Riadin Munawar -fdk.pdf

  • Uploaded by: Zeva
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Riadin Munawar -fdk.pdf as PDF for free.

More details

  • Words: 28,976
  • Pages: 174
ALIRAN SESAT ORMAS GAFATAR DI MEDIA ONLINE (STUDI PERBANDINGAN TERHADAP PEMBERITAAN GAFATAR DI DETIK.COM DAN REPUBLIKA ONLINE) Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)

Oleh:

Riadin Munawar 1112051000042

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2016

ALIRAN SESAT ORMAS GAFATAR DI MEDIA ONLINE (STUDI PERBANDINGAN TERHADAP PEMBERITAAN GAFATAR DI DETIK. COM DAN REPUBLIKA ONLINE) Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Saijana Komunikasi Islam (S. Kom.I)

Oleh: Riadin Munawar NIM: 1112051000042

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437H/2016M

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi yang berjudul “ALIRAN SESAT ORMAS GAFATAR DI MEDIA ONLINE (Studi Perbandingan Terhadap Pemberitaan Gafatar di Detik.com dan Republika Online) telah diujikan dalam sidang munaqosyah Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah (UIN) Jakarta pada tanggal 29 Juli 2016. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I) pada jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI). Jakarta, 29 Juli 2016 Sidang Munaqosyah

Anggota, Penguji I

Penguji II

Lembar Pernyataan

Dengan ini saya menyatakan:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 (S1) di Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan skripsi ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan jiplakan dari hasil karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 20 Juli 2016

ABSTRAK Riadin Munawar (1112051000042) Aliran Sesat Ormas Gafatar di Media Online (Studi Perbandingan Terhadap Pemberitaan Gafatar di Detik.com dan Republika Online) Fenomena munculnya aliran sesat di Indonesia bukan merupakan sebuah hal yang baru. Beberapa aliran sesat muncul dari waktu ke waktu diberbagai wilayah di Indonesia. Ormas Gafatar kembali menambah daftar panjang munculnya aliran sesat di Indonesia setelah pada tanggal 3 Februari 2016 MUI mengeluarkan fatwa sesat kepada mereka menyusul banyaknya kasus kehilangan para anggotanya. Keberadaannya menjadi bukti nyata bahwa pemerintah masih kurang cekatan dalam penanganan serta pencegahan terhadap eksistensi aliran sesat di Indonesia. Media massa, memiliki peran dalam memberitakan berbagai kasus yang terjadi di masyarakat untuk diketahui oleh khalayak umum. Media massa juga berperan penting dalam membentuk opini publik, termasuk dalam pemberitaan Gafatar ini. Detik.com dan Republika Online merupakan dua media online yang intens memberitakan kasus Gafatar Dalam pemberitaan. Detik.com seringkali bersifat umum, sedangkan Republika Online seringkali bersegmentasi ke-Islaman dalam pemberitaannya. Hal ini menarik karena kasus Gafatar ini sangat erat kaitannya dengan umat Islam. Peneliti mengambil sample 4 berita dari masing-masing kedua media online tersebut sebagai objek berita tersebut. Berita yang dipilih merupakan berita edisi tanggal 3 dan 4 Februari 2016 di Detik.com dan Republika Online. Rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu bagaimana aliran sesat Gafatar diwacanakan dalam pemberitaan di Detik.com dan Republika Online dalam unsur Medan wacana, pelibat wacana dan sarana wacana? Serta bagaimana perbandingan penyajian wacana pemberitaan Ormas Gafatar di Detik.com dan Republika Online? Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini merupakan pendekatan kualitatif, dengan teori semiotika sosial M.A.K Halliday. Teknik pengumpulan data menggunakan observasi teks, wawancara, dan dokumentasi dengan sumber utama yakni teks berita di Detik.com dan Republika Online. Analisis dilakukan dengan cara menganalisis empat berita dari masing-masing media online tersebut, lalu ditelaah dari segi medan wacana, pelibat wacana, dan sarana wacana-nya, serta perbandingan penyajian wacana di kedua media online tersebut. Setelah melakukan proses penelitian, dapat diketahui bahwa Detik.com dan Republika Online pada medan wacana mewacanakan kasus ini sebagai tanggungjawab pemerintah yang harus segera menyelesaikan melalui proses hukum para pimpinan Gafatar yag dianggap sebagai pelaku, serta memberi perlindungan kepada para pengikut Gafatar yang dianggap sebagai korban. Namun perbedaan yang cukup signifikan ada pada Republika Online yang menaruh perhatian khusus kepada para tokoh agama yang juga dianggap bertanggungjawab terhadap kasus ini. Dari segi pelibat wacana, dikedua media tersebut sumber yang dikutip legitimate dan kompeten. Sementara dari sarana wacana, kedua media tersebut menggunakan bahasa yang tegas, informatif dan dapat dikaji dalam penggunaan majas dalam teks beritanya. Kata kunci: Gafatar, Detik.com, Republika Online, wacana dan media.

i

KATA PENGANTAR Alhamdulillah puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya. Shalawat serta salam selalu tercurah kepada junjungan Nabi besar Muhammad SAW yang telah membimbing umatnya dari zaman kegelapan menuju cahaya kebenaran yang penuh kemuliaan. Sehingga pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Aliran Sesat Ormas Gafatar di Media Online (Studi Perbandingan Terhadap Pemberitaan Gafatar di Detik.com dan Republika Online.” Adapun skripsi ini merupakan tugas akhir yang disusun guna melengkapi salah satu syarat yang telah ditentukan dalam menempuh program studi Strata Satu (S1) Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Skripsi ini tidak mungkin dapat terselesaikan tanpa adanya dukungan dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Dr. H. Arief Subhan, M.A. selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, beserta Suparto M.Ed, selaku Wakil Dekan I Bidang Akademik, Dr. Hj. Roudhonah, M.Ag selaku Wakil Dekan II Bidang Administrasi Umum, serta Dr. Suhaimi, M.Si selaku Wakil Dekan III Bidang Kemahasiswaan. 2. Bapak Drs. Masran, M.A. dan Ibu Fita Fathurokhmah SS, M.Si selaku Ketua dan Sekertaris Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam. 3. Bapak Rachmat Baihaky, MA sebagai pembimbing skripsi yang inovatif, yang telah menyempatkan waktu dan memberikan arahan dan masukan positif dalam penyusunan dan penulisan skripsi ini. 4. Para Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah memberikan ilmu, pengalaman serta dedikasinya kepada peneliti selama menuntut ilmu dalam masa perkuliahan dan selalu memotivasi untuk menjadi insan akademis yang selalu terus belajar. ii

5. Kepada kedua Orangtua tercinta, Bapak Wahdini dan Ibu Tating Hartini yang telah memberi support baik secara moril maupun materil, sekaligus menjadi alasan utama penulis untuk segera menyelesaikan studi dan selalu menjadi yang terbaik. 6. Kepada Kakak dan Adik penulis, Nur Fitri Amalia dan Ilyas Firdaus yang telah memberikan motivasi kepada penulis. Serta Dzakira Kayla Nur Salsabila, keponakan yang selalu menghadirkan keceriaan dan menghilangkan penat di selasela menulis skripsi. 7. Kepada Muhamad Nur, rekan seperjuangan sejak awal perkuliahan di UIN Jakarta yang selalu membantu hingga selesai studi. 8. Kepada Panji Febrian Nugraha, rekan seperjuangan yang juga selalu turut membantu penulis dalam berbagai hal selama masa perkuliahan. 9. Kepada Keluarga Besar KPI 2012, HMJ KPI, dan khususnya kepada rekan-rekan WEAK KPI B 2012 yang telah bersama-sama menempuh jalan panjang selama proses perkuliahan. 10. Kepada Keluarga Besar Longgate, yang turut membantu proses penulisan skripsi hingga menjadi penuh tantangan, serta selalu mewarnai kehidupan penulis dan selalu memotivasi untuk maju bersama menuju kehidupan bangsa yang lebih baik. 11. Bapak Erwin Dariyanto dan Ahmad Subarkah selaku Editor serta Redaktur Pelaksana dari Detik.com dan Republika Online yang telah memberikan waktu luang untuk wawancara di tengah kesibukannya. 12. Kepada Ika Suci Agustin, kaka senior yang telah memberikan berbagai referensi buku serta masukan untuk menyelesaikan skripsi. 13. Rekan-rekan KKN Allegro 2015 Desa Pancawati, terimakasih atas kebersamaan, ilmu dan kenangan dalam proses pengabdian, semoga silaturahmi tetap terjaga.

iii

14. Kepada segenap staff yang bekerja di UIN Jakarta terimakasih atas keramahannya dan pelayanan yang baik kepada penulis. 15. Kepada orang-orang yang berkontribusi terhadap perjalanan hidup penulis dan dan proses penulisan skrispi, yang mungkin saya lupa cantumkan namanya dalam skripsi ini penulis ucapkan terimakasih banyak. Semoga Allah selalu membalas kebaikan kalian. Pada akhirnya penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan. Penulis hanya dapat mengucapkan terimakasih yang sebesarbesarnya kepada pihak-pihak yang terlibat. Hanya ucapan inilah yang dapat peneliti berikan, semoga Allah membalas semua kebaikan kalian. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis, pembaca dan khususnya kepada civitas akademik Komunikasi dan Penyiaran Islam UIN Jakarta.

Jakarta, 20 Juli 2016

Riadin Munawar

iv

DAFTAR ISI ABSTRAK ......................................................................................................................... i KATA PENGANTAR ....................................................................................................... ii DAFTAR ISI ...................................................................................................................... v DAFTAR TABEL ............................................................................................................. vi DAFTAR GAMBAR ......................................................................................................... vii BAB I

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ........................................................................ 1 B. Batasan dan Rumusan Masalah ............................................................. 9 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................................. 10 D. Metodologi Penelitian ........................................................................... 11 E. Tinjauan Pustaka ................................................................................... 17 F. Sistematika Penulisan ........................................................................... 18

BAB II

LANDASAN TEORITIS A. Semiotika Sosial .................................................................................. 20 1. Pengertian Semiotika ........................................................................... 20 2. Macam-macam Analisis Semiotika....................................................... 25 3. Semiotika Sosial M.A.K Halliday ......................................................... 26 B. Konseptualisasi Pemberitaan ............................................................. 32 1. Pengertian Berita ................................................................................... 32 2. Nilai Berita ............................................................................................ 33 3. Teknis Penulisan Berita......................................................................... 35 C. Media Online ...................................................................................... 39 D. Aliran Sesat .......................................................................................... 43 1. Profil Ormas Gafatar ............................................................................. 43 2. Indikator Aliran dan Gerakan Keagamaan Bermasalah ditinjau dari Peraturan Perundang-undangan ............................................................ 47 3. Kriteria Paham dan Aliran Sesat menurut Majelis Ulama Indonesia (MUI) ................................................................................................... 48 4. Dampak Aliran Sesat............................................................................. 49

BAB III

GAMBARAN UMUM A. Sejarah Singkat Pers di Indonesia ......................................................... 53 B. Profil Detik.com .................................................................................... 66

v

C. Profil Republika Online......................................................................... 72 BAB IV

TEMUAN DAN ANALISIS DATA A. Analisis Semiotika Sosial Pemberitaan Detik.com ........................... 79 1. Analisis Pemberitaan “MUI: Gafatar Sesat dan Menyesatkan” ........... 80 2. Analisis Pemberitaan “Menag Segera Tindaklanjuti Fatwa MUI Gafatar Sesat dan Menyesatkan” ....................................................................... 86 3. Analisis Pemberitaan “MUI Nyatakan Gafatar Sesat, Ini Tanggapan Menko Luhut” ........................................................................................ 93 4. Analisis Pemberitaan “Pimpinan DPR Taufik Kurniawan: Proses Hukum Pimpinan Gafatar!” .............................................................................. 98 B. Analisis Semiotika Sosial Pemberitaan Republika Online ..............104 1. Analisis Pemberitaan “MUI Nyatakan Gafatar Sesat dan Menyesatkan” ........................................................................................................ ...... 104 2. Analisis Pemberitaan “Gafatar difatwa Sesat, Menag Minta Pengikutnya Dilindungi”...................................................................................... ..... 108 3. Analisis Pemberitaan “Umat Islam Dinilai Krisis Panutan” .......... ..... 113 4. Analisis Pemberitaan “MUI Minta Pemerintah Segera Proses Hukum Pimpinan Gafatar” ......................................................................... ..... 119 C. Analisis Perbandingan Pemberitaan Detik.com dan Republika Online ...............................................................................................................124

BAB V

PENUTUP A. Kesimpulan ........................................................................................... 128 B. Saran-saran ............................................................................................ 129 Daftar Pustaka…………………………………............................................................... 130 Lampiran-Lampiran

viii

DAFTAR TABEL Tabel 4.1 Pemberitaan Ormas Gafatar di Detik.com dan Republika Online ................... 79 Tabel 4.2 Analisis Pemberitaan “MUI: Gafatar Sesat dan Menyesatkan” ..................... ....80 Tabel 4.3 Analisis Pemberitaan “Menag Segera Tindaklanjuti Fatwa MUI Gafatar Sesat dan Menyesatkan” ..................................................................................................... 86 Tabel 4.4 Analisis Pemberitaan “MUI Nyatakan Gafatar Sesat, Ini Tanggapan Menko Luhut” .......................................................................................................................... 93 Tabel 4.5 Analisis Pemberitaan “Pimpinan DPR Taufik Kurniawan: Proses Hukum Pimpinan Gafatar!” ............................................................................................................ 98 Tabel 4.6 Analisis Pemberitaan “MUI Nyatakan Gafatar Sesat dan Menyesatkan” ......... 104 Tabel 4.7 Analisis Pemberitaan “Gafatar difatwa Sesat, Menag Minta Pengikutnya Dilindungi” ......................................................................................................... 108 Tabel 4.8 Analisis Pemberitaan “Umat Islam Dinilai Krisis Panutan” .............................. 113 Tabel 4.9Analisis Pemberitaan “MUI Minta Pemerintah Segera Proses Hukum Pimpinan Gafatar” ............................................................................................................. 119 Tabel 4.10 Perbandingan Pemberitaan Detik.com dan Republika Online ......................... 125

vii

DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Elemen Makna Pierce .....................................................................22 Gambar 2.2 Piramida Terbalik Pemberitaan .......................................................37

viii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Fenomena kemunculan aliran sesat bukan merupakan sebuah hal yang baru. Sejarah mencatat, beberapa aliran sesat muncul dari waktu ke waktu di berbagai wilayah di Indonesia. Kemunculan mereka kerap menyita perhatian publik, menimbulkan permasalahan dan memunculkan perdebatan. Kehadiran aliran sesat menimbulkan keresahan di masyarakat, terutama bagi mereka kelompok umat Islam arus utama (mainstream). Selain itu, kehadiran aliran sesat juga sering kali disikapi secara ekstrem dengan terjadinya berbagai tindakan anarkis kepada para penganut aliran sesat yang tentunya meyebabkan dampak negatif yang menimpa banyak pihak. Pada masa Orde Lama dan Orde Baru tercatat ada beberapa aliran dan gerakan keagamaan yang dianggap menyimpang seperti Inkar sunah, maupun yang bersifat sufistik atau tarekat, serta gerakan yang bersifat politis seperti Darul Islam/ Tentara Islam Indonesia maupun Negara Islam Indonesia. 1 Sementara itu, pada masa Orde baru muncul aliran dan gerakan keagamaan seperti Islam Jamaah/Darul Hadits, Darul Arqom, NII KW-IX,

1

Puslitbang Kementrian Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama RI, Pedoman Penanganan Aliran dan Gerakan Keagamaan Bermasalah di Indonesia.( Jakarta:2014 ), h.2.

1

2

dan NII Fillah. Kemudian menjamur aliran-aliran sesudah era reformasi tahun 1998, seperti kemunculan Salamullah (Lia Eden), Al-Haq, Komunitas Millah Abraham (KOMAR), Surga Eden, Hidup dibalik Hidup, NII KW IX yang terkait Ma’had Al-Zaytun dan lain-lain.2 Majelis Ulama Indonesia (MUI) mencatat ada 300 lebih aliran kepercayaan yang tergolong sesat di Indonesia sampai saat ini. Namun, ratusan aliran sesat tersebut biasa muncul dan menghilang sewaktu-waktu. Menurut Ketua Komisi Pengkajian dan Penelitian MUI, Utang Ranuwijaya, ratusan aliran sesat di Indonesia sudah terpantau sejak 1995 silam. Namun, aliran-aliran sesat tersebut umumnya muncul dan menghilang dengan menggunakan nama-nama organisasi yang berbedabeda.3 Berkembangnya aliran sesat merupakan persoalan serius karena dampaknya yang beresiko. Dampak negatif yang paling nyata adalah banyaknya terjadi perusakan, pemusnahan dan tindakan yang bersifat destruktif

karena

eksistensi

mereka

dianggap

mengganggu

dan

meresahkan warga. Konflik yang timbul antara kelompok mainstream dengan penganut aliran baru yang dipandang kontroversial ini selalu dimenangkan oleh mereka yang dominan. Kasus Ahmadiyah di NTB dan Jawa Barat serta Syiah di Sampang, Jawa Timur membuktikan hal

2

Puslitbang Kementrian Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama RI, Pedoman Penanganan Aliran dan Gerakan Keagamaan Bermasalah di Indonesia. h.2-3. 3 “MUI: Ada 300 Lebih Aliran Sesat di Indonesia.” CNN Indonesia Online, 21 Januari 2002. Diakses tanggal 19 April pukul 19.06 WIB.

3

tersebut. Fenomena-fenomena tersebut dapat menstimulasi konflik dan kekerasan laten di tingkat masyarakat hingga kelompok kecil yang turut menjadi korban.4 Hal ini tentunya menjadi persoalan serius yang harus dicarikan solusinya oleh pihak-pihak yang memiliki otoritas untuk menangani masalah ini. Berbagai permasalahan yang ada dapat menimbulkan sebuah disintegritas dan kekacauan jika tidak diakomodir dengan baik. Akhir-akhir ini publik kembali dihebohkan dengan pemberitaan mengenai munculnya Organisasi Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) yang dinilai mengajarkan aliran sesat. Organisasi kemasyarakatan yang didirikan pada 14 Agustus 2011 ini mulai menjadi sorotan di media massa setelah munculnya pemberitaan mengenai hilangnya Dr. Rica dan anaknya dari Yogyakarta yang akhirnya ditemukan di Kalimantan dan diduga bergabung dengan Gafatar. Setelah ditelusuri lebih lanjut, organisasi ini terindikasi sebagai sebuah gerakan radikal dan sesat. Hal ini dipastikan sejak keluarnya Fatwa dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada Rabu, 3 Februari 2016 yang menyatakan Gafatar sebagai aliran sesat dan menyesatkan. Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan Fatwa sesat kepada Gafatar dengan tiga alasan utama. Pertama, Gafatar merupakan metamorphosis dari Al Qiyadah Al Islamiyah, sebuah aliran kepercayaan

4

Puslitbang Kementrian Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama RI, Pedoman Penanganan Aliran dan Gerakan Keagamaan Bermasalah di Indonesia. H. 3.

4

yang melakukan sinkritisme ajaran Islam, Kristen dan Yahudi. Kedua, menjadikan Ahmad Musadeq sebagai pemimpinnya. Ketiga, Gafatar memilih faham Milah Abraham. Faham tersebut dinilai MUI menyimpang dari ajaran Islam yang sesungguhnya. Peran media massa sangat penting dalam aktivitasnya melaporkan peristiwa-peristiwa yang terjadi di masyarakat. Selain perannya sebagai penyampai informasi, media massa juga sering memberikan dampak yang signifikan dalam membentuk opini publik. Karena memiliki daya jangkau yang luas dalam menyebarluaskan informasi, media massa sering dijadikan saluran utama sebagai pembentuk opini publik dari setiap kasus yang diangkat dan diberitakan ke masyarakat.5 Salah satunya adalah peran media massa dalam menyampaikan informasi mengenai Ormas Gafatar yang dinilai sebagai aliran sesat ini melalui teks pemberitaannya. Berita dapat diartikan segala laporan mengenai peristiwa, kejadian, gagasan, fakta yang menarik dan penting untuk dimuat dalam media massa agar diketahui oleh khalayak dan menjadi kesadaran umum.6 Artinya berita dapat dimaknai sebagai sebuah keterangan mengenai kejadian atau peristiwa yang sedang terjadi dan hal tersebut perlu untuk diketahui oleh khalayak.7

5

Eriyanto, Analisis Framing, Konstruksi, ldeologi dan Politik Media (Yogyakarta: LKiS, 2002), h. 20. 6 Sedia Willing Barus, Jurnalistik (Petunjuk Teknis Menulis Berita), (Jakarta: Erlangga, 2010), h. 26-27 7 Suhaemi dan Ruli Nasrullah, Bahasa Jurnalistik, (Ciputat: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009), cet-1, h. 27

5

Pemberitaan mengenai Ormas Gafatar yang dinilai sebagai aliran sesat di media online dianggap menarik oleh peneliti karena keberadaan Gafatar memunculkan keresahan di masyarakat, terutama umat Islam di Indonesia. Disinilah peran media, karena isi media merupakan sebuah informasi yang dapat merubah pandangan masyarakat terhadap apa yang disampaikan oleh media tersebut. Masing-masing media memiliki ideologi dan cara pandang tertentu yang mendasari cara mereka mengemas beritanya serta memengaruhi gaya penulisan jurnalis terhadap berita. Ideologi media tersebutlah yang nanti akan menjadi acuan atau kiblat mengenai nilai apa yang akan lebih ditekankan dalam pemberitaan.8 Pada saat memahami teks media, seringkali kita dihadapkan pada tanda-tanda yang perlu diinterpretasikan dan dikaji ada apa dibalik tandatanda tersebut.9 Semiotika komunikasi merupakan ilmu yang mengenai mengkaji tanda-tanda tersebut. Semiotika merupakan suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda atau memaknai hal-hal.10 Pada dasarnya, analisis semiotika memang merupakan sebuah upaya untuk merasakan sesuatu yang aneh, sesuatu yang perlu dipertanyakan lebih lanjut ketika kita membaca teks atau wacana tertentu. Analisisnya bersifat paradigmatic dalam arti berupaya menemukan makna 8

Ade Armando, Media dan Integrasi Sosial Jembatan Antar Umat Beragama, (Jakarta: Center for The Study and Culture (CSRC) UIN Syarif Hidayatullah, 2011), h.27. 9 Indiwan Seto Wahyu Wibowo, Semiotika Komunikasi: Aplikasi praktis bagi penelitian skripsi komunikasi (Jakarta: Mitra Wacana Media, 2011), h.7. 10 Alex Sobur, Semiotika Komunikasi (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009), h.15.

6

termasuk dari hal-hal yang tersembunyi di balik sebuah teks. Maka, orang sering mengatakan bahwa semiotika adalah upaya menemukan makna ’berita di balik berita’.11 Maka dari itulah seringkali ditemukan banyak simbol yang dapat dikaji melalui analisis semiotika dalam wacana-wacana pemberitaan di media massa. Jika dahulu kita hanya kenal media cetak dan media elektronik dalam teknologi komunikasi massa, di era globalisasi ini telah muncul media baru (new media). Dimana masyarakat dengan lebih mudah dapat mencari informasi dimanapun dan kapanpun selama memiliki akses internet dan terhubung secara online. Dan media online muncul dan menjadi pesaing nyata diantara dominasi media cetak dan media elektronik. Adapun perbedaan mendasar antara media online dengan media cetak dan elektronik yaitu pada media online berita-berita yang disampaikan jauh lebih cepat, bahkan setiap beberapa menit dapat di update. Peristiwa-peristiwa besar yang baru saja terjadi sudah dapat diketahui dengan membaca media online, masyarakat tidak harus menunggu esok hari lewat koran atau pekan depan lewat majalah. Faktor kecepatan inilah yang diperoleh lewat media online.12 Karena kecepatan dan kemudahannya dalam mengakses informasi, media online saat ini sangat banyak peminatnya. Media online menjadi 11

Wibowo, Semiotika: Aplikasi Praktis bagi Penelitian dan Penulisan Skripsi Ilmu Komunikasi, h.7. 12 Zaenuddin HM, The Journalist, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011), h.7-9.

7

pilihan favorit masyarakat saat ini karena kelebihannya tersebut. Dan dalam pemberitaan mengenai Gafatar sebagai aliran sesat, Detik.com dan Republika Online merupakan media yang peka terhadap pemberitaan tersebut karena intens memberitakan kabar terbaru setiap harinya. Detik.com merupakan salah satu media online terbesar di Indonesia dengan jutaan pengunjung yang mengakses media ini setiap harinya. Sama halnya dengan Detik.com, Republika Online juga turut andil dan intens dalam pemberitaan Ormas Gafatar sebagai aliran sesat. Republika Online merupakan media massa online berskala nasional serta bersegmentasi keIslaman. Hal tersebut dapat dilihat dari berita-berita yang dibahas Republika

Online

banyak

memasukkan

unsur

Islam

dalam

pemberitaannya, termasuk dalam pemberitaan mengenai Ormas Gafatar sebagai aliran sesat. Peneliti menggunakan analisis semiotika sosial karena semiotika ini khusus menelaah sistem tanda yang dihasilkan oleh manusia berupa lambang dan kalimat. Ilmu ini menganggap bahwa kejadian sosial di masyarakat adalah tanda atau simbol yang dihasilkan oleh manusia melalui media massa, salah satunya media online. Sehingga kejadian sosial disini yaitu fenomena aliran sesat Ormas Gafatar yang akan menghasilkan tanda atau simbol dalam bentuk tulisan di situs Detik.com dan Republika Online. Semiotika sosial merupakan sebuah metode yang digunakan untuk mengetahui bagaimana sebuah masalah dan orang diwacanakan dalam sebuah teks. Tekniknya adalah dengan cara mengamati cara pengemasan

8

yang digunakan, sumber yang dikutip atau orang-orang yang dilibatkan dengan atribut sosial mereka, dan dengan mengamati simbol-simbol yang digunakan.13 Artinya dalam penelitian menggunakan analisis semiotika sosial, M.A.K Halliday memberi tekanan pada konteks sosial dan memiliki tiga unsur yakni medan wacana, pelibat wacana, dan sarana wacana yang memperjelas suatu ideologi umum dari pandangan sosial dan kebudayaan, juga agama. Penulisan ini penting untuk mengetahui bagaimana Detik.com dan Republika Online mewacanakan teks pada berita mengenai aliran sesat Ormas Gafatar. Antara Detik.com dan Republika Online memiliki karakteristik yang berbeda. Masing-masing diantaranya memiliki cara yang berbeda dalam mewacanakan teks suatu berita dengan tema yang sama. Seperti pada pemberitaan aliran sesat Ormas Gafatar di kedua media tersebut. Berdasarkan

pada

permasalahan

diatas,

untuk

mengetahui

bagaimana cara suatu media online dalam mewacanakan teks berita serta apa pandangan yang disuguhkan kepada khalayak, penulis bermaksud mengadakan penelitian ilmiah yang akan dituangkan dalam bentuk skripsi dengan judul “Aliran Sesat Ormas Gafatar di Media Online (Studi Perbandingan Terhadap Pemberitaan Gafatar di Detik.com dan Republika Online).

13

Jumroni dan Suhaimi, Metode-Metode Penelitian Komunikasi, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006), h. 80.

9

B. Batasan dan Rumusan Masalah 1. Batasan Masalah Berdasarkan pada latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya dan untuk membatasi serta mempermudah penyusunan, maka peneliti membatasi penelitian ini hanya pada pemberitaan yang dimuat oleh Detik.com dan Republika Online berkaitan seputar Organisasi Gafatar sebagai aliran sesat. Peneliti menggunakan total 8 berita pilihan (4 berita pilihan dari masing-masing media) tersebut dalam kurun waktu pemberitaan tanggal 3 dan 4 Februari 2016. Dipilihnya tanggal 3 Februari karena pada hari itu merupakan pengumuman resmi yang disampaikan oleh MUI dalam konferensi pers di media massa. Sedangkan dipilihnya tanggal 4 peneliti ingin melihat pemberitaan yang ditampilkan di Detik.com dan Republika Online pasca dikeluarkannya fatwa sesat MUI kepada Gafatar. Dari keseluruhan berita yang muncul pada tanggal 3 Februari di kedua media tersebut, peneliti mengambil 2 sample berita di masingmasing media untuk di teliti. Sementara itu hal yang sama juga dilakukan pada tanggal 4 Februari, dari seluruh berita yang muncul di kedua media tersebut, peneliti mengambil 2 sample berita di masing-masing media. Keseluruhan berita yang dipilih terfokus pada persoalan kesesatan Gafatar. 2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang sudah dipaparkan sebelumnya, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

10

1. Bagaimana aliran sesat ormas Gafatar diwacanakan dalam pemberitaan di Detik.com dan Republika Online pada medan wacana, pelibat wacana dan sarana wacana? 2. Bagaimana perbedaan penyajian wacana dalam pemberitaan Ormas Gafatar di Detik.com

dan Republika Online dalam teks

pemberitaannya? C. Tujuan dan Manfaat penelitian 1. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui cara penyajian wacana aliran sesat Ormas Gafatar di Detik.com dan Republika Online pada medan wacana, pelibat wacana dan sarana wacana. 2. Mengetahui perbedaan penyajian wacana aliran sesat dalam pemberitaan Ormas Gafatar di Detik.com dan Republika Online dalam teks pemberitaannya. 2. Manfaat penelitian a. Akademis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan khazanah keilmuan komunikasi terutama komunikasi massa yang terkait dengan penggunaan analisis semiotika sosial M.A.K Halliday atas media massa bagi para akademisi Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi.

11

b. Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan sebagai referensi tambahan terkait data analisis kepada penelitian sejenis di masa mendatang terutama untuk mahasiswa KPI (Komunikasi dan Penyiaran Islam) dalam melakukan penelitian menggunakan analisis semiotika sosial.

D. Metodologi Penelitian 1. Paradigma Penelitian Penelitian ini menggunakan paradigma konstriktivis. Paradigma ini memiliki posisi dan pandangan terhadap media dan teks berita yang dihasilkan. Paradigma konstruktivis adalah bagaimana peristiwa atau realitas tersebut dikonstruksi dengan cara apa konstruksi itu dibentuk.14 Kaum konstruktivis menilai, berita adalah hasil dari konstruksi sosial dimana selalu melibatkan pandangan, ideologi dan nilai-nilai dari wartawan atau media.15 Dengan demikian paradigma ini ingin mengungkapkan makna yang tersembunyi dibalik sebuah realitas. Paradigma konstruktivis digunakan untuk melihat bagaimana realitas mengenai wacana aliran sesat Ormas Gafatar dalam teks pemberitaan di Detik.com dan Republika Online.

14

Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media, (Yogyakarta: PT. LKIS Pelangi Aksara, 2008), h. 35 15 Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media, H. 25.

12

2. Pendekatan Penelitian Pendekatan penelitian adalah cara pandang yang digunakan dalam melihat permasalahan penelitian. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif untuk menganalisis isi dan teks media berita di Detik.com dan Republika Online berhubungan dengan berita aliran sesat Ormas Gafatar. Menurut Sugiyono, metodologi kualitatif merupakan metode penelitian yang naturalistik karena digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, (natural setting) dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data di lakukan secara triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian lebih menekankan makna dari pada generalisasi.16 Sehingga pendekatan ini, peneliti dapat menafsirkan makna pada teks berita dengan menguraikan cara bagaimana media mengkonstrusikan berita tersebut. Oleh karena itu, karena fokusnya pendekatan penelitian ini adalah interpretatif dan naturalistik terhadap pokok kajiannya, maka dalam menggunakan penelitian kualitatif, peneliti berusaha melakukan studi gejala dalam keadaan alamiah. Penelitian kualitatif juga berusaha membentuk pengertian terhadap fenomena sesuai dengan makna yang lazim digunakan oleh subjek penelitian.17

16

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitati Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2013). H. 8-9. 17 Jumroni dan Suhaimi, Metode-Metode Penelitian Komunikasi, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006), H. 28.

13

3. Metode Penelitian Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah analisis semiotika sosial dengan menggunakan model M.A.K Halliday. Semiotika sosial yakni semiotika yang khusus menelaah lambang, baik lambang berwujud kata maupun lambang berwujud kata dalam satuan yang disebut kalimat. Dengan kata lain, semiotika sosial menelaah sistem tanda yang terdapat dalam bahasa.18 Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana media massa ini mengkonstruksi realitas pada suatu peristiwa menjadi sebuah berita. Penelitian ini mengenai pemberitaan aliran sesat Ormas Gafatar di Detik.com dan Republika Online.

4. Subjek dan Objek Penelitian Subjek yang diteliti adalah tim redaksi Detik.com dan Republika Online, Objek penelitiannya adalah teks berita yang diteliti dikedua media tersebut seputar pemberitaan aliran sesat Ormas Gafatar. Berikut berita yang diteliti: 1. Detik.com a. “MUI: Gafatar Sesat dan Menyesatkan” pada edisi Rabu, 3 Februari 2016 pukul 12:24 WIB.

18

Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotika, Analisis Framing, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2002), h. 101

14

b. “Menag Segera Tindaklanjuti Fatwa MUI Gafatar Sesat dan Menyesatkan” pada edisi Rabu, 3 Februari 2016 pukul 17:15 WIB. c. “MUI Nyatakan Gafatar Sesat, Ini Tanggapan Menko Luhut” pada edisi Kamis, 4 Februari 2016 pukul 12:38 WIB. d. “Pimpinan DPR Taufik Kurniawan: Proses Hukum Pengurus Gafatar!” pada edisi Kamis, 4 Februari 2016 pukul 13:25 WIB. 2. Republika Online a. “MUI Nyatakan Gafatar Sesat dan Menyesatkan” pada edisi Rabu, 3 Februari 2016 pukul 14:35 WIB. b. “Gafatar difatwa Sesat, Menag Minta Pengikutnya Dilindungi” pada edisi Rabu, 3 Februari 2016 pukul 21:29 WIB. c. “Umat Islam Dinilai Krisis Panutan” pada edisi Kamis, 4 Februari 2016 pukul 05:00 WIB. d. “MUI Minta Pemerintah Segera Proses Hukum Pimpinan Gafatar” pada edisi Kamis, 4 Februari pukul 12:35 WIB.

5. Teknik Pengumpulan Data a. Observasi Teks Dalam mengumpulkan data, peneliti menggunakan metode observasi teks atau document research. Dalam penelitian ini, peneliti mengobservasi teks-teks pemberitaan mengenai Ormas Gafatar sebagai aliran sesat di Detik.com dan Republika Online edisi Februari 2016.

15

Peneliti mengumpulkan berbagai macam bentuk data yang ada pada wacana pemberitaan dalam teks pemberitaan kedua media tersebut. b. Wawancara Wawancara atau interview merupakan sebuah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara melakukan tanya jawab sambil

bertatap muka

antara pewawancara

dengan orang

yang

diwawancarai.19 Dalam penelitian ini yang diwawancarai merupakan tim redaksi dari Detik.com dan Republika Online. Yaitu Ahmad Subarkah selaku asisten redaktur pelaksana Republika Online dan Erwin Dariyanto selaku News Editor dari Detik.com. Peneliti melakukan wawancara seputar medan wacana, pelibat wacana dan sarana wacana dalam pemberitaan aliran sesat Gafatar di kedua media tersebut. Hasil wawancara ini kemudian dijadikan data tambahan dalam proses analisis data. c. Dokumentasi Dokumentasi yaitu mengumpulkan data-data dengan cara mengkaji buku-buku, website, artikel dan lainnya yang berhubungan dengan materi penelitian dan selanjutnya dijadikan bahan argumen.

19

Moh. Nazin, Metode Penelitian, (Bandung: Ghalia Indonesia, 1999), h.234.

16

6. Teknik Analisis Data Dalam penelitian ini, teknik analisis yang digunakan oleh peneliti adalah model analisis semiotika sosial M.A.K Halliday. Pada umumnya ada tiga jenis masalah yang hendak diulas dalam analisis semiotika. Pertama, membahas masalah makna (the problem of meaning), yaitu tentang bagaimana orang memahami pesan. Kedua, masalah tindakan (the problem of action) atau pengetahuan tentang bagaimana memperoleh sesuatu melalui pembicaraan. Ketiga, masalah koherensi (problem of coherence), yang menggambarkan bagaimana membentuk suatu pola pembicaraan masuk akal (logic) dan dapat dimengerti (sensible).20 Dalam semiotika sosial, ada tiga unsur yang menjadi pusat perhatian penafsiran teks secara kontekstual, yaitu:21 a. Medan Wacana (field of discourse): menunjuk pada hal yang terjadi pada tindakan sosial yang sedang berlangsung dan apa yang dijadikan wacana oleh pelaku (media massa) mengenai sesuatu yang sedang terjadi di lapangan peristiwa. b. Pelibat Wacana (tenor of discourse) menunjuk pada orang-orang yang ambil bagian dan dicantumkan dalam teks (berita); sifat orang-orang

20

Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotika, Analisis Framing, h. 148 21 Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotika,Semiotika, Analisis Framing, h. 148

17

itu, kedudukan dan peranan mereka. Dengan kata lain, siapa saja yang dikutip dan bagaimana sumber itu digambarkan sifatnya. c. Sarana Wacana (mode of discourse) menunjuk pada bagian yang diperankan oleh bahasa: bagaimana komunikator (media massa) menggunakan gaya bahasa untuk menggambarkan medan (situasi) dan pelibat (orang-orang yang dikutip). Lalu mengenai organisasi simbolik teks, apakah menggunakan bahasa yang diperhalus atau vulgar dan sebagainya.

E. Tinjauan Pustaka Setelah peneliti melakukan pengamatan di Perpustakaan Utama Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta peneliti menemukan penelitian yang sama dalam skripsi terdahulu yang juga menggunakan metode analisis semiotika sosial dalam penelitiannya. Diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Representasi Dakwah Melalui Sejarah Islam (Analisis Semiotika Sosial Buku Mengenal Islam For Begginers karya Ziauddin Sardar) oleh Inda Nurshadrina, Mahasiswi Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2012. Persamaannya yakni pendekatan dan metode analisis yang digunakan yakni metode analisis semiotika sosial M.A.K Halliday. Perbedaannya terletak pada judul serta objek penelitian.

18

2. Analisis Semiotika Pemberitaan Pernikahan Beda Agama Pada Amirandah Dengan Jonas Rivano di Situs Tempo.co oleh Ika Suci Agustin Mahasiswi Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi Jurusan Konsentrasi Jurnalistik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014. Persamaannya yakni mengkaji teks pemberitaan di media massa dengan menggunakan metode analisis semiotika sosial M.A.K Halliday. Perbedaannya ada pada Subjek dan Objek Pemberitaan yang dikaji dalam penelitian. 3. Analisis Framing Pada Pemberitaan Aliran Al Qiyadah Islamiyah di Harian Media Indonesia oleh Eri Suhasni Wulandari, Mahasiswi Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Jurusan Konsentrasi Jurnalistik, 2008. Persamaanya yakni mengkaji teks berita seputar aliran sesat di media massa. Perbedaannya terletak pada metode analisis serta subjek dan objek penelitiannya.

F. Sistematika Penulisan BAB I : Pendahuluan, yaitu berupa latar belakang masalah, pembatasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metodologi penelitian dan sistematika penulisan. BAB II : Landasan teoritis, Yaitu berupa konseptualisasi teori tentang Semiotika Sosial M.A.K Halliday, Perbedaan Media cetak dan Online,

19

konseptualisasi berita, dan mengenai pelarangan keberadaan Aliran sesat di Indonesia. BAB III : Gambaran umum, terdapat Sejarah singkat Pers di Indonesia, Gambaran umum Detik.com dan Republika Online. Yaitu berupa sejarah singkat Detik.com dan Republika Online, Visi dan misi, profil pembaca, dan struktur redaksional. BAB IV : Analisis data, Yaitu berupa berita dan analisis semiotika sosial pada berita di Detik.com dan Republika Online yang di posting pada tanggal 3 dan 4 Februari 2016. BAB V : Penutup, yang berisi tentang Kesimpulan dan Saran penulis. Merupakan bab penutup dari berbagai sub bab yang terdapat dalam penyusunan skripsi.

BAB II KERANGKA TEORITIS A. Semiotika Sosial 1. Pengertian Semiotika Secara etimologis istilah semiotik berasal dari bahasa Yunani semeion yang berarti tanda, sedangkan secara terminologis, merupakan ilmu yang mempelajari sederetan luas objek-objek, peristiwa-peristiwa dan seluruh kebudayaan sebagai tanda.1 Secara singkat semiotika dapat diartikan sebagai sebuah studi mengenai tanda (signs). Sebagai suatu metode dari ilmu pengetahuan sosial, semiotika memahami dunia sebagai sistem hubungan yang memiliki unit dasar yang disebut sebagai „tanda‟.2 Konsep dasar yang menyatukan tradisi semiotika ini adalah „tanda‟ yang diartikan sebagai suatu stimulus yang mengacu pada sesuatu yang bukan dirinya sendiri.3 Tradisi semiotika mencakup teori utama mengenai bagaimana tanda mewakili objek, ide, situasi, keadaan perasaan dan sebagainya yang berada di luar diri. Sedangkan makna atau arti adalah hubungan antara objek atau ide dengan tanda. Jadi secara singkat semiotika dapat disebut sebagai studi yang membahas dan mengkaji

1

Alex Sobur, Analisis Teks Media; Suatu pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik dan Analisis Framing (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009), h. 95. 2 Alex Sobur, Analisis Teks Media; Suatu pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik dan Analisis Framing, h.87. 3 Morissan, Teori Komunikasi Individu Hingga Massa (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013), h. 32.

20

21

mengenai tanda dan bagaimana tanda tersebut dihubungkan dengan makna. Membahas Semiotika tentu tidak bisa dilepaskan dari pembahasan tanda yang dikemukakan oleh seorang ahli filsafat dari abad sembilan belas, yakni Charles Sanders Pierce. Teori dari Pierce sering dianggap sebagai grand theory dalam semiotika karena gagasan Pierce bersifat menyeluruh, deskripsi struktural dari semua sistem penandaan yang ada.4 Ia mendefinisikan semiotika sebagai suatu hubungan antara tanda, objek dan makna. Pierce mengatakan bahwa representasi dari suatu objek merupakan interpretant. Tanda mewakili objek (referent) yang ada di dalam pikiran orang yang menginterpretasikannya (interpreter). Sign

Interpretant

Object

Gambar 1: Elemen Makna Pierce Dalam studi media massa, semiotik tak hanya terbatas sebagai kerangka teori namun sebagai metode analisis. Misalnya, kita dapat menjadikan teori segitiga makna (triangle meaning) Pierce yang terdiri

4

Indiwan Seto Wahyu Wibowo, Semiotika Komunikasi: Analisis Praktis bagi Penelitian dan Skripsi Komunikasi (Jakarta: Mitra Wacana Media, 2013), h. 17.

22

atas sign (tanda), object (objek) dan interpretan (interpretant). Menurut pierce, salah satu bentuk tanda adalah kata. Objek adalah sesuatu yang dirujuk tanda. Sementara interpretan adalah tanda yang ada dalam benak seseorang tentang objek yang dirujuk sebuah tanda. ketika elemen makna itu berinteraksi dalam benak seseorang, maka muncullah makna tentang sesuatu yang diwakili oleh tanda tersebut. Yang hendak dibahas oleh segitiga makna adalah persoalan tentang bagaimana makna muncul dari sebuah tanda ketika tanda tersebut digunakan orang saat berkomunikasi.5 Pierce membagi tanda kedalam tiga jenis, yakni icon (ikon), index (indeks), dan symbol (simbol).6 Ikon dapat diartikan sebagai tanda yang hubungan antara penanda dan petandanya mengandung kemiripan. Indeks adalah tanda yang menunjukkan adanya hubungan antara tanda dan petandanya yang bersifat timbal balik. Sedangkan simbol dapat dimaknai sebagai tanda yang bersifat arbiter dan konvensional serta menunjukkan hubungan yang alamiah antara penanda dan petanda. Selain Pierce, ranah semiotika modern juga mengenal tokoh Ferdinand de Saussure. Keduanya memiliki perbedaan-perbedaan penting, terutama dalam penerapan konsep-konsep antara hasil karya yang berkiblat pada Pierce dan pengikut Saussure di pihak lain. Ketidaksamaan tersebut terjadi karena perbedaan mendasar yakni Pierce yang notabene seorang ahli filsafat dan ahli logika, sedangkan Saussure adalah tokoh linguistik 5

Alex Sobur, Analisis Teks Media; Suatu pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik dan Analisis Framing, h. 115 6 Alex Sobur, Semiotika Komunikasi (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2013), h. 41-42.

23

umum. Perbedaan inilah yang kemudian memunculkan istilah semiologi bagi Saussure. Pemikiran yang paling penting menurut Saussure tentang pandangannya mengenai tanda dalam konteks semiotik adalah dengan melakukan perbandingan mengenai apa yang disebut dengan signifier (penanda) dan signified (petanda). Signifier dapat diartikan sebagai aspek material yakni sesuatu yang bermakna seperti sesuatu yang dapat ditulis atau dibaca. Signified yakni aspek mental dari bahasa atau gambaran mental dari signifier dan dalam proses memberi makna tersebut disebut dengan signification.7 Selanjutnya, pokok pikiran penting lain yang diwariskan oleh Saussure adalah mengenai cikal bakal strukturalisme yang kita kenal saat ini. Pokok pikiran utamanya adalah pada beberapa pasangan konsep seperti konsepnya tentang bahasa yakni pasangan langue dan parole. Berkenaan dengan langue ini, menurut Komarudin Hidayat dikutip Alex Sobur dimaknai sebagai abstraksi dan artikulasi bahasa pada tingkat sosial budaya, sedangkan parole dimaknai sebagai ekspresi bahasa pada tingkat individu. Kedua, mengenai pendekatan dalam linguistik yakni sinkronik dan diakronik. Lalu yang ketiga tentang konsepnya mengenai penanda dan petanda.8

7

Alex Sobur, Analisis Teks Media; Suatu pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik dan Analisis Framing, h.125. 8 Alex Sobur, Analisis Teks Media; Suatu pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik dan Analisis Framing, h.111-113.

24

Sebagai penerus pemikiran Saussure, Roland Barthes mengadaptasi pemikiran Saussure dengan membuat model sistematis dalam menganalisa makna dari tanda-tanda. Fokus utamanya adalah gagasan mengenai signifikansi dua tahap (two order of signification). Signifikansi tahap pertama merupakan hubungan antara signifier dan signified di dalam sebuah tanda terhadap realitas eksternal yang kemudian disebut Barthes sebagai denotasi yakni makna paling nyata dari tanda. Konotasi adalah istilah yang digunakan Barthes untuk menunjukkan signifikansi tahap kedua. Konotasi memiliki makna subjektif yang menggambarkan interaksi yang terjadi ketika tanda bertemu dengan perasaan atau emosi dari pembaca serta nilai-nilai kebudayaannya. Secara singkat denotasi adalah apa yang digambarkan tanda terhadap objek, sedangkan konotasi adalah bagaimana menggambarkannya. Selanjutnya, pada signifikansi tahap kedua yang berhubungan dengan isi, tanda bekerja melalui mitos (myth) mitos dipahami sebagai upaya bagaimana kebudayaan menjelaskan atau memahami beberapa aspek tentang realitas atau gejala alam.9 Sementara itu, tokoh semiotik lainnya, Umberto Eco mengkritisi berbagai pandangan mengenai semiotik lebih lanjut. Menurutnya berbagai pandangan yang diberikan oleh Pierce lebih luas dan secara semiotik lebih berhasil. Semiotik bagi Pierce merupakan suatu tindakan, pengaruh atau kerjasama tiga subjek yakni tanda, objek dan interpretan, Eco sepakat

9

John Fiske, Introduction to Communication Studies (London: Methuen & Co.Ltd, 1990), second edition. h. 88.

25

dengan Pierce dalam mengartikan interpretan sebagai suatu peristiwa psikologis dalam pikiran interpreter.10 Selanjutnya, Eco mengungkapkan bahwa pada dasarnya semiotika sebuah ilmu yang mempelajari segala sesuatu yang dapat digunakan untuk berdusta dan menegaskan bahwa semiotika adalah teori dusta. Menurutnya tanda dapat digunakan untuk menyatakan kebenaran sekaligus juga untuk menyatakan kebohongan. Meskipun aneh, namun definisi tersebut secara langsung menegaskan betapa sentralnya konsep dusta dalam wacana semiotika, sehingga dusta tampak menjadi prinsip semiotika.11

2. Macam-macam Analisis Semiotika Menurut Pateda dikutip Alex Sobur sekurang-kurangnya terdapat Sembilan macam semiotik yang kita kenal saat ini, diantaranya yaitu:12 a) Semiotik analitik, yakni semiotik yang menganalisis sistem tanda. b) Semiotik deskriptif, yaitu semiotik yang memperhatikan sistem tanda yang dapat kita alami sekarang, namun ada tanda yang sejak dahulu tetap seperti yang disaksikan sekarang. c) Semiotik faunal (zoosemiotic), yaitu semiotik yang secara khusus memperhatikan sistem tanda yang dihasilkan oleh hewan. d) Semiotik kultural, yaitu semiotik yang khusus menelaah sistem

10

Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik dan Analisis Framing, h. 109-110. 11 Indiwan Seto Wahyu Wibowo, Semiotika Komunikasi: Analisis Praktis bagi Penelitian dan Skripsi Komunikasi, h. 24-25. 12 Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik dan Analisis Framing, h. 100-101.

26

tanda yang berlaku dalam kebudayaan masyarakat tertentu. e) Semiotik naratif, yaitu semiotik yang menelaah sistem tanda di dalam sebuah narasi yang berwujud mitos dan cerita lisan. f) Semiotik natural, yaitu semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang dihasilkan oleh alam. g) Semiotik Normatif, yaitu semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang dihasilkan oleh manusia yang berwujud norma-norma. h) Semiotika Sosial, yaitu semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang dihasilkan oleh manusia yang berwujud lambang, baik lambang berwujud kata maupun lambang berwujud kata dalam satuan yang disebut kalimat. Dengan kata lain, semiotik sosial menelaah sistem tanda yang terdapat dalam bahasa. i) Semiotik Struktural, yaitu semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang dimanifestasikan melalui struktur bahasa.

3. Semiotika Sosial M.A.K Halliday Banyak sekali kerangka analisis semiotika yang dapat digunakan dengan kesulitan masing-masing dan harus disesuaikan dengan teks yang akan diteliti. Namun, untuk lebih mudahnya, bila ingin mengupas makna dibalik sebuah iklan dan ingin melihat konotasi dan mitos yang ditimbulkan oleh iklan tersebut, maka sebaiknya menggunakan model semiotika Pierce atau Roland Barhes. Namun bila ingin melihat sejauh mana wartawan memaknai sebuah peristiwa yang ada dalam pemberitaan,

27

maka lebih cocok menggunakan kerangka atau model semiotika sosial M.A.K Halliday yang lebih sederhana.13 Semiotika sosial merupakan bagian dari metode analisis wacana. Metode analisis wacana sebagai metodologi penelitian sendiri terbagi atas beragam metode analisis wacana, baik sebagai Critical Discourse Analysis (CDA) maupun sebagai analisis teks. Metode analisis wacana sebagai CDA kita kenal berbagai model seperti CDA model Norman Fairclough atau CDA Ruth Wodak. Sedangkan metode analisis wacana sebagai analisis teks terdiri dari semiotika, analisis sosiologis, analisis marxis, psikoanalisis, analisis framing dan analisis semiotika sosial.14 Seperti halnya dalam analisis wacana, pada umumnya ada tiga jenis masalah yang hendak diulas dalam analisis semiotik.15 Yang pertama adalah masalah makna (the problem of meaning) yaitu cara seseorang memahami sebuah pesan, dan bagaimana struktur yang terkandung dalam pesan tersebut. Kedua, masalah tindakan (the problem of action) yaitu pengetahuan bagaimana memperoleh sesuatu melalui pembicaraan. Ketiga, masalah koherensi (problem of coherence) yaitu cara membentuk suatu pola pembicaraan agar masuk akal dan dapat dipahami.

13

Indiwan Seto Wahyu Wibowo, Semiotika Komunikasi: Analisis Praktis bagi Penelitian dan Skripsi Komunikasi h. 29-30. 14 Jumroni dan Suhaimi, Metode-Metode Penelitian Komunikasi, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006), h. 79. 15 Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik dan Analisis Framing, h. 148.

28

Semiotika sosial dijelaskan dalam buku Michael Alexander Kirkwood Halliday (M.A.K Halliday) yang berjudul Language Social Semiotic sebagai semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang dihasilkan oleh manusia yang berwujud lambang, baik lambang berwujud kata, maupun lambang berwujud kata dalam satuan yang disebut kalimat.16 Dengan kata lain, semiotika sosial ini dapat digunakan sebagai metode untuk menelaah sistem tanda yang terdapat dalam bahasa. Pandangan Halliday yang pertama adalah bahasa sebagai semiotika sosial. Hal ini berarti bahwa bentuk-bentuk bahasa adalah representasi dunia yang dikonstruksikan secara sosial. Dalam hal ini istilah semiotik digunakan untuk memberi batasan terhadap sudut pandang yang digunakan untuk melihat bahasa, yakni bahasa sebagai salah satu dari sejumlah sistem makna yang bersama-sama membentuk budaya manusia.17 Halliday menekankan bahwa bahasa adalah sebuah produk sosial. Tidak ada bahasa yang vakum sosial, namun selalu berhubungan erat dengan aspek sosial. Bahasa sebagai semiotik sosial, dapat diartikan sebagai menafsirkan bahasa dalam konteks sosiokultural, tempat kebudayaan tersebut ditafsirkan dalam terminologis semiotik sebagai sebuah sistem informasi. Dalam bahasan yang lebih jelas, bahasa itu tidak berisi kalimat-kalimat, namun bahasa itu berisi “teks” atau “wacana”, yang

16

Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik dan Analisis Framing. h. 101. 17 Anang Santoso, “Jejak Halliday dalam Linguistik Kritis dan Analisis Wacana Kritis.” Bahasa dan Seni, Tahun 36, Nomor I (Februari 2008), h.2

29

dapat diartikan sebagai pertukaran makna (exchange of meaning) dalam konteks interpersonal. Mengkaji bahasa pada hakikatnya adalah mengkaji teks atau wacana.18 Teks dalam pandangan Halliday dimaknai secara dinamis. Teks dimaknai sebagai bahasa yang berfungsi yang melaksanakan tugas dalam konteks situasi. Maka bahasa hidup yang berkaitan dengan konteks situasi dimaknai sebagai teks. Teks, sebagaimana telah dikemukakan, adalah suatu contoh proses dan hasil dari makna sosial dalam konteks situasi tertentu.19 Terkait teks, Halliday memberikan penjelasan sebagai berikut terhadap teks. Pertama, Teks merupakan pilihan semantik dalam konteks sosial yakni suatu cara pengungkapan makna lewat bahasa lisan atau tulis.20 Teks tidak didefinisikan dari ukuran. Meskipun teks dapat diartikan sebagai sesuatu diatas kalimat, namun bagi Halliday itu merupakan salah tunjuk pada kualitas teks. Dalam kenyataannya kalimat-kalimat itu lebih merupakan realisasi teks daripada merupakan sebuah teks tersebut. Kita tidak bisa merumuskan teks itu lebih besar atau lebih besar daripada kalimat atau klausa. Sebuah teks tidak tersusun dari kalimat-kalimat atau klausa tetapi direalisasikan dari kalimat-kalimat.

18

Anang Santoso, “Jejak Halliday dalam Linguistik Kritis dan Analisis Wacana Kritis.”,

h.2. 19

M.A.K Halliday dan Ruqaiya Hasan, Bahasa, Konteks, dan Teks: Aspek-aspek Bahasa dalam pandangan semiotik sosial. (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1992), h. 13-15. 20 M.A.K Halliday, Language as Social Semiotic. The Interpretation of Language and Meaning (London: Edward Arnold, 1978), h. 135.

30

Kedua, teks dapat memproyeksikan makna kepada level yang lebih tinggi, yang kemudian disebut Halliday dengan istilah latar depan (foreground).21 sebuah teks juga merupakan realisasi dari level yang lebih tinggi

dari

interpretasi,

kesastraan,

sosiologis,

psikoanalitis,

dan

sebagainya yang dimiliki oleh teks itu, selain dapat direalisasikan dalam level-level sistem lingual yang lebih rendah seperti sistem leksikogramatis dan fonologis. Ketiga, teks merupakan sebuah peristiwa sosiologis, yakni bertemunya semiotik melalui makna-makna yang berupa sistem sosial yang

saling

dipertukarkan

yang

bisa

disebut

sebagai

proses

sosiosemantis.22 Individu masyarakat adalah seorang pemakna (meaner) melalui tindakan pemaknaan bersama individu lainnya kemudian realitas diciptakan, dijaga terus menerus dan dimodifikasi. Karena pada intinya esensi teks adalah adanya interaksi. Dalam pertukaran makna tersebut terjadilah perjuangan semantik antara individu yang terlibat. Karena perjuangan tersebut maka makna selalu bersifat ganda. Dengan demikian pilihan bahasa merupakan perjuangan untuk memilih kode-kode bahasa tertentu.

21

M.A.K Halliday, Language as Social Semiotic. The Interpretation of Language and Meaning, h. 137. 22 M.A.K Halliday, Language as Social Semiotic. The Interpretation of Language and Meaning, h. 139.

31

Keempat, situasi adalah faktor penentu teks. Perubahan dalam sistem sosial akan direfleksikan dalam teks dan situasi menentukan bentuk dan makna teks karena menurut Halliday makna adalah sistem sosial.23 Dalam pandangan Halliday, teks selalu diliputi oleh dua konteks yakni konteks situasi dan budaya. Ini berarti bahwa teks selalu menyatu dalam konteks nya baik dari pembentukan maupun pemahaman. Inilah yang kemudian berpengaruh terhadap cara pandang terhadap wacana. Wacana adalah teks dalam konteks bersama-sama. Wacana diproduksi, dimengerti lalu ditafsirkan dalam konteks tertentu. Titik perhatian analisis wacana adalah menggambarkan teks dan konteks secara bersama dalam suatu proses komunikasi. Tidak ada tindakan komunikasi tanpa partisipan, antar teks, situasi karena bahasa selalu berada dalam konteks.24 Dengan demikian, semiotika sosial itu sendiri merupakan suatu pendekatan yang memberi tekanan pada konteks sosial, yaitu pada fungsi sosial yang menentukan bentuk bahasa. Perhatian utamanya terletak pada hubungan antara bahasa dengan struktur sosial dengan memandang struktur sosial sebagai satu segi dari sistem sosial.25 Dalam menganalisis wacana menggunakan pendekatan semiotika sosial M.A.K Halliday, ada tiga unsur yang menjadi pusat perhatian 23

M.A.K Halliday, Language as Social Semiotic. The Interpretation of Language and Meaning, h. 141. 24 Anang Santoso, “Jejak Halliday dalam Linguistik Kritis dan Analisis Wacana Kritis.”, h. 12. 25 M.A.K Halliday dan Ruqaiya Hasan, Bahasa, Konteks, dan Teks: Aspek-aspek Bahasa dalam pandangan semiotik social, h. 5.

32

penafsiran teks secara kontekstual. Ketiga unsur tersebut kemudian yang akan menjadi teknik analisis data yang digunakan dalam menganalisis teks pemberitaan di media massa pada penelitian ini. Ketiga unsur tersebut adalah:26 1. Medan Wacana (Field of Discourse) yaitu menunjuk pada hal yang sedang terjadi atau sedang berlangsung. Apa yang dijadikan wacana oleh pelaku yang dalam konteks ini adalah media massa online mengenai sesuatu yang sedang terjadi di lapangan peristiwa. 2. Pelibat Wacana (Tenor of Discourse) yaitu menunjuk kepada orangorang yang dicantumkan dalam teks berita tersebut, atribut dan kedudukan sosial mereka. Dengan kata lain, siapa saja yang dikutip dalam teks berita dan bagaimana sumber tersebut digambarkan sifatnya. 3. Sarana Wacana (Mode of Discourse) yaitu menunjuk pada sarana yang digunakan yakni bagian yang diperankan oleh bahasa. Bagaimana media massa sebagai komunikator menggunakan gaya bahasa untuk menggambarkan medan situasi dan pelibat yang dikutip dalam teks berita. Apakah menggunakan bahasa yang diperhalus atau vulgar.

26

Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik dan Analisis Framing, h. 148.

33

B. Konseptualisasi Pemberitaan 1. Pengertian Berita Menurut KBBI definisi berita yaitu cerita atau keterangan mengenai kejadian atau peristiwa yang hangat.27 Satu hal yang perlu dicermati dalam kalimat tersebut adalah kejadian atau peristiwa yang hangat. Hangat tentu saja memberi pengertian bagi kita yaitu sesuatu yang baru saja terjadi dan penting untuk diketahui oleh khalayak. Berita dapat didefinisikan sebagai laporan mengenai sebuah peristiwa, kejadian, gagasan, maupun fakta yang menarik perhatian dan bersifat penting. Dalam konteks berita yang dimuat di media massa tentunya merupakan hal penting yang disampaikan dan dimuat oleh media massa agar diketahui dan menjadi kesadaran umum.28 Sebuah fakta menjadi sebuah berita ketika dilaporkan, artinya jika tidak dilaporkan dan diberitahukan melalui media massa dan tidak disampaikan kepada khalayak umum untuk diketahui, maka hal tersebut bukanlah sebuah berita. Karena fakta yang tidak menjadi kesadaran umum tersebut adalah fakta yang tersembunyi.29 Sementara

itu

menurut

Sudirman

Tebba,

secara

singkat

menyatakan bahwa berita merupakan jalan cerita tentang peristiwa. Oleh sebab itu menurutnya peristiwa dan jalan cerita merupakan dua hal

27

http://kbbi.web.id/berita Diakses pada 7 Agustus 2016 Pukul 20:30 WIB. Sedia Willing Barus, Jurnalistik; Petunjuk Teknis Menulis Berita (Jakarta: Erlangga, 2010), h.26. 29 Sedia Willing Barus, Jurnalistik; Petunjuk Teknis Menulis Berita, h.27. 28

34

penting. Sebuah peristiwa tanpa jalan cerita bukan merupakan sebuah berita dan cerita tanpa peristiwa juga bukan berita.30 Berdasarkan berbagai definisi yang telah dikemukakan diatas, kita dapat menarik kesimpulan bahwa berita dapat didefinisikan sebagai sebuah kejadian atau peristiwa penting yang baru saja terjadi serta memiliki jalan cerita yang kemudian disampaikan kepada khalayak umum.

2. Nilai Berita Ada beberapa elemen tertentu yang harus dipenuhi untuk menjadikan sebuah berita menjadi bernilai. Nilai sebuah berita ditentukan oleh seberapa jauh hal-hal tersebut dapat dipenuhi yang kemudian akan menjadi tolak ukur penting atau tidaknya sebuah berita. Beberapa hal tersebut merupakan elemen nilai berita yang membuat berita memiliki daya tarik. Hal-hal yang harus dimiliki sebuah berita diantaranya adalah harus memiliki accuracy, yakni sebuah berita haruslah akurat, cermat dan teliti tidak asal dan menimbulkan kebingungan. Kemudian universality, yakni sebuah berita haruslah berlaku umum. Selanjutnya, fairness, yakni sebuah berita harus lah bersifat jujur, artinya sebuah berita berisi nilai-nilai kebenaran dan bukan sebuah kebohongan untuk publik, serta harus adil dan tidak memihak salah satu pihak saja. Humanity, yakni sebuah berita memiliki nilai kemanusiaan di dalamnya. Dan yang terakhir adalah 30

Sudirman Tebba, Jurnalistik Baru (Jakarta: Kalam Indonesia, 2005) h. 55.

35

immediate yaitu segera, artinya berita harus segera sampaikan agar selalu menjadi kabar yang hangat dan aktual.31 Menurut Septiawan Santana beberapa elemen nilai berita yang mendasari pelaporan kisah berita diantaranya adalah:32 1. Immediacy, yaitu hal yang berkaitan dengan kesegaran peristiwa yang dilaporkan atau kerap disebut timeliness. Unsur waktu merupakan hal yang sangat penting dalam berita karena sebuah berita sering dinyatakan sebagai peristiwa yang dilaporkan dan baru saja terjadi. 2. Proximity, yaitu berkaitan dengan kedekatan dengan pembaca. Orangorang akan tertarik dengan berita yang menyangkut peristiwa disekitar mereka dan dalam keseharian mereka. 3. Consequence, yaitu berkaitan dengan konsekuensi dalam berita dan berpengaruh bagi khalayak. 4. Conflict, yaitu peristiwa-peristiwa yang mengandung konflik di dalamnya seperti perang, demonstrasi, criminal, perseteruan dan sebagainya. 5. Oddity, yaitu berita yang berkaitan dengan peristiwa-peristiwa tidak biasa dan jarang ditemui yang akan jadi perhatian masyarakat. 6. Sex, yaitu berkaitan dengan skandal yang ada di dalam pemberitaan.

31

Sedia Willing Barus, Jurnalistik; Petunjuk Teknis Menulis Berita, h.26. Septiawan Santana K, Jurnalisme Kontemporer (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2005) h. 18-20. 32

36

7. Emotion, yaitu yang sering dikenal dengan sebutan human interest, yakni kisah yang menyentuh nilai kemanusiaan di dalamnya seperti kesedihan, kemarahan, simpati, cinta dan sebagainya. 8. Prominence, yaitu berkaitan dengan unsur keterkenalan seseorang, tokoh maupun orang-orang penting di dalam berita. 9. Suspense, yaitu berkaitan dengan sesutau peristiwa yang ditunggutunggu oleh masyarakat. 10. Progress, yaitu berkaitan dengan perkembangan sebuah peristiwa.

3. Teknis Penulisan Berita Dalam penulisan berita, wartawan kerap menggunakan bahas ajurnalistik sesuai dengan karakter atau gaya tulisannya. Bahasa jurnalistik merupakan salah satu ragam bahasa kreatif yang digunakan kalangan pers dalam penulisan di media massa yang juga kerap disebut bahasa pers. Dalam penulisan di media massa, bahasa jurnalistik juga disesuaikan dengan jenis beritanya. Kini bahasa jurnalistik mulai beragam digunakan untuk menulis berita ekonomi, politik, tajuk rencana dan lainnya disesuaikan dengan angle tulisan, sumber berita dan keterbatasan media massa.33 Dalam penggunaannya, menurut J.S badudu yang dikutip Eni Setiati, bahasa jurnalistik memiliki cirri khas tersendiri diantaranya adalah

33

Eni Setiati, Ragam Jurnalistik Baru dalam Pemberitaan (Yogyakarta: Andi Offset, 2005), h. 86-87.

37

singkat, padat, sederhana, jelas, lugas dan menarik. Serta tetap berpedoman pada kaidah bahasa Indonesia yang baku.34 Dalam kaidah penulisan berita dikenal teknik penulisan yang sering digunakan yakni teknik penulisan piramida terbalik. Suatu teknik penulisan yang dalam konteks menulis berita harus dimulai dari hal yang terpenting dengan porsi yang lebih banyak hingga mengerucut kebawah dengan menuliskan hal-hal yang kurang penting atau sebagai pelengkap dengan porsi yang lebih sedikit. Bentuk piramida terbalik ini membuat jurnalis harus segera mengurutkan laporan beritanya. bagian atasnya lebar, bagian bawahnya kemudian menyempit. Isi berita ditekankan pada bagian awal, selanjutnya semakin ke bawah menuju bagian akhir semakin tidak penting dengan sisipan keterangan. Bagian yang paling atas merupakan ruang penulis untuk ringkasan isi berita (summary statement), kemudian dilanjutkan dengan

penjelasan,

yakni

pengembangan

detil-detil,

fakta

dan

sebagainya.35

34

Eni Seiati, Ragam Jurnalistik Baru dalam Pemberitaan (Yogyakarta: Andi Offset, 2005) h. 87. 35 Septiawan Santana K, Jurnalisme Kontemporer, h.22-23.

38

Sangat Penting

Penting

Tidak Penting

Gambar 2: Piramida Terbalik Pemberitaan Kemampuan seorang jurnalis dalam menulis berita diuji pada bagian lead ini. Karena lead merupakan paragraf awal atau pembukaan yang meringkas keseluruhan isi berita. Apabila dalam lead ini penulisannya dianggap tidak menarik, maka jangan harap isi berita akan dibaca. Karena dengan membaca dua paragraph di awal saja pembaca bisa mengetahui inti informasi tersebut. Sehingga jika isinya menarik tentu pembaca akan membaca berita secara keseluruhan. Beberapa manfaat dari teknik penulisan piramida terbalik ini antara lain: Pertama, nilai sebuah berita dapat langsung ditulis tanpa mengunakan penjelasan yang lebih panjang atau detail, sehingga secara singkat pembaca dapat memahami dari isi berita tanpa harus membaca keseluruhan isi berita. Kedua, keterbatasan kolom atau ruang memudahkan redaktur atau editor untuk menyederhanakan panjang tulisan berita.36 36

Suhaemi dan Rulli Nasrullah, Bahasa Jurnalistik, h.27.

39

Dalam teknik penulisan ini, ringkasan pesannya haruslah mengandung

kelengkapan

informasi

yang

mencakup

unsur-unsur

pemberitaan yakni menggunakan formula penulisan 5W+1H, yaitu:37 1. Who. Berita harus mengandung unsur siapa. Sebuah berita harus menyebutkan sumber yang jelas. Sumber siapa tersebut bisa mengacu kepada individu, kelompok, lembaga dan sebagainya. Karena kita tidak boleh membuat sebuah berita yang tidak jelas sumbernya yang akan memunculkan keraguan akan kebenaran berita tersebut. 2. What. Setelah mengetahui sumber berita, selanjutnya penting untuk mengetahui apa yang dikatakannya, who to say what. Dengan kata lain, apa adalah mencari tahu hal yang menjadi topik berita tersebut. Jika menyangkut suatu peristiwa atau kejadian, yang menjadi apa adalah kejadian atau peristiwa itu. 3. Where. Berita juga harus merujuk pada tempat kejadian; dimana terjadinya peristiwa tersebut. 4. When. Unsur penting berikutnya yang harus terkandung dalam isi berita adalah kapan terjadinya peristiwa tersebut. 5. Why. Kelengkapan unsur sebuah berita harus dapat menjelaskan mengapa peristiwa tersebut sampai terjadi. Hal ini berkaitan dengan tujuan untuk memenuhi rasa ingin tahu pembaca mengenai penyebab terjadinya suatu peristiwa. Setiap peristiwa tidak pernah terjadi begitu saja dan selalu punya alasan mengapa bisa terjadi. Alasan mengapa 37

Sedia Willing Barus, Jurnalistik; Petunjuk Teknis Menulis Berita, h.36.

40

sampai terjadi juga perlu disampaikan atau dijelaskan kepada pembaca demi memenuhi rasa ingin tahunya. 6. How. Bagaimana terjadinya suatu peristiwa juga sangat dinantikan oleh pembaca. Masyarakat yang sudah mengetahui mengapa suatu peristiwa terjadi tentu akan menuntut lebih jauh tentang bagaimana persisnya peristiwa tersebut terjadi.

C. Media Online Media massa yang kita kenal saat ini meliputi 3 kelompok, yaitu media cetak, media elektronik dan media online. Media cetak sendiri merupakan media yang paling awal muncul dengan beragam bentuk seperti koran, tabloid, dan majalah. Selanjutnya media elektronik hadir dengan bentuk televisi dan radio. Lalu, yang terakhir ialah hadirnya media online. Media online merupakan media yang terhubung dengan internet. Banyak yang menilai bahwa media online merupakan media elektronik, namun para pakar memisahkan keduanya tersendiri. Alasannya, media online menggunakan gabungan dari proses media cetak dengan menulis informasi atau berita yang kemudian disalurkan melalui perangkat elektronik, tetapi juga berhubungan dengan komunikasi personal yang terkesan perorangan.38

38

h.13.

Mondry, Pemahaman Teori dan Praktik Jurnalistik (Bogor: Ghalia Indonesia, 2008),

41

Pada dasarnya media online memiliki karakteristik tersendiri yang berbeda dengan jenis media massa lainnya, diantaranya sebagai berikut:39 1. Sifat komunikasinya dua arah (interaktif). 2. Komunikatornya bisa lembaga atau personal. 3. Isi pesannya lebih personal/individual. 4. Informasi diterima publik tidak secara serentak, namun dengan kebutuhan komunikannya. 5. Publiknya bisa homogen. Dalam hal penulisan, sebenarnya sama saja berita di media online dengan media cetak. Perbedaan mendasarnya adalah hanya pada formatnya di internet. Yang muncul pada bagian awal mungkin judulnya saja yang berbentuk link atau paling banyak sampai lead-nya. Bila pembaca ingin mengetahui informasi selengkapnya, dia harus meng-klik link tersebut. Dengan cara tersebut pengguna internet bisa memilih informasi yang diinginkannya.40 Pada saat surat kabar menjadi online, peran gate keeper menjadi hilang. Sebaiknya surat kabar tradisional agar menyerahkan peran ini dengan menyediakan link-link ke situs-situs berita yang terhubungkan bukannya memutuskan kisah mana yang seharusnya disertakan. Menurut

Septiawan Santana,

dalam media

massa sejarah

memperlihatkan bahwa sebuah teknologi baru yang muncul tidak pernah 39

Diah Wardhani, Media Relation: Sarana Membangun Reputasi Organisasi (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2008), h.22-23. 40 Mondry, Pemahaman Teori dan Praktik Jurnalistik), h.179.

42

menghilangkan teknologi yang lama. Seperti kemunculan radio yang menggantikan surat kabar, kemudian kemunculan televisi tetap tidak bisa secara total menghilangkannya, hanya menciptakan sebuah alternatif dan khalayak baru. Maka sudah tentu dikatakan bahwa jurnalisme online mungkin tidak akan bisa menggantikan sepenuhnya bentuk-bentuk media lama yang sudah ada. Melainkan menciptakan suatu cara yang unik dan berbeda untuk memproduksi dan mendapatkan konsumen berita. Jadi, menurutnya jurnalisme online tidak akan menghapuskan jurnalisme tradisional, namun meningkatkan intensitasnya dengan menggabungkan fungsi-fungsi dari teknologi internet dengan media tradisional.41 Teori konvergensi memperkuat hal tersebut. Yang menyatakan bahwa setiap model media terbaru cenderung merupakan perpanjangan, atau evolusi dari model terdahulu dan bentuk media massa akan terus berkembang dari sejak awal siklus penemuannya. Dalam konteks ini, internet merupakan medium terbaru yang mengkonvergensikan seluruh karakteristik dari model-model terdahulu. Maka, yang berubah adalah mode-mode produksi serta perangkat-perangkat yang digunakannya, bukan substansinya.42 Harus diakui jurnalisme media online memiliki sejumlah keunggulan dibandingkan dengan jurnalisme media cetak. Pertama, beritaberita yang disampaikan lebih cepat karena selalu di-update, bahkan

41 42

Septiawan Santana K, Jurnalisme Kontemporer, h. 135. Septiawan Santana K, Jurnalisme Kontempore, h. 135

43

hingga setiap beberapa menit. Kedua, untuk mengakses berita-berita yang disajikan, tidak hanya melalui perangkat komputer saja, namun juga bisa menggunakan ponsel yang lebih praktis. Ketiga, pembaca media online dapat memberikan tanggapan dan komentarnya secara langsung terhadap berita-berita yang ditampilkan dengan hanya mengetik pada kolom komentar yang telah disediakan.43 Media

online

juga

memiliki

kelebihan

tersendiri

dengan

informasinya yang bersifat personal yang artinya dapat diakses kapan saja, dimana saja dan oleh siapa saja selama terhubung dengan internet dan memiliki perangkat yang dibutuhkan. Selanjutnya pencarian berita pun menjadi lebih mudah, karena data yang tersimpan dalam server di media online akan terus ada sampai kapanpun selama tidak dihapus. Selain memiliki kelebihan, media online juga tentunya memiliki kekurangannya sendiri. Beberapa diantaranya adalah terletak pada peralatan

dan

kemampuan

penggunannya.

Media

online

harus

menggunakan perangkat komputer, atau minimal telepon selular dan tentunya terhubung dengan jaringan internet. Masalahnya adalah biayanya yang relatif mahal di Indonesia serta saat ini belum seluruh wilayah di Indonesia sudah memiliki jaringan internet. Selain itu pula masih banyak orang yang belum mampu menguasai dan menggunakan internet.44

43

Zaenuddin HM, The Journalist; Bacaan Wajin Wartawan, Redaktur, Editor dan Para Mahasiswa Jurnalistik, (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2011), h. 3-4. 44 Mondry, Pemahaman Teori dan Praktik Jurnalistik), h.25.

44

D. Aliran Sesat 1. Profil Ormas Gafatar Gerakan

Fajar

Nusantara

(Gafatar)

merupakan

organisasi

kemasyarakat yang resmi berdiri di Jakarta pada tanggal 14 Agustus 2011 yang berlambangkan bendera “Fajar yang terbit dari Timur dengan dua belas sinar”. Gafatar sendiri merupakan organisasi kemasyarakatan yang berasaskan Pancasila dan Legalitas pendiriannya terdapat dalam UUD 1945 pasal 28, UU No. 8 tahun 1985 tentang Orkemas dan Akte pendirian ormas No. 01 tanggal 05 September 2011.45 Sebagaimana sebuah organisasi kemasyarakatan, Gafatar memiliki visi dan misi. Visi Gafatar adalah terwujudnya tata kehidupan masyarakat, bangsa dan negara yang damai sejahtera, beradab, berkeadilan dan bermartabat di bawah naungan Tuhan Yang Maha Esa melalui penyatuan nilai-nilai luhur bangsa, peningkatan kualitas ilmu dan intelektualitas, serta pemahaman dan pengamalan nilai-nilai universal agar menjadi rahmat bagi semesta alam.46 Sementara misi dari Gafatar yaitu memperkuat solidaritas, kebersamaan, persatuan, dan kesatuan khususnya antar sesama elemen bangsa Indonesia serta dunia pada umumnya. Selain itu, juga memupuk saling pengertian dan kerja sama antar sesama lembaga yang memiliki

45

http://gafatarian.blogspot.co.id/2015/01/apa-itu-gerakan-fajar-nusantara-gafatar.html. Diakes tanggal 27 Mei 2016 pukul 20.00 WIB. 46 http://gafatarian.blogspot.co.id/2015/01/apa-itu-gerakan-fajar-nusantara-gafatar.html. Diakes tanggal 27 Mei 2016 pukul 20.00 WIB.

45

kepedulian dan perhatian terhadap upaya perdamaian dan kesejahteraan dunia.47 Pendirian Organisasi Kemasyarakatan Gerakan Fajar Nusantara (GAFATAR) memiliki tujuan sebagai berikut:48 1. Sebagai wadah menghimpun putra-putri Nusantara dalam menyatukan pemahaman moral kemanusiaan dan kebangsaan yang inklusif, kokoh, cerdas, dan menyatu. 2. Sebagai sarana komunikasi dan menumbuhkan persaudaraan diantara sesama putra-putri Nusantara baik di indonesia maupun di negara-negara lain di dunia 3. Mempertahankan dan memperjuangkan cita-cita luhur bangsa yang termaktub dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. 4. Mewujudkan dan melahirkan kader-kader pemimpin bangsa yang jujur, berani, tegas, adil, cakap, ber-integritas, bijaksana, cerdas dan sehat, dengan berlandaskan nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa. Dari seluruh visi, misi, serta tujuan yang dimiliki oleh Ormas Gafatar, ternyata dinilai hanya sebagai kedok untuk menutupi kesesatan ajaran Gafatar. Berbagai kejanggalan bermunculan dalam Ormas Gafatar ini yang kemudian memunculkan keresahan di masyarakat.

47

http://gafatarian.blogspot.co.id/2015/01/apa-itu-gerakan-fajar-nusantara-gafatar.html. Diakes tanggal 27 Mei 2016 pukul 20.00 WIB. 48 http://gafatarian.blogspot.co.id/2015/01/apa-itu-gerakan-fajar-nusantara-gafatar.html. Diakes tanggal 27 Mei 2016 pukul 20.00 WIB.

46

Menurut Abu Deedat Syihab yang dikutip Voa-Islam.com, Gafatar merupakan penjelmaan aliran sesat Al Qiyadah Al Islamiyah yang kemudian berganti nama menjadi Komunitas Millah Abraham (Komar) pimpinan Ahmad Mushoddeq. Hal ini terlihat dari para deklaratornya yang merupakan penganut sekte sesat tersebut. Gafatar tetap menganut aqidah sesat yang dikembangkan Mushoddeq lalu mencoba melegalkan diri dalam bentuk ormas sebagai strateginya.49 Sementara itu, menurut Abdul Jamal Malik yang dikutip Tempo.co, Gafatar merubah format menjadi sebuah organisasi yang modern agar menghindari tekanan dari pemerintah. Kementerian Agama pernah meneliti aktivitas Gafatar sejak tahun lalu. Berdasarkan penelitian tersebut, Gafatar saat ini memiliki puluhan ribu pengikut yang tersebar di seluruh provinsi. Dan para pengurus tersebut dilantik langsung oleh Musadeq.50 Seperti yang diketahui, Musadeq alias Abdussalam merupakan terpidana kasus penistaan agama. Majelis hakim Pengadilan Jakarta Selatan menjatuhkan vonis 4 tahun penjara karena menyebarkan ajaran sesat lewat Al Qiyadah Al Islamiyah. Ajaran ini tidak menganjurkan ibadah salat dan meyakini nabi lain setelah Muhammad. Ajaran ini dikembangkan Musadeq akibat perbedaan haluan dengan pendiri Negara Islam Indonesia KW IX, Panji Gumiwang. Vonis pengadilan kala itu tak 49

http://www.voa-islam.com/read/indonesiana/2012/04/13/18653/gafatar-sama-sesatnyadengan-alqiyadah-buatan-nabi-palsu-moshaddeq/#sthash.ARC5yfOb.dpbs. Diakes tanggal 27 Mei 2016 pukul 21.20 WIB. 50 https://m.tempo.co/read/news/2016/01/13/078735611/ini-profil-tokoh-pendiri-gafatar. Diakes tanggal 27 Mei 2016 pukul 22.31 WIB.

47

menyurutkan upaya Musadeq untuk menyebarluaskan ajarannya. Ia kembali mengajak para pengikutnya mendirikan Komunitas Millah Abraham (KOMAR). Organisasi inilah yang kemudian bersalin rupa menjadi Gafatar. Organisasi ini cepat menuai simpati karena banyak berperan dalam aktivitas sosial kemasyarakatan51. Aliran Komunitas Millah Abraham (KOMAR), merupakan aliran yang muncul di wilayah kecamatan Haurgelis Kabupaten Indramayu, Jawa Barat. Yang kemudian mendapatkan tanggapan yang serius dari berbagai pihak seperti MUI, Kapolres Indramayu, pemuka agama setempat dan masyarakat setempat serta menjadi pemberitaan di media massa. Kemunculannya kian hari makin meresahkan karena pertumbuhan dan perkembangan aliran tersebut yang semakin hari mengalami peningkatan. Karena aliran ini termasuk aliran sesat sesuai dengan tinjauan MUI yang mengacu pada hasil Munas MUI tahun 2005 yang menentukan 10 Kriteria aliran sesat.52

51

https://m.tempo.co/read/news/2016/01/13/078735611/ini-profil-tokoh-pendiri-gafatar. Diakes tanggal 27 Mei 2016 pukul 22.31 WIB. 52 Puslitbang Kementrian Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama RI, Respon Masyarakat Terhadap Aliran dan Paham Keagamaan Kontemporer di Indonesia (Jakarta: 2014) h. 203-204.

48

2. Indikator aliran dan gerakan keagamaan bermasalah ditinjau dari peraturan perundang-undangan Mengacu pada konstitusi dan peraturan perundang-undangan, indikator suatu aliran dan gerakan keagamaan dianggap bermaslah apabila:53 a. Membahayakan ketertiban publik, seperti penafsiran dan penyebaran

agama

yang

nyata-nyata

menyimpang,

menyesatkan, menyulut masalah dan mendorong kekacauan atau kerusuhan di tengah masyarakat. b. Membahayakan kesalamatan jiwa, seperti mengajarkan kepada para pengikutnya untuk melukai diri sendiri dan atau orang lain. c. Mengganggu

akhlak

publik,

seperti

ajaran

yang

memperbolehkan seks bebas dan perzinaan. d. Membahayakan

kesehatan

publik,

seperti

ajaran

yang

memperbolehkan menggunakan obat-obatan terlarang. e. Melanggar hak-hak dasar orang lain, seperti pengkonsepsian dan penafsiran ajaran agama yang dalam penyebarannya memaksakan pencucian otak orang lain baik secara langsung maupun

tak

langsung

(Brain

washing);

memobilisasi

pendanaan secara manipulatif dari masyarakat. 53

Puslitbang Kementrian Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama RI , Pedoman Penanganan Aliran dan Gerakan Keagamaan Bermasalah di Indonesia.(Jakarta:2014), h.19-20

49

f. Menyebarkan

kebencian

dan

permusuhan

di

tengah

masyarakat, seperti syiar-syiar baik secara lisan maupun tertulis yang menghalalkan darah orang lain bahkan orangtua kandung, atau mendorong orang lain melakukan kekerasan fisik dan terror. g. Menganjurkan dan mengajarkan makar terhadap pemerintahan yang sah serta tidak mengakui Pancasila dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

3. Kriteria Paham dan Aliran Sesat menurut Majelis Ulama Indonesia (MUI) pusat. Di bawah ini adalah 10 kriteria paham dan aliran sesat (dalam Islam) menurut ketetapan MUI hasil Munas tahun 2007. Kriteria ini tidak serta merta menjadi dasar penindakan dan penanganan terhadap pengikut aliran yang dianggap sesat tersebut, sebelum ada vonis dari pengadilan. Kriteria ini dapat digunakan sebagai rujukan awal untuk melihat dan menganalisa aliran-aliran keagamaan (Islam) guna ditindak lanjuti secara hukum. Sepuluh kriteria tersebut adalah :54 1. Mengingkari salah satu dari rukun iman yang enam. 2. Meyakini dan atau mengikuti aqidah yang tidak sesuai dengan AlQur‟an dan Sunnah.

54

Puslitbang Kementrian Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama RI , Pedoman Penanganan Aliran dan Gerakan Keagamaan Bermasalah di Indonesia, h.20-21.

50

3. Meyakini turunnya wahyu setelah Al-Qur‟an. 4. Mengingkari otentisitas atau kebenaran isi Al-Qur‟an. 5. Menafsirkan Al-Qur‟an tidak sesuai pada kaidah-kaidah tafsir. 6. Megingkari Hadits Nabi sebagai sumber ajaran Islam. 7. Menghina atau melecehkan atau merendahkan para nabi dan rasul. 8. Mengingkari Nabi Muhammad sebagai nabi dan rasul. 9. Mengubah, menambah dan atau mengurangi pokok-pokok ibadah yang telah ditetapkan oleh Syari‟ah, seperti haji tidak ke Baitullah, shalat wajib tidak 5 waktu. 10. Mengkafirkan sesama muslim.

4. Dampak Aliran Sesat Paham, aliran, dan gerakan kegamaan baru bermasalah yang banyak berbenturan dengan paham, aliran dan gerakan keagamaan yang telah lama mapan, dari segi sosiokultural dapat menimbulkan dampak sebagai berikut:55 1. Dampak terhadap korban atau pengikut dapat berupa: a. Pengucilan oleh keluarga baik secara sosial maupun ekonomi. b. Terganggunya pendidikan korban baik prestasi belajar, disiplin maupun berkelanjutan pendidikan. c. Penghujatan dan pendiskreditan oleh pihak yang menentang.

55

Puslitbang Kementrian Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama RI , Pedoman Penanganan Aliran dan Gerakan Keagamaan Bermasalah di Indonesia, h.24-26.

51

d. Pemberitaan secara merugikan baik oleh media massa maupun oleh masyarakat dari mulut ke mulut. e. Keadaan psikologis yang tertekan dan terintimidasi berproses frustrasi, konflik batin, anxietas, depressi berwujud stress sehingga menimbulkan gejala keabnormalan jiwa seperti kelainan

jiwa

(adjustive

mechanism),

gangguan

jiwa

(psychoneuroses), penyakit jiwa (psychoses), penyakit phisik akibat guncangan jiwa (psychosomatic), dan gangguan khusus (specific disorders) lainnya. f. Perubahan pola hidup yang keluar dari kebiasaan, serta membangun relasi yang anti sosial. g. Pelarian dari situasi dan kondisi wajar ke arah yang lebih buruk. h. Pemidanaan dan pemenjaraan. 2. Dampak terhadap keluarga dapat berupa: a. Perpecahan anggota keluarga antara anak dan orang tua, keluarga dan anggota keluarga serta kerabat lainnya. b. Pengucilan dari masyarakat sekitar terhadap keluarga. c. Penanggungan beban psikologis dan ekonomi atas keluarga. d. Rentan terpengaruhi dan terindoktrinasi lebih awal (menjadi korban). e. Perampasan hak berkeluarga.

52

f. Perampasan hak mendapatkan nafkah. 3. Dampak terhadap masyarakat dapat berupa: a. Timbulnya aksi dan reaksi antar anggota dan kelompok masyarakat. b. Timbulnya

konflik

dalam

masyarakat

yang

berpotensi

melahirkan disintegrasi sosial. c. Timbulnya rasa takut akan menjadi korban penyimpangan. d. Termanipulasi oleh paham dan ajaran yang salah. e. Menderita kekerasan fisik dari kelompok yang tidak sepaham. 4. Dampak terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara dapat berupa: a. Ancaman terhadap Pancasila sebagai ideologi berbangsa dan bernegara. b. Ancaman terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia. c. Memupuk tumbuh dan berkembangnya ideologi religiusitas baru yang merusak tatanan kekitabsucian, aqidah, peribadatan, tarikh, dan akhlak mulia; serta mengobrak-abrik falsafah dan regulasi acuan kehidupan berbangsa dan bernegara. 5. Dampak terhadap citra Indonesia di dunia internasional a. Terorisme dan konflik keagamaan menjadi catatan penting yang memengaruhi iklim investasi di Indonesia. b. Citra Indonesia sebagai negara yang penuh kerukunan dan harmoni di mata dunia juga menurun akibat konflik dan

53

kekerasan atas dasar aliran dan gerakan keagamaan mainstream versus aliran dan gerakan keagamaan bermasalah yang penuh kontroversi.

BAB III GAMBARAN UMUM A. Sejarah Singkat Pers di Indonesia 1. Masa Penjajahan Belanda Sejarah pers di Indonesia menurut Supriyanto yang dikutip Mondry, dapat diklasifikasikan menjadi dua periode. Periode tersebut meliputi masa penjajahan dan masa setelah kemerdekaan hingga kini. Atas dasar tersebut dapat dikatakan bahwa surat kabar yang tercatat muncul pertama di Indonesia adalah Baviasche Nouvelles pada tahun 1744. Surat kabar tersebut terbit di Batavia, dan diterbitkan oleh orang kulit putih yang mendukung sistem pemerintahan kolonial pada masa itu.1 Dari surat kabar ini dapat diketahui pula mengenai peranan kaum militer Belanda dan sejarah agama Kristen di Indonesia. Selain itu terdapat pula iklan yang umumnya tentang berita kematian, penguburan, juga mengenai iklan penawaran dan pembelian barang.2 Perkembangan sejarah pers Belanda sampai akhir abad ke-19 di Hindia Belanda bertalian erat dengan suasana masyarakat kolonial. Para pejabat Belanda pada saat itu memerintah dengan otoriter dan mempertahankan sistem kasta dalam mengatur kehidupan di Hindia Belanda. Sebuah media massa yang dapat membuka kemungkinan

1

Mondry, Pemahaman Teori dan Praktik Jurnalistik (Bogor: Ghalia Indonesia, 2008),h.30. 2 Nurudin, Jurnalisme Masa Kini (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2009) h, 31.

53

54

menyampaikan

pendapat

terhadap

kebijakan

pemerintah,

tidak

mendapatkan izin terbit.3 Dari berbagai perkembangan pers tersebut, pada mulanya pers terbit sebagai bagian usaha orang Belanda dan kemudian menjadi pembawa kepentinganperusahaan perkebunan dan industri minyak. Isinya belum mencermninkan persoalan-persoalan politik pada masa itu, karena memang sejak awal pemerintah Hindia Belanda mengatur berita-berita yang tidak berbahaya bagi pemerintah sendiri.4 Selain koran dengan nama Indonesia, banyak bermunculan korankoran dengan nama Cina pada saat itu, seperti Keng Po di Batavia, Lin Po di Sukabumi, dan Sin Po di Bandung. Para pejuang di Indonesia seperti R.M Soewardi Soerjaningrat (Ki Hajar Dewantara) mendirikan Indonische Persbureau pada tahun 1913 di Den Haag, Belanda. Lalu, L.N Palar di Belanda juga mendirikan Persbureau Indonesia pada tahun 1928. R.M Tirto Adhisoerja mendirikan Bintang Betawi pada tahun 1894-1906 di Batavia yang kemudian berganti nama menjadi Medan Prijaji pada tahun 1906-1912, dan masih banyak media lainnya.5 2. Masa Penjajahan Jepang Pemerintahan penjajahan Jepang melarang pers berbahasa Belanda dan Cina. Koran berbahasa Indonesia mendapat sensor ketat dari Jepang

3

Penerbit Buku Kompas, Beberapa Segi Perkembangan Sejarah Pers di Indonesia (Jakarta: Kompas Media Nusantara), h.25. 4 Beberapa Segi Perkembangan Sejarah Pers di Indonesia, h.30. 5 Mondry, Pemahaman Teori dan Praktik Jurnalistik, h.30-31.

55

dan jumlahnya hanya beberapa saja yang tersisa, antara lain Asia raja (Jakarta), Sinar Baroe (Semarang), Sinar Matahari (Jogjakarta), Soeara Asia (Surabaya), Kita Sumatera Shinbun (Tapanuli), Shinbun (Tarutung), Atjeh Shinbun (Kutaraja), Kantor berita Antara diganti namanya menjadi Domei (berbahasa Indonesia) dan Yashima (Berbahasa Jepang).6 Semasa di Indonesia, Jepang membawa serta aturan sensor pracetaknya untuk diberlakukan di Indonesia. Jepang pula yang memberikan kesempatan para pekerja industri pers dalam mengasah dan melatih keterampilan dengan menyediakan aneka program pelatihan bagi para jurnalis.7 3. Masa Orde Lama Pada masa awal Indonesia merdeka, beberapa surat kabar terbit di berbagai daerah, antara lain Koran Merdeka, Pedoman, dan Berita Indonesia di Jakarta, Waspada di Medan, Mimbar Oemoem di Tebing Tinggi, Adil di Solo, Kedaulatan Rakjat dan Kantor Berita Antara di Jogjakarta. Sedangkan secara nasional, pada saat itu diperkirakan terdapat sekitar 75 Surat Kabar dan Majalah, bahasa yang digunakan adalah bahasa Indonesia, Belanda dan Cina.8 Era tahun 1950-1959 pers nasional berada pada masa pers liberal, sesuai dengan kondisi pemerintahan yang menggunakan sistem liberal

6

Mondry, Pemahaman Teori dan Praktik Jurnalistik, h.31. David T. Hill, Pers di Masa Orde Baru. Penerjemah. Gita Widya Laksmini Soerjoatmodjo (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2011), h. 22. 8 Mondry, Pemahaman Teori dan Praktik Jurnalistik, h.31. 7

56

pada saat itu. Waktu itu, beberapa surat kabar muncul, seperti Soerabaja Post dan Jawa Pos di Surabaya, Kedaulatan Rakjat dan Minggoean Pagi di Jogjakarta, serta Pemandangan di Jakarta, dan masih banyak lagi di daerah lainnya di Indonesia. Periode ini tercatat ada sekitar 104 surat kabar dan 226 majalah yang terbit dan bahasa yang digunakan juga beragam; Indonesia, Inggris, Belanda dan Cina. Setelah tahun 1954, di seluruh Indonesia tercatat ada sekitar 286 Surat kabar yang terbit.9 Perkembangan partai politik pada masa itu ikut memengaruhi media massa dengan munculnya surat kabar yang dibina partai politik saat itu, seperti Soeloeh Indonesia (PNI), Harian Rakjat (PKI), Doeta Masjarakat (NU), Abadi (Masyumi), dan Pedoman (PSI). Sesudah dekrit presiden, Indonesia memasuki sistem demokrasi terpimpin termasuk surat kabar dan majalah yang diseluruh Indonesia berjumlah sekitar 187 buah. Pada masa itu cirinya, informasi media massa tidak boleh bertentangan dangan presiden. Justru yang beroplah besar adalah media yang dikelola partai politik, seperti Soeloeh Indonesia (PNI), Harian Rakjat (PKI), Warta Bhakti (Baperki), Doeta Masjarakat (NU), dan Pedoman (PSI). Surat Kabar umum yang terbit di masa itu, antara lain Merdeka (1961), Sinar Harapan (1961) dan Kompas 1965.10 Pada masa itu, pemerintah kemudian punya maksud unrtuk memobilisasi media massa. Ini dimaksudkan untuk membangun Indonesia

9

Mondry, Pemahaman Teori dan Praktik Jurnalistik, h.31-32. Mondry, Pemahaman Teori dan Praktik Jurnalistik , h.32.

10

57

menjadi sebuah bangsa yang kuat dan bersatu. Melalui Dekrit Presiden tahun 1962, kantor berita Antara (LKBN Antara) diposisikan tepat dibawah presiden sebagai kantor berita nasional “semi pemerintahan”. Sekalipun operasional sehari-hari LKBN Antara berlangsung otonom, namun kontrol pemerintah sangat terasa. Di kurun 1960an, LKBN Antara punya andil dalam revolusi sosial buatan Presiden Soekarno. LKBN Antara pun ikut mendukung tumbuhnya Partai Komunis Indonesia (PKI). Dalam pemberitaannya, LKBN Antara jadi sasaran kecaman dari sederetan media lain yang lebih konservatif.11 Pada bulan Maret 1957, pemerintah memberlakukan UndangUndang Darurat (dikenal sebagai Keadaan Bahaya dan Darurat Militer). Aturan ini terbukti efektif membendung arus industri pers. Di tahun itu pemerintah menerapkan tindakan-tindakan keras terhadap pers seperti menginterogasi, menahan, dan memenjarakan para jurnalis, melarang penerbitan pers dan sebagainya. Tindakan keras yang terjadi pada tahun tersebut lebih banyak ketimbang masa antara Mei 1952 sampai Oktober 1965.12 Pada kurun waktu tersebut Soekarno betekad memberangus korankoran yang berbeda sikap dengan dirinya. Tanpa peduli pada dunia internasional yang mengecam dirinya lantaran menekan pers, Soekarno

11 12

David T. Hill, Pers di Masa Orde Baru, h. 25-26. David T. Hill, Pers di Masa Orde Baru, h. 27.

58

bersikukuh. Dirinya berkata, “tidak mengizinkan kritik destruktif terhadap kepemimpinan saya.13 Selama pemberlakuan Undang-Undang Darurat tersebut, korankoran dilarang terbit dengan aneka alasan „politis‟, misalnya dinilai mendukung aspirasi daerah ketimbang pemerintah pusat atau dipandang menghina presiden, politisi senior dan tokoh militer. Hal ini terjadi pada Masyumi dan PSI yang mendapatkan tekanan keras oleh pemerintah. Abadi akhirnya terpaksa tutup di penghujung tahun 1960. Awal tahun 1961 giliran Pedoman yang kena pasung. Sebaliknya, sirkulasi Harian Rakyat meningkat secara pasti hingga mencapai angka 70.000 pada tahun 1964. Tahun 1965, Harian rakyat sempat mencatatkan angka 85.000 eksemplar sebelum akhirnya dilarang terbit bersama dengn penerbitanpenerbitan „kiri‟ lainnya pasca kup militer 1 Oktober pada tahun tersebut.14 4. Masa Orde Baru Pers pada periode awal Orde Baru, 1966-1975 dapat digambarkan secara kuantitatif dari hasil penelitian Judith B. Agassi (1969). Pada tahun 1966 terdapat 132 harian di Indonesia dengan total tiras 2 juta eksemplar dan mingguan sebanyak 114 buah dengan total tiras 1.540.200 eksemplar. Angka ini menunjukkan kualitas pers mengalami kenaikan dibanding dengan Demokrasi Terpimpin. Pada tahun 1965 terdapat 11 harian dengan

13 14

David T. Hill, Pers di Masa Orde Baru, h. 27. David T. Hill, Pers di Masa Orde Baru, h. 27-28.

59

total tiras 1.432.850 eksemplar dan mingguan 84 buah dengan total tiras 1.153.800 eksemplar.15 Tahun 1965 adalah kala terburuk di sepanjang sejarah pers sepanjang Indonesia merdeka. Pada bulan Februari dan Maret tahun itu, 29 koran dilarang terbit karena mendukung kubu anti Komunis yang ironisnya bernama Badan Pendukung Soekarno (BPS). sementara itu 46 dari 163 surat kabar ditutup tanpa alasan jelas dalam serangan balasan pasca kekacauan politik tanggal 1 Oktober 1965. Penutupan itu dilakukan lantaran karena sederetan surat kabar tersebut diduga terkait atau jadi simpatisan Partai Komunis Indonesia (PKI) dan onderbouw-nya. Ratusan staf redaksi ditahan. Para pendukung „kiri‟ ditendang dari Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) dan kantor berita Antara. Setelah peristiwa 1 Oktober 1965, Antara limbung berat, kantor berita ini ditempatkan di bawah komando daerah militer. Tiga puluh persen staf redaksinya masuk penjara. Sederetan peristiwa penangkapan dan pembunuhan sejumlah jurnalis baik yang komunis sejati maupun sekedar simpatisan, menjadi kepingan-kepingan rangkaian teka-teki seputar pembantaian massal yang terjadi di berbagai wilayh pedesaan pada tahun 1965-1966. Sampai puluhan tahun kemudian, pembantaian massal ini tetap menghantui pers Indonesia.16

15 16

Ahmad Zaini Abar, 1966-1974 Kisah Pers Indonesia (Yogyakarta: Lkis, 1995), h.45. David T. Hill, Pers di Masa Orde Baru, h. 33-34.

60

Media massa, termasuk pers khususnya media elektronik, jadi alat penting dalam memelihara dan membantu legitimasi Orde Baru. Pergantian politik dan kekuasaan usai peristiwa 1 Oktober 1965 kemudian diwarnai dengan keluarnya aneka landasan hukum, salah satunya UndangUndang Pers tahun

1966. Undang-undang yang secara singkat

mengartikan bahwa rezim penguasa saat itu

bisa mengeluarkan

pernyataan apapun yang pada intinya media bisa disetir oleh pemerintah.17 Pemberontakan G30S/PKI berakhir menyebabkan beberapa surat kabar yang berhaluan kiri dilarang, seperti Harian Rakjat, Warta Bhakti, dan Soeloeh Indonesia. Bersamaan dengan itu, muncul pers dan surat kabar mahasiswa sebagai media perjuangannya, seperti Harian KAMI dan Minggoean Mahasiswa Indonesia di Bandung.18 Gelombang bredel yang terjadi pada kurun waktu 1970-an menimbulkan permusuhan tersembunyi antara hubungan pemerintah dengan pers. Situasi yang akhirnya membuahkan perpecahan pada tahun 1974 dan 1978 yang ditandai dengan pembredelan massal oleh pemerintah terhadap media massa. Media yang mencoba mengkritisi berbagai kebijakan pemerintah, akan dilibas oleh rezim berkuasa yang otoriter pada saat itu.19 Perjalanan pers nasional kembali mengalami peristiwa kelabu, setelah terjadinta peristiwa 15 Januari 1974, yang dikenal dengan sebutan 17

David T. Hill, Pers di Masa Orde Baru, h. 34. Mondry, Pemahaman Teori dan Praktik Jurnalistik, h.32-33. 19 David T. Hill, Pers di Masa Orde Baru, h. 37. 18

61

Malapetaka Lima Belas Januari (Malari). Beberapa surat kabar dilarang terbit, seperti Indonesia Raja, Pedoman, Abadi, KAMI, El-Bahar, Mingguan Mahasiswa Indonesia, dan Mingguan Srikandi. Setelah peristiwa itu, surat kabar yang berkembang justru surat kabar independen dan profesional. Terbukti setelah tahun 1970-an, tercatat 1.559 Surat Izin Terbit (SIT) yang dikeluarkan pemerintah untuk persuratkabaran.20 Seperti yang diketahui, pada saat itu para penerbitan surat kabar wajib memiliki dua izin yang saling terkait. Dua izin tersebut adalah Surat Izin Terbit (SIT) dari Departemen Penerangan yang nyata-nyata sebuah lembaga sipil dan yang kedua adalah surat Izin Cetak (SIC) dari lembaga keamanan militer KOPKAMTIB. Tanpa kedua izin tersebut, secara hukum sebuah media tidak akan mungkin terbit. Apabila salah satunya atau kedua lembaga tersebut mencabut izinnya, secara otomatis media itu dibredel.21 Pada bulan September 1982 intervensi pemerintah masuk lebih dalam lagi. Guna membedakan pers umum milik lembaga independen dan pers khusus, seperti milik perguruan tinggi atau lembaga lain, pemerintah menetapkan surat kabar umum harus memiliki Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP), sedangkan pers khusus tetap menggunakan SIT.22 Tidak banyak yang berubah dari perubahan tersebut, karena pada intinya penerbitan pers harus tetap tunduk pada pemerintah. Perbedaanya adalah peraturan kali ini menjangkau sampai ke perusahaan pers. Jadi, 20

Mondry, Pemahaman Teori dan Praktik Jurnalistik, h.33. David T. Hill, Pers di Masa Orde Baru, h. 35. 22 Mondry, Pemahaman Teori dan Praktik Jurnalistik , h.33. 21

62

peraturan pemerintah berpatokan pada dunia usaha dan seluk-beluknya. Rumitnya perizinan sangat kakunya peraturan saat itu membuat perubahan sekecil apapun dinilai sebagai sebuah pelanggaran teknis atas izin. Pemberedelan yang menimpa DeTIK dan Editor pada tahun 1994 silam merupakan bukti nyata dari pelanggaran teknis. Namun sudah menjadi rahasia umum bahwa akar permasalahannya adalah karena kedua media tersebut memuat berita yang mengkritik orang-orang dekat presiden.23 Terlepas dari berbagai gelombang bredel, sejak tahun 1978 pasarlah yang menentukan hidup matinya sebuah media, bukan pemerintah. Beberapa memang diberangus pemerintah namun berbagai sumber turunnya penerbitan adalah terkait masalah pengumpulan dana. Alasan utamanya adalah sejak SIUPP tidak lagi bisa diperjualbelikan, ekspansi perusahaan pers dilakukan lewat kerjasama manajeman dan penanaman modal gabungan dengan media-media lain yang tidak jelas masa depannya. Yang terjadi adalah sederetan surat kabar daerah tumbang sementara koran-koran kecil dihisap masuk kedalam imperium pers metropolis. Imperium terkaya tersebut antara lain adalah Kompas, Suara Pembaruan, Tempo dan Media Indonesia.24 5. Pers saat ini Sejak jatuhnya rezim Soeharto dan memasuki era Reformasi, kran kebebasan pers di Indonesia telah dibuka. Saat ini khususnya, koran-koran

23 24

David T. Hill, Pers di Masa Orde Baru, h. 53-54. David T. Hill, Pers di Masa Orde Baru, h. 60.

63

besar, stasiun televisi, serta kehadiran media online mengalami pertumbuhan yang pesat. Kebutuhan masyarakat akan informasi dan didukung oleh kebebasan serta kemajuan teknologi menjadikan media massa saat ini sebagai lahan bisnis yang menguntungkan bagi para pengusaha. Media massa di Indonesia sekarang ini memang lebih bersaing ketat mencari keuntungan, bahkan tidak sedikit pemilik modal kuat ikut mengambil bagian dalam perusahaan media massa. Kondisi tersebut membuat anggota konglomerasi pers tidak lagi memiliki kemerdekaan menentukan dirinya sendiri. Artinya peran media massa tidak semata-mata memberikan informasi dan mencerahkan kehidupan masyarakat namun juga menjadi kepentingan bisnis didalamnya.25 Setelah Orde Baru tumbang, kita memang masih melihat banyak bertumbuhan media berbasis internet seperti Detik.com, mandiri.com, satunet.com serta beberapa surat kabar dan majalah yang kemudian merilis versi online seperti Kompas, Media Indonesia, Republika, Gatra dan lain sebagainya. Namun jelas bahwa mereka tidak bisa disebut sebagai media alternatif karena orientasinya adalah bisnis yang berbeda dengan media alternatif berbasis internet di era Orde Baru.26 Media alternatif pada masa itu dapat di artikan sebagai media yang bergerak di luar media arus utama 25

Mondry, Pemahaman Teori dan Praktik Jurnalistik, h.56-58 Ade Armando dkk, Media dan Integrasi Sosial Jembatan Antar Umat Beragama, (Jakarta: Center for The Study and Culture (CSRC) UIN Syarif Hidayatullah, 2011), h. 71 26

64

(mainstream) yang membentuk situasi ke arah solidaritas sosial untuk melawan rezim Orde Baru kala itu. Saat tujuan komersial yang utama, para pengelola media akan menempatkan apa yang disukai masyarakat sebagai penentu utama. Dalam kondisi seperti ini, media jadi berorientasi pada menyajikan hal-hal yang menyenangkan hati konsumen, kendatipun itu mungkin bukan sesuatu yang relevan dengan kepentingan publik.27 Intervensi pemilik media kian tak bisa terelakkan. Intervensi ini biasanya menyangkut ruang atau rubrik pemberitaan yang kadang tidak berimbang atau kurang proporsional bagi orang atau institusi pemberi iklan terhadap media tersebut. Sebab sebagaimana dikeyahui bersama, media tidak bisa hanya mengandalkan daya survival mereka pada pangsa pasar tradisional semisal pelanggan regular dan pembeli eceran. Dalam industri media modern, iklan menjadi tulang punggung utama yang menentukan apakah media bisa survive atau tidak. Oleh karena itu, untuk mendapatkan iklan, tak jarang media harus berpihak atau membela terlebih dahulu kepada kepentingan institusi tertentu yang memiliki kemungkinan untuk memberikan iklannya kepada media tersebut.28 Belakangan muncul inisiatif memanfaatkan jejaring dunia maya menjadi jurnalisme warga (citizen journalism) dimana setiap anggota pengguna internet dapat memanfaatkan suatu jejaring seperti Twitter, 27 28

116

Ade Armando dkk, Media dan Integrasi Sosial Jembatan Antar Umat Beragama, h. 19 Ade Armando dkk, Media dan Integrasi Sosial Jembatan Antar Umat Beragama, h.

65

Facebook dan yang lainnya untuk kemudian menjadikan mereka sebagai wartawan yang dapat aktif mengabarkan apa saja yang perlu diketahui oleh orang lain. Jejaring sosial ini juga menjadi wadah menyalurkan opini dan menggalang solidaritas melawan ketidakadilan.29 Jadi dapat dikatakan bahwa dalam konteks citizen journalism ini, masyarakat dapat menjadi produsen bukan saja menjadi konsumen informasi. Kehadiran internet dan jejaring sosial menjadikan sebuah ruang publik baru yang memungkinkan masyarakat bertukar pendapat dan membangun opini bersama secara bebas tanpa tekanan dari negara. Perwujudan ruang publik di media massa ini menjadi bagian penting dalam menegakkan demokrasi dan penguatan partisipasi civil society (masyarakat sipil). Sementara itu menurut GunGun Heryanto, penggunaan internet dapat berrfungsi untuk kegiatan politik. Hal ini terkait dengan beberapa faktor diantaranya adalah sistem politik yang berjalan kian demokratis pasca reformasi menimbulkan tumbuh kembangnya kebebasan pers dan kebebasan menyatakan pendapat. Kebebasan tersebut menyebabkan setiap orang menggunakan internet untuk menyampaikan ide, gagasan, protes, himbauan dan tekanan kepada kekuasaan. Fenomena tersebut dengan sendirinya memunculkan ruang publik baru (new public sphere) dalam proses demokrasi di dunia cyber melalui proses konvergensi simbolik di

29

72.

Ade Armando dkk, Media dan Integrasi Sosial Jembatan Antar Umat Beragama, h.

66

situs jejaring sosial (social network sites) dan weblog interaktif. Komunitas virtual di jejaring sosial dapat menjadi kelompok pengontrol dan penekan yang memunculkan fenomena kesadaran kelompok dari attentive public (publik berperhatian) di masyarakat. Karena interaksi public attentive di dunia maya tidak dapat diintervensi oleh negara maupun di dominasi oleh pasar.30

B. Profil Detik.com 1. Sejarah Singkat dan Perkembangan Detik.com Sejarah Detik dimulai pada tanggal 9 Juli 1998. Lengsernya Soeharto dan digantikan oleh Habibie ternyata tidak menyelesaikan masalah politik di Indonesia. Artinya, situasi politik saat itu masih kacau. Tabloid Detik yang pada mulanya adalah sebuah tabloid politik tiba-tiba dibredel oleh pemerintah karena pemberitaan nya yang terlalu kritis terhadap pemerintah. Hal ini jelas bahwa pengaruh politik sangat perananya dalam perjalanan Detik.com dari media konvensional ke media online.31 Detik.com merupakan salah satu situs berita terpopuler di Indonesia hingga saat ini. Berbeda dari situs-situs berita berbahasa Indonesia lainnya, Detik.com hanya mempunyai edisi daring dan menggantungkan pndaptan lewat iklan. Hal ini terbukti pada halaman depan website yang didpminasi 30

GunGun Heryanto, Dinamika Komunikasi Politik (Jakarta: PT. Lasswell Visitama, 2011), h. 154-157. 31 Company Profile Detik.com

67

oleh iklan. Meski demikian, Detik.com jugga merupakan portal berita yang terdepan (uptodate) dalam menyajikan berita-berita baru. Server Detik.com sebenarnya sudah siap diakses pada 30 Mei 1998, namun mulai online dengan sajian lengkap pada 9 Juli 1998.32 Kemudian tercetus keinginan untuk membangun Detik.com yang uptodate-nya tidak lagi menggunakan karakteristik media cetak yang harian, mingguan, dan bulanan yang dijual Detik.com adalah breaking news dengan bertumpu pada vivid description. Detik.com melesat sebagai situs informasi digital paling populer dikalangan pengguna internet.33 Pada 3 Agustus 2011 CT Corp mengakuisisi Detik.com (PT. Agranet Multicitra Siberkom). Pada saat itulah Detik.com resmi berada dibawah naungan Trans Corp. Chaitul Tanjung, pemilik CT Corp membeli Detik.com secara total dengan nilai US$60 juta atau sekitar Rp521-540 Miliar. Setelah diambil alih, selanjutnyajajaran direksi diisi oleh pihakpihak Trans Corp.34 2. Visi dan Misi Detik.com a. Visi Menjadi tujuan utama orang Indonesia untuk mendapatkan content dan layanan digital, baik melalui internet maupun seluler.

32

Company Profile Detik.com Company Profile Detik.com 34 Company Profile Detik.com 33

68

b. Misi 1. Memiliki komitmen yang tinggi untuk memberikan kepuasan kepada pelanggan. 2. Memberikan kesejahteraan kepada karyawan dan menjadi tempat yang baik untuk berkarir. 3. Memberikan hasil optimal yang berkesinambungan bagi pemegang saham.

3. Struktur Redaksional Detik.com35 Pemimpin Redaksi : Arifin Asydhad Wakil Pemimpin Redaksi : Ine Yordenaya Dewan Redaksi : Budiono Darsono, Iin Yumiyanti Direktur Eksekutif : Nurul Hidayati Redaktur Pelaksana : Andi A. Sururi (detiksport), Is Mujiarso (detikhot), Ardhi Suryadi (detikinet), Indra Subagja (detiknews), Dadan Kuswaraharja (detikoto), Nurvita Indarini (detikhealth), Wahyu Daniel (detikfinance), Fitraya

Ramadhanny (detiktravel), Odilia Winneke

(detikfood), Ferdy Thaeras (wolipop), Dikhy Sasra (detikfoto), Gagah Wijoseno (Koordinator Liputan), Triono Wahyu S (Koordinator Liputan Daerah/Luar Negeri), Rachmadin Ismail (Kepala Monitoring

35

http://www.detik.com/dapur/redaksi. Diakses 7 Juni 2016 pukul 22:18 WIB.

69

dan Pengembangan Isu) DetikNews: Ahmad Toriq, Andi Saputra, Andri Haryanto, Ayunda W Savitri,

Bagus

Prihantoro

Nugroho,

Danu

Damarjati,

Dhani

Irawan, Edward Febriyatri Kusuma, Elvan Dany Sutrisno, Elza Astari Retaduari, Erwin

Dariyanto,

Mei

Amelia

R, Fajar

Pratama,

Ferdinan, Hardani Triyoga, Herianto Batubara, Hestiana Dharmastuti, Idham Chalid, Ikhwanul Khabibi, Indah Mutiara Kami, Mega Putra Ratya, M Iqbal, Moksa Hutasoit, M Taufiqqurahman, Mulya Nurbilkis, Nala Edwin, Niken Widya Yunita, Nograhany Widhi K, Novi Christiastuti Adiputri, Nur Khafifah, Prins David Saut, Ramdhan Muhaimin, Ray Jordan, Rina Atriana, Rini Friastuti, Rivki, Rita Uli Hutapea, Ropesta Sitorus, Salmah Muslimah, Septiana Ledysia, Taufan Noor Ismailian DetikFinance: Angga Aliya ZRF, Dana Aditiasari, Dewi Rachmat Kusuma, Feby Dwi Sutianto, Hidayat Setiaji, Maikel Jefriando, Rista Rama Dhany, Suhendra, Wiji Nurhayat, Zulfi Suhendra DetikSport: Doni Wahyudi (Wakil Redaktur Pelaksana), Amalia Dwi Septi, Femi Diah N, Fredy Meylan Ismawan, Kris Fathoni W, Lucas Aditya, Mercy Raya, Mohammad Resha Pratama, Novitasari Dewi Salusi, Okdwitya Karina Sari, Rifqi Ardita Widianto, Rossi Finza Noor. DetikHot: Adhie Ichsan (Wakil Redaktur Pelaksana), Asep Syaifullah, Atmi Ahsani Yusron, Delia Arnindita Larasati, Desy Puspasari, Devy Octafiani, Dicky Ardian, Fakhmi Kurniawan, Arum Kinanti, Komario

70

Bahar, Mahardian Prawira Bhisma, Muhammad Iqbal FH, Mauludi Rismoyo, Nugraha Rodiana, Prih Prawesti, Tia Agnes Astuti Detikinet: Achmad Rouzni Noor II, Anggoro Suryo Jati, Fino Yurio Kristo, Muhammad Alif Goenawan, Rachmatunnisa, Susetyo Dwi Prihadi, Yudhianto, Josina DetikFood: Deani Sekar Hapsari, Fitria Rahmadianti, Lusiana Mustinda, Maya Safira DetikOto: Luthfi Andika, Rangga Rahadiansyah, Niken Purnamasari DetikHealth: AN Uyung Pramudiarja (Wakil Redaktur Pelaksana), Ajeng Annastasia Kinanti, Firdaus Anwar, M Reza Sulaiman, Radian Nyi Sukmasari, Rahma Lillahi Sativa, Suherni DetikTravel: Afif Farhan, Faela Shafa, Putri Rizqi Hernasari, Sri Anindiati Nursastri Wolipop: Eny Kartikawati (Wakil Redaktur Pelaksana), Alissa Safiera, Arina Yulistara, Hestianingsih, Intan Kemalasari, Kiki Oktaviani, Rahmi Anjani, Mohammad Abdoeh DetikX : Irwan Nugroho (Redaktur Pelaksana), Sudrajat (Redaktur Pelaksana), Sapto Pradityo (Redaktur Pelaksana), M Rizal, Deden Gunawan, Habib Rifai, Pasti Liberti Mappapa, Isfari Hikmat, Bahtiar Rifai, Ibad Durrohman, Melisa Mailoa Info Grafis: Andhika Akbaryansyah DetikTV:

Gagah Wijoseno (Redpel), Fuad Fariz (Waredpel), Ken

71

Yunita

(waredpel), Wirsad Hafiz

(Redaktur), Billy

Triantoro, Didik

Dwi, Haryanto, Raisha Anazga, Lintang Jati Rahina, Yandra Wijaya, Deny Fitrianto, Ihsan Dana, Muhammad Zaky Fauzi Azhar, Resnu Dwi Andika, Okta

Marfianto, Aji

Bagoes

Risang, Nandya

Bachtiar, Marisa, Niza Sari Pratiwi, Septiana Ledysia (asisten redaktur), Anggoro Fajar Purnomo, Esty Rahayu Anggraini, Moksa Hutasoit (waredpel), Elisha Prima Agustin, Achmad Triyanto, Tri Aljumanto, Raisya UL Maharani (redaktur), Gagah Wijoseno, Utami Dewi, Iswahyudy, Rahma Yoga Wedar, Zhahrah Qamarani, Thoharul Fuad, Ichsan Luthfi, Nugroho Tri Laksono, Fahrur Rozi, Abdurrosyid, Adil Pradipta Huwa DetikFoto: Ari Saputra, Agung Phambudhy, Grandyos Zafna, Rachman Haryanto, Rengga Sancaya, Hasan Alhabshi, Agus Purnomo, Aries Suryono Suara Pembaca dan Komentar: Dwi Arif Ikhwanto (koordinator), Agustinus Angga SM, Dedi Irawan, Nita Rachmawati Kepala Biro Surabaya : Budi Sugiharto DetikSurabaya: Budi Hartadi (Koordinator Liputan), Fatichatun Nadhiroh, Imam Wahyudiyanta, Rois Jajeli, Zainal Effendi Kepala Biro Yogyakarta : Bagus Kurniawan Ati Dirgawati (sekretaris) Kepala Biro Bandung : Erna Mardiana

72

DetikBandung:

Avitia Nurmatari, Baban Gandapurnama, Tya Eka

Yulianti Biro Daerah Non Biro: Muchus Budi Rahayu (Solo), Angling Adhitya Purbaya (Semarang), Yonda Sisko (Padang), Chaidir Anwar Tanjung (Pekanbaru), Khairul Ikhwan D (Medan), M Nur Abdurrahman (Makassar), M. Hanafi Holle (Ambon) Product Management : Luar Negeri: Eddi Santosa (Belanda), Shohib Masykur (Amerika Serikat) Heru Tjatur (Kepala Divisi), Ferona Y Faizal (Manager), Sena Achari (Manager), M Yunus (Koordinator Creative) Community Publisher: Meliyanti Setyorini (Kepala Departemen) , Radiyanto, Marwan, Ai Chintya, Stefanus A, Ardi Cahya, M Fayyas Sekertaris Redaksi : Marina Deviyanti (Kepala Departemen), M Sidik, Amalia Jusnita, Endah Sri Sarwendah, Febby Kusuma Dewi

C. Profil Republika Online 1. Sejarah Singkat dan Perkembangan Republika Republika hadir pada tahun 1993, yang dibidani oleh Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) lewat yayasan PT. Abdi Bangsa. Republika merupakan sebuah media yang memiliki koneksi baik dengan pemerintah pada saat itu, sehingga pada saat itu Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP) segera diperoleh tanpa kesulitan berarti.

73

Dalam upayanya menghasilkan surat kabar berkualitas, Republika menggandeng Sejumlah intelektual dan Jurnalis Islam paling berpengaruh pada saat itu. Dalam dewan pengawas kebijakan redaksi, duduk sejumlah tokoh terkemuka seperti Wakil Direktur Badan Pusat Statistik yang kerap jadi kolomnis Tempo Sucipto Wirosarjono, pendiri organisasi non pemerintah terpandang Lembaga Studi Pembangunan (LSP) Adi Sasono, komentator politik Nurcholis Madjid, serta sejumlah akademisi terkemuka seperti pakar politik M. Amien Rais dari Universitas Gadjah Mada, Profesor dari Universitas Indonesia Edi Sedyawati dan Rektor Institut Agama Islam Negri (IAIN) Jakarta yang juga pakar hukum Islam Quraish Shihab.36 Kekuatan nyata surat kabar tampak jelas pada jajaran staf redaksi dan manajemennya. Yang juga jelas kelihatan adalah stempel sejumlah orang kuat Orde Baru. Republika menerjemahkan semua ini menjadi sekumpulan modal. Sekalipun proyeksi angka sirkulasi 500.000 yang sangat tidak realistis tersebut gagal tercapai pada tahun 1993, Republika berhasil memantapkan diri sebagai pembawa bendera kemenangan ditengah ketatnya kompetisi industri pers diperiode 1990-an.37 Setelah BJ Habibie tak lagi menjadi presiden dan seiring dengan surutnya kiprah politik ICMI selaku pemegang saham mayoritas PT Abdi Bangsa, pada akhir 2000, mayoritas saham koran ini dimiliki oleh

36 37

David T. Hill, Pers di Masa Orde Baru, h. 155-156. David T. Hill, Pers di Masa Orde Baru, h. 157.

74

kelompok Mahaka Media. PT Abdi Bangsa kemudian menjadi perusahaan induk, dan Republika berada di bawah bendera PT Republika Media Mandiri, salah satu anak perusahaan PT Abdi Bangsa. Di bawah bendera Mahaka Media, kelompok ini juga menerbitkan Majalah Golf Digest Indonesia, Majalah Parents Indonesia, stasiun radio Jak FM, Gen FM, Delta FM, FeMale Radio, Prambors, Jak tv, dan Alif TV. Meski berganti kepemilikan, Republika tak mengalami perubahan visi maupun misi. Namun ada perbedaan gaya dibandingkan dengan sebelumnya. Sentuhan bisnis dan independensi Republika menjadi lebih kuat.38 Republika Online atau yang biasa disebut ROL hadir sejak 17 Agustus 1995, dua tahun setelah Harian Republika terbit. Republika Online merupakan portal berita yang menyajikan informasi secara teks, audio, dan video, yang terbentuk berdasakan teknologi hipermedia dan hiperteks. Dengan kemajuan informasi dan perkembangan sosial media, Republika Online kini hadir dengan berbagai fitur baru yang merupakan percampuran komunikasi media digital. Informasi yang disampaikan diperbarui secara berkelanjutan yang terangkum dalam sejumlah kanal, menjadikannya sebuah portal berita yang bisa dipercaya.39 Tujuan utama penerbitan melalui internet adalah untuk melayani pembaca yang tidak terjangkau distribusi koran cetak dan untuk pembaca yang berada di luuar negri. ROL terus berkembang sesuai dengan 38

http://profil.merdeka.com/indonesia/r/republika/. Diakses pada 8 Juni 2016 pukul 13:10

39

http://www.republika.co.id/page/about. Diakses pada 8 Juni 2016 pukul 13:30 WIB.

WIB.

75

kemajuan teknologi informasi yang ada. Desain dan bebagai layanan web serta materi beritanya pun lebih diperkaya. Sejak pertengahan 2008 ROL mengalami perubahan dari sekedar situs berita sederhana menjadi web portal multimedia sebagai penyesuaian atas munculnya tantangan industri di era konvergensi media. Sesuai dengan prinsip dasar Republika, muatan ROL

tetap

mengedepankan

komunitas

muslim

sebagai

basis

pengunjungnya. Tampilan ROL diluncurkan kembali (relaunching) pada 6 Februari 2008. Tema launchingnya dinamakan RELOAD. 40

2. Visi dan Misi Republika Online41 a. Visi Menjadikan HU Republika sebagai koran umat yang terpercaya dan mengedepankan nilai-nilai universal yang sejuk, toleran, damai, cerdas, namun mempunyai prinsip dalam keterlibatannya menjaga persatuan bangsa dan kepentingan umat Islam yang berdasarkan pemahaman Rahmatan Lil Alamin. b. Misi Menciptakan dan menghidupkan sistem manajemen yang efisien dan efektif, serta mampu dipertanggungjawabkan secara profesional.

40 41

Company Profile Republika Company Profile Republika

76

3. Struktur Redaksional Republika Online42 Pemimpin Redaksi

: Nasihin Masha

Wakil Pemimpin Redaksi : Irfan Junaidi Redaktur Pelaksana ROL : Maman Sudiaman Wakil Redaktur Pelaksana ROL

: Joko Sadewo

Asisten Redaktur Pelaksana ROL : Didi Purwadi, Djibril Muhammad, Muhammad Subarkah Tim Redaksi

: Agung Sasongko, Bayu Hermawan, Bilal Ramadhan,

Citra Listya Rini, Damanhuri Zuhri, Erik Purnama Putra, Esthi Maharani, Hazliansyah, A.Syalaby Ichsan, Ilham Tirta, Indira Rezkisari, Israr Itah, Julkifli Marbun, M.Akbar, Taufik Rahman, Winda Destiana Putri, Yudha Manggala Putra, M.Amin Madani, Sadly Rachman, Ririn Liechtiana, Fian Firatmaja, Casilda Amilah, Ani Nursalikah, Angga Indrawan, Dwi Murdaningsih.Nidia Zuraya, Nur Aini, Teguh Firmansyah, Andi Nur Aminah. Tim Sosmed : Fanny Damayanti, Asti Yulia Sundari, Dian Alfiah, M. Fauzul Abraar, Inarah Sales Coordinator : Heru Supriyatin Tim Sales dan Promosi : W.K.Hadi Laga, Rani Kurniasari, Sri Hartini, Rizka Vardya, Ade Afriyani, Achmad Yani, Annisha Ravka Batra, Budhi Irianto

42

http://www.republika.co.id/page/about. Diakses pada 8 Juni 2016 pukul 13:30 WIB.

77

Tim IT dan Desain : Mohamad Afif, Mufti Nurhadi, Abdul Gadir, Nandra Maulana Irawan, Mardiah, Kurnia Fakhrini Kepala Support dan GA : Slamet Riyanto Tim Support : Firmansyah Sekred

: Erna Indriyanti

Rolshop

: Riky Romadon

BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS DATA Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, pemberitaan mengenai kesesatan aliran Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) ini menarik diperbincangkan di media massa. Diantara media massa tersebut adalah Detik.com dan Republika Online yang intens memberitakan mengenai pemberitaan tersebut. Peneliti memilih dua media online sebagai subjek penelitian yaitu Detik.com dan Republika Online. Dari kedua media tersebut, peneliti menggunakan sample empat berita dari masing-masing media tersebut untuk dijadikan objek dalam penelitian ini. Keempat berita tersebut ditampilkan pada tanggal 3 dan 4 Februari 2016. Teks berita yang dipilih merupakan teks yang berkaitan dengan pemberitaan seputar kesesatan Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar). Penelitian ini menggunakan analisis semiotika sosial M.A.K Halliday dalam menganalisis teks berita pada Detik.com dan Republika Online. Dalam menganalisis teks berita menggunakan Semiotika Sosial M.A.K Hallday ini, peneliti mencoba mengungkapkan makna dalam teks berita serta bagaimana aliran sesat Gafatar diwacanakan di kedua media tersebut pada unsur medan wacana (field of discourse), pelibat wacana (tenor of discourse), dan sarana wacana (mode of discourse). Ketiga unsur inilah yang digunakan peneliti dalam menganalisis teks berita dalam pemberitaan mengenai aliran sesat Ormas Gafatar. Berikut adalah tabel berita yang ditampilkan di kedua media tersebut dalam kurun waktu pemberitaan 3 dan 4 Februari 2016.

78

79

Tabel 4.1 Pemberitaan Aliran Sesat Ormas Gafatar di Detik.com dan Republika Online No 1

Media Massa Detik.com

Periode 3 Februari 2016

Judul Berita “MUI:

Gafatar

Sesat

dan

Menyesatkan” 2

Detik.com

3 Februari 2016

“Menag Segera Tindaklanjuti Fatwa MUI Gafatar Sesat dan Menyesatkan”

3

Detik.com

4 Februari 2016

“MUI Nyatakan Gafatar Sesat, Ini Tanggapan Menko Luhut”

4

Detik.com

4 Februari 2016

“Pimpinan

DPR

Taufik

Kurniawan:

Proses

Hukum

Pengurus Gafatar!” 5

Republika Online

3 Februari 2016

“MUI Nyatakan Gafatar Sesat dan Menyesatkan”

6

Republika Online

3 Februari 2016

“Gafatar difatwa Sesat, Menag Minta Pengikutnya Dilindungi”

7

Republika Online

4 Februari 2016

“Umat Islam Dinilai Krisis Panutan”

8

Republika Online

4 Februari 2016

“MUI Minta Pemerintah Segera Proses Hukum Pimpinan Gafatar”

80

A. Analisis Semiotika Sosial Pemberitaan Detik.com 1. Analisis Pemberitaan tanggal 3 Februari 2016 “MUI: Gafatar Sesat dan Menyesatkan” Tabel 4.2 Kategori Medan

Temuan “Majelis

Ulama

Wacana (Field menyatakan Of Discourse)

Keterangan Indonesia Pernyataan MUI

ajaran

kelompok mengenai ajaran Gaftar

Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) sesat karena sebagai

aliran

sesat.

Ajaran mencampuradukkan

kelompok ini dinilai sesat karena ajaran Islam Kristen dan mencampur adukan ajaran Islam, Yahudi. Kristen, dan Yahudi.” (Paragraf 1)

“... MUI memutuskan aliran Gafatar MUI memutuskan itu sesat, menyesatkan. Karena dia, ajaran Gafatar sesat yang

pertama

metamorfosis Islamiyah. Musadek

reinkarnasi, karena merupakan

dari

Alqiyadah metamorfosis dari Al

Menjadikan itu

sebagai

spritualnya...” (Paragraf 3)

Ahmad Qiyadah Al Islamiyah guru dan menjadikan Ahmad Musadeq sebagai guru spiritualnya.

“...Ketua Fatwa MUI Hasanudin AF Himbauan MUI melalui menambahkan bagi umat muslim Hasanudin AF kepada

81

yang menjalankan paham Gafatar pengikut Gafatar agar maka diwajibkan kembali ke ajaran kembali kepada ajaran Islam.” (Paragraf 4)

Islam.

“Mereka ini para eks Gafatar wajib Penegasan bahwa dilindungi pemerintah...” (Paragraf persoalan Gafatar ini merupakan

5)

tanggungjawab pemerintah.

Pelibat

1. KH. Ma‟ruf Amin

Ketua MUI; Penyampai

Wacana

2. Ahmad Musadeq

Fatwa.

3. Hasanudin AF

Aktor dibalik pendirian

(Tenor Of

dan pimpinan Gafatar.

Discourse)

Ketua Fatwa MUI; memberikan himbauan kepada masyarakat. Sarana

“...MUI memutuskan aliran Gafatar Majas Paralelisme

Wacana

itu sesat, menyesatkan. Karena dia, Tautologi.

(Mode Of

yang

Discourse)

metamorfosis

pertama dari

reinkarnasi, Alqiyadah

Islamiyah..” “...Mereka ini para eks Gafatar Penekanan bahwa wajib dilindungi pemerintah...”

persoalan Gafatar

82

adalah tanggung jawab pemerintah.

a. Medan wacana Ditinjau dari medan wacana (teks yang dibicarakan) dalam teks berita edisi ini adalah merujuk pada pernyataan yang dikemukakan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) bahwa ajaran Gafatar merupakan aliran sesat. MUI menyatakan ajaran Gafatar sesat karena telah mencampuradukkan tiga ajaran agama yaitu Islam, Kristen dan Yahudi. Hal ini ditegaskan dalam kutipan berikut: Jakarta - Majelis Ulama Indonesia menyatakan ajaran kelompok Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) sebagai aliran sesat. Ajaran kelompok ini dinilai sesat karena mencampur adukan ajaran Islam, Kristen, dan Yahudi.1 "Setelah dilakukan pengkajian dari daerah-daerah, MUI memutuskan aliran Gafatar itu sesat, menyesatkan. Karena dia, yang pertama reinkarnasi, metamorfosis dari Alqiyadah Islamiyah. Menjadikan Ahmad Musadek itu sebagai guru spritualnya," ujar Ma'ruf dalam jumpa pers di di Gedung MUI, Jl Proklamasi, Jakarta Pusat, Rabu (3/2/2016).2 Dalam kutipan berita ini dijelaskan bahwa MUI menilai ajaran Ormas Gafatar ini merupakan aliran sesat berdasarkan tiga alasan. Pertama, karena dalam ajaran Gafatar, mereka mencampuradukkan tiga ajaran agama yakni Islam, Kristen dan Yahudi. Kedua, Gafatar dinilai MUI sebagai metamorfosis dari ajaran AlQiyadah Al Islamiyah. Ketiga, menjadikan Ahmad Musadeq sebagai guru spiritualnya.

1 2

“MUI: Gafatar Sesat dan Menyesatkan”, Detik.com, 3 Februari 2016, Paragraf 1. “MUI: Gafatar Sesat dan Menyesatkan”, Detik.com, 3 Februari 2016, Paragraf 3.

83

Ajaran dalam Gafatar ini dapat diklasifikasikan masuk ke dalam 10 kriteria paham dan aliran sesat berdasarkan ketetapan MUI hasil Munas tahun 2007 yang salah satunya yaitu meyakini dan atau mengikuti aqidah yang tidak sesuai dengan Al-Qur‟an dan Sunnah. Berdasarkan ketetapan MUI tersebutlah yang kemudian menjadi acuan dasar MUI mengeluarkan fatwa sesat kepada Gafatar yang dalam ajarannya menggabungkan tiga ajaran agama. Selanjutnya, mengenai ajaran Gafatar yang merupakan metamorfosis dari ajaran Al-Qiyadah Al-Islamiyah dan Pemimpinnya Ahmad Musadeq. AlQiyadah sendiri merupakan aliran yang dinyatakan sesat oleh MUI pada tahun

2007

dengan

Ahmad

Musadeq

sebagai

pemimpinnya

dan

keberadaannya dilarang oleh pemerintah. Atas dasar hal tersebut pula, MUI menyatakan Gafatar sebagai aliran sesat. Pada bahasan selanjutnya yang terdapat dalam alinea ke empat dan lima, MUI melalui Ketua Komisi Fatwanya, Hasanudin AF menghimbau kepada mayarakat agar masyarakat yang telah menjalankan ajaran Gafatar segera kembali kepada ajaran Islam yang benar. Yang tertuang dalam kutipan berikut: Sementara, Ketua Fatwa MUI Hasanudin AF menambahkan bagi umat muslim yang menjalankan paham Gafatar maka diwajibkan kembali ke ajaran Islam. Dia menekankan MUI akan berkoordinasi dengan pemerintah terkait upaya pencegahan paham ini kepada eks Gafatar maupun bagi masyarakat lain.3

3

“MUI: Gafatar Sesat dan Menyesatkan”, Detik.com, 3 Februari 2016, Paragraf 4.

84

"Kami akan koordinasi dengan pemerintah. Mohon masyarakat muslim agar tidak mengucilkan eks Gafatar. Mereka ini para eks Gafatar wajib dilindungi pemerintah," sebut Hasanudin.4 Dalam alinea terakhir, pengambilan kutipan langsung terhadap pernyataan yang dikeluarkan oleh Hasanudin AF menegaskan secara eksplisit bahwasanya Detik.com menganggap persoalan Gafatar ini merupakan pekerjaan rumah yang harus segera diselesaikan pemerintah. Kelanjutan nasib serta perlindungan terhadap para eks Gafatar ini merupakan kewajiban pemerintah. b. Pelibat Wacana Dari sisi pelibat wacana, sumber-sumber yang legitimate dikutip atau disebut Detik.com dalam berita edisi ini untuk menunjukkan bahwa berita ini penting sebagai bukti kesesatan Gafatar. Yang pertama adalah KH. Ma‟ruf Amin yang merupakan Ketua Umum Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia (MUI) saat ini. Ma‟ruf Amin terpilih menjadi Ketua Umum Dewan Pimpinan MUI Pusat masa bakti 2015-2020 menggantikan ketua umum sebelumnya Din Syamsudin. Pada berita ini Ma‟ruf Amin sebagai Ketua MUI yang menyampaikan fatwa kepada masyarakat perihal kesesatan Gafatar. Selanjutnya, yang kedua adalah Ahmad Musadeq. Ahmad Musadeq merupakan pimpinan dari Al-Qiyadah Al Islamiyah, sebuah organiasai yang difatwa sesat oleh MUI pada tanggal 4 Oktober 2007. Ahmad Musadeq kemudian divonis 4 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada tahun 2008 atas pasal penodaan agama. Setelah itu, Ahmad Musadeq

4

“MUI: Gafatar Sesat dan Menyesatkan”, Detik.com, 3 Februari 2016, Paragraf 5.

85

dianggap masih menyebarkan ajarannya, yaitu sebagai pimpinan komunitas Milah Abraham dan juga yang terakhir sebagai pemimpin Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar). Dalam berita ini, Ahmad Musadeq disebutkan dan terlibat dalam teks berita karena keterkaitannya dengan Gafatar serta keterkaitannya dengan ajaran dan gerakan sesat lainnya yang juga dipimpin olehnya. Ketiga adalah Hasanudin AF yang merupakan Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia. Dalam berita ini Hasanudin AF memberikan himbauan kepada masyarakat yang menjalankan paham Gafatar agar kembali kepada ajaran Islam yang benar. Serta mengatakan bahwa MUI akan berkoordinasi dengan pemerintah terkait hal tersebut. c. Sarana Wacana Dari sisi sarana wacana atau penggunaan gaya bahasa, berita ini menggunakan kata-kata yang mencoba melegitimasi bahwa Gafatar merupakan aliran sesat dengan merujuk pada putusan fatwa MUI. Sementara itu, contoh kalimat yang dapat dikaji dengan majas yang terdapat dalam berita edisi ini adalah majas paralelisme tautologi yang terdapat dalam kutipan “Karena dia, yang pertama reinkarnasi, metamorfosis dari Alqiyadah Islamiyah”. Majas paralelisme tautologi dapat diartikan sebagai penegasan dengan menggunakan kata yang sejajar atau kelompok kata penegasan dengan

86

pengulangan kata, kelompok kata atau sinonimnya.5 Kata „reinkarnasi‟ dan „metamorfosis‟ merupakan kedua kata yang bermakna sama, yang mencoba menggambarkan bahwa Gafatar merupakan perwujudan baru dari Al Qiyadah Al Islamiyah. Sementara itu, pada kalimat “...Mereka ini para eks Gafatar wajib dilindungi pemerintah...” Pengambilan kutipan langsung dalam teks berita tersebut,

Detik.com

berupaya

memberikan

aksentuasi

bahwasanya

perlindungan terhadap para mantan pengikut Gafatar ini merupakan kewajiban pemerintah. 2. Analisis Pemberitaan tanggal 3 Februari 2016 “Menag Segera Tindaklanjuti Fatwa MUI Gafatar Sesat dan Menyesatkan” Tabel 4.3 Kategori Medan Wacana (Field of Discourse)

Temuan "Kita

menghargai

Keterangan dan Pernyataan

yang

menghormati putusan itu. Dan disampaikan

Mentri

tentu

Hakim

Kementerian

Agama, Agama,

Lukman

pemerintah akan menindaklanjuti Saifuddin terkait fatwa sesat putusan

itu,

fatwa

tersebut," MUI kepada gafatar.

(Paragraf 2). “Terkait paham keagamaan bagi

Himbauan Menag kepada

bekas pengikut Gafatar, lanjut masyarakat Lukman,

5

harus

dibangun membangun

M. Isa Mulyoutomo, RAPET BINDO, (Jakarta: Limas, 2011) h. 195.

agar pendekatan

87

pendekatan yang empatik. "Agar yang empatik untuk para mereka bisa memegang pokok- pengikut Gafatar. pokok ajaran agama itu yang tidak dinilai sesat sebagaimana yang

dipahami

mainstream

mayoritas masyarakat

Indonesia," (Paragraf 5)

"Mengenai

pengusiran- Penjelasan

pengusiran ini konteksnya bisa mengenai bermacam-macam, bisa persoalan yang

jika

sosial dan persoalan hukum, tentu pelanggaran

Menag kasus

Gafatar

ada

indikasi

hukum

dan

harus dilihat kasus demi kasus, norma sosial harus ditindak faktor

penyebabnya

dan oleh aparat penegak hukum.

sebagainya. Jadi kalau kemudian ada indikasi kuat pelanggaran hukum, tentunya aparat hukum yang harus menindaklanjuti. Atau kalau ada pelanggaran normanorma sosial tentunya juga aparat penegak hukum," jelas Lukman. (Paragraf 7)

Pelibat Wacana (Tenor of Discourse)

1. Lukman Hakim Saifuddin

Mentri

Agama

Republik

Indonesia; Menindaklanjuti

88

fatwa MUI Sarana Wacana (Mode of Discourse)

“Agar mereka bisa memegang Pernyataan multitafsir yang pokok-pokok ajaran agama itu disampaikan Menag perihal yang

tidak

sebagaimana

dinilai yang

sesat kesesatan

para

pengikut

dipahami Gafatar.

mayoritas

mainstream

masyarakat

Indonesia,"

(Paragraf 5) “Agar mereka bisa memegang Majas Sinestesia pokok-pokok ajaran agama...”

a. Medan Wacana Medan wacana yang dibahas dalam berita edisi ini adalah mengenai pernyataan yang disampaikan oleh Lukman Hakim Saifuddin terkait perannya sebagai

Menteri

Agama

yang

bersama

dengan

pemeritah

akan

menindaklanjuti fatwa sesat yang telah ditetapkan oleh MUI kepada Gafatar. Hal tersebut tertuang dalam kutipan berikut: Jakarta - Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan fatwa bahwa Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) merupakan organisasi yang sesat dan menyesatkan. Pemerintah menghormati dan akan menindaklanjuti keputusan MUI tersebut.6 "Kita menghargai dan menghormati putusan itu. Dan tentu Kementerian Agama, pemerintah akan menindaklanjuti putusan itu,

6

“Menag Segera Tindaklanjuti Fatwa MUI Gafatar Sesat dan Menyesatkan”, Detik.com, 3 Februari 2016, Paragraf 1.

89

fatwa tersebut," ujar Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin di Kantor Presiden, Jakarta Pusat, Rabu (3/2/2016).7 Dalam kutipan tersebut, Menag menekankan bahwa Kementrian Agama dan Pemerintah akan menindaklanjuti keputusan fatwa sesat MUI kepada Gafatar. Menag menilai meskipun ajaran Gafatar ini menyimpang tetapi para bekas pengikut Gafatar berhak mendapat perlindungan, mendapatkan pembinaan dan berhak dilindungi hak-haknya. Hal tersebut berkaitan dengan tugas dan fungsi Kementrian Agama yang dalam hal ini dipimpin oleh Mentri Agama. Salah satu tugas pokok Kementrian Agama Berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 102 Tahun 2001 tentang kedudukan, tugas, fungsi, kewenangan, susunan organisasi, dan tata kerja kementerian dalam Pasal 45 dijelaskan bahwa tugas pokok Kementerian Agama adalah membantu Presiden dalam menyelenggarakan sebagian tugas pemerintahan di bidang keagamaan. Jelas ini merupakan tanggung jawab dan wewenang Kementrian Agama dalam menangani kasus Gafatar ini. Selanjutnya, Menag menghimbau agar dibangun pendekatan empatik terhadap para bekas pengikut Gafatar. Hal tersebut menurut Menag perlu dilakukan agar para bekas pengikut Gafatar dapat kembali memegang ajaran pokok Islam yang benar, yang tidak dinilai sesat oleh mayoritas muslim di Indonesia. Seperti yang terlihat dalam kutipan berikut: Terkait paham keagamaan bagi bekas pengikut Gafatar, lanjut Lukman, harus dibangun pendekatanv yang empatik. "Agar mereka 7

“Menag Segera Tindaklanjuti Fatwa MUI Gafatar Sesat dan Menyesatkan”, Detik.com, 3 Februari 2016, Paragraf 2.

90

bisa memegang pokok-pokok ajaran agama itu yang tidak dinilai sesat sebagaimana yang dipahami mayoritas mainstream masyarakat Indonesia," katanya.8 Pada pembahasan selanjutnya yang terdapat pada alinea akhir berita edisi ini, Menag menilai persoalan-persoalan yang terjadi pada kasus Gafatar ini harus diselesaikan melalui proses hukum yang ada. Hal tersebut tertuang dalam kutipan berikut: "Mengenai pengusiran-pengusiran ini konteksnya bisa bermacammacam, bisa persoalan sosial dan persoalan hukum, tentu harus dilihat kasus demi kasus, faktor penyebabnya dan sebagainya. Jadi kalau kemudian ada indikasi kuat pelanggaran hukum, tentunya aparat hukum yang harus menindaklanjuti. Atau kalau ada pelanggaran norma-norma sosial tentunya juga aparat penegak hukum," jelas Lukman.9 Dalam kutipan tersebut, Detik.com mencoba mengiring opini pembaca dengan mengutip langsung pernyataan Menag yang menganggap kasus Gafatar ini sebagai persoalan sosial dan hukum yang harus diselesaikan oleh pemerintah, dan oleh aparat penegak hukum pada khususnya. Menag menekankan pada kasus pengusiran terhadap para bekas pengikut Gafatar ini konteksnya bisa merupakan persoalan sosial dan persoalan hukum serta menyerahkan segala urusannya kepada aparat hukum. Dalam hal ini Menag memandang semua harus dilihat kasus demi kasus, seta faktor penyebabnya. Jika ada indikasi pelanggaran hukum ataupun pelanggaran norma-norma sosial yang terjadi, aparat penegak hukum harus segera menindaklanjuti.

8

“Menag Segera Tindaklanjuti Fatwa MUI Gafatar Sesat dan Menyesatkan”, Detik.com, 3 Februari 2016, Paragraf 5. 9 “Menag Segera Tindaklanjuti Fatwa MUI Gafatar Sesat dan Menyesatkan”, Detik.com, 3 Februari 2016, Paragraf 7.

91

b. Pelibat Wacana Pelibat wacana dalam berita edisi kali ini adalah Mentri Agama, Lukman Hakim Saifuddin. Fatwa MUI kembali menjadi acuan dalam berita kali ini. Dijadikannya MUI dan Menag sebagai narasumber tak lepas dari pandangan Detik.com yang menganggap keduanya lah yang berwenang untuk dijadikan sebagai sumber dalam kasus ini. Terlihat dari hasil wawancara yang dilakukan penulis kepada pihak Detik.com berikut: “Karena MUI dan Kemenag Yang berwenang. Masyarakat dalam hal ni adalah yang saya sebut tadi keluarga yang kehilangan, nah keresahan di masyarakat diwakili oleh MUI tadi. Masyaraktnya siapa, kita gabisa wawancara kalo misalkan orang lain, apa hubungannya. Misalkan si a keluarganya hilang tapi kita wawancara si b yang sama sekai tidak berhubungan dengan dia, yang bisa dikutip adalah MUI, Kemenag atau organisasi msyarakat atau yang terkait dengan itu kalo ga ada hubungannya dengan isi berita ya ga kita kutip.”10 c.

Sarana wacana Sarana wacana atau gaya bahasa yang digunakan dalam berita ini

merujuk pada pernyataan yang disampaikan oleh Mentri Agama perihal kesesatan para pengikut Gafatar, yang terdapat dalam kutipan berikut: "Agar mereka bisa memegang pokok-pokok ajaran agama itu yang tidak dinilai sesat sebagaimana yang dipahami mayoritas mainstream masyarakat Indonesia," katanya.11 Dalam kutipan tersebut Menag mencoba bersikap netral dalam mengemukakan pandangannya terhadap kesesatan para pengikut Gafatar. Menag mencoba berlindung dibalik pejelasan logis dalam kalimat “tidak dinilai sesat sebagaimana yang dipahami mayoritas mainstream masyarakat Indonesia.” Kalimat tersebut memunculkan pandangan yang ambigu karena 10

Wawancara Pribadi dengan Erwin Dariyanto. Jakarta, 17 Mei 2016. “Menag Segera Tindaklanjuti Fatwa MUI Gafatar Sesat dan Menyesatkan”, Detik.com, 3 Februari 2016, Paragraf 5. 11

92

sifatnya multitafsir. Karena jika sebuah aliran mengaku Islam namun melanggar pokok-pokok ajaran Islam maka itulah yang kemudian disebut sesat, bukan minoritas. Karana jika bicara makna, maka minoritas belum tentu aliran sesat. Aliran sesat berpatokan pada pokok-pokok dalam ajaran agama Islam itu sendiri, sedangkan minoritas berpatokan pada jumlah. Namun dalam kutipan tersebut, Menag menganggap sesat Gafatar karena ajarannya tidak sesuai dengan apa yang dipahami oleh mayoritas mainstream masyarakat Indonesia. Sedangkan dari segi penggunaan majas, “Agar mereka bisa memegang pokok-pokok ajaran agama...” terdapat penggunaan majas sinestesia dalam kata „memegang‟ dalam kalimat tersebut. Majas sinestesia ialah majas yang menggunakan istilah indra lain untuk menjelaskan kejadian yang dialami oleh indra yang berbeda.12 Kata „memegang‟ yang menandakan indra peraba yang identik dengan tangan. Namun dalam kalimat ini bermakna memegang yang berfungsi dan dilakukan bukan oleh tangan melainkan oleh hati/kalbu.

12

M. Isa Mulyoutomo, RAPET BINDO, (Jakarta: Limas, 2011) h.193.

93

3. Analisis Pemberitaan tanggal 4 Februari 2016 “MUI Nyatakan Gafatar Sesat, Ini Tanggapan Menko Luhut”

Tabel 4.4 Kategori Medan Wacana (Field of Discourse)

Temuan Menurut

Luhut,

menyikapi

Keterangan pemerintah Pernyataan Luhut

fatwa

tersebut Binsar Panjaitan

dengan arif dan bijaksana. "Itu sebagai kan fatwa MUI, tanya saja dia Menkopolhukam (MUI).

Kami

menyikapi menanggapi Fatwa

dengan arif itu semua. Karena sesat MUI kepada bagaimana Gafatar

pun

anggota Gafatar.

(adalah)

bangsa

Indonesia juga," (Paragraf 2)

Pemerintah, kata Luhut, akan Luhut yang mengurus eks anggota Gafatar menceritakan tersebut. Dia mencontohkan keberhasilan selama ini eks anggota Gafatar pemerintah dalam di Jawa Tengah, di Makassar penanganan eks Gafatar semua terurus dengan baik. di beberapa daerah. "Yang penting, kalau memang mereka

sesat

penerangan

kita

supaya

beri mereka

kembali ke jalan yang benar,"

94

katanya. (Paragraf 3)

Pelibat Wacana

1. Luhut Binsar Panjaitan

Sebagai

(Tenor of

Menkopolhukam yang

Discourse)

menaggapi fatwa MUI 2. KH. Ma‟ruf Amin

Ketua MUI; Penyampai fatwa sesat MUI kepada Gafatar.

Sarana Wacana

“... kalau memang mereka

(Mode of

sesat kita beri penerangan

Discourse)

supaya mereka kembali ke

Majas Klimaks

jalan yang benar”

a. Medan Wacana Medan wacana dalam berita edisi ini, topik yang diangkat adalah mengenai pernyataan yang disampaikan oleh Menteri Koordinator Politik Hukum dan HAM, Luhut Binsar Panjaitan dalam menanggapi fatwa sesat MUI terhadap Gafatar. Hal tersebut tertuang dalam kutipan berita berikut: Jakarta - Majelis Ulama Indonesia menyatakan bahwa ajaran Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) merupakan aliran sesat karena mencampuradukkan ajaran Islam, Kristen, dan Yahudi. Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan soal fatwa adalah kewenangan MUI.13 13

Paragraf 1.

“MUI Nyatakan Gafatar Sesat, Ini Tanggapan Menko Luhut” Detik.com, 4 Februari 2016,

95

Menurut Luhut, pemerintah menyikapi fatwa tersebut dengan arif dan bijaksana. "Itu kan fatwa MUI, tanya saja dia (MUI). Kami menyikapi dengan arif itu semua. Karena bagaimana pun anggota Gafatar (adalah) bangsa Indonesia juga," kata Luhut kepada wartawan di sela acara CIMB Economic Forum, di Hotel Ritz-Carlton, SCBD Sudirman, Jakarta, Kamis (4/2/2016).14 Dalam kutipan tersebut, dengan kapasitasnya sebagai seorang Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam), Luhut menghormati MUI sebagai lembaga yang berwenang dalam menyampaikan fatwa dan menyikapi fatwa tersebut dengan baik. Dirinya mencoba memposisikan diri sebagai seorang Menkopolhukam dengan menyebut bahwa para anggota Gafatar merupakan bagian dari bangsa indonesia yang memiliki hak yang sama dan tetap harus dilindungi. Pada alinea selanjutnya, Luhut mencoba menjelaskan perihal peran pemerintah dalam penanganan kasus Gafatar ini. Ia mencontohkan beberapa penanganan yang telah berhasil dilakukan pemerintah terhadap eks anggota Gafatar di berbagai daerah di Indonesia. Ini berkaitan dengan tugas dan fungsi Kemenpolhukan yakni menyinkronkan dan menkoordinasikan perencanaan, penyusunan dan pelaksanaan kebijakan di bidang politik, hukum dan keamanan. Dirinya juga menyebutkan bahwa selain perlindungan, pemerintah juga akan memberikan penerangan terhadap para eks anggota gafatar agar kembali ke ajaran agama yang benar jika memang mereka sesat. Pemerintah, kata Luhut, akan mengurus eks anggota Gafatar tersebut. Dia mencontohkan selama ini eks anggota Gafatar di Jawa Tengah, di Makassar semua terurus dengan baik. "Yang penting, kalau

14

Paragraf 2.

“MUI Nyatakan Gafatar Sesat, Ini Tanggapan Menko Luhut” Detik.com, 4 Februari 2016,

96

memang mereka sesat kita beri penerangan supaya mereka kembali ke jalan yang benar," katanya.15 Selanjutnya, pada alinea 4 hingga alinea 7 dalam teks berita edisi ini hanya mengutip teks yang ada pada berita edisi 3 Februari 2016 dengan judul “MUI: Gafatar sesat dan menyesatkan”. Pengutipan teks berita tersebut semakin jelas memperlihatkan pandangan Detik.com terhadap kasus ini. Detik.com melalui teks beritanya mencoba menggiring opini pembaca bahwa kasus Gafatar ini merupakan tanggungjawab yang harus segera ditangani oleh pemerintah. b. Pelibat Wacana Pelibat wacana dalam berita edisi ini adalah Jenderal TNI (Purn.) Luhut Binsar Pandjaitan yang merupakan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Indonesia saat ini. Ia juga menjabat sebagai Kepala Staf Kepresidenan Republik Indonesia sejak 31 Desember 2014 hingga 2 September 2015. Pada 12 Agustus 2015 ia ditunjuk oleh Presiden Joko Widodo menjadi Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan menggantikan Tedjo Edhy Purdijatno. Dijadikannya Luhut sebagai narasumber dalam berita edisi ini tidak lepas dari pandangan Detik.com yang menganggap isu Gafatar ini sebagai persoalan hukum yang penanganannya merupakan kewajiban pemerintah. Posisi Luhut sebagai Menkopolhukam yang memiliki tugas dan fungsi menyinkronkan dan menkoordinasikan perencanaan, penyusunan dan 15

Paragraf 2.

“MUI Nyatakan Gafatar Sesat, Ini Tanggapan Menko Luhut” Detik.com, 4 Februari 2016,

97

pelaksanaan kebijakan di bidang politik, hukum dan keamanan dirasa tepat karena kasus ini sangat berkaitan dengan hukum dan keamanan. Selanjutnya ada KH.Ma‟ruf Amin, Ketua Dewan Pimpinan Pusat Majelis Ulama Indonesia (MUI) serta Hasanudin A.F, yang berperan sebagai Ketua Komisi Fatwa MUI yang juga dikutip pernyataannya dalam berita edisi ini terkait peranan mereka dalam menyampaikan fatwa sesat kepada Gafatar. c. Sarana Wacana Pada sisi sarana wacana atau gaya bahasa dalam pemberitaan ini merujuk pada pernyataan yang disampaikan oleh Luhut Binsar Panjaitan sebagai pelibat wacana. Dalam pemberitaan ini peneliti mengambil sample kalimat yang bisa dikaji dalam penggunaan majas, yaitu dalam kalimat “kalau memang mereka sesat kita beri penerangan supaya mereka kembali ke jalan yang benar.”Kata-kata yang digunakan dalam kalimat tersebut menggunakan majas klimaks. Majas klimaks merupakan majas yang menggunakan beberapa kata berturut-turut dipergunakan

dan

makin

dalam

lama

majas

makin klimaks

meningkat.16 adalah

Kata

kata-kata

yang yang

berkesinambungan dan secara tersusun berurutan dari yang bersifat rendah ketinggi sebagai bentuk penegasan.

16

M. Isa Mulyoutomo, RAPET BINDO, (Jakarta: Limas, 2011), h. 195.

98

4. Analisis Pemberitaan tanggal 4 Februari 2016 “Pimpinan DPR Taufik Kurniawan: Proses Hukum Pengurus Gafatar!” Tabel 4.5 Kategori

Temuan

Keterangan

Medan

“MUI sudah memberikan fatwa Taufik Kurniawan yang

Wacana

bahwa

(Field of

menyesatkan.

Discourse)

Gafatar

sesat

Dengan

dan mencoba mendorong fatwa pemerintah agar segera

tersebut, Wakil Ketua DPR Taufik memproses hukum Kurniawan Pemerintah

mendorong pimpinan Gafatar. menindak

para

pengurus Gafatar.” (Paragraf 1)

"Sesuai fatwa MUI, Gafatar itu Taufik Kurniawan yang sesat dan menyesatkan. Harapan menyebut langsung nama saya, saudara Menteri Agama Mentri Agama agar segera menjadikan fatwa itu pedoman bertindak menyelesaikan untuk bersikap secara arif dan kasus Gafatar. bijak," (Paragraf 2)

"Saya setuju para pengikutnya

Taufik yang menganggap

adalah korban, bisa jadi karena

pengikut Gafatar sebagai

ketidaktahuan, kebodohan,

korban, karena

kekurangan ekonomi, kurang

ketidaktahuan dan faktor

pengetahuan agama. Bahasanya

ekonomi menyebabkan

99

secara berkelakar, mereka ini

mereka bergabung.

korban paham agama oplosan," (Paragraf 4) Taufik Kurniawan yang "Tapi beda dengan para

menganggap pengurus

pengurusnya. Mereka ini bisa

adalah sebahgai pelaku

digolongkan sebagai penghasut.

yang menghasut pengikut

Kepolisian tolong bedakan yang

Gafatar dan harus segera di

menjadi korban dengan pengurus.

proses hukum.

Kalau sampai Ketua Gafatarnya tidak diproses hukum, apa gunanya fatwa MUI," (Paragraf 5) “Taufik mengatakan DPR

Harapan Besar Taufik

mengapresiasi, bahkan angkat

Kepada Pemerintah untuk

topi, untuk langkah Pemerintah

segera memproses hukum

mengurus para pengikut Gafatar.

pimpinan Gafatar.

Namun, dia mengingatkan, pengurus Gafatar harus diproses secara berbeda, harus ada proses hukum yang dikenakan ke mereka.” (Paragraf 6)

Pelibat

1. Taufik Kurniawan

Wakil Ketua DPR ;

100

Wacana

Memberikan Pernyataan

(Tenor of

seputar Gafatar

Discourse) Sarana

“Kalau sampai Ketua Gafatarnya Majas Retoris

Wacana

tidak

(Mode of

gunanya fatwa MUI.”

diproses

hukum,

apa

Discourse)

a. Medan Wacana Medan wacana yang dibahas dalam berita edisi kali ini adalah mengenai pemerintah dan khususnya Mentri Agama yang diharapkan mampu untuk cekatan dalam memproses hukum para pengurus Gafatar dan menyelesaikan persoalan Gafatar ini. Hal tersebut disampaikan langsung oleh Wakil Ketua DPR, Taufik Kurniawan yang tertuang dalam kutipan berita berikut: Jakarta - MUI sudah memberikan fatwa bahwa Gafatar sesat dan menyesatkan. Dengan fatwa tersebut, Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan mendorong Pemerintah menindak para pengurus Gafatar.17 "Sesuai fatwa MUI, Gafatar itu sesat dan menyesatkan. Harapan saya, saudara Menteri Agama menjadikan fatwa itu pedoman untuk bersikap secara arif dan bijak," kata Taufik saat dihubungi, Kamis (4/1/2016).18

17

“Pimpinan DPR Taufik Kurniawan: Proses Hukum Pengurus Gafatar!”, Detik.com, 4 Februari 2016, Paragraf 1. 18 “Pimpinan DPR Taufik Kurniawan: Proses Hukum Pengurus Gafatar!”, Detik.com, 4 Februari 2016, Paragraf 2.

101

Dalam kutipan berita tersebut, Taufik Kurniawan secara langsung menyebut Menteri Agama sebagai pihak yang diharapkan mampu menjadikan fatwa yang dikeluarkan oleh MUI sebagai pedoman untuk menindak para pengurus Gafatar. Taufik Kurniawan menganggap persoalan Gafatar harus disikapi secara arif dan bjiaksana dan menjadikan fatwa MUI sebagai pedoman untuk hal tersebut. Penyebutan nama secara langsung kepada Menteri Agama yang merujuk kepada nama Lukman Hakim Saifuddin yang dilakukan oleh Taufik Kurniawan ini, secara implisit bermakna sindiran agar pemerintah, khususnya Mentri Agama segera bertindak menyelesaikan kasus tersebut. Taufik menganggap para pengikut Gafatar adalah para korban. Karena ketidaktahuan, kebodohan, kekurangan ekonomi dan pengetahuan agama yang minim menjadi faktor utama mereka memilih bergabung menjadi anggota Gafatar. Sedangkan para pengurus Gafatar inilah yang kemudian harus diproses secara hukum. Karena mereka menjadi aktor penyebab kesesatan yang dialami oleh para anggota Gafatar tersebut. "Saya setuju para pengikutnya adalah korban, bisa jadi karena ketidaktahuan, kebodohan, kekurangan ekonomi, kurang pengetahuan agama. Bahasanya secara berkelakar, mereka ini korban paham agama oplosan," ujar Taufik.19 "Tapi beda dengan para pengurusnya. Mereka ini bisa digolongkan sebagai penghasut. Kepolisian tolong bedakan yang menjadi korban dengan pengurus. Kalau sampai Ketua Gafatarnya

19

“Pimpinan DPR Taufik Kurniawan: Proses Hukum Pengurus Gafatar!”, Detik.com, 4 Februari 2016, Paragraf 4.

102

tidak diproses hukum, apa gunanya fatwa MUI," imbuh Waketum PAN itu.20 Pada kutipan tersebut, Taufik menganggap para pengurus Gafatar adalah penghasut dan sebagai penyebab tergodanya masyarakat bergabung dengan Gafatar yang disebutnya sebagai agama oplosan. Oleh karena itu, maka harus diproses secara hukum dan diberi tindakan tegas. Dirinya juga menaruh harapan besar pihak kepolisian agar mampu membedakan yang mana korban dan pengurus untuk ditindak. Taufik mengatakan DPR mengapresiasi, bahkan angkat topi, untuk langkah Pemerintah mengurus para pengikut Gafatar. Namun, dia mengingatkan, pengurus Gafatar harus diproses secara berbeda, harus ada proses hukum yang dikenakan ke mereka.21 "DPR mengapresiasi langkah pemerintah memobilisasi pengikut gafatar, tapi mau diapakan ini para ketuanya, pengurusnya. Menag harus ambil langkah arif dan bijak. Bedakan pengikut dan pengurus," pungkas Taufik.22 Dalam dua alinea terakhir, Detik.com kembali mengutip pernyataan Taufik Kurniawan yang menyampaikan sebuah harapan besar kepada pemerintah dan khususnya Mentri Agama perihal penindakan hukum yang akan diterima para pengurus Gafatar. Hal ini memperjelas bahwa Detik.com menonjolkan sikap terhadap persoalan Gafatar ini. Detik.com memandang persoalan ini sebagai sebuah persoalan hukum yang menjadi kewajiban

dan

tanggung

jawab

pemerintah

untuk

segera

menyelesaikannya.

20

“Pimpinan DPR Taufik Kurniawan: Proses Hukum Pengurus Gafatar!”, Detik.com, 4 Februari 2016, Paragraf 5. 21 “Pimpinan DPR Taufik Kurniawan: Proses Hukum Pengurus Gafatar!”, Detik.com, 4 Februari 2016, Paragraf 6. 22 “Pimpinan DPR Taufik Kurniawan: Proses Hukum Pengurus Gafatar!”, Detik.com, 4 Februari 2016, Paragraf 7.

103

b. Pelibat Wacana Dalam aspek pelibat wacana, narasumber yang dikutip pernyataannya dalam berita edisi ini adalah Taufik Kurniawan. Saat ini dia menjabat sebagai Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) periode 20142019. Dalam berita kali ini Taufik berperan sebagai pejabat legislatif yang dimintai keterangan dan pandangannya mengenai kasus Gafatar yang kemudian dikutip pernyataannya dalam teks berita. Dalam berita ini Taufik menaruh harapan besar kepada pemerintah agar segera memproses hukum para pimpinan Gafatar. c.

Sarana Wacana Pada aspek sarana wacana, kalimat yang dapat dijadikan sample

penggunaan majas dalam teks berita edisi ini terdapat dalam kalimat “Kalau sampai Ketua Gafatarnya tidak diproses hukum, apa gunanya fatwa MUI.” Kalimat tersebut termasuk kedalam majas Retoris. Majas retoris dapat diartikan sebagai kalimat penegasan dengan kalimat pertanyaan yang tak perlu dijawab, karena dimaksudkan untuk sebuah pernyataan.23 Dalam kalimat tersebut, Taufik bermaksud menyampaikan bahwasanya fatwa sesat yang sudah dikeluarkan MUI tidaklah berguna apabila pemerintah tidak segera memproses hukum para pimpinan Gafatar, sebagai penyebab banyaknya korban yang ikut bergabung dengan aliran sesat tersebut.

23

M. Isa Mulyoutomo, RAPET BINDO, (Jakarta: Limas, 2011), h. 196.

104

B. Analisis Semiotika Sosial Pemberitaan di Republika Online 1. Analisis Pemberitaan tanggal 3 Februari 2016 “MUI Nyatakan Gafatar Sesat dan Menyesatkan” Tabel 4.6 Kategori

Temuan

Keterangan

Medan

"Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pernyataan

yang

Wacana

menyatakan aliran Gerakan Fajar disampaikan

MUI

(Field of

Nusantara (Gafatar) sesat dan mengenai

Discourse)

kesesatan

menyesatkan. Gafatar dinyatakan Gafatar. sesat

karena

merupakan

reinkarnasi atau metamorfosis dari gerakan

Al

Qiyadah

Al

Islamiyah.”(Paragraf 1)

"Mereka

menjadikan

Mussadeq Penegasan MUI bahwa

sebagai guru spiritual, padahal pengikut

Gafatar

MUI telah memfatwakan bahwa menjadikan

Ahmad

Mussadeq itu sesat," kata Ketua Musadeq

sebagai

MUI Ma'aruf Amin dalam jumpa spiritualnya,

guru

pasalnya

pers di kantor MUI, ," (Paragraf 2) Ahmad Musadeq sudah difatwa sesat oleh MUI sebelumnya. "Kesesatan Gafatar terbukti karena Penegasan MUI perihal mereka

menggunakan

ajaran ajaran Milah Ibrahim yang

105

Millah Ibrahim. Ajaran itu diduga digunakan kuat

memiliki

benang

Gafatar

merah, keterkaitan

dengan ajaran Mussadeq.

dan

dengan

Ahmad Musadeq.

Paragraf 3)

1. KH. Ma‟ruf Amin

Pelibat

Ketua

MUI;

Penyampai Fatwa

Wacana (Tenor of

Umum

2. Ahmad Musadeq

Pimpinan Gafatar; Keterkaitannya dengan

Discourse)

ajaran Millah Abraham Sarana

Gafatar dinyatakan sesat karena Majas Paralelisme

Wacana

merupakan

reinkarnasi

(Mode of

metamorfosis

dari

Discourse)

gerakan

atau Tautologi. Al

Qiyadah Al Islamiyah.

a. Medan Wacana Mengenai temuan dalam aspek medan wacana, topik yang dibahas Republika Online dalam berita edisi ini adalah Gafatar merupakan aliran sesat dan menyesatkan. Dalam teks berita ini, Republika Online menggunakan fatwa sesat yang disampaikan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) terhadap Gafatar sebagai acuan dasar. Selanjutnya, Republika Online mencoba mengangkat pernyataan MUI mengenai kesesatan Gafatar. Setidaknya ada tiga hal yang menjadi acuan dasar MUI dalam menilai ajaran sesat Gafatar. Pertama, Gafatar dianggap

106

sebagai reinkarnasi atau metamorfosis dari gerakan Al-Qiyadah Al-Islamiyah. Yang tertuang dalam kutipan berikut: JAKARTA -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyatakan aliran Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) sesat dan menyesatkan. Gafatar dinyatakan sesat karena merupakan reinkarnasi atau metamorfosis dari gerakan Al Qiyadah Al Islamiyah.24 Al Qiyadah Al Islamiyah merupakan sebuah gerakan yang pada tahun 2007 silam difatwa sesat oleh MUI. Dalam ajarannya, Al Qiyadah Al Islamiyah menggabungkan tiga ajaran agama yaitu Islam Kristen dan Yahudi. Mereka mengakui turunnya wahyu kepada pemimpinnya yakni Ahmad Musadeq. Mereka juga tidak mewajibkan pengikutnya untuk menjalankan shalat 5 waktu. Kedua, keterlibatan Ahmad Musadeq dalam Gafatar. Ahmad Musadeq merupakan seseorang yang mengaku dirinya sebagai nabi setelah nabi Muhammad SAW sekaligus pendiri Al Qiyadah Al Islamiyah. Pada tahun 2008 dia divonis 4 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan atas tuduhan penodaan agama. Dijadikannya Ahmad Musadeq sebagai guru spiritual para pengikut Gafatar inilah yang kemudian ditegaskan oleh MUI, pasalnya Ahmad Musadeq ini telah difatwa sesat oleh MUI.

"Mereka menjadikan Mussadeq sebagai guru spiritual, padahal MUI telah memfatwakan bahwa Mussadeq itu sesat," kata Ketua MUI Ma'aruf Amin dalam jumpa pers di kantor MUI, Rabu (3/2).25 Ketiga, masih berkaitan dengan Ahmad Musadeq, namun kali ini melalui gerakan lain yang dipimpinnya, yakni Komunitas Millah Abraham 24

“MUI Nyatakan Gafatar Sesat dan Menyesatkan”, Republika Online, 3 Fabruari 2016,

Paragraf 1. 25

Paragraf 1.

“MUI Nyatakan Gafatar Sesat dan Menyesatkan”, Republika Online, 3 Fabruari 2016,

107

(KOMAR). Yaitu sebuah ajaran sinkritisme agama yang menggabungkan tiga ajaran agama yakni, Islam, Kristen dan Yahudi yang didirikannya tahun 2010 di daerah Depok sebagai metamorfosis dari Al-Qiyadah Al-Islamiyah. Kesesatan Gafatar terbukti karena mereka menggunakan ajaran Millah Ibrahim. Ajaran itu diduga kuat memiliki benang merah, dengan ajaran Mussadeq.26 Dari ketiga acuan dasar tersebut, MUI kemudian mengeluarkan fatwa sesat kepada Gafatar. Karena ketiga hal tersebut masuk kedalam 10 kriteria aliran sesat berdasarkan ketetapan MUI hasil Munas tahun 2007 yang diantaranya adalah meyakini dan atau mengikuti aqidah yang tidak sesuai dengan Al-Qur‟an dan Sunnah dan mengingkari Nabi Muhammad SAW sebagai nabi dan rasul terakhir.

b. Pelibat Wacana Dari sisi pelibat wacana terdapat narasumber yang dikutip pernyataannya dalam berita yaitu KH. Ma‟Aruf Amin, yang merupakan Ketua Umum Dewan Pimpinan MUI pusat masa bakti 2015-2020 menggantikan Din Syamsudin. Pada berita ini Ma‟ruf Amin sebagai Ketua MUI yang berperan menyampaikan fatwa kepada masyarakat perihal kesesatan Gafatar. Kemudian yang kedua adalah Ahmad Musadeq yang dilibatkan namanya dalam teks berita edisi ini. Dilibatkannya Ahmad Musadeq dalam berita ini terkait perannya sebagai pimpinan dalam gerakan Al Qiyadah Al Islamiyah, Millah Abraham dan Gafatar. 26

Paragraf 1.

“MUI Nyatakan Gafatar Sesat dan Menyesatkan”, Republika Online, 3 Fabruari 2016,

108

c. Sarana Wacana Dari sisi sarana wacana atau penggunaan gaya bahasa, dalam teks berita ini kalimat yang dapat dikaji dengan majas adalah majas paralelisme tautologi yang terdapat dalam kutipan “Karena dia, yang pertama reinkarnasi, metamorfosis dari Alqiyadah Islamiyah”. Majas paralelisme tautologi dapat diartikan sebagai penegasan dengan menggunakan kata yang sejajar atau kelompok kata penegasan dengan pengulangan kata, kelompok kata atau sinonimnya.27 Kata „reinkarnasi‟ dan „metamorfosis‟ merupakan kedua kata yang bermakna sama, yang mencoba menggambarkan bahwa Gafatar merupakan perwujudan baru dari Al Qiyadah Al Islamiyah. 2. Analisis Pemberitaan tanggal 3 Februari 2016 “Gafatar difatwa Sesat, Menag Minta Pengikutnya Dilindungi” Tabel 4.7 Kategori

Temuan

Keterangan

Medan

" Majelis Ulama Indonesia (MUI)

Pernyataan

Wacana

telah mengeluarkan fatwa yang

mengenai

(Field of

menyatakan organisasi Gerakan

Gafatar yang tetap harus

Discourse)

Fajar Nusantara (Gafatar) sesat.

dilindungi

Menteri Agama Lukman Hakim

organisasinya

Saifuddin mengatakan, meski

difatwa sesat oleh MUI.

organisasinya telah dinyatakan

27

M. Isa Mulyoutomo, RAPET BINDO, (Jakarta: Limas, 2011) h. 195.

Menag pengikut

meski telah

109

sesat, pengikut Gafatar harus dilindungi dari kemungkinan adanya tindakan main hakim sendiri dari masyarakat.”(Paragraf 1) Di sisi lain, sambung Menag, Himbauan Menag kepada dikeluarkanya Gafatar

ini

fatwa juga

tentang para tokoh-tokoh agama diharapkan agar

turut

menimbulkan inisiatif di kalangan jawab tokoh-tokoh merangkul

agama kembali

bertanggung

merangkul

para

untuk pengikut-pengikut pengikut- Gafatar.

pengikut Gafatar." (Paragraf 5) "Dia sendiri merespons positif

Himbauan

Menag

fatwa yang telah dikeluarkan MUI

mengenai

tentang Gafatar. Fatwa tersebut

yang

dapat menjadi pegangan bagi

pedoman

masyarakat dan diharapkan tidak

masyarakat

ada lagi yang terpengaruh dengan

terpengaruh oleh aliran

ajaran sesat ala Gafatar.

sesat sejenis Gafatar.

Fatwa

dapat

MUI

dijadikan untuk agar

tidak

(Paragraf 4)

Pelibat

1. Lukman Hakim Saifuddin

Menteri

Agama;

Wacana

Menghimbau perlidungan

(Tenor of

terhadap anggota Gafatar.

110

Discourse) Sarana

“... diharapkan tidak ada lagi yang Majas Epitet

Wacana

terpengaruh dengan ajaran sesat

(Mode of

ala Gafatar.”

Discourse)

a. Medan Wacana Medan wacana yang dibahas dalam berita edisi ini adalah mengenai pernyataan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin yang berisi himbauan terhadap pemerintah dan masyarakat untuk tetap melindungi para eks Gafatar setelah dikeluarkannya fatwa sesat oleh MUI terhadap Gafatar. Hal tersebut dinyatakan dalam kutipan berikut: REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan fatwa yang menyatakan organisasi Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) sesat. Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengatakan, meski organisasinya telah dinyatakan sesat, pengikut Gafatar harus dilindungi dari kemungkinan adanya tindakan main hakim sendiri dari masyarakat.28 "Pengikut-pengikut Gafatar tetap harus kita ayomi, kita bina dan lindungi hak-haknya," kata Menag di Istana Kepresidenan Jakarta, Rabu (3/2).29 Dalam kutipan tersebut, Menag menghimbau agar para pengikut Gafatar dilindungi dari tindakan main hakim sendiri oleh masyarakat. Kekhawatiran Menag terhadap tindakan main hakim sendiri masyarakat kepada anggota Gafatar dilatar belakangi oleh berbagai kerusuhan dan

28

“Gafatar difatwa Sesat, Menag Minta Pengikutnya Dilindungi”, Republika Online 3 Februari 2016, Paragraf 1. 29 Gafatar difatwa Sesat, Menag Minta Pengikutnya Dilindungi”, Republika Online 3 Februari 2016, Paragraf 2.

111

pembakaran pemukiman seperti yang dialami para eks Gafatar di daerah Mempawah, Kalimantan Barat oleh masyarakat setempat. Meskipun tidak secara eksplisit menyebut kata pemerintah, namun jelas pernyataan yang disampaikan Menag itu tertuju kepada pemerintah sebagai pemberi perlindungan kepada masyarakat. Hal ini juga berkaitan dengan tugas pokok Kementerian Agama yakni membantu presiden dalam menyelenggarakan sebagian tugas pemerintahan di bidang keagamaan. Terkait hal tersebut, sebagai media massa, Republika Online berupaya menyampaikan sikap-sikap dari pihak-pihak yang berwenang kepada masyarakat. Ini senada dengan apa yang disampaikan pihak Republika Online mengenai sikapnya dalam memandang berbahaya atau tidaknya keberadaan Gafatar lewat kutipan hasil wawancara berikut: “Kami tidak pernah tahu berbahaya atau tidak karena yang memastikan berbahaya atau tidak adalah pihak-pihak yang mempunyai wewenang, Majelis Ulama Indonesia atau Kementrian Agama, gitu. Republika tidak pernah menyatakan itu berbahaya tapi kami hanya menyebarkan bagaimana pandangan dan sikap dari Kementrian Agama, MUI segala macem dan juga sikap-sikap dari pengadilan-pengadilan dan polisi yang selama ini mengurusi 30 masalah Gafatar itu.” Selanjutnya, Menag juga berharap tidak ada lagi masyarakat yang terpengaruh oleh ajaran sesat seperti Gafatar ini. Fatwa yang dikeluarkan oleh MUI seharusnya diharapkan mampu menjadi pedoman untuk masyarakat agar tidak terpengaruh oleh aliran sesat sejenis Gafatar. Hal tersebut tertuang dalam kutipan berikut:

30

Wawancara Pribadi dengan Ahmad Subarkah. Jakarta 13 Juni 2016.

112

Dia sendiri merespons positif fatwa yang telah dikeluarkan MUI tentang Gafatar. Fatwa tersebut dapat menjadi pegangan bagi masyarakat dan diharapkan tidak ada lagi yang terpengaruh dengan ajaran sesat ala Gafatar. 31 Di sisi lain, sambung Menag, dikeluarkanya fatwa tentang Gafatar ini juga diharapkan menimbulkan inisiatif di kalangan tokoh-tokoh agama untuk merangkul kembali pengikut-pengikut Gafatar. 32 Pada alinea terakhir berita edisi ini, Menag menyampaikan kritiknya kepada tokoh-tokoh agama agar dapat merangkul kembali pengikut-pengikut Gafatar agar dapat kembali kepada ajaran Islam yang benar. Kutipan tidak langsung ini juga mempertegas pandangan Republika Online bahwa persoalan Gafatar ini selain tanggung jawab pemerintah, juga merupakan persoalan ulama dan tokoh-tokoh agama, karena berkaitan dengan umat Islam. b.

Pelibat Wacana Dari sisi pelibat wacana, dalam teks berita ini kembali merujuk pada

fatwa yang dikeluarkan oleh MUI mengenai kesesatan Gafatar. Lukman Hakim Saifuddin menjadi narasumber dalam teks berita ini. Perannya sebagai Mentri Agama yang memberikan pernyataan seputar perlindungan para eks Gafatar, karena berkaitan dengan tugas pokok yang diembannya yaitu membantu presiden dalam menyelenggarakan sebagian tugas pemerintahan di bidang keagamaan. c.

Sarana Wacana Pada bagian sarana wacana atau gaya bahasa yang digunakan dalam

pemberitaan ini peneliti mengambil sample kalimat yang bisa dikaji dalam 31

Gafatar difatwa Sesat, Menag Minta Pengikutnya Dilindungi”, Republika Online 3 Februari 2016, Paragraf 4. 32 Gafatar difatwa Sesat, Menag Minta Pengikutnya Dilindungi”, Republika Online 3 Februari 2016, Paragraf 5.

113

penggunaan majas, yaitu dalam kalimat “...diharapkan tidak ada lagi yang terpengaruh dengan ajaran sesat ala Gafatar.” Dalam kalimat tersebut, terdapat majas Epitet, yaitu semacam gaya bahasa yang mengandung acuan yang menyatakan suatu sifat atau ciri khas dari seseorang atau sesuatu hal.33 Hal tersebut dimaksudkan agar masyarakat tidak lagi terpengaruh oleh aliran sesat yang serupa dengan Gafatar. 3. Analisis Pemberitaan tanggal 4 Februari 2016 “Umat Islam Dinilai Krisis Panutan” Tabel 4.8 Kategori

Temuan

Keterangan

Medan

"Imam Besar Masjid Istiqlal Nasaruudin

Wacana

Jakarta

(Field of

mengatakan, banyaknya umat umat Islam yang tergoda

Discourse)

Islam

Nasaruddin

yang

Gerakan

tergoda

Fajar

(Gafatar)

Umar menganggap

masuk mengikuti

Umar

yang

banyaknya

aliran

sesat

Nusantara karena Umat Islam saat ini

akhir-akhir

ini sedang krisis panutan.

disebabkan karena umat Islam sekarang sedang krisis panutan. "Sebenarnya umat Islam saat ini sedang

krisis

panutan,"

(Paragraf 1)

33

Suhaemi dan Rulli Nasrullah, Bahasa Jurnalistik, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2005), h. 163.

114

"Ia mengatakan, saat muncul seorang figur asing yang tidak Nasarudin

Umar

cinta terhadap materi, jabatan, menjelaskan karena krisis uang,

popularitas,

membuat

akan panutan, masyarakat mudah

umat

mengikutinya.

tersebut terpesona oleh figur asing

Padahal,

kata yang tidak cinta materi,

dia, mereka tidak tahu bahwa jabatan, yang

diikuti

uang

dan

tersebut popularitas.

sesungguhnya adalah panutan yang

mengajarkan

ajaran

menyimpang.” (Paragraf 2)

"Jadi menyimpang dan tidaknya itu

juga

sangat

personal,

mungkin bagi kita itu adalah menyimpang, sementara bagi mereka itu tidak,” (Paragraf 3)

Nasaruddin menambahkan, isu paham

menyimpang

tersebut

tidak bisa hanya menyalahkan pemerintah saja, tapi pemimpin umat

mayoritas

juga

harus

Nasarudin Umar menambahkan karena krisis panutan, masyarakat tidak bisa membedakan fifur yang baik dan tidak.

Nasaruddin menekankan bahwa persoalan Gafatar ini bukan hanya tanggungjawab pemerintah semata, namun juga para ulama dan tokoh-tokoh

115

bertanggung

jawab

dalam agama.

kekeliruan tersebut. (Paragraf 4)

Pelibat

Imam Besar Masjid Istiqlal;

1. Nasaruddin Umar

Wacana

Ulama yang menyampaikan

(Tenor of

pendapat

Discourse)

kemunculan

perihal aliran

sesat

Gafatar Sarana

“...panutan yang mengajarkan

Wacana

ajaran menyimpang”

Majas Antifrasis

(Mode of Discourse)

a. Medan Wacana Mengenai

aspek

dalam

medan

wacana,

wacana

yang

coba

dikemukakan oleh Republika Online dalam berita kali ini adalah umat Islam saat ini yang dinilai krisis panutan. Hal tersebut dinilai menjadi alasan utama banayaknya umat Islam yang tergoda menjadi pengikut Gafatar. Pernyataan tersebut disampaikan oleh Imam Besar Masjid Istiqlal, Nasaruddin umar yang tertuang dalam kutipan berikut: REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta Nasaruddin Umar mengatakan, banyaknya umat Islam yang tergoda

116

masuk Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) akhir-akhir ini disebabkan karena umat Islam sekarang sedang krisis panutan. "Sebenarnya umat Islam saat ini sedang krisis panutan," katanya, Rabu (3/2)34 Ia mengatakan, saat muncul seorang figur asing yang tidak cinta terhadap materi, jabatan, uang, popularitas, akan membuat umat tersebut mengikutinya. Padahal, kata dia, mereka tidak tahu bahwa yang diikuti tersebut sesungguhnya adalah panutan yang mengajarkan ajaran menyimpang.35 Dalam kutipan tersebut, Nasaruddin Umar memandang bahwa krisis panutan yang sedang dialami Umat Islam di Indonesia saat ini, membuat masyarakat mudah terpesona oleh seorang figur asing yang muncul dengan terlihat tidak cinta materi, jabatan, uang, serta popularitas. Figur tersebutlah yang kemudian dijadikan sebagai seorang panutan. Padahal sesungguhnya figur yang menjadi panutan mereka adalah panutan yang mengajarkan ajaran menyimpang. “Jadi menyimpang dan tidaknya itu juga sangat personal, mungkin bagi kita itu adalah menyimpang, sementara bagi mereka itu tidak,” ujarnya.36 Selanjutnya, Nasarudin Umar mencoba menggambarkan bahwa karena dilanda krisis panutan, membuat orang tidak bisa membedakan mana ajaran yang menyimpang, mana yang tidak. Karena dalam masyarakat, ketika seseorang sudah dijadikan sebagai panutan, maka perbuatan yang dilakukannya akan menjadi tolak ukur kebenaran yang kemudian menjadi contoh perilaku yang ditiru masyarakat. Pada bahasan selanjutnya, Nazaruddin umar menganggap persoalan munculnya aliran menyimpang semacam Gafatar ini bukan hanya tanggung 34

“Umat Islam Dinilai Krisis Panutan”, Republika Online , 4 Februari 2016, Paragraf 1. “Umat Islam Dinilai Krisis Panutan”, Republika Online , 4 Februari 2016, Paragraf 2. 36 “Umat Islam Dinilai Krisis Panutan”, Republika Online , 4 Februari 2016, Paragraf 3. 35

117

jawab pemerintah semata, namun juga merupakan tanggungjawab para pemimpin umat Islam dalam menangani kekeliruan tersebut. Nasaruddin menambahkan, isu paham menyimpang tersebut tidak bisa hanya menyalahkan pemerintah saja, tapi pemimpin umat mayoritas juga harus bertanggung jawab dalam kekeliruan tersebut.37 Meski tidak secara eksplisit menyebut umat Islam dan ulama, namun dalam penggalan kalimat „pemimpin umat mayoritas‟ jelas menjurus kepada para umat muslim yang dipimpin oleh para Ulama dan tokoh-tokoh muslim lainnya. Pengambilan kutipan tidak langsung ini kembali menegaskan pandangan Republika Online bahwa persoalan aliran menyimpang ini bukan hanya sebagai tanggung jwab pemerintah semata, namun juga merupakan tanggung jawab para ulama dan tokoh-tokoh islam dalam merangkul dan mengayomi umat. b. Pelibat wacana Dari sisi pelibat wacana, guna pewacanaan bahwa persoalan Gafatar merupakan persoalan umat Islam dan juga merupakan tanggung jawab ulama, narasumber yang dipilih dan kemudian dikutip pernyataannya dalam teks berita ini adalah Nasaruddin Umar. Dia merupakan Imam Masjid Istiqlal menggantikan KH. Ali Mustafa Yaqub. dipilihnya Nasarudin Umar sebagai narasumber oleh ROL untuk memperkuat pandangan ROL bahwa kasus aliran menyimpang seperti Gafatar ini merupakan persoalan agama yang harus segera diselesaikan bukan hanya pemerintah saja, namun juga menjadi kewajiban 37

para

tokoh-tokoh

agama.

Dengan

kapasitasnya

sebagai

“Umat Islam Dinilai Krisis Panutan”, Republika Online , 4 Februari 2016, Paragraf 4.

118

cendekiawan muslim yang memiliki pemahaman agama yang mumpuni, dia menganggap banyaknya Umat Islam yang menjadi pengikut Gafatar merupakan penyebab dari krisis panutan yang sedang dialami Umat Islam di Indonesia saat ini. Dipilihnya Nasaruddin Umar sebagai narasumber tidak lepas dari pandangan Republika Online dalam mewacanakan kasus Gafatar ini. Karena kasus ini sangat erat kaitannya dengan Agama Islam, maka mereka meminta pendapat dari pihak-pihak yang dianggap terkait dengan masalah tersebut, salah satunya pendapat para ulama. Seperti pernyataan yang tertuang dalam hasil wawancara peneliti dengan pihak Republika Online berikut: “Ya Nasaruddin Umar karena pihak-pihak terkait kan, pihak-pihak yang dipandang sebagai punya ilmu disitu, ilmu agama disitu. Itu komentar-komentar dari para ulama, jelas itu akan di quote dan tidak ada keistimewaan Nasaruddin Umar atau siapa.”38

c. Sarana Wacana Pada aspek sarana wacana, kalimat yang bisa dikaji melalui penggunaan majas yakni terdapat dalam kalimat “...panutan yang mengajarkan ajaran menyimpang” yakni majas antifrasis. Majas antifrasis adalah gaya bahasa yang berupa penggunaan sebuah kata dengan makna kebalikannya.39 Dalam kalimat tersebut Nasaruddin Umar bermaksud bahwasanya mereka menjadikan Ahmad Musadeq sebagai panutan, padahal dia adalah orang yang mengajarkan ajaran menyimpang.

38 39

Wawancara pribadi dengan Ahmad Subarkah, Jakarta 13 Juni 2016. Suhaemi dan Rulli Nasrullah, Bahasa Jurnalistik, h. 160.

119

4. Analisis Pemberitaan tanggal 4 Februari 2016 “MUI Minta Pemerintah Segera Proses Hukum Pimpinan Gafatar”

Tabel 4.9 Kategori

Temuan

Keterangan

Medan

“Proses hukum pimpinan Gafatar Muhammad Yunus

Wacana

dinilai lambat. Sekretaris Majelis menilai proses hukum

(Field of

Ulama

Discourse)

Timur,

Indonesia

(MUI)

Muhammad

Jawa pemerintah terhadap Yunus pimipinan Gafatar lambat.

mengatakan banyak pasal yang dilanggar oleh gerakan tersebut. Pemerintah diminta untuk segera memprosesnya

secara

hukum.”

(Paragraf 1) Menurutnya

pasal-pasal

yang Muhammad Yunus

dilanggar oleh Gafatar sudah jelas. menganggap Gafatar Gafatar telah melanggar Undang- sudah jelas melanggar Undang penodaan agama Nomor 1 pasal mengenai penodaan PNPS tahun 1965, nomor 5 tahun agama. 1968 dan pasal 156a. Selain itu banyak pengikut Gafatar yang telah menjual hartanya untuk mengikuti gerakan ini. (Paragraf 3) Muhammad Yunus juga Menurut Yunus para pemimpin menganggap pimpinan

120

Gafatar telah melanggar pasal Gafatar melaggar pasal KUHP nomor 378 tentang tindak penipuan. penipuan. Karena itu ia berharap pemerintah

segera

memproses

hukuman

kepada

pimpinan

Gafatar. (Paragraf 4) "Dari pimpinan pusat sampai yang di

kecamatan-kecamatan

harus Muhammad Yunus

dihukum, karena kasihan yang berharap pemerintah sekedar

ikut-ikutan,"

(Paragraf 5)

katanya. mengusut tuntas pimpinan Gafatar mulai dari tingkat pusat hingga tingkat kecamatan.

Pelibat

1. Muhammad Yunus

Sekertaris

MUI

Wacana

Timur;

menilai

(Tenor of

hukum

para

Discourse)

Gafatar lambat.

Sarana

"Dari pimpinan pusat sampai yang Majas Klimaks

Wacana

di kecamatan-kecamatan.

(Mode of Discourse)

Jawa proses

pimpinan

121

a. Medan Wacana Mengenai aspek dalam medan wacana, topik yang dibahas kali ini adalah mengenai MUI yang menilai pemerintah lambat dalam memproses hukum pimpinan Gafatar berkaitan dengan banyaknya pasal yang dilanggar oleh Gafatar. Pendapat tersebut dikemukakan oleh Sekertaris MUI Jawa Timur, Muhammad Yunus, yang tertuang dalam kutipan berikut: REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Proses hukum pimpinan Gafatar dinilai lambat. Sekretaris Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur, Muhammad Yunus mengatakan banyak pasal yang dilanggar oleh gerakan tersebut. Pemerintah diminta untuk segera memprosesnya secara hukum.40 Selanjutnya, Muhammad Yunus juga menyatakan bahwa banyak sekali pasal yang telah dilanggar oleh Gafatar diantaranya yaitu terkait dengan masalah penodaan agama, selain itu juga terkait dengan masalah penipuan, oleh sebab itu dirinya menginginkan bahwa pemerintah segera memproses hukum para pimpinan Gafatar dari tingkat yang paling tinggi (pusat) hingga kepada yang berada di tingkat kecamatan. Dirinya juga merasa iba karena banyak pula para eks Gafatar merupakan korban yang hanya sekedar ikut-ikutan, yang tertuang dalam kutipan berikut:

Menurutnya pasal-pasal yang dilanggar oleh Gafatar sudah jelas. Gafatar telah melanggar Undang-Undang penodaan agama Nomor 1 PNPS tahun 1965, nomor 5 tahun 1968 dan pasal 156a. Selain itu banyak pengikut Gafatar yang telah menjual hartanya untuk mengikuti gerakan ini.41

40

“MUI Minta Pemerintah Segera Proses Hukum Pimpinan Gafatar”, Republika Online, 4 Februari 2016, Paragraf 1. 41 “MUI Minta Pemerintah Segera Proses Hukum Pimpinan Gafatar”, Republika Online, 4 Februari 2016, Paragraf 3.

122

Menurut Yunus para pemimpin Gafatar telah melanggar pasal KUHP nomor 378 tentang tindak penipuan. Karena itu ia berharap pemerintah segera memproses hukuman kepada pimpinan Gafatar.42 "Dari pimpinan pusat sampai yang di kecamatan-kecamatan harus dihukum, karena kasihan yang sekedar ikut-ikutan," katanya.43 Pasal yang dimaksud dalam pernyataan diatas adalah Undang-Undang Nomor 1 PNPS 1965, nomor 5 tahun 1968 mengenai pencegahan penyalahgunaan dan/atau penodaan agama dan pasal 156 a yang berbunyi:

Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun barang siapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan: a. yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalah-gunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia; b. dengan maksud agar supaya orang tidak menganut agama apapun juga, yang bersendikan ke-Tuhanan Yang Maha Esa.44 Sementara itu, pada paragraf selanjutnya juga dijelaskan mengenai para pimpinan Gafatar yang dinilai melanggar pasal penipuan, karena dianggap menipu para pengikut Gafatar hingga harus kehilangan harta bendanya untuk bergabung dengan Gafatar, yang tertuang dalam pasal KUHP nomor 378 tentang tindak penipuan yang berbunyi: ”Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat ataupun dengan rangkaian kebohongan menggerakan orang lain untuk menyerahkan sesuatu benda kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun".45

42

“MUI Minta Pemerintah Segera Proses Hukum Pimpinan Gafatar”, Republika Online, 4 Februari 2016, Paragraf 4. 43 “MUI Minta Pemerintah Segera Proses Hukum Pimpinan Gafatar”, Republika Online, 4 Februari 2016, Paragraf 5. 44 http://kemenag.go.id/file/dokumen/UU1PNPS65.pdf . Diakses pada 4 Juli 2016 pukul 10:15. 45 http://hukum.unsrat.ac.id/uu/kuhpidana.htm . Diakses pada 4 Juli 2016 pada pukul 10:40

123

Pada bahasan selanjutnya dijelaskan bahwasanya MUI sudah menghimbau kepada masyarakat di Jatim agar mau menerima kembali para eks Gafatar dan tidak mengucilkan mereka. Sementara proses terapi dan pemberian arahan kepada eks Gafatar sudah dilakukan dan masih terus berlangsung agar mereka kembali kepada aqidah yang benar yang tertuang dalam paragraf terakhir teks berita seperti berikut: Mengenai banyak warga Jatim yang menolak eks-Gafatar, Yunus mengatakan MUI sudah menghimbau masyarakat untuk menerima kembali mereka. Dan proses terapi untuk mengembalikan mereka kepada aqidah yang benar terus berlangsung.46 b. Pelibat Wacana Ditinjau dari sisi pelibat wacana, Republika Online kembali mejadikan MUI sebagai narasumber, kali ini melalui Muhammad Yunus, yang menjabat sebagai Sekretaris Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur, yang dikutip pernyataannya. Dalam berita edisi kali ini, Muhammad Yunus berperan sebagai penyampai kritik terhadap pemerintah terkait lambannya penanganan hukum pemerintah kepada para pimpinan Gafatar. c. Sarana Wacana Pada sisi sarana wacana, kalimat yang dapat dikaji dalam penggunaan majas dalam teks berita terdapat dalam kalimat "Dari pimpinan pusat sampai yang di kecamatan-kecamatan harus dihukum, karena kasihan yang sekedar ikut-ikutan.” yang merupakan majas anti klimaks. Majas anti klimaks adalah suatau kalimat atau acuan yang berisi gagasangagasan yang diurutkan dari yang terpenting berturut-turut ke gagasan yang

46

“MUI Minta Pemerintah Segera Proses Hukum Pimpinan Gafatar”, Republika Online, 4 Februari 2016, Paragraf 6.

124

kurang penting.47 Dalam kalimat tersebut Muhammad Yunus meminta pemerintah mengusut tuntas para pimpinan Gafatar mulai dari pimpinan pusat hingga ke ranah kecamatan-kecamatan dan segera memproses hukum.

C. Analisis Perbandingan Pemberitaan Detik.com dan Republika Online Dari keseluruhan berita yang dianalisis, seluruh berita tersebut memiliki news value (nilai berita) yang tinggi dan layak untuk dijadikan berita. Diantaranya mencakup Prominence, yakni menyangkut tokoh-tokoh terkenal yang dikutip dalam pemberitaan. Lalu selanjutnya mengandung unsur progress, yaitu membuat masyarakat menunggu kelanjutan akan perkembangan berita tersebut. Selain itu, sangat mengandung unsur emotion yakni kejadian dalam berita tersebut mengandung kemarahan, kesedihan, kebencian serta empati. Detik.com dan Republika Online tentu berbeda dalam memandang suatu peristiwa. Hal yang paling mendasarinya adalah perbedaan ideologi masing-masing media. Selain itu juga memiliki perbedaan dalam pemilihan narasumber serta pemilihan gaya bahasa yang digunakan. Dari total delapan teks berita yang dianalisis, menggunakan analisis Semiotika Sosial M.A.K Halliday dengan unsur Medan Wacana (Field of Discourse), Pelibat Wacana (Tenor of Discourse) dan Sarana Wacana (Mode of Discourse) maka diperoleh perbandingan sebagai berikut.

47

Suhaemi dan Rulli Nasrullah, Bahasa Jurnalistik, h. 161.

125

Tabel 4.10 Analisis Perbandingan Pemberitaan Detik.com dan Republika Online Analisis Semiotika Sosial Medan Wacana (Field of Discourse)

Pelibat Wacana (Tenor of Discourse)

Sarana Wacana (Mode of Discourse)

Detik.com

Republika Online

Persoalan Gafatar merupakan persoalan hukum yang menjadi tanggungjawab pemerintah.

Persoalan Gafatar merupakan persoalan hukum yang menjadi tanggungjawab pemerintah.

Perlindungan para eks Gafatar merupakan tanggung jawab pemerintah.

Perlindungan kepada para eks Gafatar merupakan tanggung jawab pemerintah dan para tokoh agama.

Narasumber: KH. Ma‟Aruf Amin (Ketua Umum MUI) Hasanuddin AF (Ketua Fatwa MUI) Lukman Hakim Saifuddin (Mentri Agama RI) Luhut Binsar Panjaitan (Menkopolhukam) Taufik Kurniawan (Wakil Ketua DPR RI) Yang disebut dalam teks: Ahmad Musadeq (Pimpinan Gafatar)

Narasumber: KH. Maaruf Amin (Ketua Umum MUI) Lukman Hakim Saifuddin (Mentri Agama RI) Nasaruddin Umar (Imam Besar Masjid Istiqlal) Muhammad Yunus (Sekertaris MUI Jawa Timur)

Banyak melakukan pengutipan langsung pernyataan Narasumber.

Banyak melakukan pengutipan tidak langsung pernyataan narasumber.

Majas Paralelisme Tautologi, Sinestesia, Klimaks dan Retoris.

Majas Paralelisme Tautologi, Epitet, Antifrasis dan Klimaks.

Yang disebut dalam teks: Ahmad Musadeq (Pimpinan Gafatar)

126

Dilihat berdasarkan analisis semiotika sosial M.A.K Halliday, pada aspek medan wacana (field of discourse), secara garis besar Detik.com dan Republika Online mewacanakan kasus Gafatar ini menjadi tiga poin utama. Pertama, Gafatar merupakan aliran sesat dan menyesatkan. Dalam mewacanakan hal tersebut, Detik.com dan Republika Online menggunakan fatwa MUI sebagai rujukan utama dalam setiap teks beritanya. Kedua, para eks Gafatar atau para mantan pengikut Gafatar merupakan korban dari keberadaan Gafatar, sedangkan para pimpinan dan pengurus adalah pelaku yang harus diproses hukum. Kedua media ini menganggap bahwa para eks Gafatar merupakan korban aliran sesat yang telah dirugikan atas kehadiran Gafatar, sedangkan para pimpinan dan pengurus Gafatarlah sebagai pelaku yang menyebabkan masyarakat terjerumus dan memilih bergabung menjadi anggota. Ketiga, dalam teks beritanya, Detik.com memberikan aksentuasi serta penonjolan bahwa kasus Gafatar ini merupakan persoalan hukum yang menjadi tanggungjawab pemerintah dalam melindungi para eks Gafatar serta memproses hukum para pimpinan dan pengurus Gafatar. Sama halnya dengan Detik.com, dalam teks beritanya Republika Online juga memaknai kasus ini sebagai persoalan hukum yang harus diselesaikan oleh pemerintah, meskipun porsi penonjolan mengenai hal tersebut tidak sebesar dengan apa yang dilakukan Detik.com. Perbedaan yang signifikan adalah Republika Online menaruh perhatian khusus kepada para Ulama atau tokoh-tokoh agama Islam di Indonesia. Mereka dianggap memiliki tanggung jawab untuk berperan aktif dalam merangkul dan mengayomi umat Islam atas kasus aliran sesat

127

semacam Gafatar ini, bukan hanya pemerintah saja karena kasus ini berkaitan dengan Umat Islam. Pada bahasan selanjutnya mengenai aspek pelibat wacana (tenor of discourse), Detik.com dan Republika Online melibatkan narasumbernarasumber yang berkaitan dalam pembentukan wacana mereka terhadap kasus ini. Detik.com dan Republika Online mengutip pernyataan dari sumbersumber yang legitimate dan kompeten dibidangnya sesuai dengan masingmasing pandangan kedua media tersebut. Detik.com yang mewacanakan persoalan ini sebagai persoalan hukum dan tanggung jawab pemerintah mewawancarai pihak-pihak yang terkait dengan hal tersebut untuk menguatkan pandangannya seperti Menkopolhukam dan wakil ketua DPR. Sedangkan Republika Online dengan pandangannya melibatkan Imam Besar Masjid Istiqlal dalam beritanya. Pada aspek sarana wacana (mode of discourse), secara keseluruhan kedua media ini dalam teks beritanya menggunakan gaya bahasa yang informatif, lugas, dan tidak provokatif. Masing-masing media menonjolkan pandangannya yang dituangkan kedalam teks berita. Pengambilan kutipan langsung yang dilakukan oleh Detik.com terhadap pernyataan yang disampaikan oleh para narasumber mencoba membangun wacana yang ditampilkan dalam teks berita. Lain halnya dengan yang dilakukan oleh Republika Online. Dalam teks beritanya, Republika Online seringkali menggunakan pengutipan tidak langsung. Banyak improvisasi dalam menuliskan pernyataan yang disampaikan narasumber, serta Republika Online turut melibatkan pandangannya dalam teks berita tersebut.

BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN Setelah melalui proses analisis teks berita di Detik.com dan Republika Online terkait dengan pemberitaan aliran sesat Gafatar menggunakan analisis semiotika sosial M.A.K Halliday, peneliti menyimpulkan hasil penelitian ini kedalam tiga tipologi wacana sebagai berikut. Pada aspek medan wacana (field of discourse) Detik.com dan Republika Online manyatakan Gafatar sebagai aliran sesat dan menyesatkan dengan merujuk pada fatwa MUI yang menjadi acuan dasar. Selanjutnya, kedua media tersebut mewacanakan bahwa para eks Gafatar merupakan korban dari kemunculan Gafatar, sedangkan para pimpinan dan pengurus Gafatar adalah pelaku yang harus diproses secara hukum. Sementara itu, Detik.com memaknai kasus ini sebagai persoalan hukum yang menjadi kewajiban dan tanggung jawab pemerintah. Serupa dengan Detik.com, namun Republika Online menaruh perhatian khusus kepada para Ulama atau tokoh-tokoh Agama Islam di Indonesia sebagai pihak yang juga bertanggung jawab mengayomi umat. Pada aspek pelibat wacana (tenor of discourse), tanda-tanda dapat dibaca dari dilibatkannya sumber-sumber yang kompeten untuk menguatkan pewacanaan di masing-masing media tersebut. Pada aspek sarana wacana (mode of discourse), Detik.com dan Republika Online menggunakan gaya bahasa yang informatif, lugas dan tidak provokatif dalam pemberitaan Gafatar ini. Perbedaan diantara keduanya adalah Detik.com lebih banyak menggunakan kutipan langsung terhadap pernyataan narasumber,

128

129

sedangkan Republika Online banyak menggunakan kutipan tidak langsung terhadap pernyataan narasumber dan melakukan improvisasi dan menuangkan pandangannya dalam teks berita tersebut. Selanjutnya, Republika Online Memberikan aksentuasi dalam teks beritanya bahwa persoalan Gafatar ini juga merupakan tanggungjawab tokoh-tokoh agama Islam dalam merangkul umat, bukan hanya pemerintah semata.

B. SARAN Kembali munculnya aliran sesat di Indonesia seperti Gafatar ini merupakan bukti pemerintah yang kurang cekatan dalam menangani kasus serupa. Peneliti berharap pemerintah mampu untuk menangani kasus seperti ini dengan lebih baik agar tidak menimbulkan korban. Selain itu upaya pencegahan terhadap eksistensi aliran sesat di Indonesia sangat perlu ditingkatkan. Sebagai media massa, peneliti berharap agar media massa di Indonesia tetap menjadi kontrol sosial dan menyajikan pemberitaan yang informatif serta edukatif kepada masyarakat. Pada khususnya me dia online, peneliti berharap tidak hanya mengutamakan kecepatan dalam menampilkan berita, namun juga keakuratan isi berita yang utama. Peneliti berharap analisis semiotika sosial M.A.K Halliday ini dapat digunakan dalam penelitian skripsi berikutnya oleh para Mahasiswa Komunikasi Penyiaran Islam dalam menganalisa tanda dan makna yang terdapat dalam teks berita. Karena peneliti melihat masih sangat jarang ditemui penggunaan teori ini dalam skripsi.

DAFTAR PUSTAKA Abar, Ahmad Zaini. 1966-1974 Kisah Pers Indonesia. Yogyakarta: Lkis, 1995. Armando, Ade. Media dan Integrasi Sosial Jembatan Antar Umat Beragama, Jakarta: Center for The Study and Culture (CSRC) UIN Syarif Hidayatullah, 2011. Barus, Sedia Willing. Jurnalistik (Petunjuk Teknis Menulis Berita), Jakarta: Erlangga, 2010. Diah Wardhani, Media Relation: Sarana Membangun Reputasi Organisasi. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2008. Eriyanto. Analisis Framing, Konstruksi, ldeologi dan Politik Media. Yogyakarta: LKiS, 2002. Fiske, John. Introduction to Communication Studies. London: Methuen & Co.Ltd, 1990, second edition. Fatah, Eep Saefulloh. Pengkhianatan Demokrasi ala Orde Baru; Masalah dan Masa Depan Demokrasi Terpimpin Konstitusional. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000. Halliday, M.A.K. Language as Social Semiotic. The Interpretation of Language and Meaning. London: Edward Arnold, 1978. Halliday, M.A.K dan Hasan, Ruqaiya. Bahasa, Konteks, dan Teks: Aspek-aspek Bahasa dalam pandangan semiotik sosial. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1992. Heryanto, Gun Gun. Dinamika Komunikasi Politik. Jakarta: PT. Lasswell Visitama, 2011.

130

131

Hill, David T. Pers di Masa Orde Baru. Penerjemah. Gita Widya Laksmini Soerjoatmodjo. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2011. HM, Zaenuddin. The Journalist; Bacaan Wajib Wartawan, Redaktur, Editor dan Para Mahasiswa Jurnalistik, Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2011. Jumroni dan Suhaimi, Metode-Metode Penelitian Komunikasi, Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006. Mulyotomo, Isa M. Rapet Bindo, Jakarta: Limas, 2011. Mondry, Pemahaman Teori dan Praktik Jurnalistik. Bogor: Ghalia Indonesia, 2008. Morissan. Teori Komunikasi Individu Hingga Massa. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013. Nazin, Moh. Metode Penelitian, Bandung: Ghalia Indonesia, 1999. Nurudin, Jurnalisme Masa Kini, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2009. Penerbit Buku Kompas, Beberapa Segi Perkembangan Sejarah Pers di Indonesia. Jakarta: Kompas Media Nusantara, 2002. Puslitbang Kementrian Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama RI, Pedoman Penanganan Aliran dan Gerakan Keagamaan Bermasalah di Indonesia. Jakarta: 2014. Puslitbang Kementrian Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama RI, Respon Masyarakat Terhadap Aliran dan Paham Keagamaan Kontemporer di Indonesia. Jakarta: 2014. Santana K, Septiawan. Jurnalisme Kontemporer. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2005.

132

Setiati, Eni. Ragam Jurnalistik Baru dalam Pemberitaan. Yogyakarta: Andi Offset, 2005. Santoso, Anang. “Jejak Halliday dalam Linguistik Kritis dan Analisis Wacana Kritis.” Bahasa dan Seni, Tahun 36, Nomor I Februari, 2008. Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitati Kualitatif dan R&D, Bandung: Alfabeta, 2013. Suhaemi, dan Nasrullah, Rulli. Bahasa Jurnalistik, Ciputat: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009. Sobur, Alex. Semiotika Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009. Sobur, Alex. Analisis Teks Media: Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotika, Analisis Framing. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2002. Tebba, Sudirman. Jurnalistik Baru. Jakarta: Kalam Indonesia, 2005. Wibowo, Indiwan Seto Wahyu. Semiotika Komunikasi: Aplikasi praktis bagi penelitian skripsi komunikasi Jakarta: Mitra Wacana Media, 2011.

Sumber lain: “MUI: Ada 300 Lebih Aliran Sesat di Indonesia.” CNN Indonesia Online, 21 Januari 2002. http://www.voa-islam.com/read/indonesiana/2012/04/13/18653/gafatar-sama-sesatnyadengan-alqiyadah-buatan-nabi-palsu-moshaddeq/#sthash.ARC5yfOb.dpbs. Diakses pada 27 Mei 2016 pukul 21:30 https://m.tempo.co/read/news/2016/01/13/078735611/ini-profil-tokoh-pendiri-gafatar

133

http://gafatarian.blogspot.co.id/2015/01/apa-itu-gerakan-fajar-nusantara-gafatar.html. Diakses pada 27 Mei pukul 20:00. http://www.detik.com/dapur/redaksi http://profil.merdeka.com/indonesia/r/republika/ diakses 25 Juni, pukul 01.20 WIB. http://www.republika.co.id/page/about http://hukum.unsrat.ac.id/uu/kuhpidana.htm . Diakses pada 4 Juli 2016 pada pukul 10:40. http://kemenag.go.id/file/dokumen/UU1PNPS65.pdf . Diakses pada 4 Juli 2016 pukul 10:15. http://kbbi.web.id/berita . Diakses pada 7Agustus 2016 pukul 20:30.

LAMPIRAN

Transkrip Wawancara Detik.com Narasumber : Erwin Dariyanto Di kantor detik.com selasa 17 Mei 2016. 1.Apa keistimewaan detik.com dibandingkan media lain dalam konteks isi pemberitaan? Jadi begini, kita ingin beda dengan media online lainnya, pertama dalam hal kecepatan, sekarang isinya kita juga sudah beda, isinya itu adalah isi yang mendidik, tidak provokatif, sifatnya informasi, dan lengkap, akurat. 2. lalu apa strategi detik.com agar pembaca mudah paham terhadap isi berita? Strateginya tentu dengan gaya penulisan yang mudah dicerna oleh masyarakat bukan bahasa yang mengambang atau muluk-muluk dan struktur tulisan yang terstruktur ngurut runut urutannya. 3. terkait dengan Wacana/tema/isu apa saja yang diangkat oleh detik, apakah mengikuti pasar? Jadi ada namanya dalam sebuah pemberitaan itu ada kriteria layak berita. Tidak semua peristiwa yang terjadi itu adalah layak berita. Nah berita apa yang layak diberitakan oleh detik.com, yaitu adalah informasi yang itu dibutuhkan oleh masyarakat. Harga kebutuhan bahan pokok, soal keamanan, politik seperti itu. 4. seberapa penting isu gafatar inn dijadikan pemberitaan untuk diketahui oleh masyarakat? Gafatar ini bermula dari laporan adanya kehilangan, orang hilang katakanlah di Jogja ada dua orang hilang dan itu sampe berminggu-minggu tidak ditemui. Dari situlah kemudian ini informasi menarik kenapa, karena itu adalah informasi orang hilang, itu masyarakat ingin tahu ada apa dengan mereka hilang kemudian ditelusuri baru kemudian sepekan ketemu itu adalah gafatar, mereka terkait dengan aliran gafatar. Nah kenapa kemudian dari orang hilang ini kemudian gafatar karena kita ingin tahu loh gafatar ini kenapa mereka kemudian membawa anggotanya itu, istilah dalam tanda kutip pergi dari tempat asalnya kemudian menyendiri ke Kalimantan Barat. Nah informasi seperti itu kan diperlukan oleh masyarakat, dan kebetulan setelah itu kemudian ada laporan dari redaksi beberapa yang mengaku yang mengaku anggota keluaganyya hilang mereka minta informasi seperti apa gafatar itu, bagaimana mereka , dimana mereka dan seperti apa organisasi itu. 5. lalu apa pandangan detik sendiri terjhadap Gafatar dari segi sosial dan agama ? Kita tidak sampe kesitu, kita tidak menyinggung soal agamanya, maksudnya dia punya aliran apa, dia punya aliran misalkan seperti tidak a tidak b tidak c kita tidak.

6. Lalu dari segi sosialnya? Dari segi sosialnya itu aja tadi bahwa mereka hilang terus kemudian kita perlu melbatkan ini orang dan mengapa mereka pergi meninggalkan, itu yang kita tulis. 7. kriteria seperti apa yang dijadikan narasumber oleh detik.com yang kemudian dikutip dalam pemberitaan? Jadi ada patokan kalo dalam dunia jurnalisme yang dijadikan kriteria sumber. Siapa yang dijadikan narasumber. Pertama orang yang mengalami peristiwa itu, dalam hal ini peristiwa gafatar siapa yang mengalami peristiwa itu orang yang hilang itu, kalo orang yang hilang itu ga ada siapa, keluarganya yang merasa kehilangan, ketiga adalah polisi kenapa polisi, karena dia adalah yang menerima pelaporan, dan keempat baru pemerintah dalam menanggapi, karena mau tidak mau ini adalah termasuk masalah negara warganya hilang bukan hanya satu dua tapi puluhan. Nah narasumbernya seperti itu. Negara itu siapa? Kementrian agama , kejaksan mentri dalam negri. 8. lalu mengapa narasumber yang dikutip hanya itu-itu saja? tidak mencoba untuk mengangkat keresahan di masyarakat ? Karena MUI dan Kemenag Yang berwenang. Masyarakat dalam hal ni adalah yang saya sebut tadi keluarga yang kehilangan, nah keresahan di masyarakat diwakili oleh MUI tadi. Masyaraktnya siapa, kita gabisa wawancara kalo misalkan orang lain, apa hubungannya. Misalkan si a keluarganya hilang tapi kita wawancara si b yang sama sekai tidak berhubungan dengan dia yang bisa dikutip adalah mUI kemenag atau organisasi msyarakat atau yang terkait dengan itu kalo ga ada hubungannya dengan isi berita ya ga kita kutip 9. kembali terkait gaya bahasa yang sudah dibahas sebelumya, apa gaya bahas ynag dipilih detik. Dalam pemberitaan ini karena notabene isi ini sensitif Jadi patokannya adalah ini adalah isu sensitif sehingga kita berusaha untuk tidak provokatif. Bahasa nya yang halus mudah dicermati dan tidak provokatif. 10. lalu apa yang hendak disampaikan kepda masyarakat lewat gaya bahasa seperti itu? Iya jadi intinya begini ita menghimbau mastarakat dengan mui kan kita gak bisa menghimbau atas dama detik.com tapi kita menghimbau kepada masyarakat dari MUI, MUI menghimbau agar masyarakat tenang agar tidak terprovokasi nahwa ini adalah ajaran a ajaran b seperti itu. MUI yang berhak menghimbau agar masyarakat tenang dan percayakan itu kepada parat seperti itu. 11. lalu dimana detik memposisikan diri terkait isu agama semacam aliran gafatar seperti ini? Kita ditengah. Dalam arti begini kalo adek perhatikan detikcom sebelum ada gafatar ada isu tolikara. Dimana posisi detikcom saat itu kita ditengah. Artinya ditengah apa kta menghimbau itu masyarakat tidak terprovokasi masyarakat tenang dan organisasi kemasyarakatan tidak memperkeruh suasana. Kita berdiri ditengah menghimbau agar masyarkat tidak terprovokasi

dan tenang, meyerahkan ini kepada kepolisian serta aparat yang berwenang kita ga bersikap a sikap b engga 12. seberapa besarperan seorang jurnalis dalam isi pemberitaan dalam isu gafatar ini? Adakah intervensi dari petinggi media detikcom terhadap arah pemberitaan? Intervensi ga ada. Yang penting jelas jangan provokatif. Jadi dari redaksi. Seorang jurnalis tidak bisa menulis sendiri, jadi dari rapat redaksi . 13. pemberitaan gafatar ini intens di detik.com, apakah kemudian intensnya pemberitaan ini dikhawatirkan justru akan menimbulkan keresahan di masyarakat, bukan hanya kepada pihak keluaraga yang kehilangan, tapi juga sebagai pembaca orang awam dengan kemunculan aliran ini menjadi resah? Tentu tidak ya. Karena yang kita beritakan adalah orang hilang ini kemudian dia kenapa dia hilang, kemana dia terus sispa yang membawa terus disitu ada himbauan tadi, MUI. Kita pake MUI krena, kita minta pendapaatnya kemenag gimana respon masyarakay masyarakat sudah tenang, serahkan kepada aparat, jangan resah. Nah itu Jadi detik tidak menganggap gafatar ini sebagai aliran sesat? Hanya mengutip pendapat dari MUI saja? Iya. Karena kita tidak boleh menilai ajaran sesat atau tidak. 15. sebagai media massa, apa kritik dan solusi yang hendak disampaikan detik kepaada pemerintah terkait isu ini? Jadi selama ini yang bisa dilakukan pemerintah adalah dikementrian agama khususnya adalah pendidikan agama, dasar-dasar pendidikan agama kepada masyarakat ini belum istilahnya harus diperkuat lagi, agar kemudian tidak menjadi orang terpengaruh oleh ajaran lain, atau hal yang bebau kontroversial. Kementrian agama harus melibatkan pesantren, tokoh masyarakat, terus sekolah-sekolah agama agar pemeluk agama itu menjalankan agama sesuai dengan keyakinan secara benar 16. Lalu untuk penangannya agar kemudian lebih cekatan menangani kasus serupa? Pemerinntah harus segera bertindak, jangan sampai kemudian ada organisasi-organisasi yang istilahnya meresahkan masyarakat jadi disitu fungsi intelegent harus diperkuat. Seperti ada gafatar semestinya terdeteksi sejak dini. Kemudian intelegent berkomunikasi dengan kemenag ini seperti ini.

Foto dengan Erwin Dariyanto

Transkrip Wawancara Republika Online Narasumber: Ahmad Subarkah Di Kantor Republika 13 Juni 2016 1. Apa kelebihan yang dimiliki ROL dibandingkan media online lain dalam konteks isi berita? Ya kami ga bisa menilai diri kami sendiri, kamu yang harus nilai, gitu kan. Kami adalah media massa umum. Republika itu inget loh, republika itu media massa umum loh bukan media massa Islam. Media massa umum tapi kita menyuarakan aspirasi Islam, jadi semua orang, milik semua orang. Jadi itu nilai khasnya disitu. Itulah istimewanya Republika. Satu-satunya media massa umum yang menyuarakan sikap dari umat Islam. 2. Lalu apa strategi yang dilakukan oleh ROL agar pembacanya mudah mengerti terhadap berita? Mudah mengerti ya kamu kan tau bahwa disitu ada apa, ya berita ya harus dekat, sesederhana mungkin dan semua orang tau, tapi syaratnya tetap harus berlandaskan dengan kaidah jurnalistik. Kita tidak bisa keluar dari kaidah etika jurnalistik, tanpa itu kami bukan media massa, mungkin kami hanya sekedar media sosial pribadi yang menyuarakan pendapat pribadi, tapi kami terikat pada atauran etika jurnalistik dan hukum media massa, hukum pers kita. 3. Terkait isu, kriteria apa saja yang diangkat oleh ROL untuk dijadikan berita? Isunya bisa apa saja, tentang semua hal-hal apa saja mulai dari ekonomi, politik sosial, olahraga. Kalau kriteria khusus engga ada. 4. Terkait isu gafatar, seberapa penting isu gafatar ini dijadikan pemberitaan oleh ROL? Gafatar itu bagi umat islam adalah isu yang deket dengan umat islam karena ada dikalangan umat Islam dan terkait dengan umat islam indonesia terutama. Jadi itu memang penting seperti apa sikap-sikap umat Islam itu sendiri. Jadi sebenarnya apasih Gafatar itu yang harus disampaikan sampai sekarang kan tidak tahu, dan sampai sekarang pemimpinnya baru saja ditangkap lagi kan, karena ternyata ketahuan mereka tidak hanya sekedar mendirikan komunitas tetapi seperti mendirikan sebuah negara dalam negara gitu kan. Jadi itu penting dan masyarakat tau sepeerti apa. 5. Pandangan ROL sendiri terhadap Gafatar ini dari segi sosial dan agama? Dari segi kedua-duanya adalah masalah sosial dan masalah agama. Masalah sosial karena itu berhubungan dengan banyak orang kan, pasti ada persoalan sosial disitu kan, ada persoalan ekonomi, politik, ada orang pindah kesana, hidup disana tiba tiba. Masalah agama karena selama ini terjadi kontroversi. Kita tahu pemimpinnya Mushadeq

adalah mengaku nabi kan, itu jadi persoalan apakah seperti itu, ternyatra setelah ditelusuri kemudian Mushadeq bikin agama baru dengan mencampuradukkan semua agama, sinkretisme agama. dan ini makin susah karena menyangkut kemudian mereka tinggal di sebuah tempat dengan menyewa lahan segala macem, mereka merekrut orang, membuat struktur kaya pemerintahan, ada struktur polisis segala, nah itukan negara dalam negara, nah itupun ketahuannya sekarang-sekarang dulu-dulunya belum terlalu jelas cara-cara seperti apa. 6. Secara khusus pandangan ROL soal agamanya itu sendiri? Berbahayakah? Kami tidak pernah tahu berbahaya atau tidak karena yang memastikan berbahaya atau tidak adalah pihak-pihak yang mempunyai wewenang, Majelis Ulama Indonesia atau Kementrian Agama, gitu. Republika tidak pernah menyatakan itu berbahaya tapi kami hanya menyebarkan bagaimana pandangan dan sikap dari Kementrian Agama MUI segala macem dan juga sikap-sikap dari pengadilan-pengadilan dan polisi yang selama ini mengurusi masalah Gafatar itu. 7. Lalu kriteria apa yang dijadikan narasumber oleh ROL dalam berita? Gafatar adalah pihak-pihak yang terkait dengan isu itu, siapa misalnya Mentri Agama, pihak yang terkait pelakunya, pengikutnya dan itu tidak bisa dipilih-pilih itu pengikutnya. 8. Beberapa saya lihat di pemberitaan ada ulama yang dijadikan sebagai narasumber dalam isu ini seperti Nasarudin umar? Ya Nasarudin Umar karena pihak-pihak terkait kan, pihak-pihak yang dipandang sebagai punya ilmu disitu, ilmu agama disitu. Itu komentar-komentar dari para ulama, jelas itu akan di quote dan tidak ada keistimewaan Nasaruddin Umar atau siapa. 9. Terkait gaya bahasa, bagaimana gaya bahasa yang dipilih ROL dalam isu-isu sensitif seperti gafatar ini? Gaya bahasa ya biasa saja, dengan kaidah-kaidah normal, dengan kaidah bahasa Indonesia yang baku. Gaya bahasanya juga, kami memiliki gaya bahasa yang malah tidak memprovokasi dan kami gaya bahasanya baku, tidak kaya Rakyat Merdeka misalnya. 10. Dimana ROL memposisikan diri pada isu gafatar ini? ROL ini sebagai penyampai berita, pendapat-pendapat masyarakat, tokoh ulama, tokoh Islam tantang Gafatar. 11. Jadi bisa dikatakan netral? Ya posisinya ya netral. Ya kita menyampaikan sikap MUI ya kita sampaikan sikap MUI, kita hanya penyambung daripada masyarakat, ketika divonis bersalah ya bersalah dong,

ketika ada orang lain menyatakan bahwa itu Gafatar tersesat ya sesat dong, kita kan tidak bisa mempunyai sikap sendiri gitu kan. Terutama kita mengikuti sikap dua mainstream besar, bagaimana sikap MUI, sikap ulama, sikap daripada Kementrian Agama, sikap-sikap pemerintah. 12. Lalu seberapa besar peran seorang jurnalis? Peran jurnalis kami menginginkan agar masalah ini segera selesai dengan damai dan baik-baik. Kalo ada persoalan-persoalan yang lain kami berusaha mendamaikan itu, kalo ada persoalan yang lain diselesaikan dengan masalah hukum, yang salah siapa, agar tidak ada muncul masalah baru dengan mengamuk segala macem. Jadi kami ingin ini diselesaikan berdasarkan hukum, berdasarkan damai. 13. Ada intervensi dari petinggi media? Siapa yang mau intervensi ke media massa hari ini? Media sosial ga ada yang intervensi kok apalagi ke media massa, sudah gak ada lagi zaman itu. 14. Adakah kekhawatiran intensnya pemberitaan Gafatar ini memunculkan keresahan di masyarakat? Jutru dengan intens kami ingin membuka bahwa ini persoalan umat .jangan main-main dengan persoalan ini. Persoalan ini persoalan serius dan ini persoalam umat, dan ini semuanya harus tahu, harus terbuka dan diselesaikan dengan terbuka jangan dibawah meja. 15. Kritik dan solusi apa yang coba disampaikan ROL terkait isu ini kepada pemerintah? Kami gatau akan mengkritik siapa, inikan persoalan dari pada umat, sebenernya apa yang terjadi ini persoalan dari pada umat Islam. Sebenernya orang Indonesia, umat Islam adalah orang Indonesia. Jadi ini persoalan sosial, persoalan negara ini, persoalan ketakutan kemiskinan, dan itu juga karena negara yang tidak juga memberikan kesejahteraan kepada rakyatnya akhirnya muncul hal-hal yang macem-macem seperti ini. 16. Siapa pihak yang harus bertanggungjawab? Pemerintah atau ulama dalam memberikan perlindungan? Yang harus melakukan perlindungan ya pemerintah yang mempunyai aparat-aparat nya segala macem. Ya kalo persoalan ulama juga ad,a tapi yang berhak pertama kali harus melakukan perlindungan ya negara, yang dalam hal ini adalah pemerintah, DPR, segala macem itu negara. Lalu siapa yang paling bertanggung jawab? ya presiden kalau soalsoal kayak gini, siapa lagi kalu bukan dia. Kalau ulama hanya sekedar ya mungkin

bertanggung jawab tapi sedikit lah, tapi yang paling besar ada di tangan presiden bagaimana mengendalikan isu ini, pemerintah yang diberi hak untuk kekuasaan.

Foto bersama dengan Ahmad Subarkah

detikcom www.detik.com

SURAT KETERANGAN PENELITIAN No. 022/HRD-E/V/16 Dengan ini kami sampaikan bahwa benar telah dilakukan pcnelitian / survey dan observasi di perusahaan kami. Adapun nama-nama mahasiswa yang melakukan penelitian adalah; Nama NIM

: Riadin Munawar :

Fakultas / Bidang Studi

1112051000042 : Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi / Komunikasi dan

Universitas Judul

Penyiaran Islam

Penelitian

: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta : Wacana Aliran Sesat Ormas Gafatar di Media Online (Studi Perbandingan Terhadap Pemberitaan Gafatar di detik.com dan

Waktu Penelitian

Republika Online)

: 17 Mei 2016 Demikianlah surat keterangan ini kami sampaikan untuk digunakan sebagaimana mestinya, atas perhatian dan kerjasamanya disampaikan terima kasih. Jakarta, 17 Mei 2016 PT Agranet Multicitra Siberkom PT Agranet Multicitra Siberkom | Gedung Aldevco Octagon Lt. 2,4, Jl. Warung Jati Barat Raya No. 75 Jakarta 12740 Tel. +62.21 794 1177 (hunting) | Fax. +62.21 794 1175, 794 1176, 794 4472 (redaksi) | [email protected], [email protected]

Human Capital

Rabu 03 Feb 2016, 12:24 WIB

MUI: Gafatar Sesat dan Menyesatkan Hardani Triyoga - detikNews

Hardani/detikcom Jakarta - Majelis Ulama Indonesia menyatakan ajaran kelompok Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) sebagai aliran sesat. Ajaran kelompok ini dinilai sesat karena mencampur adukan ajaran Islam, Kristen, dan Yahudi. Ketua Umum MUI Ma'ruf Amin mengatakan Gafatar merupakan metamorfosis dari ajaran Al Qiyadah Islamiyah dengan Ahmad Musadeq sebagai guru spritualnya. "Setelah dilakukan pengkajian dari daerah-daerah, MUI memutuskan aliran Gafatar itu sesat, menyesatkan. Karena dia, yang pertama reinkarnasi, metamorfosis dari Alqiyadah Islamiyah. Menjadikan Ahmad Musadek itu sebagai guru spritualnya," ujar Ma'ruf dalam jumpa pers di di Gedung MUI, Jl Proklamasi, Jakarta Pusat, Rabu (3/2/2016). Sementara, Ketua Fatwa MUI Hasanudin AF menambahkan bagi umat muslim yang menjalankan paham Gafatar maka diwajibkan kembali ke ajaran Islam. Dia menekankan MUI akan berkoordinasi dengan pemerintah terkait upaya pencegahan paham ini kepada eks Gafatar maupun bagi masyarakat lain. "Kami akan koordinasi dengan pemerintah. Mohon masyarakat muslim agar tidak mengucilkan eks Gafatar. Mereka ini para eks Gafatar wajib dilindungi pemerintah," sebut Hasanudin. (dra/dra)

Rabu 03 Feb 2016, 17:15 WIB

Menag Segera Tindaklanjuti Fatwa MUI Gafatar Sesat dan Menyesatkan

Ray Jordan - detikNews

Menag Lukman Hakim (Foto: Agung Pambudhy/detikcom) Jakarta - Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan fatwa bahwa Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) merupakan organisasi yang sesat dan menyesatkan. Pemerintah menghormati dan akan menindaklanjuti keputusan MUI tersebut. "Kita menghargai dan menghormati putusan itu. Dan tentu Kementerian Agama, pemerintah akan menindaklanjuti putusan itu, fatwa tersebut," ujar Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin di Kantor Presiden, Jakarta Pusat, Rabu (3/2/2016). Meski demikian, lanjut Lukman, para bekas pengikut Gafatar tetap harus diberi perhatian. Mereka tetap harus dibina dan diberi perlindungan.

"Jadi intinya meski acaranya, paham keagamaanya itu menyimpang dari pokok ajaran agama Islam, tapi pengikut-pengikut Gafatar tetap harus kita ayomi, harus kita bina, kita lindungi hak-haknya," kata Lukman. Terkait paham keagamaan bagi bekas pengikut Gafatar, lanjut Lukman, harus dibangun pendekatan yang empatik. "Agar mereka bisa memegang pokok-pokok ajaran agama itu yang tidak dinilai sesat sebagaimana yang dipahami mayoritas mainstream masyarakat Indonesia," katanya. Terkait dengan tidak diterima para bekas pengikut Gafatar di beberapa daerah, Lukman mengatakan jika ada indikasi pelanggaran hukum maka harus dilakukan penindakan.

"Mengenai pengusiran-pengusiran ini konteksnya bisa bermacam-macam, bisa persoalan sosial dan persoalan hukum, tentu harus dilihat kasus demi kasus, faktor penyebabnya dan sebagainya. Jadi kalau kemudian ada indikasi kuat pelanggaran hukum, tentunya aparat hukum yang harus menindaklanjuti. Atau kalau ada pelanggaran norma-norma sosial tentunya juga aparat penegak hukum," jelas Lukman. "Intinya kita mengimbau agar masyarakat secara keseluruhan bisa menerima kembali mereka sehingga mereka bisa kembali berbaur, tidak hanya ke keluarganya tapi juga ke masyarakat," tambah Lukman. (jor/hri)

Kamis 04 Feb 2016, 12:38 WIB

MUI Nyatakan Gafatar Sesat, Ini Tanggapan Menko Luhut

Maikel Jefriando - detikNews

Foto: Bagus Prihantoro Nugroho/detikcom Jakarta - Majelis Ulama Indonesia menyatakan bahwa ajaran Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) merupakan aliran sesat karena mencampuradukkan ajaran Islam, Kristen, dan Yahudi. Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan soal fatwa adalah kewenangan MUI. Menurut Luhut, pemerintah menyikapi fatwa tersebut dengan arif dan bijaksana. "Itu kan fatwa MUI, tanya saja dia (MUI). Kami menyikapi dengan arif itu semua. Karena bagaimana pun anggota Gafatar (adalah) bangsa Indonesia juga," kata Luhut kepada wartawan di sela acara CIMB Economic Forum, di Hotel Ritz-Carlton, SCBD Sudirman, Jakarta, Kamis (4/2/2016). Pemerintah, kata Luhut, akan mengurus eks anggota Gafatar tersebut. Dia mencontohkan selama ini eks anggota Gafatar di Jawa Tengah, di Makassar semua terurus dengan baik.

"Yang penting, kalau memang mereka sesat kita beri penerangan supaya mereka kembali ke jalan yang benar," katanya.

Fatwa MUI yang menyatakan bahwa Gafatar merupakan aliran sesat dikeluarkan pada Rabu kemarin. Ketua Umum MUI Ma'ruf Amin mengatakan Gafatar merupakan metamorfosis dari ajaran Al Qiyadah Islamiyah dengan Ahmad Musadeq sebagai guru spiritualnya. "Setelah dilakukan pengkajian dari daerah-daerah, MUI memutuskan aliran Gafatar itu sesat, menyesatkan. Karena dia, yang pertama reinkarnasi, metamorfosis dari Alqiyadah Islamiyah. Menjadikan Ahmad Musadeq itu sebagai guru spiritualnya," ujar Ma'ruf dalam jumpa pers di Gedung MUI, Jl Proklamasi, Jakarta Pusat, Rabu (3/2/2016). Ketua Fatwa MUI Hasanudin AF menambahkan bagi umat muslim yang menjalankan paham Gafatar maka diwajibkan kembali ke ajaran Islam. Dia menekankan MUI akan berkoordinasi dengan pemerintah terkait upaya pencegahan paham ini kepada eks Gafatar maupun kepada masyarakat lain. "Kami akan koordinasi dengan pemerintah. Mohon masyarakat muslim agar tidak mengucilkan eks Gafatar. Mereka ini para eks Gafatar wajib dilindungi pemerintah," sebut Hasanudin. (erd/nrl)

Kamis 04 Feb 2016, 13:25 WIB

Pimpinan DPR Taufik Kurniawan: Proses Hukum Pengurus Gafatar! Ahmad Toriq - detikNews

Foto: Lamhot Aritonang Jakarta - MUI sudah memberikan fatwa bahwa Gafatar sesat dan menyesatkan. Dengan fatwa tersebut, Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan mendorong Pemerintah menindak para pengurus Gafatar. "Sesuai fatwa MUI, Gafatar itu sesat dan menyesatkan. Harapan saya, saudara Menteri Agama menjadikan fatwa itu pedoman untuk bersikap secara arif dan bijak," kata Taufik saat dihubungi, Kamis (4/1/2016). Taufik setuju jika para pengikut Gafatar dib ina, karena dianggap sebagai korban. Namun untuk para pengurus Gafatar, dia berharap ada proses hukum. "Saya setuju para pengikutnya adalah korban, bisa jadi karena ketidaktahuan, kebodohan, kekurangan ekonomi, kurang pengetahuan agama. Bahasanya secara berkelakar, mereka ini korban paham agama oplosan," ujar Taufik. "Tapi beda dengan para pengurusnya. Mereka ini bisa digolongkan sebagai penghasut. Kepolisian tolong bedakan yang menjadi korban dengan pengurus. Kalau sampai Ketua Gafatarnya tidak diproses hukum, apa gunanya fatwa MUI," imbuh Waketum PAN itu. Taufik mengatakan DPR mengapresiasi, bahkan angkat topi, untuk langkah Pemerintah mengurus para pengikut Gafatar. Namun, dia mengingatkan, pengurus Gafatar harus diproses secara berbeda, harus ada proses hukum yang dikenakan ke mereka. "DPR mengapresiasi langkah pemerintah memobilisasi pengikut gafatar, tapi mau diapakan ini para ketuanya, pengurusnya. Menag harus ambil langkah arif dan bijak. Bedakan pengikut dan pengurus," pungkas Taufik. (tor/van)

Rabu, 03 Februari 2016, 14:35 WIB

MUI Nyatakan Gafatar Sesat dan Menyesatkan Rep: Retno Wulandhari/ Red: Karta Raharja Ucu Republika/ Darmawan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyatakan aliran Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) sesat dan menyesatkan. Gafatar dinyatakan sesat karena merupakan reinkarnasi atau metamorfosis dari gerakan Al Qiyadah Al Islamiyah. "Mereka menjadikan Mussadeq sebagai guru spiritual, padahal MUI telah memfatwakan bahwa Mussadeq itu sesat," kata Ketua MUI Ma'aruf Amin dalam jumpa pers di kantor MUI, Rabu (3/2). Kesesatan Gafatar terbukti karena mereka menggunakan ajaran Millah Ibrahim. Ajaran itu diduga kuat memiliki benang merah, dengan ajaran Mussadeq. Millah Ibrahim sendiri adalah ajaran sinkritisme yang mencampuradukkan tiga agama yaitu Islam, Nasrani dan Yahudi. Sebelumnya, ajaran Millah Ibrahim juga sempat mendapatkan kritik dan sorotan publik karena dinilai masih mempraktikkan penodaan ajaran agama.

Rabu, 03 Februari 2016, 21:29 WIB Gafatar Difatwa Sesat, Menag Minta Pengikutnya Dilindungi Rep: Halimatus Sa'diyah/ Red: Ilham ROL/Fian Firatmaja

Lukman Hakim Saifuddin

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan fatwa yang menyatakan organisasi Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) sesat. Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengatakan, meski organisasinya telah dinyatakan sesat, pengikut Gafatar harus dilindungi dari kemungkinan adanya tindakan main hakim sendiri dari masyarakat.

"Pengikut-pengikut Gafatar tetap harus kita ayomi, kita bina dan lindungi hak-haknya," kata Menag di Istana Kepresidenan Jakarta, Rabu (3/2). (Eks Gafatar Tolak Makan Raskin). Lukman menegaskan, yang difatwa sesat oleh MUI adalah organisasinya karena menganut paham-paham yang bertolak belakang dari ajaran Islam. Sementara pengikutnya harus diberikan pembinaan agar kembali pada Islam yang sesungguhnya.

Dia sendiri merespons positif fatwa yang telah dikeluarkan MUI tentang Gafatar. Fatwa tersebut dapat menjadi pegangan bagi masyarakat dan diharapkan tidak ada lagi yang terpengaruh dengan ajaran sesat ala Gafatar.

Di sisi lain, sambung Menag, dikeluarkanya fatwa tentang Gafatar ini juga diharapkan menimbulkan inisiatif di kalangan tokoh-tokoh agama untuk merangkul kembali pengikutpengikut Gafatar.

Kamis, 04 Februari 2016, 05:00 WIB Umat Islam Dinilai Krisis Panutan Rep: c39/ Red: Dwi Murdaningsih ROL

Nazarudin Umar REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta Nasaruddin Umar mengatakan, banyaknya umat Islam yang tergoda masuk Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) akhir-akhir ini disebabkan karena umat Islam sekarang sedang krisis panutan. "Sebenarnya umat Islam saat ini sedang krisis panutan," katanya, Rabu (3/2). Ia mengatakan, saat muncul seorang figur asing yang tidak cinta terhadap materi, jabatan, uang, popularitas, akan membuat umat tersebut mengikutinya. Padahal, kata dia, mereka tidak tahu bahwa yang diikuti tersebut sesungguhnya adalah panutan yang mengajarkan ajaran menyimpang. “Jadi menyimpang dan tidaknya itu juga sangat personal, mungkin bagi kita itu adalah menyimpang, sementara bagi mereka itu tidak,” ujarnya. Nasaruddin menambahkan, isu paham menyimpang tersebut tidak bisa hanya menyalahkan pemerintah saja, tapi pemimpin umat mayoritas juga harus bertanggung jawab dalam kekeliruan tersebut.

"Untuk kedepannya tidak perlu mencari kambing hitam siapa yang salah, tapi bagaimana menciptakan suatu kebersamaan, dan mengevaluasi kembali tentang apa yang harus dilakukan di masa depan," kata dia.

Kamis, 04 Februari 2016, 12:35 WIB

MUI Minta Pemerintah Segera Proses Hukum Pimpinan Gafatar

Rep: Lintar Satria Zulfikar/ Red: Bilal Ramadhan Antara/Indrianto Eko Suwarso

Polisi menunjukkan foto satu keluarga yang hilang berikut atribut bendera Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) di Mapolresta Depok, Jawa Barat, Selasa (19/1).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Proses hukum pimpinan Gafatar dinilai lambat. Sekretaris Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur, Muhammad Yunus mengatakan banyak pasal yang dilanggar oleh gerakan tersebut. Pemerintah diminta untuk segera memprosesnya secara hukum.

"Jadi Majelis Ulama Indonesia sudah mengeluarkan fatwa nomor 6 tahun 2016 bahwa Gafatar sesat," kata Yunus, Kamis (4/2).

Menurutnya pasal-pasal yang dilanggar oleh Gafatar sudah jelas. Gafatar telah melanggar Undang-Undang penodaan agama Nomor 1 PNPS tahun 1965, nomor 5 tahun 1968 dan pasal

156a. Selain itu banyak pengikut Gafatar yang telah menjual hartanya untuk mengikuti gerakan ini.

Menurut Yunus para pemimpin Gafatar telah melanggar pasal KUHP nomor 378 tentang tindak penipuan. Karena itu ia berharap pemerintah segera memproses hukuman kepada pimpinan Gafatar.

"Dari pimpinan pusat sampai yang di kecamatan-kecamatan harus dihukum, karena kasihan yang sekedar ikut-ikutan," katanya.

Mengenai banyak warga Jatim yang menolak eks-Gafatar, Yunus mengatakan MUI sudah menghimbau masyarakat untuk menerima kembali mereka. Dan proses terapi untuk mengembalikan mereka kepada aqidah yang benar terus berlangsung.

Related Documents


More Documents from "Ady El-Syariati"