komponen operasional sekolah terpenuhi.

Kegiatan Non Akademis: Pembinaan Kesiswaan Biaya

kegiatan

kurikuler kesenian,

ekstra BOS Pusat olahraga,

karya



ilmiah

remaja dan sejenisnya. Penyelenggaraan lomba- Belum lomba sekolah.

teralokasi



Porseni dan pengembangan Belum minat dan bakat siswa.

teralokasi

Lomba sekolah sehat

Belum teralokasi





Pembinaan

pencegahan Belum

penyalahgunaan

Narkoba teralokasi



dan Penyimpangan seksual Tatakelola,

remaja Pembiayaan

akuntabilitas

BOS.

dan

pengelolaan BOS Pusat √

pencitraan

publik Pengembangan

sistem Belum

pendataan dan informasi teralokasi sekolah. Peningkatan



transparansi Belum

dan akuntabilitas sekolah teralokasi dalam

membuat

perencanaan kegiatan dan



program, implementasi dan pelaporan sekolah. Workshop

kegiatan penyusunan Belum

RPS, RAPBS, Renop

teralokasi



Kegiatan komite sekolah Belum untuk

mempertinggi teralokasi

kesadaran, motivasi dan keterlibatan

orang

tua

seperti kunjungan rumah dan kelas terbuka untuk orang tua.



Kegiatan

sekolah/komite Belum

sekolah untuk menjalin dan teralokasi memperkuat

hubungan

dengan

tua

orang

dan

masyarakat

dan

stakeholder

lainnya



(humas). Implementasi manajemen Belum berbasis sekolah.

teralokasi



Dari pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa BOS Pusat belum mampu membiayai sepenuhnya penyelenggaraan sekolah gratis, oleh karena itu diperlukan tambahan pembiayaan yang bersumber dari APBD sebagaimana telah diatur dalam perundang-undangan. Dalam hal ini pemerintah daerah dituntut untuk memiliki kerangka pemikiran yang komprehensip serta terukur terkait dengan pemenuhan biaya pendidikan sekolah gratis yang bermutu dan berkualitas. Kerangka pemikiran yang dimaksud meliputi antara lain, pertama, apakah pemerintah daerah akan menutupi kekurangan biaya operasional sekolah sehingga mencapai standar kelayakan penyelenggaran pendidikan di suatu daerah ataukah hanya akan membiayai jenis biaya satuan pendidikan yang lain seperti biaya investasi, bantuan biaya pendidikan, dan beasiswa. Kedua, bisa jadi pemerintah daerah mengkombinasikan seluruh jenis biaya satuan pendidikan untuk selanjutnya memproporsikan besarnya penyediaan biaya pada setiap jenis biaya satuan pendidikan sehingga pengelolaan pendidikan dapat bermutu dan berkualitas. Langkah ini tentunya perlu dikorelasikan sehingga pemenuhan aspek pada kegiatan pemerataan dan perluasan akses, peningkatan mutu; relevansi dan daya saing, serta tata kelola; akuntabilitas dan pencitraan publik dapat tercukupi dan proporsional. Sebenarnya, penyelenggaraan sekolah gratis dapat pula didasarkan pada rencana anggaran pendapatan dan belanja sekolah yang bersifat tahunan yang disusun oleh pihak sekolah dan stakeholder. Apabila RAPBS dapat terpenuhi oleh dana BOS Pusat, BOS Provinsi, dan BOS Kabupaten/Kota,

sekolah mempunyai kewajiban

untuk menggratiskan biaya pendidikan. Langkah ini akan semakin optimal, apabila pemerintah daerah mampu mensimulasikan standar biaya untuk seluruh kegiatan sekolah yang difokuskan pada harga satuan. Adapun besarnya volume satuan tetap disesuaikan dengan kondisi sekolah masing-masing. Apabila standarisasi harga satuan pada seluruh jenis kegiatan sekolah telah tersedia, maka langkah selanjutnya adalah mensupervisi RAPBS untuk memastikan apakah sekolah gratis dapat dilaksanakan atau belum. Karena bisa jadi, ada sekolah yang memiliki kegiatan yang berbasis keunggulan lokal dan/atau kegiatan yang lain yang bukan termasuk dalam kategori keunggulan lokal, tetapi memiliki korelasi yang sangat erat dalam

peningkatan

kualitas pembelajaran. Langkah supervisi ini penting dilakukan, agar tercipta komitmen dan kesepahaman antara penyelenggara pendidikan dengan pemerintah daerah sehingga segala kemungkinan yang terkait dengan pungutan liar dikemudian hari dapat dieliminir sedini mungkin. Selain itu, supervisi dapat pula memberikan rekomendasi bagi sekolah-sekolah yang diperkenankan memungut biaya tambahan dari pihak orang tua baik untuk kegiatan yang berbasis keunggulan lokal maupun kegiatan-kegiatan lain yang bukan termasuk dalam kategori keunggulan lokal, tetapi memiliki korelasi yang sangat erat dalam peningkatan kualitas pembelajaran. Oleh karena itu, perlu dipahamkan kepada seluruh pihak bahwa pendidikan gratis bukan sekedar masalah mengutak-atik biaya pendidikan, tetapi yang lebih penting dari itu adalah bagaimana pendidikan dapat berdaya melalui biaya pendidikan yang rasional, proporsional, terukur dan layak. Sekolah Swasta dan Pendidikan Gratis Berbeda dengan sekolah negeri, sekolah swasta dalam penyelenggaraan pendidikannya lebih bersifat mandiri dan independen. Sekolah swasta antara satu dengan yang lain, walaupun memiliki perbedaan dalam hal struktur, pola, dan pengelolaan pembiayaannya, sesungguhnya memiliki sejumlah persamaan yaitu, pertama, sumber dana terbesar berasal dari pihak orang tua seperti biaya penerimaan siswa baru (PSB), daftar ulang di awal tahun pelajaran, dan SPP Bulanan. Kedua, walaupun berbeda-beda pengalokasiannya, akan tetapi hampir sebagian besar sekolah swasta mengalokasikan biaya personalia dan nonpersonalia berasal dari biaya SPP Bulanan. Sedangkan untuk biaya investasi dan pengelolaan pendidikan selama satu tahun pelajaran dialokasikan dari biaya penerimaan siswa baru (PSB) dan daftar ulang. Ketiga, terdapat bentuk-bentuk kegiatan berbasis keunggulan yang cukup

bervariasi seperti kunjungan ilmiah, oubond, native speaker, career day, dan bentukbentuk kegiatan lainnya yang tidak difasilitasi dari dana BOS Pusat dan bahkan dihindari pemakaiannya karena menyerap biaya yang tidak sedikit. Sejak digulirkannya kebijakan sekolah gratis untuk sekolah-sekolah negeri, hampir sebagian besar sekolah swasta mulai merasakan imbasnya. Kebijakan sekolah gratis secara langsung maupun tidak langsung berdampak pada menurunnya minat orang tua untuk menyekolahkan anaknya di sekolah swasta. Padahal, kelangsungan sekolah swasta sangat bergantung pada besarnya jumlah siswa yang dimilikinya. Terlebih lagi bagi sekolah swasta yang performa layanan pendidikannya dianggap masyarakat kurang optimal, maka sekolah semacam ini akan mengalami kesulitan dalam mempertahankan kelangsungannya. Walaupun tidak dipungkiri, terdapat kecenderungan masyarakat memilih sekolah swasta dengan alasan pelayanan yang lebih baik walaupun harus rela membayarnya dengan biaya yang tidak sedikit. Kondisi semacam ini dikhawatirkan akan berimbas setidak-tidaknya dalam dua tinjauan. Pertama, perlindungan terhadap profesi para guru dan karyawan di sekolah-sekolah swasta. Kedua, secara implisit akan menurunkan minat masyarakat untuk berpartisipasi dalam penyelenggaraan pendidikan. Padahal, keberadaan sekolah-sekolah yang dikelola oleh masyarakat cukup membantu pemerintah dalam penuntasan wajib belajar di tanah air. Terkait dengan kebijakan sekolah gratis bagi sekolah-sekolah swasta, hingga saat ini pemerintah cukup berhati-hati dalam mengambil keputusan. Kebijakan yang diambil pun masih bersifat parsial yaitu meringankan beban biaya operasional sekolah serta menggratiskan siswa miskin di sekolah-sekolah swasta. Memang bukan pekerjaan yang mudah untuk menuntaskan konsep sekolah gratis terkait dengan sekolah-sekolah swasta. Hal ini sangat berbeda dengan kebijakan sekolah gratis di sekolah-sekolah negeri, karena biaya personalia (yaitu gaji bulanan dan tunjangan yang melekat pada gaji) para guru dan karyawannya telah dialokasikan tersendiri dalam

alokasi

gaji

bagi PNS.

Sehingga

pemerintah

dapat

memfokuskan

pembiayaannya pada jenis biaya satuan pendidikan lainnya. Oleh karena itu, kebijakan sekolah gratis bagi sekolah-sekolah negeri lebih memungkinkan dalam pelaksanaannya. Walaupun demikian, bila kita mengkaji lebih dalam penyikapan sekolahsekolah swasta terhadap dana BOS, setidak-tidaknya terdapat empat bentuk penyikapan yaitu pertama, sekolah swasta yang berkeberatan menerima dana BOS.

Kedua, sekolah swasta yang menerima dana BOS tetapi masih memungut biaya pendidikan dengan alasan tidak mencukupi. Ketiga, sekolah swasta yang mengalami kendala arus kas keuangan sehingga sangat membutuhkan bantuan pihak ketiga seperti pemerintah dan donatur untuk menanganinya. Keempat, sekolah swasta yang memiliki daya dukung finansial yang kuat

sehingga sejak awal didirikannya

diperuntukkan untuk sekolah gratis bagi masyarakat sekitar. Oleh karena itu, sejalan dengan amanat reformasi sistem pendidikan nasional yang salah satunya

meliputi penghapusan diskriminasi antara pendidikan yang

dikelola pemerintah dan pendidikan yang dikelola masyarakat, pemerintah maupun pemerintah daerah seyogyanya menjadikan empat bentuk penyikapan tersebut sebagai bahan rujukan dalam merumuskan kemungkinan sekolah gratis dan/atau sekurangkurangnya sekolah murah bagi sekolah-sekolah swasta. Untuk sekolah swasta yang menolak dana BOS, tetapi masih memungut biaya pendidikan kepada orang tua dapat dikategorikan sebagai sekolah yang tidak terlalu beresiko tinggi dalam menghadapi persaingan dengan sekolah-sekolah gratis sekaligus diyakini memiliki proteksi yang layak dan memadai terhadap profesi guru dan karyawan yang terlibat didalamnya. Bagi sekolah swasta yang menerima dana BOS

tetapi masih memungut biaya

pendidikan kepada orang tua dapat dikategorikan sebagai sekolah dengan biaya terjangkau, sehingga sekolah pada kategori ini dianggap masih mampu bersaing dengan sekolah gratis walaupun proteksi terhadap profesi guru dan karyawan yang terlibat didalamnya masih perlu diperhatikan. Adapun sekolah yang menerima dana BOS serta karena satu dan lain hal mengalami kesulitan dalam arus kas keuangannya kendati sudah memungut biaya pendidikan dari orang tua sehingga membutuhkan pihak ketiga seperti pemerintah dan/atau donatur dapat dikategorikan sebagai sekolah murah. Sekolah pada kategori ini tidak memiliki daya saing sedikitpun terhadap sekolah gratis sekaligus memiliki tingkat proteksi yang rendah terhadap profesi para guru dan karyawan-karyawannya. Sedangkan sekolah yang sejak didirikannya diperuntukkan sebagai sekolah gratis dan menerima dana BOS, dapat dikategorikan sebagai sekolah gratis yang tidak terlalu memiliki banyak kendala dalam persaingan dengan sekolah gratis lainnya tetapi masih perlu diperhatikan proteksi terhadap profesi para guru dan karyawan-karyawannya. Dengan demikian, selama pemerintah belum dapat memberikan

proteksi

terhadap para guru dan karyawan di sekolah-sekolah swasta, kebijakan sekolah gratis

tidak dapat sepenuhnya dapat diterapkan oleh pemerintah terhadap sekolah-sekolah swasta. Konklusi Mengingat masih banyaknya komponen biaya pendidikan yang belum teralokasikan dari pemerintah maupun pemerintah daerah, maka peran serta masyarakat sebagaimana disinnyalir dalam Undang-Undang Sisdiknas masih sangat diperlukan untuk mewujudkan sekolah gratis di tanah air. Oleh karena itu, pendidikan gratis yang diprogramkan pemerintah pada saat ini pada hakikatnya merupakan cikal bakal pendidikan gratis di masa yang akan datang atau mungkin lebih tepat disebut sebagai pendidikan murah bagi rakyat. Memang nampaknya para praktisi dan pemerhati pendidikan di tanah air masih perlu bersabar dan tetap terus memperjuangkan pendidikan yang benar-benar gratis di negeri ini. Bahkan, bukan suatu hal yang mustahil pemenuhan biaya pendidikan tidak berhenti pada kategori biaya satuan pendidikan dan penyelenggaraan dan/atau pengelolaan pendidikan saja, akan tetapi dapat juga memenuhi kategori biaya Pribadi Peserta Didik. Karena kita yakin, bahwa perjuangan yang diupayakan pada hari ini dapat benar-benar terwujud pada generasi yang akan datang. Semoga..

Related Documents


More Documents from ""