KOMPLEK PERCANDIAN PRAMBANAN (LORO JONGGRANG) A. LOKASI Candi Loro Jonggrang yang sering disebut Candi Prambanan terletak persis di perbatasan propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan propinsi Jawa Tengah, kurang lebih 17 km ke arah timur dari kota Yogyakarta atau kurang lebih 53 km sebelah barat Solo. Komplek percandian Prambanan ini masuk ke dalam 2 wilayah yakni komplek bagian barat masuk wilayah Derah Istimewa Yogyakarta dan bagian timur masuk wilayah Propinsi Jawa Tengah. Percandian Prambanan berdiri di sebelah timur sungai Opak kurang lebih 200 m sebelah utara Jl. Raya Yogya-Solo. B. ASAL USUL NAMA Gugusan candi ini dinamakan “PRAMBANAN” karena terletak di daerah Prambanan. Nama “LORO JONGGRANG” berkaitan dengan legenda yang menceritakan tentang seorang dara yang jonggrang atau gadis jangkung putri Prabu Boko. C. SEJARAH Candi Prambanan adalah kelompok percandian Hindu yang dibangun oleh raja-raja Dinasti Sanjaya pada abad IX. Ditemukannya tulisan nama Pikatan pada candi ini menimbulkan pendapat bahwa candi ini dibangun oleh Rakai Pikatan yang kemudian diselesaikan oleh Rakai Balitung berdasarkan prasasti berangka tahun 856 M “Prasasti Siwargrha” sebagai manifest politik untuk meneguhkan kedudukannya sebagai raja yang besar. Terjadinya perpindahan pusat kerajaan Mataram ke Jawa Timur berakibat tidak terawatnya candi-candi di daerah ini ditambah terjadinya gempa bumi serta beberapa kali meletusnya Gunung Merapi menjadikan candi Prambanan runtuh tinggal puing-puing batu yang berserakan. Sungguh menyedihkan itulah keadaan pada saat penemuan kembali candi Prambanan. Usaha pemugaran yang dilaksanakan pemerintah Hindia Belanda berjalan sangat lamban dan akhirnya pekerjaan pemugaran yang sangat berharga itu diselesaikan oleh bangsa Indonesia.
Pada tanggal 20 Desember 1953 pemugaran candi induk Loro Jonggrang secara resmi dinyatakan selesai oleh Dr. Ir. Sukarno sebagai Presiden Republik Indonesia pertama. Sampai sekarang pekerjaan pemugaran dilanjutkan, yaitu pemugaran Candi Brahma dan Candi Wisnu. Candi Brahma dipugar mulai tahun 1977 dan selesai serta diresmikan pada tanggal 23 Maret 1987. Sedangkan Candi Wisnu mulai dipugar pada tahun 1982, selesai dan diresmikan oleh Bapak Presiden Soeharto pada tanggal 27 April 1991. D. DESKRIPSI BANGUNAN Komplek percandian Prambanan terdiri atas latar bawah, latar tengah dan latar atas (latar-pusat) yang makin kearah dalam makin tinggi letaknya. Berturutturut luasnya : 390 meter persegi, 222 meter persegi dan 110 meter persegi. Latar bawah tak berisi apapun. Di dalam latar tengah terdapat reruntuhan candi-candi Perwara. Apabila seluruhnya telah selesai dipugar, maka akan ada 224 buah candi yang ukurannya semua sama yaitu luas dasar 6 meter persegi dan tingginya 14 meter. Latar pusat adalah latar terpenting di atasnya bediri 16 buah candi besar dan kecil. Candi-candi utama terdiri atas 2 deret yang saling berhadapan. Deret pertama yaitu candi Siwa, candi Wisnu, dan candi Brahma. Deret kedua yaitu candi Nandi, candi Angsa dan Candi Garuda. Pada ujung-ujung lorong yang memisahkan kedua deretan candi tersebut terdapat candi Apit. Delapan candi lainnya lebih kecil. Empat diantaranya candi Kelir dan empat candi lainnya disebut candi Sudut. Secara keseluruhan percandian ini terdiri atas 240 buah candi.
MACAM-MACAM CANDI A. CANDI SIWA Candi dengan luas dasar 34 meter persegi dan tinggi 47 meter adalah yang terbesar dan terpenting. Dinamakan candi Siwa karena didalamnya terdapat arca SIWA MAHADEWA yang merupakan arca terbesar. Bagian ini terdiri atas 3 bagian secara vertikal kaki, tubuh dan kepala/atap, kaki candi menggambarkan “dunia bawah” tempat manusia yang masih diliputi hawa nafsu, tubuh candi menggambarkan “dunia tengah” tempat manusia yang telah meninggalkan keduniawian dan atap menggambarkan “dunia atas” tempat para dewa dan makhluk-makhluk surgawi yang menggambarkan Gunung Mahameru (G. Everest di India) tempat para dewa. Percandian Prambanan merupakan replika gunung itu terbukti dengan adanya arca-arca dewa Lokapala yang terpahat di kaki candi Siwa. Empat pintu masuk pada candi itu sesuai dengan keempat arah mata angin. Pintu utama menghadap ke timur dengan tangga masuknya yang terbesar. Di kanan-kirinya berdiri 2 arca raksasa penjaga dengan membawa gada yang merupakan manifestasi dari Siwa. Di dalam candi terdapat 4 ruangan yang menghadap keempat arah mata angin dan mengelilingi ruangan terbesar yang ada ditengah-tengah. Kamar terdepan kosong, sedangkan ketiga kamar lainnya masing-masing berisi arca-arca : Siwa Maha Guru, Ganesha dan Durga. Dasar kaki candi dikelilingi selasar yang dibatasi oleh pagar langkan. Pada dinding langkan sebelah dalam terdapat relief cerita Ramayana yang dapat diikuti dengan cara “pradaksina” (berjalan searah jarum jam) mulai dari pintu utama. Hiasan-hiasan pada dinding sebelah luar berupa “kinari-kinari” (makhluk bertubuh burung berkepala manusia), “kalamakara” (kepala raksasa yang lidahnya berwujud sepasang mitologi) dan makhluk surgawi lainnya. Atap candi bertingkat-tingkat dengan susunan yang amat komplek masingmasing dihiasi sejumlah “ratna” dan puncaknya terdapat “ratna” terbesar. a. Arca Siwa Mahadewa Menurut ajaran Trimurti-Hindu, yang paling dihormati adalah Dewa Brahma sebagai pencipta alam, kemudian Dea Wisnu sebagai pemelihara dan Dewa Siwa sebagai perusak alam. Tetapi di India maupun di Indonesia, Siwa adalah dewa yang paling terkenal.
Di
Jawa,
Ia
dianggap
yang
tertinggi
karenanya
ada
yang
menghormatinya sebagai Mahadewa. Arca ini mempunyai tinggi 3 meter berdiri di atas landasan batu setinggi 1 meter. Di antara kaki arca dan landasannya terdapat batu bundar berbentuk bunga teratai. Arca ini menggambarkan raja Balitung, tanda-tanda sebagai Siwa adalah tengkorak diatas bulan sabit pada mahkotanya, mata ketiga pada dahinya, bertangan 4 berselempangkan ular, kulit harimau di pinggangnya serta senjata Trisula pada sandaran arcanya. Tangan-tangannya memegang kipas, tasbih, tunas bunga teratai dan benda bulat sebagai benih alam semesta. Raja Balitung dipandang sebagai penjelmaan Siwa sehingga setelah wafat dicandikan sebagai Siwa oleh keturunan dan rakyatnya. b. Arca Siwa Maha Guru Arca ini berwujud seorang tua berjanggut yang berdiri dengan perut gendut. Tangan kanannya memegang tasbih, tangan kiri memegang kendi dan bahunya terdapat kipas. Semuanya adalah tanda-tanda seorang pertapa, Trisula yang terletak disebelah kanan belakangnya menandakan senjata khas Siwa. Arca ini menggambarkan seorang pendeta alam dalam Istana Raja Balitung sekaligus seorang penasehat dan guru. Karena besar jasanya dalam menyebarkan agama Hindu-Siwa, maka ia dianggap sebagai salah satu aspek (bentuk) dari Siwa. c. Arca Ganesha Arca ini berwujud manusia berkepala gajah bertangan 4 yang sedang duduk dengan perut gendut. Tangan-tangan belakangnya memegang tasbih dan kampak sedangkan tangan-tangan depannya memegang patahan gadingnya sendiri dan sebuah mangkuk. Ujung belalainya dimasukan kedalam mangkuk itu yang menggambarkan bahwa ia tak pernah puas meneguk ilmu pengetahuan. Ganesha memang menjadi lambang kebijaksanaan dan ilmu pengetahuan, penghalau segala kesulitan. Pada mahkotanya terdapat tengkorak dan bulan sabit sebagai tanda bahwa ia anak Siwa dan Uma, istrinya. Arca ini menggambarkan putera mahkota sekaligus panglima perang Raja Balitung. d. Arca Durga atau Loro Jonggrang Arca ini berwujud seorang wanita bertangan 8 yang memegang beraneka ragam senjata : Cakra, Gada, anak panah, ekor banteng, sankha,
perisai, busur, panah dan rambut berkepala raksa Asura. Ia berdiri diatas banteng Nandi dalam sikap “tribangga” (3 gaya gerak yang membentuk 3 lekukan tubuh). Banteng Nandi sebenarnya penjelmaan dari Asura yang menyamar. Dengan berhasil mengalahkannya dan menginjaknya sehingga dari mulutnya keluarlah Asura yang lalu ditangkapnya. Ia adalah salah satu aspek dari “sakti” (isteri) Siwa. Menurut mitologi ia tercipta dari lidah-lidah api yang keluar dari tubuh para dewa. Durga adalah Dewi Kematian, karenanya arca ini menghadap ke utara yang merupakan mata angin kematian. Sebenarnya arca ini sangat indah bila dilihat dari kejauhan nampak seperti hidup dan tersenyum namun hidungnya telah dirusak oleh tangan-tangan jahil. Arca ini menggambarkan permaisuri Raja Balitung. B. CANDI BRAHMA Luas dasarnya 20 meter persegi dan tingginya 37 meter. Di dalam satusatunya ruangan yang ada berdirilah arca Brahma berkepala 4 dan berlengan 4. Arca ini sebenarnya sangat indah tetapi sudah rusak. Salah satu tangannya memegang tasbih yang satunya memegang “kamandalu” tempat air. Keempat wajahnya menggambarkan keempat kitab suci Weda masing-masing menghadap keempat arah mata angin. Keempat lengannya menggambarkan keempat arah mata angin. Sebagai Pencipta ia membawa air karena seluruh alam keluar dari air. Tasbih menggambarkan waktu. Dasar kaki candi juga dikelilingi oleh selasar yang dibatasi pagar langkan dimana pada dinding langkan sebelah dalam terpahat relief lanjutan ceritera Ramayana dan relief serupa pada candi Siwa hingga tamat. CANDI WISNU Bentuk, ukuran relief dan hiasan dinding luarnya sama dengan candi Brahma. Didalam satu-satunya ruangan yang ada berdirilah arca Wisnu bertangan 4 yang memegang Gada, Cakra, Tiram. Pada dinding langkan sebelah dalam terpahat relief cerita Krisna sebagai “Avatara” atau penjelmaan Wisnu dan Balarama (Baladewa) kakaknya.
CANDI NANDI Luas dasarnya 15 meter persegi dan tingginya 25 meter. Di dalam satusatunya ruangan yang ada, terbaring arca seekor lembu jantan dalam sikap merdeka dengan panjang + 2 meter. Disudut belakangnya terdapat arca dewa Candra. Candra yang bermata tiga berdiri di atas kereta yang ditarik 10 ekor kuda. Surya berdiri di atas kereta yang ditarik oleh 7 ekor kuda. Candi ini sudah runtuh. CANDI ANGSA Candi ini mempunyai satu ruangan yang tak berisi apapun. Luas dasarnya 13 meter persegi dan tingginya 22 meter. Mungkin ruangan ini hanya dipakai untuk kandang angsa hewan yang biasa dikendarai oleh Brahma. CANDI GARUDA Bentuk, ukuran serta hiasan dindingnya sama dengan candi Angsa. Didalam satu-satunya ruangan yang ada terdapat arca kecil yang berwujud seekor garuda di atas seekor naga. Garuda adalah kendaraan Wisnu. CANDI APIT Luas dasarnya 6 meter persegi dengan tinggi 16 meter. Ruangannya kosong. Mungkin candi ini dipergunakan untuk bersemedi sebelum memasuki candi-candi induk. Karena keindahannya ia mungkin digunakan untuk menanamkan estetika dalam komplek percandian Prambanan. CANDI KELIR Luas dasarnya 1,55 meter persegi dengan tinggi 4,10 meter, Candi ini tidak mempunyai tangga masuk. Fungsinya sebagai penolak bala. CANDI SUDUT Ukuran candi-candi ini sama dengan candi kelir.
CANDI-CANDI LAIN DISEKITAR PRAMBANAN A. CANDI LUMBUNG, BUBRAH DAN SEWU Ketiga candi Budha ini tinggal reruntuhan kecuali candi sewu yang masih bisa dinikmati keindahannya. Semuanya terletak dalam komplek Taman Candi Prambanan. B. CANDI PLAOSAN Letaknya + 1 km ke arah timur dari candi Sewu. Candi ini dibangun pada pertengahan abad 9 Masehi oleh Rakai Pikatan sebagai hadiah kepada permaisurinya. Kelompok candi Plaosan Lor (utara) terdiri atas 2 candi induk, 58 Perwara dan 126 buah Stupa. Kelompok candi Plaosan Kidul (selatan) hanya berupa sebuah candi. Halaman candi induk terbagi 2 yang masing-masing di atasnya berdiri sebuah biara bertingkat dua. Tingkat atas untuk tempat tinggal para pendeta Budha dan tingkat bawah untuk kegiatan keagamaan. C. CANDI SOJIWAN Letak candi ini + 2 km ke arah tenggara dari percandian Prambanan. Sebagian besar hanya berupa reruntuhan. Pada kaki candi terpahat relief cerita binatang yang mengandung nilai-nilai filsafat. D. CANDI BOKO (KRATON RATU BOKO) Letaknya + 3 km ke arah selatan dari percandian Prambanan, berdiri di atas Bukit Kidul yang merupakan lanjutan dari pegunungan Seribu dengan pemandangan alam nan permai di sekitarnya. Bangunan ini sangat unik, berbeda dengan bangunan-bangunan lain sesamanya dan lebih mengesankan sebuah keraton (istana). Diperkirakan Balaputera Dewa dari dinasty Syailendra yang beragama Budha mendirikannya pada pertengahan abad 9 Masehi sebagai benteng pertahanan yang strategis terhadap Rakai Pikatan. Menurut legenda disinilah letak istana Ratu Boko, ayah Loro Jonggrang.
E. CANDI BANYUNIBO Candi ini terletak + 200 meter ke arah tenggara dari candi Boko, berdiri di atas sebuah lembah. “Banyu” berarti “air”, “nibo” berarti “jatuh menetas”. Keduanya memiliki makna yang puitis bagi lingkungan masyarakat Jawa. Candi Budha ini didirikan pada abad 9 Masehi. F. CANDISARI “Sari” berarti “indah” atau “cantik” sesuai bentuknya yang ramping. Mungkin karena keindahannya yang menarik perhatian ia dinamakan demikian. Puncak atapnya berhiaskan 9 stupa yang sama sebangun dan tersusun dalam 3 deret. Di bawah masing-masing stupa terdapat ruangan-ruangan bertingkat 2 yang digunakan sebagai tempat meditasi dan mengajar. Arca-arca bodhisatwa terpahat pada dinding luarnya. Dinding ini dihias dengan amat indahnya. Biara Budha yang dibangun pada + abad 8 Masehi ini terletak pada sisi kiri jalan Yogya-Solo, masuk + 500 meter ke arah utara. Bangunan dengan panjang 17,32 meter dan lebar 10 meter ini merupakan sebagian saja dari kumpulan candi yang telah hilang. G. CANDI KALASAN Peninggalan agama Budha tertua di Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah adalah candi Kalasan. Letak pada sisi sebelah kanan jalan raya YogyaSolo km 13 masuk beberapa puluh meter ke arah selatan. Candi ini didirikan oleh Panangkaran, raja kedua dari kerajaan Mataram Kuno pada abad 8 Masehi sebagai persembahan kepada Dewi Tara. Lengkung “Kala-Makara” dengan hiasan kahyangan di atasnya terpahat di atas pintu masuk dengan begitu indahnya. Keindahan hiasan dan relief-reliefnya disebabkan oleh penggunaan sejenis semen kuno “bajralepa”. Candi ini dianggap permata kesenian Jawa Tengah. H. CANDI SAMBISARI Letaknya + 5,5 km dari percandian Prambanan ke arah barat dan + 2,5 km ke arah utara dari jalan raya Yogya-Solo. Setelah terpendam selama berabad-abad karena letusan gunung Merapi, pada bulan Juli 1966 ditemukan kembali secara kebetulan oleh seorang petani yang tengah mengerjakan sawahnya. Pada tahun
1986 telah selesai dipugar. Keunikannya ia terletak 6,5 meter di bawah permukaan tanah dan tak mempunyai kaki candi yang sebenarnya. Bangunan terdiri atas sebuah candi induk dan 3 candi Perwara yang tidak bertubuh maupun berkaki. Pada sisi-sisi luar dinding candi induknya terdapat relung-relung yang berisi arca-arca : Durga, Ganesha, dan Siwa Mahaguru. Di dalam ruangannya terdapat Lingga dan Yoni, dua aspek dari Siwa. Kesatuan keduanya melambangkan totalitas dan kesuburan. Candi Hindu ini diperkirakan mulai berdiri antara + 812-838 Masehi.