Judul penelitian : PERLUNYA STANDARISASI PENERAPAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERSEROAN latar belakang penelitian. Pada tanggal 20 desember 2007 kemarin merupakan hari sosial bagi bangsa Indonesia, sebagaimana yang ditetapkan oleh pemerintah. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), menghimbau agar di hari sosial tersebut, masyarakat diharapkan memiliki kepedulian sosial kepada sesama tanpa memandang suku, agama, ras dan kelompok. Demikian halnya perusahaan baik lokal, nasional maupun multinasional agar memiliki kepekaan terhadap penciptaan upaya pemberdayaan dan mensejahteraan masyarakat, misalnya melalui konsep corporate social responbility (tanggung jawab sosial). Perwujudan tanggung jawab sosial dewasa ini, mengalami perkembangan yang cukup besar. Salah satu pendorongnya adalah perubahan dan pergeseran paradigma dunia usaha, untuk tidak semata-mata mencari keuntungan, tetapi turut pula bersikap etis dan berperan dalam penciptaan investasi sosial. Di antaranya, yang lazim dilakukan oleh perusahaan adalah melakukan kegiatan filantropis, dan menyelenggarakan program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat (community development). Di sisi lain, pemicunya adalah ketika disahkannya Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UU PT) terutama pasal 74 yang mewajibkan perseroan untuk menyisihkan sebagian laba bersih dalam menganggarkan dana pelaksanaan tanggung jawab social dan lingkungan terutama bagi perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya yang berkaitan dengan sumber daya alam. Namun, UU PT secara eksplisit tidak mengatur berapa jumlah nominal dan atau berapa besaran persen laba bersih dari suatu perusahaan yang harus disumbangkan. Namun apa yang diamanatkan dalam ketentuan UU PT terutama pasal 74 tersebut masih memiliki bentuk limitasi yang mana menjangkau perseroan yang langsung berimplikasi pada sumber daya, terutama menyangkut sumber daya alam. Pada saat ini yang menjadi perhatian terbesar adalah menyangkut dari peran perusahaan dalam masyarakat telah ditingkatkan yaitu dengan peningkatan kepekaan dan kepedulian
terhadap lingkungan dan masalah etika. Masalah seperti perusakan lingkungan, perlakuan tidak layak terhadap karyawan, dan cacat produksi yang mengakibatkan ketidak nyamanan ataupun bahaya bagi konsumen adalah menjadi berita utama surat kabar. Pada beberapa Negara mengenai lingkungna hidup dan permasalahan sosial semakin tegas, juga standar dan hukum seringkali dibuat hingga melampaui batas kewenangan negara pembuat peraturan (misalnya peraturan yang dibuat oleh Uni Eropa Beberapa investor dan perusahaam manajemen investasi telah mulai memperhatikan kebijakan tanggung jawab sosial dari suatu perusahaan dalam membuat keputusan investasi mereka, sebuah praktek yang dikenal sebagai "Investasi bertanggung jawab sosial" (socially responsible investing). Banyak pendukung tanggung jawab sosial yang memisahkan tanggung jawab sosial dari sumbangan sosial dan "perbuatan baik" (atau kedermawanan seperti misalnya yang dilakukan oleh beberapa perusahaan belakangan ini), namun sesungguhnya sumbangan sosial merupakan bagian kecil saja dari tanggung jawab sosial. Pada saat belum disahkannya UUPT yang baru, sebenarnya perusahaan telah mengeluarkan uang untuk proyek-proyek kominitas, pemberian bea siswa dan pendirian yayasan sosial. Mereka juga seringkali menganjurkan dan mendorong para pekerjanya untuk sukareala (volunteer) dalam mengambil bagian pada proyek komunitas sehingga menciptakan suatu itikad baik dimata komunitas tersebut yang secara langsung akan meningkatkan reputasi perusahaan serta memperkuat citra perusahaan. Dengan diterimanya konsep tanggung jawab sosial perusahaan mendapatkan kerangka baru dalam menempatkan berbagai kegiatan sosial yang mereka lakukan. Hingga saat ini kerangka konsep bentuk tanggung jawab social dan lingkungan, bentuk pengaturan dan implentasi penerapan tanggung jawab social dan lingkungan masih dalam ranah pembahasan oleh pemerintah karena hal tersebut merupakan domain pemerintah. Sehingga hal tersebut memberi ruang interpretasi yang luas dan bebas dari kalangan pelaku usaha. Implikasinya adalah tidak terciptanya harmonisasi tujuan dari apa tanggung jawab social dan tanggung jawab lingkungan itu sendiri yang artinya tidak tepat sasaran, karena terdapatnya tedensi-tedensi yang memang tidak bisa dilepaskan dari kepentingan dan eksistensi dari pelaku usaha itu sendiri.
Kontruksi
pembangunan
perekonomian
nasional
yang
diselenggarakan
berdasarkan demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian serta menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatauan ekonomi nasional bertujuan mensejahterakan masyarakat. Yang memiliki korelatifitas langsung dari prinsip pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan adalah melalui bentuk konsep tanggung jawab social, namun dengan konsep tersebut pemerintah juga tidak harus bercuci tangan untuk mensejahterakan rakyatnya karena itu memang kewajiban dari pemerintah. Proses tanggung jawab social dan lingkungan oleh perusahaan pada saat ini dilihat memang berjalan sendiri-sendiri walaupun tujuannya pun memang sama yaitu menerapkan apa yang dimaksud tanggung jawab social dan lingkungan karena mereka berangkat dari interpretasi mereka sendiri, selama belum ada scenario pola pengaturan yang jelas. Berdasarkan uraian yang dipaparkan diatas dapat dirumuskan suatu pemasalahan sebagai berikut : a. Apakah pengertian tanggung jawab social dan lingkungan yang dimaksudkan dalam UUPT tersebut? b. Syarat- syarat apakah yang diperlukan sehingga memenuhi penerapan tanggung jawab social dan lingkungan? Penelitian ini merupakan penelitian hukum, tidak mungkin adanya hipotesis sebagaimana yang banyak dikenal di dalam penelitian ilmu-ilmu social atau ilmu-ilmu alamiah pertanyaan tersebut menjadi pangkal dari penelitian ini. Karena suatu keterbatasan waktu, tenaga dan dana maka penelitian ini terbatas pada perseroan yakni perseroan terbatas yang kegiatan usahanya berimplikasi langsung pada sumber daya alam.
Tujuan penelitian : 1.
Melacak ratio legis ketentuan UUPT yang mengharuskan pengaturan tangung jawab social dan lingkungan kedalam ketentuan organic.
2.
Menemukan syarat-syarat yang diperlukan sehingga memenuhi penerapan tanggung jawab social dan lingkungan.
3.
Menemukan pola kewenangan pengaturan dan pengawasan dalam penerapan tanggung jawab social dan lingkungan.
Metodologi Metode yang yang digunakan adalah metode penelitian hukum,oleh karena didalam penelitian hukum tidak dikenal istilah data begitu pula bentuk analisis kualitatif dan kuantitatif. Penelitian hukum adalah mencari pemecahan atas isu hukum dan hasil yang dicapai adalah memberikan preskripsi mengenai apa yang seyogyanya atas isu hukum yang diajukan. Langkah permulaan dari penelitian ini melakukan studi kepustakaan mengenai pengertian tanggung jawab sosial dan lingkungan yang kemudian melakukan penelusuran di internet untuk menunjang konsep tanggung jawab social dan lingkungan baik berupa pendapat ahli hukum, jurnal ilmiah ataupun artikel ilmiah. Dalam penelitian ini dilakukan pendekatan melalaui pendekatan perundangundangan (statute approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Pendekatan perundang-undangan dilakukan dengan menelaah perundang-undangan yang memuat dan terkait dengan ketentuan tentang tanggung jawab social dan lingkungan. Dan pendekatan konseptual adalah dengan menelaah konsep tanggung jawab social dan lingkungan dari segi definisi intensional dan ektensional Bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari bahan hukum primer yaitu terdari dari peraturan perundang-undangan, Jurisprudensi, konvensi, dan perjanjian yang terkait dengan isu hukum yang diajukan. Dan bahan hukum sekunder adalah pendapat para pakar baik yang dipublikasikan atau tidak dipublikasikan yang terdari dari jurnal hukum, internet, literatur hukum, dan karya ilmiah lainnya yang memiliki keterkaitan dengan isu yang diajukan. Teknik pengumpulan bahan hukum adalah dengan menggunakan sistem kartu (card system). Kartu-kartu disusun berdasarkan pokok masalah dalam penelitian.
Kerangka teoritis.
Dalam menjawab permasalahan hukum diatas diperlukan kerangka dasar mengenai konsep-konsep, diantaranya pemahaman konsep mengenai Perseroan itu sendiri, Sumber daya dan tanggung jawab sosial yang lebih dielaborasi dengan pendekatan konseptual. kerangka teoritis ini menjadi fist framework untuk memfokuskan penelitian dan bukan pembatasan. A. Pengertian perseroan. Kata perseroan menunjuk kepada modalnya yang terdiri dari sero (saham). Di dalam UUPT, Undang-undang No.40 tahun 2007 mendefinikan sebagai berikut: “Badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha yang seluruh modalnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan Undang-undang ini dan peraturan pelaksananya” Dari batasan yang diuraikan diatas ada lima pokok yang menjadi pemahaman yaitu : 1. Perseroan terbatas merupakan suatu badan hukum; 2. didirikan berdasarkan perjanjian; 3. menjalankan usaha tertentu; 4. memilki modal yang terbagi dalam saham-saham; 5. memenuhi persyaratan undang-undang. Sebagai badan hukum, perseroan memenuhi unsur-unsur badan hukum yang ditentukan dalam UUPT unsur-unsur tersebut adalah: a. Organisasi yang teratur organisasi yang teratur ini dapat dilihat dari adanya organ perusahaan yang terdiri dari atas Rapat Umum Pemegang Saham, Direksi, Komisaris, disamping itu keteraturan organisasi dapat diamati dari Anggaran dasar, keputusan Rapat Umum Pemegang Saham, Keputusan Dewan Direksi ataupun Komisaris. b. Harta kekayaan sendiri harta kekayaan sendiri berupa modal dasar yang terdari atas seluruh nilai nominal saham yang terdiri dari uang tunai (fresh money) dan harta kekayaan dalam bentuk lain. c. melakukan hubungan hukum sendiri
sebagai badan hukum, perseroan melakukan sendiri hubungan hukum dengan pihak ketiga yang diwakili oleh pengurus yang disebut Direksi dan Komisaris. d. mempunyai tujuan sendiri tujuan tersebut ditentukan dalam anggaran dasar perseroan, yang mana tujuan utama adalah profti oriented. Perseroan didirikan berdasarkan perjanjian dimana dinyatakan dalam ketentuan pasal 7 Undang-undang Perseroan Terbatas, bahwa perseroan didirikan oleh 2(dua) orang atau lebih dengan akta notaris yang dibuat dalam bahasa Indonesia. Hal ini pada dasarnya mempertegas kembali makna sebagai mana dalam ketentuan BW(bugerlijk Wet Boek) dalam pasal 1320 BW. Perseroan harus menjalankan kegiatan usaha tertentu. Kegiatan usaha yang dilakukan perseroan adalah dalam bidang ekonomi baik industri, perdagangan maupun jasa yang bertujuan untuk memperoleh keuntungan atau laba, terkait diatas bahwa pendirian sebagai bentuk perjanjian memiliki objek tertentu yakni tujuan untuk menjalankan kegiatan usaha tertentu yang diperbolehkan oleh hukum yang artinya tidak melanggar hukum. Perseroan memiliki modal yang terbagi kedalam saham-saham. Sebagai suatu badan yang independen, dengan hak dan kewajiban mandiri yang terlepas dari hak dan kewajiban pemegang saham dan pengurusnya sehingga perseroan harus memiliki harta kekayaan sendiri dalam menjalankan kegiatan usahanya serta melaksanakan hak dan kewajibannya. Dan yang terakhir adalah memenuhi pesyaratan Undang-undang, setiap perseroan harus memenuhi persyaratan UUPT dan peraturan pelaksananya mulai dari pendiriannnya, beroperasinya, dan berakhirnya. Hal ini UUPT tersebut menganut sistem tertutup (closed system). B. Sumber Daya Alam dan Lingkungan. Sumber daya alam ialah sumber daya yang terbentuk karena kekuatan alamiah, misalnya tanah, air dan perairan, biotis, udara dan ruang, mineral, bentang alam (landscape), panas bumi, angin, pasang surut atau air laut. Untuk kepentingan pembangunan ekonomi sumber alam digolongkan berdasarkan potensi kegunaanya, misalnya golongan penghasil energi terdiri dari; air, matahari, arus laut, gas bumi, batu
bara, angin dan biotis. Sumber alam penghasil bahan baku yang terdiri dari mineral, gas bumi, biotis, perairan, tanah dan sebagainya. Sumber alam lingkungan hidup terdiri dari udara dan ruang, perairan, landscape, dan sebagainya. Bedasarkan kemampuannya untuk memperbaharui diri sesudah mengalami suatu gangguan, maka sumber alam di bagi kedua 2 golongan, yaitu : (1) sumber alam yang dapat pulih, dan (2) sumber yang taidak dapat pulih. Sumber-sumber alam yang tak dapat pulih seperti mineral, minyak bumi, gas bumi, dan lain-lain seringkali menjadi sumber daya yang penting bagi negara berkembang, sedangkan sumber alam yang dapat pulih seringkali menjadi tulang punggung pembangunan bagi negara berkembang. Suatu sumber alam dapat dipergunakan untuk berbagai keperluan, sehingga pemilihan peruntukannnya menjadi sangat penting. Dalam hal ini perlu diperhatikan agar pemilihan peruntukan tersebut dilaksanakan atas dasar (1) efisiensi dan efektifitas penggunaan yang optimal dlam batas-batas kelestarian yang mingkin, (2) tidak mengurangi kemampuan dan kelestarian sumber alam lain yang berkaitan dalam suatu ekosistem, dan (3) memberikan kemungkinan untuk mempunyai pilihan penggunaan di masa depan, sehingga perombakan ekosistem tidak dilakukan secara drastis. Dalam pemanfaatan sumber alam perlu diperhatikan empat lingkungan yang saling berkaitan erat sekali. Yaitu lingkungan perlindungan alam, lingkungan produksi yang tumbuh, lingkungan serba guna, lingkungan pemukiman dan industri. Dalam konsep ini lingkungan produksi tidak dapat berdiri sendiri tanpa menghiraukan lingkungan perlindungan dan lingkungan pemukiman dan industri, begitu sebaliknya dan demikian seterusnya, yang berarti alokasi penggunaan antara berbagai sumber alam dan lingkungan perlu dilaksanakan secara menyeluruh dan terpadu. Dalam hubungan antara perlindungan dan perubahan-perubahan demi pembangunan ada tiga prinsip yang mesti menjadi perhatian, yaitu : (1). Kebutuhan untuk memperhatikan kemampuan untuk membuat pilihan pengunaan sumber alam dimasa depan; (2). Peningkatan pembangunan pada daerah yang telah berproduksi mempunyai kemungkinan besar untuk memperoleh dari pada membuka daerah baru;
(3). Penyelamatan masyarakat biotis dan sumber alam yang khas merupakan langkah pertama yang logis dalam pembangunan daerah baru, dengan alasan bahwa kelompok jenis atau sumber tersebut tak tergantikan dalam arti pemenuhan kebutuhan dan aspirasi manusia, dan kontribusi jangka panjang terhadap kemantapan dan produktifitas daerah. Didalam Undang-undang pengelolan lingkungan hidup No. 23 tahun 1997, sumber daya alam dan lingkungan merupakan bagian dari makro kosmos sumber daya yang disebutkan bahwa sumber daya adalah unsur lingkungan hidup yang terdiri atas sumber daya manusia, sumber daya alam, baik hayati maupun non-hayati dan sumber daya buatan, yang tidak ditemukan maksud masing-masing tersebut di dalam penjelasan Undang-undang tersebut. Setiap bagian lingkungan merupakan bagian dari suatu kesatuan(a wholeness) yang tidak dapat dipisah-pisahkan dan satu sama lain, membentuk satu kesatuan tempat hidup yang disebut lingkungan hidup. Lingkungan hidup adalah ruang yang ditempati oleh mahluk hidup bersama-sama dengan benda tak hidup lainya. Mahluk hidup tidak berdiri sendiri dalam proses kehidupannya, melainkan berinteraksi dengan lingkungan tepat hidupnya. Kehidupan ditandai dengan interaksi, atau hubungan timbal balik, yang teratur antara mahluk hidup dengan lingkunganya disebut ekosistem. C. Pengelolan Sumber Daya Alam dan Lingkungan. Pengelolaan Sumber Daya Alam dan lingkungan tidak bisa terlepas dari peran dan perkembangan tatanan pemerintahan (political will), disamping peran dunia karena memang kita juga sebagai salah satu subjek globalisasi. Tekanan pertama memang tidak muncul dari dalam melainkan dari luar, seperti skema (scheme) green product, ecocycling, ecolabeling dan bentuk-bentuk lain yang terkait dengan sumber daya dan lingkungan. Hal ini sangat penting sekali dalam konsep perdagangan terutama menyangkut kegiatan ekspor dari produk dalam negeri keluar negeri. Hukum Indonesia belum membebankan skema yang jelas dalam pemeliharan lingkungan kepada perusahaan besar, yang memenuhi kualifikasi tertentu dan reaksi instansi yang bertanggungjawab seringkali lambat, baru muncul ketika kerugian tertentu telah ada. Sering bergulirnya era reformasi tatanan pemerintahan yakni dengan berlakunya Undang-undang No. 22 tahun 1999 mengenai otonomi daerah. Dengan
otonomi daerah ini, daerah memiliki porsi yang sangat besar dalam mengelola rumah tangganya sendiri sesuai dengan kondisi masing-masing daerah atau keunggulan kompetensi dari daerah. Salah satu kewenangan yang yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada daerah adalah kewenangan menetapakan kebijakan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidupnya. Pembangunan suatu daerah selalu didasarkan kepada pemanfaatan suatu sumber daya alam. Makin banyak suatu daerah mempunyai sumber daya alam dan makn efisien pemanfaatan sumber daya alam tersebut, makin baiklah harapan akan tercapainya keadaan kehidupan ekonomi yang baik dalam jangka waktu yang panjang. D. Perkembangan dan Motif Tanggung Jawab Sosial. Definisi tanggung jawab sosial perusahaan adalah sebagai kepedulian organisasi bisnis untuk bertindak dengan cara mereka sendiri dalam melayani kepentingan organisasi dan kepentingan publik ekstenal. Secara lebih teoritis dan sistematis, konsep piramida tanggung jawab yang dikembangkan Archie B. Carrol memberi justifikasi logis mengapa sebuah perusahaan perlu menerapkan tanggung jawab sosial bagi masyarakat sekitarnya. Bahwa perusahaan tidak hanya memiliki tanggung jawab ekonomis, melainkan pula tanggung jawab legal, etis, dan filantrofis. 1. tanggung jawab ekonomis. Key word adalah make profit, motif utama perusahaan adalah menghasilkan laba. Laba adakah fondasi perusahaan. Perusahaan harus memiliki nilai tambah ekonomi sebagai prasyarat agar perusahaan dapat terus hidup (survive) dan berkembang. 2. tanggung jawab legal. Key word adalah obey the law. Perusahaan harus taat hukum. Dalam proses mencari laba, perusahaan tidak boleh melanggar kebijakan dan hukum yang telah ditetapkan pemerintah. 3. tanggung jawab etis. Key word adalah be ethical. Perusahaan memiliki kewajiban untuk menjalankan praktek bisnis yang baik, benar, adil dan fair. Norma-norma masyarakat perlu menjadi rujukan bagi pelaku organisasi perusahaan. 4. tanggung jawab filatrofis. Key word adalah be a good citizen. Selain perusahaan memperoleh laba, taat hukum dan berprilaku etis, perushaan dituntut agar dapat
memberikan kontribusi yang dapat dirasakan secara langsung oleh masyarakat. Tujuannnya adalah menungkatkan kualitas kehidupan semua. Para pemilik dan pekerja memiliki tanggung jawab ganda, yakni kepada perusahaan dan kepada public yang dikenal dengan istilah “nonfiduciary responbility”. Secara konseptual, tanggung jawab social adalah pendekatan dimana perusahaan mengintegrasikan kepedulian social dalam operasi bisnis dan interaksi mereka dengan para pemangku kepentingan (stakeholder) berdasarkan prinsip kesukarelaan dan kemitraan. Munculnya konsep tanggung jawab social didorong oleh terjadinya kecenderungan pada masyarakat industri yang disingkat sebagai fenomena DEAF (atau dalam bahasa inggris berarti tuli) sebuah akronim dari Dehumaniasi, Equalisasi, Aquariumisasi, dan Feminisasi.: 1. Dehumanisasi industri. Efisiensi dan mekanisasi yang semakin menguat di dunia industri telah menciptakan persoalan-persolan kemanusiaan baik bagi kalangan buruh di perusahaan. “merger mania” dan perampingan perusahaan telah mengakibatkan pemutusan hubungan kerja dan pengangguran, ekspansi dan eksploitasi dunia industri telah melahirkan polusi dan kerusakan lingkungan yang hebat, 2. Equalisasi hak-hak public. Masyarakat kini semakin sadar akan haknya untuk meminta pertanggungjawaban perusahaan atas berbagai masalah sosial yang seringkali ditimbulkan oleh beroperasinya perusahaan. Kesadaran ini semakin menuntut akuntabilitas (accountability) peerusahaan bukan saja dalam proses produksi, melainkan pula kaitannya dengan kepedulian perusahaan terhadap berbagai dampak sosial yang ditimbulkan. 3. Aquariumisasi dunia industri. Dunia krja kini semakin transparan dan terbuka seperti akuarium. Perusahaan yang hanya memburu pundi ekonomi dan cenderung mengabaikan hukum, prinsip etis, dan filantrofis tidak akan mendapat dukungan publik. Bahkan dalam banyak kasus, masyarakat menuntut agar perusahaan tersebut ditutup. 4. Feminisasi dunia kerja. Semakin banyaknya wanita yang bekerja, semakin menuntut penyesuaian perusahaan, bukan hanya terhadap lingkungan internal
organisasi, seperti pemberian cuti hamil dan melahirkan, keselamatan dan kesehatan kerja, melainkan pula terhadap biaya sosial, seperti penelantaran anak, kenakalan remaja, akibat berkurangnya kehadiran ibu dirumah dan tentunya lingkungan masyarakat, sehingga pelayanan sosial seperti child care, pendirian fasilitas-fasilitas pendidikan dan kesehatan anak, taman rekreasi merupakan kompensasi terhadap hal tersebut. Menurut konsep piramida yang dikembangkan Archie B. Carol harus dipahami sebagai satu kesatuan. Karenanya, secara konseptual, tanggung jawab sosial merupakan kepedulian perusahaan yang didasari tiga prinsip dasar yang dikenal dengan iastilah triple bottom lines, yaitu : 1. Profit. Perusahaan harus tetap berorientasi untuk mencari keuntungan ekonomi yang memungkinkan untuk terus beroperasi dan berkembang. 2. People.
Perusahaan
harus
tetap
memiliki
kepedulian
terhadap
kesejahteraan manusia.Beberapa perusahaan telah mengembangkan progam tanggung jawab sosial, seperti pemberian beasiswa bagi pelajar di sekitar perusahaan, pendirian sarana pendidikan dan kesehatan, penguatan kapasitas ekonomi lokal dan lain-lain. 3. Planet. Perusahaan peduli terhadap lingkungan hidup dan berkelanjutan keragaman hayati. Bebarapa progam tanggung jawab sosial yang beerpijak pada prinsip ini biasanya penghijauan lingkungan hidup, penyedian sarana air sehat, perbaikan pemukiman, pengembangan pariwisata (ekotourism). Secara tradisional, para teoritis dan pebisnis memiliki interpretasi yang keliru mengenai keuntungan ekonomi perusahaan. Pada umumnya mereka berpendapat bahwa mencari laba ádalah hal yang harus diutamakan perusahaan. Diluar itu akan mengganggu efisiensi dan efektifitas perusahaan, seperti pendapat Milton Freidman, ”tanggung jawab sosial perusahaan tiada lain dan harus merupakan usaha mencari laba itu sendiri” yang dikutip oleh (saidi dan abidin, 2004: 60). D. Model Tanggung Jawab Sosial Perusahaan. Menurut saidi dan abidin, sedikitnya ada empat model atau pola tanggung jawab
social yang umumnya diterapkan di Indonesia. 1. Keterlibatan langsung. Perusahaan menjalankan program tanggung jawab social secara langsung dengan menyelenggarakan sendiri kegiatan
social atau
menyerahkan sumbangan ke masyarakat tanpa perantara. Untuk menjalankan tugas ini, sebuah perusahaan biasanya menugaskan salah satu pejabat seniornya, seperti corporate secretary atau public affair manager atau menjadi bagian dari tugas pejabat public relation. 2. Melalui yayasan atau organisasi social perusahaan. Mendirikan yayasan seperti di bawah perusahaan atau grupnya. Model ini merupakan adopsi dari model yang lazim diterapkan di perusahaan-perusahaan di negara maju. Biasanya, perusahaan menyediakan dana awal, dana rutin atau dana abadi yang dapat digunakan secara teratur bagi kegiatan yayasan, seperti Sampoerna Fundation, Bakti Djarum, yayasan Dharma Bhakti Astra dan lain-lain. 3. Bermitra dengan pihak lain. Perusahaan menyelenggarakan tanggung jawab sosial melalui kerjasama dengan lembaga sosial atau organisasi non pemerintah, instansi pemerintah, universitas atau media massa, baik dalam mengelola dana maupun dalam melaksanakan kegitan sosialnya, seperti Dompet Dhuafa, Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia (YKAI) dan dengan lain-lainnya. 4. Mendukung atau bergabung dalam suatu konsorsium. Perusahaan turut mendirikan, menjadi anggota atau mendukung suatu lembaga sosial yang didirikan untuk tujuan sosial tertentu. Dibandingkan dengan model lainnya, pola ini lebih berorientasi pada pemberian hibah perusahaan yang bersifat “hibah pembangunan“. Pihak konsorsium atau lembaga semacam itu yang dipercayai oleh perusahaan-perusahaan yang secara pro aktif mencari mitra kerjasama dari kalangan lembaga opersional dan kemudian mengembangkan progam yang disepakati bersama. Terkait mengenai model, sebagian besar kegiatan tanggung jawab sosial adalah berupa pelayanan sosial, diikuti dengan kegiatan dibidang pendidikan dan penelitian, kesehatan, dan lain-lain. Karena memang belum ada konsep yuridis dari tanggung jawab sosial dan itupun masih menjadi pembahasan didalam menentukan aturan organiknya.
Jadwal Kegiatan Penelitian ini direncanakan berlangsung selama tiga bulan sejak diterimanya usulan penelitian ini, dengan jadwal sebagai berikut: Kegiatan
Durasi
Tahap Studi Kepustakaan .
5 minggu
Penulisan hasil peneltian dan koreksi.
4 minggu
Penulisan Hasil Penelitian.
3 minggu
Daftar Referensi M. Hadjon, Philipus perlindungan hukum bagi rakyat Indonesia. PT. Bina Ilmu. Surabaya. 1987. Mahmud marzuki, Peter. Penelitian hukum. Kencana. Jakarta. 2007. Nuryana, Mu’man, Corporate Social Responbility dan kontribusi bagi pembangunan berkelanjutan, makalah yang disampaikan pada diklat pekerjaan social industri, balai besar pendidikan dan pelatihan kesejahteraan social (BBPPKS) Bandumg. Lembang 5 Desember 2005. Putra, Ida Bagus Wyasa Hukum Lingkungan Inetrnasional; prepektif bisnis Internasional. PT. Refika Adithama. Bandung. 2003. Saidi, Zaim dan Hamid Abidin, Menjadi bangsa pemurah; wacana dan praktek kedermawanan social di Indonesia. Piramedia. Jakarta.2004. Silalahi, M. Daud. Pengaturan Hukum sumber daya air dan lingkungan hidup di Indonesia. PT. Alumni. Bandung. 2003. Soemarwarto, Otto. Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Djambatan. 1991. Soerjani, Moh, Rofig Ahmad, Rozy Munir. Lingkungan: sumber daya alam dan kependudukan dalam pembangunan. UI-PRESS. Jakarta. 1987. Suhartono, Edi. Pekerjaan social di Dunia Industri memperkuat tanggung jawab social perusahaan (Corporate Social Responbility). PT. Refika aditama. Bandung. 2007
------------------- Model-model pekerjaan social industri, makalah yang disampaikan pada diklat pekerjaan social industri, balai besar pendidikan dan pelatihan kesejahteraan social (BBPPKS) Bandumg. Lembang 3Desember 2005. Wijaya, Gunawan dan Ahmad Yani. Seri hukum bisnis: Perseroan Terbatas. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. 2003.