SHARING
Hamparkan Sajadahmu di Bumi Sakura Sri Wahyuni (Tinggal di Jepang) ‰Dan tidaklah mereka diperintah kecuali agar mereka hanya beribadah/menyembah kepada Allah sahaja, mengikhlaskan ketaÊatan pada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan hanif (lurus), agar mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat, demikian itulah agama yang lurus‰ (Surat Al-Bayyinah:5).
T
inggal di negeri yang mayoritas penduduknya non Muslim, di mana orang Islam sebagai minoritas, terkadang menimbulkan persoalan tersendiri. Terutama saat harus melaksanakan rutinitas keagaaman. Rasanya ada sesuatu yang berbeda saat melakukan kegiatan tersebut. Terkadang, muncul keinginan untuk menyembunyikan identitas diri sebagai Muslim. Ketika mau shalat, misalnya. Saat berada di luar rumah atau jauh dari masjid, kita bingung harus shalat di mana. Padahal shalat merupakan kewajiban yang harus ditunaikan, kapan saja dan di mana pun. Pada akhirnya keadaan itu memaksa kita untuk tidak peduli apakah tempat kita shalat sesuai dengan lingkungan atau bahkan sebaliknya. Artinya, kita harus siap untuk mengerjakan shalat di tengahtengah orang Jepang tanpa rasa malu dan rasa ragu. Siang itu, saat suamiku menunaikan shalat dzuhur dipinggir taman, kulihat beberapa pasang mata memandang dengan heran. Bahkan dalam beberapa kasus ekstrem, ketika seorang sahabat bersemangat menjalankan shalat di tengah keramaian, baru saja mengucapkan salam sebagai tanda berakhirnya
98
Edisi Perdana-Vol.01 Oktober 2008/ Syawwal1429
Tips Shalat di Bumi Sakura
U
sahakan keluar rumah dalam kondisi suci atau masih mempunyai wudlu, sehingga jika berada di luar rumah tidak bingung berwudlu. Selalu membawa sajadah atau alas untuk shalat. Selalu membawa kompas supaya mudah mencari arah kiblat Jika shalat usahakan tempatnya tidak mengganggu ketertiban umum, misalnya di taman. Jika harus shalat di tempat ramai, di mall misalnya mintalah ijin kepada satpam untuk ditunjukkan dimana tempat shalat/beribadah yang nyaman.
shalat, polisi datang menghampiri. Dengan nada sinis polisi itu pun menegur, ‰Besok-besok jangan melakukan gerakan-gerakan seperti ini (shalat) di depan umum ya. Bisa mengganggu ketertiban umum‰. Menyikapi perlakuan seperti ini, sikap lurus harus ditunjukkan. Perlu disadari bahwa pandanganpandangan aneh muncul dikarenakan ketidaktahuan mereka tentang ajaran shalat. Mungkin bagi mereka (orang non Muslim) tentu aneh melihat gerakangerakan shalat. Tapi jika kita sudah berlapang dada atas ketidaktahuan mereka, dengan sendirinya kita akan merasa nyaman untuk melaksanakan shalat di tempat umum, bahkan akan timbul keinginan kuat dalam hati untuk lebih mengenalkan shalat sebagai wujud dakwah amal kita. Setidaknya jika orang-orang Jepang itu melihat ada seorang Muslim yang tengah beribadah, mereka
Biasakan bepergian bersama teman Muslim lainnya yang sudah terbiasa shalat di tempat umum. Hal ini penting dilakukan untuk memupuk kepercayaan diri dan saling menasehati. Selalu membawa handuk kecil guna mengeringkan air wudlu supaya air wudlu tidak tercecer di lantai. Hal ini penting dilakukan agar kebersihan toilet terjaga, karena orang Jepang akan kurang senang jika ada pengguna toilet yang membuat basah tempat tersebut. Jadi sebenarnya mudah saja jika ingin shalat di Jepang ini. Meski pun masjid di negeri matahari terbit ini jumlahnya belum begitu banyak, Maha Besar Allah yang telah menyediakan tanah-Nya supaya dapat digunakan untuk shalat. (*)
tidak heran lagi karena sudah pernah melihat sebelumnya. Menjalankan shalat di negeri Sakura tidak selamanya dilaksanakan dibawah tatapantatapan heran orang Jepang. Misalnya, tatkala saya berada di museum Art of Tokyo, ketika itu waktu sudah memasuki shalat dzuhur. Dengan sopan saya tanyakan kepada petugas museum di mana tempat yang nyaman buat shalat. Dengan bingung ia menjawab. Tidak ada. Dengan isyarat tangan, saya sampaikan bahwa ibadah kami hanya butuh lima menit. Tak dinyana, petugas tersebut dengan senang hati menunjukkan sudut depan loker untuk saya menggelar sajadah. Jadilah saya shalat dengan tenang, di sudut museum dan juga di bawah tatapan aneh orang-orang Jepang yang melintas di sekitar saya. Namun yang jelas tatapan petugas itu lebih bersahabat karena ia tahu saya sedang beribadah. Begitulah romantika shalat di negeri Sakura ini. Jadi mulai sekarang jangan ragu lagi untuk menghamparkan sajadah Anda di bumi Sakura ini, untuk bersujud menyerahkan diri kepada Allah SWT sebagai bukti ketundukan kita sebagai hamba-Nya. Semoga Allah SWT selalu memberi kita kekuatan untuk mengenggam mutiara-mutiara Islam. Amin. (*)
Edisi Perdana-Vol.01
Oktober 2008/ Syawwal1429
99