S1-2016-335701-introduction

  • Uploaded by: tari
  • 0
  • 0
  • August 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View S1-2016-335701-introduction as PDF for free.

More details

  • Words: 7,506
  • Pages: 33
BAB I Pendahuluan

A. Latar Belakang Kosmetik merupakan bagian dari gaya hidup seseorang. Bagi kalangan wanita maupun pria mulai menyadari akan pentingnya kosmetik untuk memenuhi gaya hidup yang bersih, sehat, serta nyaman dan menarik untuk dipandang. Fenomena tersebut terjadi karena mereka memiliki kesadaran bahwa kosmetik sudah menjadi suatu kebutuhan untuk memenuhi gaya hidup mereka. Gaya hidup dan kosmetik tidak bisa lepas dari kaum wanita. Hampir semua wanita bergantung kepada produk kosmetik, terutama bagi wanita yang telah bekerja, mereka dituntut untuk selalu berpenampilan menarik. Fenomena tersebut membuat kaum wanita harus menentukan pilihan produk yang sesuai dengan diri mereka. Melihat pilihan produk yang semakin banyak, tidak dipungkiri bahwa telah terjadi perubahan perilaku konsumen. Ketika pilihan produk semakin banyak, konsumen menjadi semakin aktif mencari informasi produk. Hal tersebut berlaku pula pada produk kosmetik dan perubahan perilaku konsumen wanita. Seiring perkembangan produk kosmetik, konsumen wanita menjadi lebih aktif dan literate dalam mengakses informasi. Masyarakat menjadi semakin teliti dalam menentukan produk yang akan dibeli. Terlebih keberadaan internet juga semakin memudahkan penggunanya untuk mendapatkan berbagai informasi yang dibutuhkan. Dari survei yang dirilis oleh JakPat, 90 persen dari total responden yang mengatakan pernah melakukan transaksi e-commerce menyatakan bahwa mereka selalu membaca review barang sebelum menentukan pembelian. Dalam tulisan Randi Eka yang berjudul Masyarakat Indonesia Makin Selektif Berbelanja Berkat E-Commerce. dalam situs dailysocial.id, Tak hanya itu, nyaris semua konsumen e-commerce (99 persen) mengatakan selalu membaca ulasan tentang produk sebelum memutuskan untuk membeli. Hal tersebut menunjukkan bahwa kondisi konsumen saat ini sudah semakin cerdas sebelum mereka memutuskan untuk melakukan pembelian. Review produk semakin berkembang karena

1

konsumen memiliki kendali atas akses informasi yang semakin mudah serta arus informasi yang semakin bebas. Salah satu review produk yang sedang berkembang pesat sejak pertengahan tahun 2015 adalah online review dalam User-Generated Content (UGC) Purbasari Lipstick Color Matte. Produk lipstik bertekstur matte merupakan produk kosmetik yang sedang fenomenal dan menjadi sebuah tren yang diikuti oleh kalangan wanita baik di dalam negeri maupun mancanegara. Berdasarkan pemberitaan pada situs www.tribunnews.com berjudul Lipstik Tekstur Matte Tetap Jadi Tren di Tahun Depan oleh Fajar Anjungroso tahun 2015, Jenis Lipstik dengan tekstur matte, tahun 2015 ini telah mendominasi tren rias wajah wanita. Seriring dengan kemunculan tren tersebut, produk Purbasari Lipstick Color Matte tidak hanya menjadi buah bibir di kalangan pengguna kosmetik, namun produk tersebut juga diminati hingga sempat mengalami kelangkaan produk. Sudah menjadi hal yang wajar apabila sebuah brand kosmetik memiliki satu produk yang menonjol atau iconic. Selama ini brand lokal yang berada di bawah naungan PT. Gloria Origita Cosmetics ini dikenal karena produk lulur mandi yang legendaris, namun Purbasari belum pernah mengeluarkan produk kosmetik yang iconic. Kemunculan Lipstik Color Matte ini, membuat brand yang berdiri pada tahun 1993 ini menjadi perbincangan yang sangat ramai. Banyak masyarakat yang sebelumnya belum mengetahui produk tersebut, akhirnya menjadi tahu. Meskipun produk ini belum diiklankan di televisi, namun pada akhir tahun 2015 puluhan review kosmetik yang mengulas Purbasari Lipstick Color Matte sudah tersebar di berbagai media sosial, baik instagram, blog maupun video blog melalui channel Youtube. Lebih dari lima puluh review kosmetik yang ada di media online membahas tentang produk ini. Keberadaan online review tersebut telah menarik perhatian konsumen wanita hingga menyebabkan perubahan perilaku. Banyak konsumen yang sebelumnya tidak mengetahui produk tersebut serta tidak pernah mengakses informasi mengenai brand Purbasari, kemudian menjadi banyak konsumen yang mengakses review produk tersebut, mencari produk dalam review tersebut serta melakukan pembelian.

2

Kini keadaan konsumen di Indonesia semakin cerdas dan aktif. Mereka memperbincangkan brand sedemikian rupa di luar kendali perusahaan pemilik produk.

Konsumen

memiliki

kendali

atas

arus

informasi

yang

turut

mengendalikan pula perilaku orang lain yang mereka kenal. Hal ini terjadi karena kemudahan akses informasi sehingga pengguna tidak memerlukan waktu lama untuk membaca dan meng-update segala informasi tersebut. Semakin banyak pilihan produk, masyarakat menjadi semakin selektif sehingga ia berubah menjadi lebih aktif untuk mencari informasi produk sebelum memutuskan melakukan pembelian. Hal tersebut juga memicu berkembangnya aktivitas masyarakat yang membuat review produk untuk membantu memberikan informasi mengenai pengalaman setelah menggunakan produk. Fenomena tersebut memiliki keterkaitan dengan brand, karena review produk yang ditulis oleh pengguna, sebagian besar menyebutkan nama brand. Hal tersebut akan menimbulkan pengaruh terhadap persepsi atau penerimaan khalayak terhadap brand yang diperbincangkan. Kini, kendali atas sebuah brand tidak hanya dipegang oleh pemilik

brand

saja,

namun

juga

dikendalikan

oleh

konsumen

yang

memperbincangkan brand tersebut. Berdasarkan fenomena perubahan perilaku tersebut, Penelitian ini akan melihat apakah online review dalam User Generated Content Purbasari Lipstick Color Matte berpengaruh terhadap brand image kosmetik Purbasari. Penelitian ini berfokus pada penerimaan brand image karena adanya perubahan sikap konsumen terhadap brand Purbasari yang terlihat sangat jelas, berawal dari kemunculan review produk, banyaknya khalayak yang mengakses, hingga konsumen memutuskan melalukan pembelian. Hal inilah yang melatarbelakangi peneliti untuk mengetahui bagaimana brand image yang diterima khalayak setelah mengakses online review Purbasari Lipstick Color Matte. Penelitian ini penting untuk dilakukan karena objek dalam penelitian ini berpengaruh terhadap penjualan suatu produk. Diawali dengan bagaimana respon seseorang dalam melihat brand image suatu produk setelah mendapatkan stimulus dari media berupa online review dalam User Generated Content (UGC). Kemudian

3

pandangan terhadap brand image tersebut dapat menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi keputusan pembelian.

B. Rumusan Masalah Dari latar belakang dan gambaran fenomena yang telah dikemukakan di atas, rumusan masalah yang akan menjadi fokus dalam penelitian ini adalah: ―Bagaimana pengaruh online review dalam User Generated Content Purbasari Lipstick Color Matte terhadap brand image kosmetik Purbasari?‖

C. Tujuan Penelitian Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh Online review dalam User Generated Content Purbasari Lipstick Color Matte terhadap brand image kosmetik Purbasari.

D. Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan akan membawa manfaat baik secara akademis maupun manfaat secara praktis. 1. Manfaat akademis: Penelitian ini diharapkan dapat menambah kajian mengenai brand image suatu produk. 2. Manfaat praktis: Penelitian ini diharapkan dapat memberi rekomendasi bagi para praktisi dibidang periklanan, public relation dan marketing communication serta perusahaan untuk mengetahui bagaimana citra dari brand yang dikelola di kalangan masyarakat. Selain itu penelitian ini bermanfaat untuk mengetahui bagaimana penerimaanbrand image produk lokal Indonesia melalui media online dalam bentuk User Generated Content. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan bagi para pelaku

industri

kosmetik

lokal

untuk

mengembangkan

strategi

pengembangan brand yang dikelola melalui media online.

4

E. Objek Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk meneliti bagaimana khalayak menilai, memandang, menerima dan memberikan persepsi terhadap suatu brandtertentu, khusunya brand kosmetik dimana sangat dekat kaitannya dengan wanita. Artinya, penelitian ini mengeksplorasi khalayak wanita sebagai objek penelitian. Lokus penelitian ini terletak pada ranah penerimaan pesan. Sedangkan fokus penelitian ini adalah efek yang diterima oleh objek penelitian, yakni sikap objek penelitian dalam bentuk cara pandang terhadap suatu hal, dalam hal ini adalah cara pandang terhadap brand kosmetik Purbasari. Posisi brand Purbasari di pasar kosmetik Indonesia tidak hanya berada di dalam persaingan brand lokal, namun juga brand impor yang banyak dipasarkan di Indonesia seperti NYX, Revlon, Maybelline, dan lain sebagainya. Berdasarkan hasil survey terhadap sepuluh wanita yang memahami kosmetik, diperoleh data brand Purbasari berada pada urutan ke 14 dari 16 produk dengan urutan paling mahal hingga paling murah atau dengan kata lain, Purbasari menduduki peringkat ke-3 kategori kosmetik yang paling murah. Dalam kategori kosmetik yang dianggap berkualitas tinggi hingga rendah, Purbasari berada pada posisi ke-13, atau dengan kata lain Purbasari berada pada posisi ke 4 brand kosmetik yang dianggap memiliki kualitas rendah.

Urutan Brand kosmetik berdasarkan anggapan harga paling mahal hingga murah

Urutan Brand kosmetik berdasarkan anggapan berkualitas tinggi hingga rendah

Wardah

Wardah

Caring

Caring

Revlon

Revlon

Oriflame Purbasari Zoya

Oriflame Purbasari

3

3

5,36

Zoya

Ranee

Ranee

Sariayu Mustika Ratu

Sariayu Mustika Ratu

Ultima

Ultima

Loreal

Loreal

Maybelline LT Pro

Maybelline LT Pro

Pixy

Pixy

Make Over

Make Over

NYX

NYX

5

Urutan Brand kosmetik berdasarkan anggapan paling modern hingga tradisional

Wardah

Wardah Caring

Caring Revlon

Revlon

Oriflame

Oriflame Purbasari Zoya

Urutan Brand kosmetik berdasarkan anggapan paling alami hingga tidak alami

Purbasari

6,73

11,82

Zoya Ranee

Ranee

Sariayu

Sariayu

Mustika Ratu

Mustika Ratu Ultima

Ultima Loreal

Loreal

Maybelline

Maybelline

LT Pro

LT Pro Pixy

Pixy Make Over

Make Over

NYX

NYX

Gambar 1.1: Grafik survey brand kosmetik di Indonesia

Di dalam kategori kosmetik yang dianggap paling modern hingga tradisional, Purbasari berada pada urutan ke-11 atau urutan ke 5 kosmetik yang dianggap tradisional. Data ini menunjukkan bahwa dalam citra kosmetik modern, Purbasari masih berada di bawah Wardah, LT Pro, Make Over, dan juga Caring dimana keempat brand tersebut juga merupakan produk kosmetik lokal. Dalam kategori kosmetik yang paling alami hingga tidak alami, Purbasari berada pada urutan ke 6 dari 16 brand kosmetik yang dipasarkan di Indonesia.

F. Kerangka Teori Wanita dan kosmetik merupakan dua hal yang saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan. Kosmetik menjadi suatu gaya hidup tersendiri bagi kaum wanita untuk menunjukkan persona publik mereka. Kosmetik adalah bagian tak terpisahkan dari kultur konsumen wanita dan merupakan salah satu cara untuk menunjukkan pesona mereka pada khalayak. (Beausoleil, 1994; Bloch and Richins, 1992 ; Cash, 1988; Darden dan Worden, 1994; Etcoff, 1999).Tidak hanya sekadar untuk memenuhi gaya hidup saja, namun kosmetik juga merupakan sarana penemuan diri bagi kaum wanita. Beausoleil (1994); Women use cosmetics to audition various selves Thompson and Haytko (1997), and cosmetics matter

6

because they are a means of self invention (Hebdige, 1988). Penemuan diri dalam hal ini adalah bagaimana mereka akan menunjukkan siapa diri mereka di hadapan publik melalui penggunaan kosmetik. Gaya hidup menggunakan kosmetik memiliki pengaruh terhadap aktivitas pencarian yang dilakukan untuk mendapatkan informasi mengenai kosmetik. Salah satu aktivitas pencarian tersebut dilakukan melalui Online review produk kosmetik yang merupakan bagian dari User Generated Content (UGC). 1.

Electronic Word of mouth pada Online review Konsumen membicarakan produk yang mereka sukai karena mereka

percaya dengan kualitas produk tersebut dan mereka merasa perlu untuk berbagi kepuasan dengan orang lain. Biasanya konsumen ingin melakukan sejumlah penelitian sebelum melakukan pembelian, terutama jika produk tersebut masih terbilang baru atau mahal. Penelitian yang dilakukan biasanya terdiri dari mencari pendapat konsumen lain dan memeriksa bagaimana review dari produk tersebut secara online. Bentuk penelitian produk ini adalah contoh dari marketing word-of-mouth, ketika orang yang satu berbicara dengan orang yang lain tentang barang atau jasa yang mereka jual. Online review dalam User Generated Content (UGC) yang merupakan konten media digital yang diproduksi dan disebarkan oleh pengguna internet. Dalam situs technopedia.com dijelaskan pemahaman mengenai User Generated Content, User-generated content is also known as consumergenerated media (CGM) or conversational media. UGC diproduksi oleh pengguna internet yang dapat diakses, dikonsumsi dan dibagikan oleh pengguna internet lainnya dengan konten berupa gambar, video, status/tweets, infographics, komentar, blog, iklan online dan sebagainya. Penelitian ini berkaitan dengan alah satu bentuk dari UGC yakni Online review, dimana Online review tersebut mencakup konten komentar dan banyak diunggah di blog, media sosial, maupun video blog dalam situs Youtube. Online review dalam User Generated Content memiliki konsep komunikasi Word of Mouth (WOM). Kotler & Keller (2007:204) mengemukakan bahwa Word of mouth Communication (WOM) atau komunikasi dari mulut ke mulut 7

merupakan proses komunikasi berupa pemberian rekomendasi baik secara individu maupun kelompok terhadap suatu produk atau jasa yang bertujuan untuk memberikan informasi secara personal. Konsep Word of Mouth berkembang dalam bentuk elektronik yang disebut dengan eWOM (Electronic Word of Mouth). eWOM merupakan pernyataan positif maupun negatif yang dibuat oleh pelanggan potensial, aktual atau mantan pelanggan tentang produk atau perusahaan yang tersedia untuk banyak orang dan lembaga melalui internet (Hennig-Thuran et al. 2004). Konsep eWOM menjelaskan bagaimana Online review berperan sebagai suatu hal yang berpengaruh terhadap persepsi konsumen terhadap suatu produk, barang, jasa maupun brand. Berdasarkan jurnal yang berjudul Online Consumer Review: Word-of-Mouth as a New Element of Marketing Communication Mix yang ditulis oleh Yubo Chen dan Jinhong Xie Dalam Jurnal Management Science. Vol. (54). No. 3. Hal. 477, Online review dijelaskan sebagai ―...a new type of word-of-mouth

information,

online

consumer

product

review

is

an

phenomenon that is playing an increasingly important role in consumers purchase decisions”. Di dalam jurnal tersebut Online review dijelaskan sebagai salah satu bentuk atau tipe dari Word of mouth yang mampu mempengaruhi keputusan pembelian suatu produk ataupun jasa. Online review dianggap sebagai produk baru dari saluran informasi yang memiliki kepentingan dan popularitas yang sedang berkembang. Kemampuan tersebut membuat Online review dilihat sebagai tipe spesial dari WOM, “Online consumer reviews, as consumer-created product information, can be viewed as a special type of WOM”(e.g., Godes and Mayzlin 2004). Gruen (2006) mendefinisikan e-WOM sebagai sebuah media komunikasi untuk saling berbagi informasi mengenai suatu produk atau jasa yang telah dikonsumsi antar konsumen yang tidak saling mengenal dan bertemu sebelumnya. Penelitian yang dilakukan oleh Jimenez dan Mendoza (2013), menunjukkan bahwa e-WOM memiliki pengaruh terhadap perilaku konsumen

8

sebelum konsumen memutuskan untuk membeli sebuah produk atau jasa. Goyette et al.,(2010) membagi e-WOM dalam tiga dimensi yaitu: a. Intensity Liu (2006), mendefinisikan intensitas (intensity) dalam e-WOM sebagai banyaknya pendapat yang ditulis oleh konsumen dalam sebuah situs jejaring sosial. Penelitian yang dilakukan oleh Goyette et al., (2010) membagi indikator dari Intensity sebagai berikut: 1) Frekuensi mengakses informasi dari situs jejaring sosial 2) Frekuensi interaksi dengan pengguna situs jejaring sosial 3) Banyaknya Ulasan yang ditulis oleh pengguna situs jejaring sosial. b. Valence of Opinion Merupakan pendapat konsumen baik positif atau negatif mengenai produk, jasa dan brand. Valence of Opinion memiliki dua sifat yaitu negatif dan positif. Valence of Opinion meliputi: a. Komentar positif dari pengguna situs jejaring sosial b. Rekomendasi dari pengguna situs jejaring sosial c. Content Merupakan isi informasi dari situs jejaring sosial berkaitan dengan produk dan jasa. Indikator dari Content meliputi: a. Informasi variasi produk b. Informasi kulaitas produk c. Informasi mengenai harga yang ditawarkan. Berdasarkan penelitian yang sudah ada sebelumnya, yakni penelitian yang dilakukan oleh Nurkholish Majid dengan judul Analisis Pengaruh Electronic Word of mouth terhadap Brand Image dan Dampaknya pada Minat Beli Smartphone Samsung di Kota Malang menunjukkan bahwa EWOM berpengaruh terhadap brand image namun tidak memiliki pengaruh terhadap minat beli sedangkan brand image memiliki pengaruh terhadap minat beli masyarakat kota Malang pada produk smartphone Samsung.

9

2.

Teori Stimulus Organism Respons (S-O-R) Teori ini mendasarkan asumsi bahwa penyebab terjadinya perubahan

perilaku tergantung kepada kualitas rangsang (stimulus) yang berkomunikasi dengan organisme. Elemen-elemen dari model ini adalah pesan (stimulus), komunikan (organisme), efek (respon). Model S-O-R dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 1.2 Model teori S-O-R (Sumber: Effendy (2003:255))

Proses diatas mengambarkan perubahan sikap dan bergantung kepada proses yang terjadi pada individu. Stimulus yang diberikan kepada organisme dapat diterima atau dapat ditolak sehingga proses selanjutnya terhenti. Hal ini menandakan bahwa stimulus tersebut tidak efektif dalam mempengaruhi organisme, maka tidak ada perhatian (attention) dari organisme. Jika stimulus diterima oleh organisme berarti terjadi komunikasi dan ada perhatian dari organisme, dalam hal ini stimulus yang diberikan efektif dan mampu menimbulkan reaksi. Langkah selanjutnya adalah jika stimulus telah mendapat perhatian dari organisme, kemampuan dari organisme inilah yang dapat melanjutkan proses berikutnya. Pada langkah berikutnya organisme menerima secara baik apa yang telah diolah sehingga dapat terjadi kesediaan dalam mengubah sikap. Dalam perubahan sikap ini dapat dilihat bahwa sikap dapat berubah hanya jika rangsangan yang diberikan melebihi rangsangan semula. Perubahan terjadi apabila stimulus yang diberikan dapat meyakinkan organisme, dan akhirnya secara efektif dapat merubah sikap. Hovland (dalam Effendy,2003:255) beranggapan bahwa perubahan sikap adalah serupa dengan proses belajar. Dalam mempelajari sikap yang baru ada tiga variabel penting yang menunjang

10

proses belajar tersebut yaitu perhatian, pengertian, dan penerimaan. Asumsi dasar dari model ini adalah media massa menimbulkan efek yang terarah, segera dan langsung terhadap penerima pesan atau komunikan. Sikap yang dimaksud disini adalah kecendrungan bertindak, berpikir, berpersepsi, dan merasa dalam menghadapi objek, ide, situasi atau nilai. Sikap bukanlah perilaku, tetapi lebih merupakan kecendrungan untuk berperilaku dengan cara tertentu terhadap objek sikap, dengan demikian pada kenyataan tidak ada istilah sikap yang berdiri sendiri. Sikap juga bukanlah sekedar rekaman masa lalu, tetapi juga menentukan apakah seseorang harus setuju atau tidak setuju terhadap sesuatu, menentukan apa yang disukai, diharapkan. Apabila dibandingkan dengan teori SCMR, teori SCMR terlihat lebih kompleks. Hal ini dikarenakan teori SCMR lebih menjelaskan secara detail terkait dengan elemen yang terdapat dalam teori tersebut. Dalam hal ini lebih diuraikan mengenai siapa yang membuat pesan (source), pesan (message) seperti apa yang diproduksi, menggunakan saluran (channel) yang bagaimana dalam menyampaikan pesan tersebut dan siapa penerima pesannya (receiver). Dengan adanya ulasan yang lebih detail, maka setiap elemen dalam teori perlu penjabaran secara luas. Teori SCMR memiliki proses komunikasi yang dinamis dan berkesinambungan, sehingga tidak diketahui titik awal dan akhirnya. Apabila teori ini diterapkan dalam penelitian ini, akan menjadi sulit karena penelitian ini dilakukan secara general terhadap online review apapun yang dibaca oleh responden sehingga tidak memiliki fokus pada satu sumber (source) tertentu. Dibandingkan dengan teori Stimulus Respons (SR), teori SR berpandangan bahwa media massa diibaratkan sebuah jarum suntik (hypodermic needle) yang menembakkan keinginan dari sumber langsung ke dalam pemikiran, sikap dan perilaku yang akan dilakukan oleh penerima pesan. Dengan demikian, teori SR ini mengabaikan faktor-faktor lain yang terdapat dalam diri individu yang menerima pesan. Teori ini menganggap bahwa hasil yang akan didapatkan dari pesan yang telah disuntikkan kepada masyarakat selalu sesuai dengan apa yang diinginkan oleh pemberi pesan. Sehingga teori

11

ini dapat dikatakan sebagai proses komunikasi satu arah. Apabila diterapkan dalam penelitian, teori ini kurang sesuai karena kurang mengeksplorasi faktor organisme yang dianggap memiliki pengaruh karena penelitian ini berfokus pada pengukuran sikap, dimana hal tersebut merupakan pengukuran kualitatif yang dikuantitatifkan. Sehingga perlu memperhatikan faktor organisme seperti halnya teori Stimulus – Organism – Respons (S-O-R). Sesuai penjelasan dalam latar belakang, penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan korelasional antara Online review dalam User Generated Content dan brand image. Dari tujuan tersebut dapat dilihat titik awal dan titik akhir yang jelas. Titik awal dalam penelitian ini adalah Online review produk Purbasari Lipstick Color Matte kemudian titik akhir dari penelitian ini adalah brand image kosmetik Purbasari yang dihasilkan sebagai respon yang diberikan oleh responden. Dengan demikian maka teori yang dianggap paling sesuai untuk digunakan dalam penlitian ini adalah teori SOR. Hal ini dikarenakan penelitian dilakukan hanya untuk melihat respon yang didapatkan dari organisme terhadap stimulus yang diberikan. Teori S-O-R lebih berfokus pada ranah media konvensional, dimana media tersebut memiliki karakter yang sangat berbeda dengan media baru. Teori S-O-R yang berfokus pada media konvensional, tidak memiliki konsep interaktivitas yang ada dalam media baru. Hal ini yang menjadi kendala dalam penggunaan teori S-O-R. Kendala terletak pada variabel Organisme yang terdiri dari dimensi Perhatian, pengertian dan penerimaan. Dimensi tersebut dipandang

kurang

merepresentasikan

interaktivitas

khalayak,

karena

karakteristik User Generated Content (UGC) yang merupakan media baru memiliki salah satu konsep penting yaitu interaktivitas. Peneliti membuat modifikasi terhadap teori SOR pada bagian dimensi dari Organisme. Modifikasi dilakukan dengan mengubah dimensi pengertian, penerimaan dan perhatian menjadi dimensi yang berfokus pada interaktivitas pengguna (User). Organisme dalam teori S-O-R dimodifikasi dengan penambahan konsep dari Levy dan Windahl (1984) tentang aktifitas audiens. Levy dan Windahl (1984) menyusun tipologi aktifitas audiens yang dibentuk melalui dua dimensi,

12

diantaranya: Orientasi audiens dan Dimensi temporal. Orientasi audiens mencakup aspek selektivitas, keterlibatan dan kegunaan. Sedangkan dimensi temporal menjelaskan mengenai aktivitas audiens yang dilihat sebelum, selama dan setelah terpaan.

Tabel 1.1 Tipologi Aktivitas Audiens(Levy dan Windahl, 1984) Urutan komunikasi OrientasiAudiens Sebelum

Selektivitas

Selama

terpaan

terpaan

Terpaan

Persepsi selektif

Sesudah terpaan Ingatan selektif

selektif, mencari-cari Keterlibatan

Antisipasi dari Perhatian,

Identifikasi

terpaan

panjang,mengkhayal

pembentukan

jangka

makna, interaksi parasosial, identifikasi Kegunaan

Koin

Menggunakan

Menggunakan

pertukaran

untuk

opinion leader suatu

memperoleh

topik

kepuasan

Levy dan Windahl (1984) juga menghubungkan antara variabel keterlibatan selama terpaan dengan variabel Preexposure selectivity, yang menghasilkan 4 subtipe aktivitas audiens. Tipologi subtipe aktivitas audiens berupa keterlibatan selama terpaan. Konsep ini menjelaskan bagaimana tingkat preexposure selectivity audiens di dalam keterlibatan mereka ketika terjadi terpaan.

13

Tabel 1.2 Preexposure selectivity Preexposure selectivity Keterlibatan

Tinggi

Rendah

selama terpaan Tinggi

Mencari kepuasan yang Keterlibatan

Rendah

dimotivasi

indiskriminasi

Topik ritual

Melewatkan waktu

3. Karakteristik Media Baru (New Media) Menurut (Jan van Dijk, 2006: 4-9) mencirikan media baru dalam beberapa karakteristik sebagai berikut: a. Integrasi (Integration) Karakteristik utama media baru secara struktural adalah integrasi antara telekomunikasi, data komunikasi, dan komunikasi massa dalam satu media tunggal. Ini yang disebut proses konvergensi. Karena itu, media baru sering disebut multimedia. Integrasi dapat terjadi pada salah satu ranah berikut. 1) Infrastruktur—misalnya

menggabungkan sambungan transmisi

dengan peralatan yang berbeda untuk telepon dan komunikasi data komputer. 2) Transportasi—misalnya telepon Internet dan web TV menumpang

pada televisi satelit atau televisi kabel. 3) Manajemen—misalnya sebuah perusahaan kabel yang terjun

menggeluti layanan telepon dan sebuah perusahaan telepon yang terjun menggeluti televisi kabel. 4) Layanan—misalnya kombinasi layanan komunikasi dan informasi

di Internet.

14

5) Jenis data—menyatukan suara, data, teks, dan gambar.

Integrasi ini mengarah pada penggabungan bertahap telekomunikasi, komunikasi data,

dan komunikasi massa, bahkan mungkin perbedaan

makna ketiga istilah ini akan hilang. b. Interaktivitas (Interactivity) Karakter struktural media baru yang kedua dalam revolusi komunikasi adalah kemunculan media interaktif. Secara umum, interaktivitas adalah urutan aksi dan reaksi. Van Dijk dan de Vos menawarkan definisi operasional interaktivitas yang seharusnya berlaku untuk komunikasi tatap muka. Kedua peneliti ini mendefinisikan interaktivitas pada empat tingkat akumulatif—dengan landasan bahwa konsep interaktivitas bersifat multidimensi. Pada

level

pertama,

interaktivitas

adalah kemungkinan

untuk

membangun komunikasi dua sisi atau multilateral komunikasi. Ini adalah dimensi ruang. Semua media digital menawarkan kemungkinan ini sampai batas tertentu. Level kedua interaktivitas adalah derajat sinkronisitas. Ini adalah dimensi waktu. Hal ini juga diketahui bahwa urutan aksi dan reaksi (yang tidak terganggu) biasanya meningkatkan kualitas interaksi. Level ketiga interaktivitas adalah cakupan kontrol yang dilakukan oleh para pihak yang berinteraksi. Ini adalah dimensi perilaku, yang didefinisikan sebagai kemampuan pengirim dan penerima untuk berganti peran setiap saat. Dengan kata lain, ini tentang kontrol atas peristiwa dalam proses interaksi. Interaktivitas dalam hal kontrol adalah dimensi yang paling penting dalam semua definisi interaktivitas dalam kajian media dan komunikasi. Level keempat dan tertinggi interaktivitas adalah bertindak dan bereaksi dengan memahami makna dan konteks. Ini adalah dimensi mental—kondisi yang diperlukan untuk interaktivitas penuh, misalnya, dalam percakapan fisik dan komunikasi melalui komputer.

15

c. Kode Digital (digital code) Kode digital merupakan karakteristik media secara teknis yang hanya digunakan untuk mendefinisikan bentuk baru operasi media. Namun, kode digital memiliki konsekuensi yang besar besar untuk komunikasi. Kode digital berarti bahwa dalam menggunakan teknologi komputer, setiap sitem informasi dan komunikasi dapat diubah dan ditransmisikan dalam bentuk rangkaian satu dan nol yang disebut bit. Kode buatan ini menggantikan kode alami pembuatan serta transmisi informasi dan komunikasi analog. Efek besar pertama dari transformasi semua isi media dalam kode digital yang sama adalah keseragaman dan standarisasi isi. Bentuk dan substansi tidak dapat dipisahkan dengan mudah seperti yang dikira oleh banyak orang. 4.

Brand image Timmerman (dalam Noble, 1999) menyebutkan bahwa Brand image

sering dianggap sebagai sebuah koleksi dari semua asosiasi yang berhubungan dengan sebuah brand. Brand image terdiri dari: faktor fisik berupa karakteristik fisik dari brand tersebut, seperti desain kemasan, logo, nama brand, fungsi dan kegunaan produk dari brand itu; dan faktor psikologis yang dibentuk oleh emosi, kepercayaan, nilai, kepribadian yang dianggap oleh konsumen menggambarkan produk dari brand tersebut. Kotler dan Amstrong (2001:225) mendefinisikan brand image sebagai seperangkat keyakinan konsumen mengenai brand tertentu. Konsep tersebut tentu berbeda dengan konsep brand, namun keduanya saling memiliki keterkaitan dan saling berpengaruh. Brand image lebih menekankan kepada sisi penerimaan konsumen dan cara pandang brand terhadap sebuah brand. Seperti halnya pemahaman yang dikemukakan oleh (Ouwersoot dan Tudorica, 2001) yakni brand image adalah kumpulan persepsi tentang sebuah brand yang saling berkaitan yang ada dalam pikiran manusia.

16

Brand image digambarkan oleh Hogan (2005) sebagai asosiasi dari semua informasi yang tersedia mengenai produk, jasa dan perusahaan dari brand yang dimaksud. Informasi ini didapat dari dua cara, yang pertama melalui pengalaman konsumen secara langsung, yang terdiri dari kepuasan fungsional dan kepuasan emosional. Suatu brand tidak hanya bekerja maksimal dan memberikan penampilan hasil yang dijanjikan saja namun juga harus dapat memahami kebutuhan konsumen, mengusung nilai-nilai yang diinginkan oleh konsumen dan juga memenuhi kebutuhan individual konsumen, yang kemudian akan berkontribusi pada hubungan dengan brand tersebut. Kedua, persepsi yang dibentuk oleh perusahaan dari brand tersebut melalui berbagai macam bentuk komunikasi, seperti iklan, promosi, hubungan masyarakat (public relations), logo, fasilitas retail, sikap karyawan dalam melayani penjualan, dan performa pelayanan. Bagi banyak brand, media dan lingkungan di mana brand tersebut dijual dapat mengomunikasikan atribut-atribut yang berbeda. Setiap alat pencitraan ini dapat berperan dalam membina hubungan dengan konsumen. Keller (2008:5) mendefinisikan sebuah brand lebih dari sekadar produk, karena mempunyai sebuah dimensi yang menjadi diferensiasi dengan produk lain yang sejenis. Diferensiasi tersebut harus bersifat rasional dan terlihat secara nyata dengan performa suatu produk dari sebuah brand atau lebih simbolis, emosional, dan tidak kasat mata yang mewakili sebuah brand. Definisi di atas menekankan pada fungsi brand untuk mengidentifikasikan penjual

atau

perusahaan

yang

menghasilkan

produk

tertentu

yang

membedakannya dengan penjual atau perusahaan lain yang memiliki nilai yang berbeda yang pada setiap brand. Menurut Keller (2008: 43) membangun brand yang kuat dengan ekuitas besar memberikan manfaat yang sangat banyak pada perusahaan pemegang brand tersebut. Peranan brand dalam membawa karakter suatu produk memberikan dimensi lain tentang pencitraan suatu produk. Pengelolaan sebuah brand akan berpengaruh terhadap terciptanya brand image terhadap brand tersebut. Oleh karena itu, untuk menciptakan brand image yang baik, tentunya

17

pengelolaan brand dari suatu produk harus dilakukan dengan benar dan tepat sesuai image yang ingin diciptakan karena brand image sangat berpengaruh terhadap ingatan manusia. Hal ini dijelaskan oleh (Keller, 1998:93) “Brand image can be defined as a perception about brand as reflected by the brand association held in consumer memory”. Dalam hal ini brand image dapat dikatakan sebagai persepsi tentang brand yang digambarkan oleh asosiasi brand yang ada dalam ingatan manusia sebagai konsumen. Pengertian brand Image (Keller, 2003:166) bahwa: (1) Anggapan tentang brand yang direfleksikan konsumen yang berpegang pada ingatan konsumen. (2) Cara orang berpikir tentang sebuah brand secara abstrak dalam pemikiran brand, sekalipun pada saat brand memikirkannya, brand tidak berhadapan langsung dengan produk. Faktor–faktor pendukung terbentuknya brand image dalam keterkaitannya dengan asosiasi brand (Keller, 2003): 1. Kekuatan asosiasi brand (Strength of brand association / familiarity of brand association) 2. Keunggulan asosiasi brand (Favorability of brand association) 3. Keunikan asosiasi brand (Uniquesness of brand association) Strength association merupakan perpanjangan dari asosiasi terkait suatu brand sebagai hasil dari penerimaan informasi oleh konsumen. Artinya, semakin dalam konsumen memikirkan suatu informasi dan mengaitkannya dengan sebuah brand, maka asosiasi brand tersebut akan menjadi semakin kuat. Pembentukan informasi dalam strength association diperkuat oleh dua hal, yaitu tingkat relevansi konsumen terhadap informasi yang diterima dan tingkat konsistensi dari informasi tersebut. Favorability association diciptakan guna memberikan perasaan yakin kepada konsumen bahwa kebutuhan dan keinginannya dapat terpenuhi oleh brand tersebut (Keller, 1998). Terdapat dua nilai yakni nilai positif dan nilai negatif dimana subjek sudah tidak lagi dilihat sebagai konten dalam brand image melainkan dilihat sebagai sebuah rasa yang muncul dari konsumen akibat dari setiap asosiasi yang ada (Riezebos, 2003). Asosiasi positif dari sebuah brand, salah satunya adalah reputasi. Reputasi sering dianggap sebagai indikasi sebuah impresi atas sebuah brand dalam skala

18

global. Brand dengan reputasi tinggi merupakan suatu dasar penting dalam penerapan strategi prestisius (Riezebos, 2003). Uniqueness association merupakan Unique Selling Proposition yang menjadi alasan bagi konsumen untuk melakukan pembelian pada suatu brand tertentu (Keller, 1998).

G. Kerangka Konsep Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan konsep-konsep yang sudah ditelaah dan dipilah sesuai dengan kebutuhan penelitian. Konsep brand image yang digunakan dalam penelitian ini adalah konsep dari (Keller 1998: 93) “Brand image can be defined as a perception about brand as reflected by the brand association held in consumer memory”. Dalam hal ini brand image dapat dikatakan sebagai persepsi tentang brand yang digambarkan oleh asosiasi brand yang ada dalam ingatan manusia sebagai konsumen. Pengertian brand Image (Keller, 2003:166) bahwa: (1) Anggapan tentang brand yang direfleksikan konsumen yang berpegang pada ingatan konsumen. (2) Cara orang berpikir tentang sebuah brand secara abstrak dalam pemikiran brand, sekalipun pada saat brand memikirkannya, brand tidak berhadapan langsung dengan produk. Terdapat tiga komponen yang dapat mengelompokkan brand image menurut Keller (1998), yaitu: Strength association, Favorability association, dan Uniqueness association. Strength association merupakan perpanjangan dari asosiasi terkait suatu brand sebagai hasil dari penerimaan informasi oleh konsumen. Artinya, semakin dalam konsumen memikirkan suatu informasi dan mengaitkannya dengan sebuah brand, maka asosiasi brand tersebut akan menjadi semakin kuat. Pembentukan informasi dalam strength association diperkuat oleh dua hal, yaitu tingkat relevansi konsumen terhadap informasi yang diterima dan tingkat konsistensi dari informasi tersebut. Favorability association diciptakan guna memberikan perasaan yakin kepada konsumen bahwa kebutuhan dan keinginannya dapat terpenuhi oleh brand tersebut (Keller, 1998). Terdapat dua nilai yakni nilai positif dan nilai negatif dimana subjek sudah tidak lagi dilihat sebagai konten dalam brand image melainkan dilihat sebagai sebuah rasa yang muncul dari konsumen akibat dari setiap asosiasi yang ada (Riezebos, 2003).

19

Asosiasi positif dari sebuah brand, salah satunya adalah reputasi. Reputasi sering dianggap sebagai indikasi sebuah impresi atas sebuah brand dalam skala global. Brand dengan reputasi tinggi merupakan suatu dasar penting dalam penerapan

strategi

prestisius

(Riezebos,

2003).

Uniqueness

association

merupakan Unique Selling Proposition yang menjadi alasan bagi konsumen untuk melakukan pembelian pada suatu brand tertentu (Keller, 1998). Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Teori Komunikasi StimulusOrganism-Respons (S-O-R). Teori ini mendasarkan asumsi bahwa penyebab terjadinya perubahan perilaku tergantung kepada kualitas rangsang (stimulus) yang berkomunikasi dengan organisme. Elemen-elemen dari model ini adalah pesan (stimulus), komunikan (organisme), efek (respon). Konsep online review dalam User Generated Content (UGC) yang digunakan sebagai acuan dalam penelitian ini adalah konsep dari Kotler & Keller (2007:204) yang mengemukakan bahwa word of mouth Communication (WOM) atau komunikasi dari mulut ke mulut merupakan proses komunikasi yang berupa pemberian rekomendasi baik secara individu maupun kelompok terhadap suatu produk atau jasa yang bertujuan untuk memberikan informasi secara personal.Goyette et al.,(2010) membagi e-WOM dalam tiga dimensi yaitu: Intensity, Valence of Opinion, Content. Pada variabel Organisme, konsep yang digunakan adalah Orientasi audiens, Dimensi temporal, dan Tipologi subtipe aktivitas audiens. Orientasi audiens mencakup aspek selektivitas, keterlibatan dan kegunaan. Sedangkan dimensi temporal menjelaskan mengenai aktivitas audiens yang dilihat sebelum, selama dan setelah terpaan. Tipologi subtipe aktivitas audiens merupakan bagaimana tingkat preexposure selectivity audiens di dalam keterlibatan mereka ketika terjadi terpaan.

20

Stimulus Online Review

Organism Khalayak

Respons Brand Image ○ Strength association

○Intensity

○ Valence of Opinion

o

Orientasi audiens

○ Content

○ Favorability association o Uniqueness of Association

Tabel 1.3: Kerangka konsep

H. Operasionalisasi Konsep Tabel 1.4 Operasionalisasi Konsep

No

Konsep

Variabel

Dimensi

Intensity

Indikator a. Frekuensi mengakses informasi dari situs jejaring sosial b. Frekuensi interaksi dengan pengguna situs jejaring sosial c. Banyaknya Ulasan yang ditulis

1

Stimulus

Online review dalam UGC

Valence of Opinion

Content

2

Organism

3

Respon

Khalayak

Orientasi audiens

Brand image

Strength of Association Favorability of Association Uniqueness of Association

a. Komentar positif terhadap produk dalam online review b. Rekomendasi penggunaan produk a. Informasi Variasi b. Informasi kualitas c. Informasi mengenai harga yang ditawarkan. a. Selektivitas b. Keterlibatan c. Kegunaan a. Atribut b. Manfaat a. Desirability b. Deliverability a. Point of parity b. Point of Difference

Skala Likert Likert Likert Likert Likert Likert Likert Likert Likert Likert Likert Likert Likert Likert Likert Likert Likert

21

I. Definisi Operasional Dalam penelitian ini, peneliti menelaah melalui dua variabel, yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Online review dalam User-Generated Content (UGC) Purbasari Lipstick Color Matte sebagai variabel bebas, yakni variabel yang mempengaruhi variabel terikat. Sedangkan brand image Purbasari adalah variabel terikat, dimana variabel ini dipengaruhi oleh variabel bebas. 1. Online review Online review dalam UGC Purbasari Lipstick Color Matte digambarkan sebagai bentuk electronic Word of Mouth (eWOM) yang memaparkan review tentang produk baru dari kosmetik Purbasari yakni Purbasari Lipstick Color Matte. Adapun indikatornya adalah Intensity, Valence of Opinion, Content. a. Intensity Berdasar identifikasi intensity oleh Liu (2006), dimensi intensity dalam penelitian ini adalah tingkat akses informasi dan banyaknya pendapat yang ditulis oleh konsumen dalam sebuah situs jejaring sosial. Berdasarkan penjelasan Goyette et al., (2010) dalam pembagian indikator intensity, peneliti merangkum konsep intensitas sebagai berikut: 1) Frekuensi akses internet 2) Frekuensi akses informasi Purbasari Lipstick Color Matte dari situs jejaring sosial. 3) Banyaknya UlasanPurbasari Lipstick Color Matte yang diakses oleh oleh pengguna situs jejaring sosial.

b. Valence of Opinion Adalah pendapat konsumen baik positif atau negatif mengenai produk, jasa dan brand. Valence of Opinion memiliki dua sifat yaitu negatif dan positif. Valence of Opinion meliputi: 1) Komentar positif terhadap Purbasari Lipstick Color Matte dari pengguna situs jejaring sosial.

22

2) Rekomendasi penggunaan Purbasari Lipstick Color Matte dari pengguna situs jejaring sosial. c. Content Adalah isi informasi dari situs jejaring sosial berkaitan dengan produk dan jasa yang terdiri dari beberapa indikator: 1) Variasi produk 2) Kualitas produk 3) Harga yang ditawarkan

2. Organisme Levy dan Windahl (1984) menyusun tipologi aktifitas audiens yang dibentuk melalui dua dimensi, diantaranya: Orientasi audiens dan dimensi temporal. Orientasi audiens mencakup aspek selektivitas, keterlibatan dan kegunaan. Sedangkan dimensi temporal menjelaskan mengenai aktivitas audiens yang dilihat sebelum, selama dan setelah terpaan. a.

Dimensi orientasi audiens: 1) Selektivitas terhadap isi media: Selektivitas diartikan sebagai aktivitas membuat pilihan sesuai dengan minat dan kebutuhan ketika audiens mengakses konten informasi. 2) Keterlibatan (involvement): a) Tingkatan dimana audiens menghubungkan dirinya dengan isi media, b) Suatu

tingkatan

dimana

individu

berinteraksi

secara

psikologis dengan media atau termasuk di dalamnya dengan pesan-pesan media. 3) Kegunaan

(utility),

yaitu

individu

menggunakan

atau

mengantisipasi penggunaan komunikasi massa untuk tujuan sosial atau psikologisnya.

23

Dalam penelitiannya, Levy dan Windahl (1984) menyatakan bahwa ada korelasi positif yang signifikan antara pengukuran aktivitas audiens dengan indikator-indikator pencarian kepuasan dan pemerolehan kepuasan. Pada kasus hubungan antara aktivitas dengan pencarian kepuasan, ditemukan bahwa individu menggunakan media untuk memperoleh kepuasan sosial maupun psikososialnya, dan audiens akan aktif memenuhi harapannya itu dalam proses komunikasi yang dilakukannya. Sebaliknya, hubungan antara aktivitas dengan pemerolehan kepuasan, memperlihatkan bahwa pengalaman individu yang lebih aktif akan berada pada level kepuasan yang lebih tinggi, dan aktivitas harus dilihat sebagai variabel independen.

3. Brand image Purbasari Definisi brand image Purbasari adalah persepsi brand Purbasari yang ada di benak konsumen atau masyarakat. Penjabaran indikator dari variabel brand image adalah menggunakan tiga komponen yang dapat mengelompokkan brand image menurut Keller (1998), yaitu: Strength association, Favorability association, dan Uniqueness association. Penjabaran dimensi brand image Purbasari didefinisikan sebagai berikut a. Strength of association Dimensi ini menggambarkan bagaimana informasi Purbasari Lipstick Color Matte dalam online review masuk dan bertahan di dalam ingatan konsumen. Dalam tahap ini konsumen mampu menguraikan berbagai macam informasi mengenai Purbasari Lipstick Color Matte, mampu berpikir semakin dalam dan menguhubungkannya dengan pengetahuan yang mereka miliki. Asosiasi tersebut berasal dari informasi yang diperoleh dari brand attribute dan brand benefit. 1) Attribute a) Product related attribute Terdiri dari komposisi fisik dari produk Purbasari Lipstck Color matte dan kebutuhan layanan. Product related attribute

24

berkaitan dengan aspek tangible seperti: bentuk, warna, ukuran, kemasan. b) Non product related attribute Terdiri dari aspek eksternal yang tercipta dari bauran pemasaran Purbasari Lipstick Color Matte, yakni (1) Informasi harga produk Purbasari Lipstick Color Matte (2) Informasi kemasan Purbasari Lipstick Color Matte (3) User imagery (informasi aspek demografi konsumen Purbasari Lipstick Color Matte: Jenis kelamin, usia, ras, penghasilan, pengeluaran, pekerjaan, lingkungan. (4) Usage imagery: waktu penggunaan produk, lokasi penggunaan produk, jenis kegiatan yang dilakukan ketika menggunakan produk Purbasari Lipstick Color Matte. 2) Benefit Menurut Keller (1993:4) Benefit atau manfaat merupakan nilai personal yang melekat pada atribut produk. Dalam hal ini adalah nilai personal yang melakat pada produk Purbasari Lipstick Color Matte. Aspek ini terdiri dari Manfaat fungsional, pengalaman, dan simbolik. a) Manfaat fungsional, dilihat dari indikator manfaat utama dari Purbasari Lipstick Color Matte sebagai produk kosmetik. b) Manfaat pengalaman, dilihat dari indikator hal yang dirasakan konsumen ketika menggunakan produk Purbasari Lipstick Color Matte. Manfaat ini didesain untuk memenuhi kebutuhan pengalaman seperti sensory pleasure, variety, dan cognitive stimulation (Keller, 1993:4). c) Manfaat simbolik dilihat dari perasaan mengenai prestis, eksklusivitas, dan rasa bangga ketika menggunakan produk Purbasari Lipstick Color Matte.

25

b. Favorability association Kepercayaan konsumen bahwa atribut dan manfaat dari brand Purbasari Lipstick Color Matte dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen. 1) Desirability Kemampuan Purbasari Lipstick Color Matte dapat memenuhi keinginan dan harapan konsumen yang menjadi sasaran. Terdiri dari beberapa aspek: a) Relevance: tingkat kesesuaian Purbasari Lipstick Color Matte di mata konsumen. b) Distinctiveness: tingkat kekhasan brand Purbasari Lipstick Color Matte di mata konsumen. c) Believability: tingkat kredibilitas Purbasari Lipstick Color Matte untuk dipilih konsumen dibandingkan dengan brand lain. 2) Deliverability Kemampuan penyampaian produk melalui program pemasaran kepada konsumen. Terdiri dari beberapa aspek: a) Feasibility: tingkat kemampuan program pemasaran Purbasari Lipstick Color Matte dalam menunjukkan manfaat brand Purbasari Lipstick Color Matte. b) Communicability: tingkat kemampuan program komunikasi Purbasari Lipstick Color Matte untuk membuat konsumen percaya. c) Sustainability: tingkat kemampuan membentuk citra positif yang dilihat dari respon konsumen Purbasari Lipstick Color Matte. c. Uniqueness Association 1) Point of parity Sejauh mana asosiasi merek Purbasari Lipstick Color Matte memiliki unsur kesamaan. Digolongkan dalam beberapa aspek:

26

a) Category point of parity: pandangan konsumen tentang kredibilitas Purbasari Lipstick Color Matte sehingga diakui sejajar dengan brand lain. b) Competitive point of parity: kemampuan bersaing brand Purbasari Lipstick Color Matte dengan kompetitor. 2) Point of Difference a) Unique Selling Proposition: kemampuan suatu brand untuk membuat konsumen memilih brand tersebut dibandingkan yang lain b) Sustainable Competitive Advantage: Tingkat kemampuan penyampaian nilai produk Purbasari Lipstick Color Matte yang unggul ke dalam pasar dalam jangka waktu yang lama.

J. Hipotesis Hipotesis diartikan sebagai perkiraan hasil atas research question yang ada dalam penelitian (Punch, 2005). Hipotesis dalam penelitian ini adalah

Online review dalam User Generated Content Purbasari Lipstick Color Matte

Brand image kosmetik Purbasari Gambar 1.3

H1

: Online review dalam User Generated Content Purbasari Lipstick Color Matte memiliki pengaruh terhadap Brand image kosmetik Purbasari.

H0

: Online review dalam User Generated Content Purbasari Lipstick Color Matte tidak memiliki pengaruh terhadap Brand image kosmetik Purbasari.

K. Metodologi Penelitian Metodologi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metodologi penelitian kuantitatif. Penelitian kuantitatif merupakan penelitian yang menjelaskan suatu masalah yang hasilnya dapat digeneralisasikan, sehingga tidak

27

memerlukan kedalaman data atau analisis. Peneliti lebih berfokus pada keluasan data sehingga hasil riset mampu merepresentasikan seluruh populasi. Penelitian kuantitatif menuntut peneliti untuk bersikap objektif dan memisahkan diri dari data penelitian. Peneliti tidak boleh membuat batasan konsep maupun alat ukur data sesuai keinginan sendiri. Oleh karena itu, batasan konsep dan alat ukur harus objektif dan diuji terlebih dahulu sesuai prinsip validitas dan reliabilitas. 1. Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan jenis penelitian Eksplanatif. Dalam penelitian eksplanatif, peneliti menghubungkan dan mencari sebab akibat antara dua atau lebih konsep (variabel) yang akan diteliti. Oleh karena itu, penelitian eksplanatif cenderung menjelaskan pertanyaan ―mengapa‖ atau ―bagaimana‖ mengenai suatu hubungan sebab akibat. Peneliti memerlukan definisi konsep, kerangka konseptual dan kerangka teori. Periset melakukan kegiatan berteori guna menghasilkan dugaan awal (hipotesis) antara variabel satu dengan lainnya. 2. Metode Penelitian Metode yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei. Metode survei merupakan metode yang tepat digunakan untuk mendapatkan keterkaitan antara online review yang dilihat oleh konsumen terhadap pemaknaan brand image Purbasari. Survei adalah metode riset yang menggunakan kuesioner sebagai instrumen nutama dalam pengumpulan data. Asmadi Alsa (2004:20) memaparkan rancangan survei merupakan suatu prosedur dimana peneliti melaksanakan survei atau memberikan angket atau skala pada satu sampel untuk mendeskripsikan sikap, opini, perilaku, atau karakteritik responden. Dari hasil survei ini, peneliti membuat claim tentang kecenderungan yang ada dalam populasi. Margono (2005) memberikan definisi metode penelitian survei yakni pengamatan atau penyeledikan yang kritis untuk mendapatkan keterangan yang terang dan baik terhadap suatu persoalan tertentu dan di dalam suatu daerah tertentu. Penelitian survei

28

umumnya bertujuan untuk mencapai generalisasi, dan sebagian lain juga untuk membuat prediksi. Penelitian survei mengkaji populasi (universe) yang besar maupuun kecil dengan menyeleksi serta mengkaji sampel yang dipilih dari populasi itu, untuk menemukan insidensi, distribusi, dan interelasi relative dari variabel-variabel (Fred N.Kerlinger, 2004:660).

3. Populasi dan Sampel Populasi diartikan sebagai wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai karakteristik tertentu dan mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih menjadi anggota sampel (Umar, 2000:145). Populasi merupakan objek secara keseluruhan atau generalisasi dari keseluruhan objek atau subjek yang memiliki karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh penulis untuk dipelajari dan diambil kesimpulannya. Menurut Umar (2000:145), sampel adalah bagian dari populasi atau bagian dari karakteristik yang dimiliki olehpopulasi yang akan diteliti. Populasi dalam penelitian ini dipilih yang dianggap mewakili satu populasi tertentu. Pemilihan populasi dikaitkan dengan Online review kosmetik yang memiliki sasaran wanita yang masih muda, memiliki ketertarikan terhadap kosmetik, memperhatikan apa yang mereka gunakan, memerhatikan opini orang lain dan gemar menggunakan kosmetik. Populasi dari penelitian ini adalah Pasar dari Purbasari Lipstick Color Matte berjenis kelamin perempuan yang juga merupakan pengguna internet, dengan kriteria rentang usia produktif 18-35 tahun baik bekerja maupun mahasiswa, dan memiliki psikografis sebagai wanita aktif dan responsif. Berdasarkan hasil survey profil pengguna internet di Indonesia tahun 2015 oleh PUSKAKOM dengan APJII, secara keseluruhan jumlah pengguna internet wanita sebesar 51% dari 88,1 juta orang, dimanasebagian besar pengguna internet wanita tersebut adalah wanita yang bekerja dengan persentase 55% dan mahasiswa 18%. Berdasarkan hasil survey tersebut diperoleh jumlah pengguna internet berjenis kelamin perempuan sebanyak 44.931.000. Kemudian dipersempit berdasarkan rentang usia 18-35 tahun

29

dengan kriteria telah bekerja dan atau berstatus mahasiswa, sehingga diperoleh jumlah populasi 27.156.296 orang. Berdasarkan perhitungan di bawah, jumlah sampel penelitian ini diperoleh sebanyak 400 orang. Adapun sampel penelitian diambil berdasarkan rumus Slovin (Umar, 2000:78) sebagai berikut:

n=

Keterangan: n = ukuran sampel N = ukuran populasi E = Presentasi kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel yang masih dapat ditolerir atau diinginkan. Dalam penelitian ini persentase tersebut sebesar 5%.

4. Metode dan Teknik Pengambilan Sampel Teknik penarikan sampel yang dilakukan adalah dengan menggunakan teknik Purposive sampling, yaitu penunjukkan sampel yang didasarkan atas ciri-ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya. Dalam teknik ini mencakup orang-orang yang diseleksi atas dasar kriteria tertentu berdasar tujuan penelitian. Sedangkan orang orang dalam populasi yang tidak sesuai dengan kriteria tersebut tidak dijadikan sampel. Penggunaan teknik pengambilan sampel di atas dikarenakan tidak semua masyarakat yang dijumpai dapat dijadikan sampel, karena peneliti hanya menggunakan sampel 400 orang berjenis kelamin wanita yang merupakan pasar dari kosmetik Purbasari. Sistem penyebaran kuesioner yang dilakukan peneliti adalah snow ball, dimana peneliti meminta bantuan kepada responden untuk menyebarkan kuesioner.

5. Teknik Pengumpulan Data a. Kuesioner

30

Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data dengan mengirimkan daftar pertanyaan untuk diisi oleh responden. Data yang diperoleh berasal dari sumber pertama, maka dari itu hasil dari kuesioner ini termasuk ke dalam data primer. Kuesioner ini akan disebarkan baik secara online. b. Studi literatur Peneliti melakukan analisis berbagai literatur seperti buku, jurnal, makalah, dan skripsi yang berkaitan dengan motivasi konsumen melakukan komunikasi eWOM melalui media sosial. Selain itu, peneliti juga menggunakan referensi pendukung seperti buku, artikel, majalah, dan penjelajahan internet untuk memperoleh informasi berkaitan dengan peneliti.

6. Uji Validitas dan Reliabilitas Validitas merupakan tingkat keandalan dan kesahihan alat ukur yang digunakan. Sebelum melakukan pengukuran penting sekali untuk memastikan bahwa instrumen yang digunakan sudah valid. Pada penelitian ini, metode uji validitas dilakukan terhadap 30 kuesioner sebelum melakukan penelitian (pilot test) dengan menggunakan Pearson test, yaitu membandingkan nilai angka rhitung dengan nilai korelasi tabel (rtabel), dimana derajat kebebasan = n - 2. Dengan sampel 30 responden, maka didapatkan nilai derajat kebebasan (dk) = 28. Selang kepercayaan (α) ditentukan sebesar 5% maka didapatkan nilai dari rtabel adalah 0,295. Apabila angka rhitung > 0,295, maka item kuesioner valid. Namun, bila angka rhitung ≤ 0,295, maka item kuesioner dinyatakan tidak valid. Hasil uji validitas akan ditampilkan pada Bab IV. Uji reliabilitas juga dilakukan terhadap 30 kuesioner yang akan diuji sebelum penelitian

dilakukan.

Reliabilitas

adalah

kemampuan

suatu

instrumen

menunjukkan kestabilan dan konsistensi dalam mengukur konsep. Pengujian ini didasarkan pada nilai Cronbach‟s Alpha, dimana item kuesioner dinyatakan reliabel jika nilai Cronbach‟s Alpha > 0,6. Hasil uji reliabilitas akan ditampilkan pada Bab IV.

31

7. Teknik Analisis Data Setelah mengetahui metode penelitian, populasi dan sampling serta teknik pengumpulan data yang akan digunakan pada saat penelitian, dibutuhkan pula teknik dalam menganalisis data agar dapat dalam memproses data lebih sederhana sehingga mudah di baca dan interpretasikan. Penelitian ini akan menggunakan tiga teknik analisis data yaitu analisis deskriptif, analisis regresi dan analisis korelasional. Analisis Deskriptif (Statistika Deskriptif) Statistika deskriptif merupakan metode yang berkaitan dengan pengumpulan dan penyajian suatu gugus data sehingga memberikan informasi yang berguna. Statistika deskriptif hanya memberikan informasi mengenai data yang dipunyai dan sama sekali tidak menarik kesimpulan apapun tentang gugus induknya yang lebih besar (Dedy Kuswanto,2012:27). Pada analisis deskriptif akan dilakukan analisis mean dan crosstabulation. Analisis Regresi Analisis data dalam penelitian ini akan dilakukan dengan menggunakan analisis Regresi Sederhana. Analisis regresi sederhana adalah analisis untuk mengetahui hubungan linier antara variabel independen (X2), variabel Intervening (X1) dan variabel dependen (Y). Formula persamaan linier adalah sebagai berikut: Y = a0 + b1 X1 + b2 X2 + b3 X1.X2 Keterangan: Y = Variabel dependen X1 = Variabel Intervening X2 = Variabel independen a = Konstanta (nilai Y apabila X=0) b1 = Koefisien regresi untuk X1 b2 = Koefisien regresi untuk X2 b3 = Koefisien regresi untuk X3 Analisis Korelasi (Pearson Correlation Test)

32

Tujuan penelitian korelasional menurut Gary dalam Emzir (2007:38); adalah untuk menentukan hubungan antara variabel, atau untuk menggunakan hubungan tersebut untuk membuat prediksi. Sedangkan menurut Suryabrata (1994:24) adalah untuk mendeteksi sejauh mana variasi-variasi pada suatu faktor berkaitan dengan variasi-variasi pada satu atau lebih faktor lain berdasarkan pada koefisien korelasi. Koefesien korelasi ialah pengukuran statistik kovarian atau asosiasi antara dua variabel. Besarnya koefesien korelasi berkisar antara +1 s/d -1. Koefesien korelasi menunjukkan kekuatan (strength) hubungan linear dan arah hubungan dua variabel acak. Untuk memudahkan melakukan interpretasi mengenai kekuatan hubungan antara dua variabel penulis memberikan kriteria sebagai berikut (Sarwono, 2006:87):

0: Tidak ada korelasi antara dua variabel >0 – 0,25: Korelasi sangat lemah >0,25 – 0,5: Korelasi cukup >0,5 – 0,75: Korelasi kuat >0,75 – 0,99: Korelasi sangat kuat 1: Korelasi sempurna

8.

Timeline Penelitian Tabel 1.5 Timeline Penelitian Tanggal

Kegiatan

2-3Juni 2016

Penyebaran uji kuesioner

3-4Juni 2016

Uji validitas dan Uji reliabilitas

4-13Juni 2016

Penyebaran kuesioner

14-16 Juni 2016

Pengolahan data

33

More Documents from "tari"

Definisi Bermain.docx
October 2019 40
9. Bab Iv
August 2019 36
11 Kode.docx
May 2020 20
Definisi Belajar
October 2019 31
Kuisioner New.docx
November 2019 34