Pug Uh

  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Pug Uh as PDF for free.

More details

  • Words: 3,281
  • Pages: 12
Jurnal ILMU DASAR Vol. 6 No.1, 2005 : 7-15 7

Studi Eksperimental Tentang Kerusakan Disebabkan Laser He – Ne Pada Lapisan Tipis Optis Satu Lapis Logam Alumunium (Experimental Study Of Laser He-Ne Induced Damage In The One Substrate Of Aluminum Metal Optical Thin Films) Puguh Hiskiawan Staf Pengajar Jurusan Fisika FMIPA Universitas Jember ABSTRACT There were many observations about the damage on thin film optics that caused by laser influence of laser damage. Based on the previous observation, the author studied the damage of thin film optics coupled by He-Ne laser with capacity of 10 mW. The observation was carried out by making thin film optics in vacum as target material using laser and observation target material using an optics miscroscope.The result of the experiment show that only a few damage on the thin film optics that caused by He-Ne laser. The little damage on the film indicate that most of the energy is dissipated through conduction, convection and radiation processes. We expect the result of this studywill be useful for learning about the influence of He-Ne laser on thin film optics. Keywords : thin films optics, laser damage, material. PENDAHULUAN Optika lapisan tipis, satu lapis, sudah dipelajari sejak abad ke 17 antara lain oleh J. Marci, R.Boyle, M. Grimaldi dan R Hooke, yang mencoba untuk menemukan hubungan antara warna dan tebalnya. Namun demikian, baru pada abad ke 19 gejala warna pada lapisan tipis dapat diterangkan dengan benar yaitu sesudah Young dan Fresnell meletakkan dasar-dasar optika fisik. Interferensi sinar majemuk dikembangkan oleh G.B. Airy pada tahun 1833, untuk lapisan satu lapis. Sekitar tahun 1852 Grove meneliti lucutan listik gas, ia mengamati terbentuknya lapisan logam pada dinding tabung lucutan pijar (glow discharge) di sekitar elektroda negatif. Pembuatan lapisan tipis satu lapis baru berkembang pada awal abad ini sejalan dengan perkembangan teknik vakum. Rouard dan Abeles di Perancis, Vasicek di Cekoslawakia, Salzberg, Godfrey di Australia mengembangkan teori lapisan tipis dari satu lapis ke banyak lapis (teori lapisan tipis majemuk), teori tersebut mulai dikembangkan sekitar tahun 1937 (Zaki Mahmud, 1989). Perkembangan optika lapisan tipis terdorong oleh perkembangan di bidang lain yang menggunakan lapisan tipis, seperti anti pantulan, filter, laser, sel surya, fotodetektor, mikroelektronik dan integrated optic. Pada lapisan tipis dielektrik terdapat serapan yang cukup kecil didalam lapisan, bila digunakan pada pemakaian peralatan optik biasa. Tetapi manakala dipakai laser yang intensitasnya atau dayanya sangat tinggi dan tak merata (distribusi Gauss), maka serapan tersebut dapat menimbulkan pemanasan yang tinggi dan tak merata, sehingga dapat mengakibatkan kerusakan lapisan. Fenomena tersebut membuat banyak peneliti yang menyelidiki tentang kerusakan lapisan tipis optis disebabkan oleh pemakaian laser (Bass & Horrison, 1973; Milam, 1977; Sreckovic et al., 1991; Nobu Kuzuu et al., 1999). Pada penelitian-penelitian itu laser yang digunakan obyek penelitian adalah laser pulsa yang berdaya sangat tinggi, sedangkan lapisan tipis yang dipergunakan adalah lapisan tipis dari bahan dielektrik maupun logam baik satu lapis atau lebih. Telah banyak diketahui bahwa suatu film lapisan tipis dielektrika suatu permukaan lempeng dielektrika yang lain (misalnya gelas) akan menentukan besarnya pemantulan pada permukaan film tersebut. Pantulan pada film tersebut ditentukan oleh : a) Komposisi lapisan b) Indek bias atau tebal lapisan Pengaruh absorpsi lapisan juga dapat diperhitungkan, disesuaikan dengan lapisan tipis optis yang ada.

Jurnal ILMU DASAR Vol. 6 No.1, 2005 : 7-15 8

n1 n1 n2 ns ns (a) (b) Gambar 1. Jenis lapisan tunggal (a) dan ganda (b)

Studi propagasi sinar dalam lapisan tipis logam, kemungkinan terdapat penyerapan merupakan sesuatu yang tidak dapat diabaikan. Penyerapan merupakan salah satu bagian yang dapat memperlemah intensitas terusan sinar. Intensitas terusan cahaya suatu lapisan logam dengan ketebalan d adalah sesuai dengan kuadrat amplitudo dan dapat ditulis seperti persamaan (1). (1) koefisien absorbsi sering dinyatakan dengan (2) Secara teori lapisan logam memiliki reflektansi yang tinggi. Tetapi jika tebal lapisan sangat tinggi (opaque) maka absorbsinya rendah, karena intensitas sinar yang datang ke lapisan logam tersebut banyak yang dipantulkan. Adakalanya juga yang memiliki pantulan rendah, sehingga penyerapan sinarnya lebih besar dan kemungkinan lebih besar dari yang diteruskan, dimana intensitas sinar banyak diserap oleh permukaan logam (Spark, 1977). Pada lapisan permukaan yang mempunyai serapan tinggi banyak mengambil sinar yang datang kepadanya, baik itu sinar normal maupun sinar miring. Permukaan penyerap dapat menyerap semua sinar yang datang dan berarti sedikit yang diteruskan dan sedikit pula yang dipantulkan. Pada penelitian ini yang dipakai adalah sinar datang normal. Millan (1977), dengan menggunakan laser jenis pulsa yaitu laser Nd:YAG yang mempunyai panjang gelombang 1064 nm dan lebar berkas laser sebesar 190 mm. Pada proses perusakan tersebut dibutuhkan energi yang dihasilkan pada proses pemanasan atau perusakan sebesar 3,5 J/cm2 atau intensitas pancarannya sebesar 170 GW/ cm2 dengan waktu 20 pico-detik. Dari fenomena penelitian terlihat energinya sangat kecil walaupun intensitas pancaran yang didapatkan sangat besar. Perkiraan penelitian eksperimen yang mungkin adalah bahwa laser He-Ne yang mempunyai daya kecil tetapi energinya dapat ditingkatkan dengan mengatur lamanya proses pemanasan atau penyinaran. Daya keluaran laser He-Ne sebesar 10 mW dan lebar berkas laser + 1 mm, jika laser disinarkan pada lapisan tipis seluas 1 mm2 maka akan didapatkan intensitas pancaran laser sebesar 10 mW/ mm2 atau sebanding dengan 1 W/ cm2. Energi yang dihasilkan bergantung pada lamanya penyinaran, jika energi yang dihasilkan sama seperti penelitian Millan maka

Jurnal ILMU DASAR Vol. 6 No.1, 2005 : 7-15 9

dibutuhkan waktu penyinaran sekitar 3,5 detik. Akan tetapi laser yang digunakan merupakan jenis laser kontinu maka eksperimen ini menggunakan lama penyinaran berorde jam sebab dengan waktu yang demikian akan dicapai energi yang sangat tinggi. jika diambil lama penyinaran sekitar 5 jam maka energi yang dihasilkan sebesar 18000 J/ cm2. Diduga pada kondisi energi yang demikian lapisan tipis yang disinari oleh laser sudah mengalami kerusakan. Teori perpindahan kalor bersandar pada persamaan-persamaan fundamental tertentu yang dinamakan persamaan-persamaan laju (rate equation), yang menghubungkan kecepatan perpindahan energi sebagai kalor di antara sistem kepada sifat termodinamik dalam sistem ini. Persamaan kecepatan ini, bila digabungkan dengan keseimbangan energi dan persamaan keadaan termodinamik, akan menghasilkan persamaan yang dapat memberi distribusi temperatur dan kecepatan perpindahan kalor. Tulisan ini melaporkan studi eksperimental tentang kerusakan lapisan tipis optis disebabkan laser He-Ne. Laser He-Ne yang merupakan jenis laser kontinu dengan daya rendah, dan mempunyai daya keluaran maksimum10 mW. Bahan penelitian ini adalah lapisan tipis satu lapis dengan bahan lapisan logam alumunium. Sebagian besar penelitian yang telah dilaporkan menggunakan laser berdaya keluaran yang sangat tinggi, jadi pertanyaannya adalah dari penelitian ini : “Dapatkah laser He-Ne yang berdaya keluaran kecil digunakan untuk penelitian ini ? “. Usaha-usaha untuk melakukan penelitian ini adalah dilakukan pengkajian pengkajian hasil eksperimen yang didapatkan dari eksperimental yang dilaksanakan METODE Prosedur Kerja Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknik Vakum dan Laboratorium Optoelekronika ITS Surabaya. Studi eksperimen tentang kerusakan lapisan tipis optis disebabkan laser He-Ne dimana merupakan jenis laser kontinu yang mempunyai daya keluaran maksimum sebesar 10 mW. Lapisan tipis optis yang digunakan merupakan lapisan satu lapis yaitu lapisan bahan logam dari logam alumunium (Al). Diagram kerja penelitian dapat dilihat pada Gambar 2 : PENYIAPAN BAHAN TARGET · Kaca sebagai substrat · Alumunium sebagai bahan pelapis PENGAMATAN SEBELUM PENYINARAN · Pengambilan lokasi bahan target penyinaran. · Mengamati secara visual struktur permukaan lokasi bahan target pada miskroskop optik dengan pemantulan diffuse. · Pengambilan gambar pada lokasi bahan target. PROSES PELAPISAN · Persiapan pelapisan dengan metode penguapan pada sistem vakum. · Pelapisan spesimen sampai bahan pelapis habis menguap (lapisan opaque). PENGUKURAN · Mengukur intensitas terusan sinar laser pada saat penyinaran, menggunakan lux meter dan mencatat yang data terukur. PENYINARAN LASER He - Ne · Sinar laser ditembakan tepat pada lokasi yang telah ditentukan, sampai dengan waktu yang ditentukan PENGAMATAN SETELAH PENYINARAN · Mengamati secara struktur permukaan lokasi bahan target pada miskroskop optik dengan pemantulan

Jurnal ILMU DASAR Vol. 6 No.1, 2005 : 7-15 10

diffuse. · Pengambilan gambar struktur permukaan pada lokasi bahan target. SELESAI Gambar 2. Diagram kerja penelitan

Kalibrasi Alat dan Pengukuran Pelapisan bahan target dengan mengunakan sistem vakum pada metode penguapan dilakukan pada tekanan vakum maksimum yang dapat dicapai oleh alat vakum tersebut. Vakum evaporator yang digunakan adalah vakum penguapan dengan model JEE-4X. Penguapan vakum pada proses pelapisan dengan tekanan penguapan 2´10-2 pa atau 1,5´10-4 mmHg (tekanan penguapan maksimal yang dapat dicapai) dan menggunakan arus pemanasan sekitar 30 A. Perancangan sistem penyinaran bahan target dengan menggunakan sinar laser He-Ne dibuat sebagai proses utama eksperimental ini.

Jurnal ILMU DASAR Vol. 6 No.1, 2005 : 7-15 11

Skema penyinaran dapat dilihat berikut. 1 2 3 5 7 4 6 Gambar 3. Skema eksperimen sistem penyinaran. (1) power supply, (2) pembangkit laser , (3) laser He-Ne, (4) bahan target, (5) lensa pengembang dan (6) lux meter.

Dalam proses penyinaran laser He-Ne, sinar laser ditembakkan langsung mengenai bahan target tanpa melalui penghalang, jarak penyinarannya + 10 cm. Penyinaran dilakukan secara terus-menerus atau tanpa ada perubahan sedikitpun dari tembakan sinar laser pada bahan target. Penyinaran dilakukan dengan waktu yang telah ditentukan. Diameter berkas sinar laser He-Ne sebesar + 1 mm. Karakteristik laser He-Ne yang digunakan dalam eksperimen dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Karakteristik laser He-Ne yang digunakan eksperimen l (nm)

632,8

Power/energi

10 mW

Jenis keluaran

Continuous wave

Diameter berkas D i a m e t e r divergence

1 mm

Efisiensi

< 0,1 %

1 mrad

Pada penelitian ini, lamanya waktu penyinaran bahan target antara 8 jam. Diharapkan dengan waktu tersebut akan menghasilkan energi yang maksimum pada lokasi penyinaran. Pada sistem perancangan penyinaran terlihat pada skema eksperimen digunakan alat pengukur intensitas cahaya, yaitu lux meter. Pengukuran dengan menggunakan alat tersebut berguna untuk melihat perubahan intensitas terusan sinar laser pada bahan target. Dalam pemakaiannya lux meter dibungkus memakai tabung berwarna hitam dengan panjang 15 cm. Hal ini dimungkinkan untuk memperkecil pengaruh cahaya lain yang masuk selain sinar laser terpakai, karena penyinaran dilakukan dalam ruang gelap. Sebelum dipakai untuk melakukan pengukuran, alat terlebih dahulu dikalibrasi. Langkah-langkah kalibarasi alat pengukur intensitas adalah sebagai berikut : 1. Mengukur intensitas ketika tabung pembungkus ditutup. 2. Mengukur intensitas cahaya back ground yang masuk pada lux meter. 3. Mengukur intensitas sinar laser tanpa bahan target. Sensor Cahaya

Jurnal ILMU DASAR Vol. 6 No.1, 2005 : 7-15 12

Arah Cahaya Lux Meter tabung pembungkus Gambar 4. Skema menangkap cahaya dengan alat lux meter

Setelah pengkalibrasian, pengukuran awal dilakukan pada saat dimulainya penyinaran, lalu dicatat hasil pengukuran. Pengukuran selanjutnya dilakukan setiap saat dalam rentang waktu penyinaran yang ditentukan, jika terjadi perubahan intensitas terusan akan dilakukan pencatatan. Pengukuran diakhiri bersamaan dengan selesainya proses penyinaran. Pengamatan dilakukan pada pada lokasi yang telah ditentukan melalui penentuan lokasi bahan target. Pengamatan struktur permukaan dengan menggunakan miskroskop optik dengan pemantulan diffuse sedangkan pengambilan gambar menggunakan miskroskop optik dengan pemantulan specular. Pengamatan dan pengambilan dilakukan sebelum dan sesudah penyinaran bertujuan untuk membandingkan struktur permukaan. Skema optis miskroskop yang digunakan untuk pengamatan dan pengambilan gambar dapat dilihat pada Gambar 5.

kamera pengamat (a) (b) pengamat pemecah cahaya sumber cahaya cahaya spesimen spesimen Gambar 5. Skema miskroskop optik, (a) pemantulan specular dan (b) pemantulan diffuse

Jurnal ILMU DASAR Vol. 6 No.1, 2005 : 7-15 13

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengukuran dengan memanfaatkan intensitas terusan sinar laser yang mengenai bahan target. Sebelum alat dipakai untuk pengukuran terlebih dahulu dikalibarasi sesuai dengan langkah-langkah kalibrasi pada bab sebelumnya. Maka hasil kalibrasi alat sebelum dipakai, yaitu : 1. intensitas cahaya terukur nol saat tabung pembungkus ditutup; 2. intensitas cahaya back ground yang terukur adalah + 5 lux; 3. intensitas sinar laser tanpa bahan target yang terukur adalah 150 lux. Kemudian pengukuran dilakukan tiap saat dalam rentang waktu penyinaran dan hasil pengukuran intensitas terusan yang diperoleh adalah : a) awal penyinaran yang terukur 5 lux; b) akhir penyinaran.yang terukur 6 lux. Hasil pengamatan dapat dilihat pada Gambar 6 (sebelum disinari) dan Gambar 7 (sesudah disinari). Hasil eksperimen yang didapatkan baik melalui pengukuran intensitas terusan dan pengamatan struktur permukaan menunjukkan bahwa kerusakan lapisan tipis teramat kecil untuk diamati. Sangat kecilnya kerusakan lapisan tipis dapat diperkirakan dengan beberapa dugaan-dugaan. Diantaranya dugaan itu adalah tentang banyaknya energi yang hilang di dalam pemanasan oleh karena adanya perpindahan panas baik secara konduksi, konveksi maupun radiasi merupakan perkiraan yang tidak dapat diabaikan. Skema perkiraan hilangnya energi secara perpindahan panas dalam bahan, dapat diilustrasikan seperti pada Gambar 8.

100 μ 100 μ

Gambar 6. Sebelum disinari bahan target alumunium Gambar 7. Sesudah disinari bahan target alumunium

sinar lapisan tipis T¥ konveksi (T¥) konduksi konduksi

Jurnal ILMU DASAR Vol. 6 No.1, 2005 : 7-15 14

R a T0 Tebal (Å) substrat T¥ Gambar 8. Perkiraan perpindahan panas

Energi yang hilang secara konduksi adalah energi yang menjalar dari pusat sinar ke sekelilingnya bahkan ada yang menjalar ke bawah di bagian substrat. Kemungkinan hilangnya energi ke substrat kecil sekali. Hilangnya energi secara konveksi karena suhu yang dihasilkan dari pemanasan lokasi bahan target tidak jauh lebih tinggi dari suhu lingkungan. Pada ekperimen ini tidak dilakukan pengukuran suhu pada bahan target. Dari kemungkinan tersebut tidak cukup suhu di dalam lokasi pemanasan yang dapat digunakan untuk menaikkan energi. Kemungkinan energi yang hilang oleh perpindahan panas radiasi juga ada meskipun sangat kecil karena temperatur titik leleh pada bahan tidak terlalu besar. Kondisi di atas dapat dikaji dengan persamaan perpindahan panas secara konduksi dan secara konveksi serta secara radiasi, namum radiasi dapat diasumsikan dapat diabaikan karena terlalu kecil. Dengan memakai persamaan perpindahan panas konduksi satu dimensi arah radial tanpa sumber pada keadaan steady state (Obert & Young, 1984). diperoleh : (3) Bahan target dianggap berbentuk silinder tipis, karena tebal lapisan sangat tipis sehingga diambil secara radial (berbentuk lingkaran) dengan fungsi r (satu dimensi). Persamaan kekekalan energi pada perpindahan panas yang terjadi sebagai berikut : (4) sehingga persamaan sistem menjadi : (5) dimana : h k

: :

d T T

: : :

¥

koefisien konveksi (W/mm2 oK) konduktivitas termal bahan o (W/mm K) tebal lapisan tipis optis (mm) temperatur pada bahan target (oK) temperatur lingkungan dimana bahan target berada (oK)

Jurnal ILMU DASAR Vol. 6 No.1, 2005 : 7-15 15

sehingga dapat dicari distribusi temperatur terhadap jarak, dengan syarat batas sebagai berikut : r = a, T = T0 dalam oC (lihat Gambar 7). r = R , T = T¥ Pada kondisi persamaan, penyelesaian dibuat dengan memakai syarat batas yang didefinisikan dengan q = T - T¥ , sehingga syarat batas diperoleh : r = a Þ q0 = T0 - T¥

(6)

r = R Þ q = 0 dan

(7)

Distribusi temperatur terhadap jarak yang didapatkan dari syarat batas adalah, dengan

q = A Jo (lr) + B Yo (lr)

(8)

dimana A dan B konstan. Pengujian dengan mencari laju perpindahan panas atau fluks panas, disimbolkan dengan

dengan satuan Watt, dengan A = luas permukaan konveksi serta q adalah

distribusi temperatur fungsi jarak pada persamaan (8). Sehingga persamaan menjadi :

= h. A. q

diambil seluas dA = 2prdr , persamaan menjadi : d

= h. dA q

(9)

dengan mengintegrasikan persamaan (9) seperti berikut : (10) sehingga diperoleh

(11) Dari persamaan (11) akan dapat dikaji laju perpindahan panas pada masing-masing bahan target. Kita tinjau perpindahan panas dari bahan target alumunium. Dengan menggunakan persamaan (8) akan dapat diplot distribusi temperatur terhadap jarak dengan bahan target alumunium. Dengan mengasumsikan variabel-variabel sebagai berikut : T : temperatur lingkungan 20oC (Suhu ruangan eksperimen) ¥ T0 : temperatur kondisi titik leleh benda 650 oC (Tabel sifat-sifat logam untuk analisa perpindahan kalor, (Reynolds, 1977)) h : koefisien konveksi (plat vertikal ) @ 1,8 ´ 10-3 (DT)1/4 mW/mm2 oC (Tabel sifat-sifat logam untuk analisa perpindahan kalor, (Reynolds, 1977)) DT : beda temperatur dengan temperatur lingkungan : 0,92 (DT)1/8 mm-1 l k : konduktivitas termal @ 213

Jurnal ILMU DASAR Vol. 6 No.1, 2005 : 7-15 16

d

:

mW/mm oC ((Tabel sifat-sifat logam untuk analisa perpindahan kalor, (Reynolds, 1977)) tebal lapisan = 100 Å @ 10-5 mm

Menggunakan persamaan (8) dengan syarat batas, diperoleh : r = a = 0,5 mm Þ q0 = 650oC Þ DT = 650 oC Þ la = 1,03

q0 = A Jo (la) + B Yo (la) Þ 650 = A Jo (1,03) + B Yo (1,03)

(12a)

r = R = 6 mm Þ q0 = 0oC Þ DT = 50 oC Þ la = 9,01

q0 = A Jo (lR) + B Yo (lR) Þ 0 = A Jo (9,01) + B Yo (9,01)

(12b) Persamaan (12a) dan (12b) dieliminasi akan didapatkan harga A = 166 dan B = 596, sehingga persamaan (8) menjadi: q = 166 Jo (lr) + 596 Yo (lr) (13) Distribusi temperatur terhadap jarak dapat diplot menjadi grafik dengan mengambil beberapa titik seperti terlihat pada Gambar 9.

Gambar 9. Distribusi temperatur terhadap jarak pada alumunium

Jurnal ILMU DASAR Vol. 6 No.1, 2005 : 7-15 17

Dari grafik terlihat terjadi penurunan suhu disebabkan banyaknya energi yang hilang dari pusat pemanasan ke sekitarnya baik secara konduksi maupun konveksi. Hilangnya energi karena pemanasan sehingga suhu yang dihasilkan tidak cukup untuk menaikkan suhu pada pemanasan, maka kondisi tersebut dapat diperkirakan dengan pengkajian melalui persamaan (11). Selanjutnya dapat dihitung energi yang terdapat pada daerah pengkajian dan dibandingkan dengan energi pada pusat sinar sebesar

= 10 mW. Variabel-variabel yang

digunakan dalam pengkajian. Jika DT : 200oC maka koefisien konveksinya (plat vertikal) adalah : 1,8 ´ 10-3 (DT)1/4 mW/mm2 oC @ 8,7 ´ 10-3 mW/mm2 oC, sehingga persamaan (13) dapat disubstitusikan ke persamaan (11) dan akan menjadi persamaan dibawah ini. Jika diambil syarat batas pengkajian dari titik r = 0,5 ke r = 1,5 sehingga didapatkan energi sebesar : = 32,3 mW Dari pengkajian, energi yang didapatkan jauh lebih besar dari energi yang masuk pada sistem penyinaran. Fenomena tersebut menunjukkan bahwa energi maksimum yang masuk sebesar 10 mW pada masing-masing bahan target . Jika dibuat grafik, puncaknya akan terlihat lebih rendah dari grafik. Energi yang diterima pusat sinar kemungkinan juga tidak semua diserap oleh lapisan, karena pada masing-masing bahan target terdapat pantulan dan terusan sehingga energi yang diterima hanya sebanding dengan serapan yang dimiliki oleh lapisan bahan target. Dari hasil pengkajian semakin menguatkan bahwa energi yang masuk tidak dapat mencapai titik leleh bahan target. Energi kemungkinan juga menjalar ke arah substrat dan juga perpindahan secara radiasi, sehingga akibatnya semakin memperkecil energi yang diterima oleh lapisan atau energi yang masuk tersebut banyak yang berkurang. Jadi secara fenomena fisis dan pengkajian dari pekiraan-perkiraan hilangnya energi dalam sistem pemanasan sehingga dapat dikatakan kerusakan lapisan tipis oleh penyinaran laser He-Ne sangat kecil teramatinya. KESIMPULAN Berdasarkan hasil eksperimen tentang kerusakan lapisan tipis optis disebabkan laser He-Ne dapat dinyatakan bahwa kerusakan lapisan tipis optis kecil teramatinya. Hal ini disebabkan banyaknya energi yang hilang akibat perpindahan panas baik secara konduksi, konveksi bahkan radiasi meskipun secara radiasi sangat kecil. Perpindahan panas konduksi ke arah substrat juga mempengaruhi karena substrat bukanlah isolator yang baik. Energi maksimum sebesar 10 mW yang masuk ke sistem pemanasan tidak dapat mencapai temperatur leleh pada masing-masing bahan target. DAFTAR PUSTAKA A.J. Glass and A. H. Guenther., 1977. Laser Induced damage in optical materials : 8th ASTM symposium, Applied Optics, 16 : 1214-1231. D. Millan., 1977. Laser-Induced damage at 1064 nm, 125 psec, Applied Optics, 16 : 1204-1214. Michael Bass and Horrison H. Barrett., 1973. Laser-Induced Damage Probability at 1,06 μm and 0,69 μm. Applied Optics, 12 : 690-705. M.Sreckovic, N. Ivanovic, V. Sijacki-Zeravcic, Ostojic, B. Vedlin, R Stepic., 1991. Some Laser damage of glass scintilator and optical material, Optics ang Laser Technology, 23 : 169-173. Nobu Kuzuu, Kunio Yoshida, Hidetsugu Yoshida, Tomozumi Kamimura., 1999. Laser-Induced bulk damage in various types of vitreous silica at 1064, 532, 355, and 266 nm; evidance of different damage mechanisms between 266-nm and longer wavelenghts, Applied Optics, 38 : 2510-2516. Obert & Young, 1984. Heat Transfer and Thermodinamics, Second editon, Prentice Hall, New Jersey.

Jurnal ILMU DASAR Vol. 6 No.1, 2005 : 7-15 18

Spark D., 1977. Measurement of Film Thickness and Optical (Absorbing Layers), Mc Graw Hill., London. William C Reynolds., Henry C. Perkins, 1977. Enggineering Thermodynamics, Second edition, McGraw-Hill, Inc, London. Zaki M., 1989. Lima Puluh Tahun Optika Lapisan Tipis Majemuk, Seminar Himpunan Fisika Indonesia, Surabaya.

Related Documents

Pug Uh
June 2020 19
Uh
May 2020 26
Namie Amuro-uh Uh
November 2019 34
Uh-3
June 2020 17
Uh 081
June 2020 21
Pug In 07 Map
June 2020 6