Nama
: Umi Yanti Febriana S.
NPM
: 0806318630
Tugas
: Review Pengantar Ilmu Hubungan Internasional
Sumber
: K. J. Holsti, International Politics: A Framework for Analysis, (New Jersey: Prentice Hall, 1997), hal 1-13
International Politics (Pendekatan dalam Pengkajian Politik Internasional) Power Politics Joseph S. Nye mengungkapkan sekarang bila kita berbicara tentang politik internasional seringkali dimaksudkan seperti sistem teritori negara dan mendefinisikan international politics sebagai ketiadaan kedaulatan, dalam kesatuan politik tanpa ada yang memerintah. Monarchy berarti one ruler, anarchy “an-archy” berarti no ruler. Politik internasional adalah sistem yang mandiri yang menghasilkan perbedaan dalam legalisasi, politik, dan sosial baik domestik maupun internasional. Secara domestik, hukum harus dipatuhi bahkan pemerintah dapat memonopoli legitimasi penggunaan paksaan. Berbeda dengan internasional politik di mana tidak ada seorang pun yang dapat menggunakan paksaan. Akan tetapi memang pada dasarnya beberapa negara lebih kuat dibanding yang lain yang dan pada akhirnya daoat mengindikasikan paksaan, jika tidak berhasil akan terjadi mistrust dan suspicious antar states.1 Dalam bagian pertama bukunya, introduksi, Holsti megungkapkan pemahamannya tentang kejadian-kejadian internasional berupa invasi, aliansi, konflik, dan sebagainya masuk ke dalam golongan krisis internasional. Kesemuanya itu dalam perspektif yang lebih luas, meliputi unsur sejarah, kepribadian, waktu dan tempat yang merupakan faktor yang perlu diperhatikan. Setiap kejadian historis berlangsung unik dan dapat dibandingkan. Holsti juga menyebutkan bahwa dalam pembahasan ini pemabaca akan menemukan fakta-fakta baru, tetapi yang lebih penting akan melihat persamaan yang terjadi di tiap proses politik internasional dan kebijakan luar negeri, bahkan yang dipisahkan beberapa dekade, 1
Joseph S. Nye, Jr., Understanding International Conflicts: An Introduction to Theory and History, (New York: Harper Collins, 1997), hal 2-5
dapat menempatkan fakta dalam batasan tertentu sehingga dapat dikoneksikan dengan baik satu dengan yang lain, dan belajar untuk menghargai kesulitan-kesulitan dalam penjelasan kebijakan luar negeri dan politik internasional. Sebelum menganalisis, kita perlu menyusun alat-alat (organizing devices) yang dibutuhkan, tetapi karena sebagian orang merasa lebih tertarik akan fenomena sosial dan prosesnya dibandingkan dengan kejadian spesifik yang terikat oleh waktu, tempat, dan subjek menyebabkan devices yang mereka pakai akan lebih abstrak daripada yang sejarawan pakai. Bisa saja kita mengartikan politik internasional sebagai “power politics”, tetapi “power” dan “politics” itu sendiri memiliki dua makna abstrak yang berbeda. Sehingga jika kita mengartikan politik internasional sebagai “power politics” atau “the quest for power” harus ada beberapa batasan (framework), pendekatan (approach), quasi theory, pengkotakan subjek, relevansi akan suatu kriteria, dan mencocokkannya bersamaan dengan fakta dalam kehidupan internasional. Dari sini akan didapat kunci penjelasan, misalnya dalam hal ini “power” sebagai variabel pemahaman kebijakan luar negeri bangsa-bangsa. Banyak hal-hal yang juga membahayakan dalam pendekatan, teori, model, atau framework dalam analisis sosial karena bisa jadi malah membutakan. Contohnya saja pendekatan “power politics” yang sangat terkenal pada tahun 1930an yang menekankan pada objektif “power over the states” setiap negara hanya mementingkan kekuatan untuk defense, protection, force. Ditekankan oleh Holsti bahwa memperluas elemen kekuasaan akan resources dalam negara sendiri akan lebih jauh menguntungkan bagi kepentingan nasional di samping sebagai ketahanan dalam politik internasional. International Politics, Foreign Policy, and International Relations Bagaimana hubungan politik internasional dengan kebijakan luar negeri? Holsti menjelaskan kaitan akan objectives (decisions) dengan actions (policies) dari sebuah negara. Dijelaskan di dalam bagian ini kebijakan luar negeri yang dibuat oleh suatu negara berinteraksi dengan negara yang lain (lingkungan) terbentuklah politik internasional di mana sebuah bangsa melontarkan decisions yang akan disusul dengan policies ke bangsa yang lain, kemudian di respon oleh bangsa tersebut dengan kembali melontarkan decisions diikuti dengan policies balasan. Menurutnya juga hubungan internasional dapat berhubungan dengan semua bentuk dari interaksi baik yang mencangkup anggota kelompok tertentu maupun pemerintah. Viotti dan Kauppi mengatakan bahwa international relations adalah interaksi antar bangsa,
menekankan kepada negara sebagai aktor utama.2 Kajiannya yang luas dalam menentukan kebijakan luar negeri, misalnya; perdagangan, Palang Merah International, pariwisata, transportasi, komunikasi, dan pengembangan nilai dan etik internasional. Akan tetapi politik internasional tidak mengkaji ini semua. “Ping-pong diplomacy” masuk ke dalam kajian politik internasional karena inilah yang digunakan pemerintah Cina untuk membuat lebih banyak hubungan diplomatik dengan Amerika Serikat, sementara pertandingan olahraga tenis biasa anatara Australia dengan New Zealand akan menjadi tidak berarti. Bias dalam Pengkajian Politik Internasional dan Kesimpulan Tidak ada seorang observer studi yang dapat mengakomodir kompleksitas, hal-hal etik, dan konsekuensi-konsekuensi historis dalam analisisnya secara sempurna. Dalam studi yang paling objektif sekalipun sebenarnya kita adalah tahanan dalam experiences nya sendiri. Nilai-nilai dominan dalam kelompok, mitos, tradisi, dan stereotip yang berpengaruh di bangsa dan lingkungannya. Kita tidak bisa menghindari distorsi akan biases yang beredar di lapangan studi, harus benar-benar berhati-hati akan hal-hal ; Di sini Holsti memaparkan bahwa bias yang populer datang dari masyarakat yang menginginkan pemberitaan tidak biasa, didramatisir berlebihan, dan kekerasan.3 Kita biasa membaca koran dapat melihat distorsi yang hebat tentang hal-hal sensational karena media menarik
perhatian
dengan
berfokus
pada
krisis
hebat
internasional,
sedangkan
mengesampingkan menyebutkan hubungan yang baik antar negara. Holsti menilai bahwa media mempertontonkan dan mempublikasikan penekanan akan konflik dan kekerasan secara alami akan membawa perspektif bahwa power politics dan cold warfare selalu terjadi antar negara. Penulis menyimpulkan akhirnya bahwa seharusnya mahasiswa, observer, maupun pengamat ilmu sosial lainnya dapat memandang politik internasional secara kritis dan analitik. Hal ini harus menghasilkan sikap skeptis yang sehat yang beracuan pada rencana dan ide yang nantinya akan menyelesaikan permasalahan dunia. Satu hal yang penulis yakini bahwa memang dalam bukunya ini tidak seperti dokumen-dokumen dalam politik internasional yang memprioritaskan pada Perang Dunia II, hanya sedikit penjelasan di dalamnya. Holsti percaya bahwa banyak alasan orang 2
Paul R. Viotti dan Mark V. Kauppi, International Relations and World Politics: Security.Economy. Identtity, (New Jersey: Prentice Hall, 1997), hal 18 3 Charles McClelland and Gary Hoggard dalam K. J. Holsti, International Politics: Framework for Analysis, (New Jersey: Prentice Hall, 1997)
mengesampingkan applied knowledge. Maka dari itu sebelum seseorang mencari solusi bagi suatu masalah paling baik adalah benar-benar mengerti kondisi dan proses yang fundamental dalam politik internasional, bagaimana masyarakat dan pemerintah bersikap dalam hubungan eksternal mereka.