Reject#1

  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Reject#1 as PDF for free.

More details

  • Words: 2,327
  • Pages: 2
HIDUP adalah sebuah rangkaian peristiwa-peristiwa berantai yang saling berkaitan dan akan terus berlanjut, meskipun secara wujud manusia dan makhluk hidup lainnya secara pasti akan meninggal dunia. Hidup kita mungkin terdiri atas ratusan, ribuan, bahkan jutaan kisah dan peristiwa yang sadar atau tidak telah melibatkan begitu banyak orang di dalamnya.

curhat

jangan samakan aku dengan dia...

TIDAK seperti biasanya, pagi ini aku bangun lebih awal dari harihari sebelumnya. Semalam memang sengaja aku setel jam weker setengah enam, biar dapat berangkat ke kampus lebih awal. Tentunya aku punya alasan kenapa sampai seperti ini. Pertama, ini adalah awal musim penghujan, aku mesti mendahului jadwal turun hujan yaitu sekitar pukul delapan. Kedua, dosen untuk mata kuliah pengantar sangat galak, tidak boleh telat semenit pun. Ketiga, setelah bubar kuliah aku dan teman-teman yang lain mesti ke himpunan untuk pengumpulan. Dan satu lagi alasan yaitu ingin bertemu Melati, mahasiswi satu tingkat di atasku. Tapi, sebenarnya aku tidak sepenuh hati karena ada alasan ketiga tadi. Andai saja setelah kuliah tidak ada pengumpulan oleh ‘senior’ mungkin aku bisa mengajak Melati makan di kantin atau mengobrol di tepi danau. Setiap hari--tanpa alasan jelas--kami di suruh ke himpunan, katanya ada diskusi, materi, pengkaderan, dan banyak lagi istilah yang sangat tidak kukenal. Aku masih bingung, apakah setiap tahun ini wajib dilakukan ? Atau ini hanya akal-akalan mereka saja untuk bisa mengerjai dan balas dendam kepada kami ?

Seandainya saja apa yang mereka lakukan sama dengan apa yang di katakan, bahwa semua itu tidak lain tujuannya supaya kami mendapat pengalaman baru serta tambahan pengetahuan. Mungkin dengan senang hati akan melakukannya. Tapi kenyataannya berbeda, semua orang di perlakukan sama dengan dalih kesetaraan--egalitarian. Padahal, setiap orang berbeda daya serap dan kemampuannya terhadap sesuatu hal. Mungkin saja ada yang suka di ceramahi, berani bicara depan orang banyak, gampang akrab, dan sebagainya. Tapi, mereka tidak pernah tahu kalau ada orang yang tidak bisa di perlakukan seperti itu. Aku adalah salah satu orang yang paling tidak senang di ceramahi, lebih suka curhat berdua karena pada dasarnya aku seorang pemalu. Apalagi kalau mau di suruh untuk berbicara depan banyak orang, pasti sekujur tubuhku akan basah oleh keringat. Jadi, seharusnya mereka bisa lebih paham tentang orang-orang yang sedang menjalani proses kaderisasi. Metodenya lebih variatif, supaya semuanya terjangkau. Jangan hantam rata ! Oh iya, aku lupa kalau kemarin ketemu Surya, teman se-angkatanku juga. Aku tanya dia kenapa jarang terlihat, tidak pernah ke himpunan. Katanya dia malu, apalagi tidak ada senior yang pernah menegur apalagi mengajaknya.[]

1 penghujan di akhir november

mini-zine

>>reject [ [

Mungkin kita perlu kenal atau mungkin juga tidak, dan dalam jalannya kisah-kisah tersebut, mereka mungkin bisa jadi musuh, teman, atau peran-peran lain dalam kisah tersebut, baik peran yang berpengaruh banyak maupun sedikit. Yang jelas, mereka punya peran. Ada beberapa hal penting yang sering kita lupakan dalam memaknai sebuah realitas. Prosesi melewati waktu kearah yang lebih baik secara pasti membutuhkan sebuah awalan. Selain pengetahuan awal yang kita miliki, terkadang kita mendapat petunjuk dari Sang Pencipta melalui peristiwa lain atau melalui tingkah laku, perkataan, dan bahkan terkadang hanya wajah seseorang. Sebuah hal yang biasa kita istilahkan dengan inspirasi. Inspirasi yang kemudian sering menjadi solusi dalam rangkaian hidup kita. Permasalahannya sekarang, apa yang telah kita lakukan buat Sang Inspirator? Mungkin mengucap kata terima kasihpun tak pernah. Hal yang kemudian akan menjadi hal yang sangat tidak wajar dan kurang ajar ketika kata terima kasihpun tidak pernah kita ucapkan kepada orang yang, meskipun terkadang tidak sadar, telah menjadi inspirasi dan bahkan solusi bagi salah satu potongan kisah dalam hidup kita. Jadi mulai sekarang, mulailah berterima kasih kepada inspirator-inspirator teman-teman, tentunya dengan cara yang kawan-kawan anggap layak bagi orang dengan jasa yang begitu besar bagi kita semua. Dari rangkaian kalimat di atas, sebenarnya ada hal yang sangat substansial yang tidak boleh kita lewatkan. Pahaman bahwa ternyata inspirasi dan solusi terkadang di perlihatkan kepada kita oleh Sang Pencipta Melalui media manusia itu sendiri. Jadi, menurutku bertambahlah lagi satu argumen yang menguatkan bahwa kita memang harus berinteraksi, dan dalam interaksi tersebut kita harus menyadari bahwa semua orang punya andil besar dalam hidup kita. Jadi memang tidak ada alasan untuk jadi orang yang cuek atau tidak peduli terhadap sesama. Mudah-mudahan melalui sedikit tulisan ini, dapat menambah referensi kita untuk memahami bahwa apatis memang mengerikan.[] *Aswin

edisi

Siang menjelang sore itu, ketika ingin berpindah dari sebuah ruang kuliah yang sempit dan sesak yang satu ke ruang kuliah yang sempit dan sesak yang satunya lagi, sekelompok gadis berkerudung yang ternyata teman-teman kuliahku terdengar bercakap dan mengeluhkan sebuah rencana kegiatan. Secara sederhana, dapat kupahami bahwa ada ketidaksepakatan pada mereka terhadap waktu pelaksanaan kegiatan tersebut. Menurutnya, kegiatan tersebut dapat diganti dengan kegiatan yang lain dengan substansi yang sama di waktu yang lebih tepat sehingga capaiannya bisa lebih maksimal. Entah mengapa, setelah mendengar percakapan singkat tersebut, kepala saya dipenuhi banyak pikiran serta evaluasi langsung terhadap diriku tentang banyak hal yang telah kulalui dan sampai pada kesimpulan bahwa banyak hal di masa lalu yang kualami dan sangat mirip dengan kisah di atas. Dan ternyata terlihat jelas betapa banyak orang yang aku rugikan karena menafikkan pertimbanganpertimbangan seperti yang teman-teman ucapkan tadi. Hal yang juga membuatku sadar begitu banyak energi yang mestinya bisa lebih bermanfaat di masa lalu, tapi tidak tepat sasaran dan tidak maksimal. Mungkin menurut kawan-kawan, analisaku yang berlebihan, akan tetapi beginilah yang terjadi. Terserah mereka sadar atau tidak, yang jelas mereka sekali lagi telah membuka pikiranku. Dan untuk hal tersebut, melalui tulisan ini saya memohon maaf sekaligus mengucapkan terima kasih kepada temanteman yang telah begitu banyak menginspirasi.

>>reject Menjadi lebih peka

editorial

[mini-zine[

Reject mini-zine merupakan terbitan yang tidak mengikat, terbit semaunya jika dirasa perlu atau ada yang meminta. Tidak punya re d a k s i ya n g t e t a p , kontributor tulisan boleh siapa saja. Melalui reject mini-zine s e m u a o ra n g d a p a t menuangkan ide, pikiran, karya, dan apa saja sepanjang tidak berbau SARA. Semua orang bebas m e n g u t i p d a n menggandakan sebagian atau semua isinya. Akhirnya, kami ucapkan selamat menikmati sajiannya ! contact : [email protected]

KAMPUS merupakan miniatur kehidupan, dimana semua interaksi hadir di dalamnya beserta masalah yang menjadi bumbunya. Berbagai jenis karakter manusia menjadikan kampus beraneka warna, interaksi yang terbangun kemudian memunculkan banyak hal. Terciptanya kerjasama antarbeberapa orang, membangun kolektifitas demi tujuan bersama, dan juga kerap muncul konflik yang di picu oleh kegagalan interaksi tersebut.

Kampus selayaknya menjadi solusi bagi masalah sosial yang terjadi. Karena kampus di huni oleh intelek-intelek muda yang dengan pemikiran serta aksinya mampu memberi dampak terhadap perubahan dan kemajuan masyarakat. Seperti apa yang di katakan Minhajuddin dalam “Dimana Gerangan Budaya Diskusi Dalam Dunia Kampus...?”, dia mau mengatakan kalau kampus(mahasiswa, dosen, dll) sudah tidak menjalankan fungsi dan perannya lagi.

Hal itu pula yang di kritik Saharpova dalam tulisannya yang berjudul “ B e r h e n t i M e n c a c i A m e r i k a ! ”. Terkadang, mahasiswa terlalu jauh, mau meruntuhkan tatanan global yang mapan sementara banyak hal-hal kecil yang berada di sekitar kita kadang di sepelekan dan di lupakan.

Untuk itu, seringkali kita membutuhkan sebuah pegangan sebagai landasan bergerak. Sang Inspirator. Ini yang coba di lihat Aswin, bahwa kreativitas kadang datang ketika melihat hal lain di luar diri sendiri. Motivasi menjadi sangat berharga dan amunisi dalam melakukan pertempuran hidup. Namun, ketika semuanya berjalan dan telah sampai pada satu titik, kita sering lupa kalau hal itu ada berkat orang lain--meski tidak sepenuhnya. Mari lebih peka ! Supaya tidak muncul kekecewaan, baik bagi diri sendiri maupun orang lain.[]

!

BERHENTI MENCACI

AMERIKA !

MUNGKIN keadaan yang sama seperti si budak sedang kita alami pula pada hari ini. Tertidur nyenyak, dan melanglang buana dalam berbagai mimpi utopis kita akan dunia yang damai, dunia yang lebih adil, dunia di mana tidak ada lagi penindasan, eksploitasi, kerakusan dan ketamakan sekelompok orang penumpuk harta yang dengan sewenang – wenangnya dan tanpa merasa bersalah telah membuat dunia seperti “kandang serigala”. Tempat di mana setiap manusia harus saling sikut, saling memakan, dan saling menindas untuk mendapatkan sedikit makanan demi menopang hidup. Sementara di saat yang bersamaan, mereka sedang asyiknya menumpuk dan menghitung harta hasil taruhan serigala mana yang menjadi pemenang dalam pertarungan hidup tersebut. Tentu saja serigala yang paling besar, terlatih dan kekenyangan yang akan menjadi pemenangnya. Bagaimana dengan mereka yang kalah?? Tentu saja mereka terseingkir dari arena!!!

Seorang budak melihat temannya sedang tertidur. Dia kemudian hendak membangunkannya, dan tiba – tiba datang temannya yang lain. Sambil menegur temannya berkata bahwa ”janganlah engkau membangunkan dia, sesungguhnya dia sedang bermimpi tentang kebebasannya!” Aku kemudian menghampiri mereka dan berkata, “bangunkanlah dia, dan ceritakan tentang kebebasan itu!!” (Kahlil Gibran) Siapa yang paling bertanggung jawab dalam menciptakan kondisi seperti ini di bumi kita yang seharusnya damai? Bertanya tentang siapa, berarti kita ingin tahu tentang sesosok aktor yang disebut manusia. Maka mulailah kita menunjuk hidung para tokoh – tokoh liberalis, kapitalis, westernis, atau apapun namanya seperti John Locke, Adam Smith, David Ricardo, J.M. Keyness, Naismith, Nixon, Reagan, Soros, Fukuyama, hingga Britney Spears. Mereka yang kemudian memasang patokan tentang konsep sosial, ekonomi, ketatanegaraan, popculture, mode, dan sebagainya yang harus diikuti oleh setiap orang atau sistem kenegaraan di seluruh dunia untuk dikatakan modern. Hal mana yang kemudian semakin diperkuat oleh legitimasi sebuah negara superpower, negara yang kita kenal sebagai Amerika Serikat. Dan mulailah kita berteriak dengan suara yang paling keras dan lantang…fuck AMERIKA!! kick capitalism!! STOP Penindasan!! LIBERTY!! LAWAN..LAWAN..dan LAWAN!! Kita pun mulai mencaci negara super-power tersebut, meneriakkan slogan-slogan anti-Amerika, anti-sistem yang mereka usung, menggerutu dan mengutuk tindakan arogan mereka terhadap Afghanistan, Irak, Somalia, dan negara- negara lain yang menolak mengikuti maunya. Tapi, coba kita renungkan sama-sama!! Apakah itu kita tidak terlalu jauh ingin menjangkau dan menghancurkan Amerika, meruntuhkan sistem besar yang telah dibangunnya hingga sangat mapan? Sadarkah kalau kita bukan Daud yang dengan izin dan mukjizat Tuhan, mampu menaklukkan Raksasa Goliath yang sakti. lalu, apa yang harus kita lakukan?

Sekarang, kita amati sama-sama sekeliling kita!! Kita ternyata terlalu jauh menuntut kebebasan, ingin meruntuhkan sistem besar yang sangat mapan, sementara di depan hadapan kita ada tembok penopang sistem itu yang tidak mampu kita pecah dan runtuhkan. hari ini, sistem dan pahaman yang dibentuknya itu telah sangat dekat dengan kita. semakin dekat hingga kita tidak sadar terkadang memilih untuk mendukungnya dengan sekali-kali berkoar dan berteriak lantang mencacinya ketika di forum, atau mungkin di depan DOSEN untuk hanya dinilai “A”. Sementara di sekeliling kita, tembok kampus ini tak ubahnya p e n j a ra y a n g m e n g u n g k u n g d a n mengancam kita. Sejak kapan pemegang otoritas kampus ini bersikap rendah hati dan sedikit demokratis dengan memberi kita kesempatan untuk bertanggung jawab atas ilmu dan pemahaman yang kita miliki, bahwa setiap manusia itu punya hak untuk hidup layak sebagai manusia dan memperoleh hak yang sama dengan setiap manusia yang lainnya. Ataukah kitanya yang tidak berani malwan dan meneriaki muka mereka bahwa kita tidak sepakat dengan langkah mereka, karena sanksi yang akan berlaku dan berefek ke kita adalah sanksi real yang tegas? Sementara dengan meneriaki dan mencaci Amerika, sistem yang dibangunnya, dan perangkat-perangkat pendukungnya, kita malah akan mendapati label “idealis” atau “pembela kaum marginal” di pundak kita, tanpa efek yang besar buat kita.

Kita memang telah dibungkam oleh mereka, karena mereka memiliki legitimasi “penggunaan kekerasan”. Jika Amerika mengendarai Dewan Keamanan PBB dan dengan alasan intervensi kemanusiaan membombardir negara lain, Pemerintah kita m e m a n fa at ka n m i l i te r d a n s i p i l bersenjatanya untuk melanggengkan kuasa dan sistemnya, kampus KITA memakai semua aturan sepihak yang dibuatnya untuk membungkam suara dan teriakan yang orang – orang yang hanya ingin sedikit bertanggung jawab atas apa yang diyakininya tidak adil dan melindas humanisme. Semua kegelisahan dan pertanyaan di atas untuk kita renungi bersama. Yang pasti adalah kita sedang terancam, kita tidak lagi bebas memilih yang kita inginkan, semua telah diatur secara sistemik (ibarat pabrik) dan menjadi keharusan untuk dilalui, dan hanya dilalui jika ingin menjadi sesuatu. apa yang akan kita lakukan sekarang menjadi pilihan masingmasing, dan yang pasti adalah bahwa pilihan itu menuntut pertanggungjawaban atas dirinya. Mungkinkah kita memang sedang tertidur lelap dan bermimpi sedang terbang di nirwana menikmati kebebasan, sementara di kenyataan tangan Goliath sedang bersiap mencengkeram untuk menelan kita tanpa kita sadari?[] *Saharpova

DIMANAKAH GERANGAN BUDAYA DISKUSI DALAM DUNIA KAMPUS…? KAMPUS adalah institusi yang dihuni intelek-intelek muda (bede') yang biasa menyombongkan dirinya dengan gelar Mahasiswa,yang dianggap sebagai simbol institusi pendidikan tertinggi di tengah masyarakat. Manusiamanusia yang menjamur didalamnya diharapkan mampu memikirkan solusi-solusi terhadap permasalahan-permasalahan yang muncul dalam masyarakat. Merekalah lulusan-lulusan SMA yang punya tanggung jawab lebih karena mereka bergelar Mahasiswa yang punya sejarah dan makna yang dalam di tengahtengah masyarakat.

Namun, apa gerangan yang terjadi pada dunia kampus yang dianggap sebagai kehidupan yang masih ideal pada dekade terakhir? Budaya diskusi yang sering mereka agung-agungkan sebagai langkah awal dalam memahami dinamika sosial seakan-akan menjadi retorika lama yang sudah basi. Setiap harinya, kita disuguhi pemandangan yang membosankan dalam kampus, koridor-koridor tidak lagi dipenuhi Mahasiswa dengan suara lantang yang sedang membawakan materi diskusi, tak terlihat lagi sekumpulan Mahasiswa yang melingkar dengan kopi dan gorengan didepan mereka yang sedang mendiskusikan kebijakan pemerintah yang zalim. Mereka lebih asyik mengotakatik laptop dengan main game terbaru.

Budaya diskusi seolah-olah hanyalah pertunjukan wayang yang ramai digelar untuk MABA pada saat tahun ajaran baru. Dimana fenomenanya yang sering terjadi adalah Mahasiswa yang menganggap diri mereka senior memaksa Mahasiswa baru untuk mengikuti diskusi sedangkan mereka asyik tidur dalam himpunan seakan-akan mereka lebih banyak tahu dari MABA tersebut. Mulailah sekarang meninggalkan budaya feodalisme, janganlah merasa bahwa kamu senior berarti kamu lebih pintar dan tidak perlu lagi berdiskusi, sok pintar di depan maba dan tidak mau bertanya pada junior karena gengsi. Tidak ada lagi budaya feodalisme yang dipercaya oleh Tan Malaka dalam karya terbesarnya “MADILOG” sebagai budaya yang telah menghancurkan tata kehidupan bangsa Indonesia selama berabad_abad lamanya sampai sekarang. *Minhajuddin

Dosen bukan superhero.. tidak ada pahlawan yang akan datang menolongmu ! Sekarang ! Saatnya belajar mandiri..